Anda di halaman 1dari 24

POST-TRUTH

FAHRUDDIN FAIZ
 Simulakra: situasi di mana batas-batas antara
kebenaran dan kepalsuan, realitas dan rekaan
semakin kabur dan sulit untuk dibedakan. Realitas
yang ada adalah realitas semu dan realitas hasil
simulasi (hyper-reality).
 Pseudo-event : sesuatu yang dibuat dan diadakan
untuk membentuk citra dan opini publik, padahal
itu bukan realitas sesungguhnya.
 Pseudosophy: upaya menghasilkan suatu “realitas”
sosial, politik dan budaya yang sekilas tampak nyata
padahal sebenarnya adalah palsu. Masyarakat lalu
dikondisikan untuk lebih percaya pada ilusi yang
dihasilkan daripada realitas yang sesungguhnya.
KONDISI POST-TRUTH

• Suatu keadaan di mana fakta kurang dapat berperan


untuk menggerakkan kepercayaan umum daripada
sesuatu yang berhubungan dengan emosi dan
kebanggaan tertentu (seperti agama, kepercayaan,
kebangsaan, ras, etnis, dan kepentingan politik)
• Seseorang atau kelompok yang melancarkan “politik
post-truth” akan terus menyuarakan suatu argumen post-
truth meskipun mereka terus dikritik, telah disuarakan
letak kesalahannya, dan dibabat habis-habisan oleh para
pakar. 04
“If you repeat a lie often enough, people
will believe it, and you will even come to
believe it yourself. “
— Joseph Goebbels
PENDUKUNG POST-TRUTH: FILTER BUBBLE

• Filter Bubble adalah sebuah algoritma pencarian yang


memungkinkan kita mendapat feed hanya dari berita yang kita
suka dan kita lihat paling sering. Pengguna media sosial akan
semakin sedikit terpapar oleh pandangan lain yang bersebelahan,
dan terisolasi secara intelektual oleh masyarakat yang satu lingkar
dengannya.
• Hasil Filter Bubble: autoindoctrination, yaitu suatu
pendoktrinan di mana kita lah yang mendoktrin diri
kita sendiri dengan ide dan pemikiran kita.

• Filter bubble juga disebut sebagai “cyberbalkanization” atau


“splinternet”, yaitu memisahnya dua komunitas dan membatasi
dirinya bertemu satu sama lain sehingga mereka gagal untuk
melihat sudut pandang pemikiran satu sama lain.
 Karakter manusia yang cenderung menerima dan membenarkan apa saja yang
cocok/sesuai dengan world-view atau ideologi yang diyakininya.
 Orientasi bisnis dan logika kapitalisme lembaga-lembaga mass-media
 Komodifikasi hampir semua aspek kehidupan, termasuk pendidikan, agama,
kesehatan, dan lain sebagainya.
 Kemajuan teknologi informasi yang asimetris dengan kapasitas adaptasi
pemerintah dan masyarakat.
 Adanya kompetisi pragmatis—orientasi hasil dan kepentingan jangka pendek
 Karakter masyarakat ‘pesta’ dan ‘epilepsi’.
 Populisme dalam politik praktis sebagai strategi dan retorika belaka.
PEMBENTUK POST-TRUTH
 Pertama, framing atau seleksi muatan, baik dalam aspek
masalah/tema, situasi/waktu, atribusi/karakter, argumen
/alibi, alur cerita maupun risiko dan tanggung jawab.
 Kedua, signing atau pemilihan tanda (sign) dalam bentuk kata,
istilah, gambar, simbol, frasa, slogan, termasuk dalam urutan,
ukuran, tipe dan warnanya. Dalam post-truth, tanda bahasa
lebih dari sebatas mewakili realitas, tetapi justru untuk
mengonstruksi realitas.
 Ketiga, priming atau penonjolan, yakni wacana itu sebisa
mungkin sampai ke audiens melalui langkah-langkah secara
simultan: memperbesar peluang untuk diakses (opportunity to
access/OTA), peluang untuk dibaca (opportunity to read/OTR),
peluang untuk diingat (opportunity to memorize/OTM) dan
peluang untuk dibagi (opportunity to share/OTS).
Fakta/Data (bukan asumsi),
MENGIMBANGI Analisis kausalitas (bukan klaim),
WACANA POST-
TRUTH Interpretasi (bukan pembenaran),
Kesimpulan (bukan evaluasi)
LITERASI MEDIA
CONCEPTS QUESTIONS
Setiap berita dari media telah adalah hasil Siapa yang membuat berita ini?
konstruksi pembuat-nya
Setiap berita disampaikan dengan Apa pesan yang ingin disampaikan dan
menonjolkan bagian (pesan) tertentu ditonjolkn serta bagaimana caranya?
dengan cara tertentu
Orang yang berbeda mungkin menangkap Bagaimana kemungkinan orang lain
pesan yang sama secara berbeda memahami secara berbeda denganku
terhadap isi berita?
Setiap media mengandung nilai dan sudut Apa nilai, sudut pandang atau gaya hidup
pandang tertentu yang dikandung oleh media ini atau apa
nilai dan sudut pandang yang disingkirkan?
Sebagian besar media dikelola untuk Mengapa pesan/berita ini dilontarkan?
memperoleh keuntungan dan atau
kekuasaan tertentu
 Golongan Sofis: golongan yang secara
sengaja melakukan kesalahan dalam
berfikir, dengan tujuan untuk mengubah
opini demi mencapai tujuan tertentu di luar
kebenaran.
 Golongan Paralogi: golongan yang
melakukan kesalahan berfikir namun tidak
menyadari kekeliruan dan akibat dari
pemikirannya karena selalu menganggap
dirinya benar.
 Bedakan Fakta dengan Fiksi
 Bahasa yang terdengar asing atau ilmiah tidak
membuat gagasannya juga menjadi ilmiah.
 Pernyataan yang berani tidak serta merta membuat
klaimnya benar.
 Dianggap aneh tidak berarti tidak benar
 Rumor atau gossip tak sama dengan realitas
 Sesuatu yang tidak dapat dijelaskan belum tentu
benar-benar tidak dapat diterangkan.
 Banyak hal di sekeliling kita yang terjadi secara
kebetulan dan kebetulan tidak bisa digeneralkan.
 Secara umum orang hanya mengingat yang
penting-penting saja.

