Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS NEONATUS

HIPOGLIKEMIA

Pembimbing:
dr. Effendi Muhammad R, Sp.A

Oleh:
Yulanda Fitriana
201710401011031
Kelompok E-28

SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUD JOMBANG


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan karunia-Nyalah maka tinjauan pustaka dan laporan kasus yang
berjudul “Hipoglikemia Neonatorum” ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan tinjauan pustaka dan laporan kasus ini adalah sebagai
salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik madya di bagian/SMF Ilmu
Kesehatan Anak FK-UMM/ RSUD KAB. JOMBANG.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas ini banyak mendapat
bantuan dari bergagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis
bermaksud mengucapkan rasa terima kasih kepada:
1. dr. Soewarsih Retnowati Sp.A selaku kepala bagian di Lab/SMF Ilmu
Kesehatan Anak RSUD Kab. Jombang
2. dr. Debby C. Sumantri Sp. A; dr. Retno, Sp.A; dr. Ahmad Mahfur, Sp.A; dr.
Hakimah Maimunah, Sp.A, dan semua staf medis bagian ilmu kesehatan anak
RSUD Kab. Jombang
Penulis menyadari bahwa tinjauan pustaka ini masih jauh dari sempurna.
Untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan sehingga
dihasilkan tinjauan pustaka dan laporan kasus yang lebih baik di kemudian hari.

Jombang, 15 Agustus 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Glukosa merupakan sumber energi untuk fungsi organ tubuh. Walaupun


semua organ dapat menggunakan glukosa, otak adalah bagian tubuh yang paling
eksklusif memerlukan glukosa sebagai substrat yang berfungsi sebagai
metabolisme energi. Karena penyimpanan glikogen serebral terbatas, menjaga
kecukupan asupan glukosa ke otak merupakan fungsi fisiologis utama. Tingginya
brain-to-body-weight ratio pada neonatus mengakibatkan kebutuhan glukosa
neonatus yang secara proporsional lebih tinggi dibandingkan dengan kapasitas
produksi glukosa daripada yang kebutuhan pada orang dewasa, dengan penggunaan
glukosa serebral yang mencakup 90% dari total konsumsi glukosa tubuh. Walaupun
bahan alternatif seperti laktat dan badan keton dapat digunakan sebagai substrat
untuk produksi energi, respon kontra regulatorik neonatus yang imatur membatasi
ketersediaan molekul glukosa. Jadi, neonatus sangat rawan terhadap berbagai
kondisi yang mengganggu keseimbangan homeostasis glukosa normal selama
transisi dari intrauterine ke kehidupan extrauterin yang independen (McGowen,
2003).
Estimasi insidensi hipoglikemia pada neonatus tergantung baik pada
definisi kondisi dan metode pengukuran glukosa darah. Keseluruhan insidensi
diestimasikan sebanya 5 kejadian dari tiap 1000 kelahiran hidup. Jumlah ini dapat
lebih tinggi pada populasi dengan risiko tinggi. Sebagai contoh, 8% neonatus BMK
umumnya berasal dari ibu diabetik (IDM) dan 15% bayi preterm dan bayi IUGR
dilaporkan mengalami hipoglikemia; insidensi pada seluruh populasi risiko tinggi
diperkirakan sebesar 30%. (McGowen, 2003).
Beberapa kondisi neonatus tertentu dapat diserai dengan adanya
hipoglikemia, seperti : nutrisi maternal yang tidak adekuat selama kehamilan,
kelebihan produksi insulin pada bayi dengan ibu diabetik, penyakit hemolitik berat
pada neonatus, defek kongenital dan penyakit metabolik kogenital, asfiksia, serta
penyakit liver (Lucile Packard Children Hospital, 2013).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Hipoglikemia terjadi ketika kadar glukosa serum secara signifikan lebih
rendah daripada rentang pada bayi normal dengan usia postnatal yang sesuai.
Walaupun hipoglikemia dapat terjadi dengan gejala neurologis, seperti letargi,
koma, apnea, seizure atau simpatomimetik, seperti pucat, palpitasi, diaforesis, yang
merupakan manifestasi dari respon terhadap glukosa, banyak neonatus dengan
serum glukosa rendah menunjukkan tanda hipoglikemia nonspesifik (Kliegman et
al, 2011).
Serum glukosa pada neonatus menurun segera setelah lahir sampai 1-3 hari
pertama kehidupan. Pada bayi aterm yang sehat, serum glukosa jarang berada
dibawah nilai 35 mg/dL dalam 1 - 3 jam pertama kehidupan, di bawah 40 mg/dL
dalam 3-24 jam, dan kurang dari 45 mg/dL (2.5 mmol/L) setelah 24 jam (Kliegman
et al, 2011).
Hipoglikemia pada neonatus didefinisikan sebagai kondisi dimana glukosa
plasma di bawah 30 mg/dL (1.65 mmol/L) dalam 24 jam pertama kehidupan dan
kurang dari 45 mg/dL (2.5 mmol/L) setelahnya (Cranmer,2013). Estimasi rata-rata
kadar glukosa darah pada fetus adalah 15 mg/dL lebih rendah daripada konsentrasi
glukosa maternal. Konsentrasi glukosa akan kemudian berangsur-angsur menurun
pada periode postnatal. Konsentrasi di bawah 45 mg/dL didefinisikan sebagai
hipoglikemia. Dalam 3 jam, konsentrasi glukosa pada bayi aterm normal akan
stabil, berada di antara 50-80 mg/dL. Terdapat dua kelompok neonatus dengan
risiko tinggi mengalami hipoglikemia, yaitu bayi lahir dari ibu diabetik (IDM) dan
bayi IUGR (Hay et al, 2007).
Dalam jurnal American Association of Pediatrics, McGowen (2003)
menyatakan pada survei terakhir yang dilakukan oleh para ahli pediatric di Inggris
menunjukkan bahwa tidak ada konsensus untuk nilai kadar glukosa darah yang
didefinisikan sebagai hipoglikemia. Dengan catatan, konsentrasi yang berada pada
nilai 1 mmol/L (20 mg/dL) sampai 4 mmol/L (70 mg/dL) merupakan batas bawah
normal. Definisi hipoglikemia yang selama ini digunakan dibuat berdasarkan
populasi penelitian pada konsentrasi glukosa darah selama 48-72 jam pertama
kehidupan, dengan hipoglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa darah kurang
dari 2 standar deviasi di bawah rata-rata normal. Secara fisiologis, hipoglikemia
terjadi ketika ambilan glukosa tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan glukosa
dan dapat terjadi melebihi rentang kadar glukosa normal. Sebagai contoh, bayi
aterm sehat berusia 2 jam dengan kadar glukosa darah 30 mg/dL dapat tidak
mengalami gangguan fungsi organ, tetapi pada stressed infant dapat menunjukkan
gejala fisiologis hipoglikemia pada kadar glukosa darah 50 mg/dL jika laju hantaran
glukosa pada organ spesifik, seprti otwak, kurang dari kecepatan metabolisme
glukosa. Belum ada penelitian yang menyatakan kosentrasi glukosa absolut yang
mengakibatkan adanya disfungsi organ baik jangka pendek maupun panjang. Pada
eksperimen dengan hewan percobaan, konsentrasi glukosa kurang dari 1 mmol/L
(<20 mg/dL), jika terjadi lebih dari 1 jam dapat mengakibatkan lesi otak permanen.
Tetapi tanpa adanya bukti yang menunjukkan nilai batas kadar glukosa absolut,
tidak ada standar nilai glukosa darah yang dapat digunakan untuk mendefinisikan
hipoglikemia fisiologis.
Hipoglikemia merupakan masalah metabolik yang paling sering
ditemukan pada neonatus. Pada anak, hipoglikemia terjadi pada nilai glukosa darah
kurang dari 40 mg/dL. Sementara pada neonatus, hipoglikemia adalah kondisi
dimana glukosa plasma kurang dari 30 mg/dL pada 24 jam pertama kehidupan dan
kurang dari 45 mg/dL setelahnya (Cranmer, 2013).
2.2 Insidensi
Estimasi insidensi hipoglikemia pada neonatus tergantung baik pada
definisi kondisi dan metode pengukuran glukosa darah. Keseluruhan insidensi
diestimasikan sebanya 5 kejadian dari tiap 1000 kelahiran hidup. Jumlah ini dapat
lebih tinggi pada populasi dengan risiko tinggi. Sebagai contoh, 8% neonatus BMK
umumnya berasal dari ibu diabetik (IDM) dan 15% bayi preterm dan bayi IUGR
dilaporkan mengalami hipoglikemia; insidensi pada seluruh populasi risiko tinggi
diperkirakan sebesar 30%. (McGowen, 2003).
Kesuluruhan insidensi hipoglikemia simtomatis pada neonatus bervariasi,
antara 1.3-3 kejadian dari 1000 kelahiran hidup. Insidensi tersebut bervariasi
tergantung dengan definisi yang digunakan, populasi, metode, dan waktu
pemberian asuan, dan tipe penilaian glukosa. Insidensi hipoglikemia meningkat
pada kelompok neonatus risiko tinggi. Pemberian asupan nutrisi lebih awal dapat
menurunkan insidensi hipoglikemia. Kelainan metabolisme yang dapat
mengakibatkan hipoglikemia pada neonatus jarang ditemui, tetapi dapat dideteksi
sejak masa neonatus. Insidensi dari kondisi-kondisi ini adalah :

 Carbohydrate metabolism disorders (>1:10,000)


 Fatty acid oxidation disorders (1:10,000)
 Hereditary fructose intolerance (1:20,000 to 1:50,000)
 Glycogen storage diseases (1:25,000)
 Galactosemia (1:40,000)
 Organic acidemias (1:50,000)
 Phosphoenolpyruvate carboxykinase deficiency (rare)
 Primary lactic acidosis (rare)

Penelitian di Jepang, menunjukkan bahwa lebih dari 80% neonatus yang masuk ke
NICU, penyebabnya adalah apnea atau hipoglikemia pada neonatus yang lahir
pada usia kehamilan 35-36 minggu (Cranmer, 2013).

2.3 Manifestasi Klinis


Walaupun hipoglikemia sering diklasifikasikan dalam simtomasis dan
asimtomatis, penggolongan tersebut sebenarnya merefleksikan ada atau tidaknya
tanda-tanda fisik yang menyertai kadar glukosa darah yang rendah. Berbagai tanda
dapat terlihat pada kasus hipoglikemia berat atau berkepanjangan dan pada bayi
yang mengalami hipoglikemia ringan sampai sedang yang berkepanjangan serta
pada bayi yang mengalami stres fisiologis. Tanda-tanda klinis yang ditemukan
merupakan tanda nonspesifik dan merupakan akibat dari gangguan pada lebih dari
satu aspek fungsi sistem saraf pusat. Meliputi pola pernapasan abnormal, seperti
takipnea, apnea, atau distress napas; tanda-tanda kardiovaskuler, seperti takikardia
atau bradikardia, dan manifestasi neurologis seperti jitteriness, letargis,
kemampuan mengisap yang lemah, instabilitas suhu tubuh, dan kejang. Banyak dari
tanda-tanda tersebut merupakan akibat dari gangguan neonatus yang lain, seperti
sepsis, hypokalemia, dan pendarahan intracranial. Hipoglikemia harus
dipertimbangkan pada bayi yang menunjukkan satu atau lebih dari gejala-gejala
tersebut, karena hipoglikemia yang tak segera diatasi dapat mengakibatkan
konsekuensi serius, dan penatalaksanaan hipoglikemia pun cepat, relatif mudah,
dan memiliki efek samping minimal. Tetapi, pada standar penatalaksanaan
neonatus yang ada saat ini, sebagian besar kasus hipiglikemia terdiagnosis selama
pemeriksaan rutin pada bayi yang dipertimbangkan berisiko namun dalam evaluasi
tampak normal secara fisiologis (McGowen, 2003).
Lucile Packard Children’s Hospital, 2013, memaparkan bahwa tanda-
tanda hipoglikemia pada neonatus meliputi :
 jitteriness
 cyanosis (blue coloring)
 apnea (stopping breathing)
 hypothermia (low body temperature)
 poor body tone
 poor feeding
 lethargy
 seizures
2.4 Etiologi
Penyebab hipoglikemia pada neonatus, meliputi :
1. Persistent Hyperinsulinemic Hypoglicemia of Infancy.
2. Penyimpanan glikogen yang terbatas ( misalnya pada prematur dan IUGR)
3. Peningkatan penggunaan glukosa (seperti pada kasus hipotermia,
polisitemia, sepsis, defisiensi hormon pertumbuhan ).
4. Penurunan glikogenolisis, gluokoneogenesis, atau penggunaan substrat
alternatif ( misalnya pada gangguan metabolisme dan insufisiensi adrenal).
5. Penurunan penyimpanan glikogen ( seperti pada stress akibat asfiksia
perinatal, dan starvation).
Pada hipoglikemia ketotik, penyimpanan glikogen mudah berkurang, dan
dikombinasi dengan produksi glukosa melalui gluconeogenesis yang tidak adekuat,
berakibat pada terjadinya hipoglikemia. Jadi, oksigenasi asam lemak diperlukan
dalam menyediakan substrat untuk gluconeogenesis dan ketogenesis. Keton, yang
merupakan hasil samping dari metabolisme asam lemak, diekskresikan melalui urin
dan menunjukkan kondisi kelaparan (starved state) (Cranmer, 2013).
2.5 Patogenesis
2.5.1 Prematuritas dan IUGR
Penyebab hipoglikemia pada neonatus dapat dikategorikan berdasarkan
gangguan yang menyertai pada satu atau lebih proses yang diperlukan untuk
produksi glukosa hepatic normal. Penyimpanan glikogen hepatik jumlahnya
terbatas baik pada bayi preterm yang belum mengalami periode akumulasi glikogen
cepat selama masa akhir gestasi, dan bayi kecil masa kehamilan (KMK/SGA) yang
belum memiliki suplai persediaan substrat yang adekuat untuk sintesis glikogen,
yang akan berakibat pada timbulnya risiko hipoglikemia. IUGR yang disebabkan
oleh insufisiensi plasenta dengan ukuran lingkar kepala bayi yang normal
menyebabkan peningkatan kebutuhan glukosa pada bayi yang sudah dalam kondisi
penyimpanan glikogen rendah karena tingginya brain-to-bidyweight ratio. Bayi
postterm dan gestasi ganda juga berisiko hipoglikemia karena adanya insufisiensi
plasenta relatif. Penelitian yang dilakukan pada kelompok bayi preterm dan IUGR
menemukan adanya perubahan pola sekresi insulin, metabolisme substrat, dan
respons hormonal terhadap perubahan konsentrasi glukosa darah dibandingkan
dengan bayi yang sesuai masa kehamilan (SMK/AGA) (McGowen, 2003).
Bayi yang mengalami stress perinatal karena asfiksia atau hipotermia atau
mengalami peningkatan kerja otot pernapasan disebabkan oleh distress napas
mungkin memiliki penyimpanan glikogen normal, tetapi jumpah glikogen yang
tersedia tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan tinggi dengan adanya tingkat
penggunaan glukosa yang lebih tinggi dari normal. Hipoglikemia dapat terjadi pada
bayi dalam kondisi ini ketika glikogen yang tersedia telah digunakan untuk
memenuhi kebutuhan metabolik postnatal inisial, terutama jika telah ada periode
hipoksemia dengan disertai konsumsi glukosa cepat melalui metabolisme anaerob
(McGowen, 2003).
Konsentrasi precursor gluconeogenesis yang tidak adekuat umumnya
tidak menjadi faktor yang membatasi produksi glukosa hepatik pada neonatus
karena bayi preterm memiliki persediaan asam lemak, gliserol, asam amino, laktat,
dan piruvat cukup. Selain itu, produksi badan keton secara relatif berkurang pada
respon tehadap hipoglikemia. Bayi aterm dapat mengalami penurunan rilis badan
keton ketika glukosa dalam darh menurun. akibatnya, kontribusi gluconeogenesis
pada produksi gula hepatik terbatas pada beberapa neonatus (McGowen, 2003).
2.5.2 Bayi dari Ibu Diabetik (Infants of Diabetic Mother)
Beberapa kelompok bayi memiliki risiko tinggi untuk mengalami
hipoglikemia karena adanya perubahan pada fungsi enzim hepatik sehingga
mengganggu glikogenolisis, gluconeogenesis, atau keduanya. Fungsi hepatik dapat
dipengaruhi oleh sejumlah gangguan endokrin dan metabolik, yang paling umum
terjadi adalah hiperinsulinisme. IDM memiliki sekresi insulin pancreas yang tinggi
karena paparan glukosa maternal dalam konsentrasi tinggi selama di dalam uterus.
Transportasi glukosa plasenta meningkat, berakibat pada hiperglikemia janin, yang
pada akhirnya akan menstimulasi sekresi insulin oleh pancreas janin. Sekeresi
insulin pancreas pada IDM jaug lebih tinggi dibandingkan dengan nonIDM.
Perubahan-perubahan yang diinduksi oleh diabetes pada metabolisme maternal,
seperti perubahan pada asam amino serum, berperan pada perubahan metabolik
yang terjadi pada IDM .
Setelah lahir, konsentrasi glukosa darah yang tinggi sudah tidak ada, tetapi
kondisi hiperinsulinemia menetap, sehingga mengakibatkan rasio insulin:glucagon
tinggi pada postnatal. Akibatnya, glikogenolisis dan lipolysis terhambat, enzim
glukoneogenik tidak terinduksi, dan glukosa hepatik tetap pada kadar yang rendah
dalam kondisi glukosa darah yang rendah. Insulin juga meningkatkan penggunaan
glukosa perifer pada jaringa-jaringan sensitif insulin, seperti otot rangka, yang
berkontribusi pada penurunan glukosa secara cepat. Kombinasi efek dari
peningkatan penggunaan glukosa dan terbatasnya produksi glukosa hepatik
mengakibatkan hipoglikemia, yang dapat menetap selama 24-72 jam sebelum pola
sekresi insulin ternormalisasi (McGowen, 2003).
2.5.3 Eritroblastosis Fetalis dan Agen Tokolitik Beta Agonis
Walaupun ibu diabetes merupakan penyebab utama hiperinsulin pada
neonatus, sekresi insulin postnatal dapat menjadi abnormal karena penyakit-
penyakit lainnya. Bayi yang menderita eritroblastosis fetalis memiliki kadar insulin
yang tinggi dan jumlah sel betapankreas yang banyak. Mekanisme terjadinya hal
ini masih belum jelas, tetapi salah satu hipotesis menjelaskan bahwa glutation yang
dirilis dari sel darah merah terhemolisis akan mengaktivasi insulin dalam sirkulasi,
dan kemudian memicu sekresi insulin serta up-regulation sel beta. Transfusi tukar
dapat mengeksaserbasi masalah karena darah yang ditransfusikan biasanya
diawetkan dengan kombinasi dekstrosa dan agen lain. Selama transfusi tukar, bayi
mendapatkan tambahan glukosa yang signifikan, dengan respon insulin berlebih
dari pancreas yang hyperplasia. Di akhir transfusi tukar, laju pemberian glukosa
dikembalikan pada keadaan normal, (baseline) tetapi kadar insulin tetap tinggi,
sehingga menyebabkan terjadinya hipoglikemia (McGowen, 2003).
Penggunaan agen tokolitik beta agonis seperti terbutalin juga
menyebabkan hiperinsulinemia pada neonatus, terutama jika agen tersebut
digunakan selama lebih dari 2 minggu dan dihentikan pada waktu kurang dari 1
minggu sebelum persalinan. Neonatus yang berada dalam kondisi ini akan memiliki
penyimpanan glikogen rendah, yang akan menyebabkan terjadinya
hiperinsulinemia serta efek-efek yang timbul karena rendahnya kadar glukosa
(McGowen, 2003).
2.5.4 Hiperinsulinisme
Hipoglikemia yang menetap lebih dari 5-7 hari jarang terjadi dan paling
sering disebabkan oleh hiperinsulinisme. Beberpa neonatus yang IUGR atau
asfiksia akan mengalami hiperinsulinemia yang menetap selama 4 minggu, tetapi
kasus seprti ini relatif jarang terjadi. Beberapa tipe hiperinsulinisme kongenital
disebutkan merupakan penyebab utama hipoglikemia yang menetap sampai
melebihi 1 minggu pertama kehidupan.
Bentuk autosomal resesif dari hiperinsulinisme kongenital dihubungkan
pada adanya defek reseptor sulfonylurea atau kanal K+-ATP. Sebuah mutasi pada
lengan pendek kromosom 11 banyak terjadi populasi Yahudi Ashkenazi, tetapi
kasus yang sama pada kelompok etnis yang lain juga dilaporkan disertai oleh
adanya mutasi pada lokasi yang sama. Telah dilaporkan juga adanya bentuk
autosomal dominan dari hiperinsulinisme. Mutasi yang menyebabkan terjadinya
bentuk autosomal dominan dari hiperinsulinisme belum dapat diidentifikasi, tetapi
kelainan ini berbeda dengan bentuk autosomal resesif yang dicurigai merupakan
akibat dari abnormalitas fungsi reseptor sulfonylurea. Sindrom hiperinsulinemia
kongenital dan hiperammonemiadisertai dengan adanya mutasi gen glutamat
dehydrogenase. Sindrom Beckwith-Weidemann disertai dengan adanya
hyperplasia organ multipel., termasuk pancreas, dengan konsekuensi dari
peningkatan sekresi insulin. Jarang terjadi hiperinsulinemia yang merupakan akibat
suatu adenoma lokal sel pulau pancreas pada pancreas yang normal (McGowen,
2003).
2.5.5 Kelainan Metabolisme pada Neonatus
Kelainan metabolisme pada neonatus akan mempengaruhi ketersediaan
prekursor glukoneogenik atau fungsi enzim yang dibutuhkan untuk produksi
glukosa hepatik. Defek metabolik yang menyebabkan hipoglikemia meliputi
berbagai bentuk kelainan penyimpanan glikogen, galaktosemia, defek oksidasi
asam lemak, defisiensi karnitin, beberapa bentuk asidemia amino, intoleransi
fruktosa herediter (fructose-1,6-diphos-phatase deficiency), dan defek enzim
glukoneogenik lainnya. Gangguan endokrin lainnya seperti kegagalan hipopituitari
dan adrenal juga dapat berakibat pada terjadinya hipoglikemia karena tidak adanya
respon hormonal yang sesuai terhadap hipoglikemia dan selanjutnya
mengakibatkan kegagalan aktivasi produksi glukosa hepatik. Tetapi kondisi ini
sangat jarang dan harus dipertimbangkan adanya etiologi lainnya.
2.6 Penatalaksanaan

Beberapa agen lain telah digunakan untuk penatalaksanaan hipoglikemia


refraktori, dan paling sering digunakan untuk penatalaksanaan pada salah satu
kondisi hiperinsulinemia. Kortikosteroid, hidrokortison 5-15 mg/kgBB per hari
dalam dua atau tiga dosis terbagi, atau prednisone 2 mg/kgBB perhari. Pemberian
agen-agen tersebut diikuti dengan adanya penurunan penggunaan glukosa perifer
dan peningkatan konsentrasi glukosa darah, tetapi efek samping dari agen tersebut
terhadap sistem metabolisme lainnya harus dijadikan bahan pertimbangan.
Pemberian kortikosteroid sebagai tambahan dari pemberian glukosa intravena
bermanfaat dalam kondisi ketika kebutuhan glukosa lebih besar daripada 15
mg/kgBB.
BAB III
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
a. Nama : By. Ny Ramini
b. TTL : Jombang, 20 Agustus 2018 (Jam : 16.10 WIB)
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Alamat : Rejoslamet, Mojowarno, Jombang
e. Tanggal MRS : 21/8/2018 jam 00.50
f. No. RM : 41 58 75
Identitas Orang Tua Pasien
a. Ibu
1. Nama : Ny. Ramini
2. Umur : 37 Tahun
3. Pekerjaan : Swasta
4. Pendidikan : SMA
5. Agama : Islam
6. Suku : Jawa
7. Bangsa : Indonesia
8. Alamat : Rejoslamet, Mojowarno, Jombang
b. Ayah
1. Nama : Tn. Kusnan
2. Umur : 38 Tahun
3. Pekerjaan : Swasta
4. Pendidikan : SMP
5. Agama : Islam
6. Suku : Jawa
7. Bangsa : Indonesia
8. Alamat : Rejoslamet, Mojowarno, Jombang
SUMMARY OF DATA BASE
Anamnesis
 Keluhan utama
Bayi Berat Lahir Rendah
 RPS
Bayi rujukan dari PKU muhammadiyah, lahir jam 16.10, lahir SC atas indikasi
ibu PEB + fetal disstress, tunggal intrauteri, letak kepala, UK 40-41 mgg, tidak
langsung menangis, ketuban mekoneal, KPD (-). AS 6-8, BBL 1400 gr, PB 43
cm. kelainan kongenital tidak didapatkan. Anus positif. Pukul 17.30 setelah
lahir tampak bayi letargis, menangis merintih, dan terkadang jitteriness,
irritabilitas, sucking reflex lemah. Kemudian dilakukan pemeriksaan glukosa
darah dengan menggunakan strip reagen (glucosa sticks), hasilnya didapatkan
27 mg/dL, kemudian diberikan D5% 5 cc/ OGT. Pukul 19.00 dilakukan
pemeriksaan glukosa darah hasil GDA 34 mg/dL, diberikan inf D10% 10 cc/IV
pelan dilanjutkan D10% 100 cc/24 jam, HR 128 x/mnt, RR 58 x/mnt, SpO2
95%, kemudian bayi dirujuk ke RSUD Jombang.
 Riwayat kehamilan ibu :
- GIV P1021
- Ibu Primitua sekunder (usia 37 tahun) dengan Preeklamsia
- Aktivitas selama kehamilan tidak melakukan pekerjaan yang berat,
hanya melakukan pekerjaan rumah tangga seperti memasak
menyapu dan mencuci.
- Selama kehamilan,trimester I sebanyak 3x kontrol bidan , trimester
II 4x kontrol ke bidan, 2x kontrol di SpOG dan pada trimester III 3x
kontrol di bidan 2x kontrol di SpOG
- Riwayat DM (-), hipertensi (+), keputihan (-), sesak (+) UK 29 mgg
- R/Abortus 2x (kehamilan ke-1 dan ke-3 kuretase ), Anak hidup 1
(hamil ke-2) lahir sptB, perempuan, Usia sekarang 9 th
 Riwayat persalinan :
- Proses persalinan di RS Ibu dan anak PKU Muhammadiyah
Mojoagung
- Usia Gestasi 40/41 mgg
- Bayi lahir SC atas indikasi fetal distress + PEB pada tanggal 20
Agustus 2018, 16.10 WIB
- Bayi lahir tidak langsung menangis, ketuban mekoneal (tidak ada
riwayat KPD), AS 6-8
- BBL 1400 gr, PB 43 cm, LD 27 cm, LP 26 cm

Pemeriksaan Fisik
 Kesan Umum : gerak tangis lemah
 Vital Signs
Suhu ( O C) axilla : 36,8 O C
HR ( Heart Rate ) : 145 x / menit
RR ( Respiratory Rate ) : 68 x / menit
Capillary Refill Time : < 2 detik
Apgar Score : 6-8
Apgar 1 menit 5 menit

