Hukum Dan Ham Revisi
Hukum Dan Ham Revisi
Strategi perkuliahan:
Perkuliahan berkaitan dengan pokok bahasan akan dipaparkan dengan alat bantu media
berupa papan tulis, power point slide, serta penyiapan bahan bacaan tertentu diakses oleh
mahasiswa. Sebelum mengikuti perkuliahan mahasiswa sudah mempersiapkan diri ( self
study) mencari bahan materi, membaca dan memahami pokok bahasan yang akan
dikuliahkan sesuai dengan arahan ( guidance) dalam Block Book. Teknik perkuliahan:
pemaparan materi, tanya jawab dan diskusi (proses pembelajaran dua arah).
Strategi Tutorial:
Mahasiswa mengerjakan tugas-tugas : (Discuccion Task, Study Task dan Problem
Task) sebagai bagian dari self study (20 jam perminggu), kemudian berdiskusi di
kelas tutorial dan presentasi power point.
Dalam 7 kali tutorial di kelas, mahasiswa diwajibkan:
o Menyetor karya tulis berupa paper sesuai dengan topic tutorial 4,,6. 8.Pilih
salah satu topic tersebut dan disetor paling lambat pada tutorial ke 6.
o Mempresentasikan tugas tutorial dalam bentuk power point untuk tugas
tutorial 4,6.Presentasi dilakukan saat tutorial 4 dan 6.
Ujian dilaksanakan dua kali dalam bentuk tertulis yaitu Ujian Tengah Semester (UTS) dan
Ujian Akhir Semester (UAS).
Penilaian
Penilaian akhir dari proses pembelajaran ini berdasarkan rumus nilai akhir sesuai buku
pedoman yaitu:
(UTS+TT)
_________ + 2(UAS)
2
NA ___________________
3
Nilai Range
A 80-100
B+ 70-79
B 65-69
C+ 60-64
C 55-59
D+ 50-54
D 40-49
E 0 - 39
7. Bahan Bacaan.
Literatur :
Abdullah, H. Rozali dan Syamsir, 2002, Perkembangan HAM dan Keberadaan Peradilan HAM di
Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Adnan Buyung Nasution dan A. Patra MZEN, 2006, Instrumen Internasional Pokok HAM.
Bambang Sunggono dan Aries Harianto, 2001, Bantuan Hukum dan hak Asasi Manusia, Mandar
Maju, Bandung, h.93-158
Effendi, H.A. Masyhur, 1994, Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Nasional dan Hukum
Internasional, Cetakan 1, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Effendi, H.A. Masyhur, 2005, Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia (HAM) dan Proses
Dinamika Penyusunan Hukum Hak Asasi Manusia (HAKHAM), Ghalia Indonesia, Jakarta.
Handoyo, B.Hestu Cipto 2003, Hukum Tata Negara, Kewarganegaraan dan Hak Asasi Manusia
(Memahami Proses Konsolidasi Sistem Demokrasi di Indonesia), Universitas Atmajaya,
Yogyakarta.
Majda El Muhtaj, 2007, Hak Asasi Manusi dalam Konstitusi Indonesia, PT. Kencana Prenada
Media Group, Jakarta.
Manan, Bagir dkk, 2001, Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan Hak Asasi Manusia di
Indonesia, PT Alumni, Bandung.
Prinst, Darwan, 2001, Sosialisasi dan Disiminasi Penegakan Hak Asasi Manusia , Cet. I, PT Citra
Aditya Bakti, Bandung.
Romli Atmasasmita, 2001, Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia dan Penegakan Hukum, Mandar
Maju, Bandung.
Konvensi/Peraturan Perundang-undangan:
Negara Republik Indonesia; 2007, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, Sekretariat Jenderal MPR RI, Jakarta.
_______; Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi
Mengenai Penghapusan Segala Bnetuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention on The
Elimination of All Forms Discrimination Against Women) , Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1984 Nomor …...
_______; Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1998 Tentang Pengesahan Konvensi
Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam,Tidak
Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia (Convention Against Torture Degrading
Treatment or Punishment), Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 164.