PERHATIKAN... 1
 Pilihan kata dan analogi sering memunculkan pemahaman
yang berbeda. Ada kata-kata tertentu yang membangkitkan
emosi.
 Kalau kita tak dapat membantah sebuah pernyataan, bukan
berarti berarti pernyataan itu benar.
 Banyak orang menggunakan logika “Kalau tidak ini, pasti itu”
 Banyak orang menyimpulkan sesuatu secara absurd;
misalnya, makan es krim bisa membuat orang gemuk.
Kegemukan adalah penyebab utama orang sakit jantung.
Sakit jantung adalah penyebab kematian yang utama. Maka
kesimpulannya: makan es krim bisa menyebabkan kematian.
 Banyak orang lebih suka mencari jalan yang mudah. Namun,
kenyataan di lapangan tidak selalu sederhana.

PERHATIKAN…2
CEK KEMUNGKINAN KESALAHAN…

 Over-  Ad Popullum
generalization  Ad Novitam
 Retrospective  Ad Antiquitam
Determinism
 Ad Hominem
 Post Hoc Ergo
Propter Hoc  Ad Verecundiam
 Ad Baculum
 Ad Misericordiam
CEK KEMUNGKINAN KESALAHAN…
 Tu Quoque: “Kamu kok malas?”---”kamu sendiri emangnya rajin?”
 Confirmation Bias: “Angka 13 adalah angka sial”
 Slippery Slope: “Disana LBGT Boleh dan tidak ada masalah, berarti disini juga”
 Begging The Claim: “Pokoknya…”
 Red Herring: “Iya sih aku salah, tapi lebih penting lagi siapa yang menyebar isu?”
 Straw Man: “Kita kan cuma membagi uang sisa dari dana perjalanan studi banding ke
Jerman, ini bukan korupsi namanya, kamu ga usah berlebihan, kamu kan masih mahasiswa
dek,”
 Moral Equivalence: “mahasiswa yang nyontek itu pengkhianat meruntuhkan masa depan
bangsa”
 False Dilema: “kalau tidak X, pasti Y”
 Poisoning The Well: “Semua yang dilakukan kelompok X itu pencitraan”
 Kebiasaan/adat/tradisi
 Otoritas
 Pengaruh Emosi/Perasaan
 Pengaruh keterbatasan fisik
 Tuntutan problem-solving
 MENGHAKIMI ORANG LAIN
 TIDAK PEDULI DENGAN KESALAHAN SENDIRI
 TAKUT SALAH SEHINGGA PASIF
 CUEK DENGAN KESALAHAN (“BEGITULAH HIDUP”)
 TAKUT MENGAKU SALAH
 MELAKUKAN KRITIK DESTRUKTIF
 TERBURU-BURU MENILAI
 GAGAL BELAJAR DARI KESALAHAN ORANG LAIN

Anda mungkin juga menyukai