Anda di halaman 1dari 18

KHOTBAH 1

MENJADI SEMPURNA SEPERTI BAPA DI SORGA

Saudaraku, kita harus sadar bahwa, hidup sebagai orang pecaya itu memiliki tuntutan yang
sangat berat. Kenapa saya katakan demikian?. Karena menjalani kehidupan sebagai orang
percaya tidaklah cukup dengan berkata kita percaya kepada Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus.
Menjalanai kehidupan sebagai orang percaya, itu artinya kita dituntut untuk menjadi sempurna
sama seperti Allah Bapa di sorga.

Matius 5:48 Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah
sempurna.”

Menjadi sempurna sama seperti Allah Bapa di sorga, bukan berarti kita harus menyamai Allah.
Tetapi yang dimaksudkan dengan menjadi sempurna seperti Allah Bapa di sorga adalah, kualitas
hidup kita, kualitas moral kita, harus sama seperti Allah.

Tentu hal ini tidak mudah, dan itulah yang seringkali saya katakan, menjadi orang kristen yang
benar itu tidak gampang, karena harus terus berjuang supaya bisa mencapai kesempurnaan
seperti yang Allah Bapa di sorga kehendaki.

Perjuangan yang kita lakukan itu memiliki tujuan yaitu supaya kita bisa berubah. Dan kita harus
serius memperkarakan ini, sebab untuk merubah diri itu tidak mudah. Jadi untuk merubah diri
itu harus diperjuangkan dengan sangat serius. Sebab ada hal yang haruss kita capai yaitu
sempurna sama seperti Allah Bapa di sorga. Tetapi sekali saya harus tetakkan bahwa menjadi
sempurna bukan berarti kita harus menyamai Tuhan.

Petanyaannya sekarang adalah, bagaimana caranya supaya kita bisa menjadi sempurna sama
seperti Allah Bapa di sorga yang adalah sempurna?.

Tidak ada cara lain untuk menjadi sempurna selain, kita harus memiliki pikiran dan perasaan
yang juga terdapat di dalam Kristus. Firman Tuhan katakan di dalam;

Filipi 2:5 Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang
terdapat juga dalam Kristus Yesus,

Kenapa kita harus memiliki pikiran dan perasaan Kristus?. Tujuannya adalah supaya kita bisa
memiliki frekuensi yang sama dengan Allah. Kita bisa nyambung dengan Allah. Moral kita juga
bisa sama seperti Allah. Inilah takaran kesempurnaan yang dikehendaki oleh Allah Bapa di
sorga.

Jadi dengan memiliki pikiran dan perasaan Kristus dalam hidup kita, maka hal ini menunju pada
kualitas moral yang dimiliki oleh Allah Bapa di Sorga. Sebab seluruh gerak pikiran dan perasaan
1
Tuhan Yesus itu menunjuk kepada apa yang Allah Bapa di sorga pikirkan dan apa yang Allah
Bapa di sorga rasakan. Tentu tujuannya hanya satu yaitu supaya kita bisa menyatu dengan
Allah, sehingga apa yang terlihat dari kehidupan kita adalah gaya hidup Tuhan Yesus. Itulah
kenapa dalam doa Tuhan Yesus dikatakan;

Yohanes 17:21 supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam
Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa
Engkaulah yang telah mengutus Aku.

Orang percaya yang mau sungguh-sungguh berjuang untuk hal yang satu ini, adalah orang-
orang yang benar-benar rindu menjadi pribadi yang dikembalikan seperti rancangan Allah
semula.

Disini yang perlu kita ingat adalah, setiap orang percaya memiliki panggilan untuk menjadi
sempurna sama seperti Allah Bapa di sorga yang adalah sempurna. Menyadari panggilan kita
untuk menjadi sempurna, itu artinya pikiran kita sudah tidak boleh lagi terbelah atau bercabang
untuk perkara-perkara duniawi.

Kita harus sadar bahwa tujuan hidup kita itu hanya satu yaitu untuk memperagakan segala
sesuatu yang menjadi kehendak Allah Bapa di sorga. Jadi kalau pikiran kita masih terbelah
untuk perkara yang lain, itu artinya kita tidak bisa menyatu dengan Tuhan.

Kalaupun ada yang lain seperti bekerja, bisnis, usaha, dan lain sebagainya, yang masih kita
lakukan, maka semuanya itu hanya sarana untuk melengkapi pencarian kita kepada Allah. Jadi
itu bukan tujuan utama. Firman Tuhan katakan di dalam;

Filipi 3:12 Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku
mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya, karena aku pun telah ditangkap oleh
Kristus Yesus.

Jadi kalau kita sudah ditangkap oleh Tuhan Yesus, maka kita harus berjuang, kita harus
mengejar, dan menangkap apa yang Allah kehendaki, apa yang Allah mau, selera-Nya seperti
apa, keinginan-Nya seperti apa, supaya kita bisa menangkap semuanya itu, lalu kita hidup
melakukan semua yang menjadi kehendak-Nya itu.

Melakukan segala sesuatu sesuai selera Tuhan, atau sesuai keinginan Tuhan, itu menunjukan
bahwa kita memiliki pikiran dan perasaan yang sama dengan Tuhan. Itulah kenapa firman
Tuhan katakan supaya kita harus hidup sama seperti Kristus telah hidup. Kalau fokus hidup kita
hanya diarahkan kepada kehendak Tuhan, maka kita pada akhirnya akan mencapai apa yang
dinamakan kesempurnaan.

2
Oleh sebab itu fokus hidup kita tidak boleh membias, sebab kalau fokus kita masih membias
maka tidak mungkin kita bisa mencapai kesempurnaan.

Orang yang mau mengarahkan hidupnya supaya mencapai kesempurnaan yang Tuhan
kehendaki, maka sudah tidak boleh lagi memiliki keinginan, selera, atau gairah untuk segala
sesuatu yang masih berhubungan dengan dunia.

Orang seperti ini akan melihat keindahan dunia sudah tidak lagi menarik bagi dirinya. Jadi
semua keindahan dunia sudah menjadi pudar dimatanya. Keinginannya hanya satu melakukan
kehendak Bapa dan hidup menyukakan dan menyenangkan hati Allah Bapa di sorga. Dan itulah
yang Tuhan Yesus lakukan selama Ia masih hidup di dunia ini.

Kita harus ingat, orang yang sungguh-sungguh mengejar kesempurnaan saja masih nyaris tidak
mungkin melakukan hal ini jika fokusnya masih membias, apalagi orang yang tidak sungguh-
sungguh mau mengejar kesempurnaan seperti yang Allah kehendaki.

Itulah kenapa untuk mencapai kesempurnaan seperti yang Allah kehendaki, maka kita harus
memiliki prinsip hidup yang benar yaitu, mencari Tuhan itu segalanya dan tidak perlu yang lain.

Ingat tadi saya sudah katakan, kalau ada yang lain yang harus kita kerjakan, itu hanya berguna
untuk mendukung pencarian kita akan Tuhan. Jadi tidak boleh dibalik, dengan bekerja untuk
menikmati kenyamanan hidup, lalu mencari Tuhan hanya tambahan saja.

Pncarian kita akan Tuhan, akan membuat kita menjadi berbeda dengan dunia ini. Dan itulah
yang Tuhan kehendaki. Jadi mencari Tuhan bukan untuk memanfaatkan Tuhan, tetapi
sebaliknya mencari Tuhan supaya kita bisa mengerti apa yang diinginkan Tuhan, lalu kita hidup
melakukan semua keinginan-Nya. Inilah kekristenan yang benar.

Kekristenan yang benar menuntut kita untuk melepaskan diri dari segala ikatan dengan dunia,
dan kita mengarahkan fokus hidup kita mengikuti jejak hidupnya Tuhan Yesus yaitu melakukan
kehendak Allah Bapa di sorga.

Kalau kita mau sungguh-sungguh menjadi sempurna maka Allah telah memetraikan Roh Kudus
di dalam kita. Roh Kudus akan menolong kita, Roh Kudus akan mengerami kita, menuntun kita,
dan membawa kita kepada kebenaran sampai kita bisa lahir baru.

Kalau sudah lahir baru maka tujuan hidup kita sudah tidak lagi tertuju kepada kehidupan
sebelum kematian, akan tetapi tujuan hidup kita sudah tertuju pada kehidupan dibalik
kematian. Itulah yang sering saya sebutkan sebagai mempersiapkan masa depan hidup kita di
kekekalan.

3
Ingat, tanpa kelahiran baru seseorang tidak akan selamat. Tetapi konyolnya banyak orang saat
ini merasa sudah lahir baru, padahal belum, sebab gaya hidupnya masih sama dengan dunia.
Orang-orang seperti ini akan merasa sudah bertobat, padahal pertobatan mereka bukan
pertobatan yang Tuhan kehendaki, sebab pertobatan yang Tuhan kehendaki adalah merubah
kita dan membawa kita kepada kesempurnaan, sama seperti Tuhan Yesus. Kiranya kebenaran
ini memberkati kita semua. Amin.

KHOTBAH 2

BERPROSES MENJADI SEMPURNA SEPERTI BAPA

“Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.”
(Matius 5:48)

Sempurna (Yunani: teleios berarti sudah mencapai tujuan, lengkap, sempurna, utuh, genap
(Yakobus 1:4); matang/dewasa (tentang orang); lebih sempurna (Ibrani 9:11). Jadi sempurna
bukan berarti orang yang tiada bercacat cela, bukan seolah seperti malaikat yang
sempurna; tetapi orang yang berjuang agar memiliki hidup dengan kasih yang sempurna seperti
kasih Allah Bapa.

Allah Bapa yang menerbitkan matahari dan hujan bagi semua orang tanpa kecuali (Matius
5:45). Kasih yang sempurna ini jauh lebih berkualitas daripada kasih yang umum di dunia,
karena kita diajak “Naik kelas― untuk memiliki standar hidup (dan kasih) yang lebih dari
yang biasa. Karena itu dalam Matius 5:21-48 paling tidak ada 6 kali pola yang demikian:

 Kamu telah mendengarkan firman


 (ayat selanjutnya) Tetapi Aku berkata kepadamu
 (perhatikan pola tsb pada pasangan ayat 21-22, 27-28, 31-32, 33-34, 38-39, 43-44)
Pola ini mau menggambarkan harapan Kristus agar kita dapat hidup lebih baik lagi. Lebih baik
dari yang biasa, lebih dari standar dunia, lebih dari standar orang yang menjalankan firman
agama/keyakinannya. Maukah kita hidup lebih baik dari yang biasa? Terutama dalam hal kasih!
Mari kita belajar memiliki kasih yang lebih dari yang biasa/umumnya manusia di dunia ini.
Misalnya:

1. Lebih baik dari yang biasa dalam hal menguasai emosi dan usaha untuk menciptakan
perdamaian (Matius 5:38-39)
2. Lebih baik dari yang biasa dalam hal kemurahatian dan bekerja (Matius 5:40-42)
3. Lebih baik dari yang biasa dalam hal mengampuni dan berdoa (Matius 5:43-44)
4. Lebih baik dari yang biasa dalam hal mengasihi (Matius 5:45-48)

4
Apakah mungkin kita melakukan hal yang sangat ideal tersebut? Bagaimana kita bisa melakukan
hal yang sangat ideal tersebut?

 Mari sadari kita adalah Bait Allah yang kudus dan Roh Allah yang penuh kuasa itu
menyertai kita dan hadir di dalam kehidupan kita (I Korintus 3:16-17)
 Mari kita terus mengikuti hikmat Allah dan jangan mengikuti hikmat dunia yang sia-sia
ini (I Korintus 3:18-22)
 Sadari kita adalah milik Kristus dan Kristus adalah milik Allah, jadi kita adalah milik Allah

Jika Allah, Sang Pemilik Hidup menyertai kita, maka kita pasti akan dimampukan untuk hidup
lebih dan lebih baik lagi, terlebih tubuh kita adalah Bait kudus Allah.

Apakah hari ini kita sudah berjuang untuk menjadi manusia yang hidup lebih dari yang biasa?
Atau kita masih suka hidup biasa-biasa saja? Mari menjadi pribadi yang luar biasa, yang hidup
dengan kasih dan hikmat yang Allah telah teladankan dan ajarkan. Agar di mana kita berada,
menjadi “Surga― yang menyenangkan dan Bait Allah yang kudus. Haleluya!

KHOTBAH 3

PENGERTIAN SEMPURNA SEPERTI BAPA


Matius 5:48
Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna."
Orang-orang yang tidak mengenal Injil dengan benar maka akan menyebabkan ia tidak
bertumbuh secara benar.
Kehidupan umat Perjanjian Lama hanya berkesempatan memilih satu dari dua opsi, yaitu
menjadi baik(taat kepada taurat) atau jahat (meninggalkan taurat).
Tetapi untuk umat Perjanjian Baru atau orang Kristen memiliki tiga pilihan :
pertama, menjadi sempurna seperti Bapa (Matius 5:48), belajar memiliki pikiran dan perasaan
Kristus atau memiliki kesalehan seperti Tuhan Yesus.
Kedua, cukup menjadi baik saja dengan standar agama pada umumnya yang kebaikan moralnya
dilandaskan pada hukum (Ibrani 7:19).
Ketiga menjadi jahat (Matius 7:21) (tidak taat, meleset dari kehendak Tuhan).
Harus ditegaskan bahwa menjadi orang Kristen berarti harus menjadi saleh seperti Tuhan
Yesus.

5
Orientasi hidupnya hanyalah menjadi sempurna seperti Bapa dan taat melakukan kehendak-
Nya.
Pandangan bahwa manusia tidak bisa sempurna seperti yang dikatakan Tuhan Yesus kita harus
sempurna sama seperti Bapa di sorga adalah sempurna, membuat kehidupan kekudusan dan
kesalehan Kekristenan seseorang tidak bertumbuh secana normal seperti yang Tuhan Yesus
kehendaki.
Hal ini juga membuat mereka tidak memiliki usaha untuk menjadi sempurna dengan benar.
Pikiran seperti itu adalah “mental block” yang membuat seseorang menjadi tidak memiliki
gairah yang proporsional untuk menjadi orang saleh Tuhan.
Karena dangkalnya pemahaman keselamatan oleh Anugrah-Nya, sehingga mereka berpikir
menjadi orang baik saja sudah cukup dan yang penting mengaku dengan mulutnya bahwa Yesus
adalah Tuhan maka ia tetap ada dalam keselamatan-Nya.
Dengan masih memegang pandangan seperti ini maka sebenarnya mereka menjauhkan dari
standar Kekristenan yang dikehendaki oleh Tuhan.
Kalau Tuhan berkata bahwa kita harus sempurna seperti Bapa di sorga (Matius 5:48) atau
menjadi serupa dengan Tuhan Yesus (Roma 8:28-29), tentu ini bukan hanya kalimat yang
menghiasi lembar Alkitab.
Orang percaya harus menerimanya dengan percaya dan tidak memandang Tuhan berdusta atas
apa yang difirmankan-Nya.
Sempurna yang dimaksud oleh Tuhan Yesus harus dipahami dengan benar.
Kata sempurna dalam teks aslinya adalah teleios.
Kata teleios memiliki beberapa pengertian antara lain: (dibawa ke akhir atau ujungnya, tidak
mengingini apa pun yang diperlukan untuk kelengkapan, mewujudkan integritas dan kebajikan
manusia, bertumbuh secara penuh, dewasa, matang).
Kesempurnaan itu sendiri adalah hal mutlak dan absolut harus kita kejar untuk kita kenakan,
ukurannya adalah Tuhan Yesus sendiri.
Kesempurnaan manusia memang tidak mungkin bisa menyamai kesempurnaan Tuhan sebab
siapakah kita sehingga ingin menyamai Tuhan.
Yang dimaksud oleh Tuhan Yesus kita harus sempurna disini adalah masing-masing kita memiliki
ukuran kesempurnaan yang telah ditetapkan Tuhan untuk dikenakan, artinya tuntutan yang
diberikan kepada kita masing-masing individu berbeda-beda sesuai dengan ukuran segenap
kemampuannya memberikan yang terbaik untuk Tuhan, dalam hal ini yang diberi banyak
dituntut banyak, yang diberi sedikit dituntut sedikit pula (Lukas 12:48).

6
Masing-masing harus memberi penyembahan hidup dan pengabdian yang terbaik secara
menyeluruh dan all out untuk terus mengenakan kebenaran-Nya, memuaskan hati Tuhan
dengan tanpa batas dan tanpa ada yang disisakan untuk kesenangan diri dan kepuasan daging.
Kalau dikatakan bahwa kita harus sempurna seperti Bapa, bisa berarti bahwa perilaku kita
sebagai anak-anak Allah harus melebihi ukuran kebaikan manusia dunia pada umumnya.
Itulah sebabnya dalam Matius 5 Tuhan Yesus membuat perbandingan antara hukum
taurat/hukum yang diberlakukan kepada manusia pada umumnya dan hukum yang
diberlakukan bagi anak-anak Allah.
Salah satunya dalam Matius 5:20 dikatakan : "Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup
keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang
Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga".
Hal ini menunjuk orang percaya harus memiliki standar kesalehan lebih tinggi dari hanya
sekedar menjalankan hukum agama saja atau yang kita sebut hanya bisa menjadi orang baik
saja.
Yang dimaksud hidup keagamaan kita harus lebih benar dari ahli-ahli taurat dan orang-orang
farisi artinya menunjuk kesejajaran dengan perintah Tuhan Yesus agar hidup kita haruslah
sempurna seperti Bapa di Sorga dimana semua tindakan kita, baik yang kita pikirkan, ucapkan
dan lakukan, harus selalu sesuai dengan pikiran dan perasaan Tuhan dan tidak ada celah untuk
berbuat dosa kesalahan dari sikap hati maupun sikap perilaku hidupnya.
Kalau segala sesuatu yang dipikirkan, diucapkan dan dilakukan selalu sesuai dengan pikiran dan
perasaan Tuhan berarti orang tersebut sudah memulai kehidupan yang mengenakan kodrat
Ilahi yang memang hal itu sudah dipersiapkan dan disediakan Tuhan untuk diraih guna
membunuh manusia lama yang berkodrat manusia daging.
Ini berarti telah terjadi perubahan, dari hukum dosa (kecenderungan manusia berbuat salah
atau sesuai dengan keinginannya sendiri) menjadi manusia yang dalam segala tindakannya
selalu sesuai dengan pikiran dan perasaan Tuhan.
Untuk menjadi sempurna harus diusahakan dengan sangat serius oleh orang percaya sebab hal
ini akan menutup ruang gerak dan peluang iblis untuk kembali menyesatkan pikiran dan
perilaku yang bertentangan dengan kekudusan, kebenaran dan kehendak Allah.
Kesempatan belajar meraih kesempurnaan yang Tuhan sediakan adalah anugrah-Nya yang
tersedia setiap hari untuk diraih menjadi milik kita.
Dengan intensifnya Roh Kudus menuntun kita kepada segala kebenaran-Nya agar kita memiliki
kesalehan yang berstandar Tuhan Yesus; artinya seperti kesalehan yang telah dikenakan-Nya.

