FAHRUDDIN FAIZ
Simulakra: situasi di mana batas-batas antara
kebenaran dan kepalsuan, realitas dan rekaan
semakin kabur dan sulit untuk dibedakan. Realitas
yang ada adalah realitas semu dan realitas hasil
simulasi (hyper-reality).
Pseudo-event : sesuatu yang dibuat dan diadakan
untuk membentuk citra dan opini publik, padahal
itu bukan realitas sesungguhnya.
Pseudosophy: upaya menghasilkan suatu “realitas”
sosial, politik dan budaya yang sekilas tampak nyata
padahal sebenarnya adalah palsu. Masyarakat lalu
dikondisikan untuk lebih percaya pada ilusi yang
dihasilkan daripada realitas yang sesungguhnya.
KONDISI POST-TRUTH
PERHATIKAN... 1
Pilihan kata dan analogi sering memunculkan pemahaman
yang berbeda. Ada kata-kata tertentu yang membangkitkan
emosi.
Kalau kita tak dapat membantah sebuah pernyataan, bukan
berarti berarti pernyataan itu benar.
Banyak orang menggunakan logika “Kalau tidak ini, pasti itu”
Banyak orang menyimpulkan sesuatu secara absurd;
misalnya, makan es krim bisa membuat orang gemuk.
Kegemukan adalah penyebab utama orang sakit jantung.
Sakit jantung adalah penyebab kematian yang utama. Maka
kesimpulannya: makan es krim bisa menyebabkan kematian.
Banyak orang lebih suka mencari jalan yang mudah. Namun,
kenyataan di lapangan tidak selalu sederhana.
PERHATIKAN…2
CEK KEMUNGKINAN KESALAHAN…
Over- Ad Popullum
generalization Ad Novitam
Retrospective Ad Antiquitam
Determinism
Ad Hominem
Post Hoc Ergo
Propter Hoc Ad Verecundiam
Ad Baculum
Ad Misericordiam
CEK KEMUNGKINAN KESALAHAN…
Tu Quoque: “Kamu kok malas?”---”kamu sendiri emangnya rajin?”
Confirmation Bias: “Angka 13 adalah angka sial”
Slippery Slope: “Disana LBGT Boleh dan tidak ada masalah, berarti disini juga”
Begging The Claim: “Pokoknya…”
Red Herring: “Iya sih aku salah, tapi lebih penting lagi siapa yang menyebar isu?”
Straw Man: “Kita kan cuma membagi uang sisa dari dana perjalanan studi banding ke
Jerman, ini bukan korupsi namanya, kamu ga usah berlebihan, kamu kan masih mahasiswa
dek,”
Moral Equivalence: “mahasiswa yang nyontek itu pengkhianat meruntuhkan masa depan
bangsa”
False Dilema: “kalau tidak X, pasti Y”
Poisoning The Well: “Semua yang dilakukan kelompok X itu pencitraan”
Kebiasaan/adat/tradisi
Otoritas
Pengaruh Emosi/Perasaan
Pengaruh keterbatasan fisik
Tuntutan problem-solving
MENGHAKIMI ORANG LAIN
TIDAK PEDULI DENGAN KESALAHAN SENDIRI
TAKUT SALAH SEHINGGA PASIF
CUEK DENGAN KESALAHAN (“BEGITULAH HIDUP”)
TAKUT MENGAKU SALAH
MELAKUKAN KRITIK DESTRUKTIF
TERBURU-BURU MENILAI
GAGAL BELAJAR DARI KESALAHAN ORANG LAIN