Anda di halaman 1dari 36

ANALISIS PENELITIAN YANG RELEVAN TENTANG

MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS


SISWA

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Seminar Pendidikan Matematika


Diasuh Oleh: Dr. H. Iskandar Zulkarnain, M. Si, Dra. R. Ati Sukmawati, M. Kom,
Dra. Hj. Noor Fajriah, M. Si, Yuni Suryaningsih, M. Pd

Oleh:
Agung Handoko
NIM. A1C111037

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
MARET 2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan karena berkat rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Analisis Penelitian
Pendidikan Matematika Di Indonesia Tentang Meningkatkan Pemahaman Konsep
Matematis Siswa ”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah seminar pendidikan

matematika.

Dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini tidak lepas dari bantuan

dan masukan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima

kasih kepada:

1. Bapak Dr. H. Iskandar Zulkarnain, M. Si.

2. Ibu Dra. R. Ati Sukmawati, M. Kom.

3. Ibu Dra. Hj. Noor Fajriah, M. Si.

4. Ibu Yuni Suryaningsih, M. Pd.

5. Rekan-rekan yang telah membantu penulisan makalah ini.

Akhir kata, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis

harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat,

khususnya bagi pembaca.

Banjarmasin, Maret 2014

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................................ 3
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................. 3
1.4 Manfaat Penulisan............................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 4
2.1 Definisi Pemahaman dan konsep ........................................................................ 4
2.2 Teori Belajar yang Melandasi Proses Perolehan Konsep ................................... 6
2.2.1 Teori belajar Kontruktivistik....................................................................... 6
2.2.2 Teori belajar menurut Jerome S. Bruner ..................................................... 7
2.2.3 Teori belajar menurut Jean Piaget............................................................... 8
2.3 Pemahaman Konsep Matematika ........................................................................ 9
2.4 Indikator Pemahaman Konsep .......................................................................... 11
2.5 Pembelajaran Matematika Untuk Kemampuan Pemahaman Konsep............... 14
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................................. 16
BAB IV PENUTUP .......................................................................................................... 25
4.1 SIMPULAN ...................................................................................................... 25
4.2 SARAN ............................................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 26
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Matematika adalah suatu ilmu yang sudah dipelajari mulai dari TK, SD,

SMP, hingga SMA, Perlunya mata pelajaran matematika ini untuk membekali

siswa berfikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja

sama. Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa dapat memiliki kemampuan

memperoleh, mengelola dan memanfaatkan informasi sehingga bermanfaat dalam

kehidupan sehari-hari, namun sebagian besar siswa menganggap matematika itu

tergolong pelajaran yang sulit, bahkan tidak sedikit siswa yang menghindari

pelajaran matematika, hal demikian terjadi karena siswa kurang memahami konsep

dalam matematika ketika mempelajari matematika itu sendiri, siswa lebih mengenal

bahwa matematika adalah hal yang rumit, berhubungan dengan lambang-lambang

yang abstrak bahkan operasi matematika yang menakutkan.

Kenyataan yang terjadi di lapangan, proses pembelajaran matematika di

kelas umumnya menggunakan model pembelajaran ekspositori yang didominasi

dengan metode caramah, sehingga siswa kurang optimal didorong untuk

mengembangkan kemampuan berpikir sehingga pembelajaran matematika

cenderung teacher-centered. Pembelajaran tersebut hanya diarahkan kepada

kemampuan siswa untuk menghafal informasi, otak siswa dipaksa mengingat dan

menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang

diingatnya . Oleh karena itu sebaiknya siswa diberi kesempatan seluas-luasnya

1
untuk membangun pengetahuan mereka sendiri dalam memahami konsep dalam

matematika melalui pengetahuan sebelumnya yang telah mereka pelajari sehingga

proses pemahaman siswa selalu berkembang secara terus menerus, siswa sebaiknya

diajak mengalami secara langsung bagaimana kegiatan matematika dalam

kehidupan sehari-hari agar siswa dapat memaknai manfaat matematika dalam

kehidupan.

Pemahaman konsep matematik adalah salah satu tujuan penting dalam

pembelajaran, memberikan pengertian bahwa materi-materi yang diajarkan kepada

siswa bukan hanya sebagai hafalan. Sejalan dengan itu (NCTM, 2000) menyatakan

bahwa Pemahaman konseptual merupakan komponen penting pengetahuan yang

dibutuhkan untuk menangani masalah baru. Pemahaman konsep matematika yang

rendah mengakibatkan siswa kurang dapat menggunakan konsep tersebut jika

diberika persoalan yang lebih kompleks.

Untuk mencapai pemahaman konsep peserta didik dalam matematika

bukanlah suatu hal yang mudah, karena pemahaman terhadap suatu konsep

matematika dilakukan secara individual. Setiap peserta didik mempunyai

kemampuan yang berbeda dalam memahami konsep – konsep matematika. Namun

demikian peningkatan pemahaman konsep matematika perlu diupayakan demi

keberhasilan peserta didik dalam belajar. Salah satu upaya untuk mengatasi

permasalah tersebut, guru dituntut untuk profesional dalam merencanakan dan

melaksanakan pembelajaran. Oleh karena itu, guru harus mampu mendesain

pembelajaran matematika dengan metode, teori atau pendekatan yang mampu

menjadikan siswa sebagai subjek belajar bukan lagi objek belajar.

2
Berdasarkan pemikiran tersebut, dalam makalah ini panulis mengambil

judul “Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematis Siswa”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah yang akan

dibahas yaitu “Cara apa yang efektif untuk meningkatkan pemahaman konsep

matematis siswa ?”.

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penulisan makalah

ini adalah untuk mengetahui cara yang efektif untuk meningkatkan pemahaman

konsep matematis siswa.

1.4 Manfaat Penulisan

Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada

semua pihak, khususnya kepada guru maupun calon guru untuk menambah

pengetahuan dan wawasan dalam meningkatkan pemahaman konsep matematis

siswa.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pemahaman dan konsep

Dalam proses mengajar, hal terpenting adalah pencapaian pada tujuan yaitu

agar siswa mampu memahami sesuatu berdasarkan pengalaman belajarnya.

Kemampuan pemahaman ini merupakan hal yang sangat fundamental, karena

dengan pemahaman akan dapat mencapai pengetahuan prosedur.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pemahaman berasal dari kata

“paham” yang artinya mengerti benar dalam suatu hal. Kemampuan memahami

bisa juga disebut “mengerti”. Sementara menurut Hamzah B. Uno (Saffrine, 2012)

mengartikan pemahaman sebagai kemampuan seseorang dalam mengartikan,

menafsirkan, menerjemahkan atau menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri

tentang pengetahuan yang diperolehnya. Selanjutnya Menurut Sudijono

(Nurfarikhin, 2010) menyatakan bahwa pemahaman adalah kemampuan seseorang

untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat.

Berdasarkan pengertian pemahaman di atas, dapat disimpulkan bahwa

pemahaman adalah suatu cara yang sistematis dalam mengartikan, menafsirkan,

menerjemahkan atau menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri setelah sesuatu

itu diketahui dan diingat.

4
Menurut erbes hilgard (Toha, 2011) ada enam ciri dari belajar yang

mengandung pemahaman, yaitu:

1. Pemahaman dipengaruhi oleh kemampuan dasar,

2. Pemahaman dipengaruhi pengalaman belajar yang lalu,

3. Pemahaman tergantung pada pengaturan situasi,

4. Pemahaman didahului oleh usaha-usaha coba-coba,

5. Belajar dengan pemahaman dapat diulangi, dan

6. Suatu pemahaman dapat diaplikasikan bagi pemahaman situasi yang lain.

Setiap materi pembelajaran matematika berisi sejumlah konsep yang harus

disukai siswa. Sedangkan konsep Menurut Isaack (hartoyo, 2010) adalah suatu

istilah pengungkapan abstrak yang digunakan untuk mengklasifikasikan atau

mengkatagorikan satu kelompok dari suatu benda, gagasan atau peristiwa.

Sementara Rosser (Dahar, 2011) menyatakan bahwa konsep adalah suatu abstraksi

yang mewakili satu kelas obyek-obyek kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan

yang mempunyai atribut-atribut yang sama. Selanjutnya Sudojo (Dewiatmini,

2010) mengatakan konsep adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan kita

mengklasifikasikan objek-objek atau peristiwa-peristiwa itu termasuk atau tidak ke

dalam ide abstrak tersebut.

Berdasarkan gagasan-gagasan di atas dapat disimpulkan bahwa konsep

adalah suatu abstraksi atau gagasan yang mewakili ciri-ciri umum suatu/kumpulan

obyek atau peristiwa dengan ciri-ciri tertentu.

5
2.2 Teori Belajar yang Melandasi Proses Perolehan Konsep

2.2.1 Teori belajar Kontruktivistik

Belajar menurut konstruktivisme adalah suatu proses mengasimilasikan dan

mengkaitkan pengalaman atau pelajaran yang dipelajari dengan pngertian yang

sudah dimilikinya, sehingga pengetahuannya dapat dikembangkan. Teori

Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu

tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran

behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat

mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai

kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi

makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme

sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan

kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalamandemi pengalaman.

Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.

Menurut teori ini, satu prinsip yang mendasar adalah guru tidak hanya

memberikan pengetahuan kepada siswa, namun siswa juga harus berperan aktif

membangun sendiri pengetahuan di dalam memorinya. Dalam hal ini, guru dapat

memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan membri kesempatan kepada

siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar

siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakanstrategi mereka sendiri untuk

belajar. Guru dapat memberikan siswa anak tangga yang membawa siswa ke tingkat

pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri yang mereka tulis

dengan bahasa dan kata-kata mereka sendiri (Riyanto, 2012).

6
Dalam teori belajar konstruktivistik ciri khas belajar kontruktivis adalah

peserta didik harus menemukan dan mengubah informasi yang kompleks menjadi

sederhana dan bermakna.

Suparno (1997) mengidentifikasi prinsip-prinsip kontruktivis dalam belajar

yakni sebagai berikut;

1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri baik secara personal maupun

sosial.

2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari pengajar kepada pembelajar,

kecuali dengan keaktifan siswa itu sendiri untuk menalar.

3. Murid aktif mengkonstruksi terus-menerus, sehingga selalu terjadi

perubahan konsep menuju ke konsep yang lebih rinci, lengkap serta sesuai

dengan konsep ilmiah.

4. Pengajar sekedar membantu pembelajar dengan menyediakan sarana dan

situasi agar proses konstruksi pebelajar berlangsung secara efektif dan

efisien.

2.2.2 Teori belajar menurut Jerome S. Bruner

Jerome S. Bruner (Dahar, 2011) mengembangkan teori belajar yang dikenal

dengan nama belajar penemuan (discovery learning). Bruner menganggap bahwa

belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia,

dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Bruner dalam teorinya

menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran

diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam pokok

7
bahasan yang diajarkan (Tim MKPBM, 2001). Bruner juga berpendapat bahwa

tujuan pendidikan bukan hanya untuk memperbesar dasar pengetahuan siswa, tetapi

juga untuk menciptakan berbagai kemungkinan untuk invention (penciptaan) dan

discovery (penemuan).

Dahar (2011) mengatakan bahwa pengetahuan yang diperoleh dengan

belajar penemuan menunjukkan beberapa kebaikan. Pertama, pengetahuan itu

bertahan lama atau lama dapat diingat, atau lebih mudah diingat, bila dibandingkan

dengan pengetahuan yang dipelajari dengan cara-cara lain. Kedua, hasil belajar

penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil belajar lainnya.

Dengan kata lain, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dijadikan milik kognitif

seseorang lebih mudah diterapkan pada situasi-situasi baru. Ketiga, secara

menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan untuk

berpikir secara bebas. Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan-

keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa

pertolongan orang lain.

2.2.3 Teori belajar menurut Jean Piaget

Piaget berpendapat bahwa setiap anak mengembangkan kemampuan

berpikirnya menurut tahapan yang teratur. Proses berpikir anak merupakan suatu

aktivitas gradual, tahap demi tahap dari fungsi intelektual, dari konkret menuju

abstrak. Menurut Piaget (Huda, 2013), seorang anak akan mencari keseimbangan

antara struktur pengetahuan yang sudah dimilikinya dengan pengetahuan baru yang

diperolehnya.

8
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget (Dahar, 2011) dalam

pembelajaran adalah sebagai berikut:

(a) Bahasa dan cara berpikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh sebab itu,

guru dalam mengajar harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara

berpikir anak.

(b) Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan

dengan baik. Guru harus membantu anak, mengakomodasikan agar anak dapat

berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.

(c) Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan sebagai bahan baru

tetapi tidak asing.

(d) Berikan peluang agar anak belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.

(e) Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara

dan diskusi dengan teman-temannya.

2.3 Pemahaman Konsep Matematika

Dalam proses belajar mengajar, mencapai suatu tujuan belajar merupakan

aspek penting. Tujuan dalam proses belajar mengajar adalah agar siswa mampu

memahami sesuatu yang diajarkan berdasarkan pengalaman yang telah dialaminya.

Pada setiap pembelajaran diusahakan lebih ditekankan pada penguasaan konsep

agar siswa memiliki bekal dasar yang baik untuk mencapai kemampuan dasar yang

lain seperti penalaran, komunikasi, koneksi dan pemecahan masalah.

Tim Penyusun (Kusumaningtiayas, 2011) menyatakan pemahaman konsep

adalah kompetensi yang ditunjukkan siswa dalam memahami definisi, pengertian,

9
ciri khusus, hakikat, inti/isi dari suatu materi dan kompetensi dalam melakukan

prosedur (algoritma) secara luwes, akurat, efisien dan tepat.

Penguasan konsep merupakan tingkatan hasil belajar siswa sehingga dapat

mendefinisikan atau menjelaskan sebagian atau mendefinisikan bahan pelajaran

dengan menggunakan kalimat sendiri. Dengan kemampuan siswa menjelaskan atau

mendefinisikan, maka siswa tersebut telah memahami konsep atau prinsip dari

suatu pelajaran meskipun penjelasan yang diberikan mempunyai susunan kalimat

yang tidak sama dengan konsep yang diberikan tetapi maksudnya sama.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan definisi pemahaman konsep

adalah Kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengemukakan kembali ilmu

yang diperolehnya baik dalam bentuk ucapan maupun tulisan kepada orang

sehingga orang lain tersebut benar-benar mengerti apa yang disampaikan.

Mengingat pentingnya pemahaman konsep tersebut, Menurut Hiebert dan

Carpenter (Dafril: 2011). Pengajaran yang menekankan kepada pemahaman

mempunyai sedikitnya lima keuntungan, yaitu:

1. Pemahaman memberikan generative artinya bila seorang telah memahami

suatu konsep, maka pengetahuan itu akan mengakibatkan pemahaman yang

lain karena adanya jalinan antar pengetahuan yang dimiliki siswa sehingga

setiap pengetahuan baru melaui keterkaitan dengan pengetahuan yang sudah

ada sebelumnya.

2. Pemahaman memacu ingatan artinya suatu pengetahuan yang telah

dipahami dengan baik akan diatur dan dihubungkan secara efektif dengan

pengetahuan-pengetahuan yang lain melalui pengorganisasian skema atau

10
pengetahuan secara lebih efisien di dalam struktur kognitif berfikir sehingga

pengetahuan itu lebih mudah diingat.

3. Pemahaman mengurangi banyaknya hal yang harus diingat artinya jalinan

yang terbentuk antara pengetahuan yang satu dengan yang lain dalam

struktur kognitif siswa yang mempelajarinya dengan penuh pemahaman

merupakan jalinan yang sangat baik.

4. Pemahaman meningkatkan transfer belajar artinya pemahaman suatu

konsep matematika akan diperoleh siswa yang aktif menemukan keserupaan

dari berbagai konsep tersebut. Hal ini akan membantu siswa untuk

menganalisis apakah suatu konsep tertentu dapat diterapkan untuk suatu

kondisi tertentu.

5. Pemahaman mempengaruhi keyakinan siswa artinya siswa yang memahami

matematika dengan baik akan mempunyai keyakinan yang positif yang

selanjutnya akan membantu perkembangan pengetahuan matematikanya.

2.4 Indikator Pemahaman Konsep

Mengetahui kemampuan siswa dalam memahami konsep matematika maka

perlu diadakan penilaian terhadap pemahaman konsep dalam pembelajaran

matematika. Tentang penilaian perkembangan anak didik dicantumkan indikator

dari kemampuan pemahaman konsep sebagai hasil belajar matematika.

11
Indikator pencapaian pemahaman konsep menurut Wardhani (Maulida,

2014) adalah:

1. Menyatakan ulang sebuah konsep

2. Mengklasifikasi objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya,

3. Memberi contoh dan bukan contoh dari konsep,

4. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis,

5. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu konsep,

6. Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu,

7. Mengaplikasikan konsep atau algoritma ke pemecahan masalah.

Sejalan dengan pendapat di atas Tim PPPG Matematika 2005:86 (Dafril,

2011) menyatakan Indikator pemahaman konsep tersebut adalah:

1) Kemampuan menyatakan ulang sebuah konsep adalah kemampuan siswa

untuk mengungkapkan kembali apa yang telah dikomunikasikan

kepadanya;

Contoh: pada saat siswa belajar maka siswa mampu menyatakan ulang

maksud dari pelajaran itu.

2) Kemampuan mengklafikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai

dengan konsep adalah kemampuan siswa mengelompokkan suatu objek

menurut jenisnya berdasarkan sifat-sifat yang terdapat dalam materi.

Contoh: siswa belajar suatu materi dimana siswa dapat mengelompokkan

suatu objek dari materi tersebut sesuai sifat-sifat yang ada pada konsep.

3) Kemampuan member contoh dan bukan contoh adalah kemampuan siswa

untuk dapat membedakan contoh dan bukan contoh dari suatu materi.

12
Contoh: siswa dapat mengerti contoh yang benar dari suatu materi dan dapat

mengerti yang mana contoh yang tidak benar

4) Kemampuan menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi

matematika adalah kemampuan siswa memaparkan konsep secara berurutan

yang bersifat matematis.

Contoh: pada saat siswa belajar di kelas, siswa mampu

mempresentasikan/memaparkan suatu materi secara berurutan.

5) Kemampuan mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu

konsep adalah kemampuan siswa mengkaji mana syarat perlu dan mana

syarat cukup yang terkait dalam suatu konsep materi.

Contoh: siswa dapat memahami suatu materi dengan melihat syarat-syarat

yang harus diperlukan/mutlak dan yang tidak diperlukan harus dihilangkan.

6) Kemampuan menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur tertentu

adalah kemampuan siswa menyelesaikan soal dengan tepat sesuai dengan

prosedur. Contoh: dalam belajar siswa harus mampu menyelesaikan soal

dengan tepat sesuai dengan langkah-langkah yang benar.

7) Kemampuan mengklafikasikan konsep atau algoritma ke pemecahan

masalah adalah kemampuan siswa menggunakan konsep serta prosedur

dalam menyelesaikan soal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

Contoh: dalam belajar siswa mampu menggunakan suatu konsep untuk

memecahkan masalah.

13
2.5 Pembelajaran Matematika Untuk Kemampuan Pemahaman
Konsep

Ditjen PMPTK (Ningsih, 2010: 10), pembelajaran matematika bertujuan

agar peserta didik:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan

mengaplikasikan algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat, dalam

pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran dalam pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisai, menyusun bukti dan menjelaskan

gagasan matematika.

3. Memecahkan masalah, meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan symbol, diagram, untuk memperjelas

masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.

Susanto (Megawati, 2014: 14) mengatakan bahwa pembelajaran

matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk

mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan

berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan

baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi

matematika.

Siswa dikatakan memahami konsep jika siswa mampu mendefinisikan

konsep, mengidentifikasi dan memberi contoh atau bukan contoh dari konsep,

14
mengembangkan kemampuan koneksi matematik antar berbagai ide, memahami

bagaimana ide-ide matematik saling terkait satu sama lain sehingga terbangun

pemahaman menyeluruh, dan menggunakan matematik dalam konteks di luar

matematika. Sedangkan siswa dikatakan memahami prosedur jika mampu

mengenali prosedur (sejumlah langkah-langkah dari kegiatan yang dilakukan)

yang didalamnya termasuk aturan algoritma atau proses menghitung yang benar.

15
BAB III
PEMBAHASAN

Penelitian Terdahulu yang Relevan

Hasil penelitian terdahulu yang relevan Berkaitan dengan

meningkatkan pemahaan konsep matematis siswa antara lain sebagai berikut.

1) Lestari (2013) melakukan penelitian tentang pengaruh model pembelajaran

problem possing tipe post solution possing terhadap peningkatan pemahaman

konsep matematika siswa SMP, hasil penelitian menunjukan bahwa

penggunaan model pembelajaran problem possing tipe post solution possing

berpengaruh terhadap peningkatan pemahaman konsep matematika siswa kelas

VII SMP Terpadu Ma’arif Muntilan. Dapat dilihat dari Rata-rata pencapaian

kemampuan pemahaman konsep akhir (posttest) untuk kelompok eksperimen

adalah 79,85% Sedangkan rata-rata pencapaian kemampuan pemahaman

konsep akhir (posttest) untuk kelompok kontrol adalah 74,43%.

2) Nuraeni (2011) meneliti pengaruh pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan tipe

the power of two untuk meningkatkan pemahaman matematik siswa Madrasah

Tsanawiyah. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa kemampuan pemahaman

matematik siswa yang pembelajarannya mengunakan model pembelajaran

kooperatif tipe jigsaw lebih baik dari pada yang menggunakan model

pembelajaran tipe the power of two. Dapat dilihat dari hasil data rata-rata tes

awal dan tes akhir ternyata menunjukan adanya suatu perbedaan nilai yang

16
diperoleh siswa yang belajarnya dengan menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw dan tipe The Power of Two, kelompok kelas tipe Jigsaw

mempunyai nilai yang lebih dari pada kelas yang menggunakan tipe The Power

of Two. Hasil pretest dan postest tertera pada tabel dibawah ini.

Kelas Rata-tara nilai pretest Rata-rata nilai post-test

Jigsaw 51,0 72,7

The power of two 50,0 72,0

3) Salastianto (2012) dalam skripsinya yang berjudul "pengaruh pembelajaran

dengan pendekatan penemuan terbimbing dalam setting pembelajaran

kooperatif tipe team-asssisted individualization (TAI) terhadap peningkatan

kemampuan pemahaman konsep matematis siswa kelas VII MTs P Dipenegoro

Salaman Magelang tahun pelajaran 2012/2013 materi pokok faktorisasi suku

aljabar”. Dari hasil posttest diperoleh hasil pemahaman konsep yang meningkat

pada kelas eksperimen. Peningkatan tersebut ditunjukkan dengan

terlampauinya 4 dari 7 indikator pemahaman konsep. Sedangkan pada kelas

kontrol, hanya satu indikator yang terlampaui. Itu menunjukkan bahwa

pembelajaran pada kelas eksperimen membawa perubahan terhadap

peningkatan pemahaman konsep siswa. Sedangkan pembelajaran pada kelas

kontrol kurang.

4) Aini (2012) meneliti tentang efektifitas model pembelajaran kooperatif Tipe

Student Team Achievement Divisions (STAD) dan Team Assisted

17
Individualzation (TAI) ditinjau dari pemahaman konsep matematika siswa SMP

pada materi faktorisasi suku aljabar. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa :

1) model pembelajaran kooperatif tipe STAD efektif ditinjau dari pemahaman

konsep matematika peserta didik; 2) model pembelajaran kooperatif tipe TAI

efektif ditinjau dari pemahaman konsep matematika perta didik; 3) model

pembelajaran kooperatif tipe TAI tidak lebih efektif dibandingkan dengan

model kooperatif tipe STAD ditinjau dari pemahaman konsep matematika

peserta didik. Penelitian ini menggunakan 5 indikator pemahaman konsep.

Terlihat dari rata – rata nilai posttest kelas TAI pada indikator ke-1,2,3 dan 4

lebih tinggi daripada rata – rata kelas STAD. Kemudian pada indikator ke-5, rata

– rata nilai posttest kelas STAD lebih tinggi daripada kelas TAI.

5) Maulida (2014) dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh Model Penemuan

Terbimbing terhadap Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas VIII SMP

Negeri 6 Banjarmasin Tahun Pelajaran 2013/2014”. Melalui tes evaluasi akhir,

diperoleh hasil pemahaman konsep siswa kelas eksperimen dan kontrol.

Rangkuman hasil pemahaman konsep siswa kelas eksperimen dan kontrol

disajikan pada tabel distribusi berikut:

Tabel Distribusi frekuensi hasil pemahaman konsep siswa kelas eksperimen


dan kontrol
Kelas Kelas
Nilai Eksperimen Kontrol Keterangan
f % f %
≥ 95,00 12 41,38 2 5,88 Istimewa
80,00-94,99 8 27,59 14 41,18 Amat Baik
65,00-79,99 3 10,34 10 29,41 Baik
55,00-64,99 2 6,90 3 8,82 Cukup
40,00-54,99 2 6,90 4 11,76 Kurang

18
< 40,00 2 6,90 1 2,94 Amat Kurang
Jumlah 29 100 34 100

Bila dianalisis lebih lanjut diperoleh nilai rata-rata siswa kelas eksperimen

berada pada kualifikasi amat baik, sedangkan rata-rata siswa kelas kontrol

berada pada kualifikasi baik.

6) Naim (2012) melakukan penelitian tentang efektifitas pembelajaran matematika

dengan menggunakan pendekatan kontekstual melalui metode teams games

tournament (TGT) terhadap pemahaman konsep dan motivasi belajar siswa.

Hasil penelitiannya menunjukan bahwa pembelajaran matematika dengan

menggunakan pendekatan kontekstual melalui metode teams games tournament

(TGT) efektif terhadap pemahaman konsep dan motivasi belajar siswa. Dilihat

dari rata-rata nilai post-test kelas eksperimen lebih tinggi dari rata-rata nilai

post-test pada kelas kontrol, kemudian rata-rata skor skala motivasi kelas

eksperimen lebih tinggi dari skor skala motivasi pada kelas control.

7) Wardani (2013) dalam skripsinya tentang “Upaya Meningkatkan Kemampuan

Pemahaman Konsep Siswa terhadap Materi Segiempat dengan Pendekatan

Matematika Realistik melalui Model Pembelajaran Group Investigation di SMP

N 31 Purworejo” ditinjau dari perbandingan hasil tes, diperoleh pada siklus I

hanya sebesar 9,60% atau sekitar 9 orang siswa dari 32 orang siswa yang lulus

tes sedangkan pada siklus II, berjumlah 53,12% atau sekitar 17 orang dari siswa

32 orang siswa yang lulus tes. Kemudian ditinjau dari perbandingan tingkat

19
pemahaman konsep, data yang diperoleh dari hasil tes siklus I ke siklus II

menunjukkan peningkatan sebesar 4,19% yaitu dari 60,15% menjadi 64,34%.

