0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
54 tayangan3 halaman
Mikoriza merupakan hubungan simbiosis antara cendawan tanah dengan akar tanaman yang membantu tanaman menyerap hara dan air. Jenis mikoriza yang paling umum adalah Mikoriza Arbuskular yang terbentuk oleh banyak tanaman pertanian penting seperti kedelai dan jagung. Fungi Mikoriza Arbuskular berperan meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah untuk tanaman.
Mikoriza merupakan hubungan simbiosis antara cendawan tanah dengan akar tanaman yang membantu tanaman menyerap hara dan air. Jenis mikoriza yang paling umum adalah Mikoriza Arbuskular yang terbentuk oleh banyak tanaman pertanian penting seperti kedelai dan jagung. Fungi Mikoriza Arbuskular berperan meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah untuk tanaman.
Mikoriza merupakan hubungan simbiosis antara cendawan tanah dengan akar tanaman yang membantu tanaman menyerap hara dan air. Jenis mikoriza yang paling umum adalah Mikoriza Arbuskular yang terbentuk oleh banyak tanaman pertanian penting seperti kedelai dan jagung. Fungi Mikoriza Arbuskular berperan meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah untuk tanaman.
Mikoriza merupakan struktur yang terbentuk karena asosiasi simbiosis mutualisme
antara cendawan tanah dengan akar tanaman tingkat tinggi. Sedikitnya terdapat lima manfaat mikoriza bagi perkembangan tanaman yang menjadi inangnya, yaitu meningkatkan absorbsi hara dari dalam tanah, sebagai penghalang biologis terhadap infeksi patogen akar, meningkatkan ketahanan inang terhadap kekeringan, meningkatkan hormon pemacu tumbuh, dan menjamin terselenggaranya siklus biogeokimia. Dalam hubungan simbiosis ini, cendawan mendapatkan keuntungan nutrisi (karbohidrat dan zat tumbuh lainnya) untuk keperluan hidupnya dari akar tanaman (Noli et al., 2011). Mikoriza Arbuskular Mikoriza Arbuskular adalah bentuk paling umum dari interaksi mikoriza. Mereka terbentuk oleh berbagai tanaman inang (sekitar 65% dari semua spesies tanaman darat yang diketahui), termasuk banyak spesies tanaman pertanian penting, seperti kedelai, jagung, beras, dan gandum. Semua jamur AM telah diklasifikasikan ke dalam filum jamur Glomeromycota terpisah, yang terdiri dari sekitar 150 spesies jamur dengan keragaman genetik dan fungsional yang tinggi dalam setiap spesies (Bucking et al., 2012). Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) merupakan salah satu pupuk hayati yang didefenisikan sebagai inokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman. Penyediaan hara ini dapat berlangsung simbiotis dan nonsimbiotis. Kelompok mikroba simbiotis ini terutama meliputi bakteri bintil akar dan cendawan mikoriza. Tumbuhnya kesadaran akan dampak negatif penggunaan pupuk buatan terhadap lingkungan maka sebagian kecil petani beralih dari pertanian konvensional ke pertanian organik (Simanungkalit et al., 2006). Efektivitas Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) sangat tergantung pada kesesuaian antara faktor - faktor jenis FMA, tanaman dan tanah serta interaksi ketiga faktor tersebut. Jenis tanaman berpengaruh dalam hal perbedaan tingkat ketergantungan pada mikoriza karena terdapat tanaman tertentu yang sangat membutuhkan keberadaan mikoriza seperti ubi kayu sedangkan tanaman lobak tidak membutuhkan mikoriza (Rainiyati et al., 2009).
Peran Mikoriza bagi Tanaman
Menurut Nusantara et al. (2012) fungi mikoriza arbuskula memiliki empat peran fungsional adalah yang pertama ialah bioprosesor yaitu mampu bertindak sebagai pompa dan pipa hidup karena mampu membantu tanaman untuk menyerap hara dan air dari lokasi yang tidak terjangkau oleh akar rambut. CMA berkontribusi untuk membuat nutrisi P dalam tanah yang tersedia untuk diserap tanaman dengan memproduksi enzim fosfatase (Kojima et al., 1998). Hifa hifa menyerap P yang tersedia, ketika hifa lainnya masih menghidrolisis nutrisi P di dalam tanah. Oleh karena itu, selama proses penyerapan banyak nutrisi P tersedia untuk tanaman. Selanjutnya, CMA siap untuk menyerap dan mengangkut nutrisi P ke dalam tanaman inang, sehingga CMA menerima karbon dari tanaman untuk proliferasi (Syib'li et al., 2013). Keberadaan CMA dapat meningkatkan penyerapan P oleh tanaman 25% lebih banyak (Darmawan et al., 2016). Peran mikoriza selanjutnya ialah bioaktivator karena terbukti mampu membantu meningkatkan simpanan karbon dirhizosfer sehingga meningkatkan aktivitas jasad renik untuk menjalankan proses biogeokimia. Cardoso dan Kuyper (2006) melaporkan bahwa CMA memainkan peran dalam siklus karbon, sehingga peningkatan CMA akan meningkatkan aliran karbon ke dalam tanah. Interaksi antara tanaman inang dan CMA secara tidak langsung mempengaruhi penyimpanan karbon tanah terutama karena aliran karbon dari inang ke CMA dapat hilang menjadi mikorizosfer hingga 70 sebagai karbon organik dan CO2. Selain itu, CMA juga memproduksi glomalin yang dapat menyimpan karbon tanah. Ini mewakili sejumlah besar sekitar 4 - 5% dari total karbon tanah, lebih tinggi dari kontribusi karbon biomassa mikroba hanya berkisar dari 0,08 - 0,2%. Oleh karena itu, CMA tidak hanya berpartisipasi aktif dalam siklus karbon tetapi juga dalam penyimpanan karbon tanah (Syib'li et al., 2013) Selanjutnya mikoriza sebagai bioagregator karena terbukti mampu meningkatkan agregasi tanah. https://media.neliti.com/media/publications/99147-ID-none.pdf Darmawan, TS., TT. Zahroh, M. Merindasya, R. Masfaridah, DAS. Hartanti, S.Arum, S. Nurhatika, A. Muhibuddin, T. Suhartiningsih, A. Arifiyanto. 2016. Manganese (Mn) stress toward hyperaccumulators plants combination (HPC) using Jatropha curcas and Lamtoro gung (L. leucocephala) in mychorrizal addition on soybean (Glycine max) seedling stage. Proceeding of International Biology Conference. AIP Conf. Proc. 1854 Noli, Z. A., Netty, W.S., E.M. Sari. 2011. Eksplorasi Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) Indigenous yang Berasosiasi dengan Begonia resecta di Hutan Pendidikan dan Penelitian Biologi (HPPB). Prosiding Seminar Nasional Biologi : Meningkatkan Peran Biologi dalam Mewujudkan National Achievment with Global Reach. Departemen Biologi FMIPA Universitas Sumatera Utara, Medan. Simanungkalit, R.D.M., D.A. Suriadikarta, R. Saraswati, D. Setyorini dan W. Hartatik. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor.