Anda di halaman 1dari 20

PSIKOLOGI SOSIAL LANJUT: PENGARUH SOSIAL, PENGARUH

KELOMPOK TERHADAP PERILAKU INDIVIDU, DAN DINAMIKA


KELOMPOK

DISUSUN OLEH

SARA IMANUEL SOEDIBYO 15000117120038

NUR RASYID HADIYANTO 15000117120040

RANIA NAMIRA SARI 15000117130123

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2018

I. PENGARUH SOSIAL

A. Konformitas
Merupakan perubahan perilaku atau kepercayaan menuju norma kelompok
sebagai akibat tekanan kelompok yang real maupun yang dibayangkan. Konformitas
merupakan kecenderungan anggota mengatakan atau melakukan hal yang sama
dengan kelompoknya. Konformitas dipengaruhi oleh faktor situasional dan faktor
personal. Faktor situasional seperti kejelasan situasi, konteks situasi, cara
menyampaikan penilaian, karakteristik sumber pengaruh, ukuran kelompok dan
tingkat kesepakatan kelompok. Faktor personal dapat berupa usia, jenis kelamin,
stabilias emosi, kepribadian, kecerdasan, motivasi, dan harga diri.
Seorang individu cenderung akan conform ataupun tidak dengan kelompok
sosialnya dikarenakan beberapa alasan yaitu adanya ingin tampil beda unik, motif
ingin disukai oleh orang lain, motif akan kepastian mengenai kebenaran perilaku
yang hendak ditampilkan.
B. Compliance
Pemenuhan keinginan terdiri atas 6 prinsip dasar (Cialdini, 2006):
1. Pertemanan atau rasa suka
2. Komitmen atau konsistensi
3. Kelangkaan
4. Timbal balik
5. Validasi Sosial
6. Otoritas.
C. Obedience
Suatu kondisi dimana seseorang menaati dan mematuhi permintaan orang lain
untuk melakukan tingkah laku tertentu karena ada unsur ‘power’ (Baron dan Bryne,
2008). Salah satu bentuk kepatuhan adalah destructive obedience. Destructive
obedience disebabkan oleh empat hal, yaitu:
1. Individu melepas tanggung jawab pribadi (merasa bukan tanggung
jawabnya, namun tanggung jawab orang yang memberi perintah).
2. Individu yang memberi perintah menggunakan simbol-simbol, seperti
lencana, seragam, yang berfungsi untuk mengingatkan orang yang diperintah
akan kekuasaannya.
3. Hal-hal yang terjadi secara gradual sebagaimana dalam penelitian milgram.
4. Proses yang terjadi secara cepat hingga si penerima tidak sempat berpikir
dengan mendalam akan tindakan yang dilakukannya.

Terdapat beberapa cara mengurangi destructive obedience, yaitu:

1. Individu perlu diingatkan bahwa ia sendiri bertanggung jawab.


2. Individu diberitahu secara jelas bahwa perintah-perintah destruktif tidak
diperkenankan.
3. Individu perlu meninjau ulang motif dari atasannya.

II. PENGARUH KELOMPOK TERHADAP PERILAKU INDIVIDU


A. Social Loafing dan Social Compensation
1. Social Loafing (Kemalasan Sosial)
a. Pengertian Social Loafing
Social loafing merupakan kecenderungan individu untuk mengurangi
motivasi dan usahanya saat bekerja dalam kelompok atau secara kolektif
dibandingkan saat bekerja sendiri. Mereka menurunkan usaha mereka
karena yakin tugas tersebut juga dikerjakan oleh orang lain (Karau dan
Williams, 1993).
Menurut Baron dan Byrne (2004), social loafing adalah membiarkan
orang lain melakukan pekerjaan saat menjadi bagian dari kelompok.
Social loafing cukup umum terjadi dalam berbagai tugas, baik yang
bersifat kognitif maupun yang melibatkan usaha fisik. Social loafing
memiliki dampak negatif, terutama bagi organisasi maupun kelompok.
Salah satunya adalah berkurangnya performa kelompok (group
performance).
Social loafing (kemalasan sosial) dapat diartikan sebagai
kecenderungan seseorang untuk mengurangi usahanya ketika
mengerjakan tugas secara kelompok dibandingkan ketika mereka
dievaluasi secara personal atau bekerja secara individu.

