OLEH :
KELOMPOK 2
I GUSTI AYU SELVIA YASMINI (183222911)
I KADEK APRIANA (183222913)
I MADE DWI SATWIKA WIRA PUTRA (183222914)
MADE SURYA MAHARDIKA (183222920)
NI KADEK SINTHA YULIANA SARI (183222922)
NI KETUT NANIK ASTARI (183222926)
NI LUH PUTU EKA RASNUARI (183222931)
NI PUTU AYU SWASTININGSIH (183222939)
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
kekuatan dan kemampuan sehingga makalah ini bisa selesai tepat pada waktunya. Adapun
tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah tentang
Keperawatan Maternitas II.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
mendukung dalam penyusunan makalah ini.
Penulis sadar makalah ini belum sempurna dan memerlukan berbagai perbaikan, oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan. Akhir kata, semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak.
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................2
1.3 Tujuan..........................................................................................................................2
1.4 Manfaat........................................................................................................................3
BAB II........................................................................................................................................4
PEMBAHASAN........................................................................................................................4
A. Konsep Dasar Penyakit...................................................................................................4
1. Pengertian....................................................................................................................4
2. Etiologi........................................................................................................................4
3. Klasifikasi....................................................................................................................7
4. Patofisiologi.................................................................................................................8
5. Pathway.......................................................................................................................9
6. Tanda Dan Gejala......................................................................................................11
7. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................................12
8. Komplikasi................................................................................................................12
9. Penatalaksanaan.........................................................................................................13
B. Konsep Asuhan Keperawatan.......................................................................................15
1. Pengkajian.................................................................................................................15
2. Diagnosa....................................................................................................................19
3. Intervensi...................................................................................................................21
BAB III.....................................................................................................................................31
KASUS.....................................................................................................................................31
BAB IV....................................................................................................................................52
PENUTUP................................................................................................................................52
4.1 Kesimpulan................................................................................................................52
4.2 Saran..........................................................................................................................52
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................53
2
3
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu hal penting untuk mencapai derajat kesehatan adalah dengan
memperhatikan kesehatan wanita, terutama kesehatan reproduksi karena hal tersebut
berdampak luas, menyangkut berbagai aspek kehidupan, serta merupakan parameter
kemampuan negara dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat.
Kesehatan reproduksi wanita berpengaruh besar dan berperan penting terhadap kelanjutan
generasai penerus suatu Negara (Manuaba, 2009). Kesehatan reproduksi adalah kesejahteraan
fisik, mental dan sosial yang utuh dan bukan tidak adanya penyakit atau kelemahan dalam
segalah hal yang berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsinya serta proses-
prosesnya. Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah kesejahteraan fisik, mental dan sosial
yang utuh bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang
berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi, serta prosesnya (Nugroho, 2012).
Salah satu penyakit reproduksi adalah mioma uteri. Mioma uteri merupakan suatu
tumor jinak berbatas tegas tidak berkapsul yang berasal dari otot polos dan jaringan ikat
fibrous. Biasa juga disebut fibromioma uteri, leiomioma uteri atau uterine fibroid. Mioma
uteri ini merupakan neoplasma jinak yang sering ditemukan pada traktus genitalia wanita,
terutama wanita sesudah produkti atau menopouse (Aspiani, 2017). Mioma uteri diduga
merupakan penyakit multifaktorial. Mioma mulai dari benih-benih multipel yang sangat kecil
dan tersebar pada miometrium. Benih ini tumbuh sangat lambat tetapi progresif dibawah
pengaruh hormon estrogen terhadap sel-sel yang ada di otot rahim. Mioma menimbulkan
gejala berupa perdarahan abnormal, rasa nyeri dan rasa adanya tekanan didaerah sekitar
panggul yang dapat menciptakan rasa sakit hingga menjalar ke punggung (Manuaba, 2009).
Perdarahan abnormal merupakan gejala yang paling sering di alami oleh wanita
penderita mioma uteri. Perdarahan bisa diakibatkan karena pembesaran mioma sehingga
menekan organ disekitarnya seperti tertekannya kandung kemih, usus besar, pelebaran
pembuluh darah dan gangguan ginjal karena akibat pembesaran dan penekanan mioma uteri
terhadap saluran kemih. Mioma uteri dapat mengakibatkan permukaan endometrium yang
lebih luas dari pada biasanya. Perdarahan mioma uteri dapat berdampak pada ibu hamil dan
penderita mioma uteri itu sendiri. Ibu hamil akan mengalami dampak berupa abortus spontan,
persalinan prematur, dan malpresentasi. Pada penderita mioma uteri akan mengalami
1
perdarahan yang banyak dan dapat mengakibatkan anemia. Pendarahan juga dapat terjadi
pada pencernaan karena perluasan dan pembesaran mioma uteri sehingga pasien mioma uteri
tidak hanya dilakukan operasi pada alat kelamin tetapi juga dapat dilakukan operasi
pencernaan (colostomy). Pada kasus ini pasien mioma uteri mengalami komplikasi yang berat
dan dapat memperburuk kesehatan dan tidak jarang pasien tersebut mengalami penurunan
kesehatan karena terjadi gangguan pada nutrisi dan tubuh mengalami kelemahan hingga
menjadi syok dan pada akhirnya menimbulkan kematian (Aspiani, 2017).
1.3 Tujuan
2
d. Untuk mengetahui bagaimana pathway penyakit mioma uteri
h. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
penyakit mioma uteri
1.4 Manfaat
a. Manfaat Teoritis
Hasil dari penyusunan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
semua pihak, khususnya kepada mahasiswa keperawatan untuk menambah pengetahuan
dan wawasan mengenai Asuhan Keperawatan Myoma Uteri.
b. Manfaat Praktis
Hasil dari penyusunan makalah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai suatu
pembelajaran bagi mahasiswa keperawatan yang nantinya ilmu tersebut dapat dipahami
dan diaplikasikan dalam praktik keperawatan.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Mioma Uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat
yang menumpangnya sehingga dapat disebut juga dengan leiomioma, fibriomioma atau
fibroid (Prawirohardjo,2009).Mioma uteri merupakan tumor jinak otot rahim, disertai
jaringan ikatnya sehingga dapat dalam bentuk padat, karena jaringan ikatnya dominan dan
lunak, karena otot rahi mnya dominan. (Manuaba, 2011)
Mioma uteri adalah tumor jinak rahim ini sebagian besar berasal dari sel muda
otot rahim, yang mendapat rangsangan terus menerus dari hormon estrogen sehingga
terus bertumbuh dan bertambah menjadi besar. Oleh karena itu tumor jinak otot rahim
sebagian besar terjadi pada masa reproduktif aktif, yaitu saat wanita masih menstruasi.
(Manuaba, 2012)
Mioma uteri adalah tumor jinak yang struktur utamanya adalah otot polos rahim.
Mioma uteri terjadi pada 20% - 25% perempuan di usia reproduktif (Anwar, dkk, 2011).
Mioma uteri adalah suatu tumor jinak berbatas tegas tidak berkapsul yang berasal dari
otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut fibromioma uteri, leiomioma uteri
atau uterine fibroid. Tumor jinak ini merupakan neoplasma jinak yang sering ditemukan
pada traktus genitalia wanita, terutama wanita sesudah produktif (menopouse). Mioma
uteri jarang ditemukan pada wanita usia produktif tetapi kerusakan reproduksi dapat
berdampak karena mioma uteri pada usia produktif berupa infertilitas, abortus spontan,
persalinan prematur dan malpresentasi. (Aspiani, 2017)
Dapat disimpulkan bahwa mioma uteri adalah tumor jinak yang terdapat pada
traktus genitalis dimana terdiri dari sel-sel jaringan otot polos jaringan fibroid dan
kolagen yang di kenal juga dengan nama leiomioma uteri atau fibromioma uteri
2. Etiologi
Stimulasi esterogen diduga sangat berperan untuk terjadinya mioma uteri.
Hipotesis ini didukung oleh adanya mioma uteri yang banyak ditemukan pada usia
4
reproduksi dan kejadiannya rendah pada usia menopause. Ichimura mengatakan
bahwa hormon ovarium dipercaya menstimulasi pertumbuhan mioma karena adanya
peningkatan insidennya setelah menarche. (Prawirohardjo,2009)
Menurut Aspiani (2017) ada beberapa faktor yang diduga kuat merupakan faktor
predisposisi terjadinya mioma uteri.
1) Umur
Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia produktif dan sekitar 40%-50%
pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma uteri jarang ditemukan sebelum menarche
(sebelum mendapatkan haid). Sedangkan pada wanita menopause mioma uteri
ditemukan sebesar 10%. (Joedosaputro, 2005)
2) Hormon Endogen (endogenous hormonal)
Konsentrasi estrogen pada jaringan mioma uteri lebih tinggi dari pada jaringan
miometrium normal. (Djuwantono, 2005)
3) Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan dengan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri
mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan dengan
wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. (Parker, 2007)
4) Makanan
Makanan di laporkan bahwa daging sapi, daging setengah matang (red meat), dan
daging babi meningkatkan insiden mioma uteri, namun sayuran hijau menurunkan
insiden menurunkan mioma uteri. (Parker, 2007)
5) Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar estrogen dalam
kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus. Hal ini mempercepat
pembesaran mioma uteri. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin
berhubungan dengan respon dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan
produksi reseptor progesteron, dan faktor pertumbuhan epidermal.
6) Paritas
Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita multipara dibandingkan dengan wanita
yang mempunyai riwayat melahirkan 1 (satu) kali atau 2 kali.
a. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang terjadinya reflikasi pada saat selsel yang mati
diganti oleh sel yang baru merupakan kesalahan genetika yang diturunkan dari orang
tua. Kesalahan ini biasanya mengakibatkan kanker pada usia dini. Jika seorang ibu
mengidap kanker payudara, tidak serta merta semua anak gandisnya akan mengalami
hal yang sama, karena sel yang mengalami kesalahan genetik harus mengalami
5
kerusakan terlebih dahulu sebelum berubah menjadi sel kanker. Secara internal, tidak
dapat dicegah namun faktor eksternal dapat dicegah. Menurut WHO, 10% – 15%
kanker, disebabkan oleh faktor internal dan 85%, disebabkan oleh faktor eksternal.
(Aspiani, 2017)
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal yang dapat merusak sel adalah virus, polusi udara, makanan, radiasi
dan berasala dari bahan kimia, baik bahan kimia yang ditam,bahkan pada makanan,
ataupun bahan makanan yang bersal dari polusi. Bahan kimia yang ditambahkan
dalam makanan seperti pengawet dan pewarna makanan cara memasak juga dapat
mengubah makanan menjadi senyawa kimia yang berbahaya. Kuman yang hidup
dalam makanan juga dapat menyebarkan racun, misalnya aflatoksin pada kacang-
kacangan, sangat erat hubungannya dengan kanker hati. Makin sering tubuh terserang
virus makin besar kemungkinan sel normal menjadi sel kanker. Proses detoksifikasi
yang dilakukan oleh tubuh, dalam prosesnya sering menghasilkan senyawa yang lebih
berbahaya bagi tubuh,yaitu senyawa yang bersifat radikal atau korsinogenik. Zat
korsinogenik dapat menyebabkan kerusakan pada sel.
a. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Sering kali, pertumbuhan tumor yang cepat
selama kehamilan terjadi dan dilakukan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan
mengecil pada saat menopouse dan oleh pengangkatan ovarium. Mioma uteri banyak
ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. Enzim
hidrxydesidrogenase mengungbah estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi estrogen
(estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan miomatous, yang juga
mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak dari pada miometrium
normal.
b. Progesteron
6
Progesteron merupakan antogonis natural dari estrogen. Progesteron menghambat
pertumbuhan tumor dengan dua cara, yaitu mengaktifkan hidroxydesidrogenase dan
menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.
3. Klasifikasi
1) Lapisan Uterus
Mioma uteri terdapat pada daerah korpus. Sesuai dengan lokasinya, mioma ini dibagi
menjadi tiga jenis.
Mioma uteri merupakan yang paling banyak ditemukan. Sebagian besar tumbuh
diantara lapisan uterus yang paling tebal dan paling tengah (miometrium).
Pertumbuhan tumor dapat menekan otot disekitarnya dan terbentuk sampai
mengelilingi tumor sehingga akan membentuk tonjolan dengan konsistensi padat.
Mioma yang terletak pada dinding depan uterus dalam pertumbuhannya akan
menekan dan mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan
keluhan miksi.
Mioma uteri ini tumbuh keluar dari lapisan uterus yang paling luar yaitu serosa dan
tumbuh ke arah peritonium. Jenis mioma ini bertangkai atau memiliki dasar lebar.
7
Apa bila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol kepermukaan
uterus diliputi oleh serosa. Mioma serosa dapat tumbuh di antara kedua lapisan
ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter. Mioma subserosa yang tumbuh
menempel pada jaringan lain, misalnya ke ligamentum atau omentum kemudian
membebaskan diri dari uterus sehingga disebut wandering parasitis fibroid.
Mioma ini terletak di dinding uterus yang paling dalam sehingga menonjol ke
dalam uterus. Jenis ini juga dapat bertangkai atau berdasarkan lebar. Dapat tumbuh
bertangkai menjadi polip, kemudian di keluarkan melalui saluran seviks yang
disebut mioma geburt. Mioma jenis lain meskipun besar mungkin belum
memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa walaupun kecil sering
memberikan keluhan gangguan perdarahan. Tumor jenis ini sering mengalami
infeksi, terutama pada mioma submukosa pedinkulata. Mioma submukosa
pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini
dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau
mioma yang dilahirkan
4. Patofisiologi
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil didalam miometrium dan
lambat laun membesar karena pertumbuhan itu miometrium mendesak menyusun
semacam pseudokapsula atau sampai semua mengelilingi tumor didalam uterus mungkin
terdapat satu mioma akan tetapi mioma biasanya banyak. Bila ada satu mioma yang
tumbuh intramural dalam korpus uteri maka korpus ini tampak bundar dan konstipasi
padat. Bila terletak pada dinding depan uterus mioma dapat menonjol kedepan sehingga
menekan dan mendorong kandung kemih keatas sehingga sering menimbulkan keluhan
miksi (Aspiani, 2017).
8
5. Pathway
Faktor predisposisi:
a. Usia penderita
b. Hormon endogen
c. Riwayat keluarga
d. Makanan, kehamilan dan
Mioma Uteri
9
Tumbuh didinding berada dibawah endometrium & tumbuh keluar dinding
uterus Menonjol kedalam rogga uterus uterus
uterus
Tanda Gejala
Resiko Syok
Hipovolemik
Anemia
Perdarahan Pembesaran uterus
Gangguan
Penurunan Ansietas Nekrosis
Perfusi
respon imun
Jaringan
Perifer 10
Nyeri
Radang
Risiko Infeksi
Nyeri
Akut/Kronis
Penekanan
Kandung kemih
Uretra Ureter Rektum
Kolon Sigmoid
Kolon desenden
dan illeum
Konstipasi
11
Gangguan Eliminasi Urine
Kolon asendens
Anemia
Ketidakseimbangan Nutrisi
Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
Kelemahan
(Aspiani, 2017)
12
6. Tanda Dan Gejala
Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
ginekologik karena tumor ini tidak menggangu. Gejala yang dikeluhkan sangat tergantung
pada tempat sarang miomaberada (serviks, intramural, submukus, sebserus), besarnya
tumor, perubahan dan kompilikasi yang terjadi (Wiknjosastro, 2008). Gejala tersebut
dapat digolongkan sebagai berikut :
13
- Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya mioma di antara
serabut miometrium
c. Rasa Nyeri
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan dari
sirkulasi darah pada sarang mioma, disertai nekrosis setempat dan peradangan.
Sedangkan rasa nyeri pada kasus mioma dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut.
- Penekanan saraf.
- Torsi bertangkai.
- Submukosa mioma terlahir.
- Infeksi pada mioma.
d. Poliuri, retention urine, konstipasi serta edema tungkai dan nyeri panggul
Gangguan ini dapat tergantung dari besar dan tempat mioma uteri. Penekanan pada
kantung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra akan dapat menyebabkan
retensio urine, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada
rektum dapat menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan
pembuluh limfe di panggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.
e. Penurunan Kesuburan dan Abortus
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab penurunan kesuburan masih belum
jelas. Dilaporkan sebesar 27-40% wanita dengan mioma uteri mengalami infertilitas.
Penurunan kesuburan dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars
interstisialis tuba, sedangkan mioma submukosa dapat memudahkan terjadinya
abortus karena distorsi rongga uterus. Perubahan bentuk kavum uteri karena adanya
mioma dapat menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan implantasi embrio
dapat terjadi pada keberadaan mioma uteri akibat perubahan histologi endometrium
dimana terjadi atrofi karena adanya kompresi massa tumor.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Ultra Sonografi (USG), untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan
endometrium dan keadaan adneksa dalam rongga pelvis. Mioma juga dapat dideteksi
dengan Computerized Tomografi Scanning (CT scan) ataupun Magnetic Resonance
Image ( MRI), tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal.
b. Foto Bulk Nier Oversidth (BNO), Intra Vena Pielografi (IVP) pemeriksaaan ini
penting untuk menilai massa di rongga pelvis serta menilai fungsi ginjal dan
perjalanan ureter.
c. Histerografi dan histerokopi untuk menilai pasien mioma submukosa disertai dengan
infertilitas.
d. Laparoskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.
14
e. Laboratorium: hitung darah lengkap dan apusan darah, untuk menilai kadar
hemoglobin dan hematokrit serta jumlah leukosit.
f. Tes kehamilan adalah untuk tes hormon Chorionic gonadotropin, karena bisa
membantu dalam mengevaluasi suatu pembesaran uterus, apakah oleh karena
kehamilan atau oleh karena adanya suatu mioma uteri yang dapat menyebabkan
pembesaran uterus menyerupai kehamilan
8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada mioma uteri secara umum, yaitu:
b. Degenerasi ganas
Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan
apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi
akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadi sindrom abdomen
akut.
a. Menimbulkan infertility
15
9. Penatalaksanaan
Penanganan mioma menurut usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor. Penanganan
mioma uteri tergantung pada usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor, dan terbagi atas :
a. Penanganan konservatif
dilakukan jika mioma yang kecil muncul pada pra dan postmenopause tanpa adanya
gejala. Cara penanganan konsevatif adalah sebagai berikut.
1) Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
2) Jika terjadi anemia kemungkinan Hb menurun.
3) Pemberian zat besi.
4) Penggunaan agonis GnRH (gonadotropin-releasing hormone) leuprolid asetat 3,75
mg IM pada hari pertama sampai ketiga menstruasi setiap minggu, sebanyak tiga
kali. Obat ini mengakibatkan pengerutan tumor dan menghilangkan gejala. Obat
ini menekan sekresi gonodotropin dan menciptakan keadaan hipoestrogenik yang
serupa ditemukan pada periode postmenopause. Efek maksimum dalam
mengurangi ukuran tumor diobsevasi dalam 12 minggu.
b. Penanganan operatif
Intervensi operasi atau pembedahan pada penderita mioma uteri adalah :
1) Perdarahan uterus abnormal yang menyebabkan penderita anemia
2) Nyeri pelvis yang hebat
3) Ketidakmampuan untuk mengevaluasi adneksa (biasanya karena mioma
berukuran kehamilan 12 minggu atau sebesar tinju dewasa)
4) Gangguan buang air kecil (retensi urin)
5) Pertumbuhan mioma setelah menopause
6) Infertilitas
7) Meningkatnya pertumbuhan mioma
8) Mioma subserosa bertangkai dan torsi.
9) Dapat mempersulit kehamilan berikutnya
10) Penekanan organ pada sekitarnya
1) Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma tanpa pengangkatan
rahim/uterus. Miomektomi lebih sering di lakukan pada penderita mioma
uteri secara umum. Penatalaksanaan ini paling disarankan kepada wanita
yang belum memiliki keturunan setelah penyebab lain disingkirkan.
2) Histerektomi
Histerektomi adalah tindakan operatif yang dilakukan untuk mengangkat
rahim, baik sebagian (subtotal) tanpa serviks uteri ataupun seluruhnya
(total) berikut serviks uteri (Prawirohardjo, 2010). Histerektomi dapat
16
dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada penderita
yang memiliki mioma yang simptomatik atau yang sudah bergejala
Kriteria American College of Obstetricans Gynecologists (ACOG) untuk
histerektomi adalah sebagai berikut :
- Terdapat satu sampai tiga leimioma asimptomatik atau yang dapat
teraba dari luar dan dikelukan oleh pasien.
- Perdarahan uterus berlebihan.
- Perdarahan yang banyak, bergumpal-gumpal, atau berulang-ulang
selama lebih dari delapan hari.
- Anemia akut atau kronis akibat kehilangan darah.
Ada dua cara histerektomi, yaitu :
a) Histerektomi abdominal, dilakukan bila tumor besar terutama mioma
intraligamenter, torsi dan akan dilakukan ooforektomi
b) Histerektomi vaginal, dilakukan bila tumor kecil (ukuran < uterus
gravid 12 minggu) atau disertai dengan kelainan di vagina misalnya
rektokel, sistokel atau enterokel
c. Penanganan radioterapi
Tujuan dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan. Langkah ini
dilakukan sebagai penanganan dengan kondisi sebagai berikut.
- Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient).
- Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu.
- Bukan jenis submukosa.
- Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum.
- Tidak dilakukan pada wanita muda karena dapat menyebabkan menopause.
d. Penatalaksanaan mioma uteri pada wanita hamil
Selama kehamilan, terapi awal yang memadai adalah tirah baring, analgesia dan
observasi terhadap mioma. Penatalaksanaan konservatif selalu lebih disukai apabila
janin imatur. Seksio sesarea merupakan indikasi untuk kelahiran apabila mioma uteri
menimbulkan kelainan letak janin, inersia uteri atau obstruksi mekanik.
e. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Menganjurkan pasien untuk berolahraga dan konsumsi makanan yang banyak
mengandung nutrisi terutama sayur-sayuran.
2) Berikan informasi yang jelas tentang penyakit, tanda, gejala dan pengobatan.
3) Memberikan penjelasan kepada pasien tentang pentingnya menjaga kebersihan
diri khususnya daerah kewanitaan.
4) Memberikan penjelasakan kepada pasien agar menjauhi rokok dan minum-
minuman keras
5) Anjurkan agar pasien banyak istirahat dan tidak melakukan aktivitas-aktivitas
berat, seperti mengangkat beban berat, naik turun tangga,dll.
17
6) Tekankan agar pasien kontrol rutin sesuai jadwal, dan bila terjadi hal-hal yang
tidak wajar, seperti perdarahan per vagina yang banyak, nyeri yang tidak tertahan
dan keluhan lainnya.
18
Kehamilan mempengaruhi pertumbuhan mioma uteri, dimana mioma uteri
tumbuh cepat pada masa hamil ini dihubungkan dengan hormon estrogen,
pada masa ini dihasilkan dalam jumlah yang besar.
c. Pola kebutuhan sehar-hari
a) Bernafas
Tidak ada gangguan pada pernafasan, tetapi nyeri dapat juga mempengaruhi
pernafasan.
Perlu ditanyakan tentang pola makan, konsumsi, variasi, habis berapa porsi, jumlah,
minum, baik sebelum MRS dan selama MRS. Kaji jenis makanan yang biasa
dimakan oleh Ibu serta pantau berat badan Ibu sesuai berat ideal Ibu.
c) Eliminasi
Yang ditanya adalah frekuensi BAB, bagaimana konsistensinya, warna, bau dan
kapan. Begitu juga bagaimana dengan BAKnya, bagaimana konsistensinya , berapa
kali sehari,warnanya, baik sebelum MRS dan selama MRS. Dapat terjadi retensi
urine/poliuri/obstipasi akibat adanya penekanan rahim karena pembesaran mioma
uteri.
Kaji apakah penyakit mempengaruhi pola aktivitas dan latihan. Dengan skor
kemampuan perawatan diri (0= mandiri, 1= alat bantu, 2= dibantu orang lain, 3=
dibantu orang lain dan alat, 4= tergantung total). Pasien dengan mioma uteri
biasanya terganggu aktivitasnya akibat nyeri yang ia rasakan.
e) Istirahat Tidur
19
Yang ditanyakan adalah istirahat siang jam berapa, malam jam berapa. Pola istirahat
dan tidur pasien dapat terganggu akibat dari nyeri yang berasal dari penekanan urat
saraf akibat rahim yang membesar karena mioma uteri.
f) Kebersihan Diri
Yang ditayakan adalah berapa kali mandi, kapan ganti baju/pakaian dalam dan luar,
gosok gigi berapa kali, keramas, ganti pembalut, apakah pernah melakukan
perawatan payudara.
Kaji apakah ada kenaikan suhu, suhu normal : 36,5 0C – 37,5 0C. Biasanya pasien
dengan pengaturan suhu tubuh ada disertai kenaikan suhu atau tidak disertai dengan
kenaikan suhu.
h) Rasa Aman
i) Rasa Nyaman
Kaji tingkat nyaman pasien, biasanya pasien dengan kanker serviks akan merasa
tidak nyaman karena terganggu akibat dari rasa nyeri.
k) Rekreasi
20
l) Bekerja
m) Belajar
n) Spiritual
Kaji apakah penyakit pasien mempengaruhi pola keyakinan dan nilai yang diyakini.
d. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Terdiri dari tingkat kesadaran pasien beserta GCS, Tanda-tanda Vital, Berat
Badan, Tinggi Badan dan Lingkar Lengan Atas Pasien untuk mengetahui status
gizi pasien.
Pemeriksaan head to toe
Kepala
Kebersihan rambut, Nyeri tekan, Apakah ada kerontokan pada rambut karena
pada kasus mioma uteri yang disertai dengan nutrisi bisa menyebabkan rambut
menjadi rontok.
Mata
Mulut
21
Kebersihan mulut, apakah ada stomatitis atau tidak, karena mioma uteri yang
disertai dengan kurangnya vitamin C menyebabkan timbulnya stomatitis
Gigi
Keadaan gusi apakah ada caries atau tidak, gingivitis karena pada kasus
mioma uteri dengan kurangnya nutrisi bisa menyebabkan gingivitis
Leher
Jantung
Apakah sering terasa sakit dan berdebar-debar pada kaus mioma uteri biasanya
menyebabkan takikardi sehingga jantung berdebar
Abdomen
Bagaimana keadaan perut, tegang atau lemas, ada nyeri tekan atau tidak,
teraba massa di perut bagian bawah atau tidak, karena pada kasus mioma uteri
biasanya ada nyeri tekan dan teraba massa bagian bawah
Genetalia
Ekstermitas
22
Pemeriksaan abdomen
- Uterus yang membesar dapat dipalpasi pada abdomen
- Teraba benjolan tidak teratur, tetap dan lunak
- Ada nyeri lepas yang disebabkan oleh perdarahan intraperitoneal
Pemeriksaan pelvis
- Adanya dilatasi serviks
- Uterus cenderung membesar, tidak beraturan dan berbentuk nodul
10. Diagnosa
a. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan syaraf akibat pembesaran uterus
b. Resiko syok berhubungan dengan perdarahan
c. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun tubuh sekunder akibat gangguan
hematologis (perdarahan)
d. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan
neoplasma pada organ sekitarnya.
e. Konstipasi berhubungan dengan penekanan pada rectum (prolaps rectum)
f. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status peran, ancaman pada status
kesehatan, konsep diri (kurangnya sumber informasi terkait penyakit)
g. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan dan perubahan
perkembangan penyakit
23
11. Intervensi
No Rencana Keperawatan
Diagnosa
Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi NIC
1 Nyeri akut berhubungan NOC : Kontrol Nyeri NIC
dengan penekanan Setelah dilakukan pemberian asuhan Manajemen Nyeri
syaraf akibat keperawatan selama …..x 24 jam, diharapkan 1. Kaji secara komphrehensif tentang nyeri,
pembesaran uterus respon nyeri pasien dapat terkontrol dengan
meliputi: lokasi, karakteristik, durasi,
kriteria hasil sebagai berikut :
1. Klien mampu mengenal faktor-faktor frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya nyeri,
penyebab nyeri, beratnya ringannya nyeri, dan faktor-faktor pencetus
durasi nyeri, frekuensi dan letak bagian 2. Observasi isyarat-isyarat verbal dan non
tubuh yang nyeri verbal dari ketidaknyamanan, meliputi
2. Klien mampu melakukan tindakan ekspresi wajah, pola tidur, nasfu makan,
pertolongan non-analgetik, seperti napas aktitas dan hubungan sosial.
dalam, relaksasi dan distraksi 3. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai
3. Klien melaporkan gejala-gejala kepada tim dengan anjuran. Pemberian analgetik harus
kesehatan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
4. Klien mampu mengontrol nyeri
5. Ekspresi wajah klien rileks prinsip pemberian obat 6 benar (benar nama,
6. Klien melaporkan adanya penurunan tingkat benar obat, benar dosis, benar cara, benar
nyeri dalam rentang sedang (skala nyeri: 4 waktu pemberian, dan benar dokumentasi)
sampai 6) hingga nyeri ringan (skala nyeri : 1 4. Gunakan komunikiasi terapeutik agar pasien
sampai 3) dapat mengekspresikan nyeri
7. Klien melaporkan dapat beristirahan dengan 5. Kaji pengalaman masa lalu individu tentang
nyaman nyeri
8. Nadi klien dalam batas normal (80- 6. Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan
100x/menit) mengontrol nyeri yang telah digunakan
9. Tekanan darah klien dalam batas normal 7. Berikan dukungan terhadap pasien dan
(120/80 mmHG)
keluarga
10. Frekuensi pernafasan klien dalam batas
8. Berikan informasi tentang nyeri, seperti:
normal (12 – 20 x/menit)
24
penyebab, berapa lama terjadi, dan tindakan
pencegahan
9. Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi
(seperti: relaksasi, guided imagery, terapi
musik, dan distraksi)
10. Modifikasi tindakan mengontrol nyeri
berdasarkan respon pasien
11. Anjurkan klien untuk meningkatkan
tidur/istirahat
12. Anjurkan klien untuk melaporkan kepada
tenaga kesehatan jika tindakan tidak berhasil
atau terjadi keluhan lain
2 Resiko syok hipovolemi NOC: Pencegahan Syok
berhubungan dengan Syok Prevention 1. Monitor adanya respon konpensasi terhadap
perdarahan Setelah dilakukan pemberian asuhan syok (misalnya, tekanan darah normal, tekanan
keperawatan selama …..x 24 jam, diharapkan nadi melemah, perlambatan pengisian kapiler,
risiko syok hipovolemik tidak terjadi dengan pucat/ dingin pada kulit atau kulit kemerahan,
kriteria hasil sebagai berikut: takipnea ringan, mual dan munta, peningkatan
1. Tanda vital dalam batas normal. rasa haus, dan kelemahan)
2. Tugor kulit baik. 2. Monitor adanya tanda-tanda respon sindroma
3. Tidak ada sianosis. inflamasi sistemik (misalnya, peningkatan suhu,
4. Suhu kulit hangat. takikardi, takipnea, hipokarbia, leukositosis,
5. Tidak ada diaporesis. leukopenia)
6. Membran mukosa kemerahan. 3. Monitor terhadap adanya tanda awal reaksi alergi
7. Kadar Hemoglobin dalam rentang normal (misalnya, rinitis, mengi, stridor, dipnea, gatal-
(11-15 g/dL) gatal disertai kemerahan, gangguan saluran
pencernaan, nyeri abdomen, cemas dan gelisah)
4. Monitor terhadap adanya tanda ketidak
adekuatan perfusi oksigen kejaringan (misalnya,
peningkatan stimulus, peningkatan kecemasan,
perubahan status mental, egitasi, oliguria dan
25
akral teraba dingin dan warna kulit tidak merata)
5. Monitor suhu dan status respirasi
6. Periksa urin terhadap adanya darah dan protein
sesuai kebutuhan
7. Monitor terhadap tanda/gejala asites dan nyeri
abdomen atau punggung.
8. Lakukan skin-test untuk mengetahui agen yang
menyebabkan anaphiylaxis atau reaksi alergi
sesuai kebutuhan
9. Berikan saran kepada pasien yang beresiko untuk
memakai atau membawa tanda informasi kondisi
medis
10. Anjurkan pasien dan keluarga mengenai tanda
dan gejala syok yang mengancam jiwa
11. Anjurkan pasien dan keluarga mengenai
langkah-langkah timbulnya gejala syok
Pencegahan Perdarahan
1. Monitor dengan ketat risiko terjadinya
perdarahan pada pasien
2. Catat nilai hemoglobin dan hematokrit sebelum
dan sesudah pasien kehilangan darah
3. Monitor komponen koagulasi darah (termasuk
protombin time (pt), partial thromboplastin
time(ptt), fibrinogen, degredasi fibrin, dan
trombosit
4. Anjurkan pasien dan keluarga untuk memonitor
tanda-tanda perdarahan dan segera melaporkan
kepada tenaga kesehatan jika terjadi perdarahan
26
sekunder akibat Risk control. lain.
gangguan hematologis Kriteria Hasil : 2. Pertahankan teknik isolasi.
(perdarahan) - Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi. 3. Batasi pengunjung bila perlu.
- Mendeskripsikan proses penularan penyakit, 4. Intruksikan pada pengunjung untuk mencuci
faktor yang mempengaruhi penularan serta tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
penatalaksanaannya. meninggalkan pasien.
- Menujukkan kemampuan untuk mencegah 5. Gunakan sabun anti mikroba untuk cuci tangan.
6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
timbulnya infeksi.
- Jumlah leukosit dalam batas normal. tindakan keperawatan.
- Menujukkan perilaku hidup sehat. 7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai pelindung.
8. Pertahankan lingkungan aseptic selama
pemasangan alat.
9. Ganti letak IV perifer dan line central da
dressing sesuai dengan petunjuk umum.
10. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan
infeksi kandung kemih.
11. Tingkatkan intake nutrisi.
12. Berikan terapi obat bila perlu.
27
9. Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase.
10. Inspeksi kondisi luka/insisi bedah.
11. Dorong masukan cairan.
12. Dorong istirahat.
13. Instruksikan pasien untuk meminum antibiotic
sesuai dengan resep.
14. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi.
15. Ajarkan cara menghndari infeksi.
16. Laporkan kecurigaan infeksi.
17. Laporkan kultur positif.
4 Gangguan eliminasi NOC Manajemen eliminasi perkemihan:
urine berhubungan Urinanry elimination 1. Monitor eliminasi urin termasuk frekuensi,
dengan penekanan oleh Urinary conntinuence konsistensi, bau, volume dan warna urin sesuai
massa jaringan Kriteria hasil: kebutuhan.
neoplasma pada organ Kandung kemih kosong secara penuh 2. Monitor tanda dan gejala retensio urin.
sekitarnya Tidak ada residu urine ≥100-200cc 3. Ajarkan pasien tanda dan gejala infeksi saluran
Intake cairan dalam rentang normal kemih.
Bebas dari ISK 4. Anjurkan pasien atau keluarga untuk melaporkan
Tidak ada spasme bladder urin output sesuai kebutuhan.
Balance cairan seimbang 5. Anjurkan pasien untuk banyak minum saat
makan dan waktu pagi hari.
Warna urine normal
6. Bantu pasien dalam mengembangkan rutinitas
toileting sesuai kebutuhan.
7. Anjurkan pasien untuk memonitor tanda dan
gejalah infeksi saluran kemih.
Kateterisasi Urin
1. Jelaskan prosedur dan alasan dilakukan
kateterisasi urin.
2. Pasang kateter sesuai kebutuhan.
3. Pertahankan teknik aseptik yang ketat.
28
4. Posisikan pasien dengan tepat (misalnya,
perempuan terlentang dengan kedua kaki
diregangkan atau fleksi pada bagian panggul dan
lutut).
5. Pastikan bahwa kateter yang dimasukan cukup
jauh kedalam kandung kemih untuk mencegah
trauma pada jaringan uretra dengan inflasi balon
6. Isi balon kateter untuk menetapkan kateter,
berdasarkan usia dan ukuran tubuh sesuai
rekomendasi pabrik (misalnya, dewasa 10 cc,
anak 5 cc)
7. Amankan kateter pada kulit dengan plester yang
sesuai.
8. Monitor intake dan output.
9. Dokumentasikan perawatan termasuk ukuran
kateter, jenis, dan pengisian bola kateter
5 Konstipasi berhubungan NOC Manajemen saluran cerna
dengan penekanan pada Bowel Elimination 1. Monitor bising usus
rectum (prolaps rectum) Setelah dilakukan asuhan keperawatan kepada 2. Lapor peningkatan frekuensi dan bising usus
pasien selama ….x 24 jam, diharapkan bernada tinggi
konstipasi dapat teratasi, dengan kriteria hasil: 3. Lapor berkurangnya bising usus
1. Pasien kembali ke pola dan normal dari 4. Monitor adanya tanda dan gejala diare,
konstipasi dan impaksi
fungsi bowel
5. Catat masalah BAB yang sudah ada
2. Terjadi perubahan pola hidup untuk
sebelumnya, BAB rutin, dan penggunaan
menurunkan factor penyebab konstipasi laksatif
3. Mempertahankan bentuk feses lunak 1-3 hari 6. Masukan supositorial rektal, sesuai dengan
4. Tekanan darah dalam batas normal kebutuhan
7. Intruksikan pasien mengenai makanan tinggi
serat, dengan cara yang tepat
8. Evaluasi profil medikasi terkait dengan efek
samping gastrointestinal
29
Manajemen konstipasi/inpaksi
1. Monitor tanda dan gejala konstipasi
2. Monitor tanda dan gejala impaksi
3. Monitor bising usus
4. Jelaskan penyebab dari masalah dan
rasionalisasi tindakan pada pasien
5. Dukung peningkatan asupan cairan, jika
tidak ada kontraindikasi
6. Evaluasi pengobatan yang memiliki efek
samping pada gastrointestinal
7. Intruksikan pada pasien dan atau keluarga
untuk mencatat warna, volume, frekuensi
dan konsistensi dari feses
8. Berikan diet atau instruksikan kepada pasien
agar memakan makanan yang mengandung
tinggi serat
9. Evaluasi catatan asupan untuk apa saja
nutrisi yang telah dikonsumsi
10. Berikan petunjuk kepada pasien untuk dapat
berkonsultasi dengan dokter jika konstipasi
atau impaksi masih tetap terjadi
11. Informasikan kepada pasien mengenai
prosedur untuk mengeluarkan feses secara
manual jika di perlukan
12. Konsultasikan dengan dokter tentang
pemberian laksatif, enema dan
pengobatan
30
ansietas dapat teratasi dengan kriteria hasil yang akan dirasakan yang mungkin akan
sebagai berikut: dialami pasien selama prosedur
1. Tidak ada perasaan gelisah 3. Berikan aktivitas pengganti untuk
2. Tidak terjadi peningkatan tekanan darah, mengurangi kecemasan
frekuensi nadi 4. Berikan dukungan kepada keluarga
3. Rasa cemas berkurang yang disampaikan 5. Anjurkan keluarga untuk mendampingi klien
secara lisan
4. Tidak kesulitan dalam mengenal nama
penyakit, proses penyakit, faktor
penyebab atau faktor pencetus, tanda dan
gejala, cara meminimalkan
perkembangan penyakit, komplikasi
penyakit dan cara mencegah komplikasi
7 Gangguan citra tubuh Setelah diberikan asuhan keperawatan selama NIC
berhubungan dengan …x… jam diharapkan : Peningkatan Citra Tubuh
pembedahan dan NOC Dukungan Emosional
perubahan Citra tubuh - Bantu paien mendiskusikan perubahan-perubahan
perkembangan penyakit Kriteria Hasil : yang disebabkan oleh penyakit atau pembedahan
dengan cara yang tepat
- Pasien mampu menyesuaikan diri terhadap
- Identifikasi strategi penggunaan koping oleh orang
perubahan tampilan fisik tua dalam berespon terhadap perubahan penampilan
- Pasien mampu menyesuaikan diri terhadap anak
perubahan fungsi tubuh - Instruksikan anak-anak mengenai fungsi dari
- Pasien mampu menyesuaikan diri terhadap berbagai bagian tubuh dengan cara yang tepat
perubahan status kesehatan - Diskusikan dengan pasien mengenai pengalaman
emosinya
- Buat pernyataan mendukung dan berempati
- Dorong pasien untuk mengekspresikan perasaannya
(cemas, marah, sedih)
- Rujuk untuk konseling, sesuai kebutuhan
31
kebutuhan tubuh nutrisi pasien terpenuhi. 1. Kaji adanya alergi makanan
NOC : 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
Nutritional status : jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
Nutritional stats : Food and fluid intake pasien.
Nutritional status : nutrien intake 3. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
Weight control 4. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
Kriteria hasil :
1. Adanya peningkatan berat badan. Nutrition Monitoring
2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi 1. BB pasien dalam batas normal
badan. 2. Monitor adanya penurunan berat badan
3. Tidak ada tanda malnutrisi. 3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
4. Menunjukkan peningkatan fungsi dilakukan
pengecapandan menelan. 4. Monitor interaksi anak atau orangtua dan
5. Tidak terjadi penurunan berat badan yang lingkungan selama makan.
berarti. 5. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
selama jam makan
6. Monitor kulit kering, turgor kulit dan perubahan
pigmentasi
7. Monitor mual dan muntah
8. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan
kadar Ht
9. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
10. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva
11. Monitor kalori dan intake nuntrisi
32
BAB III
KASUS
I. Pengkajian
A. Identitas Pasien Penanggung Jawab
Nama : SR : SW
Umur : 56 Tahun : 60 Tahun
Pendidikan : SMP : SMP
Pekerjaan : Petani : Petani
Status perkawinan : Menikah : Menikah
Agama : Hindu : Hindu
Suku : Bali : Bali
Alamat : Ds. Sidemen , Karangasem : Karangasem
No CM : 14021823
Tanggal Pengkajian : 8 Mei 2014 Pukul 10.00 WITA
Sumber Informasi : Pasien, Rekam Medik dan Keluarga pasien
B. Alasan MRS
Pasien mengeluh nyeri perut bawah hilang timbul sejak 1 bulan yang lalu dan
sudah pernah dirawat di RS sebelumnya
33
Suami pasien mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang memiliki
penyakit turunan seperti hipertensi, DM, asam urat dan lain-lain. Klien juga
mengatakan tidak ada anggota keluarga klien yang menderita penyakit seperti
yang ia derita saat ini.
1) Riwayat Menstruasi
34
4) Riwayat Keluarga Berencana
b) Lama : 5 tahun
c) Masalah :-
d) Rencana KB :-
1) Bernafas
2) Nutrisi (makan/minum)
3) Eliminasi
4) Gerak badan
Saat pengkajian suami pasien mengatakan sebelum MRS biasa melakukan
aktivitas, namun setelah MRS pasien tidak bisa melakukan aktivitas
sendiri diabntu oleh keluarganya
5) Istirahat tidur
35
Saat pengkajian suami pasien mengatakan tidak mengalami masalah dalam
istirahat tidurnya, Pasien tidur siang selama 2 – 3 jam / hari dan tidur
malam 6 – 7 jam / hari.
6) Berpakaian
Saat pengkajian pasien tampak tidak menggunakan baju dan hanya
menggunakan selimut
7) Rasa nyaman
Saat pengkajian suami pasien mengatakan pasien merasa tidak nyaman
akibat nyeri pada daerah simfisis yang terasa tertusuk-tusuk, nyeri hilang
timbul, nyeri meningkat saat bergerak. Skala nyeri 6 (0-10). Pasien
mengataka biasanya untuk mengurangi rasa nyerinya ia melakukan
kompres hangat pada daerah perut dan diberikan obat
8) Kebersihan diri
Saat pengkajian suami pasien mengatakan sebelum MRS biasa mandi
2x/hari menggunakan sabun, cuci rambut 5 hari sekali menggunakan
shampoo. Pasien mengatakan dalam memenuhi kebutuhan kebersihan diri
ia dapat melakukan sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Namun setelah
MRS pasien hanya dilap di tempat tidur sebanyak 2x sehari
9) Rasa aman
Saat Pengkajian suami pasien mengatakan pasien takut dengan penyakit
yang dideritanya karena ia tidak mengetahui apapun mengenai sakitnya
sehingg pasien merasa cemas.
10) Pola komunikasi
Saat pengakajian suami pasien mengatakan dalam kesehariannya ia
menggunakan bahasan Bali untuk berkomunikasi. Pasien hanya berbicara
sesekali ketika ditanya baik oleh perawat maupun dokter.
11) Ibadah
Saat pengkajian, keluarga pasien mengatakan bahwa ia beragama hindu.
Pasien mengatakan selalu berdoa kepada Tuhan agar penyakitnya segera
sembuh.
12) Produktivitas
Saat pengkajian pasien mengatakan seorang petani dan peternak, dalam
melakukan pekerjaannya ia tidak mengalami masalah. Namun pasien
36
mengatakan tidak bisa melakukan pekerjaan sebagai mana mestinya saat
pasien mulai sakit dan MRS
13) Rekreasi
Saat pengkajian suami pasien mengatakan sering berekreasi dirumah
dengan memonton TV bersama keluarga.
a) GCS : E2 M 3 V 4
b) Kesadaran : Somnolen
c) TD : 120/70mmH
d) N : 84x/menit
e) RR : 20x/menit
f) Suhu : 36,5⁰C
g) BB : 45 kg
h) TB : 155 cm
i) LILA : 22 cm
2) Head to toe
a) Kepala Wajah
37
simetris. Pada daerah telinga pasien tidak tampak tanda peradangan
dan cairan, adanya serumen dalam batas normal. Ekspresi wajah pasien
tampak lemah dan kulit wajah tidak sianosi, mukosa bibir kering
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan dan edema
b) Leher
c) Dada
d) Mamae
e) Abdomen
f) Genetalia
38
Inspeksi : Kebersihan cukup, tidak terdapat lesi, tidak terdapat
pengeluaran seperti darah, lendir, dan nanah.
VT : Fluksus (-), Flour (-), Per (-) licin
h) Ekstermitas
Pemeriksaan Dalam
Inspekulo :tidak dilakukan
Vagina toucher : Vulvovagina tidak ada kelainan, liang vagina tak ada
kelainan, pada sarung tangan terdapat darah +, lendir -
J. Data Penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium
1. Hematologi
39
MCH 27,4 26-34 pg
RDW-SD 40,5 42,0-53,6 fl
13,2 11,5-14,5 %
RDW-CV 3
273 150-440 10 / μL
Trombosit
11,7 9,6-15,2 fl
PDW
10,1 9,2-12,1 fl
MPV
8,99 3,6-11,0 3
10 / μL
Leukosit
28,8 <27 u/L
SGOT
9,8 <34 u/L
SGPT
2,3 3,6-4,8 g/dl
Albumin
10,9 <140 mg/dl
Glukosa Acak
45 6-20 mg/dl
BUN
1,06 0,5-0,9 mg/dl
Kreatinin
1,55 136-145 mmol/liter
Natrium
2,68 3,5-5,1 mmol/liter
Kalium
14,6 50,00-170,00 μ g/dL
Serum Iron (SI)
81 261-478 μ g/dL
TIBC
b) Pemeriksaan Radiologi
1. USG
Uterus anteflexi
2. USG Thyroid
3. Thorax Foto
K. Diagnosa Medis
40
L. Pengobatan
II. DIAGNOSA
A. Analisa Data
41
3 DS: Terjadi penekanan Konstipasi
Suami pasien mengatakan
Rectum
sudah 7 hari tidak BAB
Obstipasi
DO: Rectum
Konstipasi
Perut pasien tampak Konstipasi
kembung dan ketika
dipalpasi teraba padat
4 DS : Mioma Uteri Ansietas
Suami pasien mengatakan
Perdarahan dan
kurang mengerti tentang
pembesaran uteri
penyakit yang ia derita.
suami pasien mengatakan Kurang pengetahuan
pasien takut dengan
Ansietas
penyakit yang dideritanya
karena ia tidak mengetahui
apapun mengenai sakitnya
sehingga pasien merasa
cemas
DO :
pasien tampak gelisah
Suami pasien nampak
kebingungan dan terus
bertanya tentang
penyakitnya.
42
B. Diagnose Keperawatan Berdasarkan Prioritas :
43
44
III. RENCANA KEPERAWATAN/ INTERVENSI
45
dokumentasi)
2 8-5-2014 Gangguan eliminasi Setelah diberikan asuhan 1. Memberikan kompres dingin 1. Dapat menstimulasi reflek bladder
Pukul urine berhubungan keperawatan selama 1x 24 pada abdomen agar menstimulasi sehingga meningkatkan keinginan
10.00 Wita dengan penekanan oleh jam diharapkan masalah reflex bladder berkemih
massa jaringan
perkemihan pasien dapat
neoplasma pada organ
sekitarnya ditandai teratasi dengan kriteria 2. Anjurkan pasien untuk banyak 2. Dapat meningkatkan produksi
hasil: minum saat makan dan waktu urine
dengan suami pasien
mengatakan bahwa 1. Pasien mampu pagi hari
pasien hanya ganti memprekdisikan pola
pampers sebanyak 2x eliminasi urin
sehari , kencing keluar 2. Pasien 3. Monitore intake dan output
mampu
sedikitdan pasien baru 3. Mengetahui sesuaii atau tidak cairan
memulai dan
minum 100cc, pasien yang masuk dan keluar
memghentikan aliran
tampak pucat, mukosa
bibir kering urin
3. Tidak adanya tanda-
tanda infeksi
3 8-5-2014 Konstipasi Setelah diberikan asuhan 1. Monitor tanda dan gejala 1. Mengetahui apakah pasien
Pukul berhubungan dengan keperawatan selama 1x 24 konstipasi masih mengalami konstipasi atau
10.00 Wita penekanan pada rectum jam diharapkan masalah tidak
ditandai dengan suami konstipasi pasien dapat 2. Intruksikan pada pasien dan atau 2. Mengetahui keadaan hasil
pasien mengatakan teratasi dengan kriteria keluarga untuk mencatat warna, saluran cerna pasien
sudah 7 hari pasien hasil: volume, frekuensi dan konsistensi
tidak BAB, perut 1. Mempertahankan dari feses
pasien tampak bentuk lunak setiap 1-
3. Konsultasikan dengan dokter
kembung dan ketika 3 hari
tentang pemberian laksatif,
dipalpasi teraba padat 2. Terjadi perubahan
enema dan pengobatan
pola hidup untuk
menurunkan factor
46
penyebab konstipasi 3. Mengetahui pengobatan yang
tepat yang bisa dilakukan untuk
menangani konstipasi
48
IV. IMPLEMENTASI
49
Pukul 10.09 1,2,3
Mengajarkan pasien untuk
Wita
melakukan nafas dalam untuk
dan mengatur irama nafas
Keluarga dan pasien mengerti
tentang teknik yang diajarkan
Menanjurkan keluarga untuk
Pasien kooperatif, obat masuk
melakukan kegiatan seperti
semua dan tidak ada reaksi
menonton tv/video,
alergi terhadap obat
1,2,3 bercerita/bercakap-cakap
Pukul 11.00
dengan pasien untuk Pasien kooperatif dan minum
Wita
mengurangi cemas 50cc air putih
1 S : 37°C
Dilegasi pemberian obat:
N : 88x/mnt
Ceftriaxone 2 gr TD : 120/80 mmHg
Cifoproxacine 400 mg RR : 20x/mnt
1,2,3,
Pukul 13.30 Keluarga pasien mengatakan
4
Wita Menganjurkan pasien untuk pasien sudah minum 200 cc dan
banyak minum infusnya sudah habis ½ botol
dari tadi pagi (250 cc)
1,3 Menganjurkan pasien untuk
Keluarga pasien kooperatif
makan makanan yang berserat
seperti buah dan sayur
50
1,2,3 Teman bersedia menerima
operan
Pukul 21.00 Menganjurkan untuk
Wita mengkompres perut pasien
1,2,3
S : 36,8°C
dengan air hangat
N : 88x/mnt
Pukul 23.00 TD : 130/90mmHg
Mengobervasi KU pasien
RR : 18x/mnt
Wita
Pasien kooperatif, obat masuk
semua dan tidak muncul tanda
Menganjurkan pasien untuk
alergi terhadap obat
minum dan member kompres
S : 37,5°C
hangat
N : 88x/mnt
TD : 120/80mmHg
RR : 20x/mnt
Operan Pasien dengan teman
Pasien kooperatif, obat masuk
semua dan tidak muncul tanda
alergi terhadap obat
Observasi TTV pasien
Observasi TTV
51
Wita Dilegasi pemberian obat Pasien kooperatif, obat masuk
Ceftriaxone 2 gr semua dan tidak muncul tanda
1,2,3 Cifoproxacine 400 mg alergi terhadap obat
Pukul 11.00 Parasetamol 500 mg
Wita
Observasi TTV pasien
S: 38°C
1,2,3
N: 98x/mnt
Pukul 13.30
TD: 120/80 mmHg
Wita 1,2,3
RR: 24x/mnt
Pukul 14.00
Wita Melakukan operan pasien
Menerima operan pasien
dengan teman
52
4 alergi terhadap obat
Observasi TTV pasien
Pukul 20.00
Wita S: 39⁰C
N: 96x/menit,
TD: 130/80mmHg
Observasi TTV pasien RR: 22x/menit
S: 39,5⁰C
N: 96x/menit,
TD: 120/80mmHg
Menganjurkan pasien pasien RR: 22x/menit
diberikan kompres hangat
disetiap lipatan seperti ketiak, Anak pasien langsung
paha dan juga dahi memebrikan kompres hangat
Observasi KU pasien
V. EVALUASI
53
Wita pasien tampak lemah
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi 1-2
3 Jumat, 9 Mei 3 S : Suami pasien mengatakan kalau pasien masih
2014 belum bisa BAB
Pukul 20.00 O : Perut tampak kembung dan teraba keras
A : Masalah belum teratasi
Wita
P : Lanjutkan intervensi 1-4
4 Jumat, 9 Mei 4 S : suami pasien mengatakan sudah mengerti
2014 tentang penyakit mioma uteri, keluarga
Pukul 20.00
mengatakan pasrah dengan apa yang sedang
Wita
terjadi, pasien mengatakan tidak merasa
gelisah dan cemas seperti sebelumnya
O : suami pasien nampak tenang, tidak
kebingungan dan bertanya tentang
penyakitnya lagi. TD :120/70mmHg, N:
96x/menit, RR: 22x/menit, Suhu : 39⁰C
A : Masalah teratasi
P : Berikan dukungan pada keluarga dan pasien
54
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Mioma uteri adalah suatu tumor jinak berbatas tegas tidak berkapsul yang berasal
dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut fibromioma uteri, leiomioma
uteri atau uterine fibroid. Tumor jinak ini merupakan neoplasma jinak yang sering
ditemukan pada traktus genitalia wanita, terutama wanita sesudah produktif (menopouse).
Mioma uteri jarang ditemukan pada wanita usia produktif tetapi kerusakan reproduksi
dapat berdampak karena mioma uteri pada usia produktif berupa infertilitas, abortus
spontan, persalinan prematur dan malpresentasi. (Aspiani, 2017).
4.2 Saran
55
DAFTAR PUSTAKA
Aspiani, R.Y. (2017). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Trans Info Media
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013). Nursing
Interventions Classification (NIC). (I. Nurjannah & R. D. Tummanggor, Eds.) (Edisi 6).
Indonesia: Elservier Inc
Djuwantono T. 2004. Terapi GnRH Agonis Sebelum Histerektomi atau Miomektomi. Vol III
NO. 12. Juli 2004. Jakarta : Farmacia.
Joedosapoetro MS. 2003. Ilmu Kandungan. Wiknjosastro H, Saifudin AB, Rachimhadi T.
Editor. Edisi Ke-2. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
56