Anda di halaman 1dari 55

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Persoalan kemacetan yang seringkali terjadi di kota-kota besar di Indonesia memberi
dampak signifikan bagi lingkungan, sosial, dan ekonomi pada kota tersebut. Persoalan tersebut
seringkali diatasi hanya dengan peningkatan kapasistas/suplai jaringan jalan melalui pelebaran
maupun penambahan panjang jalan. Hal tersebut merupakan strategi praktis, namun strategi ini
justru mendorong semakin tingginya tingkat pentumbuhan kendaraan yang akhirnya
kemacetan menjadi siklus permasalahan yang berdampak jangka panjang.
Hal tersebut sama halnya dengan Kondisi transportasi di Kota Bekasi yang semakin
memburuk, hal ini dibuktikan dari tingkat kemacetan yang bertambah setiap tahunnya,
menurut data dari Dinas Perhubungan Kota Bekasi pada tahun 2010 terdapat 13 titik
kemacetan di Kota Bekasi dan meningkat menjadi 19 titik kemacetan pada tahun 2014
terutama pada pusat kota atau CBD (Central Bussiness District).
Berdasarkan hal yang terjadi di kota bekasi saat ini, kota bekasi dirasa kurang mampu
dalam menerapkan Misi kota Bekasi dalam Pembangunan tahun 2013-2018 yaitu
“membangun prasarana dan sarana yang serasi dengan dinamika dan pertumbuhan
kota” Misi ini juga ditujukan untuk mengarahkan pembangunan prasarana dan sarana yang
meningkat dan serasi, untuk memenuhi kehidupan warga kota yang dinamis, inovatif dan
kreatif, dengan memperhatikan prinsip pengelolaan, pengendalian Rencana Pembangunan
Jangka Menengah yang tetap memperhatikan pelestarian lingkungan hidup dalam mewujudkan
kota yang maju, tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan.
Salah satu solusi dalam menanggapi permasalahan tersebut dalam membangunan kota
bekasi yang efisien, berkelanjutan dan layak tinggal adalah dengan menerapkan konsep
“Transit-Oriented Development (TOD)”. Ide konsep TOD didasarkan oleh pemikiran bahwa
titik-titik transit (terminal, stasiun, halte/bus stop, dll) tidak hanya berfungsi sebagai tempat
untuk menaikkan dan menurunkan penumpang, namun titik-titik transit tersebut sekaligus
dapat berfungsi sebagai sebuah tempat berlangsungnya aktifitas perkotaan (pemukiman,
perkantoran, perdagangan, dll).
Hal tersebut sejalan dengan rencana pembangunan empat titik stasiun light rail transit
(LRT) di kota bekasi yang salah satunya berada di Jaticempaka, Pondok Gede, Bekasi, Jawa
Barat. Dilansir oleh sindo.com bahwa perencanaan pengembang TOD pada LRT di bekasi
telah mengantongi seluruh izin yang dikeluarkan pemerintah daerah.
Berdasarkan dari hal tersebut diatas, BUMN yang bekerja sama dengan PT Adhi Karya
mempunyai gagasan untuk menghadirkan bangunan campuran (mixed used) dalam satu
lahan berupa Stasiun LRT Jaticempaka dan Hotel yang saling berkesinambungan dan
di sesuaikan dengan prinsip-prinsip arsitektur. Karena dirasa pembangunan stasiun LRT
mempunyai potensi yang sangat besar dalam memberikan keuntungan terhadap pertumbuhan
hotel.
Dengan adanya latar belakang diatas maka lokasi tapak yang berada di Jaticempaka,
Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat memenuhi kriteria dari tata ruang Kota Bekasi sebagai
lokasi penerapan perencanaan stasiun LRT dan hotel yang berwawasan lingkungan
sehingga menjadikan lokasi yang memenuhi syarat untuk di bangunnya stasiun dan hotel.

1.2 TUJUAN

- Memenuhi akan kebutuhan Stasiun LRT dan Hotel di kawasan Jaticempaka Bekasi
dalam satu lokasi.
- Menambah bangunan multi fungsi sesuai dengan tren terkini yang serba praktis
dan cepat.
- Mendukung Misi kota Bekasi dalam Pembangunan tahun 2013-2018 yaitu
“membangun prasarana dan sarana yang tetap memperhatikan pelestarian
lingkungan hidup dalam mewujudkan kota yang maju, tumbuh dan berkembang
secara berkelanjutan”.
- Mengurangi angka kemacetan di bekasi dengan dibangunnya stasiun LRT.
- Tercapainya sebuah bangunan yang dapat memberikan pelayanan penginapan
yang lengkap dengan sarana dan prasarana hotel bintang 4.

1.3 SASARAN
1 Untuk memberikan pelayanan penginapan untuk masyarakat terutama golongan
menengah ke atas lengkap dengan sarana dan prasarananya.
2 Untuk seluruh masyarakat pengguna transportasi umum LRT.
3 Untuk memberikan fasilitas dalam jangka waktu 20 tahun kedepan sesuai dengan
peraturan pemerintah.
4 Untuk seluruh staf, karyawan dan pemilik hotel.
5 Untuk seluruh staf, karyawan dan pengelola stasiun LRT.
1.4 Identifikasi Masalah
 TAPAK
1. Bentuk tapak yang berubah dari lahan kosong menjadi bangunan multi fungsi
stasiun dan hotel.
2. Penataan massa bangunan terhadap bangunan sekitar tapak.
3. Sirkulasi kendaraan sesuai kebutuhan kegiatan atau aktifitas stasiun dan hotel.
4. Keterbatasan lahan yang membutuhkan efisiensi dalam tapak terhadap ruang dan
bangunan.
 RUANG
1. Kebutuhan besaran fungsi ruang yang sesuai dengan klasifikasi bangunan multi
fungsi.
2. Sirkulasi cepat dan terintegrasi dalam ruang mengingat aktifitas pelaku di stasiun
terbilang cepat dan tergesa-gesa.
3. Efisiensi susunan ruang berkaitan dengan pelaku di stasiun dan tamu hotel.
4. Susunan penempatan fungsi kegiatan terhadap optimasi ruang.
 BANGUNAN
1. System struktur terkait dengan modul dan bentuk bangunan terkait stasiun LRT
dan bangunan hotel.
2. Ketinggian bangunan terhadap kondisi sekitar tapak dan peraturan.
3. Orientasi bangunan terhadap klimatologi sekitar tapak.
4. Selubung bangunan yang memberikan karakter bangunan pada bangunan stasiun
LRT dan bangunan hotel.

1.5 Batasan Masalah


Dalam perencanaan dan perancangan bangunan campuran (Mixed Used) stasiun LRT dan
hotel di wilayah Jaticempaka, Pondok gede, Bekasi, Jawa barat dibatasi oleh waktu. Maka dari
banyaknya faktor perancanaan dan perancangan pada Identifikasi Masalah perlu prioritas
utama untuk diangkat, maka masalah utama yang diangkat yaitu sistem penghijauan dan
elemen kenyamanan thermal, besaran kebutuhan pengudaraan, dan besaran kebutuhan
pencahayaan agar dapat meningkatkan kenyamanan kepada pengunjung hotel ataupun
pengguna transportasi LRT pada bangunan campuran (Mixed Used).
1.6 Rumusan Masalah
 Perencanaan
Sistem penghijauan yang bagaimanakah yang tepat diterapkan pada perencanaan
bangunan campuran (Mixed Used) stasiun LRT dan hotel agar dapat menjadi sebuah
bangunan yang tetap memperhatikan pelestarian lingkungan di wilayah Jaticempaka,
Pondok gede, Bekasi, Jawa barat?

 Perancangan
Bagaimana penataan dan pengolahan Elemen kenyamanan thermal, pengudaraan, dan
pencahayaan yang yang tepat diterapkan pada perancangan bangunan campuran (Mixed
Used) stasiun LRT dan hotel agar dapat menjadi sebuah bangunan yang tetap
memperhatikan pelestarian lingkungan sehingga dapat menimbulkan kenyamanan
kepada pengunjung hotel ataupun pengguna transportasi LRT dengan jangka waktu 20
tahun kedepan?

1.7 Pendekatan Masalah


 Umum
Menghindari jalur sirkulasi yang menghambat terhadap ruang seperti: jalur yang
berliku dan pola sirkulasi komposit

 Khusus
Menyusun sirkulasi yang jelas dan memberikan keleluasaan gerak yang logis pada
tapak dengan adanya pemisahan system sirkulasi umum dan service dalam tapak

1.8 Tema
“HI-TECH AND PURIFY FOR BUILDING PERFORMANCE”
BAB II
TINJAUAN

2.1 Tinjauan Umum


2.1.1 Bangunan Campuran (Mixed Used)
Istilah bangunan campuran (Mixed Used) di Indonesia sering disebut juga dengan
bangunan multi fungsi, dengan Pengertian Gedung Multi Fungsi adalah :
ge·dung n 1 bangunan tembok dsb yg berukuran besar sbg tempat kegiatan, spt
perkantoran, pertemuan, perniagaan, pertunjukan, olahraga, dsb; 2 rumah tembok yg
berukuran besar;
mul·ti- bentuk terikat 1 banyak; lebih dr satu; lebih dr dua: multivalen;
multipora; multilateral; 2 berlipat ganda: multimilioner
fung·si n 1 jabatan (pekerjaan) yang dilakukan: jika ketua tidak ada, wakil ketua
melakukan – ketua; 2 faal (kerja suatu bagian tubuh): -- jantung ialah memompa dan
mengalirkan darah; 3 Mat besaran yang berhubungan, jika besaran yang satu
berubah, besaran yang lain juga berubah; 4 kegunaan suatu hal; 5 Ling peran sebuah
unsure bahasa di satuan sintaksis yang lebih luas (seperti nomina berfungsi sebagai
subyek) (http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php)

Jadi, pengertian gedung multi fungsi adalah bangunan berukuran besar sebagai tempat
melakukan bermacam-macam fungsi (kegiatan) di dalamnya. Pengertian Mixed Use
adalah:
 Mixed Use merupakan penggunaan campuran berbagai tata guna lahan atau
fungsi dalam bangunan. (Dimitri Procos, Mixed Land Use from Revival Too
Innovation, Stroud’s burg, Pennsylvania: Dowdin Hutchinson & Ross. Inc, 1976,
pIX)
Dapat disimpulkan bahwa pengertian definisi Mixed Use Building adalah sebuah
bangunan yang didalamnya terdapat beberapa fungsi yang berbeda jenisnya sehingga perlu
adanya organisasi ruang yang baik dan berpengaruh pada struktur bangunan tersebut.
Perkembangan Mixed Use diawali di Amerika, yang lebih dikenal dengan istilah
‘superblok’, yaitu ketika proyek-proek berskala besar di tengah kota mulai dibangun
setelah berakhirnya Perang Dunia II. Kota-kota di Amerika Seriakat umumnya ditata oleh
jaringan jalan berbentuk grid. Petak-petak lahan itu kemudian disebut blok.
Bangunan besar yang dibangun meliputi beberapa blok untuk mewadahi berbagai
fungsi dan aktivitas itu kemudian disebut sebagai superblok. Rangkaian bangunan antar
blok yang dirancang secara integrasi ini (tanpa menghilangkan batas masing-masing blok)
menimbulkan citra suatu blok imajiner yang besar dan oleh karenanya disebut superblok.
Besarnya skala proyek seperti ini selalu mengandung berbagai fungsi yang saling terkait
atau saling melengkapi satu dengan lainnya. Rangkaian multifungsi ini erat kaitannya
dengan tingkat persaingan bisnis properti yang terjadi di kota. Setiap pengembang
berusaha menawarkan sarana yang lebih lengkap agar lebih menarik, misalnya gabungan
gedung kantor, pertokoan dan apartemen, atau gabungan hotel, pertokoan dan kantor.
Kesemuanya pada dasarnya menawarkan “kepraktisan dan kenyamanan”.
Kesuksesan dari kawasan-kawasan mixed-use tersebut tidak terlepas dari
kesuksesan tata letak bangunannya dalam kawasan tersebut. Berikut ini akan dijabarkan
kemungkinan konfigurasi tata letak bangunan dalam sebuah kawasan mixed-use yakni
sebagai berikut : ( Sumargo, 2003; 58)

1. Mixed-use Tower, berstruktur tunggal dari segi massa ataupun ketinggian dengan
peletakkan fungsi-fungsi dalam lapisan-lapisan tersebut. Biasanya berupa high rise
tower dengan fungsi tumpuk atau dengan struktur bawah yang diperbesar.
2. Multitowerered Megastructure, memiliki podium dengan tower-tower yang
menyatu secara arsitektural dengan atrium atau kompleks perbelanjaan. Struktrual
ini mengintegrasikan semua komponen pada podium sebagai common base. Pada
konfigurasi ini akses tercampur menjadi satu. Dengan demikian, pengguna
bangunan bercampur tujuan dan aktivitas.
3. Freesatnding Structure with Pedestrian Connection, kumpulan bangunan tunggal
yang disatukan oleh jalur pedestrian. Dengan demikian fungsi masing-masing
bangunan tidak akan bersinggungan secara langsung karena akses dari setiap fungsi
terpisah. Bersinggungan hanya terjadi pada area pedestrian.
4. Combination, merupakan penggabungan dari ketiga bentuk tersebut dalam sebuah
kawasan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka ciri Mixed Use Development Project sebagai
berikut:
1. Mewadahi 2 fungsi urban atau lebih, misalnya terdiri dari retail, perkantoran,
hunian hotel, dan entertainment/cultural/ recreation.
2. Terjadi integrasi dan sinergi fungsional.
3. Terdapat ketergantungan kebutuhan antara masing-masing fungsi bangunan yang
memperkuat sinergi dan integrasi antar fungsi tersebut

Manfaat dari pembangunan Mixed Use bagi negara-negara maju yang terus dilakukan
hingga saat ini yaitu:
1. Kelengkapan fasilitas yang tinggi, memberikan kemudahan bagi pengunjungnya.
2. Peningkatan kualitas fisik lingkungan. Kelengkapan fasilitas yang dirancang
dengan matang dapat memperbaiki kualitas lingkungan.
3. Efisiensi pergerakan karena adanya pengelompokkan berbagai fungsi dan aktivitas
dalam satu wadah.
4. Vitalitas dan generator pertumbuhan. Kehadirannya berpotensi meningkatkan
pertumbuhan kawasan sekitarnya sebagai respon terhadap kebutuhan akan layanan
bagi para pengguna bangunan.
5. Penghematan pendanaan pembangunan. Pembangunan berbagai fasilitas salam
satu kompleks atau kawasan dapat mengefisiensikan dana pembangunan misalnya
dengan efisiensi dana pembangunan infrastuktur.
6. Menghambat perluasan kota karena perkembangannya yang ke arah vertikal
sehingga meminimalkan perluasan kota secara horizontal.
7. Integrasi sistem-sistem merupakan salah satu syarat pembangunan Mixed Use
Building dimana pembangunan fungsi-fungsinya harus dirancang secara
terintegrsi, saling menguntungkan antar fungsi.

Di sisi lain, ada pula dampak negatifnya, yang harusnya diantisipasi, yaitu:
1. Terjadinya skala usaha, dominasi kegiatan. Pemusatan berbagai fungsi dalam satu
kawasan berpotensi menimbulkan dominasi kegiatan dalam bangunan skala besar
bagi investor yang mempunyai dana yang besar.
2. Pembangunan Mixed Use berpotensi untuk meumbuhkan bangunan dengan skala
yang sangat besar sehingga dapat menimbulkan ketidakseimbangan dengan skala
bangunan yang lainnya di dalam kota.
3. Terjadinya ruang-ruang mati. Berkembangnya bangunan Mixed Use dapat
mengakibatkan matinya ruang-ruang di bagian kota yang lain karena kelengkapan
bebagai fungsi, aktivitas, dan fasilitas.
4. Penggusuran beberapa pemukiman secara paksa untuk mendapatkan luasan lahan
yang luas agar culup untuk membangun Mixed Use.
5. Menghilangkan sense of identity karena hilangnya ruang-ruang kota yang
merupakan pentas dari aktivitas dan budaya masyarakat kota tersebut.
6. Masalah pembebanan kota terutama infrastukturnya karena pemusatan berbagai
fungsi mengakibatkan ketidakseimbangan beban bagi infrastuktur kota.

Penggabungan berbagai fungsi ini memerlukan wadah atau ruang-ruang transisi


yang akan mengakomodasikan berbagai aktivitas dari fungsi-fungsi yang berbeda tersebut.
Salah satu langkah penting dalam proses perancangan Mixed Use adalah mengidentifikasi
keinginan dan kebutuhan setiap jenis konsumen. Salah satu cara identifikasi ini adalah
dengan melakukan analisa pengguna – aktivitas – dan ruang yang dibutuhkan dari masing-
masing pengguna.
Dalam proyek ini, Mixed Use yang ingin dibangun untuk mewadahi 2 fungsi urban, yaitu:
1. Hotel, dan
2. Stasiun LRT

2.1.2 Bangunan Stasiun LRT


Kereta api ringan dikenal juga sebagai LRT sebagai singkatan Light Rail Transit
adalah salah satu sistem Kereta Api Penumpang yang beroperasi dikawasan perkotaan yang
konstruksinya ringan dan bisa berjalan bersama lalu lintas lain atau dalam lintasan khusus,
disebut juga tram. Kereta api ringan banyak digunakan diberbagai negara di Eropa dan telah
mengalami modernisasi, antara lain dengan otomatisasi, sehingga dapat dioperasikan tanpa
masinis, bisa beroperasi pada lintasan khusus, penggunaan lantai yang rendah (sekitar 30
cm) yang disebut sebagai Low floor LRT untuk mempermudah naik turun penumpang.
Angkutan kereta api ringan (LRT) adalah bentuk rel dialiri listrik yang telah
dikembangkan secara bertahap dari trem untuk sistem angkutan cepat yang sebagian
dioperasikan pada jalurnya sendiri. Trem merupakan kereta yang memiliki rel khusus di
dalam kota, dengan Trem yang berselang waktu 5-10 menit berangkat, merupakan solusi
untuk kemacetan. Rangkaian trem umumnya satu set (terdiri atas dua kereta) agar tidak
terlalu panjang. Disebut Light Rail karena memakai kereta ringan sekitar 20 ton seperti bus,
tidak seberat kereta api yang 40 ton. Letak rel berbaur dengan lalu-lintas kota, atau terpisah
seperti bus-way, bahkan bisa pula layang (elevated) atau sub-way, hanya untuk sebagian
lintasan saja.
Light Rail Transit diciptakan pada tahun 1972 oleh U.S. Urban Mass Transportation
Administration (UMTA, pendahulu Federal Transit Administration) untuk menggambarkan
transformasi streetcar baru yang ada di Eropa dan Amerika Serikat. Transportasi Research
Board (Transportation systems Center) menetapkan "light rail" pada tahun 1977 sebagai
"moda transportasi perkotaan yang memanfaatkan sebagian besar jalur yang disediakan tapi
tidak selalu dipisahkan dari jalan. dengan listrik mendorong kendaraan di atas rel beroperasi
secara tunggal atau dengan kereta. LRT menyediakan berbagai kemampuan penumpang dan
karakteristik kinerja pada biaya menengah.
Tram atau kereta api ringan ( sekarang LRT) pernah dikembangkan di Indonesia
pada zaman pendudukan Kolonial Belanda beroperasi di beberapa kota di Indonesia seperti
di Jakarta dan Surabaya dan dihilangkan pada tahun 1960an, karena pada waktu itu tidak
dirawat dengan baik sehingga dianggap mengganggu lalu lintas karena sering mogok.
Light Rail Transit (LRT) adalah salah satu jenis urban passenger transportation yang
beroperasi di permukaan jalan baik memiliki jalur khusus maupun memakai jalur umum.
LRT merupakan bagian dari Mass Rapid Transit (MRT) dengan cakupan wilayah yang lebih
kecil dan bentuk armada yang lebih kompak dan ringan. LRT sudah banyak diterapkan di
negara-negara di dunia, di Asia Tenggara sendiri terdapat di Filipina dan Singapura. LRT
di Singapura termasuk dari bagian Singapore Mass Rapid Transit (SMRT) dan mencakup
di beberapa wilayah Singapura.

2.1.2.1 Tipe Kereta Api Ringan (LRT)


 Kereta api ringan di jalan
Disebut juga LRT I, beroperasi di jalan bersama dengan lalu lintas kendaraan,
tipe ini membutuhkan percepatan dan perlambatan mendekati performansi
kendaraanbermotor. Kapasitas sekitar 10 000 sampai dengan 30.000
penumpang jam. Kecepatan perjalanan sekitar 15 sampai 20 km/jam.
 Kereta api ringan di jalur eksklusif
Disebut juga LRT II beroperasi pada lintasan eksklusif, sehingga mempunyai
keunggulan daya angkut yang lebih besar antara 25 000 sampai 40.000
penumpang per jam, kecepatan perjalanan sekitar 25 sampai 35 km/jam.

2.1.2.2 Keunggulan Penggunaan LRT


Atau lengkapnya Trem Kota merupakan alternatif dalam menanggulangi
kemacetan kota. Kendaraan ini biasanya hanya terdiri atas satu set (dua gerbong),
karena harus menyesuaikan dengan keadaan lingkungan jalan kota yang tidak boleh
terlalu panjang, karena berbaur dengan lalu lintas kota lainnya. Namun bisa saja dua
set atau 4 kereta (HRT - Heavy Rail Transit - satu set adalah 4 kereta).
Berbagai keunggulan LRT adalah:
 Dengan kendaraan ringan dan dapat dibuat oleh parik karoseri bus
 tidak ada emisi di jalan
 lebih aman daripada perjalanan mobil
 kali perjalanan singkat
 Menghindari kemacetan lalu lintas - melalui segregasi dan prioritas
 Halus - tidak ada gerakan kekerasan vertikal, lateral, atau belakang / ke depan
 Nyaman
 Kapasitas tinggi - memuat kapasitas tinggi
 Serbaguna - dapat berjalan pada kecepatan tinggi di jalan terpisah dan dapat
menembus jalan sempit
 Adaptable - dapat mengatasi gradien curam dan tikungan tajam
 Penawaran "perjalanan mulus" interchange dari / ke layanan feeder dan ke dan
dari layanan kereta api
 Tingkat Penawaran boarding dengan akses mudah untuk semua orang,
termasuk pengguna kursi roda
 Penawaran melalui ticketing dan teratur penggunaannya
 Dapat berbaur dengan lalu-lintas kota
 Dapat naik dengan elevasi hingga 12%, sedangkan HRT maxiumum 1%. Oleh
sebab itu stasiun LRT sering berada di atas jembatan layang.
 Biaya pembangunan dan operasi sangat murah dibandingkan dengan HRT
2.1.2.3 Peraturan Perundang-undangan Tentang Light Rail Transit (LRT) di
Indonesia
Light Rail Transit sebagai angkutan massal yang masih dalam tahap
perencanaan dan pembangunan di Indonesia, dalam pelaksanaannya berpedoman
pada peraturan perundangan yang ada. Namun belum ada peraturan yang mengatur
khusus tentang pelaksanaan dan pedoman dalam penyelenggaraan LRT, hanya saja
ada beberapa peraturan yang dijadikan pedoman dalam proses perencanaan dan
pembangunannya, antara lain:
 Keputusan gubernur propinsi daerah khusus ibukota jakarta nomor 84 tahun 2004
tentang penetapan pola transportasi makro di propinsi daerah khusus ibukota Jakarta
dalam pasal 3 Bab III disebutkan bahwasanya akan ada penambahan jaringan jalan
Primer, Bus Priority, Light Rail Transit (LRT) dan Mass Rapid Transit (MRT) untuk
meningkatkan pelayanan dan penyediaan jasa transportasi yang terpadu, tertib,
lancar, aman, nyaman dan efisien. Tujuan penetapan Pola Transportasi Makro adalah
untuk menetapkan Rencana Induk Sistem Jaringan Transportasi di Propinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta.
 PERDA DKI Jakarta , tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2030
Pasal 21 ayat 3, menybutkan bahwasanya pengembangan jaringan angkutan massal
berbasis rel meliputi jaringan Mass Rapid Transit (MRT), jaringan Light Rail Transit
(LRT), jaringan Kereta Lingkar Dalam Kota, jaringan Kereta Komuter Jabodetabek,
jaringan Kereta menuju Bandara, jaringan lainnya.
 RENCANA STRATEGIS DINAS PERHUBUNGAN DKI JAKARTA 2013-2017
Yang isinya tentang mewujudkan arahan pembangunan di bidang transportasi sesuai
arahan RTRW DKI Jakarta tahun 2010 (saat ini telah terdapat draft RTRW DKI
Jakarta tahun 2030). Terdapat tiga pilar utama yang direkomendasikan PTM untuk
mengatasi
masalah transportasi DKI Jakarta yaitu pengembangan angkutan massal,
manajemen lalu lintas dan peningkatan kapasitas dan sistem jaringan jalan. Untuk
pengembangan angkutan massal dilakukan dengan membangun Bus Rapid Transit
(BRT)/Busway, Mass Rapid Transit (MRT), Light Rail Transit (LRT), kereta dan
sistem transportasi alternatif. Hingga saat ini pelaksanaan BRT yang sudah berjalan
11 koridor busway, pada pengembangan sistem kereta telah dilakukan dengan
commuter line dan loop line Jabodetabek, serta akan dikembangkan double track
untuk sejumlah jalur pelayanan. Adapun landasan hukum yang dipakai dalam
penyusunan Renstra ini adalah:
a. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara
yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;
b. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
c. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundangundangan;
d. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional;
e. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 12 Tahun 2008;
f. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
2.1.2.4 Kebutuhan dan Fungsi Ruang

2.1.2.5 Skematik Fungsi Ruang

Zonazi Ruang
Sumber : Analisis Ruang
Pada gambar tersebut menjelaskan bahwa pembagian ruang halte terbagi
menjadi 3 zona yaitu zona Access & Interchanges, Facilities Zone, dan Platform
Zone. Zona-zona ini membagi fungsi ruang publik dan non publik atau biasa disebut
Paid Zone dan Unpaid Zone.
Pembagian ruangan tersebut diurutkan berdasarkan alur sirkulasi pada halte
tersebut. Sehingga tata ruang yang terjadi adalah adanya perbedaan hierarki pada
zonasi ruang yaitu ruang publik dan ruang privat. Pembagian zonasi ruang ini juga
menciptakan sebuah sirkulasi pada halte yang berurutan berawal pada tahap
memasuki ruangan hingga menaiki kereta trem yang dijelaskan pada gambar
diagram dibawah.