_______; Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia ,
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165.
_______; Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 208.
Sebelum perkuliahan dimulai mahasiswa diwajibkan sudah memiliki block book Mata
Kuliah Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan sudah mempersiapkan materi, sehingga perkuliahan
dan tutorial dapat terlaksana dengan lancar.
PERKULIAHAN KE 1 : Pendahuluan
PERKULIAHAN KE 2:
TUTORIAL 1:
Tugas II (Problem Task): Hubungan antara HAM dengan Negara, Demokrasi dan
Hukum
Anis Fabrica dan keluarganya tinggal di sebuah Negara Asia. Untuk memperoleh pekerjaan agar
bisa menghidupi dirinya sendiri dan anak perempuannya, ia bekerja di sebuah perusahaan yang
terletak di Zona Ekonomi Khusus (SEZ) di negara tersebut. Anak perempuan Anis yang masih
kecil diasuh oleh kakek dan neneknya jauh di tempat kelahirannya. Dia bertemu dengan anaknya
sekali dalam dua tahun. Anis mengirim uang kepada orang tuanya sebanyak yang dia mampu,
meskipun jumlah ini tidak banyak karena penghasilannya juga sedikit.
SEZ ditetapkan oleh pihak pemerintah negara yang bersangkutan untuk menarik
perhatian perusahaan-perusahaan pembuat produk-produk ekspor. Untuk menarik perusahaan-
perusahaan tersebut, pihak pemerintah menetapkan bahwa hukum ketenagakerjaan dan hukum
lingkungan yang berlaku di wilayah lain negara tersebut, tidak perlu dilaksanakan di SEZ. Sebagai
contoh, bisnis yang dijalankan di SEZ tidak diwajibkan untuk membayar upah minimum kepada
para tenaga kerja mereka, seperti yang telah ditetapkan oleh hukum negara tersebut. Demikian
juga, serikat perdagangan tidak diperbolehkan melaksanakan tugasnya di sana.
Pabrik tempat Anis bekerja merakit komponen-komponen elektronik kecil, hampir
seluruhnya ditangani oleh para wanita. Mereka diwajibkan bekerja selama 12 sampai 14 jam
setiap hari, enam hari seminggu. Pekerjaan mereka memerlukan kecepatan dan dilaksanakan di
ruangan yang cukup panas, namun tidak ada AC-nya, dan sejumlah kipas angin yang diberikan
tidak mampu memberikan sirkulasi udara yang memadai. Pada jam-jam kerja hapir tidak ada
istirahat yang diberikan, dan semua pekerja dikunci dalam gedung selama melakukan pekerjaan
mereka.
Pabrik tersebut kadang memang dikunjungi oleh petugas kesehatan dan pengawas
keamanan, namun mereka mengabaikan kondisi kerja tersebut. Bahkan, pihak pemilik pabrk dan
malah manajer pabrik memeri ”uang kecil” pada pengawas setiap bulan untuk tutup mulut. Pabri
tersebut merupakan milik salah satu usaha bisnis di negara tersebt, yang berusaha mengambil
keutungan dari peraturan yang lebih lunak dan ketiadaan pelaksanaan hukum di SEZ.
Sumber: diadaptasi dari Allan McChesney; 2003: 201-202.
- Identifikasi dan jelaskan hubungan HAM dengan Negara, Demokrasi dan Hukum dalam wacana
diatas.
PERTEMUAN KE 3
PERTEMUAN KE 4
Umat manusia dalam kehidupan adalah salah satu pelaku yang bertanggung jawab akan
"kelangsungan" hidup ekosistem bumi yang ditempatinya. Dengan segala aktifitasnya untuk
mencukupi kebutuhan hidup manusia, telah mempengaruhi lingkungan global. Perubahan cara
manusia memanfaatkan lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupan, seperti pertanian,
perkebunan besar, industri pertambangan serta pemanfaatan hutan yang berlebihan dan
disamping itu kemampuan dalam penemuan teknologi, pada akhirnya mampu menciptakan
revolusi industri yang dimotori oleh bangsa-bangsa dari bumi di belahan utara. Namun kemudian
revolusi industri telah mengakibatkan dimulainya penghilangan keseimbangan hidup yang telah
mengarah pada pemusnahan sumber-sumber kehidupan (ecosida) serta ancaman terhadap
keamanan hidup manusia ( human security). Bila Klaus Toepfer (Direktur Eksekutif UNEP)
menyatakan hak dasar untuk hidup terancam oleh degradasi dan deforestasi, paparan bahan
kimia beracun, limbah berbahaya dan pencemaran air minum, sesungguhnya ia luput untuk
menyoal perampasan sumber-sumber kehidupan rakyat (agraria dan sumberdaya alam) sebagai
ancaman terbesar yang dihadapi rakyat menyangkut hak dasar untuk hidup.
Walaupun belum ada Deklarasi atau Konvenan khusus tentang Hak Lingkungan Hidup sebagai
Hak Asasi Rakyat, sesungguhnya berbagai dimensi yang menyangkut hak-hak dasar atas
sumber-sumber kehidupan dan lingkungan hidup telah tercakup dalam Konvenan Hak-Hak
Ekonomi-Sosial-Budaya (EKOSOB), Deklarasi Hak atas Pembangunan (belum diratifikasi oleh
Pemerintah Indonesia), Agenda 21, Piagam tentang Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban Ekonomi
Negara. Juga di berbagai kesepakatan regional seperti piagam Afrika tentang Hak-hak Asasi
Manusia dan Hak-hak Rakyat. Namun demikian dalam prakteknya hak-hak rakyat atas lingkungan
hidup sering diabaikan dan dilanggar secara sistematis.
Kasus kekerasan terhadap rakyat dan lingkungan hidup di Bulukumba, Manggarai, Halmahera,
Timika, Porsea, dan beberapa tempat lainnya terjadi lebih karena kuatnya kepentingan modal
atas penduduk lokal. Begitupun kekerasan dan kasus-kasus yang terjadi di wilayah-wilayah
konservasi lebih disebabkan karena perlindungan konsesi-konsesi dari kepentingan tertentu yang
lebih besar daripada hak-hak masyarakat lokal.
Peran Negara sebagai instrumen 'proteksi-prevensi-promosi" pada HAM tidak berjalan karena
ambivalensi antara berpegang teguh pada konvensi PBB atau pada konvensi WTO dengan
ideologi pasar bebasnya. Berbagai regulasi yang dijalankan oleh sistem WTO bahkan mengurangi
hak-hak buruh, merampas hak-hak petani, mengurangi regulasi-regulasi negara bagi
perlindungan lingkungan, liberalisasi sektor pertanahan, termasuk memotong subsidi untuk
pemenuhan hak-hak dasar. Air, hutan, pangan, kesehatan, layanan sosial yang bersifat publik
yang dulu merupakan HAM, kini semata-mata diperlakukan sebagai komoditi. Dengan itu maka
globalisasi membawa implikasi pelanggaran HAM yang lebih struktural.
PERTEMUAN KE 5
o Effendi, H.A. Masyhur, 2005, Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia (HAM) dan
Proses Dinamika Penyusunan Hukum Hak Asasi Manusia (HAKHAM), Ghalia
Indonesia, Jakarta, h.76-81.
o Handoyo, B.Hestu Cipto 2003, Hukum Tata Negara, Kewarganegaraan dan Hak
Asasi Manusia (Memahami Proses Konsolidasi Sistem Demokrasi di Indonesia),
Universitas Atmajaya, Yogyakarta, h. 268-271.
