Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN DEKOMPENSASI

KORDIS (GAGAL JANTUNG KONGESTIF) DI RSUD KUDUS

DISUSUN OLEH :
INAYATUL MUNAWAROH
22020110141039

PRAKTIK KEGAWATDARURATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2013
A. DEFINISI
Penyakit gagal jantung sering juga disebut dekompensasi kordis, insufiensi jantung,
atau inkompeten jantung. Kegagalan jantung kongestif adalah keadaan ketika jantung tidak
mampu memompa darah ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Kegagalan
jantung dibagi atas kegagalan jantung akut yang timbulnya sngat cepet, sebagai akibat dari
serangan infark miokard, ditandai dengan sinkope, syok, henti jantung, dan kematian tiba-
tiba dan kegagalan jantung krotis, berkembang secara perlahan dan disertai dengan tanda-
tanda yang ringan karena jantung dapat mengadakan kompensasi.

B. ETIOLOGI
Penyebab gagal jantung kongestif dibagi dua kelompok, yaitu :
1. Gangguan yang langsung merusak jantung, seperti infark miokardium, miokarditis,
fibrosis miokardium, dan aneurisma ventrikular.
2. Gangguan yang mengakibatkan kelebihan beban ventrikel. Kelebihan beban ventrikel
dibagi atas :
a) Preload adalah volume darah ventrikel pada akhir diastole.
Kontraksi jantung menjadi kurang efektif apabila volume ventrikel sudah melampaui
batasnya, meningkatnya preload dapat diakibatkan oleh regurgitasi aorta atau mitral,
terlalu cepat pemberian cairan infus terutama pada pasien dan anak kecil.
b) Afterload adalah kekuatan yang harus dikeluarkan jantung untuk memompa darah ke
seluruh tubuh (sistem sirkulasi). Meningkatnya afterload dapat diakibatkan oleh
stenosis aorta, stenosis pulmonal, hipertensi sistemis, dan hipertensi pulmonal.
Penyakit jantung hipertensif adalah perubahan pada jantungsebagai akibat dari
hipertensi yang berlangsung terus-menerus dan meningkatkan afterload. Jantung
membesar sebagai kompensasi terhadap beban jantung. Apabila hipertensi tidak
teratasi, kegagalan jantung dapat terjadi.

C. PATHOFISIOLOGI (PATHWAY)
D. TANDA DAN GEJALA
Dampak dari cardiak output dan kongesti yang terjadi sisitem vena atau sisitem pulmonal
antara lain :
1. Lelah
2. Angina
3. Cemas
4. Oliguri. Penurunan aktifitas GI
5. Kulit dingin dan pucat
6. Tanda dan gejala yang disebakan oleh kongesti balikdari ventrikel kiri, antaralai :
7. Dyppnea
8. Batuk
9. Orthopea
10. Reles paru
11. Hasil x-ray memperlihatkan kongesti paru
12. Tanda-tanda dan gejala kongesti balik ventrikel kanan :
13. Edema perifer
14. Distensi vena leher
15. Hari membesar
16. Peningkatan central venous pressure (CPV

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto polos dada
a. Proyeksi A-P; konus pulmonalis menonjol, pinggang jantung hilang, cefalisasi
arteria pulmonalis.
b. Proyeksi RAO; tampak adanya tanda-tanda pembesaran atrium kiri dan pembesaran
ventrikel kanan.
2. EKG
Irama sinus atau atrium fibrilasi, gel. mitral yaitu gelombang P yang melebar serta
berpuncak dua serta tanda RVH, LVH jika lanjut usia cenderung tampak gambaran
atrium fibrilasi.
3. Kateterisasi jantung dan Sine Angiografi
Didapatkan gradien tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri pada saat distol. Selain
itu dapat dideteksi derajat beratnya hipertensi pulmonal. Dengan mengetahui frekuensi
denyut jantung, besar curah jantung serta gradien antara atrium kiri dan ventrikel kiri
maka dapat dihitung luas katup mitral.

