TINJAUAN PUSTAKA
FRAKTUR PANFACIAL
A. Definisi
Fraktur panfacial adalah patah tulang yang melibatkan wajah bagian
atas, tengah, dan bagian bawah. Cedera tersebut umumnya terkait dengan
cedera multisistem atau politrauma, sehingga pengobatan sering
membutuhkan pendekatan tim. Setelah pasien stabil, dokter bedah
maksilofasial berperan memulihkan bentuk dan fungsi dari wajah pasien
( rdem et al., !"#"$.
%. tiologi
Fraktur panfacial dapat disebabkan oleh berbagai cedera traumatis pada
wajah. &enyebab paling umum dari fraktur panfacial adalah penyerangan
(' )$, kecelakaan lalu lintas ('!)$, jatuh (#*)$, olahraga (##)$, pekerjaan
(')$, dan luka tembak (!)$. +abrakan kendaraan bermotor dan luka
tembak ditemukan menjadi prediktor signifikan dari patah tulang panfacial
( all, et al., !"#-$.
C. Anatomi
Struktur muskuloskeletal wajah sangat rumit. ajah dibentuk oleh
sistema tulang yang kompleks dan jaringan ikat yang memberi bentuk wajah.
Sistem saraf pusat terletak sangat dekat dengan wajah. &ada kenyataannya,
bagian posterior/permukaan internal wajah membentuk bagian anterior dari
kubah kranial, dimana otak berada. 0al ini sangat penting diperhatikan ketika
menilai cedera wajah (1ris et al., !""2$.
ajah memiliki suplai darah yang relatif besar dengan sistem arteri dan
3ena yang luas. Sebagian besar pasokan arteri ke wajah berasal dari arteri
fasialis dan termporalis eksternal. 1ecuali arteri ophthalmic, yang berasal dari
arteri karotis internal intrakranial dan kemudian masuk melalui kanal
optik untuk mem3askularisasi bagian4bagian wajah. 0al ini membuat
pembuluh darah wajah yang sangat kompleks 4 pada kenyataannya, cukup
unik untuk wajah, banyak pembuluh wajah menyeberangi garis tengah untuk
membentuk anastomosis dengan pembuluh darah yang berasal di sisi
kontralateral. 1arena fenomena ini, cedera yang membahayakan keutuhan
pembuluh darah wajah (terutama arteri$ dapat
menyebabkan perdarahan dalam.
engendalikan perdarahan ini dapat sedikit bermasalah karena tidak ada
tekanan tunggal. isalnya, menerapkan tekanan langsung pada laserasi
besar dapat menghentikan pendarahan pada satu sisi laserasi, tetapi karena
adanya anastomosis, hal ini hanya dapat meningkatkan perdarahan pada sisi
lain dari
luka (1ris et al., !""2$.
&ersarafan wajah juga kompleks. &ada dasarnya, semua persarafan dari
wajah melalui saraf kranial. Saraf wajah (saraf kranial 566$ berfungsi pada
sebagian besar fungsi motorik wajah. Saraf ini berasal dari batang otak dan
keluar melalui tulang temporal tengkorak sebelum bercabang ke wajah,
sehingga cedera saraf ini dapat menyebabkan kelumpuhan wajah (1ris et al.,
!""2$.
Sensorik wajah dipersarafi hampir seluruhnya melalui tiga cabang
saraf trigeminal (saraf kranial 5$. Saraf ini juga berasal dari batang otak,
tapi langsung bercabang menjadi tiga segmen sebelum berjalan melalui
tengkorak. 7etak cedera terjadi dan cabang saraf trigeminal yang
dipengaruhi akan menentukan di mana parestesia yang terjadi (1ris et al.,
!""2$.
D. &atofisiologi
Sangat penting untuk membedakan cedera yang membutuhkan tindakan
operasi segera dari cedera4cedera yang dapat ditunda operasinya. 8perasi
darurat diindikasikan lebih untuk menstabilkan kondisi pasien daripada untuk
pengobatan definitif. 1adang4kadang, operasi langsung bisa menjadi prosedur
definitif. &engobatan awal segera pada pasien dengan cedera maksilofasial
ditujukan pada pasien4pasien yang menunjukkan gejala9
- Airway compromize9 :;, , <, *, 2= Airway compromize umum terjadi pada
orang dengan cedera maksilofasial berat dan mungkin memerlukan operasi
segera untuk mengurangi tulang wajah yang patah menghalangi jalan
napas. Sebuah saluran napas artifisial mungkin diperlukan untuk
memfasilitasi prosedur bedah kemudian
- &erdarahan berat9 perdarahan berat dari segmen patah tulang juga mungkin
memerlukan pembedahan segera untuk meligasi pembuluh darah
besar atau untuk mengurangi segmen dan dengan demikian
mengendalikan
perdarahan
- 7uka terbuka lebar9 debridement dan menutup luka terbuka yang luas
secara berlapis. 7uka yang akan digunakan kemudian sebagai akses untuk
memperbaiki patah tulang bisa ditutup dengan penutup sementara.
- &rosedur bedah kebetulan sedang dilakukan9 1adang4kadang, pasien
dengan cedera multipel menjalani operasi segera dengan tujuan lain
untuk mengobati cedera yang terjadi bersamaan. elakukan
pemeriksaan lengkap, debridement, dan menstabilkan cedera
maksilofasial, serta mengambil foto gigi saat pasien dibius dapat
memberikan keuntungan. Foto diambil untuk model studi dan dapat
digunakan untuk membuat splint
bedah untuk digunakan dalam operasi definitif (%eogo et al., !"#'$.
. 1lasifikasi
#. +ipe fraktur
a. Fraktur simpel
erupakan fraktur sederhana, linear yang tertutup misalnya pada
lunak
%iasanya pada fraktur korpus mandibula yang mendukung gigi dan
F. 7okasi
Fraktur panfacial dapat terjadi pada berbagai tempat (Bada3 et al.,
!"#!$, yaitu antara lain9
#. Fraktur tulang hidung
&ada trauma muka paling sering terjadi fraktur hidung. Diagnosis
fraktur hidung dapat dilakukan dengan inspeksi, palpasi dan pemeriksaan
hidung bagian dalam dilakukan dengan rinoskopi anterior, biasanya
ditandai oleh adanya pembengkakan mukosa hidung, terdapatnya bekuan
dan kemungkinan adanya robekan pada mukosa septum, hematoma
septum, dislokasi atau de3iasi pada septum.
Arah gaya cedera pada hidung menentukan pola fraktur. %ila
arahnya dari depan akan menyebabkan fraktur sederhana pada tulang
hidung yang kemudian dapat menyebabkan tulang hidung menjadi
datar secara keseluruhan. %ila arahnya dari lateral dapat menekan hanya
salah satu tulang hidung namun dengan kekuatan yang cukup, kedua
tulang dapat berpindah tempat. aya lateral dapat menyebabkan
perpindahan septum yang parah. Sedangkan gaya dari bawah yang
diarahkan ke atas dapat menyebabkan fraktur septum parah dan
dislokasi tulang rawan
berbentuk segi empat.
ambaran klinis yang biasa ditemukan pada pasien dengan riwayat
trauma pada hidung atau wajah, antara lain9
- piktasis
- &erubahan bentuk hidung
- 8bstruksi jalan nafas
- kimosis infraorbital
&emeriksaan penunjang berupa foto os nasal, foto sinusparanasal
posisi ater dan juga bila perlu dapat dilakukan pemeriksaan C+ scan
untuk melihat fraktur hidung atau kemungkinan fraktur penyerta lainnya.
Fraktur nasal dapat diklasifikasikan menjadi9
a. Fraktur hidung sederhana, merupakan fraktur pada tulang hidung saja
sehingga dapat dilakukan reposisi fraktur tersebut dalam analgesi lokal.
Akan tetapi pada anak4anak atau orang dewasa yang tidak
kooperatif tindakan penanggulangan memerlukan anestesi umum.
b. Fraktur tulang hidung terbuka, menyebabkan perubahan tempat dari
tulang hidung tersebut yang juga disertai laserasi pada kulit atau
mukoperiosteum rongga hidung. 1erusakan atau kelainan pada kulit
dari hidung diusahakan untuk diperbaiki atau direkonstruksi pada saat
tindakan.
c. Fraktur tulang nasoorbitoetmoid kompleks, jika nasal piramid
rusak karena tekanan atau pukulan dengan beban berat akan
menimbulkan fraktur yang hebat pada tulang hidung, lakrimal,
etmoid, maksila dan frontal. +ulang hidung bersambungan dengan
prosesus frontalis os maksila dan prosesua nasalis os frontal. %agian
dari nasal piramid yang terletak antara dua bola mata akan terdorong
ke belakang. +erjadilah fraktur nasoetmoid, fraktur nasomaksila dan
fraktur nasoorbita.
@ntuk memperbaiki patah pada tulang hidung tersebut, tindakan
yang dapat dilakukan ialah9
a. eduksi tertutup, yang dilakukan dengan analgesia lokal atau analgesia
lokal dengan sedasi ringan.
6ndikasi 9
4 Fraktur sederhana tulang hidung
4 Fraktur sederhana septum hidung
eduksi tertutup paling baik dilakukan #4! jam sesudah trauma karena
pada waktu tersebut edem yang terjadi mungkin sangat sedikit.
b. eduksi terbuka, dilakukan dengan sedasi yang kuat atau analgesi
umum.
6ndikasi 9
- Fraktur dislokasi ekstensif tulang dan septum hidung
- Fraktur septum terbuka
- Fraktur dislokasi septum kaudal
- &ersisten deformitas setelah reduksi tertutup
!. Fraktur >igoma
Fraktur tulang >igoma atau tulang malar selalu disebabkan oleh
kekerasan langsung. +ulang ini biasanya ke belakang atau ke medial
menuju antrum maksila sehingga berdampak disana. Fraktur sering berupa
communited fracture dan mungkin memiliki ekstensi sepanjang dasar dari
rongga orbita atau rima orbita.
+ulang >igoma ini dibentuk oleh bagian4bagian yang berasal dari
tulang temporal, tulang frontal, tulang sfenoid dan tulang maksia. %agian4
bagian dari tulang yang membentuk >igoma ini memberikan sebuah
penonjolam pada pipi di bawah mata sedikit ke arah lateral. Fraktur tulang
>igoma ini agak berbeda dengan fraktur tripod atau trimalar.
ejala dari fraktur >igoma antara lain adalah9
• &ipi menjadi lebih rata (jika dibandingkan dengan sisi kontralateral atau
sebelum trauma$
• Diplopia dan terbatasnya gerakan bola mata
• dem periorbita dan ekimosis
• &erdarahan subkonjungti3a
• noftalmus
• &tosis
Fiksasi dari segmen fraktur yang tidak stabil menjadi strutur yang
stabil adalah tujuan pengobatan bedah definitif pada fraktur maksila.
&rinsip ini tampak sederhana namun menjadi lebih kompleks pada pasien
dengan fraktur luas. Fiksasi yang dipakai pada fraktur maksila ini dapat
berupa9
a. Fiksasi inter maksilar menggunakan kawat baja untuk mengikat gigi.
b. Fiksasi inter maksilar menggunakan kombinasi dari reduksi terbuka dan
pemasangan kawat baja atau mini plate.
c. Fiksasi dengan pin.
&enanggulangan fraktur maksila sangat ditekankan agar rahang atas
dan rahang bawah dapat menutup. Dilakukan fiksasi inter
maksilar sehingga oklusi gigi menjadi sempurna.
Seperti cedera pada sistem organ lain, maka e3aluasi awal pada
trauma kepala dan leher memerlukan anamnesis dan pemeriksaan
fisik yang lengkap dan akurat. iwayat peristiwa trauma harus termasuk
saat cedera serta deskripsi rinci mengenai keadaan sekeliling pada saat
insiden terjadi. Detil seperti apakah pasien mengenakan sabuk
pengaman, kecepatan kendaraan, dapat memberi petunjuk cedera yang
harus dicari ( anganath et al., !"##$.
&emeriksaan fisik harus dilakukan sesegera mungkin oleh karena
pembengkakan akan menyamarkan deformitas tulang maupun tulang
rawan. 0al pertama yang harus diamati adalah status kesadaran pasien,
oleh karena adanya cedera otak merupakan prioritas pertama dalam
penatalaksanaan pasien setelah fungsi pernapasan dan
kardio3askular stabil. aringan lunak yang menutup kepala dan leher
perlu di inspeksi secara cermat dan menyeluruh guna mencari laserasi
termasuk bagian dalam telinga, hidung dan mulut. obilitas wajah perlu
perhatian khusus
karena ada tidaknya paralisis saraf ketujuh sangat penting artinya dalam
penatalaksanaan pasien berikutnya. Semua luka perlu dieksplorasi cukup
dalam untuk menentukan apakah ada cedera tulang atau tulang menjadi
terpapar atau apakah terdapat benda asing dalam luka (de elo et al.,
!"#'$.
&emeriksaan mempalpasi seluruh kepala dan leher mulai dari
puncak kepala dan bergerak kebawah, untuk mencari fraktur yang
tergeser atau struktur gerak yang abnormal. 6ntegritas sutura
fronto>igomatikus perlu diperhatikan, dimana biasanya mengalami
fraktur. &erhatian khusus diarahkan pada daerah frontal dimana fraktur
sinus dapat menimbulkan komplikasi intrakranial yang cukup
bermakna, seperti fistula cairan cerebrospinal, yang mana memerlukan
penanganan segera. Fraktur sinus frontalis biasanya ditandai dengan suatu
lekukan pada daerah tengah dahi.
+erkadang fragmen4fragmen fraktur dapat dipalpasi pada lapisan
epidermis, atau sedalam luka jaringan lunak. &ada palpasi hidung, perlu
diperhatikan adanya deformitas tulang atau gerakan abnormal, khususnya
septum. obilitas septum paling baik ditentukan dengan memegang
septum anterior dengan ibu jari dan jari tengah dan ditekan dari samping.
&ipi perlu dipalpasi apakah ada nyeri tekan yang biasanya menunjukan
fraktur >igoma. Seluruh mandibula seharusnya dipalpasi
untuk menentukan ada nyeri tekan yang mengesankan fraktur.
erakan mandibula yang abnormal ataupun fraktur tergeser dapat juag
diketahui dari palpasi. igi perlu diperiksa apakah ada gerakan
abnormal ataupun
peka nyeri oleh karena fraktur dan luksasi gigi memerlukan penanganan
segera. 7eher perlu dipalpasi untuk menentukan apakah ada udara bebas
yang memberi kesan ruptur percabangan trakeobronkhial, serta
untuk mencari krepitasi atau nyeri tekan di atas laring yang mengesankan
fraktur laring (de elo et al., !"#'$.
Cedera 3ertebra cer3ikalis, seperti cedera ataupun dislokasi dapat
disyaratkan oleh spasme otot tengkuk, namun hal itu tidak selalu terjadi.
Dianjurkan imobilisasi pada cedera berat adalah seolah4olah telah terjadi
suatu cedera 3ertebra ser3ikalis, sampai secara radiografi dan klinis dapat
dibuktikan bahwa 3ertebra ser3ikalis dalam keadaan normal ( usman et
al., !"#-$.
o &emeriksaan radiografi
*. ingkasan
S. Tclcch:mtllli
6. C iF 1hiJ1orrhu
1_ Aslm.etn wajah
J - 1_ Ront9M I·lmcrve-ns1 uJ:ik >ewJu
pada toojolan mafaf a Foto Waters tliperlul.lm r:a
ctan arttus. - Terf1ha1teardrop SJgrt yang berarti ba:nyak lfatJur }mg
zigonmtik Pipi ada hemrasr dari konteo orbltal lire ilu• mn1plr1mi
menjadl lablh rata sinus maksila at.au b
isa juga JX.'Igecran 31;111
dBflg.nn sisl menandakan adanya perd<!rahan mmli1m1 eKnll
konttatal ral.aiau di sinos makslla. mml1.lllJI.