PERTEMUAN KE 6
PERTEMUAN KE 7
PERKULIAHAN : Pengaturan HAM
Pengaturan HAM dalam Perspektif Nasional
Pengaturan HAM dalam Perspektif Internasional
o Adnan Buyung Nasution dan A. Patra MZEN, 2006, Instrumen Internasional Pokok
HAM.
o Effendi, H.A. Masyhur, 2005, Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia (HAM)
dan Proses Dinamika Penyusunan Hukum Hak Asasi Manusia (HAKHAM), Ghalia
Indonesia, Jakarta, h.76-81.
o Manan, Bagir dkk, 2001, Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan Hak Asasi
Manusia di Indonesia, PT Alumni, Bandung
PERTEMUAN KE 8
PERTEMUAN KE 9
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia berencana membentuk tim baru untuk menyelidiki kasus
penembakan sejumlah warga Desa Alas Tlogo, Pasuruan, Jawa Timur, oleh prajurit Marinir TNI
Angkatan Laut, 30 Mei lalu.
Hal itu karena ada sejumlah perkembangan dari kasus yang bermula dari sengketa tanah seluas
539 hektar itu, yang sekarang penyelesaiannya tidak jelas.
Wakil Ketua Bidang Internal Komnas HAM M Ridha Saleh, Kamis (6/9), menuturkan, ada tiga hal
yang harus diperjelas dalam kasus itu. Pertama, tentang sejarah tanah dan sengketanya. Kedua,
tentang penguasaan TNI AL atas tanah itu yang kemudian dikonversi menjadi perkebunan.
"Masalah ketiga yang harus diperjelas adalah bagaimana penembakan terhadap warga itu terjadi
dan berikut penyelesaian hukumnya. Sampai sekarang kami belum tahu, sampai di mana
penyelidikan atas penembakan itu," kata Ridha.
Peristiwa penembakan itu menewaskan empat warga Alas Tlogo. Mereka adalah Mistin (25),
Utam (40), Khotijah (25), dan Rohman (23). Kemarin, warga Alas Tlogo memperingati genap 100
hari terjadinya peristiwa itu.
Ketika dihubungi Kompas, Kepala Desa Alas Tlogo, Imam, menuturkan, di desanya kini sudah
tidak ada latihan militer. Kehidupan warga mulai tenang. "Kami tetap punya dua tuntutan.
Kembalikan tanah itu kepada kami. Kedua, proses hukum atas penembakan warga kami agar
dibuka lebar-lebar," kata dia.
Haris Azhar dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan menilai, penyelesaian
kasus Alas Tlogo menjadi ujian pertama bagi Komnas HAM periode 2007-2012 dan TNI. (NWO)
http://www.komnasham.go.id/home/index.php?
id=38,109,0,0,1,0&PHPSESSID=14680b10eda83164c2f5c8997ea495b3.
PERTEMUAN KE 10
o Effendi, H.A. Masyhur, 2005, Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia (HAM)
dan Proses Dinamika Penyusunan Hukum Hak Asasi Manusia (HAKHAM), Ghalia
Indonesia, Jakarta, h.128-146
o Prinst, Darwan, 2001, Sosialisasi dan Diseminasi Penegakan Hak Asasi Manusia,
PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 53-111.
o Romli Atmasasmita, 2001, Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia dan Penegakan
Hukum, Mandar Maju, Bandung, h. 125-187.
o Titon Slamet Kurnia, 2005, Reparasi (Reparation)Terhadap Korban Pelanggaran
HAM di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 1-142.
PERTEMUAN KE 11
Potret hak asasi manusia Indonesia memang tetap menunjukkan kesenjangan baik dalam tataran
nasional maupun internasional. Kesenjangan antara teks hukum dan implementasi teks,
kesenjangan antara hak sipil dan politik dengan hak ekonomi, sosial, dan budaya. Adanya
kesenjangan pada sisi pembentukan undang-undang dengan implementasi undang-undang,
menurut Abdul Hakim, dipengaruhi kuatnya budaya patrimonial dalam segala lini, baik sosial,
politik, maupun budaya. Itu semua menghambat perwujudan perlindungan hak asasi manusia.