Hal ini menunjukan secara keseluruhan pemahaman konsep siswa terhadap

Materi Segiempat mengalami peningkatan dengan pendekatan matematika

realistik melalui model pembelajaran Group Investigation.

8) Setiyawan (2012) melakukan penelitian tentang “Upaya Meningkatkan

Penguasaan Konsep Matematika Siswa Melalui Model Pembelajaran Tutor

Sebaya Dalam Kelompok Kecil”. Hasil penelitian menunjukan bahwa

pemahamn konsep siswa mengalami peningkatan, dapat dilihat dari

peningkatan persentase rata-rata penguasaan konsep kaidah pencacahan siswa

dari siklus I ke siklus II masing-masing adalah: (a) aspek mengetahui ciri-ciri

suatu konsep pada siklus I adalah 75,12% dan siklus II meningkat menjadi

82,87%. (b) aspek mengenal beberapa contoh dan bukan contoh dari konsep

tersebut pada siklus I adalah 56,02% dan siklus II meningkat menjadi 78.33%.

(c) aspek mengenal sejumlah sifat-sifat esensinya pada siklus I adalah

72,78%dan siklus II meningkat menjadi 85,19%. (d) aspek dapat menggunakan

konsep itu untuk mendefinisikan konsep lain pada siklus I adalah 57,87% dan

siklus II meningkat menjadi 72,22%. (e) aspek dapat mengenal hubungan antar

konsep pada siklus I adalah 71,76% dan siklus II meningkat menjadi 87,04%.

(f) aspek dapat mengenal kembali konsep itu dalam berbagai situasi pada siklus

I adalah 56,02% dan siklus II meningkat menjadi 78,33%. (g) aspek dapat

menggunakan konsep untuk menyelesaikan masalah matematika pada siklus I

20
adalah 64,47% dan siklus II meningkat menjadi 76,50%. Kemudian

berdasarkan hasil angket respons siswa, siswa memberikan respons positif

terhadap pembelajaran dengan model pembelajaran tutor sebaya dalam

kelompok kecil.

9) Penelitian Hartoyo (2010) tentang upaya meningkatkan pemahaman konsep

luas bangun datar melalui pendekatan kontekstual pada salah satu sekolah dasar

di kabupaten pemalang menyimpulkan bahwa pendekatan kontekstual dapat

meningkatkan pemahaman konsep luas bangun datar siswa. Dilihat dari pra

siklus nilai rerata siswa 65,45 dengan ketuntasan belajar siswa 36,3 %.

Sedangkan pelaksanaan PTK pada siklus I nilai rerata yang didapat siswa siswa

73,9 dengan ketuntasan belajar siswa 72,7 %. Sedangkan pelaksanaan PTK

pada siklus II hasil nilai rerata siswa 84,5 dan ketuntasa belajar siswa 93,9 %.

Dengan demikian ketuntasan belajar siswa ada kenaikan yang signifikan.

hal senada pada studi Safrine (2012) di salah satu SMP di kabupaten Sleman

mengenai efektifitas pembelajaran kontekstual ditinjau dari pemahaman konsep

siswa pada materi bangun ruang sisi datar. Dilihat dari tabel rata-rata skor tiap

indikator pemahaman konsep pada hasil posttest kelas eksperimen dan kelas

kontrol berikut ini.

Indikator pemahaman Rata-rata nilai tiap indikator

konsep Kelas kontrol Kelas eksperimen

Menyatakan ulang konsep 8,580645 9,2

21
Memberikan contoh dan 9,048387 9,457143
non contoh dari suatu
konsep.
Menyajikan konsep 6,870968 7,371429
dalam berbagai bentuk
representasi matematis.
Mengembangkan syarat 7,677419 8,428571
perlu atau syarat cukup
suatu konsep.
Memanfaatkan konsep 7,193548 7,714286
untuk memecahkan suatu
masalah.

Dari tabel di atas, terlihat bahwa rata-rata tiap indikator pemahaman

konsep dari dari kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol.

10) Metasari (2012) meneliti pengaruh pendekatan investigasi terhadap

pemahaman konsep pada topik bentuk pangkat di salah satu SMA di Rembang,

dan menyimpulkan bahwa pemahaman konsep siswa yang mendapat

pembelajaran dengan pendekatan investigasi lebih tinggi dari pada siswa yang

mendapat pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Analisis data hasil

post test menunjukkan bahwa pada kelas eksperimen (kelas X-1) mempunyai

nilai ratarata 7,861 dengan simpangan baku sebesar 1,415; untuk skor aspek

pemahaman konsep menyatakan ulang sebuah konsep 110, skor menyajikan

konsep dalam bentuk representasi matematis 30,75; dan skor mengaplikasikan

konsep atau algoritma pada pemecahan masalah 199 sedangkan pada kelas

kontrol (kelas X5)mempunyai nilai rata-rata 6,892 dengan simpangan baku

sebesar 1,287; untuk skor aspek pemahaman konsep menyatakan ulang sebuah

konsep 89, skor menyajikan konsep dalam bentuk representasi matematis

30,25; dan skor mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan

22
masalah 177. Nilai tertinggi pada kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah

10, sedangkan nilai terendah pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berturut-

turut adalah 3,54 dan 3,75.

Penelitain 1 sampai 7 mengimplementasikan model pembelajaran

kooperatif yang saling berbeda tipe. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan

oleh Hartoyo (2010) dan Safrine (2012) menggunakan pendekatan kontekstual

sementara itu penelitian yang dilakukan oleh Metasari (2012) menggunakan

pendekatan investigasi. Subjek penelitiannya adalah beberapa siswa SMP atau

MTsN dan SMA. 6 dari 9 peneliti menggunakan metode eksperimen sedangkan

sisanya menggunakan metode penelitian tindakan kelas. Hasil penelitan secara

umum sama yaitu menyatakan bahwa model atau pendekatan yang digunakan

efektif untuk meningkatkan pemahaman matematis siswa.

Tempat dilaksanakannya penelitian bervariasi diantaranya Banjarmasin,

Yogyakarta, Magelang, pemalang dan Purworejo. Para peneliti juga berasal dari

berbagai universitas diantaranya Universitas Lambung Mangkurat, Universitas

Negeri Yogyakarta, dan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pada penelitian di atas terlihat bahwa tujuh dari sepuluh penelitian yang

dilakukan menggunakan model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran

kooperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar kontruktivistik. Hal ini terlihat

pada salah satu teori Vigotsky yaitu penekanan pada hakikat sosiokultural dari

pembelajaran Vigotsky bahwa fase mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul

23
pada percakapan atau kerjasama antar individu tersebut. Implikasi dari teori

Vigotsky dikehendakinya susunan kelas berbentuk kooperatif.

Hal tersebut sesuai dengan tinjauan pustaka yang menyatakan bahwa teori

kontruktivistik yang merupakan dasar teori berkembangnya model pembelajaran

kooperatif sehingga dianggap paling efektif untuk meningkatka pemahaman konsep

matematis. Model pembelajaran tersebut dapat dilakukan baik di SD, SMP,

maupun SMA. Sehingga banyak penelitain yang menggunakan model

pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa.

24
BAB IV

PENUTUP

4.1 SIMPULAN

Pemahaman konsep matematik merupakan bagian yang sangat penting

dalam proses pembelajaran matematika. Pemahaman konsep matematik juga

merupakan landasan penting untuk menyelesaikan persoalan-persoalan matematika

maupun persoalan-persoalan dalam kehidupan sehari-hari.

Cara yang efekif untuk meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa

adalah dengan mengimplementasikan model pembelajaran kooperatif, pendekatan

kontekstual dan pendekatan investigasi dalam pembelajaran matematika tersebut.

Model pembelajaran kooperatif paling umum digunakan karena diangap

paling efektif untuk meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa.

4.2 SARAN

Sebaiknya perlu dilakukan penelitian yang menggunakan model

pembelajaran kooperatif, pendekatan kontekstual dan pendekatan investigasi

lainnya dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan pemahaman konsep

matematis siswa. Hal tersebut dilakukan agar dapat membandingkan hasil

25
penelitian yang sudah ada sehingga dapat dipastikan model pembelajaran tersebut

efektif meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Aini, A. I. N. 2012. Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student


Teams-Achievement Divisions (Stad) dan Team-Assisted Individualization
(Tai) Ditinjau Dari Pemahaman Konsep Matematika Peserta Didik Kelas
VIII SMP Negeri 3 Wonosari pada Materi Faktorisasi Suku Aljabar. Jurnal
Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta. Diakses melalui
http://journal.student.uny.ac.id/jurnal/artikel/985/43/180. Pada tanggal 4
Maret 2014.

Aji, W. R. 2013. Komparasi Metode Penemuan Terbimbing dalam Setting


Pembelajaran Kooperatif Tipe Tai dan Metode Ekspositori Terhadap
Pemahaman Konsep. Jurnal Pendidikan Matematika Universitas Negeri
Yogyakarta. Diakses melalui

26
http://journal.student.uny.ac.id/jurnal/artikel/5039/43/560. Pada tanggal 4
Maret 2014.

Dafril, A. 2011. Pengaruh Pendekatan Konstruktivisme Terhadap Peningkatan


Pemahaman Matematika Siswa. Palembang: Prosiding PGRI. Hlm. 795-
796.
Dahar, R. W. 2006. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Bandung. Erlangga.

Dewiatmini, P. 2010. Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematika pada


Pokok Bahasan Himpunan Siswa Kelas VII A SMP Negeri 14 Yogyakarta
dengan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams
Achievement Divisions (STAD). Skripsi Sarjana. Diakses melalui
http://eprints.uny.ac.id/2118/1/pramita_dewiatmini.pdf. Pada tanggal 1
Maret 2014.

Ditjen PMPTK. 2008. Kriteria dan Indikator Keberhasilan Pembelajaran. Jakarta:


Direktur Tenaga Kependidikan Ditjen PMPTK.

Hartoyo. 2010. Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Luas Bangun Datar


melalui Pendekatan Kontekstual pada Siswa Kelas IV SDN Kalisaleh
Kecamatan Belik Kabupaten Pemalang. Diakses melalui
http://eprints.uns.ac.id/6368/1/139111108201003151.pdf. Pada tanggal 5
Maret 2014.

Kusumaningtyas, I. H. 2011. Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep


Matematika melalui Pendekatan Problem Posing dengan Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) pada Siswa
Kelas Bilingual VIII C SMP N 1 Wonosari. Diakses melalui
http://eprints.uny.ac.id/1911. Pada tanggal 2 Maret 2014.