Gambar Diagram Perjalanan


Sumber Analisis Penulis

2.1.3 Bangunan Hotel


“Hotel adalah suatu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh
bangunan untuk menyediakan jasa penginapan, makanan dan minuman serta jasa
penunjang lainnya bagi umum yang dikelola secara komersial dan proporsional”.
(Kep.Menteri Pariwisata P.S dan Telekomunikasi No. KM.37/PW.304/MPPT– 86 BAB 1
pasal 1 ayat ( 8 ))

2.1.3.1 Fungsi Hotel


Fungsi utama dari hotel adalah sebagai sarana untuk memenuhikebutuhan
tamu sebagai tempat tinggal sementara selama jauh dari tempat asalnya.pada
umumnya kebutuhan utama para tamu dalam hotel adalah istirahat, tidur, mandi,
makan,minum, hiburan dan lain-lain.
namun dengan perkembangan dankemajuan hotel sekarang ini, fungsi hotel
bukan saja sebagai tempatmenginap atau istirahat bagi para tamu, namun fungsinya
bertambahsebagai tujuan konferensi, seminar, lokakarya, musya!arah nasional
dankegiatan lainnya semacam itu yang tentunya menyediakan sarana dan prasarana
yang lengkap.Dengan demikian fungsi hotel sebagai suatu sarana komersial
berfungsi bukan hanya untuk menginap, beristirahat, makan dan minum tetapi juga
sebagai tempat melangsungkan berbagai macam kegiatansesuai dengan tujuan pasar
hotel tersebut

2.1.3.2 Klasifikasi dan Penggolongan Hotel


Klasifikasi atau penggolongan hotel adalah suatu system pengelompokan hotel
kedalam berbagai kelas atau tingkatan, berdasarkan ukuran penilaian tertentu. Hotel
dapat dikelompokan kedalam berbagai kriteria menurut kebutuhanya, namun ada
beberapa kriteria yang dianggap paling lazim digunakan. Sistem klasifikasi hotel di
dunia berlainan antara negara yang satu dengan negara yang lain. Sebagai contoh
negara Tiongkok menggunakan klasifikasi: Tourist class, starndart&super class.
Negara Bulgaria, Kolombo, Equador, Syria, Kuwait menggunakan klasifikasi hotel
kelas A, B, C, D dan E. Di Indonesia pada tahun 1977, dengan keputusan Menparpostel
No. PM.10/PW.301/Pdb-77 tentang usaha dan klasifikasi hotel, ditetapkan bahwa
penilaian klasifikasi hotel secara minimum didasarkan pada:
a) Jumlah Kamar
b) Fasilitas
c) Peralatan yang tersedia
d) Mutu pelayanan
Berdasarkan pada penilaian tersebut, hotel-hotel di Indonesia kemudian
digolongkan ke dalam 5 (lima) kelas hotel, yaitu: bintang satu sampai bintang lima.
Tujuan dari klasifikasi atau penggolongan hotel secara umum adalah:
1) Sebagai pedoman teknis bagi calon investor untuk memilih investasinya dibidang
usaha perhotelan apakah pada hotel berbintang atau melati.
2) Memberikan informasi kepada para tamu yang akan menginap dihotel tentang
standart fasilitas yang dimliki oleh masing-masing jenis dan tipe hotel.
3) Agar tercipta suatu persaingan yang sehat antara pengusaha hotel.
4) Supaya tercipta keseimbangan antara permintaan (supply) dan penawaran
(demand) dalam usaha perhotelan.
Peraturan tersebut kemudian diperbaiki dengan peraturan baru yaitu
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi No.
KM37/PW.340/MPPT-86 tentang Peraturan Usaha dan Penggolongan Hotel, diberikan
penjelasan tentang:
 Hotel adalah suatu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau
seluruh bangunan untuk menyediakan jasa penginapan, makanan dan minuman
serta jasa penunjang lainnya bagi umum yang dikelola secara komersal (Bab I,
pasal 1, ayat b).
 Akomodasi adalah wahana untuk menyediakan pelayanan jasa penginapan,
yang dapat dilengkapi dengan pelayanan makan dan minum serta jasa lainnya
(Bab I, pasal 1, ayat a).
 Penginapan atau Losmen adalah suatu usaha komersial yang menggunakan
seluruh atau sebagian dari suatu bangunan yang khusus disediakan bagi setiap
orang untuk memperoleh pelayanan sewa kamar untuk menginap (Bab I, pasaI
Fasilitas usaha hotel sebagai bagian integral dari usaha pariwisata, yang merupakan
usaha akomodasi yang dikomersialkan, meliputi:
 kamar tidur (kamar tamu)
 makanan dan minuma
 pelayanan penunjang lain, seperti tempat rekreasi, fasilitas olah raga, fasilitas
laundry dan sebagainya.
Fasilitas tersebut dapat digunakan oleh tamu yang menginap pada hotel tersebut
selama 24 jam. Sedangkan penggolongan hotel berdasarkart SK di atas, ditetapkan
sebagai berikut:
1) Penggolongan hotel ditandai dengan "bintang", dari bintang 1 sampai dengan 5.
2) Syarat penggolongan hotel berdasarkan kondisi phisik:
a. Besar/kecilnya hotel atau banyaknya kamar:
 Hotel kecil: 25 kamar atau kurang
 Hotel sedang: lebih dari 25-100 kamar
 Hotel rnenengah: lebih dari 100-300 kamar
 Hotel besar: lebih dari 300 kamar
b. Kualitas, lokasi dan lingkungan bangunan
c. Fasilitas yang dimiliki hotel untuk tamu
d. Kelengkapan peralatan yang tersedia
e. Kualitas bangunan
f. Tata letak ruang dan ukuran ruang
3) Operasional/manajemen meliputi:
a. Struktur organisasi, uraian tugas dan manual kerja secara tertulis
b. Tenaga kerja, spesialisasi dan tingkat pendidikan karyawan
4) Pelayanan meliputi:
a. Keramahan, sopan dan menggunakan seragam
b. Pelayanan mengacu pada kebutuhan dan keinginan tamu
c. Pelayanan dibuka selama 24 jam (hotel bintang 4 dan 5)

Dalam SK Dirjen Pariwisata tersebut juga mengatur jenis penginapan dengan


fasilitas bawah hotel berbintang (hotel melati), seperti wisma, home stay, losmen.
United State Lodging Industry membagi hotel menjadi beberapa jenis, yaitu:
- Transient hotel, hotel yang lokasinya di tengah kota dengan jenis tamu yang
menginap sebagian besar adalah untuk urusan bisnis dan turis.
- Residential hotel, hotel yang pada dasarnya merupakan rumah-rumah
berbentuk apartemen dengan kamar-kamarnya, dan disewakan secara
bulanan atau tahunan yang menyediaka kemudahan-kemudahan seperti
restoran, layanan makanan yang diantar ke kamar, dan pelayanan kebersihan
kamar.
- Resort hotel, hotel yang pada umumnya berlokasi di tempat-tempat wisata,
dan menyediaka tempat-tempat rekreasi dan juga ruang serta fasilitas
konferensi untuk tamu-tamunya.

Kegiatan utama dari suatu hotel adalah menyewakan kamar kepada tamu. Untuk
bisa memberikan kepuasan kepada tamu keadaan kamar yang disewakan harus ada
dalam keadaan bersih, nyaman, menarik dan aman. Jenis-jenis kamar pada hotel
dilihat dari fasilitas tempat tidur yang ada dikamar pada dasarnya dapat dibedakan
menjadi:
a. Single Room adalah kamar untuk satu orang yang dilengkapi dengan satu
buah tempat tidur berukuran single untuk satu orang.
b. Twin Room ndalah kamar untuk dua orang yang dilengkapi dengan dua
buah tempat tidur berukuransingle.
c. Double Room adalah karnar untuk satu orang yang dilengkapi dengan satu
buah tempat tidur berukuran double untuk dua orang.
d. Double-Double room adalah kamar untuk empat orang yang dilengkapi dua
kamar dengan dua buah tempat tidur berukuran double untuk dua orang.
Adapun jenis kamar menurut harga atau tarif dan fasilitas yang ada dikamar
dapat dibedakan menjadi:
a) Standart Room
b) Superior Room
c) Moderate Room
d) Suite Room
e) Excecutive suite room
f) Penhouse

2.1.4 Studi Banding


Untuk studi banding ini akan dibagi menjadi studi lapangan dan studi literatur.
Studi lapangan akan diambil dari berbagai contoh pembangunan mixed-use yang ada di
Jakarta dengan konsepnya yang berbeda-beda. Namun untuk studi literatur, contoh
yang diambil adalah pembangunan-pembangunan kawasan mixed-use yang ada di
negara lain sebagai bahan percontohan.
2.1.4.1 Studi Lapangan
2.1.4.2 Studi Literatur
Studi Literatur yang diambil yaitu bangunan mixed-used Hotel dan Stasiun LRT
1. “Train Station Hamburg Altona.C.F.Moller” yang berada di Hamburg-Germany.
Luas Area 46500 m² (23.000 m² hotel + 10.000 m² station + 13.500 m² basement)

Arahan Konsep :

1 2 3

4 5

Konsep bangunan dibuat dengan menekankan pentingnya ruang hijau di dalam


struktur perkotaan kota. Dengan Visi Bnagunan "mewujudkan visi kolektif dan
progresif memperkuat kredibilitas hijau Hamburg."
Block Plan
POTONGAN Hotel

Stasiun Kereta

Parkir
TAMPAK
RANCNAGAN KERETA
2. “Fjordporten Nordic light” yang berada di Oslo, Norwey . Luas Area 45770 m²

Sketsa :

Hotel

Stasiun
Site Plam

Servis

Hotel

Staisun
Potongan

Hotel

Main Enterence
Staisun
2.1.4.3 Kesimpulan Studi Banding
Berikut adalah hasil atau kesimpulan yang di dapat dari studi banding:
1. Bentuk bangunan untuk stasiun dan loket hotel podium dengan tinggi
podium 3-6 lantai sedangkan untuk kamar hotel berbentuk tower dengan
tinggi 15-20 lantai
2. Kontras warna atau fasad bangunan antara stasiun LRT dan Hotel dapat
dibedakan dari pola fasad/warna. Untuk hotel cinderung berpola grid
sedangkan untuk stasiun LRT cinderung block.
3. Letak bangunan stasiun LRT dan Hotel cinderung berada di jalan utama
atau di jalan penghubung sebagai upaya untuk mendekatkan stasiun
LRT kepada pengguna transportai umum.
4. Drop of (Main Enterence) untuk stasiun dan hotel menjadi satu
5. Untuk loket satasiun dan loket hotel dijadikan satu pada satu lantai yang
berada di lantai ground
6. Pada lantai ground untuk area stasiun dan area hotel memiliki zona yang
berbeda sehingga tingkat keamanan untuk bangunan hotel lebih terjaga
7. Hotel atau ruang menginap tamu berada di lantai atas yang terpisah dari
stasiun
8. Rel kereta berada di belakang bangunan
9. Loby stasiun di lengkapi dengan retail-retail atau restorant untuk
pengunjung stasiun atau tamu hotel
10. Area servis untuk stasiun dan hotel di letakan terpisah (tidak dalam satu
ruangan yang sama)
2.2 Tinjauan Khusus
“HI-TECH AND PURIFY FOR BUILDING PERFORMANCE”
Hi-tech dan pemurnian untuk performa bangunan

Tema yang diambil pada perencanaan dan perancangan bangunan hotel dan stasiun
LRT yaitu “Hi-tech dan pemurnian untuk performa bangunan” dengan tiga kata inti yaitu
1. Hi-tech 2.Pemurnian 3.Performa, dengan harapan tema tersebut dapat membuat arahan
perencanaan dan perancangan yang sesuai pada bangunan mixed-used hotel dan stasiun
KRL di Jaticempaka, Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat.

