Anda di halaman 1dari 7

FIRST TRAVEL, KASUS PENIPUAN PALING

MENGHEBOHKAN DI 2017

PT First Anugerah Karya Wisata (First Travel) kini tinggal kenangan.


Pemiliknya, Anniesa Hasibuan dan suami pun kini telah ditahan aparat kepolisian.
Misi First Travel sebenarnya 'mulia'. Menyediakan paket ibadah dengan semurah-
murahnya. Harga paket umrah di sana lebih murah hingga kisaran Rp 4.000.000
dari harga normal. Harga normal paket umrah sekitar Rp 19.000.000- Rp
20.000.000 sementara harga paket umrah di First Travel hanya Rp 14.000.000- Rp
15.000.000. Banyak yang kemudian tertarik. Bisa beribadah, menginjakkan kaki
ke Tanah Suci dengan biaya yang relatif lebih murah.
First Travel masih mampu memenuhi janjinya dengan memberangkatkan
nasabahnya untuk menunaikan ibadah umrah. Namun, seiring berjalanannya
waktu, First Travel mulai mengingkari janjinya. Ketika nasabah menanyakan
status keberangkatannya yang sudah seharusnya dilakukan, First Travel hanya
memberikan janji-janji manis. Namun, janji itu tidak pernah direalisasikan sama
sekali. Hingga pada Maret 2017, Kementerian Agama mulai mengendus adanya
kejanggalan terhadap pengelolaan umrah yang dilakukan oleh First Travel. Benar
saja, setelah diselidiki lebih jauh terungkaplah berbagai fakta yang mengejutkan.
Ternyata lebih dari 70.000 nasabah First Travel yang telah mendaftar dan
membayar, baru sekitar 14 ribu yang diberangkatkan untuk menunaikan ibadah
umrah. Dengan kata lain, First Travel masih harus memberangkatkan 50.000 lebih
calon jemaah dan dana yang belum dipakai lebih dari Rp 500 miliar. Ironisnya,
ketika pihak berwajib menilik dua rekening yang dimiliki oleh First Travel, saldo
yang tersisa hanya sekitar Rp 2,8 juta.
Anehnya ketika pemilik First Travel ditanya, ke mana aliran dana itu,
maka ia hanya berkelit lupa. Namun, berdasarkan penelurusan (tracking) yang
dilakukan oleh Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
menyatakan bahwa sekitar 30 persen dari dana umrah tersebut telah
disalahgunakan oleh pemilik First Travel untuk kepentingan pribadi. Pemilik First
Travel menggunakan dana umrah tersebut untuk membeli berbagai aset untuk
kebutuhan pribadi, mulai dari mobil mewah, rumah mewah, dan untuk menunjang
gaya hidup yang mewah dan glamor. Bukan itu saja, First Travel juga ditengarai
telah menempatkan dana umrah ini di koperasi Pandawa Group, yang sebelumnya
telah diputus pailit dengan kerugian dana masyarakat mencapai triliunan rupiah.
(Merdeka.com. Rizky Andwika, Sabtu, 30 Desember 2017)

Berikut kronologi tumbangnya First Travel dari mulai berdiri hingga penetapan
tersangka bos-bosnya:

1 Juli 2009:
First Travel mengawali usahanya dari sebuah bisnis biro perjalanan wisata,
di bawah bendera CV First Karya Utama yang didirikan pada tanggal 1 Juli 2009.
Biro perjalanan First Travel pada awalnya hanya menawarkan layanan perjalanan
wisata domestik dan internasional untuk klien perorangan maupun perusahaan.

Awal 2011:
Baru pada tahun 2011, First Travel merambah bisnis perjalanan ibadah
umroh di bawah bendera PT First Anugerah Karya Wisata, dan berkembang pesat
dari tahun ke tahun.

28 Maret 2017:
Setelah 6 tahun berjalan, gelagat aneh dari First Travel mulai tercium.
Adalah Kementerian Agama yang pertama kali memantau bahwa ada yang aneh
dari model bisnis First Travel. First Travel mendapat perhatian Kemenag setelah
First Travel gagal memberangkatkan jemaah umrah pada 28 Maret 2017 lalu.
Dalam kejadian itu jemaah diinapkan di hotel sekitar Bandara Soekarno Hatta.
18 April 2017
` Kementerian Agama pun melakukan klarifikasi, investigasi, advokasi,
hingga mediasi dengan jemaah. Upaya klarifikasi pertama kali dilakukan pada 18
April 2017. Jemaah merasa dirugikan karena di antara mereka ada yang sampai
gagal 3 kali berangkat umrah. Saat dimintai kejelasan, manejemen First Travel
selalu berkelit. Saat pertemuan itu juga, Kemenag langsung menanyakan
kejelasan kasus ini ke petinggi First Travel. Namun pihak manajemen tidak
memberikan jawaban sama sekali.