Lestari, A.C.R. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Problem Posing Tipe Post
Solution Posing Terhadap Peningkatkan Pemahaman Konsep Matematika
Siswa Kelas VII SMP Terpadu Ma’arif Muntilan. Skripsi Sarjana. Diakses

27
melalui http://journal.student.uny.ac.id/jurnal/artikel/3661/43/418. Pada
tanggal 4 Maret 2014.

Maulida, T. 2014. Pengaruh Model Penemuan Terbimbing Terhadap Pemahaman


Konsep Matematika Siswa Kelas Viii Smp Negeri 6 Banjarmasin Tahun
Pelajaran 2013/2014. Skripsi Sarjana. Universitas Lambung Mangkurat.
Tidak dipublikasikan.

Megawati. 2014. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together


(NHT) pada Pemecahan Masalah Matematika di Kelas VIII SMP Negeri 1
Gambut Tahun Pelajaran 2013-2014. Skripsi Sarjana. Universitas
Lambung mangkurat. Tidak dipublikasikan.

Metasari, D. R. 2012. Pengaruh Pendekatan Investigasi terhadap Pemahaman


Konsep pada Topik Bentuk Pangkat Siswa SMA N 1 Pamotan Rembang.
Jurnal pendidikan matematika universitas negeri Yogyakarta. Diakses
melalui http://journal.student.uny.ac.id/jurnal/artikel/5577/43/604. Pada
tanggal 5 Maret 2014.

Naim, I. 2012. Efektifitas Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan


Pendekatan Kontekstual melalui Metode Teams Games Tournament (TGT)
terhadap Pemahaman Konsep dan Motivasi Belajar Siswa. Skripsi Sarjana.
Diakses melalui http://digilib.uin-suka.ac.id/8076. Pada tanggal 4 Maret
2014.

NCTM (The National Council of Teacher of Mathematics). (2000). Principle and


standards for school mathematics. Reston VA: NCTM.

Ningsih, I. W. 2010. Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep dalam Matematika


Siswa melalui Model Siklus Belajar (Learning Cycle) dengan Media LKS di
SMP Negeri 2 Depok, Sleman. Diakses melalui
http://eprints.uny.ac.id/1853. Pada tanggal 3 Maret 2014.

28
Nuraeni, Y.2011. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan
Tipe The Power Of Two untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman
Matematik Siswa Mts.Skripsi Sarjana. Diakses melalui
http://publikasi.stkipsiliwangi.ac.id/files/2013/01/Yeyen-Nuraeni.pdf. Pada
tanggal 4 Maret 2014.

Nurfarikhin, F. 2010. Hubungan Kemampuan Pemahaman Konsep dan


Kemampuan Penalaran dengan Kemampuan Pemecahan Masalah Pada
Materi Bangun Ruang Sisi Lengkung Peserta Didik Kelas IX MTS NU 24
Darul Ulum Pidodo Kulon Patebon Kendal. Skripsi Sarjana. Diakses
melalui http://i library.walisongo.ac.id/digilib/download.php?id=21195.
Pada tanggal 1 Maret 2014.

Paul Suparno. Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidika, (Yogyakarta: Kanisius.


1997)

Purniati, T., K. Yulianti dan R. Sispiyati. 2009. Penerapan Model Siklus Belajar
(Learning Cycle) untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Mahasiswa
Kapita Selekta Matematika. Jurnal Penelitian Vol. 9 No. 1 April 2009.
Dapat diakses melalui http://jurnal.upi.edu/file/Tia_Purniati.pdf. Pada
tanggal 4 Maret 2014.

Sari, A. 2011. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa tentang Persamaan Linear Satu
Variabel Menggunakan Model Kooperatif Tipe Teams Games Tournament
(Tgt) dengan Pendekatan Kontekstual di Kelas VII E MTS Negeri
Mulawarman Banjarmasin Tahun Pelajaran 2010/2011. Skripsi sarjana.
Universitas Lambung Mangkurat. Tidak dipublikasikan.

Safrine, D. P. 2012. Efektivitas Pembelajaran Kontekstual ditinjau dari


Pemahaman Konsep Siswa Smp N 1 Ngaglik, Sleman, Yogyakarta pada
Materi Bangun Ruang Sisi Datar. Jurnal Pendidikan Matematika
Universitas Negeri Yogyakarta. Diakses melalui

29
http://journal.student.uny.ac.id/jurnal/artikel/243/43/180. pada tanggal 5
Maret 2014.

Setiawati, E. 2008. Bahasa Indonesia Keilmuan dalam Karya Tulis Ilmiah. Malang.
Surya Pena Gemilang.

Setiyawan, A. 2012. Upaya Meningkatkan Penguasaan Konsep Matematika Siswa


melalui Model Pembelajaran Tutor Sebaya dalam Kelompok Kecil. Jurnal
Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta. Diakses melalui
http://journal.student.uny.ac.id/jurnal/artikel/983/43/180. Pada tanggal 4
Maret 2014.

Tim Dosen Jurusan Pendidikan MIPA FKIP – Unlam, Banjarmasin. 2013. Petunjuk
Penulisan Karya Ilmiah. Jurusan PMIPA FKIP – Unlam, Banjarmasin.
Tim MKPBM. 2001. Strategi Belajar Mengajar Kontemporer. Universitas
Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung.

Wardani, D.A. 2013. Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep


Siswa terhadap Materi Segiempat Dengan Pendekatan Matematika
Realistik melalui Model Pembelajaran Group Investigation di SMP N 31
Purworejo. Jurnal Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta.
Diakses melalui http://journal.student.uny.ac.id/jurnal/artikel/3856/43/418.
Pada tanggal 4 Maret 2014.

30
31

Anda mungkin juga menyukai