Kelas : FH 3 D
FAKULTAS HUKUM
2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena telah memberikan kesempatan pada
penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan analisis kasus dari kasus “First Travel” dengan tepat waktu.
Tugas analsis kasus ini disusun guna memenuhi tugas dosen pada mata kuliah Hukum
Perusahaan di Universitas Kuningan. Selain itu, penulis juga berharap agar analisis kasus ini
dapat menambah wawasan bagi pembaca.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Dikha Anugrah,S,H., M.H. selaku
dosen mata kuliah. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan
terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak
yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
SISKA APRILIA
DAFTAR ISI
BAB I............................................................................................................................................................4
Pendahuluan...............................................................................................................................................4
1. Latar Belakang Kasus First Travel...................................................................................................4
2. Rumusan masalah...........................................................................................................................5
3. Tujuan.............................................................................................................................................5
BAB II...........................................................................................................................................................6
ISI.................................................................................................................................................................6
1. Proses penangkapan pemilik First Travel.......................................................................................6
2. Pelanggaran yang dikenakan pada pemilik First Travel.................................................................7
3. Bagaimana nasib korban First Travel..............................................................................................8
BAB III..........................................................................................................................................................9
KESIMPULAN DAN SARAN..........................................................................................................................9
1. Kesimpulan......................................................................................................................................9
2. Saran.............................................................................................................................................10
BAB IV.......................................................................................................................................................10
Analisis Kasus First Travel.........................................................................................................................10
1. Kasus.............................................................................................................................................10
2. Kronologi.......................................................................................................................................11
3. Analisis Kasus................................................................................................................................12
BAB I
Pendahuluan
2. Rumusan masalah
3. Tujuan
Pada Juli 2017 First Travel diberhentikan kegiatannya oleh Satgas Wasada
Investasi dengan bukti yang dituturkan oleh Ketua Satgas Waspada Investasi, Tongam L
Tobing, bahwa produk entitas yang ditawarkan oleh First Travel tidak memiliki izin usaha
dan berpotensi merugikan masyarakat. Kala itu, First Travel diminta menghentikan
penawaran promo perjalanan umrah yang dipatok sebesar Rp 14,3 juta dan First Travel
memang langsung membuat pernyataan bahwa pendaftaran jamaah baru untuk promo
tersebut telah ditutup bahkan berjanji akan memberangkatkan jemaah sebanyak 5.000
sampai 7.000 jamaah pada bulan November, namun nyatanya janji tersebut tidak juga
berbuah nyata.
Total kasus calon jamaah umrah yang gagal diberangkatkan sebanyak 63.000
orang jamaah dan kerugian mencapai Rp 905,33 miliar. Strategi pemasarannya pun
dilakukan dengan membuka cabang dibeberapa daerah seperti di Medan, Kuningan,
Bandung dan masih banyak lagi sejak tahun 2015. Bahkan First Travel memjual franchise
ke beberapa kota dengan biaya waralaba sebesar Rp 1 miliar. Selain itu, First Travel
melakukan promosi menggunakan publik figur dengan memberangkatkan umrah publik
figur tersebut bahkan menggaet sejumlah mantan jemaah untuk menjadi agen First Travel.
Tepat pada tanggal 9 Agustus 2017, Petugas Bareskrim Polri mengangkap Andika
Surachman selaku Direktur Utama PT. First Anugerah Karya Wisata atau lebih dikenal First
Travel di lobi Gedung Sekretariat Jenderal Kementerian Agama Jakarta Pusat. Andika
Surachman ditangkap atas laporan kasus penipuan atau penggelapan penyelenggaraan
perjalanan ibadah umrah dan melakukan tindak pidana pencucian uang dengan pembelian
aset menggunakan uang setoran calon jemaah. Selain itu, penangkapan pemilik First Travel
ini dikarenakan adanya kesalahan dalam perhitungan untuk penetapan harga promosi
keberangkatan umrah yang dibawah standar yang sudah ditentukan. Penangkapan
berlangsung saat Andika Surachman yang didampingi istrinya Annisa hasibuan sedang
melakukan kegiatan jumpa pers di kantor Kementerian Agama dan hanya berlangsung
selama beberapa menit.
Di lain pihak, para korban yang mencapai ribuan ini pun kecewa setelah
menerima putusan dari Majelis Mahkamah Agung bahwa barang bukti pada perkara PT
First Anugerah Karya Wisata atau First Travel ini tidak dikembalikan dan disita negara.
Mahkamah Agung Bersikukuh bahwa barang bukti yang disita dalam kasus ini adalah
benda-benda yang diperoleh berdasarkan hasil tindak pidana.
Menurut Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung Abdullah, jika yang
menjadi kkorban dalam kasus tersebut hanya satu atau sedikit orang saja maka kan
mudah untuk dikembalikan, sementara korban dari First Travel ini jumlahnya ribuan
maka akan sangat sulit untuk dikembalikan dengan data-data yang sulit untuk
dibuktikan juga seperti daftar melalui apa dan siapa, uang yang di investasikan berapa,
dll. Inilah yang menjadi dasar atas penyitaan aset First Travel oleh negara. Pertama, ada
di dalam salinan amar putusan ksasi nomor 33096 K/Pid.Sus/2018, disebutkan “Bahwa
sebagaimana fakta di persidangan, barang-barang bukti tersebut merupakan hasil
kejahatan yang dilakukan oleh para Terdakwa dan disita dari para Terdakwa yang telah
terbukti selain melakukan tindak pidana Penipuan juga terbukti melakukan tindak
pidana Pencucian Uang. Oleh karenanya berdasarkan ketentuan Pasal 39 KUHP juncto
tersebut dirampas untuk Negara.”
Adapun di dalam Pasal 39 KUHP disebutkan: 1. Barang-barang kepunyaan
terpidana yang diperoleh dari kejahatan atau yang sengaja dipergunakan untuk
melakukan kejahatan, dapat dirampas. 2. Dalam hal pemidanaan karena kejahatan yang
tidak dilakukan dengan sengaja atau karena pelanggaran, dapat juga dijatuhkan putusan
perampasan berdasarkan al-hal yang ditentukan dalam undang-undang. 3. Perampasan
dapat dilakukan terhadap orang yang bersalah yang diserahkan kepada pemerintah,
tetapi hanya atas barang-barang yang telah disita.
Menurut pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Garnasih bahwa yang
paling berhak menerima pengembalian uang tersebut adalah jemaah. Yenti juga menilai
bahwa korban masih memiliki kesempatan untuk mendapatkan haknya kembali bila
merujuk amar putusan hakim yang mendalilkan Pasal 46 KUHAP. Ketua Komisi VIII DPR
Yandri Susanto juga mendukung pernyataan Yenti bahwa itu terlalu zalim ketika
faktanya uang tersebut adalah murni uang rakyat bukan uang negara, hasil proyek
maupun APBN. Yandri menambahkan bahwa seharusnya negara melindungi hak-hak
korban dan merasa aset yang disita tidak sebanding dengan kerugian yang dialami
korban. Kejaksaan Agung akhirnya berencana mengajukan peninjauan kembali (PK)
untuk membantu korban First Travel mendapatkan haknya, sekalipun adanya putusan
Mahkamah Konstitusi yang melarang jaksa mengajukan PK.
Chief Communication DNT Lawyers, Dominique menyatakan bahwa pengajuan PK
sejalan dengan pernyataan Jaksa Agung yang menganggap putusan kasasi First Travel
bermasalah. Dominique juga menemukan bukti baru atas dugaan kekeliruan majelis
hakim tingkat pertama dalam memutus perkata tersebut, berdasarkan Pasal 67 Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU jo Pasal 46 KUHAP, asset hasil tindak pidana
dapat dikembalikan kepada yang berhak. Dan sampai saat ini aset First Travel masih
belum menemukan titik terang, apakah korban akan mendapatkan haknya atau korban
harus merelakan uang mereka menjadi milik negara.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
2. Saran
BAB IV
Kasus First Travel adalah salah satu kasus penipuan yang heboh pada 2017 karena
menjerat hingga 63.310 korban. First Travel adalah jasa travel haji dan umrah yang didirikan
oleh Anniesa Hasibuan ,Andika Surachman. Bahkan para korban terancam tak mendapatkan
kembali uang yang telah mereka setor. Hal tersebut lantaran hasil sidang Pengadilan Negeri
Depok, menyatakan uang hasil lelang aset First Travel akan diserahkan kepada negara. Adapun
kerugian mencapai Rp 905,33 miliar. Akhirnya, Direktur Utama First Travel, Andika Surachman
divonis penjara 20 tahun dan denda Rp 10 miliar. Sedangkan istrinya, Anniesa Hasibuan divonis
18 tahun penjara. Serta Direktur Keuangan sekaligus adik Anniesa, Kiki Hasibuan divonis penjara
15 tahun dan denda Rp 5 miliar.
