Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

FISIKA RADIASI

BESARAN DAN SATUAN DASAR DALAM DOSIMETRI

DISUSUN OLEH :

IRFAN (E1Q016025)

NURUL AZIZIYAH (E1Q015051)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2018
A. PENDAHULUAN
Selama sejarah perkembangan, besaran yang digunakan untuk
mengukur jumlah radiasi pengion (radiasi pengion untuk selanjutnya
disebut radiasi), selalu didasarkan pada jumlah ion yang terbentuk dalam
keadaan tertentu atau pada jumlah energi radiasi yang diserahkan
kepada sejumlah massa bahan. Penghampiran ini mengabaikan adanya
sifat pengionan yang tidak bersinambung, namun secara eksperimen
dapat dibenarkan melalui teramatinya hubungan antara nilai besaran
dengan akibat biologi yang ditimbulkannya. Perkembangan dikemdian
hari mungkin akan membuktikan bahwa besaran lain yang didasarkan
pada sebaran kejadian secara statistik dalam bagian kecil volum jaringan
, misalnya dalam inti sel atau molekul DNA dianggap lebih baik. Namun
sementara ini, kiranya penggunaan besaran makro masih lebih baik,
terutama untuk besaran dosimetri.
Apabila terjadi kerusakan pada sel, dan bila tidak terjadi
pemulihan yang memadai, peristiwa itu mungkin menyebabkan sel tidak
lagi melangsungkan fungsinya atau mungkin tidak bisa lagi
mengembangkan diri, dan kadang-kadang perubahan tetap pada sel itu.
Kementakan terjadinya bahaya semacal itu akan nol bila jumlah radiasi
yang menyebabkan kecil meskipun di atas nilai tertentu, yang dikenal
sebagai dosis ambang. Diatas dosis ambang, keparahan akibat juga akan
bertambah sebanding dengan dosis radiasi yang menyebabkan. Akibat
semacam ini dikenal sebagai akibat determinik.
Akibat biologi yang terjadi akan sangat berbeda apabila sel yang
tersinari tidak mati melainkan hanya berubah. Kementakan terjadi kanker
akibat radiasi umumnya bertambah sesuai dengan bertambahnya dosis
radiasi yang menjadi penyebabnya. Akibat semacam dikenal sebagai
akibat stokastik, yang berarti kementakan terjadinya bersifat acak atau
bersifat stokastik. Jika akibat stokastik ini terjadi pada sel keturunan,
akibatnya mungkin muncul pada keturunan mereka yang tersinari, akibat
semacam ini disebut akibat genetik atau akibat herediter yang dengan
sendirinya juga bersifat stokastik.
B. PEMBAHASAN
1. Pemerian Medan Radiasi
Titik pada jaringan biologi dikatakan ada dalam medan radiasi
apabila di dalam bagian volum di sekitar titik itu terdapat interaksi
antara radiasi yang bersangkutan dengan atom atau molekul
jaringan. Medan radiasi dititik itu diungkapkan melalui besaran fluen
di titik bersangkutan, yang dibatasi dengan jumlah zarah yang
menembus per satuan luas bidang yang tegak lurus pada arah
datang radiasi dan yang melalui titik itu. Dalam bentuk lain :
𝑑𝑁
Ф=
𝑑𝐴
Dengan dN menyatakan jumlah zarah yang menembus
bidang yang tegak lurus pada arah lintasan zarah, sedangkan dA
adalah luas bidang itu. Apabila berdatangan dari segala penjuru,
maka bidang yang dimaksud adalah permukaan bola yang berpusat
di titik yang bersangkutan.
Jika selang waktu itu cukup pendek, misalnya dt,
kita mengatakan jumlah zarah per satuan luas bidang itu selama
waktu dt, sebagai laju fluen, atau rapat fluks diberi batasan sebagai :

𝑑Ф 𝑑𝑁
𝜙= =
𝑑𝑡 𝑑𝐴 𝑑𝑡

2. Kerma
Kerma merupakan nonstokastik yang dikaitkan hanya dengan
medan radiasi pengion tak langsung, yaitu foton dan neutron. Kerma
dapat dibatasi oleh energi pindahan dan energi pancaran. Energi
pindahan dalam volum V sama dengan
𝜀𝑡𝑟 = (𝑅𝑚 )𝑢 − (𝑅𝑘 )𝑢 𝑛𝑜𝑛𝑟 + ∑𝑄
Jika :
(𝑅𝑚 )𝑢 =energi yang dipancarkan oleh radiasi tak bermuatan
yang memasuki V
(𝑅𝑘 )𝑢 𝑛𝑜𝑛𝑟 =energi yang dipancrkan oleh radiasi tak bermuatan
yang meninggalkan V, kecuali yang bermula dari
hilangnya energi kinetik zarah bermuatan di dalam
volum V yang berubah enjadi foton.
∑𝑄 = energi neto yang berasal dari massa diam V.

Dengan batasan energi pindahan di ata, batasan kerma menjadi


𝑑𝜀𝑡𝑟
𝐾=
𝑑𝑚
Dengan K berarti kerma di titik P dalam volum V, 𝑑𝜀𝑡𝑟 energi
pindahan dalam bagian volum dv di titik P,dan dm massa dalam
bagian volum dv.
3. Dosis Paparan
Dosis paparan erat hubungannya dengan radiasi yang berasal
dari sumber eksternal. Sumber radiasi eksternal yang patut
diperhitungkan hanya sumber radiasi pemancar sinar gamma atau
sinar-x karena kedua macam radiasi ini memiliki jangkauan yang
jauh. Untuk sumber pemancar alpha dan beta tidak diperhitungkan
karena jarak jangkauannya yang pendek di udara.
Satuan lama yang digunakan untuk menyatakan dosis
paparan adalah roentgen (R). Satuan roentgen diukur pada kondisi
standar 0oC dan 76 cmHg, dan 1 R didefinisikan sebagai jumlah
muatan yang terbentuk akibat ionisasi sinar gamma atau sinar-X
sebanyak 1 statcoulomb (SC) tiap 1 cm3 udara, atau:
1 R = 1 SC/cm3

Satuan yang terbaru yang digunakan saat ini adalah


exposure unit (X), dimana 1 X didefinisikan sebagai muatan
sejumlah 1 C yang terbentuk dalam 1 kg udara sebagai akibat
ionisasi sinar-X atau radiasi gamma, sehingga:

1 X = 1 C/kg

Hubungan antara X dan R adalah:

1 X = 3881 R
4. Dosis Serap
Besar efek radiasi pada suatu material akan berhubungan
dengan besar paparan radiasi eksternal dan besar radiasi yang
diserap sebagai hasil dari paparan radiasi eksternal. Efek radiasi juga
berhubungan dengan besarnya energi radiasi yang diserap pada
sumber radiasi internal yang terdeposit dalam material.
Satuan lama dari dosis serap adalah rad (radiation absorbed
doses), dimana 1 rad didefinisikan sebagai jumalah energi 100 erg
yang diserap oleh 1 gram materi, atau
1 rad = 100 erg/g

Satuan terbaru untuk dosis serap adalah gray (Gy), dimana 1


Gy didefinisikan sebagai energi sebesar 1 J yang diserap oleh 1 kg
materi, atau :

1 Gy = 1J/kg
Hubungan antara rad dan Gy adalah:
1 Gy = 100 rad
5. Umur paro efektif

Dosis absorbsi yang diterima oleh materi dimana di dalam


materi tersebut terdeposisi suatu sumber radiasi internal akan
ditentukan oleh dua faktor inheren yang tidak tergantung pada jumlah
radioisotop yang terdeposisi. Kedua faktor inheren ini adalah:

a. Waktu paro akibat dari proses peluruhan radiosiotop.


b. Eleminasi radioisotop dari suatu jaringan akibat mekanisme
biologi (misalnya ekskresi).

Untuk proses pertama, dikenal adanya besaran tetapan peluruhan


fisika, λF, dimana

0,693
𝜆𝐹 =
𝑇𝐹
Besaran TF adalah waktu paro fisika, yaitu waktu yang
dibutuhkan oleh radioisotop untuk meluruh sehingga tersisa separo
dari jumlah semula. Besaran waktu paro hanya berlaku untuk
radioisotop dan tidak berlaku untuk isotop stabilnya. Contohnya 131I
memiliki waktu paro fisika 8 hari, tetapi 127I tidak memiliki waktu paro
fisika karena bersifat stabil.

Proses kedua berkaitan dengan mekanisme biologi dari suatu


atom/unsur di dalam organ/jaringan. Mekanisme ini hanya terkait
dengan sifat kimia dari atom atau unsur dalam suatu organ/jaringan
dan tidak berhubungan dengan sifat keradioaktivitasnya. Artinya, baik
radioisotop maupun isotop stabilnya akan memiliki umur paro biologi
yang sama. Nilai tetapan peluruhan biologi, λB dapat dinyatakan
sebagai

0,693
𝜆𝐵 =
𝑇𝐵

Besaran TB merupakan umur paro biologi, yaitu yang dibutuhkan


untuk mengeliminasi/mengekskresikan suatu atom/unsur sehingga
tersisa separo dari jumlah semula.

Kedua faktor diatas secara bersama-sama berpengaruh


terhadap mekanisme lenyapnya suatu radioisotop dari
organ/jaringan. Untuk memasukkan kedua faktor tersebut, maka
digunakan terminologi tetapan peluruhan efektif, atau λE dimana

𝜆𝐸 = 𝜆 𝐹 + 𝜆𝐵

Dengan menggunakan tetapan peluruhan efektif maka dapat


dideskripsikan waktu paro efektif, TE dimana

0,693
𝑇𝐸 =
𝜆𝐸

6. Biological Effectiveness (RBE) dan Quality Factor (QF)

Konsep RBE mengacu pada fakta bahwa jenis radiasi tertentu


akan menimbulkan efek lebih besar dibandingkan dengan radiasi lain
untuk tingkat energi dan intensitas yang sama. Sebagai contoh,
radiasi netron mampu memicu timbulnya katarak lebih cepat
dibandingkan dengan radiasi dari sinar-X. Pada kasus lain, radiasi
dari sinar alpha bersifat lebih merusak dibandingkan dnegan radiasi
beta atau gamma. Untuk memperoleh gambaran yang tepat tentang
efek relatif dari suatu jenis radiasi terhadap organ atau jaringan maka
diperkenal konsep RBE.
Relative Biological Effectiveness (RBE) didefinisikan sebagai
perbandingan antara jumlah energi sinar-X 200 keV terhadap energi
dari radiasi sembarang yang dapat memicu efek biologi tertentu yang
sama. Nilai RBE yang didapatkan hanya digunakan untuk aplikasi
biologi radiasi dan berlaku pada suatu kondisi eksperimen tertentu
pada suatu organisme tertentu. Untuk keperluan proteksi radiasi pada
manusia, digunakan suatu faktor normalisasi yang disebut sebagai
quality factor (QF). Tabel berikut ini menunjukkan nilai QF untuk
beberapa jenis radiasi.

Tabel Nilai QF untuk beberapa jenis radiasi

Jenis radiasi QF
Radiasi gamma dari radium dan 1
anak luruhnya (difilter dengan
platina setebal 0,5 mm)
Sinar-X 1
Radiasi beta dan elektron dengan 1
energi > 0,03 MeV
Radiasi beta dan elektron dengan 1,7
energi < 0,03 MeV
Radiasi netron termal 2
Radiasi netron cepat 10
Radiasi proton 10
Radiasi alpha 20
Radiasi ion berat 20

7. Dosis ekivalen
Terminologi dosis ekivalen digunakan untuk keperluan
proteksi radiasi, desain pengamanan instalasi radiologi, dan
sebagai acuan dalam dokumen-dokumen legal tentang proteksi
radiasi. Dosis ekivalen, H, memiliki satuan sievert (Sv), dimana H
didefinisikan sebagai:
H (Sv) = D (Gy) × QF × DF
Besaran DF adalah distribution factor, yang menunjukkan
bagaimana suatu radiosiotop terdistribusi ke dalam organ atau
jaringan.
Berdasarkan persamaan untuk H, maka sinar-X atau
radiasi beta dengan dosis serap 1 mGy akan menghasilkan dosis
ekivalen sebesar 1 mSv, sedangkan netron cepat dengan dosis
serap 1 mGy akan menghasilkan dosis ekivalen sebesar 20 mSv.
Berdasarkan contoh yang telah diberikan, maka dapat diketahui
bahwa besaran dosis serap (Gy) hanya mencakup aspek fisis
saja, sedangkan dosis ekivalen (Sv) mencakup baik aspek fisis
maupun aspek biologis.Dosis batas, yang biasa disebut sebagai
maximum allowable radiation dose dinyatakan dalam satuan Sv
atau mSv.
8. Proteksi Radiasi
Proteksi radiasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari aplikasi radiosiotop dan radiasi. Proteksi radiasi bertujuan
untuk mencegah bahaya akibat paparan radiasi untuk masyarakat,
meminimalkan efek yang merugikan bagi para pekerja radiasi, dan
mencegah bahaya akibat terlepasnya radiosiotop ataupun
paparan radiasi menuju lingkungan. Dari ketiga tujuan ini dapat
disimpulkan bahwa proteksi radiasi bertujuan untuk melindungi
masyarakat, pekerja radiasi dan lingkungan.
9. Filosofi proteksi radiasi

Filosofi dasar yang melandasi aspek proteksi radiasi terdiri


atas tiga pilar utama yaitu :

a. Menghindari penggunaan radioisotop atau radiasi kecuali


menghasilkan manfaat yang nyata.
b. Semua paparan radiasi harus dijaga pada level seminimal
mungkin dengan memasukkan faktor kesehatan, ekonomi, dan
sosial.
c. Dosis ekivalen untuk masing-masing individu tidak boleh
melebihi batas yang direkomendasikan untuk suatu kondisi
tertentu.

Filosofi nomor dua diterjemahkan sebagai suatu konsep


yang disebut ALARA (As Low As Reasonably Achievable).
Konsep ini menekankan pada kondisi dimana para pekerja radiasi
hanya mendapatkan dosis nyata (actual dose) yang lebih rendah
dari dosis maksimum yang diperbolehkan. Hal ini berarti bahwa
semua desain sistem dan desain operasional harus ditujukan
untuk mendapatkan dosis ekivalen yang serendah mungkin. Untuk
mengimplementasikan konsep ALARA, maka ICRP (International
Commission on Radiological Protection) merekomendasikan
setiap institusi yang akan menggunakan radioisotop atau radiasi
untuk melakukan analisis cost-benefit guna mendapatkan
alternatif sistem yang memberikan dosis ekivalen yang lebih
rendah. Selanjutnya setiap alternatif harus dibobot berdasarkan
level sistem proteksi radiasi yang harus disediakan. Pada proses
pembobotan ini harus diperhatikan biaya yang timbul akibat efek
negatif radiasi terhadap manfaat yang akan diperoleh dari aplikasi
radiasi tersebut. Selain itu, faktor-faktor seperti kesehatan,
ekonomi, dan sosial juga harus dimasukkan, sehingga akhirnya
kesimpulan terhadap pencapaian kondisi ALARA dapat bervariasi
dari satu negara ke negara yang lain tergantung pada peraturan
dan kondisi unik di setiap tempat.