22 Mei 2017
Kementerian Agama mengundang pihak First Travel untuk mediasi
dengan jemaah. Mereka mengirimkan tim legal namun tidak dilanjutkan.
Masalahnya adalah karena tim legal First Travel tidak dibekali surat kuasa. Di
sisi lain di tanggal yang sama, 600 jemaah First Travel dari Jawa Timur mengadu
ke DPR. 600 jemaah dari Jawa Timur itu telantar di Ibu Kota selama empat hari
dan tak pernah tahu kapan akan diberangkatkan ke Tanah Suci.
Salah satunya Saiful. Pria yang bekerja sebagai kontraktor ini mengaku
sedih karena tak jadi berangkat ke Tanah Suci sesuai jadwal yang dijanjikan.
"Saya daFirst Travelar dari tahun 2015, kan harus menunggu setahun. Lalu saya
dijanjikan berangkat pada bulan tiga tahun ini (Maret 2017-red)," ujar jamaah asal
Surabaya ini di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (22/5).

24 Mei 2017
Kemenag kembali memanggil First Travel pada 24 Mei 2017. Upaya ini
pun gagal karena pihak manajemen tidak hadir.

2 Juni 2017
Pada 2 Juni 2017, digelar mediasi antara pihak First Travel dengan
sejumlah jemaah dari Bengkulu. Untuk ke sekian kalinya manejemen First Travel
tidak ada solusi yang bisa diberikan.
10 Juli 2017
Hari itu merupakan terakhir kalinya upaya mediasi dilakukan. Lagi-lagi
mediasi gagal karena manajemen First Travel tidak hadir.

21 Juli 2017
Satuan Tugas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
memerintahkan PT First Anugerah Karya Wisata untuk menghentikan penjualan
paket promonya karena ada indikasi investasi ilegal dan penghimpunan dana
masyarakat tanpa izin. First Travel juga tidak pernah menyampaikan data jamah
yang mendaFirst Travelar dan belum diberangkatkan. Dokumen ini sudah diminta
sejak empat bulan lamanya.

3 Agustus
Kementerian Agama mencabut izin operasional First Travel. Pencabutan
izin dilakukan Kemenag karena First Travel telah melakukan pelanggaran
undang-undang tentang penyelenggaraan ibadah haji. Hal ini akhirnya
menyebabkan jemaah yang mengalami kerugian baik materi maupun immateril.
Pencabutan izin dilakukan karena PT First Anugerah Karya Wisata dinilai
terbukti telah melakukan pelanggaran Pasal 65 huruf a Peraturan Pemerintah
Nomor 79 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Pelanggaran tersebut berupa tindakan
penelantaran jemaah umrah yang mengakibatkan gagal berangkat ke Arab Saudi,
dan mengakibatkan timbulnya kerugian materi dan immateril yang di alami
jemaah umrah

9 Agustus
Bareskrim Polri menetapkan direktur utama dan direktur First Travel
Andika Surachman dan Anniesa Desvitasari Hasibuan sebagai tersangka atas
dugaan penipuan dan melanggar UU ITE. Keduanya terancam hukuman penjara 4
tahun.
(Kumparan News. Kamis, 10 Agustus 2017)
Duit menipu buat foya-foya
Fakta mengejutkan datang dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK). Institusi ini membeberkan secara gamblang aliran uang
jemaah dan aset bos First Travel. Kepala PPATK Kiagus Badaruddin menyebut
ada aliran dana jemaah diperuntukkan kegiatan fashion show Anniesa dan Andika
di Amerika Serikat.
Tidak hanya itu, PPATK memastikan aset restoran di
London, Inggris milik bos First Travel merupakan uang setoran calon jemaah
umrah yang batal diberangkatkan. Karopenmas Divhumas Mabes Polri pada saat
itu, Brigjen Rikwanto menambahkan, bos First Travel juga menggunakan
keuntungan dari dana jemaah untuk berfoya-foya. Itu diketahui setelah polisi tidak
menemukan adanya keuntungan yang didapat oleh First Travel.
PPATK juga menemukan sisa dana Rp 7 miliar dari rekening First Travel.
Dana tersebut ditemukan dari 50 rekening yang telah ditutup PPATK. Berkas
perkara bos perusahaan yang sudah menipu ribuan jemaah itu sudah dinyatakan
lengkap oleh Kejaksaan Negeri Depok pada awal Desember. Praktis, Andhika
Surachman, Anniesa Desvitasari Hasibuan dan Kiki Hasibuan akan segera
menghadapi meja hijau.

Skema Ponzi Pada First Travel


Mengapa First Travel bisa memberikan harga yang murah jauh di bawah
pasar? Sejumlah pihak pun menengarai bahwa itu bisa dilakukan karena First
Travel menjalankan bisnisnya menggunakan model skema ponzi. Secara
sederhana, skema ponzi ialah kemampuan untuk mengatur h baru ini dipakai
untuk membayar nasabah lama. Kondisi ini akan terus terjadi. Pendek kata,
semakin banyak nasabah baru yang masuk, maka semakin kuatlah piramida itu.
Sebaliknya, ketika nasabah baru tersendat, maka goyahlah fondasi piramida ini.
Dana segar dari nasabah pemiliknya karena dana ini langsung ditransfer ke
rekening operasional perusahaan, seperti yang terjadi pada kasus di First Travel.
Moral hazard akan selalu muncul ketika uang dalam jumlah besar dipegang oleh
orang yang tidak memiliki integritas tinggi. Dana itu akan dianggap sebagai milik
sendiri. Padahal, itu dana nasabah. Untuk meminimalkan kondisi seperti ini, maka
di sinilah pentingnya pemisahan rekening operasional perusahaan dengan
rekening dana nasabah. Hal seperti ini ini telah diterapkan di perusahaan sekuritas
(brokerage) dan manajer investasi (MI).
Nasabah sekuritas akan dibekali dengan sebuah subrekening, sehingga
nasabah tersebut dapat memantau saldo dananya sewaktu-waktu. Demikian juga
nasabah yang berinvestasi di produk reksa dana yang dikelola oleh manajer
investasi. Dana investasi nasabah ini tidak ditransfer ke rekening MI. Sebaliknya,
ditransfer dan disimpan di bank kustodian yang terpisah dengan rekening
operasional manager investasi. Dengan rekening terpisah ini, maka perusahaan
sekuritas dan MI tidak akan semena-mena untuk menyalahgunakan dana nasabah,
seperti yang terjadi pada First Travel. Perlu diperhatikan
Sejauh ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan pengawas di sektor
keuangan dan non keuangan. Sayangnya, OJK juga terbatas dalam menjalankan
pengawasan. Hal ini dapat dilihat dari masih bermunculannya kasus
penyalahgunaan dana yang digalang dari masyarakat. Apalagi, kasus yang sering
muncul berada di luar yuridiksi OJK, seperti koperasi dan biro perjalanan. Sejauh
ini, solusinya baru dengan kehadiran Satuan Tugas Waspada Investasi yang
melibatkan banyak lembaga dan instansi. Meski begitu, satgas ini hanya berada
dalam level koordinasi, belum menyentuh pengawasan yang terintegrasi. Itulah
sebabnya, pengawasan yang terintegrasi ini perlu dipertimbangkan ke depannya,
sehingga proses mitigasi dapat dilakukan lebih baik, sebelum kasus meledak.
Keempat, mendorong edukasi dan sosialisasi secara konsisten dan berkelanjutan,
khususnya terkait risk dan return, skema ponzi, dan investasi-investasi legal serta
berisiko. Sosialisasi dan edukasi ini diharapkan dapat memperbaiki literasi
masyarakat, sehingga diharapkan (meski tidak seutuhnya jadi jaminan) tidak
mudah tergiur pada tawaran-tawaran di luar yang diberikan pasar. Awalnya
memang manis, tetapi pada akhirnya akan berujung pahit.
(Kompas.com. Desmon Silitonga, 23/08/2017, 09:31 WIB)
Daftar Sumber :
1. https://kumparan.com/@kumparannews/kronologi-tumbangnya-first-travel
2. https://www.merdeka.com/peristiwa/first-travel-kasus-penipuan-paling-
menghebohkan-di-2017.html
3. https://ekonomi.kompas.com/read/2017/08/23/093110226/first-travel-dan-
skema-ponzi?page=2
4. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170810130234-12-
233701/kronologi-kisruh-penipuan-umrah-first-travel
5. https://finance.detik.com/moneter/d-3571069/first-travel-diduga-pakai-
skema-ponzi-apa-itu

Anda mungkin juga menyukai