2.2.1 Hi-tech
Hi-tech atau Hight Tech memiliki beberapa pedoman yang menyatakan dalam arsitektur
memiliki arti yang sama namun berbeda dengan pengertian dalam industri. Bila dalam
industri pengertianya diartikan sebagai teknologi canggih, dalam arsitektur high tech
diartikan sebagai suatu aliran gaya arsitektur yang bermuara pada ide gerakan modern yang
membesar-besarkan kesan struktur dan teknologi suatu bangunan. Berikut merupakan
pedoman dalam perancangan, Hi-tech atau Hight Tech menurut Collin Davies:
 Fungsi dan Representasi
Hi-tech atau Hight Tech merupakan simbolisasi dari sebuah teknologi. Struktur baja
yang diekspose, ducting AC yang terlihat, dan sistem bongkar pasang merupakan
karakter dalam tema arsitektur ini.
 Produksi Masal
Masalah produksi masal merupakan hambatan yang dihadapi. Kolaborasi antara
arsitek dan desainer produk menentukan dalam hal perancangan, seperti pada contoh
pembangunan Hongkong Bank Headquarters dimana semua elemen utama
bangunan di desain, dikembangkan serta diuji bersama oleh arsitek dan produsen
material.
 Struktur dan Servis
Struktur dan servis yang diekspos merupakan hal yang paling mencolok pada Hi-
tech atau Hight Tech. Struktur baja dalam tema perancangan ini menjadi struktur
yang ekspresif, baja merupakan salah satu material bangunan yang memiliki daya
tegang yang kuat dan mampu memberikan kesan dramatis pada elemen bangunan.
 Ruang dan Fleksibilitas – Omniplatz
Omniplatz adalah istilah yang digunakan dalam Hi-tech atau Hight Tech dimana
ruangan internal dan eksternal dianggap sebagai zona servis. Contoh jelas yang bisa
dilihat adalah bangunan museum Pompidou Centre di Paris.
Elemen-elemen pada bangunan Hi-tech atau Hight Tech seperti struktur rangka baja,
pipa yang diekspos juga ducting ac memberikan ekspresi yang kuat dilihat dari fungsi
teknisnya. Ruang tidak bisa hanya memiliki satu fungsi karena keseluruhan desain
dirancang untuk fleksibilitas. Bangunan tipikal Hi-tech atau Hight Tech menyerupai
bangunan pabrik, sehingga muncul anggapan bahwa bangunan dengan tipikal Hi-tech atau
Hight Tech merupakan bangunan pabrik.

Ciri khas / Karakteristik


Menurut Charles Jenks didalam bukunya yang berjudul “The New Moderns From Late
to Neo-Modernism” Hi-Tech memiliki 6 hal yang menjadi ciri dan kekhasan yang
membedakan arsitektur Hi-Tech dengan arsitektur lain, yaitu:
1. “Inside-Out” Struktur dan area servis dari bangunan selalu ada yang diekspose baik
itu memakai bahan penutup tembus pandang seperti kaca atau tidak ditutup sama
sekali. Sebagai contoh adalah Pompidou Centre di Paris pada gambar 5.1.1.A.

Gambar.5.1.1.A.1Pompidou Centre, Paris


(Sumber : Google.com)

2. “Celebration of Process” Penekanan terhadap pemahaman mengenai konstruksinya


bagaimana, mengapa, dan apa dari suatu bangunan selalu terdapat didalam
bangunan, seperti hubungan struktur, pemasangan kusen jendela, dll sehingga
mudah dipahami oleh orang awam dan ilmuwan. Sebagai contoh adalah bangunan
Aula Barat ITB di Jerman sesuai dengan gambar 5.1.1.A.2

Gambar 5.1.1.A.2 Aula Barat ITB di Bandung.


(Sumber : Google.com)
3. “Transparancy, Layering, and Movement” Transparan, pelapisan dan pergerakan
hampir selalu diperlihatkan secara maksimal. Penerapan transparan terdapat pada
kaca yang ada pada bangunan, pelapisan terdapat pada perlapisan pipa servis seperti
pipa air bersih,dll. Sedangkan pergerakan terdapat pada lift servis dan eskalator yang
memang sengaja untuk ditunjukkan. Sebagai contoh adalah bangunan Khan Shatyr
Entertainment Center di AstanaKazakhstan pada gambar 5.1.1.A.3.

Gambar. 5.1.1.A.3 Khan Shatyr Entertainment Center di AstanaKazakhstan.


(Sumber : Google.com)

4. “Flat Bright Colouring” Warna – warna yang cerah selalu diterapkan didalam
bangunan terutama pada pipa – pipa servis. Hal ini bertujuan agar
maintenance/perawatan bangunan lebih mudah karena seluruh pipa yang diekspose
akan membuat kesulitan bila memiliki warna yang sama semua. Sebagai contoh
adalah bangunan Pompidou Centre di Paris pada gambar 5.1.1.A.4.

Gambar. 5.1.1.A.4 Pompidou Centre, Paris


(Sumber : Google.com)

5. “A Lightweight Filigree of Tensile Member” Pemakaian Baja – baja tipis sebagai


kolom penopang yang disebut kolom “Doric”. Melalui kolom kolom “Doric” inilah
para desainer bangunan mengekspresikan pemikirannya. Kolom “Doric” ini selain
sebagai estetika juga berfungsi sekaligus sebagai kolom penyalur gaya struktur.
Contoh bangunan yang bisa diberikan adalah bangunan Cafetaria di Ushimado,
Okayama, Jepang pada gambar 5.1.1.A.5..
Gambar. 5.1.1.A.5 Cafetaria in Ushimado, Okayama di Jepang.
(Sumber : galeriarsitektur.com)

6. “Optimistic Confidence in Scientific Culture” Pemakaian arsitektur Hi-Tech adalah


pemakaian dengan harapan di masa mendatang bangunan tersebut tidak akan terlihat
kuno atau ketinggalan jaman baik dari segi fasad bangunan, bahan material, jenis
struktur, dll.
Beberapa arsitek ternama yang karyanya memakai arsitektur Hi-Tech dan bisa dijadikan
preseden pada karya tulis ini adalah Sir Norman Foster, Renzo Piano, Santiago
Calatrava, Sir Richard Rogers dan Sir Michael Hopkins.

2.2.2 Purify atau Pemurnian


Purification Building Berarti bangunan pemurni udara adalah salah satu usaha
mengurangi polusi udara di wilayah Jaticempaka, Pondok gede, Bekasi, Jawa barat karena
udara merupakan salah satu elemen yang menjadi penunjang dalah kehidupan manusia.
Pencemaran udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia,
atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia,
hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak properti.

Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami maupun kegiatan


manusia. Berikut ini adalah hal-hal yang bisa menjadi penyebab terjadinya pencemaran
udara:
1. Chloro Fluoro Carbon (CFC) yang diakibatkan dari adanya kebocoran mesin pendingin
seperti kulkas, AC ruangan dan AC mobil.
2. Asap pembakaran dari batu bara yang diakibatkan dari pembangkit listrik dapat
mengeluarkan partikel nitrogen oksida (NO2) dan juga oksida sulfur (SO2).
3. Menyebarnya bahan radioaktif seperti percobaan nuklir dan bom atom akan
melepaskan partikel debu radioaktif ke udara.
4. Asap kendaraan bermotor, asap pembakaran hutan dan juga cerobong pabrik akan
melepaskan gas CO2 dan juga CO ke udara.

Konsep bangunan Purify atau Pemurnian terdiri dari beberapa komponen, yakni sebagai
berikut:
• Meminimalkan perolehan panas matahari
• Orientasi bangunan utara-selatan
• Organisasi ruang : Aktivitas terdapat pada ruang utama yang diletakkan di tengah
bangunan, diapit oleh ruang-ruang penunjang atau service di sisi Timur-Barat.
• Memaksimalkan pelepasan panas bangunan kemudian menghindari radiasi matahari
masuk ke dalam bangunan.
• Memanfaatkan radiasi matahari secara tidak langsung untuk menerangi ruang dalam
bangunan.
• Mengoptimalkan ventilasi silang untuk bangunan non-AC.
• Hindari pemanasan permukaan tanah sekitar bangunan

Efisiensi Penggunaan Lahan


• Lahan yang semakin sempit, mahal dan berharga tidak harus digunakan seluruhnya
untuk bangunan, karena sebaiknya selalu adalahan hijau dan penunjang keberlanjutan
potensilahan.
• Menggunakan seperlunya lahan yang ada, tidak semua lahan harus dijadikan bangunan,
atau ditutupi dengan bangunan, karena dengan demikian lahan yang ada tidak memiliki
cukup lahan hijau dan taman. Menggunakan lahan secara efisien, kompak dan terpadu.
• Potensi hijau tumbuhan dalam lahan dapat digantikan atau dimaksimalkan dengan
berbagai inovasi, misalnya pembuatan atap diatas bangunan.
• Menghargai kehadiran tanaman yangada di lahan, dengan tidak mudah menebang
pohon-pohon, sehingga tumbuhan yang ada dapat menjadi bagian untuk berbagi
dengan bangunan
• Desain terbuka dengan ruang-ruang yang terbuka ke taman (sesuai dengan fleksibilitas
buka-tutup yang direncanakan sebelumnya) dapat menjadi inovasi untuk
mengintegrasikan luar dan dalam bangunan, memberikan fleksibilitas ruang yang lebih
besar.
• Dalam perencanaan desain, pertimbangkan berbagai hal yang dapat menjadi tolak ukur
dalam menggunakan berbagai potensi lahan, misalnya; berapa luas dan banyak ruang
yang diperlukan.
• Dimana letak lahan (di kota atau di desa) dan bagaimana konsekuensinya terhadap
desain, bentuk site dan pengaruhnya terhadap desain ruang-ruang, berapa banyak
potensi cahaya dan penghawaan alami yang dapat digunakan.

Pengurang Polusi Secara Pasif

Pengurang Polusi Secara Aktif


Blueair merupakan pembersih udara yang memiliki kapasitas tertinggi, yang mampu
memberikan hasil luar biasa dalam ruang kerja yang luas. Blueair memberikan udara yang
lebih bersih dari pembersih udara lainnya dan memilik CADR (Clean Air Delivery
Rate/Lajui Suplai Udara Bersih) yang dijamin dapat membuat ruangan lebih baik dan
berenergi.
Blueair merupakan pembersih udara yang memiliki kapasitas tertinggi, yang mampu
memberikan hasil luar biasa dalam ruang kerja yang luas. Blueair memberikan udara yang
lebih bersih dari pembersih udara lainnya dan memilik CADR (Clean Air Delivery
Rate/Lajui Suplai Udara Bersih) yang dijamin dapat membuat ruangan lebih baik dan
berenergi.
2.2.3 Performa Bangunan
Empat sistem utama yang dapat dijadikan acuan dalam menilai efisiensi suatu
gedung adalah: structural system, envelope system, mechanical system and interior system.
 Structural System
Structural system adalah sistem yang terdapat pada suatu bangunan yang
menciptakan suatu keseimbangan agar bangunan dapat berdiri.Yang termasuk dalam
structural system antara lain kerangka bangunan, portal, dinding penahan gempa,
dan lain sebagainya atau secara umum adalah segala sesuatu yang terdapat pada
suatu bangunan yang berfungsi sebagai penahan beban lain maupun beban struktur
itu sendiri dan bersifat sebagai kerangka utama, dimana bila salah satu komponen
kerangka tersebut dihilangkan maka akan terjadi keruntuhan.
 Envelope System
Secara garis besar maksud dari envelope system adalah segala sesuatu yang dapat
dilihat dari bagian luar (eksterior) suatu gedung. Fungsi dari envelope adalah untuk
melindungi gedung terhadap penetrasi atau gangguan yang disebabkan oleh iklim
dan penurunan segi fisik gedung yang disebabkan oleh alam maupun manusia.
 Mechanical System
Mechanical system adalah salah satu sistem bangunan yang berfungsi menyediakan
layanan kepada gedung dan juga penghuninya. Sebagai contoh adalah pengendali
perpindahan panas, suplai listrik, suplai air, dan pembuangan kotoran serta beberapa
hal lain yang dapat dijadikan sebagai tambahan seperti pemadam kebakaran,
pengendali keamanan, tata suara dalam ruangan dan sebagainya.
 Interior System
Interior system adalah segala sesuatu yang dapat terlihat dari dalam gedung. Contoh
interior system adalah penggunaan karpet, penggunaan wall paper, selain itu terdapa
beberapa hal lain yang dapat dikategorikan sebagai interior system seperti ducting
AC yang sengaja tidak ditutupi oleh plafon sehingga dapat terlihat dari dalam
ruangan, plat lantai atas yang tidak ditutupi plafon, dan sebagainya sedangkan
bentuk yang paling mendasar dari interior system sebenarnya adalah sebuah ruangan
yang dapat memberikan layanan bagi penghuni untuk melakukan aktivitas.

Kinerja Total Dan Integrasi Bangunan


Penilaian terhadap suatu gedung tidak dapat didasari oleh aspek-aspek yang terdapat
pada keempat sistem bangunan saja, karena keempat sistem tersebut hanya berfungsi sebagai
acuan, tetapi harus ada faktor-faktor lain sebagai penilai keempat sistem bangunan tersebut.
Faktor-faktor penilai tersebut disebut kinerja total dan integrasi bangunan [2]. Faktor-faktor
penilai tersebut adalah: spatial performance, thermal performance, indoor air quality
performance, acoustical performance, visual performance and building integrity.
 Spatial Performance
Spatial performance adalah kinerja dari bangunan yang berhubungan dengan
kenyamanan penghuni dalam menggunakan ruangan yang tersedia untuk melakukan
segala aktivitasnya tanpa mengalami hambatan-hambatan . Spatial performance
dipengaruhi oleh beberapa faktor penentu yaitu:
- Disain tiap ruangan dan perabotnya.
- Kesatuan dari tiap ruangan.
- Penyediaan kenyamanan dan servis.
- Disain untuk kenyamanan.
 Thermal Performance
Thermal performance adalah kinerja dari bangunan yang berhubungan dengan
kenyamanan suhu dalam ruangan dimana penghuni dapat merasakan suhu yang sesuai
dengan kemampuan tubuh untuk beradaptasi. Thermal performance dipengaruhi oleh
beberapa faktor penentu yaitu:
- Temperatur udara dan pencahayaan.
- Warna kaca dan dinding.
- Pergerakan udara pada permukaan dinding.
- Porositas material.
- Keberadaan material seperti kaca.
 Indoor Air Quality performance
Indoor air quality performance adalah kualitas udara yang terdapat dalam ruangan
dimana tersedia cukup oksigen sehingga terdapat kandungan udara segar yang bisa
menciptakan kenyamanan bagi penghuninya dalam bernafas. Indoor air quality
dipengaruhi oleh beberapa faktor penentu yaitu :
- Pergerakan udara segar.
- Polusi akibat timbulnya energi dan masa.
- Keberadaan ventilasi udara.
 Acoustical Performance.
Acoustical performance adalah kinerja bangunan untuk menciptakan suasana yang
bebas dari kebisingan sehingga penghuni dapat melakukan percakapan atau
mendengarkan sesuatu dengan jelas tanpa ada distorsi. Acoustical performance
dipengaruhi oleh beberapa faktor penentu yaitu :
- Jarak sumber suara.
- Tipe plafon dan partisi penghalang.
- Orientasi bangunan, letak bangunan.
- Dimensi ruang.
 Visual Performance.
Visual performance adalah kinerja bangunan untuk menciptakan keadaan dimana
tersedia cukup cahaya agar penghuni dapat melihat obyek-obyek di dalam ruangan
dengan nyaman dan tanpa harus menggunakan alat bantu. Visual performance
dipengaruhi oleh beberapa faktor penentu yaitu :
- Ambient & task lighting levels illuminance.
- Contrast & brightness ratio.
- Color rendition
- Bentuk dan proporsi suatu ruangan.
 Building Integrity.
Building integrity adalah kemampuan bangunan untuk menyokong material,
komponen, dan bagian-bagian struktur yang menopang bangunan agar dapat bertahan
dari serangan alam dan buatan manusia baik dari dalam maupun luar selama bangunan
tersebut masih layak digunakan. Building integrity dipengaruhi oleh beberapa faktor
penentu yaitu :
- Mempertahankan gedung dalam aspek sructural properties.
- Mempertahankan gedung dalam aspek physical properties
- Mempertahankan gedung dalam aspek visible properties
Melindungi bangunan terhadap beban, kelembaban, suhu udara, pergerakan udara,
radiasi, serangan biologis dan kimia, api, bencana alam dan buatan manusia.
BAB III
DATA

3.1 Data Lingkungan

Jalan Kapin Raya

Lokasi Proyek
Jaticempaka, Pondok
gede, Bekasi, Jawa barat

Rest Area Tol Jakarta -


Cikampek

Jalan Tol Jakarta - Cikampe


3.1.1 Potensi Lingkungan

 Potensi positif tapak:

Dekat dengan Pemukiman Penduduk Akses Menuju Tapak yang Mudah


Hal ini sebaga upaya mendekatkan Baik untuk masyarakat yang berada
diri transportasi public MRT kepada jauh dari tapak maupun masyarakat
masyarakat karena banyaknya yang dekat dengan tapak kedua
penduduk menjadi pertimbangan mempunyai akses yang mudah
didirikannya Stasiun MRT untuk menuju ke lokasi tapak

Lokasi yang Strategis Jumlah Pesaing yang masih sedikit

Lokasi yang sangat strategis, dikarenakan Jumlah pesaing di sekitar lokasi masih
lokasi tapak yang di lalui jalan tol Jakarta sangat kurang sehingga berpotensi
– Cikampek, apabila target berasal untuk besar untuk mendirikan bangunan
masyarakat yang telah melakukan hotel
perjalanan jauh maka pembangunan
hotel dapat menjadi suatu hal yang
menguntungkan

 Potensi negatif tapak:


3.2 Data Tapak

Gambaran Lokasi Tapak

Jaticempaka, Pondok Gede, Kota


Bekasi, Jawa Barat
Luas Lahan : 28.000 meter
GSB : 3m KDH : 20%
KDB : 50% KLB : 3
RTH : 5% KTB : 10%
Titik Koordinat
6°15'26.5"S 106°55'42.7"E

Batasa
Timur : Jl. Kapin Raya
Utara : Lahan Kosong
Barat : Rumah Warga
Selatan : Jl. Tol Jakarta - Cikampek
3.2.1 Pencapain dan Sirkulasi Tapak

 Pencapaian ke lokasi dapat melalui Jalan Kapin Raya dan Jalan Tol Jakarta -
Cikampek
 Sirkulasi dibedakan atas :
 Sirkulasi pejalan kaki
 Sirkulasi kendaraan, terdiri dari :
- Kendaraan Karyawan Hotel
- Kendaraan Pengunjung Tamu Hotel
- Kendaraan Service
- Kendaraan Pengunjung Stasiun LRT Jaticempaka

Mengingat kebutuhan dan fungsi yang berbeda, maka :


 Sirkulasi bagi kendaraan antara pengunjung tamu hotel, pengunjung stasiun LRT
dan karyawan hotel dibedakan dengan kendaraan service.
 Menghindari persimpangan atau simpul dalam jalur sirkulasi.
 Dibedakan antara parkir kendaraan pribadi dan dengan parkir kendaraan service,
terutama untuk kegiatan bongkar muat barang hotel.
BAB IV
ANALISA
4.1 ANALISA TAPAK

No. Kriteria (dari bab II) Data (Dari bab III) Analisa
1. Pencapaian menuju tapak: Pencapaian ke tapak cenderung dari dua arah yang
- Sirkulasi yang ada harus memberi kejelasan berbeda, yaitu :
serta kemudahan bagi pengunjung maupun 1. Pertama melalui jalan Kapin Raya, digunakan
pengguna kendaraan yang berada di sekitar jalan akses utama untuk menuju tapak karena
atau menuju tapak akses jalan yang terbuka untuk umum, selain itu
- Sirkulasi diluar tapak yang diatur sedemikian karena terdapat GSB dari bahu jalan 3M makan
rupa dengan GSB 3M dari bahu jalan
pintuk masuk menuju bangunan minimal 3M dari
sehingga tidak menimbulkan kebisingan yang
jalan kapin raya
akan mengganggu aktifitas dalam tapak
- Sedapat mungkin untuk menghindari adanya 2. Kedua akses melalui jalan tol, dikarenakan jalan
cross atau persilangan sirkulasi yang digunakan hanya untuk kendaraan
- Sirkulasi tersebut harus aman, terutama bagi pengguna jalan tol maka jalur ini tidak dibuka
pejalan kaki untuk umum, selain itu nantinya akses menuju
bangunan juga tertutup untuk umum dan akan
Pertimbangan yang digunakan dalam penentuan didirikan rest area pada tapak yang hanya dapat
pencapaian utama menuju tapak adalah : diakses oleh kendaraan dari jalan tol.
- Kemudahan pencapaian dari segala arah Sirkulasi pada tapak dipengaruhi oleh Letak
- Tidak menyebabkan kemacetan lalu lintas Akses dari Jalur Tol Akses dari Jl. Kapin Raya pencapaian pada tapak, Keutamaan fungsi-fungsi pada
sekitar tapak bangunan didalam tapak dan peletakan massa
- Memberikan kesan mengundang, jelas dan bangunan
terarah
- Arus pengunjung terbesar menuju tapak Berdasarkan pemakaiannya, sirkulasi dalam tapak
- Pemisahan antara arus pedestrian, kendaraan dibedakan atas: Sirkulasi pejalan kaki, Sirkulasi
dan barang/service tidak saling mengganggu kendaraan,Sirkulasi barang atau service
2. Pintu masuk (Entrance)
Dalam pemilihan dan penempatan pintu
masuk (entrance) perlu diperhatikan
beberapa kriteria sebagai berikut :
- Terletak di jalan yang ramai dilalui oleh
pejalan kaki atau kendaraan
- Mudah dicapai dari berbagai arah Untuk pembobotan Pintu Masuk Utama menuju
- Aman dalam pencapaian bangunan stasiun LRT dan Hotel terpilih Opsi A.
- Jika terdapat jalu kendaraan dan jalur A Karena fungsi Stasiun LRT yang sifatnya Publik. Dan
pejalan kaki maka Pintu masuk kendaraan B dibutuhkan kemudahan akses bagi pengunjung yang
dan pejalan kaki harus terpisah datang
- Mempunyai titik tangkap yang jelas agar
mudah, aman, terutama dalam pencapaian
pintu masuk utama (main entrance)

2. Sirkulasi pejalan kaki:


Hotel dan
- Untuk pejalan kaki dibuat pedestrian dengan Halte Pedestrian
Stasiun LRT
Keluar

lebar 120 cm sebagai pemisah dengan


sirkulasi kendaraan, dengan menaikan level
lantai pedestrian lebih tinggi dari permukaan
jalan atau di beri warna yang berbeda dari
jalan kendaraan.
- Pedestrian diatur sedemikian rupa agar
tercipta jarak antara pedestrian dengan jalan,
seperti pengadaan pohon-pohon sebagai
pemisah yang juga difungsikan sebagai
barrier dari kebisingan yang ditimbulkan
oleh kendaraan
- Hendaknya pedestrian dibuat tidak terputus
untuk memudahkan pencapaian dari satu
kegiatan ke kegiatan lainnya
- Selain itu juga perlu adanya Shelter (halte)
atau massa perantara untuk melepaskan lelah
bagi para pejalan kaki pada jarak maksimal
500 m atau disesuaikan dengan batas lelah
manusia
3. Sirkulasi kendaraan: Hotel dan
Dikarenakan terdapat dua akses berbeda, maka
Main Enterence Parkir Keluar
1. Kemudahan, kenyamanan, kejelasan jalur EnterenceEnter Stasiun terdapat dua kemungkinan:
sirkulasi dan system parkir serta pengaturan 1. Kendaraan dari akses utama akan disiapkan dua
sirkulasi kendaraan melalui main entrance jalur berbeda untuk masuk dan keluar dengan
dan side entrance, sehingga tidak terjadi lebar tiap jalan 7m hal tersebut untuk mengurangi
Rest Area Parkir Keluar
kekacauan pada satu titik. Side Enterance
dan Hotel kemacetan dikarenakan jalan tersebut digunan
2. Mempertimbangkan tingkat kepadatan sebagai main enterence, selain itu pada jalur
kendaraan yang menuju tapak sehingga tidak
utama juga akan disediakan untuk barang atau
terjadi kemacetan pada saat kendaraan akan
service yang terpisah dari sirkulasi kendaraan
masuk atau keluar dari lokasi tapak
3. Letak tapak yang berada dekat persimpangan untuk pengunjung sehingga tidak mengganggu
diperlukan pengaturan sirkulasi kendaraan atau menghalangi kegiatan yang lainnya
yang akan mempengaruhi letak pencapaian 2. Kendaraan dari akses jalan tol hanya akan
disediakan satu jalur untuk keluar masuk dengan
lebar jalan 9m sehinga akses lebar perjalur yaitu
4,5m
4. Bangunan: Dalam zoning tapak, pengelompokan kegiatan
Kriteria yang berpengaruh dengan bangunan ditentukan oleh:
kepada tapak diantaranya, orientasi bangunan, - Hubungan kegiatan yang ada dalam tapak
- Karakteristik dan tuntutan kebutuhan masing-
dan zoning
masing ruang
- Interaksi antara kegiatan didalam tapak dengan
Orientasi bangunan dapat dipertimbangkan lingkungan sekitar
terhadap beberapa hal, yaitu: - Pencapaian dan sirkulasi dalam tapak
- Lingkungan sekitar tapak yang dapat - Situasi dan kondisi tapak, termasuk orientasi tapak
menunjang kegiatan padastasiun LRT terhadap jalan
Jaticempaka dan bangunan hotel.
- Pemandangan atau view yang baik Penzoningan berdasarkan fungsi yang ada dalam tapak
- Factor klimatologi khususnya sinar matahari U dibedakan :
- Zona A Semi Publik: diperuntukan bagi kegiatan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Perhotelan, yang memerlukan suasana tenang dan
penentuan zoning pada tapak ini adalah: hanya untuk orang-orang tertentu saja
- Pembagian zona secara tepat, berdasarkan - Zona B Publik : diperuntukan bagi kegiatan
kebutuhan tiap fungsi yang diharapkan dapat Stasiun LRT yang memerlukan suasana keramaian
mendukung segala aktifitas yang ada serta menarik minat pengunjung
didalam tapak - Zona C Servis : diperuntukan untuk kegiatan
- Adanya interaksi antara kegiatan dengan pelayanan
fungsi
- Pola sirkulasi yang ada dalam tapak harus
jelas

A C
C
5. Ruang Terbuka Hijau atau Taman:
Terdapat beberapa arahan pengolahan ruang
terbuka hijau bagi tapak perencanaan, yaitu :
- Ruang terbuka sebagai plaza berfungsi
sebagai penyatu aktifitas-aktifitas yang ada
pada bangunan
- Ruang terbuka sebagai penghubung berfungsi
untuk menghubungkan antara ruang yang satu
dengan yang lainnya
- Ruang terbuka sebagai penerima,
ditempatkan di dekat pintu masuk utama
sebagai peralihan antara jalan dengan
bangunan sehingga menimbulkan suatu
batasan yang jelas
- Ruang terbuka hijau bagi pejalan kaki, berada
sepanjang jalan dilengkapi dengan pedestrian

6. Area Parkir:
Ruangan pada area parkir meliputi:
- Jalan untuk kendaraan
- Lobby menuju bangunan
- Pedestrian untuk berjalan kaki setelah turun
dari kendaraan ataupun untuk rombongan
- System drainase tempat parker
- Factor-faktor pelengkap lainnya seperti :
lampu penerangan serta pengaturan pohon-
pohon agar tidak terlalu rimbun ataupun tidak
terlalu jarang dan penggunaan material untuk
pejalan kaki,

Dengan demikian unsur-unsur yang terdapat


pada tempat parkir meliputi :
- Jalan dan arah yang jelas untuk kendaraan
- Pedestrian untuk pejalan kaki setelah turun
dari kendaraan ataupun untuk rombongan
(arus pejalan kaki terpadat)
- System drainase tempat parker
- Factor-faktor pelangkap lainnya seperti :
lampu penerangan serta pengaturan pohon-
pohon agar tidak terlalu rimbun ataupun tidak
terlalu jarang dan penggunaan material untuk
pejalan kaki

Sedangkan mengenai system sudut parkir yang


akan digunakan dengan pertimbangan sebagai
berikut :
- Efisiensi lahan
- Kemudahan sirkulasi baik bagi kendaraan
maupun bagi pengguna kendaraan tersebut
- Mudah dalam pengaturan letak kendaraan
Sirkulasi dalam tapak ditekankan pada sirkulasi bagi sirkulasi pejalan kaki, dengan
membuat pedestrian sehingga tidak terganggu oleh sirkulasi lainnya
a. Pola sirkulai Radial
Pola sirkulasi radial ini merupakan gabungan dari jalur sirkulasi berpolar
linear yang saling berpotongan dan berhenti pada titik bersama
b. Pola sirkulasi Spiral
Pola sirkulasi spiral adalah penggabungan dari pola linear yang berputar
mengelilingi pusat tersebut dan semakin bertambah jauh dari titik pusat
c. Pola sirkulasi Linear
Pola linear menghubungkan ruang secara berderet menurut arah
panjangnya. Pola linear dapat berpotongan dengan jalur sirkulasi lain
membentuk cabang, melengkung atau melingkar singga membentuk loop
d. Pola sirkulasi Grid
Pola ini terbentuk dari dua buah jalan sejajar yang saling berpotongan pada
jarak yang sama dan menciptakan bentuk bujur sangkar/persegi panjang
e. Pola sirkulai Network
Pola yang terbentuk dari beberapa jalur sirkulasi yang menghubungkan titik
atau ruang tertentu
f. Pola sirkulasi Gabungan
Pola yang terbentuk dari beberapa jalur sirkulasi yang merupakan gabungan
dari pola-pola diatas

Pada dasarnya pola sirkulasi pengunjung yang terdapat pada pusat perbelanjaan
dan perkantoran sama yaitu terbagi:

1. Sirkulasi vertical
 Lift Elevator
Alat transportasi yang dijalankan secara mekanisme, yang dapat
mengangkut beberapa orang sekaligus serta dapat melayani ketinggian
bangunan yang tidak terbatas. System ini otomatis berhenti jika terjadi
kebakaran.
Hal-hal yang diperhatikan dalam perencanaan lift:
1. Kapasitas daya angkut (handling capacity)
2. Optimasi ketinggian bangunan
3. Waktu tunggu (interval) dan waktu perjalanan bolak balik (round
trip time)
 Eskalator
tangga yang dapat bergerak secara mekanis, sehingga sirkulasi lebih
nyaman dan biasanya terdapat pada pusat perbelanjaan. Fungsinya
menghubungkan ruang-ruang yang bersifat publik, seperti lobby, hall.
Berdasarkan table diatas maka escalator yang direncanakan pada
proyek ini adalah eskalaor dengan ukuran 1.00 dengan kapasitas 150
orang/menit

 Tangga
Berdasarkan fungsinya dapat dibagi menjadi, tangga biasanya dan
tangga darurat/tangga kebakaran. Jarak jangkauan tangga darurat ± 25
m. sebagai sarana untuk penyelamat darurat, tangga diisolir dalam
dinding tahan api (dapat pula berfungsi sebagai inti bangunan/core)
dengan pintu tahan api. Dipergunakan untuk menyelamatkan diri
apabila terjadi gangguan pada bangunan, misalnya kebakaran dan
gempa. Tangga darurat ini harus memenuhi standar ketahanan api.
Perletakan sebisa mungkin mudah dicapai oleh pengguna gedung.
Pada tangga kebakaran untuk mendapatkan ruang tangga yang
bebas asap/gas, maka pada ruang tangga dapat diberikan tekanan
(dengan bangtuan kipas) sehingga tekanan dalam ruang tangga lebih
besar dari ruang diluar tangga, tidak boleh ada bukaan dan asap tidak
boleh masuk, dengan demikian ruang tangga bebas dari asap dan gas,
agar tekanan intu lebih sempurna maka pintu tangga harus dapat
menutup sendiri dan terbuka hanya satu arah, pintu juga harus tahan
terhadap api selama 2 jam, dengan demikian pintu tangga harus
dilengkapi dengan alat yang menutup otomatis, pintu tangga harus
“swing door” (tidak boleh pintu sorong). Pintu tangga biasanya terbuat
dari plat baja, tanpa dilengkapi dengan kunci, sehingga dapat
dipergunakan setiap saat dan lebar pintu 70-120 cm.
2. Sirkulasi horizontal
Sirkulasi dalam bangunan dapat berupa:

Selasar
Koridor

Hall

Dari analisa yang ada, pada proyek ini menggunakan system sirkulasi campuran
antara system linear dengan system grid serta melingkar, hal ini agar
pengunjung dapat menikmati seluruh bagian bangunan dengan cara mengitari
bangunan, pola ini digunakan pada pedestrian

Dalam penggunaan lahan parkir pada area kantor sewa dan pusat
perbelanjaan di bedakan atas dua bagian, yaitu :

1. Area parkir diatas tapak


Area parkir diatas tapak tetap diadakan seminimal mungkin dan
hanya memungkinkan untuk kegiatan bongkar muat barang dan
pengunjung yang hanya singgah untuk sementara karena tapak
yang digunakan untuk kantor sewa dan pusat perbelanjaan ini lebih
ditujukan pada sirkulasi pejalan kaki. Karena kota Jakarta yang
semakin banyak polusi dan panas, maka lahan tersebut lebih
ditujukan kepada nuansa lingkungan yang menyatu dengan alam
2. Area parkir dibawah tanah (basement)
Area parkir dibawah tanah (basement) diperuntukan untuk
sebagian banyak kendaraan untuk pengguna yang cukup lama
(pegawai tetap) sehingga dapat mengantisipasi kemungkinan
terjadinya suasana yang agak padat diatas tapak

Berdasarkan contoh pengaturan sarana parkir berdasarkan standar


perencanaan tapak : department of commerce, berbeau of public roads, 1956
Sedangkan menurut standar USA dan inggris parkir yang disarankan
adalah posisi tegak lurus 90⁰, dengan kriteria :
 Panjang putaran (tempat parkir ) : 4.75 – 5.5 m
 Lebar : 2.4 – 2.75 m
 Lebar jalan
 Satu arah :6–9m
 Dua arah : 6.9 – 10.2 m
 Jarak bebas kea tap minimal : 2.05 – 2.1 m

Bedasarkan hal tersebut diatas, maka sudut parkir yang digunakan


dalam tapak adalah dengan sudut parkir 90⁰. Sedangkan untuk parkir
service diletakkan secara terpisah dengan pengunjung maupun dengan
pengelola namun tidak menutup kemungkinan untuk bongkar muat
barang tidak dilakukan di basement dikarenakan untuk memudahkan
distribusi barang yang lebih cepat dan efisien. Dengan demikian
keberadaan parkir service ini tidak menyatu dengan fungsi publik

1. Ketinggian Bangunan Perparkiran


Ketinggian bangunan adalah jumlah lantai penuh dalam suatu
bangunan dihitung mulai dasar sampai dengan lantai tertinggi. Tinggi
bangunan adalah jarak dari lantai dasar sampai puncak atap suatu
bangunan yang dinyatakan dalam meter. Untuk ketinggian bangunan
perparkiran dihitung dengan jenis kendaraan
Pada parkir kendaraan menggunakan standar 4.7 m. untuk bangunan
parkir basement

Anda mungkin juga menyukai