Untuk keperluan proteksi radiasi, maka ICRP membagi


kategori paparan radiasi terhadap tiga kelompok populasi yaitu:

a. Paparan kerja

Paparan kerja merupakan paparan radiasi pengionisasi yang


diterima oleh seseorang atau sekelompok orang akibat
penggunaan radiasi di lingkungan kerjanya. Kelompok orang
dalam kategori ini disebut sebagai pekerja radiasi. Pekerja radiasi
sendiri masih terbagi menjadi dua subkategori yaitu wanita hamil
dan pekerja radiasi yang lain.

b. Paparan publik

Paparan publik merupakan paparan radiasi pengionisasi yang


diterima masyarakat umum. Kelompok ini terbagi menjadi dua
subkategori yaitu individu dalam kelompok masyarakat dan
kelompok masyarakat secara keseluruhan.

c. Paparan medis

Paparan medis merupakan paparan radiasi pengionisasi yang


diterima oleh pasien akibat tindakan diagnostik maupun terapi.
Tidak termasuk dalam kelompok ini adalah dokter, radiografer,
radiologist, dan paramedis karena mereka semua termasuk dalam
kategori paparan kerja.

10. Lembaga-lembaga yang menangani proteksi radiasi


a. International Commission on Radiological Protection (ICRP)
ICRP merupakan organisasi yang menerbitkan panduan
untuk petunjuk teknis proteksi radiasi. Lembaga ini
berhubungan dengan penerbitan panduan yang berkaitan
dengan aspek-aspek fundamental dari proteksi radiasi yang
berlaku secara internasional. Semua negara yang
memanfaatkan teknologi nuklir dan radiasi mengadopsi
sebagian atau keseluruhan rekomendasi yang diterbitkan oleh
ICRP. ICRP merupakan organisasi mandiri yang tidak menjadi
bagian dari PBB. Namun demikian rekomendasi yang
diterbitkan ICRP dalam jurnal-jurnalnya menjadi acuan IAEA
dalam menyusun kebijakan tentang pemanfaatan energi nuklir.
b. International Atomic Energy Agency (IAEA)
IAEA merupakan lembaga yang mempromosikan
pemanfaatan teknologi nuklir untuk tujuan damai. IAEA
merupakan badan khusus dari PBB yang didirikan pada tahun
1956. IAEA memberikan bantuan di banyak negara untuk
mengembangkan teknologi nuklir untuk maksud damai.
Negara-negara yang mendapatkan bantuan IAEA
dipersyaratkan untuk mengikuti prosedur keselamatan dan
keamanan berkaitan dengan radiasi. Lembaga ini menerbitkan
prosedur-prosedur keselamatan radiasi dalam jurnal Safety
Series.
c. Badan Pengawas Teknologi Nuklir (BAPETEN)
Badan Pengawas Teknologi Nuklir (BAPETEN) dibentuk
sebagai akibat pemisahan antara lembaga riset (research
body), yang menjadi tugas Badan Tenaga Nuklir Nasional
(BATAN) dan lembaga pengawas (regulatory body) yang
sekarang diampu oleh BAPETEN. BAPETEN merupakan
lembaga pengawas tingkat nasional yang langsung berada di
bawah Presiden Republik Indonesia, dan berwenang membuat
peraturan atau petunjuk teknis berkaitan dengan pemanfaatan
teknologi nuklir di Indonesia. Aturan-aturan yang dibuat
BAPETEN mengacu baik kepada ICRP maupun IAEA karena
Indonesia termasuk negara anggota IAEA.
11. Proteksi radiasi eksternal

Proteksi radiasi eksternal ditujukan untuk melindungi


jaringan atau organ dari sumber radiasi yang berada di luar organ
atau jaringan. Prinsip dasar proteksi radiasi eksternal terdiri dari
tiga hal yaitu:

a. Faktor waktu kerja


Setiap pekerja radiasi hendaknya mampu
memperhitungkan waktu kerja dengan radiasi berdasarkan
besar laju dosis dan jenis radiasi yang digunakan. Jika
memungkinkan, hendaknya waktu kerja diatur seminimal
mungkin sehingga memperkecil jumlah dosis radiasi yang
diterima. Acuan dosis total yang diterima dihitung dalam
rentang harian, mingguan, dan tahunan sesuai dengan
rekomendasi ICRP.
b. Faktor jarak
Setiap sumber radiasi memiliki rentang jangkauan yang
berbeda di udara. Radiasi alpha dan beta relatif tidak
berbahaya karena memiliki jangkauan pendek di udara,
sementara radiasi gamma dan sinar-X memiliki jangkauan
sangat panjang di udara. Gambar berikut ini menunjukkan
perbandingan relatif jangkauan radiasi alpha, beta, dan
gamma.

Gambar: Perbandingan relatif jangkauan radiasi alpha,


beta, dan gamma
Untuk radiasi gamma dan sinar-X, maka faktor jarak dari
sumber radiasi ke pekerja radiasi perlu mendapat perhatian.
Hubungan antara jarak dan intensitas radiasi gamma atau
sinar-X ditunjukkan pada persamaan berikut ini.
𝐼𝐴 𝑅𝐵2
=
𝐼𝐵 𝑅𝐴2

Gambar: Hubungan intensitas radiasi dan jarak sumber


radiasi
dimana RA adalah jarak sumber menuju titik A, IA adalah
intensitas sumber pada titik A, sedangkan RB adalah jarak
sumber menuju titik B, IB adalah intensita sumber pada titik B.
Berdasarkan persamaan hubungan intensitas dan hjarak
dapat diketahui bahwa semakin jauh jarak suatu titik dari
sumber radiasi, maka besar intensitas radiasi akan berbanding
terbalik dengan kuadrat jarak. Hal ini menunjukkan bahwa
salah satu cara proteksi radiasi adalah menjaga jarak kerja
pada suatu titik dimana intensitas radiasi dianggap aman.
c. Faktor pelindung (shielding)
Faktor pelindung digunakan jika waktu kerja dan jarak
kerja yang harus dilakukan menimbulkan tingkat paparan
radiasi yang lebih tinggi dari yang diijinkan. Untuk sinar-X dan
sinar gamma pelindung yang digunakan umumnya berupa
beton atau lapisan logam timbal (Pb). Konsep penggunaan
pelindung ini berdasarkan prinsip pelemahan (atenuasi) radiasi
jika suatu radiasi melintasi bahan. Ilustrasi dari peristiwa
atenuasi dapat ditunjukkan pada Gambar. Pada Gambar
ditunjukkan suatu radiasi gamma atau sinar-X dengan
intensitas awal I0 melewati suatu bahan dengan ketebalan t
dan memiliki koefisien pelemahan μ. Intensitas radiasi setelah
melewati bahan adalah I dimana hubungan I0 dan I dapat
dinyatakan dalam persamaan berikut ini.
𝐼 = 𝐼0 𝑒 −𝜇𝑡

Gambar: Proses atenuasi radiasi gamma/sinar-X oleh


bahan
Untuk menilai keefektifan suatu bahan sebagai perisai
radiasi sering digunakan terminologi tebal paro (Half Value
Layer – HVL). Semakin kecil nilai HVL maka semakin efektif
suatu bahan untuk menahan radiasi. HVL sendiri didefinisikan
sebagai suatu nilai ketebalan yang dapat menurunkan
intensitas radiasi hingga menjadi separo dari nilai semula.
Hubungan HVL dan μ dapat dinyatakan dalam persamaan
berikut ini.
0,693
𝐻𝑉𝐿 =
𝜇
Pelindung radiasi memungkinkan pekerja radiasi untuk
bekerja dalam jarak yang lebih dekat dengan sumber radiasi
dan dengan rentang waktu yang lebih lama. Selain dikenakan
oleh pekerja radiasi, pelindung radiasi juga diterpakan pada
desain ruang sinar-X, glove chamber, dan kontainer
penyimpan zat radioaktif. Semakin tinggi paparan radiasi atau
aktivitas zat radioaktif yang terlibat, maka semakin tebal
pelindung radiasi yang dibutuhkan. Bahan yang sering
digunakan untuk pelindung radiasi adalah logam timbal (Pb)
karena memiliki koefisien atenuasi (μ) yang tinggi.
12. Proteksi radiasi internal
Untuk memahami konsep proteksi radiasi internal, maka
perlu diketahui jalur-jalur pemasukan (intake) zat radioaktif ke
dalam tubuh/organ. Jalur utama masuknya zat radioaktif ke dalam
tubuh adalah melalui saluran pencernaaan dan saluran
pernapasan. Untuk itu maka ICRP menetapkan dua standar
utama sebagai acuan penilaian dosis maksimum yang diijinkan.
Standar pertama berkaitan dengan konsentrasi maksimum zat
radioaktif dalam air yang disebut sebagai Maximum Permisible
Concentration (MPC). Standar yang kedua berkaitan dengan
konsentrasi zat radioaktif dalam udara, disebut sebagai Derived
Air Concentration (DAC). Kedua standar ini secara bersama-sama
menghasilkan dosis total yang diiijinkan yang disebut sebagai
Allowable Limit on Intake (ALI).
a. Faktor bobot jaringan (WT)

Faktor bobot jaringan, WT merupakan suatu besaran


yang digunakan untuk menilai efek radiasi pada jaringan atau
organ tertentu jika menerima dosis radiasi secara seragam.
Semakin tinggi nilai WT maka semakin peka suatu
jaringan/organ terhadap radiasi, sehingga dosis yang dapat
ditoleransi jaringan/organ tersebut semakin kecil. Tabel 7.2
berikut ini menunjukkan faktor bbot jaringan untuk organ tubuh
manusia.

Tabel Faktor bobot jaringan untuk organ tubuh


manusia

Jaringan WT
Gonad 0,25
Payudara 0,15
Sumsum tulang 0,12
Paru-paru 0,12
Tiroid 0,03
Permukaan tulang 0,03
Sisa tubuh lainnya 0,30
Total 1
b. Dosis efektif

Dosis efektif, HE dapat dihitung dengan menggunakan


persamaan berikut ini.
𝐻𝐸 = ∑ 𝑊𝑇 𝐻𝑇

Dosis efektif pada dasarnya adalah dosis ekivalen pada suatu


jaringan target dengan mempertimbangkan faktor bobot
jaringan. Satuan dosis efektif sama dengan dosis ekivalen
yaitu sievert (Sv).

13. Batasan Dosis

Untuk menentukan batasan dosis, maka ICRP


menggunakan dua kriteria yaitu:

a. Efek deterministik (non-stokastik)


b. Efek stokastik

Efek deterministik merupakan efek yang langsung muncul


atau dialami seseorang ketika menerima paparan radiasi dalam
jumlah tertentu.Untuk menimbulkan efek deterministik, maka ada
batas minimal jumlah paparan radiasi yang harus diterima oleh
organ/jaringan. Efek ini dapat langsung diketahui dan oleh karena
itu penyebab efek ini dapat diidentifikasikan langsung sebagai
akibat paparan radiasi.

Efek stokastik di sisi lain tidak memiliki ambang nilai


tertentu, dan karena itu lebih sulit diidentifikasi penyebabnya. Efek
stokastik bersifat random, dapat muncul pada nilai dosis paparan
berapapun dan dalam waktu kapanpun. Akibat sifat random dari
efek ini, terdapat kesulitan untuk menentukan apakah suatu
radiasi menimbulkan efek ini atau munculnya efek ini dipicu oleh
faktor-faktor lain.

ICRP membatasi dosis ekivalen tahunan (annual


equivalent dose) paparan kerja bagi pekerja radiasi untuk
mencegah timbulnya efek stokastik maupun efek deterministik.

a. Untuk mencegah efek non-stokastik (efek deterministik) :


1) Maksimal dosis ekivalen sebesar 0,5 Sv untuk semua
jaringan kecuali lensa mata
2) Maksimal dosis ekivalen sebesar 0,15 untuk lensa mata

b. Untuk mencegah efek stokastik dosis ekivalen maksimal untuk


seluruh tubuh adalah 50 mSv per tahun

Untuk pekerja radiasi yang sedang hamil, maka dosis


maksimal yang diperbolehkan adalah sepertiga dari dosis untuk
pekerja radiasi umumnya, dan untuk masyarakat umum adalah
sepersepuluh dari dosis pekerja radiasi umumnya.
SOAL-SOAL
1. Telah terjadi suatu kecelakaan kerja di laboratorium sehingga 370 kBq
radioisotop 131I terserap masuk ke dalam tubuh pekerja laboratorium. Setelah
masuk ke dalam tubuh, radioisotop terdistribusi sebanyak 74 kBq di kelenjar
tiroid dan sisanya terdistribusi merata ke seluruh tubuh. Dengan
menggunakan pengukuran bioassay dan pemindai seluruh tubuh (whole
body scanning), fisikawan medis memperkirakan bahwa dosis serap yang
diterima kelenjar tiroid adalah 123 mGy dan untuk seluruh tubuh adalah 0,26
mGy. Tentukan dosis efektif total yang diterima pekerja laboratorium
tersebut.

Penyelesaian

Dari Tabel 7.2 untuk tiroid WT = 0,03 dan seluruh tubuh WT = 1 - 0,03
= 0,97 sehingga dosis efektif total adalah :

𝐻𝐸 = ∑ 𝑊𝑇 𝐻𝑇 = 0,03 × 123 + 0,97 × 0,26 = 3,94 mSv

2. Berapa besar dosis yang di terima seorang pekerja selama 30 menit, bila
diketahui laju radiasi 2 𝑚𝑟𝑒𝑚⁄𝑗𝑎𝑚.
Penyelesaian
Diketahui :
Ḋ= 2 𝑚𝑟𝑒𝑚 ⁄𝑗𝑎𝑚
t = 30 menit
Ditanya : D= ?
D=Ḋ.t
1
D = 2 𝑚𝑟𝑒𝑚⁄𝑗𝑎𝑚 . 𝑗𝑎𝑚
2
D = 1 mrem
3. Berapa besar laju dosis pada jarak 4 m. Jika diketaui laju dosis
100𝑚𝑟𝑒𝑚⁄𝑗𝑎𝑚 pada jarak 2 m.
Penyelesaian
Ḋ1 𝑟1 2 = Ḋ2 𝑟2 2
100𝑚𝑟𝑒𝑚⁄𝑗𝑎𝑚 . (2 m)2 = Ḋ2 . (4 m)2
100 𝑚𝑟𝑒𝑚⁄𝑗𝑎𝑚 . 4 𝑚2
Ḋ2 =
16 𝑚2
Ḋ2 = 25 𝑚𝑟𝑒𝑚 ⁄𝑗𝑎𝑚
4. Berapa besarnya dosis serap (dalam gray) dari suatu materi yang massanya
100 gram, bila materi tersebut menyerap energi radiasi pengion sinar-x
sebesar 2,10−4 joule ?
Penyelesaian
Diketahui :
𝑚 = 100 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝐸 = 2,10−4 𝑗𝑜𝑢𝑙𝑒
Ditanya : D = ?
Jawab :
𝐸
𝐷=
𝑚
2,10−4 𝑗𝑜𝑢𝑙𝑒
𝐷=
100 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝐷 = 2,10−3 𝐺𝑦
5. Dosis serap dari suatu materi terhadap energi radiasi pengion adalah
sebesar 0,5 joule/gram. Dosis ini sesuai dengan berapa Gy?
Penyelesaian
1 joule/kg =1 gray =100 rad
Maka, 0,5 joule/gram = 0,5 joule/ 10−3 𝑘𝑔
= 500 joule/kg
= 500 Gy
DAFTAR PUSTAKA

Kenneth, J. Leveno. 2003. Obstetri Williams: Panduan Ringkas Ed. 21.jakarta:


Buku Kedokteran EGC.

Soedojo, Peter. 1998. Azas-Azas Ilmu Fisika Jilid 4 Fisika Modern. Yogyakarta:
UGM PRESS.

Wiryosimin, Suwarno. 1995. Mengenal Asas Proteksi Radiasi. Bandung: ITB.

Anda mungkin juga menyukai