b. Dimensi Social Loafing


Menurut Latane, Williams, dan Harkins (1981), social loafing terdiri
dari dua dimensi, yaitu dilution effect dan immediacy gap.
1. Dilution Effect
Individu kurang termotivasi karena merasa kontribusinya tidak
berarti atau menyadari tidak adanya penghargaan yang diberikan
pada setiap individu.
2. Immediacy Gap
Individu merasa terasingkan dari kelompok. Hal ini menandakan
bahwa semakin jauh seorang anggota dari anggota lainnya,
maka ia akan semakin jauh juga dengan pekerjaan yang
diberikan pada anggota tersebut.
Aspek-aspek Social Loafing

Menurut Myers (2012), terdapat beberapa aspek terjadinya social


loafing atau kemalasan sosial, yaitu sebagai berikut:

Menurunnya motivasi individu untuk terlibat dalam kegiatan kelompok. Seseorang menjadi
kurang termotivasi untuk terlibat atau melakukan suatu kegiatan tertentu pada saat orang
tersebut berada dalam keadaan bersama-sama dengan orang lain. Mereka kurang
termotivasi untuk terlibat dalam diskusi karena berada dalam lingkungan di mana ada
orang lain yang mungkin mau melakukan respon yang kurang lebih sama terhadap
stimulus yang sama.
Sikap pasif. Anggota kelompok lebih memilih untuk diam dan memberikan kesempatan
kepada orang lain untuk melakukan usaha kelompok.
Pelebaran tanggung jawab. Usaha untuk mencapai tujuan kelompok merupakan usaha
bersama yang dilakukan oleh para anggotanya.
Free ride atau mendompleng pada usaha orang lain. Individu yang memahami bahwa masih
ada orang lain yang mau melakukan usaha kelompok cenderung tergoda untuk
mendompleng (free ride) begitu saja pada individu lain dalam melakukan usaha kelompok
tersebut.
Penurunan kesadaran akan evaluasi dari orang lain. Pemalasan sosial dapat juga terjadi
karena dalam situasi kelompok terjadi penurunan pada pemahaman atau kesadaran akan
evaluasi dari orang lain (evaluation apprehension) terhadap dirinya.

c. Faktor Penyebab Terjadinya Social Loafing


Menurut Latane, Williams, dan Harkins (1979), terdapat beberapa
faktor yang menjadi penyebab terjadinya social loafing. Faktor-faktor
tersebut adalah sebagai berikut.
1. Atribusi dan kesetaraan
Proses atribusi dapat menyebabkan seseorang mengalami social
loafing, karena adanya anggapan bahwa orang lain tidak
kompeten dan mereka merasa mengeluarkan usaha yang lebih
keras dari anggota kelompok yang lain tidak ada gunanya.
2. Pengaturan sasaran tidak maksimal
Individu menganggap kelompok akan mudah menyelesaikan
tugas, sehingga usaha dari aggota kelompok yang lain dianggap
sudah cukup dan individu tersebut tidak perlu berkontribusi
lebih.
3. Kontingensi tidak seimbang
Social loafing terjadi karena individu merasa usahanya tidak
akan sesuai dengan hasil yang didapatkan karena ia berada di
dalam kelompok.
4. Ukuran kelompok
Semakin banyak anggota kelompok, maka kecenderungan
seseorang untuk melakukan social loafing akan meningkat.
Individu akan merasa kontribusinya terbagi dengan anggota
kelompok yang lain.
5. Kolektivitas individu
Individu yang berasal dari budaya individualis akan cenderung
melakukan social loathing dibandingkan dengan individu yang
berasal dari budaya kolektivis. Hal ini terjadi karena individu
dengan budaya kolektivis akan lebih berorientasi pada
kelompok dan menempatkan tujuan kelompok sebagai hal yang
penting.
6. Distribusi keadilan
Persepsi individu bahwa hasil kerja setiap anggota kelompok
tidak akan mendapat reward yang sama akan menyebabkan
individu mengurangi kinerjanya dalam kelompok.

2. Social Compensation (Kompensasi Sosial)


a. Pengertian Social Compensation
Social Compensation (kompensasi sosial) diartikan sebagai situasi-
situasi tertentu dimana individu yang bekerja lebih keras untuk dapat
mengimbangi performa anggota kelompok yang lainnya.

b. Faktor Penyebab Terjadinya Social Compensation


Terdapat dua faktor yang menyebabkan kompensasi sosial terjadi, yaitu:
1. Harapan bahwa performa anggota kelompok yang lain kurang
baik.
Di bawah situasi tertentu ini, individu akan merasa
terdorong untuk berkontribusi lebih banyak untuk mengimbangi
performa yang kurang baik dari rekan satu timnya.
Persepsi tentang kontribusi rekan kerja yang kurang
maksimal dapat berasal dari kurangnya ketpercayaan individu
pada kemampuan orang lain dalam berkinerja ketika hasil
pekerjaan mereka digabungkan dengan hasil pekerjaan anggota
lainnya.
2. Hasil kerja kelompok
Individu akan termotivasi untuk menghindari kinerja
kelompok yang buruk dengan mengkompensasi kinerja buruk
dari anggota kelompok lainnya. Hal ini terjadi apabila individu
menganggap evaluasi kinerja kelompok sebagai hal yang
penting.

B. Social Facilitation dan Social Inhibition


1. Social Facilitation (Fasilitasi Sosial)
a. Pengertian Social Facilitation
Fasilitasi berasal dari bahasa Perancis, facile, yang berarti mudah.
Kata mudah ini menunjukkan kelancaran atau peningkatan kualitas
performa karena dilihat oleh anggota dalam kelompok. Kelompok
mempengaruhi kualitas performa secara positif, sehingga tugas terasa
lebih mudah dilakukan.
Menurut Bordens dan Horowitz (2008), social facilitation (fasilitasi
sosial) adalah sebuah kondisi dimana kehadiran orang lain dapat
meningkatkan performa individu apabila individu tersebut menguasai
suatu hal dengan baik.

b. Penelitian tentang Fasilitasi Sosial


Penelitian tentang fasilitasi sosial berawal oleh Norman Triplett
(1898) yang menyatakan bahwa pembalap sepeda dalam berkompetisi
akan lebih cepat apabila kompetisi tersebut dilakukan dengan pembalap
lain. Ia mengajukan hipotesis bahwa kehadiran orang lain akan
memberikan stimulasi psikologis yang dapat meningkatkan performa
(Forsyth dan Burnette, 2010).
Untuk menguji hipotesis tersebut, Norman Triplett (1898) melakukan
eksperimen psikologi sosial pada anak-anak di laboratorium. Anak-anak
diminta untuk menggulung senar pada alat pancing secepat mungkin.
Hasil dari penelitian ini adalah anak-anak tersebut bekerja lebih cepat
ketika bersama orang lain dibandingkan ketika mereka bekerja sendiri
(dalam Myers, 2012).

2. Social Inhibition (Hambatan Sosial)


a. Pengertian Social Inhibition
Berbeda dengan social facilitation yang berarti kehadiran orang lain
membawa dampak yang positif, social inhibition berlaku sebaliknya.
Social inhibition (hambatan sosial) adalah kondisi dimana kinerja
individu terhambat karena kehadiran orang lain di sekitar individu
tersebut.

b. Penyebab Terjadinya Social Inhibition


Menurut Zajonc (dalam Forsyth dan Burnette, 2010), hambatan sosial
terjadi apabila individu tidak menguasai tugas, tugas yang diberikan
bersifat kompleks dan sulit, atau individu tidak mencoba atau tidak
pernah melakukan tugas tersebut sebelumnya.

3. Pengaruh Kehadiran Orang Lain terhadap Kinerja Individu


Terdapat tiga hal yang dapat menjelaskan tentang hubungan kehadiran orang
lain dengan peningkatan atau penurunan kinerja individu. Tiga hal tersebut
adalah sebagai berikut.
a. Peningkatan Arousal (Keterbangkitan)
Arousal adalah keadaan fisiologis dan psikologis yang responsif
terhadap rangsangan. Kehadiran orang lain merupakan rangsangan yang
dapat meningkatkan arousal. Peningkatan arousal akan meningkatkan
usaha seseorang, yang berdampak pada peningkatan performa orang
tersebut.
Hal ini terjadi apabila individu memiliki penguasaan yang baik akan
tugasnya. Apabila individu tidak menguasai tugasnya dengan baik, maka
individu tersebut akan mengalami hambatan sosial (Zajonc, dalam
Bordens dan Horowitz, 2007).
b. Persepsi Individu akan Penilaian Orang Lain
Persepsi individu akan penilaian orang lain akan menimbulkan
fasilitasi sosial atau hambatan sosial. Kekhawatiran penilaian tentang hal-
hal yang akan dilakukan oleh individu disebut dengan evaluation
apprehension.
Kehadiran orang lain akan meningkatkan evaluation apprehension.
Konsekuensi dari adanya evaluation apprehension adalah individu yang
memiliki orientasi negatif terhadap situasi cenderung mengalami
penurunan performa, sedangkan individu yang memiliki orientasi positif
menunjukkan performa yang baik (Uziel, 2006).

c. Proses Kognitif dalam Fasilitasi Sosial


Teori tentang proses kognitif dalam fasilitasi sosial adalah
Distraction-Conflict Theory (Teori Konflik Kebingungan). Teori ini
menjelaskan bahwa kehadiran orang lain akan menimbulkan dua konfilik
pada individu, yaitu perhatian terhadap tugas dan perhatian terhadap
penilaian audiens atau penonton.
Ketika tugas yang diberikan bersifat mudah, maka kebingungan
(distraction) dapat diatasi dengan kerja keras, dan performa akan
meningkat. Tetapi apabila tugas yang diberikan bersifat sulit atau
kompleks, maka perhatian individu akan lebih fokus pada konflik, dan
terjadi penurunan performa (Baron, dalam Forsyth dan Burnette, 2010).

III. DINAMIKA KELOMPOK

A. Pengertian Dinamika
Dinamika kelompok, gerak atau kekuatan yang dimiliki sekumpulan orang
di masyarakat yang dapat menimbulkan perubahan ditata hidup masyarakat
yang bersangkutan.
Dinamika dapat diartikan sebagal perubahan besar ataupun kecil. Dengan
demikian, dinamika kelompok sosial merupakan perubahan baik kecil maupun
besar yang berpengaruh pada suatu kelompok sosial. Perubahan ini dapat berupa
perubahan progres (maju) ataupun perubahan regres (mundur) akibat proses
mobilitas sosial.
Dinamika kelompok sosial dapat diartikan sebagai sebuah proses perubahan
serta adanya interdependensi dan interaksi, yang terjadi baik antara anggota
kelompok ataupun anggota dari suatu kelompok dengan kelompok lainnya.
Berikut ini beberapa pengertian faktor pendorong dinamika kelompok sosial
menurut beberapa ahli:
1. Menurut Soerjono Soekanto, dinamika sosial dapat diartikan jika
manusia dan masyarakat akan selalu mengalami perkembangan.
Perubahan tersebut akan selalu terjadi di dalam setiap kelompok. Ada
yang mengalaminya secara lambat maupun cepat.
2. Menurut Slamet Sentosa, dinamika sosial dapat diartikan sebuah
kelompok yang teratur yang terdiri dari dua individu ataupun lebih yang
memiliki hubungan psikologis yang jelas diantara anggota satu sama
lainnya. Dapat dikatakan jika antar anggota kelompok tersebut memiliki
hubungan psikologis yang mana berlangsung di dalam situasi yang
dirasakan dan dialami secara bersama sama.
3. Menurut Shertzer dan Stone, dinamika kelompok merupakan sebuah
kekuatan yang berinteraksi di dalam kelompok saat kelompok tersebut
melakukan kegiatan yang digunakan untuk mencapai tujuannya.
4. Menurut Floyd D. Ruch, dinamika kelompok sosial merupakan analisa
dari relasi-relasi yang terjadi di dalam kelompok sosial, dimana terdapat
prinsip di dalamnya jika tingkah laku yang terjadi di dalam kelompok
tersebut merupakan hasil dari interaksi yang terjadi secara dinamis di
antara individu di dalam sebuah situasi sosial.
5. Menurut Santoso, dinamika kelompok sosial merupakan sebuah
kelompok yang teratur terdiri dari dua individu ataupun lebih yang
memiliki hubungan psikologis dengan jelas yang terjadi di antara
anggota satu dengan anggota lainnya.
6. Menurut Benyamin B. Wolman, dinamika kelompok sosial merupakan
studi yang berkaitan dengan hubungan sebab akibat yang terjadi di
dalam kelompok, tentang perkembangan mengenai hubungan sebab
akibat yang ada di dalam kelompok, teknik-teknik untuk bisa mengubah
hubungan interpersonal serta attitude yang ada di dalam kelompok.
7. Menurut Johnson, dinamika kelompok sopsial merupakan sebuah
lingkup ilmu sosial yang mana lebih berfokus kepada pengetahuan
mengenai hakikat kehidupan berkelompok.
8. Menurut Jacobs, Harvill, dan Manson, dinamika kelompok merupakan
kekuatan yang akan mempengaruhi hubungan timbal balik kelompok
dengan interaksi di antara anggota kelompok tersebut dengan pemimpin
kelompok yang akan mempengaruhi kuat dalam perkembangan
kelompok.
9. Menurut Robert F. Bales, dinamika kelompok sosial merupakan proses
kejiwaan yang mana terjadi antar individu yang bisa mempengaruhi
kelompok tersebut.
10. Menurut Sprott, dinamika kelompok sosial merupakan analisis persoalan
inter relasi yang terjadi di dalam anggota-anggota kelompok.
B. Tahap Perkembangan Kelompok
Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai lima tahap perkembangan
kelompok yang dimaksud oleh Bruce Tuckman.
1. Tahap Pembentukan (Forming)
Tahap ini merupakan tahap pertama dalam pembentukan kelompok
kerja, dimana para anggota mulai mempelajari tugas yang diberikan dan
berkenalan dengan anggota lainnya.
Tahap Forming ini dikarakteristikkan oleh banyaknya
ketidakpastian, para anggota kelompok masih tidak terlalu jelas
mengenai tujuan dan objektif kelompok, merasa kebingungan, masih
menyembunyikan perasaan masing-masing, keterlibatannya masih
kurang.

2. Tahap Timbulnya Konflik (Storming)


Tahap kedua adalah tahap timbulnya konflik, yang disebut dengan
storming. Para anggota mulai bekerja, tetapi mereka cenderung akan
mempertahankan pendapat mereka sendiri, dan menolak batasan-batasan
yang ditetapkan oleh kelompok terhadap individu mereka.
Tahap storming ini dikarakteristikan oleh konflik intra kelompok.
Beberapa tanda bahwa kelompok berada di tahap storming adalah
timbulnya kemarahan, perasaan kesal, ketidaknyamanan, terjadinya adu
pendapat atau konfilik, dan kegagalan.

3. Tahap Normalisasi (Norming)


Tahap ketiga adalah tahap normalisasi (norming), yaitu tahap
terbentuknya hubungan yang dekat di antara anggota kelompok,
menetapkan aturan-aturan, serta menemukan cara komunikasi yang tepat
agar dapat membantu mereka mencapai tujuan yang diinginkan.
Tanda-tanda kelompok berada di tahap norming adalah adanya
peninjauan ulang dan penjelasan mengenai objektif atau tujuan
kelompok, timbulnya persahabatan dan kerja sama antaranggota
kelompok, mulai dapat mendengar pendapat anggota lain, serta dapat
mengidentifikasikan kekuatan dan kelemahan.

4. Tahap berkinerja (Performing)


Tahap keempat adalah tahap berkinerja (performing), dimana semua
anggota kelompok sudah bisa bekerja dan berfungsi secara penuh. Pada
tahap ini, semua anggota memiliki kebersamaan, kepercayaan diri,
kreativitas, inisiatif, semangat yang tinggi, serta sukses.

5. Tahap Pembubaran (Adjourning)


Tahap ini dikhususkan untuk kelompok-kelompok kerja yang
bersifat sementara. Setelah suatu proyek selesai ataupun suatu
permasalahan berhasil dituntaskan, kelompok kerja tersebut akan
dibubarkan.

C. Faktor Pendorong Dinamika Kelompok Sosial


Setiap lingkungan masyarakat tentunya akan membentuk kelompok-
kelompok sosial di dalamnya. Kelompok sosial yang terbentuk di dalam lingkup
masyarakat ini ada yang berbentuk kelompok sosial kecil, seperti kekerabatan
dan pertemanan, serta kelompok sosial besar, seperti masyarakat pedesaan,
masyarakat perkotaan, dan lainnya. Kelompok-kelompok sosial yang ada
bersifat dinamis, yang berarti kelompok sosial tersebut akan terus mengalami
perkembangan serta perubahan. Perkembangan serta pertubahan ini akan
memberikan pengaruh pada kehidupan kelompok di masa depannya.
Pada umumnya, kelompok sosial yang mengalami perubahan diakibatkan
oleh adanya proses formasi ataupun reformasi yang berasal dari pola-pola yang
ada di dalam kelompok tersebut. Adanya konflik kebutuhan pokok yang belum
terpenuhi di dalam kelompok tersebut menyebabkan kelompok sosial dapat
mengalami perubahan.
Ada anggota yang ingin merebut kekuasaan dengan cara mengorbankan
golongan lain, adanya kepentingan yang kurang seimbang sehingga
menyebabkan rasa ketidakadilan, dan perbedaan tentang cara-cara pemenuhan
tujuan dari kelompok tersebut. Semua hal tersebut mengakibatkan perpecahan
dalam kelompok tersebut dan menyebabkan perubahan. Hal ini dinamakan
sebagai kelompok sosial.
Ada beberapa faktor pendorong dinamika kelompok sosial yang terjadi di
dalam masyarakat, antara lain:
1. Memiliki tujuan yang sederhana, realistis, serta dapat menguntungkan
untuk setiap anggota kelompok di dalamnya.
2. Memiliki kepentingan yang memiliki peran dalam menentukan kekuatan
ikatan yang terjadi di antara anggotanya.
3. Interaksi yang terjadi di dalam kelompok merupakan sebuah alat perekat
yang baik untuk digunakan dalam membina kesatuan serta persatuan
anggotanya.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor pendorong


dinamika sosial dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu faktor dari dalam
(internal) ataupun faktor dari luar (eksternal). Faktor internal yang ada sebagai
pendorong dinamika sosial adalah sebagai berikut.
1. Adanya Konflik Antar Anggota Kelompok

Salah satu faktor internal yang mendorong terjadinya dinamika sosial


adalah adanya konflik yang terjadi di antara anggota di dalam kelompok
tersebut. Konflik yang terjadi di sebuah kelompok akan menyebabkan
terjadinya keretakan dan berubahnya pola hubungan sosial di dalamnya.
Misalnya seseorang masuk ke dalam sebuah kelompok, namun
dikarenakan adanya konflik yang terjadi di dalam kelompok membuat
seseorang tersebut mengundurkan diri dari kelompok tersebut.

2. Perbedaan Paham
Perbedaan paham yang terjadi di dalam sebuah kelompok akan
mempengaruhi kelompok sosial tersebut secara keseluruhan. Hal ini
akan mempengaruhi keberadaan kelompok sosial tersebut.
3. Perbedaan Kepentingan
Anggota kelompok yang tidak memiliki pemahaman yang sama
dengan satu kelompok akan berusaha untuk memisahkan diri, dan
bergabung dengan kelompok lainnya yang memiliki pemahaman yang
sama dengan dirinya.
4. Berubahnya Struktur Kelompok Sosial
Perubahan struktur di dalam kelompok sosial disebabkan oleh hal-
hal yang bisa berasal dari luar, yaitu mengenai perubahan yang
diakibatkan adanya perubahan situasi. Situasi tersebut dapat mengubah
struktur di dalam kelompok sosial. Misalnya ancaman dari luar sehingga
menyebabkan terjadinya perubahan di dalam struktur kelompok sosial.
5. Pergantian Anggota Kelompok
Pergantian anggota di dalam sebuah kelompok sosial memang tidak
akan selalu membawa perubahan ke dalam struktur kelompok sosial
tersebut. Hanya saja ada beberapa kelompok sosial yang dapat
mengalami keguncangan karena adanya perubahan anggota kelompok di
dalamnya. Apalagi jika anggota-anggota kelompok yang berkaitan
tersebut memiliki posisi yang penting dan tinggi.

Faktor eksternal (luar), yang terjadi dalam sebagai pendorong dinamika


sosial yang bisa anda ketahui sebagai berikut:

1. Perubahan Situasi Sosial

Misalnya masyarakat yang masuk ke dalam golongan klasifikasi


kelompok paguyuban atau gemeinschaft setelah terjadi proses
industralisasi, maka pola hubungan dan nilai-nilai yang dianut di dalam
masyarakat desa dapat bergeser, berubah menjadi penganut dari nilai
serta pola hubungan dari kelompok patembayan atau gesellschaft. Salah
satunya adalah nilai gotong royong yang dapat berubah menjadi nilai-
nilai individualis.

2. Perubahan Situasi Ekonomi


Misalnya masyarakat perkotaan dengan tingkat perkembangan
ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat yang
tinggal di pedesaan. Hal ini akan menyebabkan hubungan sosial di
dalam kelompok kekerabatan mengalami pergeseran yang berubah
menjadi hubungan sosial yang berdasarkan pada kepentingan, sehingga
kelompok kekerabatan tersebut akan termasuk dalam klasifikasi
kelompok sekunder.
3. Perubahan Situasi Politik
Pergantian dalam elite kekuasaan yang terjadi dalam perubahan
kebijaksanaan biasanya dilakukan dalam kekuasaan elite yang
menimbulkan kelompok-kelompok sosial yang terjadi dimasyarakat.

Terdapat beberapa fungsi-fungsi yang dimiliki dari sebuah dinamika sosial,


antara lain:
1. Dapat membentuk kerja sama yang saling menguntungkan dalam
mengatasi persoalan hidup. Bagaimanapun juga, manusia merupakan
makhluk sosial yang tidak bisa terlepas dari bantuan orang lain.
2. Memudahkan segala jenis pekerjaan yang dilakukan.
3. Mengatasi pekerjaan yang memang membutuhkan pemecahan masalah
dan mengurangi beban pekerjaan yang terlalu besar, sehingga pekerjaan
dapat terselesaikan dengan lebih cepat, efisien, dan efektif. Pekerjaan
besar tersebut akan dibagi sesuai dengan bagian dari kelompok atau
keahliannya masing-masing.
4. Menciptakan iklim demokratis di dalam kehidupan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
2017. Faktor Pendorong Dinamika Sosial. https://materiips.com/faktor-pendorong-
dinamika-kelompok-sosial. (Diakses tanggal 20 Agustus 2018)

Budi Kho. 2016. Tahap Perkembangan Kelompok.


https://ilmumanajemenindustri.com/tahap-tahap-perkembangan-kelompok/. (Diakses
tanggal 20 Agustus 2018)

Indrawati, Endang Sri. 2017. Psikologi Sosial. Yogyakarta: Psikosain

Latané, Bibb, Kipling Williams, dan Stephen Harkins. 1979. Many Hands Make Light the
Work: The Causes and Consequences of Social Loafing. Journal of Personality and Social
Psychology Vol. 37, No. 6, 822-832

Latané, Bibb, Kipling Williams, dan Stephen Harkins. 1981. Identifiability as a Deterrant
to Social Loafing: Two Cheering Experiments. Journal of Personality and Social
Psychology Vol. 40, No. 2, 303-311

Williams, Kipling D. & Steven J. Karau. 1991. Social Loafing and Social Compensation:
The Effects of Expectations of Co-Worker Performance. Journal of Personality and Social
Psychology Vol. 61, No. 4, 570-581

Williams, Kipling D. & Steven J. Karau. 1993. Social Loafing: A Meta-Analytic Review
and Theoretical Integration. Journal of Personality and Social Psychology Vol. 65, No. 4,
681-706

Baron, Robert A & Donn Byrne. 2004. Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga

Uziel, Liad. 2006. Individual Differences In The Social Facilitation Effect: A Review and
Meta-Analysis. Journal of Research in Personality Vol. 41, 579-601
Bordens, Kenneth S. & Irwin A. Horowitz. 2007. Social Psyhology: Third Edition.
Minnesota: Freeload Press

Forsyth, Donelson R. & Jeni Burnette. 2010. Group Processes. Oxford: Oxford University
Press

Myers, D. G. 2012. Social Psychology. Jakarta: Salemba Humanika

Anda mungkin juga menyukai