7
Setiap hari, ketika kita mulai membuka mata pada pagi hari, hendaknya kita menetapkan hati
untuk berubah dan lebih peka mengerti kehendak Tuhan, berpikir dan berperasaan seperti
Kristus (Filipi 2:4-7), yaitu bertumbuh menjadi orang saleh, berusaha untuk hidup tidak bercacat
dan tidak bernoda dari menit pertama bangun dipagi hari sampai pada rebah kembali tubuh
ditempat tidur.
Perlu kita sadari kesempatan untuk berubah memiliki waktu yang terbatas, olehnya waktu yang
Tuhan berikan untuk kita belajar menjadi manusia yang dikehendaki-Nya adalah anugerah yang
sangat mahal dan tidak boleh kita sia-siakan.
Menuju perubahan-perubahan hidup seperti yang Tuhan Yesus kehendaki harus selalu
diperjuangkan dengan membangun suatu kepekaan belajar Injil setiap hari, selalu rindu datang
kepada Tuhan duduk diam dibawah kaki-Nya guna mendengar suara-Nya, menangkap tegoran-
tegoran-Nya dan semua nasihat serta tuntunan-Nya.
Proses inilah yang akan membawanya kepada kepekaan mengenakan kehidupan yang sesuai
dengan pikiran dan perasaan Tuhan.
Sehingga seseorang benar-benar mengerti apa yang diingini oleh Tuhan; apa yang baik, yang
berkenan dan yang sempurna.
Orang-orang yang mau bersedia meresponi perkataan Tuhan Yesus mengejar dan mengenakan
kesempurnaan seperti Bapa di Sorga (Matius 5:48), maka dalam level tertentu ia akan rela
menyerahkan apa pun yang dimilikinya, semua kemampuan potensi diri, dan berkat-berkat
yang telah dipercayakan oleh Tuhan pasti akan dimaksimalkan untuk membela bagi
kepentingan Kerajaan Sorga.
Jika semua anak Tuhan mengenakan kesempurnaan seperti yang Tuhan Yesus kehendaki ini,
dimana ia membawa kehidupannya semakin peka dengan pikiran, perasaan dan pimpinan
Tuhan maka kehidupan ini akan menjadi sangat luar biasa indahnya dan pasti orang di
sekitarnya akan mencium keharuman gambar Allah dalam setiap perilaku kebenaran,
kekudusan dan kasihnya yang menjadi berkat bagi sesama, yang membuat Tuhan Yesus
semakin dipermuliakan didalam irama hidup yang ditampilkannya.
Kolose 1:28
Dialah yang kami beritakan, apabila tiap-tiap orang kami nasihati dan tiap-tiap orang kami ajari
dalam segala hikmat, untuk memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus.

8
KHOTBAH 4

SEMPURNA SEPERTI BAPA

Matius 5:48 : “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga
adalah sempurna.”

Pengertian apa itu “Sempurna seperti Bapa” adalah suatu pemahaman yang harus berangkat
dari teks dan konteks yang dimaksudkan oleh Penulis Injil ini, yaitu Matius. Mengapa demikian?
Karena memang hanya Matius sajalah yang mencatat perkataan Tuhan Yesus bahwa “kita harus
sempurna seperi Bapa”, sehingga jikalau ayat ini kita lepaskan keluar konteksnya lalu dimaknai
sedemikian rupa sehingga “melepaskan” maksud sebenarnya yang dimaksud oleh Matius, maka
jelaslah kita akan tersesat dalam pemahamannya. Dalam Perjanjian Baru tidak ada satu pun
ayat yang menyinggung mengenai “sempurna seperti Bapa”, kecuali satu satunya dalam Matius
5:48 ini. Oleh sebab itu kita harus memahaminya dengan tepat dan sesuai dengan maksud
penulisnya, dan tidak boleh menggunakan ayat itu untuk memasukan konsep pengertian kita
sendiri.

Tentunya untuk dapat memahami arti “sempurna seperti Bapa” kita harus membaca dan
memahami seluruh Pasal 5 ini agar dapat memaknai dengan tepat yang dimaksud oleh penulis
Injil Matius.

UCAPAN BAHAGIA DIBUKIT

Pasal 5 ayat 1 -12 : Tuhan Yesus dalam ucapan bahagianya ini sedang mengajarkan mengenai
standart hidup yang tidak semua orang bisa melakukannya. Standart hidup dalam ayat ini
adalah suatu standart nilai hidup yang hanya bisa diperagakan oleh mereka yang sudah menjadi
anak anak Allah.

Ini bukan standart umum moral manusia, tetapi suatu standart nilai hidup dalam Kerajaan
Allah. Ucapan bahagia ini bukanlah mengenai syariat agama tetapi suatu kehidupan yang hanya
dapat dimiliki dan diperagakan oleh mereka yang SUDAH MEMILIKI RELASI dengan Allah
sedemikian rupa sehingga memiliki gairah hidup berbeda dengan “yang lainnya”. JIkalau belum
dan tidak memiliki Relasi denan Allah maka standart nilai ini hanya menjadi sekedar gagasan
agamawi saja. Suatu gagasan yang seharusnya (idealistik) tetapi tetapi tidak bisa dilakukan,
sekedar theologia dan bukan praktis hidup. Untuk dapat menghidupi standart nilai dalam
Ucapan Bahagia yang Kristus ajarkan ini kita terlebih dahulu harus memiliki relasi dengan Allah
sebagai anak anakNya sehingga kita memiliki gairah dan kodratNya.

9
Ucapan Bahagia yang disampaikan oleh Tuhan Yesus bahwa mereka yang berbahagia adalah
mereka yang - miskin dihadapan Allah, berdukacita (meratap), lemah lembut, suci hatinya,
membawa damai, dan rela teraniaya – adalah suatu kehidupan yang hanya bisa diperagakan
dan dihidupi oleh mereka yang telah mengalami dan berelasi dengan Allah. Manusia berdosa
kita (sinful nature) tidak dapat menghidupi kehidupan dalam Ucapan Bahagia tersebut.

GARAM DAN TERANG DUNIA

Pasal 5:13-16 : Tuhan Yesus kembali menegaskan mengenai Garam dan Terang Dunia dimana
perbuatan baik yang kita lakukan itu merupakan HASIL RELASI DIRI KITA DENGAN BAPA. (ayat
16 “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya didepan orang, supaya mereka melihat
perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang disorga.”). Perbuatan baik kita haruslah
sedemikian rupa merupakan hasil dari relasi kita dengan Bapa, sehigga ketika kita berbuat baik
itu bukan karena sekedar pencapaian moralitas tetapi akibat kita berkeadaan sebagai anak anak
Bapa.

Inilah perbedaan perbuatan baik yang dilakukan dalam agama agama lain, mereka berbuat baik
sebagai proses dan pencapaian moralitas, perbuatan baik yang dilakukan dalam agama karena
didorong untuk mencapai keadaan tertentu sampai pada titik diperhitungkan atau dipantaskan
masuk Surga, atau perberbuatan baik yang dilakukan dalam agama sedemikian rupa sampai
pada titik berhasil tidak dimasukan kedalam neraka. Perbuatan baik mereka adalah menjadi
sebab, menjadi dasar dan menjadi tujuan untuk mencapai keadaan tertentu.

Perbuatan baik didalam Kristus bagi orang orang percaya adalah perbuatan baik yang lahir
karena mereka telah berkeadaan menjadi anak anak Allah, sehingga apa yang mereka lakukan
bukan lagi pencapaian tetapi akibat karena mereka anak Allah.

Pada ayat 13 dan ayat 14 Tuhan Yesus menggunakan analogi garam dan terang. Mengapa?
karena memang garam itu seharusnya mengasinkan dan terang itu menerangi dan bukan
sebaliknya kita dituntut untuk menjadi asin barulah menjadi garam dan harus menerangi
barulah menjadi terang.

Karena memang menjadi asin itu adalah hakekat garam, dan menerangi itu adalah hakekat
terang. Menjadi asin dan menerangi bukanlah suatu pencapaian tetapi karena memang mereka
garam dan terang.

Seekor burung bisa terbang itu bukanlah suatu pencapaian, walaupun untuk bisa terbang
burung tersebut haruslah berproses; mulai dari belajar terbang, kemudian bisa terbang sampai
dengan terbang secara sempurna. Anak burung bisa terbang sampai menjadi sangat lihai
terbangnya bukanlah suatu pencapaian tetapi memang hakekat burung haruslah bisa
terbang.(Kutipan analogi dari Witnees Lee). Seekor anak ayam sekalipun dilatih oleh pelatih

10
hebat sampai kapanpun tidak akanbisa terbang, karena memang dia anak ayam danbukan
burung. Demikian juga perbuatan baik kita, bukanlah supaya kita menjadi anak Bapa,tetapi
justru karena kita adalah anak anak Allah Bapa maka hakekat kita adalah melakukan perbuatan
baik.

Sekali lagi untuk bisa mengasinkan, maka kita harus menjadi garam, dan untuk bisa menerangi
maka kita harus menjadi terang. Ini adalah perbuatan baik karena relasi kita dengan Allah
sebagai anakNya.

SEMPURNA SEPERTI BAPA

Pasal 5: 17-19 : Tuhan Yesus menegaskan bahwa kedatanganNya bukanlah untuk MENIADAKAN
hukum Taurat melainkan untuk MENGGENAPINYA.

Ayat ayat ini menjelaskan hubungan Tuhan Yesus dengan Hukum Taurat, dimana Dia
menegaskan kalau tujuan kedatanganNya adalah untuk menunaikan penggenapan Hukum
Taurat. Dia menggenapi sepenuhnya tuntutan Hukum Taurat sehingga tidak ada yang tersisa,
semua tuntutan hukum Taurat telah digenapi dengan kematianNya, sehingga Ia kini berhak
membatalkan Hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya.

“Sebab Kristus adalah kegenapan hukum Taurat, sehingga kebenaran diperoleh tiap tiap orang
yang percaya.” – Roma 10:4

“…sebab dengan matiNya sebagai manusia Ia telah MEMBATALKAN hukum Taurat dengan
segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi manusia baru
didalam diriNya…” ( Efesus 2:15).

Maksud dan tujuan Tuhan Yesus menggenapi seluruh tuntutan hukum Taurat dengan
kematianNya sehingga Ia berhak membatalkan perintah dan tuntutannya (karena sudah
digenapiNya), adalah agar dapat memulai suatu tatanan standart nilai hidup yang baru bagi
orang percaya kepadaNya, yaitu menjadi manusia baru.

Manusia baru memiliki tatanan nilai moral yang baru. Apakah itu? Perbuatan baik bukan karena
tuntutan dan ketentuan suatu hukum tertentu tetapi perbuatan baik yang lahir karena
hakekatnya menjadi manusia baru. Manusia yang berkeadaan anak anak Allah. Menjadi
manusia baru (berkeadaan anak Allah) dahulu barulah bisa hidup dengan standart nilai yang
baru. Perbuatan baik yang kita lakukan bukanlah sedemikian hebat dan agungnya sampai
perbuatan baik tersebut membuat kita dipantaskan dan dilayakkan menjadi anak Allah, tetapi
justru sebaliknya….kita harus berbuat baik karena sudah berkeadaan manusia baru menjadi
anak Allah.

11
Jadi dalam ayat 17-19 ini Tuhan Yesus sedang menjelaskan hubungan diriNya dengan hukum
Taurat, dimana kedatanganNya ini akan menggenapi dan mengakhiri “masa berlakunya Hukum
Taurat” melalui kematianNya kemudian memulai “masa manusia baru” bagi kita.

PERBEDAAN TUNTUTAN HUKUM TAURAT DAN STANDAR KRISTUS

Dalam ayat 20-48, Tuhan Yesus mulai mendeskripsi (mengurai secara detail perbedaan)
standart nilai manusia baru dengan standart nilai hukum Taurat. Mari kita lihat secara perlahan.

Ayat 20 : Tuhan Yesus menegaskan bahwa jika hidup keagamaanmu (dikaiosune :


kelakuan/perilaku, perbuatan seharti hari) tidak lebih benar daripada hidup keagamaan ahli ahli
Taurat dan orang orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk kedalam Kerajaan Sorga.

Ayat ini secara gamblang memberikan jalan masuk ke dalam Kerajaan Surga melalui hidup
perbuatan baik. Jikalau seseorang dengan perbuatan baiknya ingin masuk Kerajaan Sorga
HARUSLAH ORANG TERSEBUT MEMILIKI KEHIDUPAN YANG LEBIH BENAR dari ahli ahli Taurat
dan orang orang Farisi.

Ahli ahli Taurat dan orang orang Farisi ini adalah dua kelompok masyarakat yang sangat
memahami dan mentaati segala perintah dan ketentuan hukum Taurat secara detil dan ketat.
Secara lahirian perilaku mereka nyaris tanpa cacat, karena kehidupan keagamaan mereka akan
menjadi contoh bagi masyarakat Yahudi lainnya. Untuk bisa masuk kerajaan Surga maka
perbuatan baik kita harus LEBIH BENAR dari mereka.

Pengertian “lebih benar” disini dalam bahasa Yunani nya menggunakan pengertian “lebih benar
dalam arti kuantitas dan juga kualitasnya” dan kuantitas jumlah kebaikannya harus “berlimpah
limpah” (“perisseuo”- “pleion pleon”).

Inilah standart nilai yang dituntut dari kita untuk kita bisa masuk kedalam Kerajaan Surga
apabila melalui perbuatan baik, harus lah perbuatan baik tersebut, lebih benar dan lebih
banyak (berlimpah banyaknya) dari para ahli Taurat dan orang Farisi, jikalau tidak pastilah tidak
akan memenuhi kuota untuk masuk kedalam Kerajaan Sorga.

Ayat 21-26 : Membandingkan Hukum Taurat yang mengatakan “jangan membunuh”; standart
Kristus mengatakan “kita marah dan mengatakan kafir harus dihukum, dan mengatakan “jahil”
kepada saaudara kita maka harus masuk neraka. Standart Kristus untuk masuk surga dengan
berbuat baik harus lebih benar dan lebih melimpah dari standart Hukum Taurat. Sebab itu
Tuhan Yesus menegaskan bahwa korban pembakaran (hubungan dengan Allah secara agama)
menjadi tidak berarti kalau tidak berdamai dengan orang yang kita marahi, kita katakana kafir
dan kita sebut jahil. Bahkan kita bisa masuk penjara karena hal tersebut akan menjadi masalah
hukum.

12
Ayat 27-30 : Hukum Taurat mengatakan “Jangan Berzinah”; standart Tuhan Yesus “siapa yang
melihat perempuan dan menginginkan dalam hatinya (pen-berahi), sudah berzinah dalam
hatinya. Patut dicampakan ke dalam neraka.

Ayat 31-32 : Hukum Taurat mengatur tentang perceraian, tetapi Tuhan Yesus memberikan
standart bahwa orang yang menceraikan istrinya kecuali karena zinah telah menjadikan istrinya
berzinah bila dia menikah dengan laki laki lain. Perceraian akan mengakibatkan perzinahan
pada pernikahan berikutnya dengan pasangan yang berbeda. Perceraian menjadi hampir
mustahil dalam standart Kristus.

Ayat 33-37 : Hukum Taurat mengatur “jangan bersumpah palsu”, tetapi Tuhan Yesus
menetapkan “jangan bersumpah demi apapun” cukup berkata dan bersikap jujur. Orang yang
tidak jujur dalam perkataan dan perbuatannya adalah dari Iblis.

Ayat 38-42 : Hukum Taurat mengatur “mata ganti mata, gigi ganti gigi”, tetapi standart Tuhan
Yesus haruslah kita berbuat baik terhadap mereka yang telah berbuat jahat kepada kita, dan
bahkan memberikan apa yang diminta orang lain, dan tidak boleh menolak orang yang mau
meminjam kepada kita. Mengalahkan kejahatan dengan berbuat baik, dan tidak ada peluang
bagi orang percaya untuk membalas.

Ayat 43-44 : Hukum Taurat mengatur “Kasihilah sesama manusia tetapi bencilah musuh”,
Tuhan Yesus memberikan standart agar mengasihi musuh dan berdoa buat mereka yang
menganiaya kita.

Dalam Matius Pasal 5 ini, jelas konteksnya adalah Tuhan Yesus sedang membandingkan diriNya
dengan Hukum Taurat. Kedatangan diriNya untuk menggenapi dan membatalkan segala
perintah dan ketentuan Hukum Taurat tentunya dengan cara menunaikannya terlebih dahulu.
Kemudian Dia menegaskan bahwa standart nilai Hukum Taurat adalah standart moral umum
yang semua agama dan budaya manusia mengajarkannya, tetapi standart nilai hidup yan
dituntut oleh TUhan Yesus adalah standart hidup yang tidak mungkin bisa dipenuhi oleh
manusia biasa. Standart nilai yang Tuhan Yesus tetapkan hanyalah bisa dimungkinkan terpenuhi
oleh manusia baru yang dimulai didalam diriNya. Standart nilai yang ditetapkan oleh Tuhan
Yesus inilah yang membuat kita menjadi anak anak Bapa di Sorga. Dia mengatakan “karena
dengan demikianlah kamu menjadi anak anak Bapamu yang di Sorga…” (Matius 5:45).

Dalam konteks melakukan perbuatan baik kita harus memenuhi standart nilai yang ditetapkan
oleh Tuhan Yesus sehingga menjadi lebih benar, lebih baik dan lebih melimpah dari perbuatan
baik yang dituntut oleh Hukum Taurat. Perbuatan baik yang sedemikian rupa sehingga
memenuhi standart hidup menjadi anak Allah. “Karena itu, hidup kita haruslah sempurna, sama

13
seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna” dengan demikian kamu menjadi anak anak
Bapa yang di Sorga (ayat 45, 48). Pertanayaannya…bisakah kita memenuhi standart nilai
tersebut?? Pertanyaan tersebut akan bisa dijawab setelah memahami apa itu arti sempurna.

Kata sempurna yang digunakan dalam Matius 5: 48 adalah “teleios” yaitu suatu pengertian
yang menunjuk suatu proses yang sudah selesai, lengkap, dan sampai sampai keujungnya.
Tentunya kata sempurna (teleios) ini bukan suatu keadaan yang tidak terukur dan bukan suatu
keadaan yang tidak memiliki batas. Sempurna ini disini berarti suatu proses yang sudah selesai
lengkap dan sampai keujungnya, ini menunjukan adanya suatu batas dan keadaan untuk
berhenti, sehingga tidak lebih dari “sempurna”. Oleh sebab itu kata “teleios” ini kadang bisa
juga digunakan sebagai suatu tahapan yang selesai dari proses yang panjang. Satu tahapan
selesai (teleios) kemudian dilanjutkan dalam tahapan berikutnya sampai prosesnya selesai.
Setiap tahapan tersebut dapat disebut “teleios”.

Seperti sebuah “benih” telah menjadi pohon yang berbuah, atau seorang anak yang telah
menjadi dewasa, atau suatu perjalanan yang telah sampai tujuan; itu semua yang dimaksud
dengan “teleios” atau sempurna. Jadi sempurna adalah suatu tahapan proses yang telah sampai
kepada tujuannya.

Harus juga dipahami apabila pengertian sempurna sesuai arti kata ”teleios” ini dikenakan
kepada Allah, maka jelaslah kata sempurna disini dapat mereduksi dan mendegradasi diri Allah
yang memang sudah SEMPURNA keberadaanNya, karena memang Allah tidak pernah
mengalami suatu proses “menjadi” sempurna. Allah selalu Sempurna dan tidak pernah tidak
sempurna sehingga harus menjadi sempurna. Karena keberadaanNya bukanlah hasil dari suatu
proses tetapi kesempurnaanNya berada dalam DiriNya. (self existing in perfect or perfection in
His self existing). Tidak ada suatu ukuran sempurna yang dapat dikenakan kepada Allah karena
Allah adalah ukuran kesempurnaan.

Oleh sebab itu Matius 5: 48 ini kata sempurna bila dikenakan kepada kita (“hendaklah kamu
sempurna……”) maka berarti suatu proses untuk menjadi, sedang kata sempurna bila dikenakan
untuk Allah (“sempurna seperti Bapamu di Sorga”) haruslah diartikan bahwa kesempurnaanNya
itu identik dengan keberadaan diriNya sendiri.

Pengertiannya sama ketika Rasul Yohanes menyebut Allah adalah Kasih (I Yohanes 4:8); Allah
memang mengasihi dan kita harus mengasihi seperti Allah mengasihi. Allah mengasihi karena
memang keberadaanNya Dia adalah Kasih, dan kita harus mengasihi karena memang kita
sedang mengalami proses menjadi “seperti” Allah mengasihi.

Jadi ayat ini lebih tepat diartikan sebagai berikut : “ Bapamu di sorga mengasihi semua orang
dengan sempurna, kalian harus begitu juga.”

14
Kalimat ini sebangun pemahamannya dengan Lukas 6:36 : “Hendaklah kamu murah hati sama
seperti Bapamu adalah murah hati.”.

Jadi “menjadi sempurna seperti Bapa” bukanlah dalam arti bahwa kita bisa dapat sempurna
seperti Bapa, melainkan kita bisa mengasihi dan melakukan apa yang menjadi standar nilai
Tuhan Yesus karena kita anak anak Bapa di Sorga. Seharusnya karena kita anak anakNya kita
menjadi seperti Dia dalam mengasihi.

Jadi haruslah dimengerti bahwa Matius 5:48 adalah penegasan Tuhan Yesus bahwa kita harus
bisa mengasihi seperti Bapa mengasihi , dan bukan diartikan KESEMPURNAAN BAPA harus
menjadi tujuan perjuangan kita dalam berbuat baik, sama sekali bukan itu.

Jika begitu maka pertanyaannya apakah kita bisa sempurna seperti Bapa di sorga? Tentu tidak
akan pernah bisa karena semua kesempurnaan Bapa adalah hakekat DiriNya sendiri.

Pertanyaan berikutnya…apakah kita bisa memenuhi standart dan nilai seperti yang Tuhan Yesus
tuntut agar kita dapat menjadi anak anak Bapa di sorga? Menjadi anak anak Bapa di Sorga
artinya menjadi sempurna sepeti Bapa di sorga.

Kalau menjadi sempurna yang dimaksud adalah “teleios” yaitu proses menuju selesai….menuju
ujungnya…menuju sampai lengkap…iya kita bisa sempurna. Tetapi kapankah itu terjadi?

BAGAIMANA DAN KAPANKAH KITA SEMPURNA

Untuk dapat menjadi anak anak Bapa di Sorga (ayat 45), maka kita harus memenuhi standar
dan nilai hidup yang “lebih benar” dari ahli ahli Taurat dan orang Farisi.

Dalam pengertian ini menjadi sempurna adalah suatu perjuangan segenap hidup kita sampai
pada titik kita bisa mencapai keberadaan menjadi anak anak Bapa (ayat 45), dan apabila pada
akhirnya perjuangan kita sanggup dan berhasil memenuhi ayat 45 tersebut, maka barulah kita
bisa masuk kedalam Kerajaan Sorga (ayat 20). Proses menjadi sempurna untuk menjadi anak
anak Bapa dalam konteks ini adalah perjuangan dari diri sendiri untuk mencapai nya.

Pertanyaan paling mendasar…apakah hal itu mungkin bisa kita raih?? Standar yang ditetapkan
Tuhan Yesus untuk menjadi anak Allah atau menjadi sempurna sangatlah mustahil. Untuk yang
mempercayainya saya ucapkan selamat berjuang dan semoga berhasil.

Hal ini sebenarnya sebangun dengan apa yang Tuhan Yesus katakan dalam Lukas 13:24 :
“Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu! Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak
orang berusaha untuk masuk, tetapi TIDAK AKAN DAPAT.”

15
Kalau kita cermati dengan teliti sesungguhnya perjuangan menjadi sempurna untuk menjadi
anak Allah adalah perjuangan yang tidak akan mungkin berhasil, karena memang dalam Pasal 5
ini sejak awal Tuuhan Yesus nengajarkan Ucapan Bahagia, Menjadi Garam dan Terang Dunia,
serta Menjadi Sempurna seperti Bapa semuanya adalah proses yang didasari karena KITA
SUDAH BERELASI DENGAN ALLAH. Kita sudah menjadi AnakNya terlebih dahulu barulah bisa
masuk dalam proses menjadi sempurna seperti Bapa kita dan bukan sebaliknya. Kita menjadi
Garam dan Terang dahulu barulah bisa menjadi asin dan mengasinkan serta menerangi dan
bukan sebaliknya. Siapa kita barulah bisa menentukan apa yang kita lakukan. Dilahirkan kembali
dahulu sebagai anak Allah barulah kita bisa hidup menjadi anakNya.

Oleh sebab itu ayat 48 ini ditujukan bukan kepada mereka yang belum menjadi anak-anakNya,
tetapi tuntutan menjadi sempurna ini ditujukan kepada mereka yang SUDAH menjadi anakNya.
Kalimat “sama seperti Bapamu yang di Sorga” adalah menunjukan bahwa menjadi sempurna itu
adalah tuntutan terhadap anak anakNya. Siapakah anak anakNya?

SIAPAKAH ANAK ANAK BAPA DI SORGA

Sesuai dengan Yohanes 1:12 yang dimaksud anak anakNya adalah mereka yang percaya dalam
namaNya, yaitu nama Anak Tunggal ALLAH. (Yohanes 3:16-18).

Seseorang yang belum dilahirkan kembali menjadi anakNya tidak akan mungkin bisa melihat
Kerajaan Allah apalagi memasukinya (Yohanes 3:3,4), dan hanya merEka yang sudah memiliki
benih ilahi dalam dirinya (I Yohanes 3:9) dapat disebut sebagai anak Bapa sehingga dapat
masuk dalam proses mengambil bagian dalam kekudusanNya (Ibrani 12:10).

Dengan demikian perjuangan menjadi sempurna itu adalah perjuangan setelah kita menjadi
anak anak Allah dan bukan perjuangan untuk menjadi anak anak Allah. Menjadi anak anak Allah
bukanlah suatu pencapaian tetapi anugerah melalui kelahiran kembali, namun untuk menjadi
sempurna itu adalah perjuangan sebagai anak anak Allah.

STANDAR MENJADI SEMPURNA SEPERTI BAPA

Sudah dijelaskan bahwa menjadi sempurna seperti Bapa bukanlah dalam arti Kesempurnaan
Bapa itu menjadi tujuan dari perjuangan kita dalam berbuat baik, karena memang
Kesempurnaan Bapa bukanlah hasil dari suatu proses Dia menjadi Sempurna, tetapi
KesempurnaanNya adalah Hakekat DiriNya sendiri. Karena Bapa adalah Sempurna maka kita
sebagai anak anakNya hendaklah juga “menjadi” sempurna. Itu adalah “teleios”.

16
Lalu kalau bukan Kesempurnaan Bapa yang menjadi tujuan proses kita dalam menjadi
sempurna (karena Kesempurnaan Bapa bukan hasil dari suatu proses) siapakah yang menjadi
standar kesempurnaan yang sedang kita kerjakan ini?

Seluruh Perjanjian Baru menegaskan bahwa proses kita menjadi sempurna harus kita tujukan
kepada Tuhan Yesus.

Menjadi Seperti Tuhan Yesus lah tujuan akhir dari proses kita menjadi sempurna. Mengapa?
Karena memang Tuhan Yesus adalah Allah Anak yang telah menjadi sama seperti kita agar kita
sebagai manusia baru dapat peluang menjadi sempurna seperti Dia.

Theologia Ortodox menyebutnya “theosis”, yaitu suatu proses yang kita alami untuk dapat
menjadi sama seperti Tuhan Yesus dimana kita memiliki benih ilahi saat dilahirkan kembali (I
Yohanes 3:9) untuk kemudian di tumbuh kembangkan terus menerus melalui ketaatan kita
sampai kita disempurnakan olehNya. Itu adalah proses menjadi sempurna sampai
disempurnakanNya.

Pertanyaannya sekarang adalah kapankah kita mencapai Sempurna seperti Tuhan Yesus?
Apakah dimungkinkan saat kita masih hidup didunia ini? Ataukah nanti setelah masuk dalam
Surga proses menjadi Sempurna masih terus berjalan?

KAPANKAH KITA SEMPURNA?

Paulus menulis dalam I Korintus 13:10: “Tetapi jika yang sempurna tiba, maka yang tidak
sempurna itu akan lenyap.”

Dalam ayat ini dengan tegas dinyatakan bahwa apabila “teleios” (yang sempurna) telah tiba
(mencapai tujuannya), maka “meros” (a part : tidak sempurna) akan lenyap.

Kata “meros” (bagian, belahan, pecahan) adalah lawan kata dari “teleios” (lengkap, tidak
terbelah dua), yang sengaja digunakan oleh Paulus untuk menjelaskan bahwa pengetahuan,
pengenalan dan “proses” kita untuk “menjadi” sempurna akan berhenti karena memang telah
“sampai ujungnya” atau telah “lengkap”. Hal ini menunjuk bahwa proses menjadi Sempurna
akan berhenti setelah kita mencapainya. Kapankah itu?

Rasul Yohanes menulis dalam I Yohanes 3:2 : “Saudara saudaraku yang kekasih, sekarang kita
adalah anak anak Allah, tetapi belum nyata kelak; akan tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus
menyatakan DiriNya, KITA AKAN MENJADI SAMA SEPERTI DIA, sebab KITA AKAN MELIHAT DIA
DALAM KEADAANNYA YANG SEBENARNYA. “

17
Dalam teks ini dengan tegas dan gamblang Rasul Yohanes menyatakan bahwa menjadi sama
seperti Tuhan Yesus adalah perjuangan sebagai anak anak Allah, dan bukan perjuangan menjadi
anak Allah.

Kata SEKARANG menunjukan bahwa keberadaan anak Allah harus sudah dimiliki dahulu sambil
kita “menantikan” pernyataan Tuhan Yesus dalam keadaan yang sebenarnya. Ini tentunya
menunjuk pada kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya, dimana Dia akan datang dalam
kemuliaanNya sepenuh sebagai Anak Tunggal Bapa.

Ditegaskan oleh Rasul Yohanes bahwa “kelak”, yaitu ketika kita telah melihat Tuhan Yesus
dalam keadaan yang sebenarnya pada saat kedatanganNya kedua kalilah kita akan dapat
menjadi sama seperti Dia.

Jadi bohong besarlah kalau ada pengajaran yang memberikan harapan palsu kepada orang
Kristen bahwa dengan berjuang kita akan bisa Sempurna Seperti Bapa; seolah seolah hidup
sempurna dapat dicapai pada saat kita masih hidup di dunia ini. Alkitab sama sekali tidak
mengajarkan demikian.

Jadi kapankah kita bisa sempurna? Jawabannya adalah pada saat kita melihat Tuhan Yesus
dengan keberadaanNya secara penuh sebagai Anak Allah Yang Maha Kuasa.

Jikalau sempurna seperti Tuhan Yesus adalah angka 100, dan ketika kita masih hidup berjuang
berbuat baik hanya sampai angka 50 atau 60, maka kelak disaat kita bertemu dan melihat
Tuhan Yesus dalam keberadaanNya kita menjadi di-seratus-kan.

Bagaimana caranya? Saya tidak tahu caranya Allah seperti apa, tetapi itu yang Alkitab ajarkan.
Kita akan menjadi sempurna seperti Tuhan Yesus pada saat kita melihat Dia dalam keadaan
yang sebenarnya, tentunya saat itu kita belum sempurna melainkan disempurnakan atau
dijadikan sempurna.

18

Anda mungkin juga menyukai