"Misalnya saja soal teposliro antar-aparat yang menyebabkan terpidana kasus IPDN tak segera
dieksekusi meskipun sudah divonis. Semuanya permisif," ucapnya. Selain itu, tata hubungan
kekuasaan yang tak simetris. Memang kekuatan sentralisme Soeharto telah digeser oleh
reformasi menjadi oligarki apakah itu oligarki parpol, oligarki tentara, ataupun oligarki kulturan.
"Akan tetapi, masalahnya masyarakat belum punya kekuatan untuk mengontrol oligarki," kata
Abdul Hakim. Kondisi itu masih diperparah dengan lemahnya sumber daya hukum rakyat.
Kemampuan rakyat untuk mengaktualisasikan hak-hak mereka yang diakui oleh undang-undang
dan hukum ada keterbatasan.
Indonesia sebenarnya mempunyai instrumen legal untuk itu, yakni Undang-Undang (UU)
No 39 tahun 1999, UU No. 26 Tahun 2000 dan UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
(KKR), UU No. 11 dan 12 Tahun 2005, dan lain-lain. Namun demikian sangat banyak
terjadi pelanggaran HAM. Hal itu tampak pada table di bawah ini.
KORBAN
1 Pembantaian Masal 1965- 1.500.000 Korban sebagian besar merupakan anggota
1965 1970 PKI, atau ormas yang dianggap berafiliasi
dengannya seperti SOBSI, BTI, Gerwani, PR,
Lekra, dll. Sebagian besar dilakukan di luar
proses hukum yang sah.
2 Penembakkan 1982- 1.678 Korban sebagian besar merupakan tokoh
misterius “Petrus” 1985 kriminal, residivis, atau mantan kriminal.
Operasi militer ini bersifat illegal dan
dilakukan tanpa identitas institusi yang jelas
3 Kasus di Timor 1974- Ratusan Dimulai dari agresi militer TNI (Operasi
Timur pra 1999 ribu Seroja) terhadap pemerintahan Fretilin yang
Referendum sah di Timor Timur. Sejak
itu TimTim selalu menjadi daerah operasi
militer rutin yang rawan terhadap tindak
kekerasan aparat RI.
4 Kasus-kasus di 1976- Ribuan Semenjak dideklarasikannya GAM oleh
Aceh pra DOM 1989 Hasan Di Tiro, Aceh selalu menjadi daerah
operasi militer dengan intensitas kekerasan
yang tinggi.
5 Kasus-kasus di 1966- Ribuan Operasi militer intensif dilakukan oleh TNI
Papua 2007 untuk menghadapi OPM. Sebagian lagi
berkaitan dengan masalah penguasaan
sumber daya alam, antara perusahaan
tambang internasional, aparat negara,
berhadapan dengan penduduk local.
6 Kasus Dukun Santet 1998 Puluhan Adanya pembantaian terhadap tokoh
Banyuwangi masyarakat yang dituduh dukun santet.
7 Kasus Marsinah 1995 1 Pelaku utamanya tidak tersentuh, sementara
orang lain dijadikan kambing hitam. Bukti
keterlibatan (represi) militer di bidang
perburuhan.
8 Kasus Bulukumba 2003 2 orang Insiden ini terjadi karena keinginan PT
tewas, London Sumatera untuk melakukan
puluhan perluasan area perkebunan mereka, namun
orang masyarakat menolak upaya tersebut.
ditahan
dan
lukaluka.
Sumber diolah dari: http://www.komnasham.go.id/home/index.php?
id=38,84,0,0,1,0&PHPSESSID=b8f6235f80be33e957c1ebbaaf8c1855. Dan Sumber Litbang
kontras
Karena itu, selain upaya-upaya legal normatif yang telah dilakukan di atas perlu dilakukan upaya-
upaya untuk pencegahan, sehingga dapat mengeliminir terjadinya pelanggaran HAM.
PERTEMUAN KE 12
- Buatlah skenario pelanggaran dan penyelesaian kasus pelanggaran HAM dan mainkan peran
sebagai:
a. Korban pelanggaran HAM
b. Pejabat Komisi Nasional HAM
c. Polisi
d. Hakin
e. Jaksa
f. Lawyer