MUSKULOSKLETAL I
Oleh :
Fitri Rahayu
2016
HALAMAN PENGESAHAN
Menyetujui:
Ketua
STIKes Dehasen Bengkulu,
Bismillahirrahmanirrahim
Kami bersyukur kepada Allah SWT atas selesainya pembuatan buku ajar “Ilmu Dasar
Keperawatan I” bagi mahasiswa Program Studi Ners, STIKes Dehasen Bengkulu tahun 2016.
Shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Buku ajar ini, merupakan pegangan bagi mahasiswa Program studi ners semester I STIKes
Dehasen Bengkulu, yang secara spesifik berisi tentang ilmu alam dasar yang membahas
tentang konsep biologi, fisika, biokimia, gizi dengan memperhatikan lingkungan dan etika
keilmuan, serta konsep-konsep anatomi dan fisiologi manusia dalam mempertahankan
homeostasis tubuh.
Buku ini dibuat berdasarkan referensi dari berbagai sumber, walaupun tidak lepas dari
kekurangan. Kedepannya diperlukan kajian kajian secara mendalam untuk melengkapi isi
buku ini agar lebih mudah dipahami dan membantu mahasiswa dalam proses pembelajaran.
Ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu terselesainya buku ajar ini. Semoga
amalnya di terima Allah sebagai amal jariyah dan pedoman ini dapat bermanfaat.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat
dan karuniaNya, sehingga Buku Ajar Ilmu Dasar Keperawatan I ini dapat diselesaikan
dengan baik. Pembahasan materi pada bahan ajar ini dilakukan dengan cara memaparkan
landasan teori Ilmu alam dasar khususnya tentang konsep biologi, fisika, biokimia, gizi
dengan memperhatikan lingkungan dan etika keilmuan, serta konsep-konsep anatomi dan
fisiologi manusia dalam mempertahankan homeostasis tubuh.
Isi buku ajar ini mencakup materi pokok Ilmu alam dasar yakni konsep biologi (sel
dan genetika) konsep fisika kesehatan (biomekanika, biolistrik gerak reflex, dan lengkung
reflex), biokimia (metabolisme, enzim, dan kelainan metabolisme), Gizi (konsep nutrisi, gizi
seimbang, gizi klinik dan msyarakat), dasar anatomi fisiologi manusia.
Pada kesempatan ini penyusun menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu penyusun dalam menyelesaikan buku ajar ini. Mudah-mudahan buku ajar
ini dapat memberikan sedikit manfaat bagi para mahasiswa pada umumnya yang mengambil
mata kuliah Ilmu Dasar Keperawatan I.
A. Pendahuluan
1. Tujuan Intruksional Khusus
2. Entry Behaviour
Menerapkan konsep anatomi fisiologi sebagai suatu pendekatan dalam
menyelesaikan masalah keperawatan
3. Keterkaitan dengan Materi lain
Memahami BAB I akan memudahkan mahasiswa mempelajari materi lainnya
terutama anatomi dan fisiologi.
4. Pentingnya Mempelajari Isi BAB I
Mahasiswa mampu menjelaskan konsep anatomi fisiologi system
muskuloskletal
Setiap serabut otot bergaris melintang karena adanya gambaran selang –seling antara
warna muda dan tua. Setiap serabut terbentuk oleh sejumlah miofibril dan diselubungi
membran-membran halus --- sarkolema (selaput otot). Sejumlah serabut berkumpul
membentuk berkas. Banyak berkas-berkas itu yang diikat menjadi satu oleh jaringan ikat
untuk membentuk otot besar dan otot kecil. Bila otot berkontraksi, akan menjadi pendek,
dan setiap serabut turut bergerak dengan berkontraksi. Otot-otot jenis ini hanya
berkontraksi jika dirangsang oleh rangsangan saraf.
b. Otot Polos (otot tak sadar, otot tidak bergaris)
Jenis ini dapat berkontraksi tanpa rangsangan saraf. Otot tak sadar ditemukan pada
dinding pembulu darah dan pembulu limfe, pada dinding saluran pencernaan dan visera
(alat dalam) yang berongga, trakea, dan bronki, pada iris dan muskulus siliaris mata, serta
otot tak sadar dalam kulit.
b. Otot Jantung
c. Otot Sfingter
Terdiri atas lingkaran serabut otot yang mengelilingi lubang masuk atau lubang keluar
sebuah saluran atau mulut saluran yang akan menutup erat bila berkontraksi. Contoh
sfingter jantung dan sfingter pilori pada mulu lambung, sfingter bagian dalam dan luar
anus dan uretra, sfingter atau katub antara ileus dan kolon.
Ada faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi kekuatan kontraksi serabut otot. Kontraksi
otot akan lebih kuat bila sedang meregang dan bila suhunya cukup panas. Kelelahan dan
dingin memperlemah kekuatan otot.
Sedangkan untuk karakteristik kontraksi otot dibagi menjadi 2 yakni :
1. Kontraksi Isometrik : Panjang otot tetap sedangkan tonus otot meningkat
2. Kontraksi Isotonik : Otot memendek dan tonus otot tetap
Bagian otot sendiri dibagi menjadi 3 bagian yakni Kepala otot (Musculus Caput) ,
Empal otot (Musculus Venter), Ekor otot (Musculus Caudal)
Struktur dari Otot
Tonus otot
Otot tidak bisa istirahat benar meskipun kelihatannya demikian. Pada hakikatnya otot
selalu berada dalam keadaan tonus otot, yang berarti siap bereaksi terhadap rangsangan.
Misalnya kejutan lutut yang disebabkan ketukan keras pada tendo patela mengakibatkan
kontraksi ekstensor kuadrisep femoris dan sedikit rangsangan sendi lutut. Ini refleks yang
terjadi akibat rangsangan pada saraf. Sikap tubuhpun ditentukan tingkat tonus otot.
Tonus otot disebabkan oleh impuls (potensial listrik) yang terus dialirkan oleh serabut
otot untuk mempertahankan kontraksi, yang terus menerus dikirimkan dari medula
spinalis
Mekanisme Molekular Kontraksi Otot
Pada keadaan relaksasi ujung-ujung filamen aktin berasal dari dua lempeng salng
tumpang tindih satu sama lainnya. Pada waktu yang bersamaan menjadi lebih dekat pada
filament myosin, tumpang tindih satu sama lainnya secara meluas. Lempeng ini ditarik
oleh filament sampai ke ujung miosin. Selama kontraksi kuat , filament aktin dapat ditarik
bersama-sama, begitu eratnya sehingga ujung filament myosin melekuk. Kontraksi otot
terjadi karena mekanisme pergeseran filament.
Kekuatan mekanisme dibentuk oleh interaksi jembatan penyeberangan dari filament
miosin dengan filament aktin. Bila sebuah potensial aksi berjalan seluruh membran serat
otot akan menyebabkan reticulum sakromplasmik melepaskan ion kalsium dalam jumlah
besar yang dengan cepat dapat menembus miofribril.
Kelelahan Otot
Apabila sumber-sumber ATP diotot habis maka terjadi kelelahan pada otot.
Apabila otot kekurangan oksigen maka kelelahan lebih cepat terjadi
Apabila tejadi kelelahan otot maka otot bergantung pada glikolisis anaerob dan energi
cadangan (simpanan glikogen)
Glikolisis anaerob menghasilkan asam laktat yang mempengaruhi keasaman darah
yang dapat mencetuskan terjadinya asidosis metabolisme
Remodeling Otot
Dilakukan terus-menerus untuk menyesuaikan dengan fungsinya. Remodeling otot
dilakukan dalam beberapa minggu.
Hipertrofi otot
Karena peningkatan filamen aktin dan miosin
Peningkatan sistem enzim, replacement dan penghancuran
Atrofi otot
Terjadi pada otot yang tidak digunakan
Karena penurunan filamen aktin dan miosin
Penurunan sistem enzim, replacement dan penghancuran
Klasifikasi Otot
1. Berdasarkan cara kerjanya, otot dibedakan menjadi dua sebagai berikut :
Otot sinergis, yaitu otot yang saling menduung. Contoh: otot bisep dan otot lengan
bawah (pronator) yang terdiri otot pronator kuadratus dan otot pronator teres. Ketiga otot
ini sama-sama berkontraksi ke satu arah sehingga lengan bawah dapat diigerakkan
memutar.
Otot antagonis, yaitu otot yang bekerja secara berlawanan. Contoh: mekanisme kerja
otot bisep dan trisep dapat membengkokkan dan meluruskan siku
2. Berdasarkan bentuk dan serabutnya :
Otot serabut sejajar atau bentuk kumparan
Otot bentuk kipas, otot bersirip dan otot melingkar/sfingter
3. Berdasarkan jumlah kepalanya :
Otot berkepala dua (Bisep)
Otot berkepala tiga/triseps
Otot berkepala empat/quadriseps
4. Berdasarkan pekerjaannya :
Otot sinergis : otot bekerja bersama-sama
Otot antagonis : otot yang bekerjanya berlawanan
Otot abduktor : otot yang menggerakkan anggota menjauhi tubuh
Otot abduktor : otot yang menggerakkan anggota mendekati tubuh
Otot fleksor : otot yang membengkokkan sendi tulang atau melipat sendi
Otot ekstensor : otot yang meluruskan kembali sendi tulang kedudukan semula
Otot pronator : ketika ulna dan radial dalam keadaan sejajar
Otot suponator : ulna dan radial dalam keadaan menyilang
Endorotasi : memutar ke dalam
Eksorotasi : memutar ke luar
Dilatasi : memanjangkan otot
Kontraksi : memendekkan otot
1. Berdasarkan letaknya :
Bagian kepala
Bagian Leher
3. M. longisimus kapitis, terdiri dari splenius dan semispinalis kapitis. Ketiga otot ini
terdapat di belakang leher, terbentang dari belakang kepala ke prosesus spinalis korakoid.
Fungsinya untuk menarik kepala belakang dan menggelengkan kepala.
Bagian Bahu
Otot bahu hanya meliputi sebuah sendi saja dan membungkus tulang pangkal lengan dan
tulang belikat akromion yang teraba dari luar.
1. M. deltoid (otot segitiga), otot ini membentuk lengkung bahu dan berpangkal di
bagian sisi tulang selangka ujung bahu, balung tulang belikat dan diafise tulang pangkal
lengan. Di antara otot ini dan taju besar tulang pangkal lengan terdapat kandung lendir.
Fungsinya mengangkat lengan sampai mendatar
2. M. subskapularis (otot depan tulang belikat) Otot ini mulai dari bagian depan tulang
belikat, menuju taju kecil tulang pangkal lengan, di bawah uratnya terdapat kandung
lendir. Fungsinya menengahkan dan memutar tulang humerus ke dalam.
3. M. supraspinatus (otot atas balung tualang belikat). Otot ini berpangkal di lekuk
sebelah atas menuju ke taju besar tulang pangkal lengan. Fungsinya mengangkat lengan.
4. M. infraspinatus (otot bawah balung tulang belikat). Otot ini berpangkal di lekuk
sebelah bawah balung tulang belikat dan menuju ke taju besar tulang pangkal lengan.
Fungsinya memutar lengan ke luar.
5. M. teres mayor (ototo lengan bulat besar). Otot ini berpangkal di siku bawah tulang
belikat dan menuju ke taju kecil tulang pangkal lengan. Di antara otot lengan bulat kecil
dan otot lengan bulat besar terdapat kepala yang panjang dari muskulus triseps brakii.
Fungsinya bisa memutar lengan ke dalam.
6. M. teres minor (otot lengan belikat kecil). Otot ini berpangakal di siku sebelah luar
tulang belikat dan menuju ke taju besar tulang ke pangkal lengan. Fungsinya memutar
lengan ke luar.
Bagian Dada
1. M. pektoralis mayor, Otot dada besar. Pangkalnya terdapat di ujung tengah selangka,
tulang dada dan rawan iga. Fungsinya dapat memutar lengan ke dalam dan menengahkan
lengan, menarik lengan melalui dada, merapatkan lengan ke dalam.
2. M. pektoralis minor, Otot dada kecil. Terdapat di bawah otot dada besar, berpangkal
di iga III, IV dan V menuju ke prosesus korakoid. Fungsinya menaikkan tulang belikat
dan menekan bahu
3. M. Subklavikula, Otot bawah selangka. Terdapat di antara tulang selangka dan ujung
iga I, bagian dada atas sebelah bawah os klavikula. Fungsinya menetapkan tulang
selangka di sendi sebelah tulang dada dan menekan sendi bahu ke bawah dan ke depan.
4. M. seratus anterior, Otot gergaji depan. Berpangkal di iga I sampai IX dan menuju ke
sisi tengah tulang belikat, tetapi yang terbanyak menuju ke bawah.
5. Otot dada sejati yaitu otot-otot sela iga luar dan otot-otot sela iga dalam. Fungsinya
mengangkat dan menurunkan iga waktu bernapas.
Otot dada bagian dalam disebut juga otot dada sejati, yaitu otot dada yang membantu
pernapasan terdiri dari :
1. M. interkostalis eksternal dan internal terdapat di antara tulang-tulang iga. Fungsinya
mengangkat dan menurunkan tulang iga ke atas dan ke bawah pada waktu bernapas
2. M. diaragmatikus, merupakan alat istimewa yang di tengahnya mempunayi
aponeurosis yang disebut sentrum tendineum. Bentuknya melengkung ke atas
mengahadap ke rongga toraks, mempunyai lobang tempat lalu aorta vena kava dan
esofagus. Fungsinya menjadi batas antara rongga dada dan rongga perut. Kontraksi dan
relaksinya memperkecil serta memperbesar rongga dada waktu bernapas.
Bagian Perut
1. M. abdominis internal (dinding perut). Garis di tengah dinding perut dinamakan linea
alba,
2. M. abdominis eksternal, otot sebelah luar. Otot yang tebal dinamakan aponeurosis,
membentuk kandung otot yang terdapat di sebelah kiri dan kanan linea itu.
3. M. obliqus eskternus abdominis, lapisan sebelah luar sekali dibentuk otot miring luar.
Berpangkal pada iga V sampai iga yang bawah sekali. Serabut ototnya yang sebelah
belakang menuju ke tepi tulang panggul (kristailiaka). Serabut yang depan menuju linea
alba. Serabut yang tengah membentuk ikat yang terbentang dari spina iliaka anterior
superior ke simfisis.
4. M. obliqus internus abdominis, lapisan kedua di bawah otot dibentuk oleh otot perut
dalam. Serabut miring menuju ke atas dan ke tengah. Aponeurosis terbagi 2 dan ikut
membentuk kandung otot perut lurus sebelah depan dan belakang muskulus rektus
abdominis, otot perut lurus mulai dari pedang rawan iga III di bawah dan menuju ke
simfisi. Otot ini mempunyai 4 buah urat melintang.
5. M. transversus abdominis, merupakan xifoid menuju artikule ke kosta III terus ke
simfisis. Otot ini membentuk 4 buah urat yang bentuknya melintang dibungkus oleh
muskulus rektus abdominis dan otot vagina.
6. M. apponeurosis
Otot yang masuk ke dalam formasi bagian bawah dinding perut atau dinding
abdominal posterior :
1. M. psoas, terletak di belakang diafragma bagain bawah mediastinum, berhubungan
dengan quadratus lumborum di dalamnya terdapt arteri, vena dan kelenjar limfe
2. M. iliakus terdapat pada sisi tulang ilium, sebelah belakang berfungsi menopang
sekum, dan sebelah depan menyentuh kolon desendens
Bagian Punggung
Bagian Lengan
Pangkal Lengan Atas
1. Muskulus biseps (Fleksor)
Otot ini meliputi 2 buah sendi : mempunyai 2 buah kepala (kaput), Kepala yang
panjang melekat di dalam sendi bahu, kepala yang pendek melekatnya di sebelah
luar dan yang kedua di sebelah dalam.
Otot itu ke bawah menuju ke tulang pengumpil.
Di bawah uratnya terdapat kandung lendir.
Fungsinya membengkokkan lengan bawah siku, meratakan hasta dan mengangkat
lengan.
2. Muskulus brakialis (otot lengan dalam).
Otot ini berpangkal di bawah otot segitiga di tulang pangkal lengan
otot menuju taju di pangkal tulang hasta.
Fungsinya membengkokkan lengan bawah siku.
3. Muskulus korakobrakialis
Otot ni berpangkal di prosesus korakoid
otot menuju ke tulang pangkal lengan.
Fungsinya mengangkat lengan.
4. Muskulus triseps (Ekstensor)
mempunyai 3 buah kepala (kaput).
Kepala luar berpangkal di sebelah belakang tulang pangkal lengan dan menuju ke
bawah kemudian bersatu dengan yang lain.
Kepala dalam dimulai di sebelah dalam tulang pangkal lengan.
Kepala panjang dimulai pada tulang di bawah sendi dan ketiganya mempunyai
sebuah urat yang melekat di olekrani
berperan berlawanan dengan otot bisep yaitu untuk meluruskan siku
Bagian Kaki
Otot fleksor femoris, yang terdapat di bagian belakang paha terdiri dari : Biseps
femoris, otot berkepala dua. Fungsinya membengkokkan paha dan meluruskan
tungkai bawah.
M. semi membranosus, otot seperti selaput. Fungsinya membengkokkan tungkai
bawah.
M. semi tendinosus, otot seprti urat. Fungsinya membengkokkan urat bawah serta
memutarkan ke dalam.
M. sartorius, otot penjahit. Bentuknya panjang seperti pita, terdapat di bagain paha.
Fungsi: eksorotasi femur memutar ke luar pada waktu lutut mengetul, serta membantu
gerakan fleksi femur dan membengkokkan ke luar.
1. TULANG
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk
melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh. Ruang ditengah tulang-tulang
tertentu berisi jaringan hematopoetik, yang membentuk berbagai sel darah. Tulang juga
merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat.
Komponen-komponen nonselular utama dari jaringan tulang adalah mineral-mineral dan
matriks organik (kolagen dan proteolikan). Kalsium dan fosfat membentuk suatu garam
kristal (hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteolikan. Mineral-
mineral ini memampatkan kekuatan tulang. Matriks organik tulang disebut juga sebagai
suatu osteoid. Sekitar 70% dari osteoid adalah kolagen tipe I yang kaku dan memberikan
daya rentang tinggi pada tulang. Materi organik lain yang juga menyusun tulang berupa
proteoglikan seperti asam hialuronat.
Susunan dari beberapa tulang inipun memiliki suatu fungsi. Menurut Syaifuddin 1994,
fungsi dari sistem rangka yaitu :
1. Membantu tubuh untuk berdiri tegap/tidak rubuh
2. Melindungi organ tubuh yang lunak seperti otak, paru-paru dan jantung.
3. Tempat melekatnya otot-otot dan merupakan alat gerak pasif
4. Memberi bentuk pada bangunan tubuh
Selain itu rangka juga berfungsi menyimpanan mineral dan jaringan lemak (adiposa),
pembentukan sel darah di cavum medulla.
Klasifikasi Rangka
1. Berdasarkan letaknya
a. Axial Skeleton (membentuk sumbu tubuh) yang berfungsi penting dalam peran
proteksi dan supportif. Axial skeleton dibagi menjadi empat pembagian, yaitu : Cranium,
Sternum, Collumna, Verteberalis
Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak bagian kepala terdiri dari :
Bagian Parietal terletak di dahi. Membentuk sisi dan langit-langit kranium
a. Sutura sagital : yang menyatukan tulang tengkorak kiri dan kanan
b. Sutura koronal : yang menyambungkan tulang parietal dan tulang frontal
a. Sutura lamboideal : yang menyambungkan tulang parietal dan tulang oksipital
Bagian temporal terletak di tulang samping kanan kepala dekat dengan telinga
a. Skuamosa : merupakan bagian terbesar, merupakan lempeng pipih dan tipis yang
membentuk pelipis. Prosessus zigomatikum menonjol dari bagian skuamosa pada setiap
tulang temporal. Tonjolan tersebut bertemu dengan zigomatikus untuk membentuk arkus
zigomatikus
b. Petrous : bagian ini berisi struktur telinga tengah dan telinga dalam
c. Mastoid : terletak dibelakang dan dibawah liang telinga. Prosessus mastoid
adalah tonjolan membulat yang muda teraba dibelakag telinga
d. Timpani : struktur penyangga penting dari rongga nasal dan berperan dalam
pembentukan orbita mata
Bagian occipital terletak pada daerah belakang dari tengkorak
a. Foramen magnum : pintu oval besar yang dikelilingi tulang oksipital. Foramen ini
menghubungkan rongga kranial dan rongga spinal
b. Protuberans oksipital eksternal : suatu proyeksi yang mencuat diatas foramen
magnum
c. Kondilus oksipital : dua prosessus oval pada tulang oksipital yang dengan
berartikulasi vertebra serviks pertama, atlas.
Bagian spenoid letaknya berdekatan dengan tulang rongga mata seperti tulang baji.
Bagian ethmoid yaitu tulang yang menyusun rongga hidung
Tulang-tulang tengkorak merupakan tulang yang menyusun kerangka kepala. Tulang
tengkorak tersusun atas 8 buah tulang yang menyusun kepala dan empat belas tulang
yang menyusun bagian wajah, tulang tengkorak bagian kepala merupakan bingkai
pelindung dari otak. Sendi yang tedapat diantara tulang-tulang tengkorak merupakan
sendi mati yang disebut sutura.
Tulang Dada
Tulang Dada Tulang dada termasak tulang pipih, terletak di bagian tengah dada. Pada
sisi kiri dan kanan tulang dada terdapat tempat lekat dari rusuk. Bersama-sama dengan
rusuk, tulang dada memberikan perlindungan pada jantung, paru-paru dan pembuluh
darah besar dari kerusakan. Tulang dada tersusun atas 3 tulang yaitu :
Tulang hulu/manubrium yaitu tulang yang terletak di bagian atas dari tulang dada.
tempat melekatknya tulang rusuk yang pertama dan kedua.
T ulang Badan (corpus sterni), terletak dibagian tengah, tempat melekatnya tulang
rusuk ke tiga sampai ke tujuh, gabungan tulang rusuk ke delapan sampai sepuluh.
Tulang taju pedang (processusxipoideus), terletak di bagian bawah dari tulang dada.
Tulang ini terbentuk dari tulang rawan
Tulang Rusuk
Tulang rusuk berbentuk tipis, pipih dan melengkung. Bersama-sama dengan tulang
dada membentuk rongga dada untuk melindungi jantung dan paru-paru. Tulang rusuk
dibedakan atas tiga bagian yaitu :
Tulang rusuk sejati berjumlah tujuh pasang. Tulang-ulang rusuk ini pada bagian
belakang berhubungan dengan ruas-ruas tulang belakang sedangkan ujung depannya
berhubungan dengan tulang dada dengan taraan tulang rawan.
Tulang rusuk palsu berjumlah 3 pasang. Tulang rusuk ini memiliki ukuran lebih
pendek dibandingkan tulang rusuk sejati. Pada bagian belakang berhubungan dengan
ruas-ruans tulang belakang, sedangkan ketiga ujung tulang bagian depan disatukan oleh
tulang rawan yang melekatkannya pada satu titik di tulang dada.
Rusuk melayang berjumlah 2 pasang. Tulang rusuk ini pada ujung belakang
berhubungan dengan ruas-ruas tulang belakang. sedangkan ujung depannya bebas.
Tulang rusuk memiliki beberapa fungsi diantaranya : melindungi jantung dan paru-paru
dari goncangan, melindungi lambung, limpa, dan ginjal serta membantu pemapasan
a. Appendicular Skeleton
Tersusun atas tulang tulang yang merupakan tambahan dari skeleton aksial. Apendikular
skeleton ini terdiri dari :
Anggota gerak atas
Anggota gorak bawah
Gelang bahu
Gelang panggung
Bagian akhir dari nas-ruas tulang belakang seperti sakrum dan tulang coccyx.
1. Berdasarkan strukturnya
Pars Cartilago ( tulang rawan )
Tulang rawan dibentuk oleh kondrosit (sel tulang rawan) dan matriks tulang rawan
yang tersusun dari kondrin, kolagen, dan kalsium. Tulang rawan menjadi menjadi 3, yaitu
:
- Tulang rawan hialin : mempunyai matriks yang transparan. Merupakan jenis tulang
rawan yang paling banyak terdapa didalam tubuh manusia. Banyak terdapat di hidung,
sendi gerak dan ujung tulang rusuk.
- Tulang rawan fibrosa : mempunyai matriks yang berisi kolagen yang kaku.
Merupakan tulang rawan yang dapat dijumpai dibagian tubuh yang memerlukan kekuatan
besar, misalnya pada ruas tulang belakang dan lutut.
- Rulang rawan elastik : tulang rawan elastik terbentuk dari serabut elastik yang lentur.
Tulang rawan tidak akan mengalami perubahan menjadi tulang keras, meskipun orang
tersebut telah dewasa. Banyak dijumpai didalam telinga, cuping hidung dan epiglotis.
Pars ossea ( tulang sejati )
Tulang ini berasal dari tulang rawan yang mengalami asifikasi (pengerasan), dibentuk
oleh osteosit yang banyak mengeluarkan matriks. Matriks tulang keras mengandung
sedikit kolagen dan mengandung banyak kalsium dan fosfor. Kalsium dan fosfor yang
terkandung dalam matriks menyebabkan tulang menjadi keras dan tidak lentur.
Sel-sel tulang terdiri dari 3 jenis , yakni : osteoblast, osteosit dan osteoklast
Osteoblast berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresi matriks tulang.
Matriks tersusun atas 98% kolagen dan 2% substansi dasar (glukosaminoglikan, asam
polisakarida dan proteoglikan). Matriks merupakan tempat dimana garam-garam mineral
ditimbun
Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak
dalam osteon (unit matriks tulang)
Osteoklast adalah sel multinuclear (berinti banyak) yang berperan dalam
penghancuran, reabsorbsi dan remodeling tulang.
3. Berdasarkan bentuknya
- Tulang panjang (os. Longum) : tulang yang ukurannya panjangnya terbesar.
Contohnya pada tulang humerus, femur, radius, dan ulna Tulang panjang terdiri dari 3
bagian , yakni :
a. Epifisis (epiphysis) : ujung dari bagian tulang panjang yang mana terdapat disetiap sisi
pinggir dari tulang, yang terdiri dari jaringan kompak (compact bone) dan spongiosa
(spongy bone). Sebagai tempat pembentukan sel darah merah, sel darah putih dan
platelet.
b. Diafisis (Diaphysis) : badan atau poros dari tulang yang membuat bagian tersebut
memiliki ukuran panjang. Terdapat pembulu darah dan serabut saraf yang juga dilapisi
oleh lapisan yellow marrow (jaringan lemak) yang berfungsi sebagai tempat cadangan
makanan.
c. Metafisis (Metaphysis) : perbatasan antara epifisis dan diafisis. Sebagai tempat
pembentukan tulang baru.
- Tulang pendek (os. Brave)/ kuboid : tulang yang ukurannya pendek. Contohnya :
tulang pergelangan tangan dan pergelangan kaki, exterior (sub compacta), inferior
(spongiosa)
- Tulang pipih (os. Planum) : tulang yang ukurannya lebar, contohnya : tulang tengkorak
kepala, tulang rusuk, dan sternum
- Tulang tidak beraturan (os. Irreguler) : contohnya seperti vertebra, tulang wajah, dan
pelvis
Komposisi Tulang
1. 50% terdiri dari air
2. 50% padatan
- Organik 31% (1/3) : Terdiri dari serabut kolagen dan meteri organik lain yang disekresi
oleh osteoblast, Fleksibilitas terhadap stretching dan twisting
- Inorganik 69% (2/3) : Terutama terdiri dari calcium phosphate dan calsium hydroxide,
Menghasilkan tulang yang keras dan tahan terhadap tekanan.
Organik Inorganik
Anak 1 1
Dewasa 3 7
Lanjut Usia 1 4
Proses Penuaan
- Demineralisasi (kehilangan mineral) atau biasa disebut juga osteoporosis
a. Pada wanita biasa terjadi di usia 40-45 tahun dikarenakan penurunan kadar esterogen
yang sangat cepat
b. Pada laki-laki , dimulai pada usia 60 tahun dan berlangsung secara bertahap
- Turunnya sintesa protein yang disebabkan produksi kolagen menurun sehingga tulang
lebih keras dan mudah fraktur, selain itu juga karena penurunan produksi hormon
C. Rangkuman
E. Latihan
Jawablah pertanyaan ini dengan benar
1. Sebutkan anatomi dalam sistem muskuloskletal ?
2. Sebutkan jenis-jenis otot ?
3. Apa yang terjadi jika sistem muskuloskletal terganggu ?
F. Rujukan
1. Alberts B. 1994. Biologi Molekuler Sel, Edisi Kedua. Penerbit PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
2. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2004. Kurikulum Sekolah Menengah
Kejuruan (GBPP) Mata Pelajaran Biologi. Depdikbud, Jakarta.
3. Siregar. Ameilia Z. 2008.Biologi Pertanian, Jilid 1. Direktorat Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
4. Gunawan Dkk.2007.Biologi.PT Grasindo,Jakarta.
5. D.A. Pratiwi Dkk.Biologi.Erlangga
6. Friend, G. 1999. Biologi edisi II.Erlangga, Jakarta.
7. Hidayat, E. 2006. Anatomi Tumbuhan Berbiji. Institut Teknologi Bandung,Bandung.
8. Isnaeni,W. 2002. Flora Flora Flora. Graha Ilmu, Jakarta.
9. Nugroho, H. 2006. Biologi Dasar-Dasar. Erlangga, Jakarta.
10. Srigandono. 1992. Zoologi dasar. Erlangga, Jakarta.
11. Sudjadi, B. 2005. Biologi. Yudhistira, Jakarta.
12. Sumadi. 2000. Biologi Sel. Graha Ilmu, Jakarta.
13. Ayala, F. J. and Kiger,J.A. (1984). Modern Genetics. 2nded. Menlo Park: The
Benjamin/Cunning Publ.Co.,Inc.
patofisiologi muskuloskletal
A. Pendahuluan
1. Tujuan Intruksional Khusus
Setelah mempelajari BAB II diharapkan mahasisma mampu memahami
Patofisiologi untuk system muskuloskletal
2. Entry Behaviour
Menerapkan konsep patofisiologi muskuloskletal seebagai suatu pendekatan dalam
menyelesaikan masalah keperawatan
3. Keterkaitan dengan Materi lain
Memahami BAB II akan memudahkan mahasiswa mempelajari materi lainnya
terutama keperawatan dasar dan muskulskletal
4. Pentingnya Mempelajari Isi BAB II
Mahasiswa mampu Menjelaskan patofisiologi infeksi system
muskuloskeletal
5. Petujuk Mempelajari Isi BAB
a. Bacalah tujuan mempelajari isi BAB ini dan kemampuan yang harus dicapai
b. Baca dan pahami setian isi BAB
c. Tanyakan pada dosen pengampu bila ada hal hal yang perlu diklarifikasi atau
memerlukan pemahaman lebih lanjut
d. Buatlah ringkasan tiap sub BAB agar melatih kemampuan memahami hal hal
yang penting
e. Jawab dan isi pertanyaan yang telah disediakan
B. Penyajian Materi
1. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan daya pegas untuk
menahan tekanan, tetapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur periosteum dari pembuluh darah
serta saraf dalam korteks, marrow dan jaringan lunak membungkus tulang rusak.
Pendarahan terjadi karena kerusakan tersebut maka terbentukla hematoma di rongga
medulla tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan
yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai
dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit serta infiltrasi sel adalah putih.
Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya dan
apabila kerusakan sudah parah akan diganti oleh jaringan baru.
1. Inflamasi
Dengan adanya patah tulang,, tulang mengalami respon yang sama dengan bila ada
cedera di lain tempat dalam tubuh. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang cedera dan
terjadi pembentukan hematoma pada tempat patah tulang. Ujung fragmen tulang
mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cedera kemudian akan
diinvasi oleh makrofag (sel darah putih besar) yang akan membersihkan daerah tersebut.
Terjadi inflamasi, pembengkakan dan nyeri.
2. Proliferasi sel
Dalam sekitar lima hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk benang-
benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi dan
invasi fibrolast dan osteoblast (berkembang dari osteosit, sel endotel, sel periosteum)
akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan
tulang.
3. Pembentukan Kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain
sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan
fibrus, tulang rawan dan tulang serat imatur. Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan
untuk menghubungkan secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan
pergeseran tulang.
4. Osifikasi
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2 sampai 3 minggu patah tulang
melalui proses penulangan endokondrial.
5. Remodeling
Tahap akhir perbaikan tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang
baru ke susunan structural sebelumnya. Remodeling memerlukan waktu berbulan sampai
bertahun tergantung beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, dan fungsi tulang.
C. Rangkuman
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan daya pegas untuk
menahan tekanan, tetapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur periosteum dari pembuluh darah
serta saraf dalam korteks, marrow dan jaringan lunak membungkus tulang rusak.
Pendarahan terjadi karena kerusakan tersebut maka terbentukla hematoma di rongga
medulla tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan
yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai
dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit serta infiltrasi sel adalah putih.
Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya dan
apabila kerusakan sudah parah akan diganti oleh jaringan baru.
D. Latihan
Jawablah soal dibawah ini dengan benar
1. Jelaskan apa yang dimaksud patofisiologi ?
2. Buatlah patofisiologi
a. Infeksi pada sistem muskuloskletal !
4. sebutkan dan jelaskan tahap penyembuhan nyeri ?
E. Rujukan
1. Giancoli, Douglas C., 2001, Fisika Jilid I (terjemahan), Jakarta : Penerbit Erlangga
2. Halliday dan Resnick, 1991, Fisika Jilid I, Terjemahan, Jakarta : Penerbit Erlangga
3. Kanginan, Marthen, 2002, Fisika untuk SMA kelas X, Semester 1, Jakarta : Penerbit
Erlangga
4. Tipler, P.A.,1998, Fisika untuk Sains dan Teknik-Jilid I (terjemahan), Jakarta :
Penebit Erlangga
5. Young, Hugh D. & Freedman, Roger A., 2002, Fisika Universitas (terjemahan),
Jakarta : Penerbit Erlangga
A. Pendahuluan
1. Tujuan Intruksional Khusus
Setelah mempelajari BAB III diharapkan mahasisma mampu memahami pengkajian
sistem muskuloskletal
1. Anamnesis system terhadap pasien dengan keluhan system
muskuloskletal
2. Pengkajian fisik:
a. Gaya berjalan
b. Integritast ulang
c. Fungsi sendi
d. Kekuatan dan ukuran otot
e. Kondisi kulit
f. Status neurovaskuler
2. Entry Behaviour
Menerapkan konsep pengkajian muskuloskletal sebagai suatu pendekatan dalam
menyelesaikan masalah keperawatan
3. Keterkaitan dengan Materi lain
Memahami BAB III akan memudahkan mahasiswa mempelajari materi lainnya
terutama keperawatan muskuloskletal
4. Pentingnya Mempelajari Isi BAB III
Biolistrik adalah bagian dari ilmu fisika kesehatan, ilmu ini mendukung bidang
Keperawatan seperti pemahaman tentang medan magnet, hantaran listrik, kelistrikan
dalam tubuh manusia yang akan diaplikasikan dalam tindakan keperawatan.
5. Petujuk Mempelajari Isi BAB
a. Bacalah tujuan mempelajari isi BAB ini dan kemampuan yang harus dicapai
b. Baca dan pahami setian isi BAB
c. Tanyakan pada dosen pengampu bila ada hal hal yang perlu diklarifikasi atau
memerlukan pemahaman lebih lanjut
d. Buatlah ringkasan tiap sub BAB agar melatih kemampuan memahami hal hal
yang penting
e. Jawab dan isi pertanyaan yang telah disediakan
B. Penyajian Materi
A.DATA SUBJEKTIF
1.Keluhan Utama
1.1.Persendian
1.1.1.Nyeri
Nyeri adalah masalah yang paling umum dari gangguan muskuloskeletal. Penting untuk
mengetahui lokasi dari nyeri, kualitas maupun tingkat keparahannya dan waktu
terjadinya nyeri. Disamping itu perlu diperoleh informasi mengenai kondisi yang
memperberat maupun yang meringankan keluhan. Termasuk juga apakah ada keluhan
lain yang menyertai nyeri seperti demam dan sakit tenggorokan.
2.Kekakuan
Pada penyakit rheumatoid arthritis, kekakuan pada persendian biasanya terjadi pada
pagi hari dan setelah periode istirahat.
1.1.3. Pembengkakan, panas dan kemerahan pada sendi
Keluhan ini dikaji untuk mengetahui apakah terdapat inflamasi akut
1.1.4.Keterbatasan gerak
Penurunan rentang gerak biasanya muncul pada masalah persendian
1.2.Otot
1.Nyeri
Nyeri pada otot biasanya dirasakan seperti “KRAM” atau kejang pada otot
.2.2.Kelemahan Otot
Perlu diketahui lama terjadinya keluhan, lokasi apakah terdapat distropi pada otot
tersebut. Kelemahan Otot dapat diindikasikan sebagai adanya gangguan
muskuloskeletal atau neurology.
