Anda di halaman 1dari 7

KONSEP TEKNIK DAN PROSEDURTEATER TRADISIONAL

MINANGKABAU(RANDAI)

 KONSEP

Konsep randai yaitu tama yang dipilih dalam suatu teater atau randai
dan biasanya konsep ini diambil dari alam takambang jadi guru sesuai
dengan pepatah minang selain itu randai juga mengambil tema dari
cerita rakyat yang mengandung pesan tersendiri.

 TEKNIK

Teknik adalah suatu cara mempelajari atau mendalami jiwa dalam


teater seindah dan seapik mungkin.dalam teater minangkabau atau
randai terdiri atas gerakan melingkar sambil melakukan gerakan silat
,seni musik,lagu/berdendang dan mendalami karakter dalam
teater.unsur-unsur randai : Cerita (Kaba),Dialog dan Akting,Gurindam
(Dendang) dan Gelombang (Gerak melingkar)

 PROSEDUR

Prosedur adalah hukum yang telah ditetapkan dalam teater dan


penggunaan benda benda yang dapat dimanfaatkan dalam melakukan
teater tersebut.

1. SEJARAH DAN LATAR BELAKANG RANDAI

Randai dalam sejarah Minangkabau Konon kabarnya ia sempat


dimainkan oleh masyarakat Pariangan Padang Panjang ketika mesyarakat
tersebut berhasil menangkap rusa yang keluar dari laut. Randai di
Minangkabau suatu kesenian yang dimainkan oleh beberapa orang,
berkelompok atau beregu, dimana dalam randai ini ada cerita yang
dibawakan, seperti cerita Cindua Mato, Malin Deman, Anggun Nan
Tongga, dan cerita rakyat lainnya.

Pemeran utama berjumlah satu orang, dua orang, tiga orang atau lebih
tergantung dari cerita yang dibawakan, dan dalam membawakan atau
memerankannya pemeran utama dilingkari oleh anggota-anggota lain
yang bertujuan untuk menyemarakkan berlansungnya acara tersebut.
Sekarang ini Randai merupakan sesuatu yang asing bagi pemuda-pemudi
Minangkabau, hal ini dikarenakan bergesernya orientasi kesenian atau
kegemaran dari generasi tersebut. Randai terdapat di Pasisie dan daerah
Darek (daratan).

Pada awalnya Randai adalah media untuk menyampaikan kaba atau cerita
rakyat melalui gurindam atau syair yang didendangkan dan galombang
(tari) yang bersumber dari gerakan-gerakan silat Minangkabau. namun
dalam perkembangannya Randai mengadopsi gaya penokohan dan dialog
dalam sandiwara-sandiwara modern, seperti kelompok Dardanela dan
Tonil pada awal abad ke 20.

SEJARAH DARI SUMBER LAIN

I. Asal kata dan Pengertian Randai


 Menurut Chairul Harun, kata Randai berasal dari kata “andai” dan
atau “handai” (bahasa minang) yang artinya berbicara denga intim dan
akrab mempergunakan kias. Ibarat petatah, petitih seni sastra Minang
Kabau. Kata tersebut mendapat awalan “ba” sehingga menjadi
“baRandai”
 . Ada juga yang mengatakan bahwa Randai berasal dari kata “rantai”.
Kata rantai diambil dari bentuk formasi yang terlihat pada
pertunjukan Randai. Formasi tersebut melingkar menyerupai
lingkaran rantai.
 Yusaf Rahman (Musisi Minang), Randai berasal dari kata ra’yan
lida’i. Berasal dari kata “da’i”. Sebutan kepada pendakwah dalam
tarikat Na’sabandiyah. Ketiga pengertian diatas yang masih
berkembang di masyarakat Minang Kabau, tidak dapat
dipertanggungjawabkan secara bahasa.
 Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, Randai dalam bahasa
sangsekerta berarti mengarung diair atau lumpur. Randai dalam
bahasa minang adalah formasi melingkar bernyanyi dan bertepuk
tangan
 Aan Nafis dan Prof. Mursal Einsten mengatakan bahwa Randai yang
lahir dan berkembang pertama kali di Minang Kabau adalah berbentuk
tarian.
 Randai Ulu Ambek di Pariaman dan Randai Ilau din saning bakar
Kabupaten Solok. Kedua kesenian tersebut dilakukan dengan
melingkar dan bernyanyi. Masyarakat menyebutnya dengan Tari
Randai. Randai sebagai sebuah bentuk kesenian tradisional, hidup
bersama tradisi yang berlaku di dalam masyarakat minangkabau
(Esten, 1983:111).
 Menurut Darwais pada mulanya Randai adalah suatu bentuk kesenian
tari. Langkah dan gerakan seperti pencak, memainkannya berkeliling
merupakan lingkaran dan jumlah pesertanya tidak tertentu
(Esten:112).

II. Asal Usul Teater Rakyat Randai


Perjalanan Teater di indonesia dimulai ketika seorang saudagar dari
Turki yang tinggal di Batavia bernama Jaafar membeli semua
perlengkapan pertunjukan teater Pushi Indera Bangsawan Of
Penang, Teater Bangsawan yang terbentuk pada tahun 1885 di
Penang, Malaysia. Kelompok Teater ini di pimpin oleh Mamak Pushi
dan menantunya Bai Kassim. Mamak Pushi yang bernama asli
Muhammad Pushi seorang hartawan yang membeli semua
perlengkapan pertunjukan kelompok Wayang Parsi kelompok Teater
dari India yang masuk ke Penang, Malaysia tahun 1870. Ketika
kelompok Wayang Parsi atau disebut juga dengan Mendu hendak
kembali ke India, semua perlengkapannya berupa, kostum, alat musik,
tirai dan lain-lain dijual kepada Mamak Pushi. Pada tahun 1985
Mamak Pushi bersama menantunya Bai Kassim berhasil
mengumpulkan para pemain yang kebanyakan pemain muda dan
seorang pemain wanita bernama Cik Tot yang menjadi primadona.
Kelompok ini sering di undang main di kalangan Bangsawan, oleh
karena itulah kelompok ini dinamai Indera Bangsawan. Kehadiran
Pushi Indera Bangsawan of Penang mendapat sambutan baik dari
masyarakat melayu di Malaysia maupun di Sumatera dan Singapura.
Pertunjukan mereka akhirnya sampai ke Batavia. Disinilah Jaafar
seorang saudagar dari Turki membeli seluruh perlengkapan Teater
Indra Bangsawan dan mengakibatkan rombongan teater tersebut
bubar. Jaafar kemudian membentuk rombongan Teater yang diberi
nama Stamboel. Nama Stamboel berasal dari nama kota di Turki, yaitu
Istambul. Darisinilah kemudian berkembang banyak kelompok Teater
Rakyat di daerah-daerah di nusantara, yang terpengaruh dari
pertunjukan Teater Bangsawan Indra Bangsawan, Abdol Moeloek
Troupe dan Stamboel. Sehingga lahir teater-teater rakyat seperti
Ketoprak di Jawa, Abdul Muluk di Jambi, Mak Yong di Riau dan
Randai di Minang Kabau. Tahun 1926, Teater Bangsawan Melayu
masuk ke Kota Padang, sehingga berdiri dua gedung pertunjukan
Teater Bangsawan yaitu di daerah Pondok dan Jalan Thamrin.
Kemudian Teater Bangsawan masuk ke Lembaga Pendidikan seperti
INS (Indonesian Nedherland School) dan Sekolah Raja di Bukit
Tinggi. Pertunjukan Teater Bangsawan menampilkan cerita klisik
Minang Kabau dan diberi nama Tonil Klasik Minang Kabau. Tahun
1932, diadakan pasar malam atau dikenal dengan Funcy Fair di
Payakumbuh. Disana disajikan berbagaimacam kegiatan tradisi, tari,
silat dan ada juga perjudian. Dari sekian banyak ragam acara, tampilah
Tonil Klasik Minang Kabau “Talapuik Layu nan Dandam” karya
Datuik Paduko. Dari pertunjukan Tonil klasik tersebut, Jalut, Ilyas
Datuk ratih dan Datuk Paduko menciptakan kesenian baru yang
bertolak dari seni tari Randai yang kemudian di kenal dengan sebutan
Randai atau teater Randai. Perbedaan antara tari Randai dan Randai
adalah pada dialog dan akting, dimana teater Randai atau yang disebut
Randai memiliki dialog dan akting, sedangkan tari Randai tidak.
Cerita Randai yang pertama kali ditampilkan adalah “Anggun nan
Tonggak” di Pariaman dan Cindo Mato, cerita tentang cinta segitiga,
namun tidak bertahan lama. Tahun 1935, kembali diciptakan cerita
Randai yang berjudul “Simarantang” yang dipentaskan pertama kali
di Payakumbuh. Masyarakat Minang menyebut Randai untuk teater
Randai dan tari Randai untuk tariannya. Hal tersebut untuk
membedakan antara tari dan teater yang memiliki kesamaan
penamaan. Keduanya juga memiliki konvensi yang sama, hanya
berbeda pada akting dan dialog saja. Secara umum, seluruh
pertunjukan Randai di Minang Kabau semuanya sama, hanya terdapat
perbedaan pada dendang dan geraknya. Pada saat pertama kali hadir,
masyarakat masih menyebut judul cerita untuk tiap pertunjukan
Randai, hal tersebut berlaku dari tahun 1932 sampai dengan 1935.
Menurut Ratius, pemain Randai yang berperan sebagai si Munah kayo
dalam cerita Simarantang, 1935; “Randai Simarantang pada awalnya
tidak disebut Randai, tapi disebut Simarantang, sesuai dengan judul
ceritanya”

III. Perkembangan Teater Randai. Jaman Belanda (1932-1942)

Pada jaman Belanda tahun 1932 merupakan awal munculnya teater


Randai yang terinspirasi dari teater komedi bangsawan dari malaka
(malaysia). Pada jaman Belanda, lembaga Adat mendapatkan tempat
pada pemerintahan. Hal ini yang menyebabkan kesenian tradisi dan
kesenian rakyat dapat tumbuh dan berjalan seperti biasa, sehingga
Randai dapat tumbuh dan berkembang.

Jaman Jepang (1943-1945) Pada tahun 1943 pasukan jepang dengan


bendera Dai Nippon masuk hampir keseluruh wilayah nusantara
termasuk Minang Kabau. Pada masa penduduk Jepang, seluruh
aktivitas lembaga adat dibekukan, sehingga banyak kesenian rakyat
dan tradisi yang tidak berjalan masa itu. Jeapang memaksakan rakyat
di daerah pendudukannya untuk belajar seni dan tradisi Jepang, seperti
seni beladiri Karate, pengganti Silat.
Masa Kemerdekaan Indonesia Hingga Sekarang. Randai sebagai
kesenian tradisi rakyat Minang Kabau mulai berkurang fungsinya
pada kegiatan penghelatan adat. Teater Randai menjadi sebuah
pertunjukan, ini disebabkan oleh banyaknya program kampanye dari
pemerintahan orde baru dan partai yang berkuasa saat itu. Selain itu,
adanya festival Randai menyebabkan banyak pemotongan daripada
bentuk dan durasi pertunjukan, ini guna menyesuaikan waktu yang
ditetapkan oleh panitia festival. Lemahnya lembaga adat yang
merupakan wadah dari seni tradisi sangat berpengaruh pada
pertumbuhan kesenian Randai ini. Pada tahun 1980, Randai mulai
masuk ke lembaga pendidikan dan pemerintahan. Darisinilah Randai
mendapat unsur tambahan, yaitu musik eksternal pada dialog.
Sekarang sangat susah dicari Randai dengan durasi pertunjukan dua
hari atau lebih.