Modus yang dilakukan oleh biro umroh First Travel adalah dengan menawarkan promo umroh
dengan harga yang sangat murah. Sehingga membuat masyarakat tertarik untukmenggunakan
jasa First Travel untuk menjalankan ibadah di tanah suci. Perjalanan Pertamamenyediakan tiga
paket umroh yang dapat dipilih, di antaranya:
Paket promo umrah dengan membayar Rp 14,3 juta untuk satu orang.
Paket reguler dengan harga Ro 26,6 juta untuk satu orang.
Paket VIP dengan harga Rp 54 juta untuk satu orang.
2. Kronologi
1 Juli 2009 First travel memulai dari sebuah bisnis biro perjalanan wisata ,
di bawah CV First Karya Utama. menyediakan layanan perjalanan wisata domestik dan
internasional untuk klien perorangan maupun perusahaan.
Awal 2011 merambah bisnis perjalanan ibadah umroh di bawah bendera PT
FirstAnugerah Karya Wisata dan berkembang pesat
28 Maret 2017 First Travel mendapat perhatian Kemenag setelah First Travel
gagalmemberangkatkan jemaah umrah. Dalam kejadian itu jemaah diinapkan di
hotel sekitar Bandara Soekarno Hatta.
18 April 2017 Kementerian Agama pun melakukan klarifikasi, investigasi,
advokasi,h i n g g a m e d i a s i d e n g a n j e m a a h . S a a t p e r t e m u a n i t u j u g a , K e m e n a g
l a n g s u n g menanyakan kasus ini ke petinggi Perjalanan Pertama. Namun pihak
manajemen tidak memberikan jawaban sama sekali.
24 Mei 2017 Kemenag kembali memanggil First Travel. Upaya inipun gagal karena
pihak manajemen tidak hadir.
21 Juli 2017 Satuan Tugas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan
( O J K ) memerintahkan PT First Anugerah Karya Wisata untuk menghentikan paket
penjualanpromonya karena ada indikasi investasi ilegal dan penghimpunan dana
masyarakat tanpa izin. First Travel juga tidak pernah menyampaikan data jamah yang
mendaftar dan belum diberangkatkan. Dokumen ini sudah diminta sejak empat bulan lamanya.
3 agustus 2017 Kementerian Agama mencabut izin operasional First Travel. Pencabutan
izin dilakukan Kemenag karena First Travel telah melakukan pelanggaran undang-undang
tentang penyelenggaraan ibadah haji. Hal ini akhirnya menyebabkan jemaah yang mengalami
kerugian baik materi maupun immateril,
Pencabutan izin dilakukan karena PT First Anugerah Karya Wisata dinilai terbukti telah
melakukan pelanggaran Pasal 65 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2012 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.
Pelanggaran tersebut berupa tindakan penelantaran jemaah umrah yang mengakibatkan gagal
berangkat ke Arab Saudi, dan mengakibatkan timbulnya kerugian materi dan immateril yang di
alami jemaah umrah
9 agustus 2017 Bareskrim Polri menetapkan direktur utama dan direktur First Travel
Andika Surachman dan Anniesa Desvitasari Hasibuan sebagai tersangka atas dugaan penipuan
dan melanggar UU ITE. Keduanya terancam hukuman penjara 4 tahun.
3. Analisis Kasus
Pencabutan izin dilakukan Kemenag karena First Travel telah melakukan pelanggaran
undang-undang tentang penyelenggaraan ibadah haji. Diatur dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh (UU Penyelenggaraan Ibadah Haji
dan Umroh) menjadi landasan hukum bagi penyelenggaraan ibadah haji dan umrah secara
aman, nyaman, tertib, dan sesuai dengan ketentuan syariat serta untuk meningkatkan kualitas
penyelenggaraan Haji dan Umrah dengan menyesuaikan dinamika dan kebutuhan hukum
masyarakat.
PT First Anugerah Karya Wisata dinilai terbukti telah melakukan pelanggaran Pasal 65
huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Pelanggaran tersebut berupa
tindakan penelantaran jemaah umrah yang mengakibatkan gagal berangkat ke Arab Saudi, dan
mengakibatkan timbulnya kerugian materi dan immateril yang di alami jemaah umrah
Bareskrim Polri menetapkan direktur utama dan direktur First Travel Andika Surachman
dan Anniesa Desvitasari Hasibuan sebagai tersangka atas dugaan penipuan dan melanggar UU
ITE. Pasal 374 KUHP dalam pasal penipuan dan penggelapan memang pelaku akan dihukum
dengan penjara 4 tahun. Pada pasal 45A ayat (1) UU ITE disebutkan, setiap orang yang sengaja
menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam
transaksi elektronik bisa dikenakan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda
maksimal Rp 1 miliar.