1.3. Tulang
1.3.1 Nyeri
Pada fraktur karakteristik nyeri tajam dan keluhan semakin parah jika ada pergerakan.
Meskipun demikian keluhan nyeri pada tulang biasanya tumpul dan dalam yang juga
mengakibatkan gangguan pergerakan.
1.3.2. Deformitas
Keluhan ini dapat terjadi karena trauma dan juga mempengaruhi rentang gerak. Ini
perlu dikaji dengan lebih teliti dan data yang terkait dengan waktu terjadinya trauma
serta penanganan yang dilakukan perlu diidentifikasi secara cermat.
1.4.Pengkajian Fungsional
Pengkajian ini terkait dengan kemampuan pasien dalam melakukana aktivitas sehari-
hari ( ADL). Yang meliputi personal hygiene, eliminasi berpakaian dan berhias, makan
kemampuan mobilisasi serta kemampuan berkomunikasi.
B. DATA OBJEKTIF
1.Pemeriksaan Fisik
1.1.Persiapan klien
Persiapkan ruangan senyaman mungkin. Berikan informasi yang jelas kepada klien
tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan, bila perlu didemonstrasikan terlebih
dulu mengenai gerakan yang akan dilakukan. Beberapa posisi mungkin mengakibatkan
ketidaknyamanan pada klien, oleh karena itu hindarkan aktivitas yang tidak perlu dan
berikan periode istirahat pada waktu pemeriksaan jika diperlukan. Pencahayaan yang
baik pada di ruangan pemeriksaan juga sangat penting.
1.2.Inspeksi
Observasi kulit dan jaringan terhadap adanya perubahan warna, pembengkakan, massa,
maupun deformitas. Catat ukuran dan bentuk dari persendian. Pembengkakan yang
terjadi dapat dikarenakan adanya cairan yang berlebih pada persendian, penebalan
lapisan sinovial, inflamasi dari jaringan lunak maupun pembesaran tulang. Deformitas
yang terjadi termasuk dislokasi, subluksasi, kontraktur ataupun ankilosis. Perhatikan
juga postur tubuh dan gaya berjalan klien, misalnya gaya berjalan spastik hemiparese
ditemukan pada klien stroke, tremor pada klien parkinson, dan gaya berjalan pincang.
Jika klien berjalan pincang, maka harus diobservasi apakah hal tersebut terjadi oleh
karena kelainan organik pada tubuh sejak bayi atau oleh karena cedera muskuloskeletal.
Untuk dapat membedakannya dengan melihat bentuk kesimetrisan pinggul, bila tidak
simetris artinya gaya berjalan bukan karena cedera muskuloskeletal.
Gambar 1. Gambaran Postur Tubuh Abnormal
A.Kiposis
B.Skoliosis
C.Lordosis
1.3.Palpasi
Lakukan palpasi pada setiap sendi termasuk keadaan suhu kulit, otot, artikulasi dan area
pada kapsul sendi. Normalnya sendi tidak teraba lembek pada saat dipalpasi, demikian
juga pada membran sinovial. Dan dalam jumlah yang sedikit, cairan yang terdapat pada
sendi yang normal juga tidak dapat diraba. Apabila klien mengalami fraktur,
kemungkinan krepitasi dapat ditemukan, tetapi pemeriksaan ini tidak dianjurkan karena
dapat memperberat rasa nyeri yang dirasakan klien.
1.4.Rentang Gerak(ROM)
Buatlah tiap sendi mencapai rentang gerak normal penuh ( seperti pada tabel 2 ).
Pada kondisi normal sendi harus bebas dari kekakuan, ketidakstabilan,
pembengkakan, atau inflamasi.
Bandingkan sendi yang sama pada kedua sisi tubuh terhadap keselarasan
Uji kedua rentang gerak aktif dan pasif untuk masing-masing kelompok sendi otot
mayor yang berhubungan.
Jangan paksa sendi bergerak ke posisi yang menyakitkan.
Beri klien cukup ruang untuk menggerakkan masing-masing kelompok otot sesuai
rentang geraknya.
Selama pengkajian terhadap rentang gerak, kekuatan dan tegangan otot , inspeksi
juga memgenai adanya pembengkakan, deformitas, dan kondisi dari jaringan sekitar,
palpasi atau observasi terjadinya kekakuan, ketidakstabilan, gerakan sendi yang
tidak biasanya, sakit, nyeri, krepitasi dan nodul-nodul.
Bila sendi tampak bengkak dan inflamasi, palpasilah kehangatannya.
Selama pengukuran rentang gerak pasif, minta klien agar rilek dan memungkinkan
pemeriksa menggerakkan sendi secara pasif sampai akhir rentang gerak terasa.
Pemeriksa membandingkan rentang gerak aktif dan pasif yang harus setara untuk
masing-masing sendi dan diantara sendi-sendi kontralateral. Dalam keadaan normal
dapat bergerak bebas tanpa sakit atau krepitasi.
Bila diduga terjadi penurunan gerakan sendi, gunakan sebuah goniometer untuk
pengukuran yang tepat mengenai derajat gerakan. (Caranya tempatkan goniometer
pada tengah siku dengan lengan melebar disepanjang lengan bawah dan lengan atas
klien. Setelah klien memfleksikan lengan, goniometer akan mengukur derajat fleksi
sendi).
Ukur sudut sendi sebelum rentang gerak sendi secara penuh atau pada posisi netral
dan ukur kembali setelah sendi bergerak penuh. Bandingkan hasilnya dengan derajat
normal gerakan sendi.
Tonus dan kekuatan otot dapat diperiksa selama pengukuran rentang gerak sendi.
Tonus dideteksi sebagai tahanan otot saat ekstremitas rilek secara pasif digerakkan
melalui rentang geraknya. Tonus otot normal menyebabkan tahanan ringan dan data
terhadap gerakan pasif selamanya rentang geraknya.
Periksa tiap kelompok otot untuk mengkaji kekuatan otot dan membandingkan pada
kedua sisi tubuh. Caranya minta klien membentuk suatu posisi stabil. Minta klien
untuk memfleksikan otot yang akan diperiksa dan kemudian menahan tenaga dorong
yang dilakukan pemeriksa terhadap fleksinya . Periksa seluruh kelompok otot
mayor. Bandingkan kekuatan secara bilateral, dalam keadaan normal kekuatan otot
secara bilateral simetris terhadap tahanan tenaga dorong, lengan dominan mungkin
sedikit lebih kuat dari lengan yang tidak dominan.
Bersamaan dengan tiap manuver : minta klien membentuk suatu posisi kuatnya.
Berikan peningkatan tenaga dorong secara bertahap terhadap kelompok otot.
Klien menahan dorongan dengan usaha untuk menggerakkan sendinya berlawanan
dengan dorongan tersebut.
Klien menjaga tahanan tersebut agar tetap ada sampai diminta untuk
menghentikannya.
Sendi seharusnya bergerak saat pemeriksa memberi variasi kekuatan tenaga dorong
terhadap kelompok otot tersebut.
Bila kelemahan otot terjadi, periksa ukuran otot dengan menempatkan pita pengukur
di sekitar lingkar otot tubuh tersebut dan membandingkannya dengan sisi yang
berlawanan.
1.9.Pemeriksaan ballotemen
Pemeriksaan ini dapat digunakan apabila terdapat sejumlah cairan pada area patela.
Gunakan tangan kiri untuk menekan rongga suprapatelar. Dengan jari tangan kanan
dorong patella dengan tajam ke arah femur. Apabila tidak terdapat cairan maka patella
yang terdorong akan kembali ke posisi semula.
1.10.Pemeriksaan McMurray (McMurray’s test)
Pemeriksaan ini dilakukan apabila klien melaporkan adanya riwayat trauma yang
diikuti dengan rasa nyeri pada lutut dan kesulitan dalam menggerakkannya. Klien
dibaringkan dengan posisi supine, dan pemeriksa berdiri di sisi klien pada bagian yang
akan diperiksa. Sokong tumit kaki dan fleksikan lutut dan pinggul. Tangan yang lain
C. Rangkuman
Pengkajian muskuloskletal melipuyi pemeriksaan pada tulang.persendia dan
otot-otot.pengkajian perlu dilakukan secara sistematis,teliti dan terarah.data yang
dikumpulkan melipuyi data subjektif dan objecktifdengan cara melakukan
ammnamesisdan pemeriksaan fisik.pemeriksaan fisik harus dilakukan secara
sistematis untuk menghindari kesalahan , pengkajian keperawatan merupakan evaluasi
fungsional .teknik inspeksi dan palpasi dilakukan untuk mengevaluasi integritas
tulang,postur tubuh, fungsi sendi kekutan otot , cara berjalan, dan kemampuan psien
melakukan aktifitas hidup sehari-hari.
D. Latihan
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pengkajian ?
2. Sebutkan teknik apa yang diapakai untuk melakukan pengkajian pada pemeriksaan
fisik ?
3. Sebutkan berapa macam data dalam proses pengkajian ?
E. Rujukan
1. Cameron, John R, dkk. 1978. MEDICAL PHYSICS. Florida : Wisconsin Tallahasee
2. Ruslan, Ahmadi. 2010. TEORI DAN APLIKASI FISIKA KESEHATAN. Yogyakarta : Nuha
Medika
3. Purwanto. 2007. Ensiklopedi fisika. Bandung : PT Kiblat Buku Utama.
4. http://reikinaqs.wapsite.me/Biolistrik
5. http://www.news-medical.net/health/What-is-the-Nervous-System-
%28Indonesian%29.asp
A. Pendahuluan
1. Tujuan Intruksional Khusus
Setelah mempelajari BAB IV diharapkan mahasisma mampu memahami Konsep
Perencanaan/Implementasi/EvaluasiKeperawatan pada kasus pengkajian fisik
gangguan system muskuloskletal
2. Entry Behaviour
Menerapkan konsep intervensi ,implementasi da evaluasi sebagai suatu pendekatan
dalam menyelesaikan masalah keperawatan
3. Keterkaitan dengan Materi lain
Memahami BAB IV akan memudahkan mahasiswa mempelajari materi lainnya
dalam keperawatan medikal bedah terutama sistem syaraf.
4. Pentingnya Mempelajari Isi BAB IV
Mahasiswa mampu melakukan konsep perencanaan/implementasi/evaluasikeperawat
an pada gangguan system muskuloskletal
6) Data Psikososial
Pengkajian yang dilakukan pada klien immobilisasi pada dasarnya sama dengan
pengkajian psikososial pada gangguan system lain yaitu mengenai konsep diri
(gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri, dan identitas diri) dan hubungan atau
interaksi klien baik dengan anggota keluarganya maupun dengan lingkungan
dimana dia berada.
Pada klien yang fraktur dan immobilisasi, adanya perubahan pada konsep diri terjadi
secara perlahan – lahan yang mana dapat dikenali melalui observasi terhadap adanya
perubahan yang kurang wajar dalam status emosional, perubahan tingkah laku,
menurunnya kemampuan dalam pemecahan masalah dan perubahan status tidur.
7) Data Spiritual
Klien yang fraktur perlu dikaji tentang agama dan kepribadiannya, keyakinannya,
harapan, serta semangat yang terkandung dalam diri klien merupakan aspek penting
untuk kesembuhan penyakitnya.
8) Data Penunjang
a) Studi Diagnostik
Uji sinar dan roentgen digunakan untuk menetukan luasnya fraktur, bone scane,
tomogram, CT Scane digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan.
b) Studi Labolatorium
Dengan pemeriksaan darah dan urine untuk mengetahui kadar alkali pospatase,
kalsium, kretinin dan fosfat.
2. Diagnosa Keperawatan
Setelah data diperoleh secara lengkap dan kemudian dianalisa, maka diperoleh
beberapa masalah yaitu :
a. Gangguan rasa nyaman ; nyeri b.d terputusnya kontinuitas jaringan
b.Keterbatasan mobilitas fisik ; aktivitas b.d immobilsasi
c. Gangguan pemenuhan ADL ; personal hygiene b.d kurangnya kemampuan
klien dalam merawat diri
d. Gangguan rasa aman ; cemas b.d kurangnya pengetahuan klien tentang kondisi
luka dan prosedur tindakan
e. Potensial terjadinya penyebaran infeksi b.d adanya luka yang masih basah
f. Potensial gangguan integritas kulit ; dekubitus b.d tirah baring lama
g.Potensial konstipasi b.d immobilisasi
h.Potensial terjadinya kontraktur sendi dan atrofi otot b.d tirah baring lama
3. Perencanaan
Meliputi tujuan jangka panjang dan jangka pendek, intervensi serta
rasionalisasi tindakan.
a. Gangguan rasa nyaman ; nyeri b.d terputusnya kontinuitas jaringan
1) Tujuan jangka panjang
Nyeri klien menghilang
2) Tujuan jangka pendek
- Klien mengatakan nyerinya berkurang
- Klien mampu mendemonstrasikan kembali teknik distraksi atau relaksasi
- Ekspresi wajah klien tenang
- Klien dapat melalkukan perubahan posisi dengan tidak merasa nyeri
3) Intervensi :
a) Kaji tingkat nyeri klien
Rasional : Dengan mengkaji tingkat nyeri klien untuk mengetahui dan menentukan
langkah selanjutnya dalam memberikan intervensi
b) Tinggikan dan sokong ekstremitas yang mengalami luka
Rasional : Dengan meninggikan dan menyokong ekstremitas yang mengalami luka
agar aliran darah dari ektremitas lancer sehingga dapat menurunkan bengkak.
c) Atur posisi tidur klien
Rasional : Dengan mengatur posisi tidur klien maka aliran darah akan bergerak lancer
sehingga dapat memberikan kenyamanan bagi klien
d) Lakukan teknik distraksi dengan menyuruh klien membaca Koran saat nyeri
dirasakan
Rasional : Dengan malakukan teknik distraksi pada klien dapat mengalihkan perhatian
terhadap rasa nyeri kepada hal – hal yang lain
e) Kolaborasikan tentang pemberian obat anlgetik
b. Kurangnya aktivitas ; mobilisasi fisik b.d immobilisasi
1) Tujuan jangka panjang
Mempertahankan kemamapuan pergerakan fisik
2) Tujuan jangka pendek
- Terpeliharanya posisi fungsional
- Mobilitas terpelihara
- Dapat mendemonstrasikan cara melakukan gerakan
3) Intervensi
a) Kaji tingkat immobilisasi sehubungan dengan kerusakan dan catat persepsi klien
tentang immobilisasi
Rasional : Untuk mengetahui persepsi klien tentang keadaannya sehingga dapat
diberikan informasi dan intervensi yang tepat
b) Sediakan papan kaki
Rasional : Berguna untuk memelihara posisi funsional dari ekstremitas dan mencegah
komplikasi kontraktur
c) Bantu dengan mobilitas yang efektif (bergerak, duduk, dan bergeser)
Rasional : Mobilisasi dini akan mengurangi komplikasi, dan meningkatnya
penyembuhan dan normalisasi fungsi organ.
3) Intervensi
a) Observasi keadaan klien
Rasoinal : Mengobservasi keadaan luka dapat mengetahui kalau ada tanda – tanda
adanya infeksi
b) Monitor tanda – tanda vital
Rasional : Adanya peningkatan tanda – tanda vital merupakan adanya salah satu
gejala infeksi
c) Gunakan teknik aseptic dan antiseptic dalam melakukan setiap tindakan
Rasional : Taknik aseptic dan antiseptic dapat mencegah pertumbuhan kuman
sehingga infeksi dapat dicegah
d) Ganti balutan tiap hari dengan menggunakan alat yang steril
Rasional : Mengganti balutan untuk menjaga agar luka tetap bersih yang dapat
mencegah terjadinya kontaminasi
e) Berikan antibioik sesuai programpengobatan
Rasional : Antibiotik merupakan obat untuk mengobati / mencegah infeksi dengan
cara membunuh kuman yang masuk
f) Kolaborasi dengan tim kesehatan terutama leukosit
Rasional : Adanya peninggian leukosit merupakan salah satu tanda adanya infeksi
f. Potensial gangguan integritas kulit ; dekubitus b.d tirah baring lama
1) Tujuan jangka pangjang
Dekubitus tidak terjadi
2) Tujuan jangka pendek
- Tidak terdapat tanda kemerahan pada daerah yang tertekan
- Kulit tidak lecet
- Kulit bersih tidak lembab
3) Intervensi
a) Periksa keadaan kulit tentang kebersihan, perubahan warna, luka atau edema
Rasional : Dengan pemeriksaan tersebut dapat mengetahui sedini mungkin bila ada
tanda – tanda kerusakan kulit
b) Lakukan perubahan posisi
Rasional : Kulit yang mendapat penekanan, sirkulasi darahnya kearea tersebut
menjadi lancer dengan adanya perubahan posisi
c) Jaga kebersihan alat tenun dan ganti secara teratur
Rasional : Alat – alat tenun yang bersih dapat mengurangi resiko kerusakan kulit dan
mencegah masuknya mikroorganisme ke kulit
d) Massage pada daerah yang tertekan
Rasional : Massage pada daerah yang tertekan akan merangsang sikulasi darah pada
daerah tersebut sehingga dapat menimbulkan kenyamanan bagi klien
e) Bersihkan kulit secara teratur dengan menggunakan air hangat dan sabun
Rasional : Sabun mengandung antiseptic sehingga dapat menghilangkan kotoran dan
menjaga kelembaban kulit sehingga integritas kulit dapat terjaga
g. Potensial konstipasi b.d immobilisasi
1) Tujuan jangka panjang
Konstipasi tidak terjadi
2) Tujuan jangka pendek
- BAB lancar dan normal
- Tidak terjadi distensi pada abdomen
- Hasil auskultasi peristaltic usus 5-35 x/menit
3) Intervensi
a) Melatih klien untukj melakukan pergerakan yang melibatkan daerah abdomen
seperti miring kanan atau miring kiri
Rasional : Dengan melakukan pergerakan yang melibatkan daerah abdomen akan
meningkatkan ketegangan otot abdomen yang membantu peningkatan peristaltic usus
sehingga feses dapat keluar dengan lancar.
b) Berikan cairan yang adekuat
Rasional : Dengan memberikan cairan yang adekuat akan meninhkatkan kandungan
air dalam feces sehingga pengeluaran feces akan lancar
c) Berikan makanan tinggi serat
Rasional : Makanan tinggi serat akan menarik cairan dari lumen usus, sehingga feces
konsistensinya lembek dan mudah dikeluarkan.
h. Potensial terjadinya kontraktur sendi dan atrofi otot b.d tirah baring lama
1) Tujuan jangka panjang
Kontraksi sendi dan atrofi otot tidak terjadi
2) Tujuan jangka pendek
Tanda – tanda konstraktur sendi dan atrofi otot tidak ada
3) Intervensi
a) Anjurkan dan ajarkan klien untuk melakukan ROM baik secara aktif maupun
pasif
Rasional : Dengan ROM dapat meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk
kekuatan otot dan mencegah terjadinya konstraktur dan atrofi
b) Latih otot klien secara isometric dan resistive
Rasional : Latihan isometric dan resistive untuk meningkatkan tonus dan kekuatan
otot.
4. Pelaksanaan
5. Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
6. Evaluasi
”Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan, yang menyediakan nilai
perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada
7. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola pikir.
dilaksanakan.
klien.
C. Rangkuman
Pengkajian muskuloskletal melipuyi pemeriksaan pada tulang.persendia dan
otot-otot.pengkajian perlu dilakukan secara sistematis,teliti dan terarah.data yang
dikumpulkan melipuyi data subjektif dan objecktifdengan cara melakukan
ammnamesisdan pemeriksaan fisik.pemeriksaan fisik harus dilakukan secara
sistematis untuk menghindari kesalahan , pengkajian keperawatan merupakan evaluasi
fungsional .teknik inspeksi dan palpasi dilakukan untuk mengevaluasi integritas
tulang,postur tubuh, fungsi sendi kekutan otot , cara berjalan, dan kemampuan psien
melakukan aktifitas hidup sehari-hari.
D. Latihan
1. Jelaskan tahap pproses keperawatan pada sistem muskuloskletal ?
2. Buatlah diagnosa keperawatan ?
3. Buatlah intervensi sesuai dengan diagnosanya ?\
8. Rujukan
1. Amien,M.1987.Makhluk Hidup.Jakarta:PN Balai Pustka.
2. Hadisumarto,Suhargono.1997.Biologi-2b.Jakarta:Bumi Aksara.
3. Keeton,William T.1980.Biology Science.Library of Congress in Publication Krass.
4. Kimbal, John W.1983.Biology 3rd ed.Addison Wesley.
5. Syamsuri,Istamar.2004.Biologi SMA kelas XI.Jakarta : Erlangga.
6. Wilarso,joko.2001.BIOLOGI PENDIDIKAN DASAR.Jakarta:Erlangga.
BURSILITIS
A. Pendahuluan
1. Tujuan Intruksional Khusus
Bursilitis
2. Entry Behaviour
Menganalisis masalah keperawatan dengan menggunakan prinsip-prinsip bursilitis
sebagai bagian pendekatan holistik keperawatan
3. Keterkaitan dengan Materi lain
Memahami BAB V akan memudahkan mahasiswa mempelajari materi lainnya
dalam keperawatan muskuloskletal
4. Pentingnya Mempelajari Isi BAB V
Mahasiswa mampu memahami konsep dari pengkajian pada pasien bursilitis
5. Petujuk Mempelajari Isi BAB
a. Bacalah tujuan mempelajari isi BAB ini dan kemampuan yang harus dicapai
b. Baca dan pahami setian isi BAB
c. Tanyakan pada dosen pengampu bila ada hal hal yang perlu diklarifikasi atau
memerlukan pemahaman lebih lanjut
d. Buatlah ringkasan tiap sub BAB agar melatih kemampuan memahami hal hal
yang penting
e. Jawab dan isi pertanyaan yang telah disediakan
B. Penyajian Materi
1. DEFINISI
Bursitis adalah peradangan pada bursa yang disertai rasa nyeri.
Bursa adalah kantong datar yang mengandung cairan sinovial , yang memudahkan
pergerakan normal dari beberapa sendi pada otot dan mengurangi gesekan. Bursa
terletak pada sisi yang mengalami gesekan, terutama di tempat dimana tendon atau
otot melewati tulang. Dalam keadaan normal, sebuah bursa mengandung sangat
sedikit cairan. Tetapi jika terluka, bursa akan meradang dan terisi oleh cairan.
2. ETIOLOGI
Penyebab utama bursitis adalah cedera ringan berulang, biasanya berhubungan
dengankegiatan kerja. Pergeseran yang berulang-ulang dapat menyebabkan bursitis
akibat gesekan (friction bursitis) dimana dinding bursa menebal dan dapat terjadi
efusi pada bursa. Bursitis juga dapat berhubungan dengan jenis pekerjaan tertentu
seperti prepatela bursitis pada lutut pembantu rumah tangga, dan alekranon bursitis
pada pelajar. Peradangan disertai dengan peningkatan junlah cairan yang
menyebabkan distensi ( pelembungan ) dapat menyebabkan dinding burse mengeras.
Bagian tubuh yang biasanya terkena bursitis adalah bahu, siku, pinggul, panggul,
lutut, jari kaki dan tumit.
3. KLASIFIKASI
Berdasarkan waktu berapa lama telah terinfeksinya bursitis di klasifikasikan menjadi
2 jenis, yaitu bersitis akut dan bursitis kronis.
a. Bursitis Akut
Bursitis akut terjadi secara mendadak. Jika disentuh atau digerakkan, akan timbul
nyeri di daerah yang meradang. Kulit diatas bursa tampak kemerahan dan
membengkak. Bursitis akut yang disebabkan oleh suatu infeksi atau gout
menyebabkan nyeri yang luar biasa dan daerah yang terkena tampak kemerahan dan
teraba hangat.
b. Bursitis Kronis
Bursitis kronis merupakan akibat dari serangan bursitis akut sebelumnya atau karena
cedera yang berulang. Pada akhirnya, dinding bursa akan menebal dan di dalamnya
terkumpul endapan kalsium padat yang menyerupai kapur. Bursa yang telah
mengalami kerusakan sangat peka terhadap peradangan tambahan. Nyeri menahun
dan pembengkakan bisa membatasi pergerakan, sehingga otot mengalami penciutan
(atrofi) dan menjadi lemah. Serangan bursitis kronis berlangsung selama beberapa
hari sampai beberapa minggu dan sering kambuh.
Berdasarkan lokasi terjadinya bursitis di klasifikasi kan menjadi 6, yaitu:
a. Bursitis Alekranon
Radang bursa alekranon merupakan penyebab tersering nyeri periartikuler sikron.
Penyebab utama bursitis adalah cedera ringan berulang, biasanya berhubungan
dengan kegiatan kerja. Gambaran klinis gerakan sendi sedikit terbatas pada fleksi
maksimal karena nyeri, bursitis trauma biasanya hanya nyeri ringan maupun dapat
sangat bengkak, bursitis alekranon sering merupakan radang piogenik. Gejala dini
berupa tanda radang akut dengan hipertemia, edema luas di sekitarnya tetapi tidak
ada tanda arthritis. Penanganan pada bursistis alekranon akibat trauma atau idiopatik
perlu perlindungan bursa terhadap iritasi dan tekanan bila perlu dilakukan aspirasi
dan beban tekan aspirasi harus dilakukan secara steril mengingat adanya infeksi
bacterial.
b. Bursitis Panggung / Bursitis Trokanter
Bursitis trokanter sering di kelirukan dengan penyakit intra artikuler. Penyebab
tersering nyeri panggul pada usia pertengahan dan lanjut. Gambaran klinis.
Gambaran utama bursitis panggul adalah local yang meliputi trokanter mayor dan
nyeri saat melakukan rotasi ekstrim dan abduksi panggul. Karena nyeri di bokong
dan panggul sering berhubungan dengan penyakit tulang belakang daerah lumbal
pada penyakit intra artikuler endorotasi maksimal akan menimbulkan nyeri tetapi
pada bursitis tidak demikian.
c. Bursitis Kaki
Antara permukaan belakang tulang kalkaneus dan tendo Achilles biasanya terdapat
bursa. Sering ditemukan juga bursa antara Achilles dan kulit. Perbedaan antara kedua
bursitis ini dapat ditentukan karena bursitis retrokalkareus menonjol bilateral
disamping tendon sedangkan bursitis rettendo Achilles menutup tendon tersebut.
Penyebabnya adalah pembebanna yang berlebihan atau rangsangan alas kaki yang
tidak cocok misalnya rangsangan pinggir belakang sepatu.
d. Bursitis Prepatela
Disebut juga lutut pembantu RT. Bursitis yang tidak terinfeksi bukanlah akibat
tekanan tetapi akibat friksi tetap antara kulit dan patela. Penyakit ini terjadi pada
penenun karpet dan buruh tambang.
Pembengkakan terbatas akan berfluktuasi tetapi sendi itu normal.
e. Bursitis Intrapatela
Pembengkakan berada pada tempat yang lebih dangkal daripada ligamentum patela
karena lebih ke distal. Terjadi pada orang yang berada berlutut lebih tegak daripada
orang yang mengepel.
f. Bursitis Iliopsous
Nyeri pada lipat paha dan paha anterior. Nyeri yang paling khas adalah peningkatan
nyeri yang tajam saat abduksi dan rotasi internal pada panggul.
4. PATOFISIOLOGI
Bursitis trokanter dan tendinitis insersi aponeutosis otot gluteus di trokanter
mayor sering dikelirukan dengan penyakit intra antrikuler. Tendinitis M. gluteus
medsus dan M. gluteus minimus pada insersinya di dalam trokanter mayor adalah
penyakit tersering panggul pada usia pertengahan dan lanjut. Inflamasi di daerah
insersi otot tersebut biasanya juga meliputi burse trokanter yang terletak di sub cutan,
dengan nyeri lokal di posterolateral prominensia ( menonjol di atas permukaan )
trokanter. Gejala utama bursitis dan tendinitis panggul ialah nyeri lokal yang meliputi
trokanter mayor dan nyeri saat melakukan rotasi ekstrem atau abduksi panggul.
Penderita mengeluh nyeri panggul, biasanya menjadi lebih hebat pada eksuserbasi
dan beralih ke sisi lateral paha. Biasanya panggul teraba hangat dan kulit meliputi
trokanter mayor terlihat kemerahan.Karena nyeri di bokong dan panggul keatas
berhubungan dengan penyakit tulang belakang daerah lumbal. Penyakit degeneratif
diskus invertebratalis dan iskias pada bursitis terdapat nyeri setempat pada palpasi
burse, sedangkan gerak mengangkat tungkai yang lurus tidak menimbulkan nyeri,
nyeri ini perlu pula dibedakan dengan penyakit intra artikuler endo rotasi maksimal
akan menimbulkan nyeri tetapi pada bursitis tidak demikian pada penyakit sendi
panggul perkusi di tumit dengan tungkai lurus akan meningkatkan nyeri tidak demi
penanggulangan.Bersifat simptomatik dengan istirahat dan obat anti inflamasi. Nyeri
biasanya menghilang dalam waktu 2 – 3 hari.
5. MANIFESTASI KLINIK
Gejala utama pada bursitis pada umumnya berupa pembengkakan lokal, panas, merah
dan nyeri. Bursitis menyebabkan nyeri dan cenderung membatasi pergerakan, tetapi
gejala yang khusus tergantung kepada lokasi bursa yang meradang. Jika bursa di
bahu meradang, maka jika penderita mengangkat lengannya untuk memakai baju
akan mengalami kesulitan dan merasakan nyeri.
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisik. Daerah di sekitar
bursa terasa sakit jika diraba dan pergerakan sendi tertentu menimbulkan nyeri. Jika
bursa tampak membengkak, bisa diambil contoh cairan dari bursa dan dilakukan
pemeriksaan terhadap cairan untuk menentukan penyebab dari peradangan.
7. PENATALAKSANAAN
a. Bursa yang terinfeksi harus dikeringkan dan diberikan antibiotik.
b. Bursitis akut non-infeksius biasanya diobati dengan istirahat, dimana untuk
sementara waktu sendi yang terkena tidak digerakkan dan diberikan obat peradangan
non-steroid (misalnya indometasin, ibuprofen atau naproksen) Kadang diberikan obat
pereda nyeri. Selain itu bisa disuntikkan campuran dari obat bius lokal dan
kortikosteroid langsung ke dalam bursa. Penyuntikan ini mungkin perlu dilakukan
lebih dari 1 kali.
c. Pada bursitis yang berat diberikan kortikosteroid (misalnya prednison) per-oral
(ditelan) selama beberapa hari. Setelah nyeri mereda, dianjurkan untuk melakukan
latihan khusus guna meningkatkan daya jangkau sendi.
d. Bursitis kronis diobati dengan cara yang sama.
e. Kadang endapan kalsium yang besar di bahu bisa dibuang melalui jarum atau
melalui pembedahan.
f. Kortikosteroid bisa disuntikkan langsung ke dalam sendi.
g. Terapi fisik dilakukan untuk mengembalikan fungsi sendi. Latihan bisa
membantu mengembalikan kekuatan otot dan daya jangkau sendi.
8. FAKTOR RESIKO
a. Stres cedera (berlebihan) berulang-ulang. Hal ini dapat terjadi ketika berjalan,
memanjat tangga, bersepeda, atau berdiri untuk jangka waktu yang panjang.
b. Hip cedera. Cedera ke titik pinggul dapat terjadi ketika jatuh ke pinggul, pinggul
bertemu di tepi meja, atau berbaring pada satu sisi tubuh untuk jangka waktu yang
lama.
c. Spine penyakit. Ini termasuk skoliosis, arthritis tulang belakang (bawah)
lumbal, dan masalah tulang lainnya.
d. Kaki panjang ketidaksetaraan. Ketika satu kaki lebih pendek dari yang lain
oleh lebih dari satu inci atau lebih, hal itu mempengaruhi cara Anda berjalan dan
dapat menyebabkan iritasi bursa pinggul.
e. Rheumatoid arthritis. Hal ini membuat bursa semakin besar kemungkinan
untuk menjadi meradang.
f. Bedah Sebelumnya operasi. Sekitar panggul atau implan prostetik di pinggul
dapat mengiritasi bursae dan menyebabkan radang kandung lendir.
g. Tulang taji atau deposito kalsium. Ini dapat berkembang dalam tendon yang
melekat pada trokanter mayor itu. Mereka dapat mengiritasi bursa dan menyebabkan
peradangan.
9. KOMPLIKASI
a. Terjadinya Bursitis kronis
b. Terlalu banyak suntikan steroid selama waktu singkat dapat menyebabkan cedera
pada tendon sekitarnya.
10. PENCEGAHAN
Pencegahan ini bertujuan untuk menghindari perilaku dan aktivitas yang membuat
peradangan pada bursa lebih buruk.
a. Hindari aktivitas berulang yang menempatkan tekanan pada pinggul.
b. Menurunkan berat badan jika perlu.
c. Dapatkan sepatu memasukkan benar pas untuk kaki panjang perbedaan.
d. Mempertahankan kekuatan dan fleksibilitas dari otot-otot pinggul.
B. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN BURSITIS
1. PENGKAJIAN
a) Biodata
b) Keluhan utama
Nyeri, pembengkakan, panas, merah.
c) Riwayat penyakit sekarang
d) Riwayat penyakit dahulu.
Apakah klien pernah menderita artitis rematoid, gout, apakah pernah cedera atau
koma.
e) Riwayat penyakit keluarga
f) Pola mobilitas fisik
g) Pola perawatan diri.
Klien dalam pemenuhan perawatan diri (mandi, gosok gigi, mencuci rambut)
mengalami keterbatasan karena nyeri tersebut.
h) Konsep diri
Klien dengan penyakit bursitis akut maupun kronis sering mengalami nyeri sehingga
gambaran dirinya terganggu.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d agen injury fisik.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 3 x 24 jam nyeri berkurang
atau hilang.
Kriteria hasil:
Klien mengatakan nyeri berkurang.
Klien tampak dan mampu tidur atau istirahat dengan tepat.
Intervensi Keperawatan
Kaji lokasi, intensitas dan derajat nyeri
Rasional:
Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan ke efektifan program.
Berikan klien posisi yang nyaman.
Rasional:
Pada penyakit berat / eksaserbasi, tirah baring mungkin diperlukan untuk membatasi
nyeri.
Berikan kasur busa atau bantal air pada bagian yang nyeri.
Rasional:
Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral.
Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi.
Rasional:
Meningkatkan relaksasi / mengurangi tegangan otot.
Kolaborasi pemberian aspirin.
Rasional:
Aspirin bekerja sebagai anti dan efek analgetik ringan dalam mengurangi kekakuan
dan meningkatkan mobilitas.
Rasional:
Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi dan seluruh fase penyakit yang penting
mencegah kelemhan
Berikan lingkungan yang aman
Rasional:
Menghindari cedera akibat kecelakaan
3. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan rencana tindakan yang telah ditentukan dengan maksud agar kebutuhan
pasien terpenuhi secara optimal.
Langkah-langkah persiapan tindakan keperawatan adalah sebagai berikut :
a. Memahami rencana perawatan yang telah ditentukan.
b. Menyiapkan tenaga atau alat yang diperlukan.
c. Menyiapkan lingkungan yang sesuai dengan tindakan yang dilakukan antara lain :
langkah pelaksanaan, sikap yang meyakinkan, sistematika kerja yang tepat,
pertimbangan hukum dan etika, bertanggung jawab dan bertanggung gugat, mencatat
semua tindakan keperawatan yang telah ditentukan
Implementasi / pelaksanaan pada diagnosa keperawatan penyakit Bursitis mengacu pada
perencanaan yang sudah dibuat.
4. EVALUASI
Tahap evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan serta pengkajian ulang yang
telah ditentukan.
Tujuannya adalah menentukan kemampuan pasien dalam mencapai tujuan yang telah
ditentukan.
C. Rangkuman
Bursitis adalah peradangan pada bursa yang disertai rasa nyeri.
Bursa adalah kantong datar yang mengandung cairan sinovial , yang memudahkan
pergerakan normal dari beberapa sendi pada otot dan mengurangi gesekan. Bursa
terletak pada sisi yang mengalami gesekan, terutama di tempat dimana tendon atau
otot melewati tulang. Dalam keadaan normal, sebuah bursa mengandung sangat
sedikit cairan. Tetapi jika terluka, bursa akan meradang dan terisi oleh cairan
D. Latihan
1. Apa yang dimaksud dengan bursilitis ?
2. Jelaskan penyebab dari bursilitis ?
3. Apa manifesteasi nya ?
4. Bagaimana cara penanganannya ?
5. Apa diagnosa yang muncul dalam gangguan burslitis ?
Daftar Bacaan