F. PENGKAJIAN
1. Aktivitas dan Istirahat
Gejala : Mengeluh lemah, cepat lelah, pusing, rasa berdenyut dan berdebar. Mengeluh
sulit tidur (ortopneu, dispneu paroksimal nokturnal, nokturia, keringat malam hari).
Tanda: Takikardia, perubahan tekanan darah, pingsan karena kerja, takpineu, dispneu.
2. Sirkulasi
Gejala: Menyatakan memiliki riwayat demam reumatik hipertensi, kongenital:
kerusakan arteial septal, trauma dada, riwayat murmur jantung dan palpitasi, serak,
hemoptisisi, batuk dengan/tanpa sputum, riwayat anemia, riwayat shock hipovolema.
Tanda: Getaran sistolik pada apek, bunyi jantung; S1 keras, pembukaan yang keras,
takikardia. Irama tidak teratur; fibrilasi arterial.
3. Integritas Ego
Tanda: menunjukan kecemasan; gelisah, pucat, berkeringat, gemetar. Takut akan
kematian, keinginan mengakhiri hidup, merasa tidak berguna. kepribadian neurotik,
4. Makanan/Cairan
Gejala: Mengeluh terjadi perubahan berat badan, sering penggunaan diuretik.
Tanda: Edema umum, hepatomegali dan asistes, pernafasan payah dan bising terdengar
krakela dan mengi.
5. Neurosensoris
Gejala: Mengeluh kesemutan, pusing
Tanda: Kelemahan
6. Pernafasan
Gejala: Mengeluh sesak, batuk menetap atau nokturnal.
Tanda: Takipneu, bunyi nafas; krekels, mengi, sputum berwarna bercak darah, gelisah.
7. Keamanan
Gejala: Proses infeksi/sepsis, riwayat operasi
Tanda: Kelemahan tubuh
8. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Menanyakan tentang keadaan penyakitnya.
Tanda: Menunjukan kurang informasi.

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas b.d kurang ventilasi, perfusi
2. Penurunan curah jantung b.d kurangnya volume sekuncup, syok kardiogenik,
insufisiensi8 katup, hipertensi
3. Intoleransi aktivitas b.d suplai oksigen tidak mencukupi kebutuhan
4. Cemas b.d ancaman kematian, perubahan status kesehatan, perubahan peran, status
sosio-ekonomik.
5. Kelebihan volume cairan b.d kontraktilitas jantung terganggu
6. Perfusi jaringan kurang b.d kurang darah dalam sirkulasi, imobilisasi, edema paru.
7. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) b.d anoreksis, keseimbangan natrium.
8. Konstipasi b.d imobilisasi, edema gastrointestinal
9. Defisit pengetahuan (sifat penyakit, pengobatan) b.d tidak ada informasi, tidak
responsif terhadap informasi

