Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemeriksaan radiologi maju dengan sangat pesat sesudah Perang

Dunia II, kemajuan ini sejalan dengan majunya ilmu kedokteran dan ilmu-

ilmu lainnya. Bidang-bidang ilmu utama dalam perkembangan ini

yaitufisika, kimia, dan biologi. Elektronik dan komputer dalam bidang

fisika jugamemberi kontribusi besar bagi kemajuan bidang radiologi

(Rasyad).

Perkembangan teknologi yang semakin pesat ini ditandai dengan munculnya

berbagai macam teknologi mutakhir untuk mendiagnosa suatupenyakit

pada manusia, salah satu contoh adalah Magnetic Resonance Imaging

(MRI). MRI menghasilkan gambar potongan tubuh pasien yang diperiksa

dengan menggunakan medan magnet (Rasyad).

Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah suatu alat kedokteran

di bidang pemeriksaan diagnostik radiologi , yang menghasilkan rekaman

gambar potongan penampang tubuh / organ manusia dengan menggunakan

medan magnet berkekuatan antara 0,064 – 1,5 tesla (1 tesla = 1000 Gauss)

dan resonansi getaran terhadap inti atom hydrogen (Stark, David D).

Sejak penemuan prinsip dasar MRI yaitu inti atom yang bergetar

dalam medan magnet untuk pertama kali oleh1 Felix Bloch3 dan Edward

Purcell4 pada tahun 1946, para ahli mulai mengembangkannya dalam

bidang fisika dan kimia (Rasyad).


Teknik penggambaran MRI relatif komplek karena gambaran yang

dihasilkan tergantung pada banyak parameter. Bila pemilihan parameter

tersebut tepat, kualitas gambar MRI dapat memberikan gambaran detail

tubuh manusia dengan perbedaan yang kontras, sehingga anatomi dan

patologi jaringan tubuh dapat dievaluasi secara teliti.

Dalam sistem penggambaran pada MRI terdapat kelebihan,

terutama kemampuannya membuat potongan koronal, sagital, aksial dan

oblik tanpa banyak memanipulasi posisi tubuh pasien sehingga sangat

sesuai untuk diagnostik jaringan lunak dan diagnosa dapat ditegakkan

dengan tepat.

American Journal menyebutkan bahwa MRI digunakan hampir

90% untuk pemeriksaan kepala dan vertebra/sumsum tulang belakang,

dengan hasil pencitraan otak dan medula spinalis sangat menakjubkan,

sedangkan sisanya 10% untuk pemeriksaan organ yang lain salah satunya

adalah pemeriksaan Magentic Resonance Cholangiopancreatography atau

yang sering disebut dengan MRCP.

Magnetic Resonansi Cholangiopancreatografi (MRCP) merupakan

pemeriksaan untuk memperlihatkan sistem billiaris dan pankreas. Pada

dasarnya MRCP adalah pencitraan kandung empedu dan ductus biliaris

baik intra maupun ektra hepatis serta ductus pancreaticus. Teknik yang

digunakan yaitu teknik heavy T2W (TR 4000, TE 801) untuk

mendapatkan gambar traktus biliaris tanpa memasukkan cairan kontras.

Pada teknik ini cairan akan tampak lebih putih karena cairan menghasilkan

sinyal yang lebih tinggi dibandingkan jaringan lunak sekitar yang tampak
lebih gelap karena sinyal yang dihasilkan lebih rendah. Untuk

memperlihatkan organ-organ di abdomen atas juga dibuat sequence yang

lain yaitu Axial T1W, Axial T1 fat sat, Axial T2 fat sat, Coronal T2 fat

sat Triphase 3D , Axial T1 fat sat dan Coronal T1 fat sat post kontras.

Teknik Pemeriksaan MRCP di Instalasi Radiologi Rumah Sakit

Royal Taruma Jakarta digunakan sequence Coronal Trufisp, T2 Axial

Haste (breath hold), T2 Coronal Haste (breath hold), Coronal Haste Tirm,

T1 Axial Flash 1 IN-OUT, T2 Thick Slice Haste, T2 Thick Slice Haste

Trigger dan Vibe. Pengaplikasian dari sequence diatas memiliki tujuan dan

kelebihan masing-masing untuk menampakan kelainan pada daerah

empedu dan duktusnya. Akan tetapi, berdasarkan observasi dan

pengamatan dari penulis terhadap hasil gambaran MRCP pada sequence

T2 Thick Slice Haste (breath hold) dan T2 Thick Slice Haste Trigger

didapatkan hasil gambaran yang tidak jauh berbeda meskipun teknik

pengambilan gambar yang berbeda. Pada proses scanning sequence T2

Thick Slice Haste (breath hold), pasien harus menahan nafasnya terlebih

dahulu agar scanning dapat dilakukan. Sedangkan pada scanning sequence

T2 Thick Slice Haste Trigger, pasien tidak perlu menahan nafas pada saat

scanning.

Berdasarkan observasi tersebut, maka penulis bermaksud untuk

melakukan analisa perbandingan terhadap hasil scanning MRCP antara

sequence T2 Thick Slice Haste (breath hold) dan T2 Thick Slice Haste

Trigger.
Sebagai tindak lanjut dari obsevasi yang penulis lakukan, maka

penulis akan memaparkannya dalam laporan PKL 5 dengan judul “Analisa

Perbandingan Hasil Gambar Scaning MRI pada Sequence Thick Slice

Haste (Breath Hold) dengan T2 Thick Slice Haste Trigger pada

Pemeriksaan Magnetic Resonance Cholangiopancreatografi (MRCP)

dengan Klinis Choleolitiasis di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Royal

Taruma Jakarta”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang mendasari penulisan laporan kasus ini,

beberapa hal yang ingin penulis bahas dalam laporan ini adalah :

1. Apakah ada perbedaan pada hasil gambar scaning MRI pada sequence

T2 thick slice haste (breath hold) dengan T2 thick slice haste trigger

pada pemeriksaan Magnetic Resonance Cholangiopancreatografi

(MRCP) dengan klinis choleolitiasis di Instalasi Radiologi Rumah

Sakit Royal Taruma Jakarta?

2. Apa kelebihan dan kekurangan pada sequence T2 thick slice haste

(breath hold) dengan T2 thick slice haste trigger pada pemeriksaan

Magnetic Resonance Cholangiopancreatografi (MRCP) dengan klinis

choleolitiasis di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Royal Taruma

Jakarta?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah :

1. Mengetahui perbedaan hasil hasil gambar scaning MRI pada sequence

T2 Thick Slice Haste (Breath Hold) Dengan T2 Thick Slice Haste


Trigger pada pemeriksaan Magnetic Resonance

Cholangiopancreatografi (MRCP) dengan klinis choleolitiasis di

Instalasi Radiologi Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta.

2. Mengetahui kelebihan dan kekurangan pada sequence T2 Thick Slice

Haste (Breath Hold) Dengan T2 Thick Slice Haste Trigger pada

pemeriksaan Magnetic Resonance Cholangiopancreatografi (MRCP)

dengan klinis choleolitiasis di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Royal

Taruma Jakarta.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat yang diperoleh dari penulisan laporan ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil dari penulisan laporan kasus ini dapat menambah

wawasan dan sebagai referensi bagi civitas akademika Politeknik

Kesehatan Kemenkes Semarang khususnya Jurusan Teknik

Radiodiagnostik dan Radioterapi Semarang dan para petugas

(radiografer) Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis penulisan laporan kasus ini dapat menjadi tolok ukur

perbandingan antara sequence T2 Thick Slice Haste (Breath Hold)

Dengan T2 Thick Slice Haste Trigger.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Magnetic Resonance Imaging

1. Definisi MRI

MRI adalah alat kedokteran di bidang pemeriksaan diagnostik

radiologi, yang menghasilkan rekaman gambar potongan penampang

tubuh1 atau organ manusia dengan menggunakan medan magnet

berkekuatan antara 0,064-3 Tesla1 dan resonansi getaran terhadap inti

atom hidrogen, yaitu proton. Metode ini dipakai karena tubuh manusia

mempunyai konsentrasi atom hidrogen yang tinggi, yaitu sekitar 70%.

2. Prinsip Dasar MRI

Magnetik Resonansi Imaging (MRI) merupakan teknik yang prinsip

kerjanya menggunakan perilaku atom Hidrogen yang ada pada tubuh

manusia dalam menentukan organ yang didiagnosa. Prinsip dasar MRI

adalah Inti atom Hidrogen yang ada pada tubuh manusia berada pada

posisi acak (random), ketika masuk ke dalam daerah medan magnet

yang cukup besar posisi inti atom ini akan menjadi sejajar dengan

medan magnet yang ada.

Kemudian inti atom Hidrogen tadi dapat berpindah dari tingkat energi

rendah kepada tingkat energi tinggi jika mendapatkan energi yang

tepat yang disebut sebagai energi Larmor. Struktur atom hidrogen

dalam tubuh manusia saat diluar medan magnet mempunyai arah yang

acak dan tidak membentuk keseimbangan. Kemudian saat diletakkan


dalam alat MRI (gantry), maka atom H akan sejajar dengan arah

medan magnet . Demikian juga arah spinning dan precessing akan

sejajar dengan arah medan magnet. Saat diberikan frequensi radio

maka atom H akan mengabsorpsi energi dari frequensi radio tersebut.

Akibatnya dengan bertambahnya energi, atom H akan mengalami

pembelokan, sedangkan besarnya pembelokan arah, dipengaruhi oleh

besar dan lamanya energi radio frequensi yang diberikan. Sewaktu

radio frequensi dihentikan maka atom H akan sejajar kembali dengan

arah medan magnet. Pada saat kembali inilah, atom H akan

memancarkan energi yang dimilikinya. Kemudian energi yang berupa

sinyal tersebut dideteksi dengan detektor yang khusus dan diperkuat.

Selanjutnya komputer akan mengolah dan merekonstruksi citra

berdasarkan sinyal yang diperoleh dari berbagai irisan.

3. Instrumentasi MRI

Instrumen MRI secara garis besar terdiri dari:

a. Sistem magnet1 yang memproduksi medan magnet yang kuat dan

konstan.

b. Alat pemancar dan alat penerima frekuensi radio1 (koil penerima),

yang mengeksitasi dan mendeteksi sinyal MRI.

c. Gradien medan magnet, yang melokalisasi sinyal MRI. Medan

gradien diproduksi dari tiga set gradien koil, satu untuk setiap

koordinat arah yaitu:

1) Gradien koil X, untuk potongan sagital

2) Gradien koil Y untuk potongan koronal


3) Gradien koil Z untuk potongan aksial

d. Komputer untuk pengendali pencitraan dan penyimpanan

dokumen.

e. Tenaga listrik dan sistem pendingin.

B. Magnetic Resonance Cholangiopancreaticography (MRCP)

C. Choleolitiasis

Anda mungkin juga menyukai