Detak jantung 2 2

Pernafasan 1 2

Tonus otot 1 1

Reflek 1 1

Warna Kulit 1 1

Total 6 8

Pemeriksaan Antropometri
BB Lahir : 1400 gram
Panjang Badan : 43 cm
Lingkar Kepala : 28 cm
Lingkar Dada : 27 cm
Lingkar abdomen : 26 cm
Ballard Score
Total ballard score: 37 = 38-40 minggu

Sistem Neurologis
- KU : lemah
- Menangis : Spontan
- Aktivitas : Normal
- Pergerakan : Spontan
- Tonus : Normal
- Kejang : (-)
- Reflek primitive : reflek moro ( + ) cukup, reflek sucking menurun,
reflek telan (+) cukup, tonic neck cukup
Kepala dan Leher
- Cephal hematoma(-), Caput succadenum (-)
- a/i/c/d -/-/-/-
- Hidung : Pernafasan cuping hidung (-)
- Mukosa mulut dan bibir basah, sianosis (-)
Thorax
Sistem Pernafasan :
- Warna Kulit : merah muda, vena sangat sedikit
- Pernapasan : spontan, grunting ( - ), pergerakan dinding dada simetris,
retraksi ( + ) ringan, nch( - ), sianosis ( - )
- Suara napas : vesikuler , Wh -/-, Rh -/-
- Kecepatan nafas : 68 x/menit, reguler

v
v

Total : 2
Sistem cardiovaskular:
- Suara jantung : reguler, HR 142 x/menit
- Auskultasi : kuat, S1 S2 tunggal
- Murmur : (-)
- Denyut nadi perifer : normal
- CRT : 3 detik
Sistem gastrointestinal:
- Inspeksi : cembung
- Bising usus : (+) normal
- Palpasi abdomen : soefl, turgor kulit baik
- Umbilicus : tidak layu, tidak ada tanda infeksi, tidak ada pus
Sistem Genitourinaria
Testis sudah turun, terlihat guratan cukup jelas
Anus (+)
BAK (+)
BAB (+) segera setelah bayi lahir
Ekstremitas
Postur ekstremitas : posisi fetal (-)
Gerakan : spontan, serempak
Plantar : lipatan di seluruh plantar pedis
Pemeriksaan Penunjang
GDA 17.30 : 27 mg/dL
19.00 : 34 mg/dL
20.00 : 75 mg/dL
00.00 : 231 mg/dL
DL :
Tanggal 21/8/2018
Darah Lengkap
Hb 13,2
Leukosit 15,15
Hematokrit 37,2
Eritrosit 3,51
MCV 106,0
MCH 37,6
MCHC 35,5
RDW-CV 19,3
Trombosit 72
Hitung Jenis
Eosinofil 0
Basofil 8
Batang -
Segmen 26
Limfosit 63
Monosit 3
Retikulosit 3,09
Kimia Darah
Glukosa darah sewaktu 231
Serologi
CRP 5

Tanggal 30/8/2018
Darah Lengkap
Hb 16,3
Leukosit 10,70
Hematokrit 44,7
Eritrosit 4,70
MCV 95,1
MCH 34,7
MCHC 36,5
RDW-CV 21,4
Trombosit 5
Hitung Jenis
Eosinofil 1
Basofil 0
Batang -
Segmen 63
Limfosit 22
Monosit 14
Retikulosit 0,27
TGL SUBJEK OBJEK Assesment PLANNING
21/8/ Sesak (-) GT BB HR RR S BCB Planning Dx :
2018 Retraksi (+) cukup 1540 142 62 36,8 BBLR  DL, CRP
07.00 Muntah (-)  Kepala : AICD -/-/-/-, pch - Asfiksia Planning tx :
BAB BAK (+)  Leher : pemb.KGB (-) Hipoglikemia  Inf D10 150 cc/24 jam
Instab suhu (-)  Thorax:  Susu 8x5 cc
Retensi (14 cc) paruves/ves, Rh -/-, wh -/-, retraksi +/+  Rawat bayi+TP
Cor S1 S2 Tunggal  Termoregulasi
 Abdomen : BU+N, soefl
 Eks : HKM, CRT <2, edema --/--
22/8 Sesak (-) GT BB HR RR S BCB Planning Dx :-
07.00 Muntah (-) cukup 1550 142 60 37,2 BBLR Planning tx :
BAB BAK (+)  Kepala : AICD -/-/-/- , pch - Asfiksia  Inf F2/D10 100
Instab suhu (-)  Leher : pemb.KGB (-)  AF infant 50
Retensi (18 cc)  Thorax:  ASI/SF 8x5 cc
paruves/ves, Rh -/-, wh -/-, retraksi +/+  Rawat bayi+TP
Cor S1 S2 Tunggal  Termoregulasi
 Abdomen : BU+N, soefl
 Eks : HKM, CRT <2, edema -/-
23/8 Sesak (-) GT BB HR RR S BCB Planning Dx :-
07.00 Muntah (-) cukup 1570 140 55 37,2 BBLR Planning tx :
BAB BAK (+)  Kepala : AICD -/-/-/- , pch - Asfiksia  Inf F2/D10 100
Instab suhu (-)  Leher : pemb.KGB (-)  AF infant 50
Retensi (36 cc)  Thorax:  ASI/SF 4x10 cc
paruves/ves, Rh -/-, wh -/-, retraksi +/+  Rawat bayi+TP
Cor S1 S2 Tunggal  Termoregulasi
 Abdomen : BU+N, soefl
 Eks : HKM, CRT <2, edema -/-
24/8 Sesak (-) GT BB HR RR S BCB Planning Dx :-
07.00 Muntah (-) cukup 1525 142 50 36,8 BBLR Planning tx :
BAB BAK (+)  Kepala : AICD -/-/-/- , pch - Asfiksia  Inf F2/D10 100
Instab suhu (-)  Leher : pemb.KGB (-)  AF infant 75
Retensi (23 cc)  Thorax:  Lipid 20% 20
paruves/ves, Rh -/-, wh -/-, retraksi ringan  Inj Vicsx 2x250 mg (1)
Cor S1 S2 Tunggal  Inj genta 1x8 mg (1)
 Abdomen : BU+N, soefl  ASI/SF 8x5 cc
 Eks : HKM, CRT <2, edema -/-  Rawat bayi+TP
 Termoregulasi

25/8 Sesak (-) GT BB HR RR S BCB Planning Dx :-


07.00 Muntah (-) cukup 1485 142 50 36,7 BBLR Planning tx :
BAB BAK (+)  Kepala : AICD -/-/-/- , pch - Asfiksia  Inf F2/D10 100
Instab suhu (-)  Leher : pemb.KGB (-)  AF infant 75
Retensi (5 cc)  Thorax:  Lipid 20% 20
paruves/ves, Rh -/-, wh -/-, retraksi ringan  Inj Vicsx 2x250 mg (2)
Cor S1 S2 Tunggal  Inj genta 1x8 mg (2)
 Abdomen : BU+N, soefl  ASI/SF 8x5 cc
 Eks : HKM, CRT <2, edema -/-  Rawat bayi+TP
 Termoregulasi

26/8 Sesak (-) GT BB HR RR S BCB Planning Dx :-


07.00 Muntah (-) cukup 1450 144 46 36,7 BBLR Planning tx :
BAB BAK (+)  Kepala : AICD -/-/-/- , pch - Asfiksia  Inf F2/D10 100
Instab suhu (-)  Leher : pemb.KGB (-)  AF infant 75
Retensi (3 cc)  Thorax:  Lipid 20% 20
paruves/ves, Rh -/-, wh -/-, retraksi ringan  Inj Vicsx 2x250 mg (2)
Cor S1 S2 Tunggal  Inj genta 1x8 mg (2)
 Abdomen : BU+N, soefl  ASI/SF 8x5 cc
 Eks : HKM, CRT <2, edema -/-  Rawat bayi+TP
OBJEK  Termoregulasi
27/8/ Sesak (-) GT BB HR RR S BCB Planning Dx :-
2018 Retraksi (-) cukup 1435 142 44 36,6 BBLR Planning tx :
07.00 Muntah (-)  Kepala : AICD -/-/-/-, pch - Asfiksia  Inf F2/D10 100
BAB BAK (+)  Leher : pemb.KGB (-)  AF infant 75
Instab suhu (-)  Thorax:  Lipid 20% 20
Retensi (4 cc) paruves/ves, Rh -/-, wh -/-, retraksi -/-  Inj Vicsx 2x250 mg (4)
Cor S1 S2 Tunggal  Inj genta 1x8 mg (4)
 Abdomen : BU+N, soefl  ASI/SF 8x15 cc
 Eks : HKM, CRT <2, edema --/--  Rawat bayi+TP
 Termoregulasi

28/8 Sesak (-) GT BB HR RR S BCB Planning Dx :-


07.00 Retraksi (-) cukup 1475 144 44 36,9 BBLR Planning tx :
Muntah (-)  Kepala : AICD -/-/-/- , pch - Asfiksia  Inf F2/D10 100
BAB BAK (+)  Leher : pemb.KGB (-)  AF infant 75
Instab suhu (-)  Thorax:  Lipid 20% 20
Retensi (6 cc) paruves/ves, Rh -/-, wh -/-, retraksi -/-  Inj Vicsx 2x250 mg (5)
Cor S1 S2 Tunggal  Inj genta 1x8 mg (5)
 Abdomen : BU+N, soefl  ASI/SF 8x20 cc
 Eks : HKM, CRT <2, edema -/-  Rawat bayi+TP
 Termoregulasi

29/8 Sesak (-) GT BB HR RR S BCB Planning Dx :-
07.00 Muntah (-) cukup 1540 140 44 36,7 BBLR Planning tx :
BAB BAK (+)  Kepala : AICD -/-/-/- , pch - Asfiksia  Inf F2/D10 100
Instab suhu (-)  Leher : pemb.KGB (-)  AF infant 75
Retensi (8 cc)  Thorax:  Lipid 20% 20
paruves/ves, Rh -/-, wh -/-, retraksi -/-  Inj Vicsx 2x250 mg (6)
Cor S1 S2 Tunggal  Inj genta 1x8 mg (6)
 Abdomen : BU+N, soefl  ASI/SF 8x25 cc
 Eks : HKM, CRT <2, edema -/-  Rawat bayi+TP
 Termoregulasi

30/8 Sesak (-) GT BB HR RR S BCB Planning Dx :DL
07.00 Muntah (-) cukup 1540 142 44 36,5 BBLR Planning tx :
BAB BAK (+)  Kepala : AICD -/-/-/- , pch - Asfiksia  ASI/SF 8x30 cc
Instab suhu (-)  Leher : pemb.KGB (-)  Rawat bayi+TP
Retensi (-)  Thorax:  Termoregulasi
paruves/ves, Rh -/-, wh -/-, retraksi -/-
Cor S1 S2 Tunggal
 Abdomen : BU+N, soefl
 Eks : HKM, CRT <2, edema -/-
31/8 Sesak (-) GT BB HR RR S BCB Planning Dx :-
07.00 Muntah (-) cukup 1585 142 44 37 BBLR Planning tx :
BAB BAK (+)  Kepala : AICD -/-/-/- , pch - Asfiksia  ASI/SF 8x35 cc
Instab suhu (-)  Leher : pemb.KGB (-)  Rawat bayi+TP
Retensi (-)  Thorax:  Termoregulasi
paruves/ves, Rh -/-, wh -/-, retraksi -/-
Cor S1 S2 Tunggal
 Abdomen : BU+N, soefl
 Eks : HKM, CRT <2, edema -/-
1/9 Sesak (-) GT BB HR RR S BCB Planning Dx :-
07.00 Muntah (-) kuat 1535 140 42 37 BBLR Planning tx :
BAB BAK (+)  Kepala : AICD -/-/-/- , pch - Asfiksia  ASI/SF 8x35 cc
Instab suhu (-)  Leher : pemb.KGB (-)  Rawat bayi+TP
 Thorax:  Termoregulasi
paruves/ves, Rh -/-, wh -/-, retraksi -/-
Cor S1 S2 Tunggal
 Abdomen : BU+N, soefl
 Eks : HKM, CRT <2, edema -/-
BAB 4
PEMBAHASAN

Pada kasus ini subjek pembahsan adalah bayi rujukan dari PKU
muhammadiyah, lahir jam 16.10, lahir SC atas indikasi ibu PEB + fetal disstress,
tunggal intrauteri, letak kepala, UK 40-41 mgg, tidak langsung menangis, ketuban
mekoneal, KPD (-). AS 6-8, BBL 1400 gr, PB 43 cm. Pukul 17.30 setelah lahir
tampak bayi letargis, menangis merintih, dan terkadang jitteriness, irritabilitas,
sucking reflex lemah. Kemudian dilakukan pemeriksaan glukosa darah dengan
menggunakan strip reagen (glucosa sticks), hasilnya didapatkan 27 mg/dL. Bayi
mengalami hipoglikemia sesuai teori oleh Cranmer,2013 bahwa hipoglikemia pada
neonatus didefinisikan sebagai kondisi dimana glukosa plasma di bawah 30 mg/dL
(1.65 mmol/L) dalam 24 jam pertama kehidupan dan kurang dari 45 mg/dL (2.5
mmol/L) setelahnya. Pada kasus ini bayi lahir SC atas indikasi ibu PEB + fetal
disstress dan berat badan lahir rendah, menurut Mardiyono, 2002, BBLR yang
mungkin mengalami malnutrisi intrauterin; terjadi penurunan cadangan glikogen
hati dan lemak tubuh; BBLR yang termasuk rawan adalah bayi kecil menurut
kehamilan (berat badan lahir kurang dari 2000 g), bayi yang menderita polisitemia,
bayi dari ibu toksemia, dan bayi dengan plasenta yang abnormal. Sehingga setelah
lahir tampak bayi letargis, menangis merintih, dan terkadang jitteriness, irritabilitas,
sucking reflex lemah sesuai dengan penelitian oleh McGowen, 2003 yaitu Tanda-
tanda klinis yang ditemukan merupakan tanda nonspesifik dan merupakan akibat
dari gangguan pada lebih dari satu aspek fungsi sistem saraf pusat. Meliputi pola
pernapasan abnormal, seperti takipnea, apnea, atau distress napas; tanda-tanda
kardiovaskuler, seperti takikardia atau bradikardia, dan manifestasi neurologis
seperti jitteriness, letargis, kemampuan mengisap yang lemah, instabilitas suhu
tubuh, dan kejang.
BAB 5
KESIMPULAN

Hipoglikemia merupakan masalah metabolik yang umum pada neonatus.


Hipoglikemia lebih sering terjadi pada bayi baru lahir dibandingkan anak yang lebih
besar. Kadar glukosa darah yang normal terjadi karena adanya keseimbangan antara
penyediaan glukosa dalam darah dengan pemakaiannya oleh tubuh. Bila terjadi
gangguan pada keseimbangan ini, maka dapat terjadi hipoglikemia atau sebaliknya
hiperglikemia. Hipoglikemia pada neonatus dapat bersifat sementara dan menetap
atau berulang. Hipoglikemia disebabkan oleh kelainan yang menyebabkan
pemakaian glukosa berlebihan dan atau produksi glukosa kurang. Pada Kasus ini
hipoglikemia disebabkan ketidakseimbangan produksi dan pemakaian glukosa.
Hal ini karena beberapa faktor resiko diantaranya karena riwayat ibu PEB selama
kehamilan mengakibatkan suplai nutrisi pada janin berkurang sehingga bayi
mengalami IUGR dimana berat badan lahir rendah (1400) untuk usia gestasi 39-40
minggu, sehingga terjadi hipoglikemia pada bayi 1 jam setelah lahir.
DAFTAR PUSTAKA

1. Cranmer, H. Neonatal Hypoglycemia. 2013. Emedicine Medscape.


2. Hay, W. 2008. The Newborn Infant. Lange Current Diagnosis and
Treatment of Pediatrics. McGraw-Hill : Denver-Colorado.
3. Lucille Packard Children’s Hospital at Stanford. 2013. Hypoglycemia in
the Newborn.
4. McGowan,J. 2003. Neonatal Hypoglycemia. Pediatrics in Review.
American Associaton of Pediatrics Publication.
5. Sperling, Mark. A, 20011. Hypoglycemia. Nelson Pediatrics 19th edition.
Elsevier Saunders : Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai