Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


HEPATITIS

I. KONSEP PENYAKIT
A. Pengertian
Hepatitis adalah keadaan radang atau cedera pada hati, sebagai reaksi
terhadap virus, obat atau alkohol. Hepatitis merupakan suatu peradangan hati yang
dapat disebabkan oleh infeksi atau oleh toksin termasuk alkohol dan dijumpai pada
kanker hati (Corwin, 2011).
Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh virus disertai nekrosis dan
inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan kumpulan perubahan klinis,
biokimia serta seluler yang khas. Telah ditemukan 6 atau 7 kategori virus yang
menjadi agen penyebab yaitu virus hepatitis A (HAV), virus hepatitis B (HBV),
virus hepatitis C (HCV), virus hepatitis D (HDV), virus hepatitis E (HEV), hepatitis
F (HFV) dan hepatitis G (HGV) (Price & Wilson, 2013).
Hepatitis merupakan proses penyakit hepar yang mengenai parenkim, sel-
sel kuffer, duktus empedu, dan pembuluh darah (Andra S.W dan Yessie M.P
2013).
B. Etiologi dan Klasifikasi
1. Hepatitis A (HAV)
Virus hepatitis A merupakan virus RNA kecil berdiameter 27 nm yang dapat
dideteksi didalam feses pada masa inkubasi dan fase praikterik. Awalnya kadar
antibodi IgM anti-HAV meningkat tajam, sehingga memudahkan untuk
mendiagnosis secara tepat adanya suatu inveksi HAV. Setelah masa akut
antibodi IgG (Imunoglobulin G) anti-HAV menjadi dominan dan bertahan
seterusnya hingga menunjukkan bahwa penderita pernah mengalami infeksi
HAV di masa lampau dan memiliki imunitas. Keadaan karier tidak pernah
ditemukan.
Dapat terjadi pada usia anak-anak & dewasa muda. Cara penularan
fekal-oral, makanan, penularan melalui air, parenteral (jarang), seksual
(mungkin) dan penularan melalui darah. Masa inkubasi 15-45 hari, rata-rata 30
hari pada usia anak-anak dan dewasa muda. Resiko penularan pada sanitasi
buruk, daerah padat seperti rumah sakit, pengguna obat, hubungan seksual
dengan orang terinfeksi dan daerah endemis. Tanda dan gejala dapat terjadi
dengan atau tanpa gejala, sakit mirip flu.
Manifestasi kliniknya banyak pasien tidak tampak ikterik dan tanpa
gejala. Ketika gejalanya muncul bentuknya berupa infeksi saluran nafas atas
dan anoreksia yang terjadi akibat pelepasan toksin oleh hati yang rusak atau
akibat kegagalan sel hati yang rusak untuk melakukan detoksifikasi produk

1
yang abnormal. Gejala dispepsia dapat ditandai dengan rasa nyeri
epigastium,mual, nyeri ulu hati dan flatulensi. Semua gejala akan hilang setelah
fase ikterus.
2. Hepatitis B
Virus hepatitis B merupakan virus DNA berselubung ganda berukuran 42
nano meter (nm) yang memiliki lapisan permukaan dan bagian inti.

HBsAg
Diagram menunjukkan bahwa
HBeAg HBV memiliki cincin DNA
sirkular yang tidak lengkap
dalam partikel inti (HBcAg) yang
DNA dikelilingi oleh suatu lapisan
protein permukaan (HBsAg).
Virus ini juga mengandung
HBcAg antigen “e” (HBeAg).

Cara penularannya parenteral dan menembus membran mukosa, terutama


melalui darah, kontak langsung, kontak seksual, oral-oral dan perinatal. Masa
inkubasinya 50-180 hari dengan rata-rata 60-90 hari. Resiko penularan pada
aktivitas homoseksual, pasangan seksual multipel, pengguna obat melalui
suntikan IV, hemodialisis kronis, pekerja layanan kesehatan, tranfusi darah dan
bayi lahir dengan ibu terinfeksi. Bisa terjadi tanpa gejala akan tetapi bisa timbul
atralgia dan ruam. Dapat juga mengalami penurunan selera makan, dispepsia,
nyeri abdomen, pegal-pegal menyeluruh, tidak enak badan dan lemah. Apabila
ikterus akan disertai dengan tinja berwarna cerah dan urin berwarna gelap. Hati
penderita akan terasa nyeri tekan dan membesar hingga panjangnya mencapai
12-14 cm, limpa membesar dan kelenjar limfe servikal posterior juga
membesar.
Virus hepatitis B merupakan virus DNA yang tersusun dari partikel
HbcAg, HbsAg, HbeAg. Virus ini mengadakan replikasi dalam hati dan tetap
berada dalam serum selama periode yang relatif lama sehingga memungkinkan
penularan virus tersebut.
3. Hepatitis C (dulu, Hepatitis non-A, non-B)
Keberadaan bentuk hepatitis infeksiosa non-A non-B telah dikenal sejak tahun
1975. Terdapat dua bentuk virus hepatitis non-A non-B, yang satu ditularkan
melalui darah dan yang lain ditularkan melalui enteric. Kedua virus yang
berbeda ini kini disebut sebagai virus hepatitis C(HCV) dan hepatitis E (HEV).

2
HCV merupakan virus RNA rantai tunggal, linear berdiameter 50-60
nm. Pemeriksaan imun enzim untuk mendeteksi antibodi terhadap HCV banyak
menghasilkan negatif-palsu sehingga digunakan pemeriksaan rekombinan
suplemental (recombinant assay, RIBA).
Nama virusnya RNA HCV/sebelumnya NANBH dengan agen virus
RNA untai tunggal yang dapat terjadi pada semua usia. Cara penularan terutama
melalui darah, hubungan seksual dan perinatal. Masa inkubasinya 15-160 hari
dengan rata-rata 50 hari. Resiko penularannya pada pengguna obat suntik,
pasien hemodialisis, pekerja layanan keehatan, hubungan seksual, resipien
infeksi sebelum Juli 1992, resipien faktor pembekuan sebelum tahun 1987 dan
bayi yang lahir dari ibu terinfeksi.
4. Hepatitis D
Virus hepatitis D (HDV, virus delta) merupakan virus RNA berukuran 35-37
nm yang tidak biasa karena membutuhkan HBsAg untuk berperan sebagai
lapisan luar partikel yang infeksius. Dapat terjadi pada semua usia. Cara
penularan terutama darah tapi sebagian melalui hubungan seksual dan
parenteral. Masa inkubasinya 30-60 hari, 21-140 hari rata-rata 40 hari yang
terjadi pada semua usia. Resiko penularan pada pengguna obat IV, penderita
hemofilia dan resipien konsentrat faktor pembekuan.
Hepatitis D terdapat pada beberapa kasus hepatitis B. Karena
memerlukan antigen permukaan hepatitis B untuk replikasinya, maka hanya
penderita hepatitis B yang beresiko terkena hepatitis D. Antibodi anti-delta
dengan adanya IgM pada pemeriksaan laboratorium memastikan diagnosis
tersebut. Gejala hepatitis D serupa hepatitis B kecuali pasiennya lebih
cenderung untuk menderita hepatitis fulminan dan berlanjut menjadi hepatitis
aktif yang kronis serta sirosis hati.
5. Hepatitis E
HEV adalah suatu virus RNA untai-tunggal yang kecil berdiameter kurang
lebih 32-34nm dan tidak berkapsul. HEV adalah jenis hepatitis non-A non-B
yang ditularkan secara enteric melalui jalur fekal-oral dan melalui air. Paling
sering terjadi pada usia dewasa muda hingga pertengahan dengan angka
mortalitas sebesar 1-2% dalam populasi umum dan memiliki angka mortalitas
yang sangat tinggi (20%) pada wanita hamil. Masa inkubasinya 15-60 hari, rata-
rata 40 hari. Resiko penularannya pada air minum terkontaminasi dan
wisatawan pada daerah endemis.
6. Kemungkinan hepatitis F dan G
Masih terdapat perdebatan dalam penelitian hepatitis mengenai kemungkinan
adanya virus hepatitis F. Sedangkan virus hepatitis G adalah suatu flavivirus
RNA yang mungkin menyebabkan hepatitis fulminant. HGV ditularkan
terutama melalui air namun juga dapat ditularkan melalui hubungan seksual.

3
Kelompok yang beresiko adalah individu yang telah menjalani transfuse darah,
tertusuk jarum suntik secara tidak sengaja, pengguna obat melalui intravena,
atau pasien hemodialisis. Beberapa peneliti meyakini bahwa HGV tidak
menyebabkan hepatitis yang bermakna secara klinis sehingga mereka tidak lagi
mempertimbangkan virus ini sebagai virus hepatitis (Price & Wilson, 2005).

Sumber : http://img.webmd.com/dtmcms/live/slideshow-hepatitis-overview
C. Manifestasi Klinis
Infeksi virus hepatitis dapat menimbulkan berbagai efek yang berkisar dari
gagal hati fulminant sampai hepatitis anikterik subklinis. Hepatitis anikterik
subklinik lebih sering terjadi pada infeksi HAV, dan penderita seringkali mengira
menderita “flu”. Infeksi HBV cenderung lebih berat dibandingkan infeksi HAV,
dan lebih sering terjadi insidensi nekrosis masif dan gagal hato fulminant.
Sebagian besar infeksi HAV dan HBV bersifat ringan dengan penyembuhan
sempurna dan memiliki gambaran klinis serupa. Gejala prodromal timbul pada
semua penderita dan dapat berlangsung selama 1 atau 2 minggu sebelum awitan
icterus (meskipun tidak semua pasien mengalami icterus). Gambaran utama pada
saat ini adalah malaise, rasa malas, anoreksia, sakit kepala, demam derajat rendah,
dan (pada perokok) hilangnya keinginan merokok. Manifestasi ekstrahepatic dari
hepatitis virus ini dapat menyerupai sindrom penyakit serum dan dapat disebabkan
oleh kompleks imun yang beredar dalam sirkulasi. Disamping itu, di abdomen
kuadran kanan atas dapat terasa tidak nyaman yang biasanya dihubungkan dengan
peregangan kapsula hati.
Fase prodromal diikuti oleh fase ikterik dan awitan icterus. Fase ini biasanya
berlangsung selama 4 hingga 6 minggu namun dapat mulai mereda dalam beberapa
hari. Beberapa hari sebelum icterus, biasanya penderita merasa lebih sehat. Nafsu
makan penderita kembali setelah beberapa minggu. Bersamaan dengan demam
yang mereda, urine menjadi lebih gelap dan feses memucat. Hati membesar sedang
dan terasa nyeri, dan limpa teraba membesar menjadi sekitar seperempat pasien.
Seringkali dapat ditemukan limfadenopati yang nyeri.

4
Kelainan biokimia yang paling dini adalah peningkatan kadar AST
(aspartate aminotransferase) dan ALT (alanine aminotransferase), yang
mendahului awitan icterus 1 atau 2 minggu. Pemeriksaan urine pada saat awitan
akan mengungkap adanya bilirubin dan kelemahan urobilinogen. Bilirubinuria
menetap selama penyakit berlangsung, namun urobilinogen urine akam
menghilang untuk sementara waktu bila terjadi fase obstruktif akibat kolestasis;
dalam perjalanan penyakit selanjutnya, dapat timbul peningkatan urobilinogen
urine sekunder.
Fase ikterik dikaitkan dengan hiperbilirubinemia (baik fraksi terkonjugasi
dan tak terkonjugasi) yang biasanya kurang dari 10 mg/dl. Kadar fosfatase alkali
serum biasanya normal atau sedikit meningkat. Leukositosis ringan lazim
ditemukan pada hepatitis virus, dan waktu protrombin dapat memanjang. HBsAg
ditemukan dalam serum selama fase prodromal dan memastikan adanya hepatitis
HBV.
Pada kasus yang tidak berkomplikasi, penyembuhan dimulai 1 atau 2
minggu setelah awitan icterus, dan berlangsung 2 hingga 6 minggu. Keluhan yang
lazim adalah mudah lelah. Bia terdapat splenomegaly, akan segera mengecil.
Hepatomegaly baru kembali normal setelah beberapa minggu kemudian. Hasil
pemeriksaan laboratorium dan hasil uji fungsi hati yang abnormal dapat menetap
selama 3 hingga 6 bulan (Nurarif & Kusuma, 2013).

D. Patofisiologi / Penyimpangan KDM


Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh
infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan kimia.
Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki
suplai darah sendiri. Sering dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola
normal pada hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-sel
hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar. Setelah lewat
masanya, sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem
imun dan digantikan oleh sel-sel hepar baru yang sehat. Oleh karenanya, sebagian
besar klien yang mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal.
Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan
suhu badan dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak
nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya
rasa mual dan nyeri di ulu hati.
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah
billirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal,
tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka
terjadi kesukaran pengangkutan billirubin tersebut didalam hati. Selain itu juga
terjadi kesulitan dalam hal konjugasi. Akibatnya billirubin tidak sempurna

5
dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel
ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi
(bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin
direk). Jadi ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran dalam
pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin.
Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat
(abolis). Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat dieksresi
ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urine dan kemih berwarna gelap.
Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam
empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada icterus (Arief, dkk.
2000).
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan pigmen
1) urobilirubin direk
2) bilirubun serum total
3) bilirubin urine
4) urobilinogen urine
5) urobilinogen feses
b. Pemeriksaan protein
1) protein totel serum
2) albumin serum
3) globulin serum
4) HbsAG
c. Waktu protombin
Respon waktu protombin terhadap vitamin K
d. Pemeriksaan serum transferase dan transaminase
1) AST atau SGOT (Serum Glutamik Oksaloasetik Transaminase)
meningkat.
2) ALT atau SGPT (Serum Glutamik Piruvik Transaminase)
3) LDH
4) Amonia serum
2. Radiologi
a. Foto rontgen abdomen, untuk menentukan ukuran makroskopis hati.
b. Pemindaian hati dengan preparat technetium, emas, atau rose bengal yang
berlabel radioaktif, untuk memperlihatkan ukuran dan bentuk hati.
c. Kolesistogram dan kolangiogram untuk melihat kandung empedu dan
salurannya
d. Arteriografi pembuluh darah seliaka, untuk melihat hati dan pankreas
3. Pemeriksaan tambahan

6
a. Laparoskopi
b. Biopsi hati untuk klasifikasi patologi, misalnya hepatitis persisten,
hepatitis kronik aktif, atau sirosis. (Sukandar, dkk. 2013)

F. Penatalaksanaan Medis
1. Pencegahan
Karena keterbatasan pengobatan hepatitis virus maka lebih ditekankan
pada pencegahan melalui imunisasi. Pemberian immunoglobulin dalam
mencegah atau mengurangi keparahan infeksi. Dosis 0,02 ml/kg diberikan
intramuscular. Petugas yang terlibat dalam kontak resiko-tinggi (missal,
pada hemodialisis, transfuse tukar, dan terapi parenteral) perlu sangat hati-
hati dalam menangani peralatan dan menghindari tusukan jarum. Tindakan
dalam masyarakat yang penting untuk mencegah hepatitis mencakup
penyediaan makanan dan air besih yang aman, serta system pembuangan
sampah yang efektif. Penting untuk memperhatikan hygiene umum, mencuci
tangan, serta membuang urine dan feses pasien terinfeksi secara aman.
Pemakaian kateter, jarum suntik, dan spuit sekali pakai, akan menghilangkan
sumber infeksi yang penting. Semua donor darah perlu disaring terhadap
HAV, HBV, dan HCV sebelum diterima menjadi panel donor.
2. Pengobatan
a. Kortikosteroid. Pemberian untuk penyelamatan nyawa dimana ada
reaksi imun yang berlebihan.
b. Antibiotik, misalnya Neomycin 4 x 1000 mg / hr peroral.
c. Lactose 3 x (30-50) ml peroral.
d. Vitamin K dengan kasus kecenderungan perdarahan 10 mg/ hr
intravena.
e. Interferon α, Lamivudin, dan Ribavirin
f. Glukonal kalsikus 10% 10 cc intavena (jika ada hipokalsemia)
g. Infus glukosa 10% 2 lt / hr.
h. Istirahat, pada periode akut dan keadaan lemah diberikan cukup
istirahat.
i. Jika penderita tidak nafsu makan atau muntah – muntah sebaiknya di
berikan infus glukosa. Jika nafsu makan telah kembali diberikan
makanan yang cukup
j. Bila penderita dalam keadaan prekoma atau koma, berikan obat –
obatan yang mengubah susunan feora usus, misalnya neomisin atau
kanamycin sampai dosis total 4-6 mg / hr. Laktosa dapat diberikan
peroral, dengan pegangan bahwa harus sedemikian banyak sehingga Ph
feces berubah menjadi asam. (Sukandar, dkk. 2013)

7
G. Prognosis/Komplikasi
Tidak setiap penderita hepatitis virus akan mengalami perjalanan penyakit
yang lengkap. Sejumlah kecil pasien (kurang dari 1%) memperlihatkan
kemunduran klinis yang cepat setelah awita icterus akibat hepatitis fulminant dan
nekrosis hati massif. Hepatitis fulminant ditandai dengan gejala dan tanda gagal
hati akut-penciutan hati, kadar bilirubin serum meningkat cepat, pemanjangan
waktu protrombin yang sangat nyata, dan koma hepatikum. Prognosis adalah
kematian pada 60 hingga 80 % pasien ini. Kematian dapat terjadi dalam beberapa
hari pada sebagian kasus dan yang lain dapat bertahan selama beberapa minggu bila
kerusakan tidak begitu parah. HBV merupakan penyebab 50% kasus hepatitis
fulminant, dan sering disertai oleh infeksi HDV. Agen delta (HDV) dapat
menyebabkan hepatitis bila terdapat dalam tubuh dengan HBsAg. Hepatitis
fulminant jarang menjadi komplikasi HCV dan kadang disertai oleh HAV.
Komplikasi tersering hepatitis virus adalah perjalanan klinis yang lebih
lama hingga berkisar dari 2 hingga 8 bulan. Keadaan ini dikenal sebagai hepatitis
kronis persisten, dan terjadi pada 5 hingga 10% pasien. Walaupun pemulihan
lambat hepatitis kronis persisten hamper selalu sembuh.
Sekitar 5 hingga 10% pasien hepatitis virus mengalami kekambuhan setelah
sembuh dari serangan awal. Hal ini biasanya berkaitan dengan individu berada
dalam resiko tinggi (misal, penyalahgunaan zat dan penderita karier). Kekambuhan
icterus biasanya tidak terlalu nyata, dan uji fungsi hati tidak memperlihatkan
kelainan dalam derajat yang sama seperti pada serangan awal. Tirah baring
biasanya akan segera diikuti kesembuhan.
Setelah hepatitis virus akut, sejumlah kecil pasien akan mengalami hepatitis
agresif atau kronis aktif bila terjadi kerusakan hati sepeti digerogoti (piece meal)
dan terjadi sirosis. Kondisi ini dibedakan dari hepatitis kronis persisten melalui
pemeriksaan biopsy hati. Terapi kortikosteroid dapat memperlambat perluasan
cedera hati, namun prognosisnya tetap buruk. Kematian biasanya terjadi dalam 5
tahun pada lebih dari separuh pasien-pasien ini akibat gagal hati atau komplikasi
sirosis hati. Hepatitis kronis aktif dapat berkembang pada hampir 50% penderita
HCV; sedangkan proporsi pada penderita HBV jauh lebih kecil (sekitar 1-3%) yang
mengalami komplikasi ini setelah pengobatan berhasil dilakukan, sebaliknya
hepatitis kronis tidak timbul sebagai kmplikasi HAV atau HEV. Tidak semua kasus
hepatitis kronis aktif terjadi setelah hepatitis virus akut.
Yang terakhir, komplikasi lanjut hepatitis yang cukup bermakna adalah
berkembangnya karsinoma hepatoselular primer (Price & Wilson, 2005).

8
II. PENDEKATAN PROSES KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Data dasar tergantung pada penyebab dan beratnya kerusakan/gangguan hati.
i. Identitas
ii. Data medik
iii. Keadaan Umum
1. Keadaaan Sakit
Tampak lemah
2. Tanda-tanda Vital
 Bradikardia
 Demam
 Asteriksis (tremor otot)
3. Pengukuran Antropometri
iv. Pengkajian Pola Kesehatan
1. Kajian persepsi kesehatan – manajemen kesehatan
2. Kajian nutrisi metabolik
a. Anoreksia
b. Berat badan menurun
c. Mual dan muntah
d. Peningkatan edema
e. Ascites
f. Kram abdomen
g. Nyeri tekan abdomen pada kuadran kanan
h. Splenomegali
i. Hepatomegali
3. Kajian pola eliminasi
a. Urine gelap
b. Feses warna tanah liat
4. Kajian pola aktivitas dan latihan
a. Kelemahan
b. Kelelahan

9
c. Malaise
d. Bradikardi
e. Ikterik pada sklera kulit, membran mukosa
f. Peka terhadap rangsang
5. Kajian pola istirahat dan tidur
a. Cenderung tidur
b. Letargi
c. Mialgia (nyeri otot)
d. Atralgia (nyeri sendi)
e. Sakit kepala
6. Kajian pola kognitif dan perseptual
7. Kajian pola persepsi dan konsep diri
a. Gatal (pruritus)
b. Urtikaria (ruam kemerahan pada kulit)
c. Eritema (kulit kemerahan)
8. Kajian pola peran dan hubungan dengan sesama (koping)
9. Kajian pola rreproduksi dan seksualitas
Pola hidup / perilaku meningkat, resiko terpajan
10. Kajian pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
11. Kajian pola sistem nilai kepercayaan
Sumber : Nurarif & Kusuma, 2013

Analisa Data

Data Analisa Data Masalah


DS (data subjektif) : Virus hepatitis Nyeri akut
 Klien mengatakan
nyeri didaerah perut Inflamasi pada sel-sel hati
sebelah kanan
 Klien mengatakan Hepatomegaly
sakit kepala
DO (data objektif) : Tidak nyaman di perut
 Nyeri tekan pada kuadran kanan
kuadran kanan bawah
 Splenomegali Nyeri

DS (data subjektif) : Virus hepatitis Keletihan


 Klien mengatakan
badan terasa lemah Inflamasi pada sel-sel hati
 Klien mengatakan
merasa cepat lelah Peradangan meluas, nekrosis

10
DO (data objektif) : Gangguan metabolisme
 KU : letargi
Glikogen dlm hepar
berkurang

Glikogenolisis menurun

Glukosa dlm darah berkurang

Cepat lelah

Keletihan
DS (data subjektif) Virus hepatitis Ketidakseimbangan
 Klien mengatakan nutrisi: kurang dari
tidak nafsu makan Inflamasi pada sel-sel hati kebutuhan tubuh
 Klien mengatakan
bahwa dirinya merasa Hepatomegaly
mual
DO (data objektif) : Anoreksia Mual
 BB menurun
Nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh

DS (data subjektif) : Virus hepatitis Kerusakan


 Klien mengatakan integritas kulit .
tubuh terasa gatal Inflamasi pada sel-sel hati
DO (data objektif) :
 Pruritus Peradangan meluas, nekrosis
 Bradikardi
 Ikterik pada sclera Perubahan sirkulasi sel hati
kulit, membrane
mukosa Peningkatan tekanan dalam
 Peningkatan edema sirkulasi hati
 Ascites
Odem saluran empedu
 SB meningkat
 Urtikaria
Kolestasis kronis

Peningkatan bilirubin

Pruritus Ikterik

11
Kerusakan integritas kulit

B. Diagnosa Keperawatan (NANDA – I 2012-2014; Nurarif & Kusuma, 2013)


1. Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan hati (00132).
2. Keletihan berhubungan dengan kurangnya glukosa dalam darah (00093).
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia dan mual (00002)
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan metabolisme tubuh
(00046).

12
C. RENCANA KEPERAWATAN (Nurarif & Kusuma, 2013)

Diagnosa Rencana Tindakan


No
Keperawatan Tujuan Intevensi Rasional

1. Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara 1. Untuk mengetahui keadaan nyeri dan
berhubungan dengan tindakan keperawatan komprehensif. mentukan tindakan yang diberikan
pembengkakan hati selama 3x24 jam, nyeri 2. Observasi reaksi nonverbal dan selanjutnya.
teratasi dengan kriteria :
(00132). ketidaknyamanan. 2. Menilai keadaan nyeri dari respon
 Klien mampu 3. Latih klien melakukan teknik pasien.
mengontrol nyeri relaksasi dengan nafas dalam 3. Memberi klien efek rileks sehingga bisa
 Klien merasa nyaman 4. Atur posisi klien senyaman mengurangi nyeri
 Skala nyeri berkurang, mungkin. 4. Mengurangi ketegangan otot, kebutuhan
dengan skala 1-2 5. Kolaborasi dengan dokter untuk metabolic dan melidungi hati.
pemberian analgetik 5. Mengurangi nyeri pada abdomen
6. Bantu keluarga untuk kontrol 6. Keluarga mencari dan menemukan
lingkungan yang dapat dukungan dalam mengurangi nyeri
mempengaruhi nyeri. seperti suhu ruangan, kebisingan,dll.

2. Keletihan berhubungan Setelah dilakukan 1. Observasi adanya pembatasan 1. Menilai kemampuan pasien dalam
dengan kurangnya tindakan keperawatan klien dalam melakukan aktivitas beraktivitas
glukosa dalam darah selama 3x24 jam, energi 2. Kaji adanya faktor yang 2. Untuk menentukan tindakan selanjutnya
tercukupi dengan kriteria :
(00093). menyebabkan kelelahan 3. Untuk menyediakan energy dan nutrisi
 Mengatakan 3. Monitor nutrisi yang adekuat yang cukup untuk tubuh
peningkatan energi 4. Tingkatkan tirah baring klien 4. Memberikan tubuh istirahat yang cukup
dan merasa lebih baik 5. Konsultasi dengan ahli gizi untuk pemulihan energi.
 Glukosa darah untuk meningkatkan asupan 5. Memberi nutrisi yang cukup untuk
adekuat (normal 70- makanan yang berenergi tinggi. penyediaan energi
110 mg/dL)

13
 Istirahat cukup (7-8 6. Dukung klien dan keluarga 6. Mengetahui keadaan klien dan keluarga
jam) untuk mengungkapkan perasaan untuk memberikan dukungan dalam
tentang perubahan hidup yang proses mengatasi masalah klien.
disebabkan keltihan
3. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan 1. Kaji status nutrisi klien 1. Untuk mengetahui keadaan klien
nutrisi: kurang dari tindakan keperawatan 2. Timbang BB tiap hari 2. Untuk memantau BB klien
kebutuhan tubuh selama 3x24 jam, nutrisi 3. Beri makanan sedikit dalam 3. Menghilangkan rasa tak enak dan
terpenuhi dengan kriteria :
berhubungan dengan frekuensi sedang meningkatkan nafsu makan
anoreksia dan mual  Klien tidak mengeluh 4. Berikan perawatan mulut 4. Menurunkan rasa penuh pada abdomen
(00002) mual sebelum makan dan meningkatkan pemasukkan
 Nafsu makan 5. Kolaborasi dalam pemberian 5. Mengurangi mual serta membantu
meningkat vitamin dan antiemetic dalam proses penyembuhan.
 Tidak terjadi 6. Kolaborasi dengan ahli gizi 6. Menentukan jumlah kalori dan nutrisi
penurunan BB (IMT
7. Ajarkan agar makan pada posisi yang dibutuhkan pasien.
18,5-22,9)
duduk tegak 7. Menghindari mual dan refluk lambung
 Tidak ada tanda-tanda
malnutrisi (kulit kering
& bersisik, kelemahan
otot, BB menurun >
20%)

4. Kerusakan integritas Setelah dilakukan 1. Anjurkan pasien menggunakan 1. Mengurangi tekanan pada bagian tubuh
kulit berhubungan tindakan keperawatan pakaian longgar 2. Mempertahankan integritas kulit
dengan gangguan selama 3x24 jam, 2. Jaga kebersihan kulit agar tetap 3. Meningkatkan sirkulasi ke semua area
integritas kulit baik
metabolisme tubuh bersih dan kering tubuh
dengan kriteria :
(00046). 3. Mobilisasi pasien tiap 2 jam 4. Mengetahui secara dini perubahan pada
 Tidak ada luka/lesi sekali kulit
pada kulit 4. Monitor kulit akan adanya 5. Memberi rasa nyaman serta mengurangi
 Perfusi jaringan baik kemerahan resiko cedera pada kulit
(CRT ≤ 2 detik)

14
 Mampu 5. Oleskan lotion atau minyak pada 6. Mencegah kulit kering dan mengurangi
mempertahankan daerah yang tertekan rasa gatal.
kelembaban kulit 6. Anjurkan pasien mandi dengan
sabun dan air hangat

15
DAFTAR PUSTAKA

Arief, M., Suproharta., Wahyu, J. K., & Wlewik, S. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi
3 Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.

Corwin, E. J. 2001, Buku Saku Patofisiologi; alih bahasa Brahm U. Pendit...(et. Al.); Editor
Endah P, Jakarta : EGC

NANDA – International Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.


Jakarta : EGC

Nurarif, A. H & Kusuma, H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan NANDA NIC-
NOC Edisi Revisi Jilid 1, 2. Yogyakarta : Media Action Publishing

Price, S. A & Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit


edisi 6. Jakarta : EGC

Sukandar, E. Y., Andrajati, R., Sigit, I. J., Adnyana, I. K., Setiadi, A. P., & Kusnandar. 2013.
ISO Farmakoterapi Buku 1. Jakarta : ISFI Penerbitan

http://img.webmd.com/dtmcms/live/slideshow-hepatitis-overview

16

Anda mungkin juga menyukai