Anda di halaman 1dari 3

Renal Glukosuria

Pendahuluan

Glukosuria renal adalah keadaan dimana terjadi ekskresi glukosa dalam urin melebihi kadar normal
tanpa adanya tanda-tanda disfungsi tubulus proksimal renal yang disebabkan oleh penurunan
reabsorpsi glukosa pada tubulus renal. Disebut sebagai glukosuria apabila : tes toleransi glukosa oral
tidak terganggu, asam lemak bebas, glycosylated haemoglobin, dan kadar glukosa urin yang relative
stabil (10-100 g/d;kecuali pada kehamilan) dengan ditemukan adanya glukosa pada setiap sampel
urine. Terdapat bentuk herediter dari gangguan ini yang disebut familial renal glucosuria (FRG), yang
merupakan kelainan yang sangat jarang terjadi yang disebabkan oleh mutase gen sodium-glucose
transporter 2 (SGLT2) pada sebagian besar kasus.

Secara umum renal glukosuria merupakan kelainan yang bersifat ringan, dan tidak memerlukan
penanganan khusus. Kondisi ini juga dapat ditemukan pada beberapa gangguan tubuler seperti
sindroma Fanconi-Toni-Debre, kistinosis, penyakit Wilson, tirosinemia herediter atau sindroma Lowe.
Kondisi ini juga pernah ditemukan pada pasien PNA.

Pada keadaan normal, ginjal akan menyaring dan mereabsorpsi glukosa setiap hari. Glucose
transporter pada tubulus proksimal ginjal menjaga agar kadar glukosa yang tersekresi dalam urin
hanya kurang dari 0,5 g/hari pada orang dewasa sehat. Apabila reabsorpsi air lebih banyak
dibandingkan glukosa maka akan meningkatkan konsentrasi glukosa dalam urine di sepanjang tubulus.

Gluconeogenesis yang terjadi di ginjal akan melebihi konsumsi glukosa renal. Hal ini sangat penting
untuk mencegah hipoglikemia, dan peningkatan kejadian hiperglikemia pada pasien diabetes.

Patofisiologi

Terdapat dua cara transportasi glukosa, yaitu : transpor fasilitatif dan transport aktif sekunder.
Transport fasilitatif terjadi pada semua tipe sel dan diatur oleh konsentrasi pada sepanjang membrane
seluler. Bentuk transportasi glukosa ini umumnya dibantu oleh kelompok transporter GLUT.
Transport aktif sekunder terjadi di usus dan tubulus ginjal (terutama pada tubulus proksimal) dan
dibantu oleh kelompok SGLT. GLUT dikode oleh gen SLC2, dan SGLT dikode oleh gen SLC5.

Reabsorpsi glukosa terjadi pada tubulus proksimal ginjal, glukosa masuk sisi luminal sel tubulus
proksimal melalui proses transport aktif. Glukosa memasuki sel bersamaan dengan natrium.

Pada awal tubulus proksimal, hanya terdapat SGLT-2 dan GLUT-2, sedangkan SGLT-1 dan GLUT-1
terdapat pada bagian distal. Transporter ini mengikat natrium, sebelum mengikat glukosa, dan
gradien elektrokimia natrium yang diperoleh dari Na+/K+-ATPase merupakan sumber energinya. Pada
keadaan normal ekspresi transporter tidak bervariasi dan kapasitas ginjal untuk reabsorpsi glukosa
konstan.

Selain itu untuk menyebabkan glukosuria, gangguan reabsorpsi glukosa juga mempengaruhi
penyerapan air dan ion. Penurunan reabsorpsi glukosa berhubungan dengan kehilangan 70% air yang
tersaring di glomerulus. Karena reabsorpsi kalsium di tubulus proksimal terjadi bersama dengan air,
glukosuria juga menyebabkan peningkatan ekskresi kalsium.

Reabsorpsi glukosa berkaitan dengan usia. Pada bayi premature yang kurang dari 30 minggu, sering
terjadi glukosuria karena jumlah glukosa yang dibawa ke ginjal melebihi kapasitas nefron yang belum
matang. Glukosuria biasanya terjadi bila glukosa plasma lebih dari 300 mg/dl, namun beberapa
glukosa dapat tampak di urine pada kadar 150 mg/dl karena kapasitas nefron untuk menangani nefron
bervariasi. Sejumlah glukosa yang direabsorpsi pada segmen S1 di ginjal oleh transporter kapasitas
tinggi SGLT-2, sedangkan glukosa yang tersisa akan memasuki segmen S3 dan direabsorpsi oleh SGLT-
1 berafinitas tinggi; keduanya meminimalisir kehilangan glukosa pada urine.

Hingga saat ini, hanya kelainan fungsi mutase yang teridentifikasi pada transporter glukosa renal.
Pasien dengan FRG dapat diketahui melalui jumlah glukosa yang diekskresikan dalam urine yang
ditampung selama 24 jam. Glukosuria ringan adalah < 10 g/1,73 m2 dan glukosuria berat adalah ≥ 10
g/1,73 m2.

Manifestasi Klinis

Belum ditemukan gejala pasti glukosuria. Namun bila tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan
: rasa haus yang tidak tertahankan, rasa lapar, BAK lebih sering, dan BAK tidak tertahan. Pada pasien
dengan DMT2, dapat terjadi penurunan BB, kelelahan, gangguan penglihatan, luka yang sulit sembuh.

Pada anamnesis tidak ditemukan keluhan yang khas. Pada kasus yang berhubungan dengan DM,
anamnesis spesifik mengarah ke DM. renal glukosuria biasanya pertama kali ditemukan pada urinalisis
rutin. Pada kasus yang berhubungan dengan gangguan tubuler, maka dapat terlihat riwayat gagal
tumbuh pada anak, poliuri, polidipsi, atau dehidrasi.

Mutase gen SGLT-2 mungkin tidak secara langsung berhubungan dengan gangguan klinis seperti DM,
CKD, atau ISK. Usia pada saat terdiagnosis bervariasi dari anak hingga dewasa. Dapat terjadi poliuri
dengan aminoaciduria bila ekskresi urin per hari tinggi, juga terdapat kadar HbA1c dan insulin yang
rendah.

Pada orang dengan glukosuria, glukosa diekskresikan melalui urin sementara kadar gula darah normal
atau rendah. Dengan fungsi ginjal normal, filtrasi darah akan mbergerak melalui tubulus renal, dimana
terdapat beberapa zat yang tersaring, seperti glukosa, natrium, dan air akan mengalami reasbsorpsi
dan kembali ke dalam aliran darah, sedangkan zat yang tidak diperlukan akan dieliminasi melalui urine.
Pada fungsi ginjal biasanya, glukosa akan diekskresikan melalui urine bila kadar gula dalam darah
tinggi. Namun, pada orang dengan glukosuria, terdapat ambang batas glukosa renal yang lebih rendah
dan pada beberapa kasus, terdapat penurunan absorpsi glukosa. Pada beberapa kasus, glukosuria
dapat menyebabkan poliuri, polidipsi, dan gejala seperti itu. Pada kasus lain, seperti pada kehamilan
atau kelaparan, renal glukosuria dapat terjadi pada dehidrasi atau pada keadaan terdapat akumulasi
zat kimia tertentu (badan keton) dan cairan karena adanya ketosis.

Penyebab

Renal glukosuria digolongkan sebagai gangguan herediter transport membran. Dikatakan sebagai
akibat mutase genetic yang menyebabkan perubahan spesifik. Karena perubahan fungsi tubulus
renal, maka glukouria ditandai dengan penurunan konsentrasi gula darah diakibatkan oleh ekskresi
glukosa melalui urine (penurunan ambang batas glukosa di ginjal). Dalam beberapa penelitian dibuat
klasifikasi renal glukosuria menjadi dua subtipe yaitu: tipe A, (ambang batas rendah,penurunan TMG)
dan tipe B, (ambang batas rendah, TMG normal). Sebagai tambahan, peneliti menambah golongan
tipe 0, dimana sama sekali tidak ada reabsorpsi glukosa di tubulus renal. Hal ini diakibatkan oleh
mutasi gen spesifik SGLT-2. Namun tidak semua pasien dengan mutase heterozigot menunjukkan
peningkatan ekskresi glukosa.

Selain itu juga terdapat beberapa keadaan lain yang menyebabkan glukosuria. Misalnya, sindroma
Fanconi. Pada keadaan ini juga terdapat fosfaturia, bikarbonaturia, asidosis tubulus renal, dan
gangguan pertumbuhan pada anak. Penyebab sindroma ini masih dipelajari apakah herediter,
iidiopatik atau didapat. Pada kelainan ini terapi bertujuan untuk mengatasi gangguan tubuler dan
stadium penyakit.
Glukosuria juga sering disebabkan oleh DM tipe 2, dimana insulin tidak dapat bekerja dengan baik,
tidak dapat melakukan transport glukosa secara efektif ke dalam sel. Atau pada kasus lain dimana
tubuh tidak memproduksi cukup insulin untuk menyeimbangkan kadar gula darah. Kelebihan glukosa
dalam darah kemudian diekskresikan melalui urine.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan urinalisis dan pemeriksaan
hematologic yang menggambarkan adanya glukosa dalam urine dengan kadar gula darah yang normal
atau rendah. Dapat juga dilakukan pemeriksaan HbA1c, tampung urine 24 jam untuk menilai kadar
asam amino dalam urine.

Penatalaksanaan

Renal glukosuria benign bersifat self-limiting dan tidak memerlukan perawatan khusus. Bila dalam
pemeriksaan ditemukan gangguan tubulus, maka intervensi bertujuan untuk mengatasi gangguan
tersebut. Inhibitor SGLT-2 selektif yang merupakan kelompok obat anti diabetes baru dapat diberikan
pada pasien dengan DMT2.

Dapat juga diberikan konseling genetic yang dapat mempengaruhi pasien beserta keluarganya.
Penatalaksanaan lain untuk kelainan ini bersifat simtomatik dan bersifat terapi suportif.

Anda mungkin juga menyukai