H. INTERVENSI
1. Oksigenasi.
Pasien mengalami kekurangan oksigen karena pertukaran gas terganggu akibat adema
paru. Pemberian oksigen sebanyak 2-6liter per menit dapat mengurangi dispnea dan
kelelahan. Nilai gas darah arteri perlu dipantau. Posisi fowler juga dapat membantu
ekspansi paru
2. Memperbaiki kegiatan istrahat
Istrahat dan kegiatan dapat diatur sehingga kebutuhan oksigen tidak melebihi suplai
oksigen dan mengurangi beban pada jantung. Kegiatan-kegiatan, seperti aktivitas hidup
sehari-hari dapat disesuaikan pada dispnea dan kelelahan yang dialami pasien. Pasien
juga mengalami ortopnea dan cenderung untuk duduk dikursi daripada berbaring
ditempat tidur. Kedua kaki pasien ditinggikan untuk memulai pitting edema. Ditempat
tidur, posisi yang enak untuk pasien ini adalah fowler untuk ekspansi paru. Pemberian
obat-obat sedatif dilakukan dengan sangat hati-hati karena dapat menyembunyikan
tanda-tanda memberatkan kegagalan jantung. Imobilitas ditempat tidur karena
pemberian obat sedatif dapat mengakibatkan trombosis vena dan embolus. Pasien juga
merasa cemas dan pemberian obat diazepam 2-10mg 3 atau 4 kali sehari dapat
membantu pasien menjadi rileks. Tindakan keperawatan untuk membantu pasien tidur
tanpa obat sedatif sangat dianjurkan.
3. Ambulasi
Ambulasi dilakukan secara perlahan untuk mencegah overloading jantung. Peningkatan
kegiatan dilakukan secara bertahap mulai dari duduk di tempat tidur, di kursi, dan jalan-
jalan didalam kamar. Jarak jalan pun diatur agar tidak memberi tambahan beban pada
jantung. Selesai setiap kegiatan, perlu dipantau tanda-tanda dispnea, kelelahan, dan
kecepatan nadi meningkat. Apalagi tanda-tanda ini timbul, pasien perlu istrahat baring
dan oksigen. Tujuan program istrahat/ kegiatan perlu dijelaskan kepada pasien dan
keluarganya.
4. Mengurangi rasa cemas.
Bantu pasien untuk mengidentifikasi perasaan cemasnya dan apa yang dapat
menimbulkan rasa cemas tersebut. Bersama klien coba mengidentifikasi kekuatan dan
mekanisme koping yang dapat dipakainya. Keluarga dan kelompok pendukung dapat
pula membantu pasien menangani rasa cemas.
5. Mempertahankan keseimbangan cairan.
Pembatasan cairan sudah tidak dilaksanakan asal pasien dapat membatasi asupan garam
atau natrium, serta mendapat obat digitalis atau diuretik. Akan tetapi, apabila dokter
menginginkan untuk membatasi cairan, perawat bersama dengan pasien perlu membuat
rencana pembagian jumlah cairan yang diprogramkan dokter dalam 24 jam. Biasanya,
separuh dari jumlah cairan berasal dari makanan dan separuh lagi diberikan diantara
jam makan. Higiene oral yang sering juga dapat mengurangi rasa haus. Berat badan
ditimbang setiap hari. Setiap tambahan 1 kg berat badan adalah sama 1 liter retensi
cairan. Waktu yang baik untuk menimbang pasien yang adalah pagi setelah vesika
urineria dikosongkan dan sebelum pasien makan pagi.
6. Mempertahankan integritas kulit
Bokong yang edema cepat sekali menimbulkan ulkus dekubitus. Posisi pasien perlu
diubah tiap 2-3 jam untuk mengurangi tekanan pada bokong.
7. Mempertahankan nutrisi yang adekuat.
Makanan harus lunak, rendah kalori, rendah garam dan serat, dan tidak menimbulkan
gas. Pasien diberi vitamin tambahan. Pasien mengalami anoreksia karena
gastrointestinal yang juga mengalami edema, ditambah adanya dispnea dan kelelahan.
Dianjurkan pasien makan sedikit-sedikit, tetapi sering untuk mencegah atau mengurangi
distensi abdomen.
8. Asuhan natrium
Asupan garam perlu dikurangi untuk mengendalikan edema. Banyaknya garam dalam
diet yang normal adalah 3-10 g/hari. Natrium yang diberikan kepada pasien, yang juga
menerima obat deuretik, tidak boleh kurang dari 3 g/ hari karena perlu dihindari
hiponatremia. Tujuan modifikasi diet harus dijelaskan kepada pasien dan keluarganya.
9. Memperbaiki eliminasi
Mengejan keras (manuver valsava) ketika defekasi akan memberi beban tambahan pada
jantung. Feses dapat dibuat lembut dengan pemberian obat susu magnesia, metamucil,
dan colace. Pemakaian pispot kursi (commode) dapat juga membantu pasien yang tidak
mau memakai pispot sorong. Pasien perlu dibantu turun dari tempat tidur apabila mau
memakai pispot.

10. Penyuluhan kesehatan


Tujuan : mencegah terulangnya serangan gagal jantung, perlu diterangkan sifat
penyakitnya, faktor-faktor pencetus, modifikasi diet, efek dan efek samping dari obat-
obatan, program kegiatan/istrahat, dan tanda-tanda yang perlu dilaporkan kepada
dokternya.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai