Anda di halaman 1dari 35

PHYLUM PORIFERA

A. Pengertian
Tubuh Porifera masih diorganisasi pada tingkat
seluler, artinya tersusun atas sel-sel yang cenderung
bekerja secara mandiri, masih belum ada koordinasi
antara sel satu dengan sel lainnya. Kata “Porifera” berasal
dari bahasa latin, pori = lubang-lubang kecil, faro =
mengandung, membawa. Kata tersebut menunjukkan
kekhususan hewan yang bersangkutan, yaitu memiliki
banyak lubang-lubang kecil, dan bila disingkat cukup
disebut hewan berpori-pori. Bila dibandingkan dengan
susunan tubuh Protozoa, maka susunan tubuh Porifera
adalah lebih kompleks. Sebab tubuhnya tidak lagi terdiri
atas satu sel, tetapi telah tersusun atas banyak sel. Oleh
karena itu beberapa ahli memasukkan Porifera kedalam
kelompok hewan metazoa, walaupun dalam tingkat
rendah.
Porifera merupakan phylum antara porotozoa dan
coelenterata. Kesukaran dalam menghubungkan dengan
metazoa sebenarnya adalah para sejarah embryonal yang
khusus. Atas dasar itulah porifera digolongkan dalam
kelompok parazoa (para = disamping) atau hewan
samping.
Tersebar atau terbentang dari sejak perairan pantai
(tide) yang dangkal hingga daerah kedalaman 5,5 km.
Famili yang hidup di air tawar biasanya termasuk pada
famili spongillidae. Fase dewasa bersifat sesil, artinya
menetap pada suatu tempat tanpa mengadakan
perpindahan. Hewan ini mengikatkan diri pada suatu
objek yang keras yang dipakai sebagai tambatan,
misalnya batu-batuan, kayu-kayu yang tenggelam di
dalam air dan ada juga yang melekat pada cangkang
hewan-hewan mollusca. Antara bagian tubuh utamanya
dengan tambatan dihubungkan oleh tangkai atau
pedenkula yang dibagian proksimal mengadakan
peleburan sebagai bentuk cakram atau bentuk yang
menyerupai akar. Bentuk tubuh berfariasi, yaitu ada yang
menyerupai kipas, jambangan bunga, batang, globular,
genta, terompet, dan lainnya. Hewan porifera sebagian
besar membentuk koloni yang sering tanpak tidak teratur,
sehingga tampak seperti tumbuhan.
Warna tubuh Porifera bermacam-macam, misalnya
berwarna kelabu, kuning, merah, biru, hitam, putih keruh
cokelat, jingga, hijau, dan lain-lainnya. Warna tubuh
sering berubah, tergantung pada sinar. Warna-warna itu
diperkuat atau diperlemah warna lain, karena didalam
tubuhnya mengandung ganggang yang memiliki warna
juga. Ganggang ini juga mengadakan simbiosis dengan
Porifera.

B. Struktur
Struktur tubuh Porifera kecuali berpori dengan
macam-macam bentuk, dibagi atas tiga tipe, yaitu : (1)
Ascon, (2) Sycon atau Scypha dan (3) Rhagon.

Tipe Ascon
Tipe Sycon

Tipe Rhagon

Dari tipe ascon yang berbentuk jambangan bunga


yang merupakan tipe yang paling sederhana dapat kita
lihan suatu rongga sentral yang disebut spongiocoel atau
paragaster. Ujung atas dari jambangan terdapat lubang
besar yang disebut oskulum. Pada dinding tubuh hewan-
hewan ini terdapat lubang-lubang kecil yang disebut
porosofil atau pori dan sering disebut juga ostium. Lubang
itu merupakan pintu masuk aliran yang menuju kedalam
rongga paragester. Dinding tubuh tersusun atas dua lapis
yaitu : (1) lapis luar yang disebut lapisan epidermis atau
epitelium dermal. Tapi menurut Lambenfels sel-sel itu
bukan sel-sel epithelium sebenarnya, dan sering disebut
pinacocyt dan kadang-kadang mempunyai suatu
flagellum, lapisan dalam terdiri atas jajaran sel-sel
berleher yang disebut Choanocyt yang berbentuk botol
yang memiliki flagellum. Diantara kedua lapisan itu
terdapat zat antara yang berbahan gelatin. Didalam zat
antara itu terdapat : (a) amoebocyte yang berfungsi
mengedarkan zat-zat makanan ke sel lainnya dan
menghasilkan gelatin. (b) Porocyte (sel pori) atau myocyt
yang berfungsi membuka dan menutup pori dan sering
disebut myocyt. (c) Scleroblast yang berfungsi
membentuk spicula (kerangka tubuh). (d) Archeocyt
merupakan sel amoebosit embrional yang tumpul dan
dapat membentuk sel-sel lainnya, misalnya sel-sel
reproduktif. (e) spicula yang merupakan unsur pembentuk
tubuh.
Berhubung dinding tubuh porifera hanya terdiri dari
dua lapis, yaitu lapis luar (ektodermal) dan lapis dalam
(endodermal), maka ditinjau dari sudut sejarah
embrionalnya porifera termasuk diploblastis.

(Struktur Tubuh Porifera)


Dalam tubuh Porifera ditemukan sistem saluran air
yang dimulai dari pori-pori atau porosofil dan diakhiri
pada lubang keluar utama yang disebut osculum. Sebelum
air dikeluarkan melalui osculum, maka air yang dari
segala jurusan tubuh itu lebih dulu ditampung didalam
rongga sentral atau spongocoel.
Pola saluran air dari berbagai jenis porifera itu tidak
sama, namun mempunyai fungsi pokok yang sama yaitu
untuk mengalirkan air dari daerah eksternal kedalam
daerah internal dan dikeluarkan kembali ke daerah
eksternal. Aliran air tersebut berfungsi sebagai alat
transportasi zat makanan dan zat-zat sisa metabolisme.
Untuk menunjang tubuhnya tang lunak, maka
Porifera mempunyai penyokong tubuh berupa
mesenchym dan kristal-kristal kecil yang berbentuk
seperti duri, bintang atau anyaman-anyaman serabut dari
bahan organik. Bahan kristal atau anyam-anyaman
serabut yang terbuat dari bahan organis itu merupakan
kerangka tubuh dari hewan yang bersangkutan. Kerangka
tubuh semacam ini disebut kerangka dalam atau
endoskeleton.
Kalau ditinjau dari bahan pembentuk kerangkanya,
maka porifera dapat dikelompokkan menjadi 3 golongan,
yaitu : (1) porifera lunak, porifera jenis ini kerangka
tubuhnya tersusun dari bahan spongin (organis). Porifera
jenis ini biasanya bila telah mati tubuhnya dapat
digunakan sebagai alat penggosok tubuh pada waktu
mandi, penggosok alat-alat rumah tangga misalnya
meubelair dan lain-lainnya, benda semacam ini biasanya
disebut sponsa. Porifera jenis ini kerangka tubuhnya
terbuat dari bahan kristal zat kapur atau CaCO3. (3)
porifera siliata, porifera jenis ini kerangka tubuhnya
terbuat dari bahan kristal silikat, kristal-kristal yang
berbentuk seperti duri, mata kail, jangkar dan lain-lain
yang biasa disebut spikula dan merupakan hasil bentukan
atau sekresi dari sel-sel scleroblast. Sedangkan spongin
merupakan sekresi dari sel-sel spongioblast.
(Macam-macam spikula pada porifera)
Baik soleroblast maupun spongioblast merupakan
sel-sel khusus dari mesenchym. Menurut Minchin,
scleroblast yang merupakan bentuk khusus dari sel
mesenchym itu sebetulnya derivate dari sel dermal
epitelium yang masuk kedalam mesoglea dan disitu
membentuk spicula dengan cara bersekresi. Spicula-
spicula yang bersifat monoakson (spicula bersumbu satu)
dibentuk oleh sebuah sel sclroblast. Didalam sel
scleroblast tersebut mula-mula terjadi seutas benang yang
terbentuk dari bahan organik.
Setelah spicula terbentuk, maka sel sclroblast lalu
membelah diri menjadi dua, yang satu disebelah sel
pembentuk atau founder sedang yang lain disebut sel
penebal atau thiclener. Bila spicul telah sempurna
terbentuk, maka sel sclroblast akan meninggalkan spicula.
Tetapi spicula-spicula yang bersifat triakson, dibentuk
oleh 3 sel sclroblast, sedangkan spicula tetrakson dibentuk
oleh 4 sel sclroblast. Bila spicula-spicula tersebut telah
selesai terbentuk selanjutnya akan bertemu atau
bergandengan satu dengan yang lain diujung-ujung
cuatannya.
Dinding tubuh porifera relatif sederhana. Bagian
permukaan luar tertutupi oleh sel-sel pipih yang disebut
pinakosit, dan secara keseluruhan disebut pinakoderm.
Tidak seperti epitelium pada kebanyakan hewan, pada
bagian basal lapisan pinakoderm tidak dilapisi membran
basal. Bagian tepi pinakosit dapat dikontraksikan atau
mengkerut sehingga tubuhnya tampak lebih kecil. Bagian
basal pinakosit mengsekresikan material yang dapat
melekatkan hewan spons pada substratnya.
Gambar koloni spons dari kelompok leucosolenia)

Gambar digram struktur tubuh spons dari tipe askon

Setiap pori dibentuk oleh porosit, sebuah sel yang


bentuknya seperti tabung pendek yang memanjang dari
permukaan luar sampai ke spongocoel. Lubang dari
porosit sebagai lubang masuknya air disebut ostium.
Lubang ini dapat dibuka atau ditutup dengan cara sel
tersebut berkontraksi. Sebuah porosit berasal dari sebuah
pinakosit, melalui terbentuknya perforasi intrasel atau
mungkin sel yang mengalami pelekukan kedalam
(infolding). Disebelah dalam dekat lapisan pinakoderm
terdapat suatu lapisan yang disebut mesofil (disamakan
dengan mesenkim), yang terdiri atas matriks protein
gelatinous yang berisikan bahan kerangka dan sel-sel
amoeboid, atau disebut juga lapisan mesoglea.
Kerangka tubuh relatif kompleks dan dapat menjadi
penyokong bagi sel-sel hidup pada tubuh hewan spons.
Kerangka tubuh dapat tersusun dari spikula kapur, spikula
silika, serabut protein spongin, atau kombinasi dari dua
jenis dengan yang terakhir. Spikula pada porifera ada
dalam berbagai bentuk dan sangat penting dalam
identifikasi dan klasifikasi.

C. Ciri-ciri Umum
Hewan spons (‘sponges”) atau disebut juga sebagai
kelompok porifera merupakan hewan multiseluler yang
primitif. Tubuhnya tidak memiliki jaringan maupun organ
yang sesungguhnya. Semua hewan dewasa anggota dari
filum porifera bersifat menempel atau menetap/ sesil pada
suatu dasar dan hanya menunjukkan sedikit gerakan.
Menurut pandangan naturalis kuno seperti Aristoteles,
Pliny, dan lain-lain bahwa hewan spons merupakan jenis
tumbuhan. Baru pada tahun 1765, setelah diketahuinya
adalah aliran air didalam tubuh porifera, maka jelas bahwa
porifera termasuk kelompok hewan.
Kata “porifera” berasal dari bahasa latin, porus +
ferra, porus berarti lubang kecil (dalam bentuk tunggal =
porus, sedangkan dalam bentuk jamak = pori), sedangkan
ferra berarti mengandung atau mengemban. Kata tersebut
menunjukkan akan kekhususan hewan yang
bersangkutan, yaitu hewan yang memiliki banyak lubang-
lubang kecil dan bila disingkat hewan berpori.
Bila dibandingkan dengan susunan tubuh protozoa
maka susunan tubuh porifera sudah lebih kompleks, sebab
tubuhnya tidak terdiri atas satu sel melainkan telah
tersusun atas banyak sel, tetapi sel-selnya cenderung
bekerja secara mandiri (individual), artinya belum ada
koordinasi antara sel satu dengan sel yang lain. Dengan
demikian porifera dimasukkan dalam golongan metazoa
(hewan multiseluler) tingkat rendah, sebab jaringan tubuh
yang dimilikinya masih dalam bentuk sederhana dan
belum mempunyai apa yang disebut organ tubuh susunan
syaraf serta saluran pencernaan makanan.
Pada umumnya para ahli zoologi percaya bahwa
metazoa (hewan bersel banyak) diturunkan dari protozoa
berbentuk koloni flagellata, seperti volvox. Dalam garis
evolusi, porifera sukar dimasukkan dalam mata rantai
yang menghubungkan posisi protozoa dan metazoa secara
langsung, tetapi lebih cocok kalau porifera ini dikatakan
mempunya kedudukan yang terisolasi. Atas dasar tersebut
porifera digolongkan dalam apa yang disebut Parazoa
(para = samping) atau hewan samping. Menurut
pandangan Tuzed (963) dinyatakan bahwa porifera tetapi
berada dijalan utama evolusi metazoa.
Lebih lanjut dapat diperinci bahwa tubuh porifera
mempunyai ciri-ciri khusus sebagai berikut :
1. Tubuh porifera memiliki banyak pori, yang
merupakan awal dari sistem kanal (saluran air)
yang menghubungkan lingkungan eksternal
dengan lingkungan internal.
2. Tubuh porifera tidak dilengkapi dengan apa yang
disebut apendiks dan bagian tubuh yang
digerakkan.
3. Tubuh porifera belum memiliki saluran
pencernaan makanan. Adapun pencernaannya
berlangsun secara intraseluler.
4. Tubuh porifera dilengkapi dengan kerangka dalam
yang tersusun atas bentuk krista dari spikula-
spikula atau bahan fiber yang terbuat dari bahan
organik.

D. Klasifikasi Porifera
Kira-kira dari 5000 spesies hewan spons yang telah
terdeskripsikan, berdasarkan pembentuk rangkanya,
Porifera dapat dikelompokkan menjadi 4 atau tiga kelas
dan 12 ordo. Kelas-kelas tersebut adalah : 1) Kelas
Calcarea atau Calcispongia, 2) Kelas Hexactinellida atau
Hyalospongiae, 3) Kelas Demospongiae, dan satu kelas
lagi menurut beberapa ahli, kelas Scleropspongiae.
1. Kelas Calcarea
Calcarea (dalam latin, calcare=kapur) atau
Calcispongiae (dalam latin, calci=kapur, spongia=spons)
memiliki rangka yang tersusun dari kalsium karbonat.
Tubuhnya kebanyakan berwarna pucat dengan bentuk
seperti vas bunga, dompet, kendi, atau silinder. Tinggi
tubuh kurang dari 10 cm. Struktur tubuh ada yang
memiliki saluran air askonoid, sikonoid, atau leukonoid.
Hewan spons anggota dari kelas Calcarea memiliki
spikula yang terbuat dari senyawa kalsium carbonat,
sehingga disebut juga dengan spons kalkarea (spons
kapur). Semua spikulanya berukuran relatif sama dengan
bentuk monaxon atau 3 sudut atau 4 sudut (triakson dan
tetraxon) yang adanya secara terpisah. Serabut-serabut
spongin biasanya tidak ada. Ada yang memiliki tipe
saluran air mulai dari askonoid dan leukonoid.
Kelas Calcarea adalah kelas spons yang semuanya
hidup di laut. menempel pada batu karang di bawah batas
air surut terendah. Spons ini mempunyai struktur
sederhana dibandingkan yang lainnya. Calcarea banyak
dijumpai di pantai Laut Atlantik.
2. Kelas Hexactinellida
Hexactinellida (dalam bahasa yunani, hexa = enam)
atau Hyalospongiae (dalam bahasa yunani, hyalo =
kaca/transparan, spongia = spons) memiliki spikula yang
tersusun dari silika. Ujung spikula berjumlah enam seperti
bintang. Porifera yang masuk dalam kelas ini terkenal
dengan nama bunga karang gelas (Hyalospongiae).
Tubuhnya kebanyakan berwarna pucat dengan bentuk vas
bunga atau mangkuk. Sponge kaca, spikul silikat,
hexactinal, tipe syconoid; bentuk tubuh silindris, datar
atau bertangkai; tinggi 90 cm; di laut pada kedalaman 90
cm samapai 5.000 m.
Hewan-hewan spons anggota dari kelas
Hexactinellida sering dikenal sebagai spons kaca. Nama
Hexactinellida diturunkan dari kenyataan bahwa spikula-
spikulanya bertipe triakson dengan 6 ujung. Serabut-
serabut silika tampak seperti penyekat, karenanya disebut
spons kaca.
Hexactinellida adalah kelas dari anggota hewan
tak bertulang belakang yang termasuk dalam filum
Poifera. Golongan ini spikulanya tersusun dari zat kersik.
Reproduksi dari kelas ini belum diketahui secara pasti,
karena itu kita hanya dapat menjelaskan reproduksi pada
porifera secara umumnya. Perkembangbiakan dilakukan
baik secara aseksual maupun seksual. Secara aseksual
dengan menghasilkan tunas yang disebut gamulle
(gammules). Tunas tersebut itu dapat lepas dan
membentuk hewan terpisah atau tetap menempel.
Hewan-hewan yang termasuk kelas ini hidup di
laut yang sering disebut bunga karang gelas
(Hyalospongiae). Bunga karang gelas mempunyai
spikula-spikula yang tersusun menjadi 6 jari polong
(hexactine). Sponge kaca, spikul silikat, hexactinal, tipe
syconoid; bentuk tubuh silindris, datar atau bertangkai;
tinggi 90 cm; di laut pada kedalaman 90 cm samapai 5.000
m. Tubuh hewan itu dapat mencapai hampir 1 m
panjangnya. contoh : Euplectella aspergillum.
Perkembangbiakan seksual, ovum yang telah
dibuahi oleh spermatozoid masih tetap tinggal di dalam
tubuh induknya. Setelah terjadi pembuahan, maka zygot
akan membelah diri berulang kali membentuk larva
berambur getar yang disebut amphiblastula dan kemudian
akan keluar dari tubuh induknya melalui oskulum.
Amphiblastula mencari lingkungan yang dapat menjamin
kebutuhan hidupnya. Bila sudah ditemukan tempat yang
sesuai, maka ia akan melekatkan diri pada suatu objek dan
tumbuh menjadi porifera baru.
Spons ini penyebarannya kosmopolit, ditemukan
di semua samudra dunia, meskipun mereka sangat umum
di perairan Antartika. Hexactinellida umumnya hidup
pada laut sampai kedalaman 200-1000 m, bahkan kadang-
kadang dapat tertangkap (ditemukan) pada zona abisal
(bagian laut paling dalam). Dilaporkan pula ditemukan di
laut kepulauan Philipina. Bebebrapa spesies udang
(Spongicola venusta) , crustacea (chorilla) dan isopoda
(aega) dapat hidup secara komensial di dalam spongocoel
Euplectella.

3. Kelas Demospongiae
Kira-kira 90% dari semua spesies hewan spons
yang telah dideskripsikan termasuk dalam anggota kelas
Demospongiae. Penyebarannya ditemukan mulai dari laut
dangkal sampai laut dalam. Warna tubuhnya cerah yang
disebabkan oleh adanya granula-granula pigmen warna di
amebosit. Tipe spikula dari spons Demospongiae sangat
bervariasi, mulai dari spikula silika, serabut spongin atau
kombinasi keduanya. Kecuali dari genus Oscarella yang
unik karena tidak memiliki spikula silika maupun serabut
spongin.
Semua anggota Demospongiae saluran airnya
bertipe leukonoid dan berbentuk irregular. Beberapa jenis
ada yang berbentuk lembaran yang menempel pada
substrat (“encrusting”) seperti Chondrilla, ada yang
bercabang-cabang, ada yang berbentuk lembaran seperti
Phillospongia, ada yang berbentuk globe atau seperti
cangkir, contohnya Poterion, atau berbentuk tubuler
seperti Callispongia.
Di family dari kels Demospongia yang hidup di air
tawar. Family spongillidae sebagian besar anggotanya
hidup di air tawar, khususnya di danau, sungai atau kolam
yang tidak keruh. Pola pertumbuhannya berbentuk
“encrusting”. Kadang-kadang berwarna hijau karena
berendosimbusih dengan Zoochlorella. Bahkan
pertumbuhan spons dapat terhambat jika jumlah
Zoochorella kurang dari separuh. Contoh spesis yang
hidup di air tawar antara lain Spongilla lacustris, banyak
ditempat yang banyak cahaya, dan spongilla fragilis,
umumnya menghindari adanya cahaya matahari.
Family Spongidae terdiri atas spesis-spesis yang
terdapat di perairan tawar. Beberapa jenis diambil sebagai
spons untuk mandi. Skeleton biasanya terdiri atas serabut
spongin. Spongia dan hipospongia merupakan dua
generasi dari kelas Demospongia yang memiliki nilai
komersial.
Selain tiga kelas porifera yang telah disebutkan
didepan, ada beberapa ahli menambahkan satu kelas,
yakni kelas Sclerospongia. Anggota dari kelas ini meliputi
sebagian kecil hewan spons, yang biasanya hidup di
celah-celah atau goa terumbuh karang.
Bentuk yang bervariasi tersebut mencerminkan
adaptasinya terhadap keterbatasan ruang, substrat dan
arus air. Ada suatu sebutan sebutan spons penggali, yang
mampu mengebor substrat coral atau cangkang Mollusca,
seperti Cliona lampa dan Cliona celata.
Kelas Demospongiae adalah kelompok spons
yang terdominan di antara Porifera masa kini. Mereka
tersebar luas di alam, serta jumlah jenis maupun
organismenya sangat banyak. Mereka sering berbentuk
masif dan berwarna cerah dengan sistem saluran yang
rumit, dihubungkan dengan kamar-kamar bercambuk
kecil yang bundar.
E. Sistem gerak dan rangka tubuh
Gerak pada porifera hampir tidak ada atau tidak
terlihat. Hewan dewasa hidup sebagai koloni yang sesil
atau menempel pada suatu substrat. Gerak yang aktif
hanya dilakukan pada saat masih larva. Sedikit gerak
pengkerutan tubuhnya karena bagian tepi pinakosit yang
dikontraksikan.
Rangka sebagai penyamgga tubuh porifera berupa
kristal-kristal kecil seperti duri dan bintang atau berupa
anyaman serabut-serabut fiber dari bahan protein/
spongin. Kerangka tubuh yang seperti ini dapat disebut
sebagai kerangka dalam atau endoskeleton.
Jika ditinjau dari bahan pembentuk kerangkanya,
maka hewan-hewan Porifera ini dapat dikelompokkan
menjadi 3 golongan :
1) Porifera Lunak, yakni golongan Porifera yang jenis
kerangka tubuhnya tersusun dari bahan Spongin
(organis). Jika hewan telah mati tubuhnya dapat
digunakan sebagai alat pengggosok tubuh pada
waktu mandi, penggosok alat-alat rumah tangga
misalnya penghalus meubelair dan lain-lain.
2) Porifera kapur, yakni golongan Porifera yang jenis
kerangka tubuhnya terbuat dari bahan kristal kapur
atau CaCO3.
3) Porifera kaca, yakni golongan Porifera yang jenis
kerangka tubuhnya terbuat dari bahan kristal silikat
H2Si3O7.
Kristal-kristal yang berbentuk sepeti duri, bintang,
matakail, jangkar dan lain-lain biasa disebut spikula.
Spikula merupakan hasil bentukan atau sekresi dari sel-
sel skleroblast. Berdasarkan bahan pembentuk spikula
maka skhleroblast dapat dibedakan menjadi tiga macam,
yakni spongioblast (pembuat kerangka dari bahan
spongin), kalkoblast (pembuat kerangka/spikula dari
bahan kapur), dan silikoblast (pembuat kerangka dari
bahan silika). Kerangka yang terbuat dari serabut spongin
merupakan sekresi dari sel-sel spongioblast. Baik
skleroblast merupakan sel khusus dari mesenkim.
sklerobast yang merupakan bentuk khusus dari sel
mesenkim itu sebetulnya derivat dari sel dermal epitelium
(pinakosit) yang masuk kedalam mesoglea dan menjadi
atau merupakan salah satu bentuk dari amoebosit.
Bahan pembentuk Porifera
Spikula-spikula yang bersifat monoakson (spikula
yang bersumbu satu), dibentuk oleh sebuah skleroblast.
Di dalam skleroblast tersebut mula-mula terjadi seutas
benang yang terbuat dari bahan organik, kemudian
disekitar benang itu didepositkan bahan-bahan CaCO3.
Seluruh bentukan itulah yang kemudian menjadi spikula.
Setelah calon spikula terbentuk maka sel skleroblast
membelah diri menjadi dua, yang satu disebut sel
pembentuk atau “founder” sedang yang lain disebut sel
penebal atau “thickener”. Bila spikula telah sempurna
terberntuk, makas sel skhleroblast akan meninggalkan
spikula. Tetapi spikula-spikula yang bersifat triakson,
dibentuk oleh 3 sel skleroblast, sedangkan spikula
tetrakson dibentuk oleh empat sel skleroblast. Bila calon
spikula-spikula tersebut telah terbentuk selanjutnya akan
bertemu atau bergandengan satu sama lain di ujung-ujung
cuatannya, berikutnya dilanjutkan dengan penebalan.

F. Sistem Respirasi
Sebetulnya spons tidak mempunyai alat atau organ
pernapasan khusus, namun demikian mereka dalam hal
respirasi bersifat aerobik. Dalam hal ini yang bertugas
menagkap/mendifusikan oksigen yang terlarut di dalam
air mediannya bila di jajaran luar adalah sel-sel epidermis
(sel-sel pinakosit), sedangkan pada jajaran dalam yang
bertugas adalah sel-sel leher (koanosit) selanjutnya
oksigen yang telah berdifusi ke dalam kedua jenis sel
tersebut diedarkan ke seluruh tubuh oleh amoebosit.
Berhubung hewan spons bersifat sesil artinya tidak
mengadakan perpindahan tempat sedangkan hidupnya
sepenuhnya tergantung akan kaya tidaknya kandungan
materal (oksigen, partikel makanan) dan air yang
merupakan mediannya, maka ketika Porifera masih dalam
fase larva yang sanggup mengadakan pergerakan yaitu
berenang-renang mengembara kian-kemari dengan bulu-
bulu getarnya, ia akan memilih tempat yang strategis
dalam arti yang kaya akan kandungan material yang
dibutuhkan untuk kepentingan hidup.
Bila air yang merupakan media hidupnya mengalami
penyusutan kandungan oksigennya, maka hal ini akan
mempengaruhi kehidupan Porifera yang bersangkutan,
artinya tubuhnya juga akan mengalami penyusutan
sehingga menjadi kecil dan bila kekurangan jatah oksigen
sampai melampaui batas toleransinya maka Porifera
tersebut akan mati.
G. Nutris dan Sistem Pencernaan
Hewan spons memakan partikel-partikel organik dan
mikroba yang sangat halus yang tersuspensi dalam air.
Bahan organik tersebut merupakan lelapukan atau sisa-
sisa tubuh organisme yang telah mati. Diantara partikel
halus yang dimakan tersebut kira-kira 20 persennya
berupa bakteri, dinoflagellata, dan plankton-plankton
halus. Dalam hal nutrisi hewan Porifera bersifat holozoik
maupun saprozoik. Partikel-pertikel yang berukuran 5-50
µ dapat difagosit oleh sel-sel pinakosit yang melapisi
saluran masuk (inhalant).
Mekanisme pencernaan, distribusi, ingesti nutrien
tersebut adalah sebagai berikut: bila aliran air yang
membawa partikel-partikel makanan itu melewati
ruangan yang berasal dari leher, maka disitu terjadi proses
penyaringan, dimana mikrovili-mikrovili sel leher akan
bertindak sebagai filter terhadap material yang terbawa
oleh arus alirn air. Selanjutnya partikel-partikel makanan
yang dimaksud akan di “ingest” (di caplok) atau di fagosit
oleh sel leher untuk dimasukkan kedalam lingkungan
internalnya yaitu di vakuola makanan.
Di dalam vakoula makanan partikel makanan tersebut
akan dicerna oleh enzim karbohidrase, protase dan lipase.
Semua di dalam vakuola makanan bersifat asam tetapi
bila proses pencernaan telah berlangsung akan berubah
menjadi basa. Sambil mencerna pertikel makanan,
vakuola makanan akan mengadakan siklosis atau beredar
dalam rangka mengedarkan sari-sari makanan di dalam
internal sel leher itu sendiri.
Selanjutnya partikel makanan tersebut dari sel leher
ditransfer kedalam amoebosit yang berparkir didekat sel
leher. Oleh amoebosit ini partikel-partikel makanan akan
diedarkan keseluruh penjuru tubuh. Partikel makanan
yang belum mengalami proses pencernaan secara tuntas
ketika masih di dalam vakuola makanan sel leher, di
dalam amoebosit ini proses pencernaan akan diselesaikan.
Dengan begitu proses pencernaan partikel makanan
seluruhnya berlangsung secara interseluler. Sifat dari
amoebosit adalah mobil, artinya senantiasa mengembara
di dalam kawasan mesoglea atau mesenkim.
Proses pengedaran sari-sari makanan itu dapat
berlangsung secara difusi ataupun osmosis dari satu sel ke
sel yang lain. Dalam hal ini proses difusi/osmosis tidak
merupakan proses yang sukar disebabkan letak sel
makanan yang tidak dapat dicernakan baik oleh sel leher
maupun amoebosit akan ditolak ke luar yang selanjutnya
diikutkan aliran air dan dibawa ke luar melalui oskulum.
H. Iritabilitas dan Sistem Koordinasi
Dalam hal menanggapi rangsang atau stimulus dari
lingkungannya, hewan Porifera, belum memiliki organ
khusus, seperti sistem syaraf yang lengkap pada hewan
tingkat tinggi. Masing-masing sel penyusun tubuh
porifera sanggup mengadakan reaksi terhadap rangsangan
yang mengenainya. Namun sifatnya masih bersifat
independen atau difus, artinya belum ada kerjasama serta
koordinasi antara sel satu dengan sel yang lain.
Koordinasi tergantung pada transmisi dari materi
pembawa dengan cara difusi dalam mesohil dan dengan
perantaraan sel-sel amoeboid.
Berhubung dengan keadaan tersebut, maka dalam
menanggapi rangsangan sifatnya adalah lokal dan lambat
artinya reaksi terhadap stimuli tidak berlangsung secara
menyeluruh. Sehubungan dengan hal ini porifera belum
mempunyai sistem susunan syaraf, namun mereka telah
mempunyai susunan syaraf, namun mereka telah
mempunyai kholensit dan lofosit yang merupakan bentuk
sel syaraf yang primitif. sel-sel itu tersebar dikawasan
mesoglea dan menghubungkan antara koanosit dengan
pinakosit serta miosit, posisinya tersebar secara difus.

I. Sistem Reproduksi
Hewan hewan Porifera dapat berkembang biak secara
seksual maupun secara aseksual. Perkembangbiakan
secara aseksual dilakukan dengan membentuk kuncup
(“budding”) atau benih (“gemmulae”) kuncup itu setelah
mengalami pertumbuhan ada yang masih tetap melekat
pada tubuh induk, sehingga membentuk semacam koloni
atau rumpun, tetapi ada yang memisahkan diri dengan
tubuh induk.
Perkembangbiakan secara seksual, pada porifera
belum ditunjang oleh alat reproduksi/kelamin khusus,
baik ovum maupun spermatozoidnya berkembang dari
amoebosit khusus yang disebut arkheosit. Arkheosit ini
ditemukan didalam kawasan mesoglea.
Ada jenis porifera yang bersifat monosius
(hermaprodit/berumah satu) ada yang bersifat diosius
(kelamin terpisah/berumah dua) bagi yang bersifat
hermaprodit perkawinannya dilakukan secara perkawinan
silang; artinya ovum porifera yang satu dikawini oleh
spermatozoid masih tetap tinggal didalam tubuh induk,
yaitu didalam kawasan mesoglea atau mesenkim
(pembuahan internal).
Setelah terjadi perkawinan, maka zygot akan
mengadakan proses pembelahan berulang kali
membentuk larva yang berambut getar yang disebut
amphiblastula (untuk golongan porifera calcereous) atau
parenchymula (untuk golongan porifera non-calcereous).
Amphiblastula ini kemudian akan keluar dari dalam
tubuh induknya melalui oskulum. Setelah amphiblastula
ini tiba di lingkungan eksternal dengan rambut getarnya
akan berenang-renang mencari lingkungan hidup yang
nantinya dapat menjamin kebutuhan hidupnya (kaya akan
kandungan oksigen dan kaya akan zat-zat makanan yang
diperlukan). Bila telah menemukan tempat yang sesuai,
maka ia lalu melekatkan diri pada suatu objek/substrat
keras tertentu dan selanjutnya tubuh menjadi porifera
baru.
Pembentukan butir benih atau gemmulae, ini juga
merupakan cara perkembangbiakan, terutama dilakukan
oleh porifera air tawar. Butir gemmulae dibentuk dari
kumpulan arkheosit yang dilengkapi dengan zat makanan
yang kemudian dibungkus dengan bahan yang tahan akan
kondisi yang buruk sehingga secara keseluruhan terjadi
semacam kista. Dalam bentuk kista semacam ini butir
gummelae sangat tahan terhadap kondisi alam sekitar
yang buruk, misalnya apabila habitat menjadi kekeringan,
kandungan oksigen pada air yang menjadi medianya
makin berkurang dan lain-lain.
Bila kolam dimana hewan spons itu hidup menjadi
kering dalam waktu yang lama, akan menyebabkan
kematian hewan spons. Walaupun hewan sponsnya telah
mati namun butir-butir gemmulaenya tidak.
Bila hewan spons telah mati, butir-butir
gummelae yang ada didalamnya akan tersebar keluar dari
dalam tubuh induknya. Bila kondisi alam sekitarnya
menjadi normal kembali maka arkheosit yang merupakan
inti butir gemmulae itu akan keluar dari dalam kista dan
tumbuh menjadi hewan spora baru.
J. Habitat dan Habitusnya Serta Aspek
Ekologinya
Kira-kira hanya 150 spesies spons hidup di perairan
tawar, sedangkan sebagian besar, kira-kira 5000 spesies
hidup di laut. Hewan spons umumnya hidup menempel
pada substrat dasar pantai yang berupa bebatuan,
cangkang, koral dari karang, potongan-potongan kayu
yang terendam, bahkan beberapa spesies dapat hidup pada
dasar berpasir yang halus atau dasar yang berlumpur.
Sebagian besar berhabitat di laut dangkal tetapi beberapa
kelompok, termasuk spons kaca, hidup di laut alam.

Pada umumnya warga Porifera itu hidup di air laut,


yaitu tersebar atau terbentang dari sejak dari daerah
perairan pantai yang dangkal hingga daerah kedalaman
3,5 mil. Anggota keluarga, yang hidup di air tawar
biasanya termasuk pada Familia Spongilidae. Fase
dewasanya bersifat sesil, artinya menetap pada suatu
tempat tanpa mengadakan perpindahan. Mereka
mengikatkan diri pada suatu obyek yang keras yang
dipakai sebagai substratnya, misalnya batu-batuan, kayu-
kayu yang tenggelam di dalam air dan ada juga yang
melekat pada cangkang hewan-hewan mollusca.
Biasanya antara bagian tubuh utamanya dengan
bagian substratnya dihubungkan oleh bagian tangkai atau
pedenkula yang dibagian proksimalnya mengaakan
pelebaran sebagai bentuk cakram atau kaki atau bentuk
yang menyerupai akar. Bentuk tubuhnya sangat
bervariasi, yaitu ada yang menyerupai kipas, vas bunga,
batang, globular, genta, terompet, dan gembor
penyiraman tanaman.
Dalam hidupnya sering mereka membentuk suatu
koloni, yang biasanya tidak simetri (tidak teratur) artinya
percabangannya bersimpang siur, menyebar kesana
kemari sedemikian rupa sehingga menunjukkan kesan
bahwa mereka seperti tumbuh-tumbuhan. Warna
tubuhnyapun juga bervariasi, ada yang berwarna kelabu
kusam, ada yang merah menyala, biru cemerlang, hitam,
putih mangkak, coklat, jingga, violet, kuning. Bahkan ada
juga yang berwarna kehijau-hijauan
Tentang warna hijau ini di samping warna asli yang
dimiliki Porifera yang bersangkutan, juga diperkuat oleh
warna hijau dari jenis ganggang (Zoochlorellae) yang
hidup bersama dengannya (simbiosa). Warna pada
Porifera diduga ada kaitannya dengan perlindungan tubuh
terhadap radiasi sinar juga sebagai warna peringatan atau
pertahanan diri.
Spons adalah hewan penyaring makanan yang
menetap dan dapat hidup dengan baik pada arus air kuat,
karena aliran air tersebut menyediakan makanan dan
oksigen. Makanan yang diperoleh dalam bentuk partikel
jasad renik hidup atau mati, seperti bakteri, mikroalga,
zooplankton, fitoplankton, dan detritus.

Anda mungkin juga menyukai