sebelum trauma. - KeTUoakan pada inm Qit>'gomahc - Ji\;oi iml"\l• Jbl
2 Pa1pas1 zygomatic sulurs dan body of the .zygoma c.hprcrlul:m, k"b:!il.n)"
buttresslerdapat b Foto Submeota Ivertex c.lilal;ul.:.m rdui
Ctef\lltJS, bengkak lJnluk t11'31'91Watuasi tkoi!o ">L"hdum h.m l..t> lO
dan nyerilelmn gomatik. k:m·.oa wJQh 10 I J
3 KenJSC1kan saraf 2. CT sea n 3 dimruh' lunabn Lcirba1tul
infra orMa nyen CT M:1-1\ 11.1d p.Jhlll}.[JO • "i.1Illlll tJpun libroD: 1mmn p:ld1.
dao t\ypes hesla di ccrulllll 111C'rupal:u11:-<Jld ranJ1.mlp.uLI tulang .r)!,!Otni.
ptpi JYl I n tleo1111 klinm fmJ1.Vf 1.I ITi •, - Preopcraq :pemflm1
'1 Hernias!lemak uncuk nKrida:Jl'o1Lbn f)l.>l.t fr.alr.uu, dc:r.&Jlil 11.11tibit1IK d11JJ
Ofbital ko sinus prtg1.111, d.1n.1iwh•a•1 11n·'l1 h1011I. :1011lµtO . Kun "1
ma-ltsita alao rtri1..1l biwt ufi lmulu •iJu_•a
lerjcpitnya lnfer!Of \11w \hlabll>.an
rc.1.1.J s dan a1alJ ltcJuk I IUI
inferior oblique TcL-n1k kt11 1c dcmpn
dlplc>p4a. gerakan IT1ttUJ""411Jil pl.itc llt.-IJU
bola mata ke alas \'1n·JJ fron111I
terganggu zy · 1u:a111: (r;a..:lU line
5. forced dudlon lest d.in
Poi.itil -+ 7.) SUHllCOllUll:r.11l1.11)'
manandakan UtUI" liri.- tf'1o1k11I
teriep1tnya oLol 111froodm.ut nm.
inferior recius alli11J - P<1 pe I·o1) 'l'\'llhi
111retior obliquu dum11 ·1Jim d:m
muscle hnlbtt iuuibiotl
6.Peru.bahan lelak :;;clillmt 1hnrL
adc:us zygomaiic ranmkn11 >Acro1d ht"'1
peda coro:nold •f1hl;n Ill U11f\I
proces$ manolbto mcnsur.mgi
acau spasma olot plhlUJ11."fttl i\ c (4 ·Jal
M_,str dan cd.:m1L Kon.;ul baj.1111t
lomlls aktbal oflial111ulo81wlfu
f<oolu.sio le ngsung peoicnk-.aan 1unp_
monyobablwn l1\4IA
tri5nlLSS (litfak bi5a
membuka m ul
lebih dari 3 cm)
7 Pefdardhan d
sinus makslta
darah keluar darl
ostium mal<!>i thin
hldung -+
epistaksls
B lasera si pombuloh
darah kantus ma ta
1nferior -:t
perdarahan
sulY."..onjuliguval dan
ekimosls periorbltal
9 HemlasiI rnak den
olot orbite ke sinus
maks la '
enofta m0$
F111k1ur 1 b1h1.n. r t.uum uJ
111.aloil :?. \111hil11. h dun fi I
, 1 r'''""" m '''"
\•llllIJI• hC't1,lll.
"..iJnh farw.h I r J
( \lr\Jl I r.irt1.J I IOlill
1:11.m 1'+11""'
••
•J\hl '"' :
lJIll lllCUI. l1l&J1 ('\l\'10J,
•J '"ll" mm·u ;ilwln
l.;:iw1 Oil lt.11-.auy1Id.Ip
l.c:rmg ·I.mu 4ii h n, h1 a
Jil
An11h11>11
•l'1i.ll1.llh I
#*. 1ris S , et al. (!""2$. Facial +rauma, a illary and 7e Fort Fractures.
Di3ision of Facial &lastic and econstructi3e Surgery, Department
of 8tolaryngology40ead and Geck Surgery, @ni3ersity of ashington
School of edicineH Clinical Associate &rofessor of Surgery, Di3ision
of 0ead and Geck Surgery, @ni3ersity of California, San Diego