IV. Pertunjukan Teater Randai

Pertunjukan Randai di daerah Minang Kabau dilakukan pada dua


tempat, terbuka dan tertutup. Tempat terbuka disebut medan bapeneli,
sedangkan untuk tempat tertutup masyarakat minang menyebutnya
denganmedan bapalindung. Tempat pertunjukan terbuka diberi pagar
lingkar, biasanya menggunakan daun kelapa yang di rajut/jalin. Pagar
tersebut sebagai batas gelanggang pertunjukan, yang melingkari
penonton dan pemain didalamnya. Sedangkan antara penonton dan
pemain tidak ada batas atau jarak. Tempat pertunjukan tertutup
atau medan bapalindung, ditambah dengan atap dan sifatnya
permanen. Masyarakat Pariaman menyebut tempat ini dengan
sebutan pauleh/laga-laga. Bentuk tempat ini menggunakan bambu
sebagai lantainya. Pertunjukan di kedua tempat ini tidak dipungut
biaya, karena unsur kesenian tradisi itu kebersamaan. Sekitar tahun
1982, pertunjukan Randai sudah mulai menggunakan biaya masuk
dalam bentuk karcis. Pertunjukan Randai dilakukan dimalam hari, ini
disebabkan karena para pemain dan masyarakat (Penonton) bekerja di
pagi hari. Waktu pertunjukan minimal satu malam, tapi itu jarang
dilakukan, umumnya pertunjukan dilakukan selama dua malam.
Sekarang sudah sulit ditemui pertunjukan Randai dengan durasi
tersebut, untuk pertunjukan satu malam aja jarang dilakukan. Ini
terjadi karena pengaruh festival-festival yang dilakukan terhadap
teater Randai. Sehingga mengakibatkan pemotongan durasi
pertunjukan menjadi satu sampaidengan dua jam. Sehingga banyak
pelaku Randai yang menyiapkan pertunjukannya untuk kebutuhan
festival dan meninggalakan pertunjukan untuk rakyat. Pertunjukan
Randai satu sampaidengan dua malam diselingi dengan kegiatan lain,
seperti lelang kueh, pertunjukan tari piring dan silat. Ada juga yang
menyelinginya dengan lelang dendang. Hasil dari kegiatan lelang
tersebut digunakan untuk biaya pertunjukan Randai. Pertunjukan
dibagi dalam dua sesi dalam satu malam. Sesi pertama selama dua
jam, kemudian istirahat selama satu sampai dua jam. Pada masa
istirahat inilah dilaksanakan lelang kue dan pertunjukan kesenian
lainnya. Sesi kedua merupakan bagian penutup pertunjukan pada
malam tersebut dilakukan sampai dengan durasi tiga jam atau sampai
batas azan subuh. Bila cerita yang dibawakan tidak tuntas pada satu
malam, maka cerita akan dilanjutkan pada pertunjukan esok
malamnya. Pertunjukan Randai juga ikut membangun perekonomian
masyarakat sekitar. Para pedagang tersebut menjual beraneka ragam
makanan dan ada juga yang membuat warung sementara di sekitar
tempat pertunjukan. Kehadiran pedagang ini juga merupakan
pertimbangan jumlah hari pertunjukan.
3.KESIMPULAN

Randai adalah media untuk menyampaikan cerita-cerita rakyat, dan kurang tepat
jika Randai disebut sebagai Teater tradisi Minangkabau walaupun dalam
perkembangannya Randai mengadopsi gaya bercerita atau dialog teater atau
sandiwara.
“Sebelum randai menjadi teater berkembang saat ini, dulunya adalah tari randai.
Tari randai dipelihara di perguruan silat yang mengajarkan Ulua Ambek
terutama di daerah pesisir (Padang Pariaman). Tak heran tari-tari Minang
kontemporer dewasa ini, ada yang pola gerak dan pola dialog seperti randai.

Anda mungkin juga menyukai