Referat ADHD
Referat ADHD
PENDAHULUAN
Sampai saat ini memang belum ada teori yang menyebutkan penyebab pasti
dari ADHD, namun beberapa teori menyebutkan adanya berbagai faktor yang ikut
berperan, diantaranya adalah : genetik, minimal brain damage, neurobiologi,
neurokimiawi, psikososial, makanan, dan lain sebagainya. Usaha-usaha untuk
mencari penyebab yang pasti dari gangguan ini memang belum menghasilkan
kesepakatan yang jelas, namun demikian tidaklah diragukan lagi bahwa faktor
neurobiologi memiliki peran dan pengaruh yang cukup besar terhadap timbulnya
ADHD tersebut. Hal ini bisa dimengerti mengingat atensi atau perhatian yang
merupakan aktifitas mental dalam memilah berbagai macam rangsangan sensorik
yang masuk untuk diberi respon, dalam prosesnya melibatkan berbagai sistim
yang ada dalam otak. Bila ada gangguan di bagian otak yang terkait dengan fungsi
atensi, maka hal tersebut akan menimbulkan gangguan dalam pemusatan
perhatiannya. Itulah sebabnya pemahaman aspek neurologis terhadap ADHD
diperlukan agar dapat dilakukan penanganan sedini dan seholistik mungkin
3
sehingga bisa mengurangi berbagai dampak negatif yang lebih buruk pada anak
ADHD, orang tua, sekolah, maupun masyarakat (9,10,11).
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Epidemiologi
Sampai saat ini Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) masih
merupakan masalah yang serius pada anak-anak dikarenakan ADHD masih
mempunyai angka prevalensi yang tinggi pada anak-anak di seluruh dunia. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Jyothsna pada tahun 2013 di India yang
melibatkan 770 anak dengan umur antara 6 tahun dan 11 tahun tercatat prevalensi
ADHD adalah sebesar 11.32 % (Gambar 1). Presentase yang ditemukan pada anak
laki-laki sebesar 66.7%, sedangkan pada anak perempuan adalah sebesar 33.3 % 13.
Hasil penelitian ini ditemukan tertinggi pada anak dengan umur 9 dan 10 tahun
dan ditemukan mayoritas pada anak-anak dengan keadaan sosio ekonomi yang
rendah (9).
Gambar 2. Perbandingan prevalensi ADHD pada anak laki-laki dan perempuan serta perbandingan
prevalensi ADHD pada tingkat sosioekonomi menengah dan bawah
Sumber : Akam, Jyothsna,et al.2013.Prevalence of Attention Deficit Hyperactivity Disorder in
Primary School in Children.Department of Psychiatry. Institute of Medical Science and
Research : India
Dari 34 juta kasus ADHD di USA, Eropa dan Jepang, diperkirakan 31%
menjadi kasus ADHD dewasa (usia > 19 tahun) dan 69% kasus ADHD pada usia
3-19 tahun. Penelitian longitudinal telah membuktikan bahwa sebanyak 2/3 dari
anak-anak ADHD memiliki gejala ADHD yang mengganggu ketika mereka
menjadi dewasa (5).
Di Indonesia prevalensi anak ADHD di Indonesia semakin meningkat
menjadi sekitar 5% yang berarti 1 dari 20 anak menderita ADHD. Peningkatan ini
disebabkan oleh berbagai faktor seperti genetik ataupun pengaruh lingkungan
yang lain, seperti pengaruh alkohol pada kehamilan, kekurangan omega 3, alergi
terhadap suatu makanan.
tipe “Inattentiveness”
tipe “hyperactivity-impulsivity”
tipe “combined” (campuran).
Diagnosis ADHD tipe inatensi (menurut DSM IV) ditegakkan bila minimal
ada 6 (enam) gejala inatensi untuk waktu minimal selama 6 bulan dan didapat
kurang dari 6 gejala hiperaktivitas serta dimulai sebelum usia 7 (tujuh) tahun.
Gejala-gejala ini tetap ada pada saat di sekolah dan di rumah bersifat maladaptif
dan tak sesuai dengan tahap perkembangan anak (11).
Diagnosis ADHD tipe hiper aktivitas dan impulsivitas (menurut DSM IV)
juga ditegakkan bila minimal ada 6 (enam) gejala hiperaktivitas dan impulsivitas,
bersifat dan tak sesuai dengan tahap perkembangan anak serta didapat kurang dari
6 (enam) gejala inatensi. Gejala-gejala ini ada minimal selama 6 bulan dan
dimulai sebelum usia 7 tahun serta gejala-gejala ini tetap ada pada saat di sekolah
dan di rumah (11).
Diagnosis ADHD tipe campuran (combined type) (menurut DSM IV)
ditegakkan bila didapatkan 6 (enam) atau lebih gejala inatensi dan 6 (enam) atau
7
lebih gejala hiperaktivitasimpulsivitas yang tetap ada selama paling sedikit selama
6 (enam) bulan, dimulai sebelum usia 7 tahun serta gejala-gejala ini tetap ada saat
di sekolah dan di rumah
2.3 Etiologi
Sampai saat ini memang belum ada teori yang menyebutkan penyebab pasti
dari ADHD, namun beberapa teori menyebutkan adanya berbagai faktor yang ikut
berperan, diantaranya adalah : genetik, minimal brain damage, neurobiologi,
neurokimiawi, psikososial, makanan, dan lain sebagainya. Usaha-usaha untuk
mencari penyebab yang pasti dari gangguan ini memang belum menghasilkan
kesepakatan yang jelas, namun demikian tidaklah diragukan lagi bahwa faktor
neurobiologi memiliki peran dan pengaruh yang cukup besar terhadap timbulnya
ADHD tersebut (4,8).
Hal ini bisa dimengerti mengingat atensi atau perhatian yang merupakan
aktifitas mental dalam memilah berbagai macam rangsangan sensorik yang masuk
untuk diberi respon, dalam prosesnya melibatkan berbagai sistim yang ada dalam
otak. Bila ada gangguan di bagian otak yang terkait dengan fungsi atensi, maka
hal tersebut akan menimbulkan gangguan dalam pemusatan perhatiannya. Itulah
sebabnya pemahaman aspek neurologis terhadap ADHD diperlukan agar dapat
dilakukan penanganan sedini dan seholistik mungkin sehingga bisa mengurangi
berbagai dampak negatif yang lebih buruk pada anak ADHD, orang tua, sekolah,
maupun masyarakat (9,10,11).
Faktor Genetik
ADHD lebih sering didapatkan pada keluarga yang menderita ADHD.
Keluarga keturunan pertama dari anak ADHD didapatkan lima kali lebih banyak
menderita ADHD daripada keluarga anak normal. Angka kejadian orangtua
kandung dari anak ADHD lebih banyak menderita ADHD daripada orangtua
(1,7)
angkat . Saudara kandung dari anak ADHD didapatkan 2-3 kali lebih banyak
menderita ADHD daripada saudara anak normal (4,5).
8
2.4 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya ADHD masih sepenuhnya belum jelas, dan banyak
teori yang bermunculan. Salah satunya adalah bahwa pengaruh glukosa dengan
terjadinya ADHD. Penelitian lain menyebutkan bahwa adanya pengaruh gangguan
perkembangan neurologis yang mempengaruhi timbulnya gejala ADHD.
Penelitian dengan CT Scan dan MRI telah membuktikan bahwa ada beberapa
tempat di otak yang berfungsi abnormal pada individu dengan ADHD yakni
meliputi regio cortex prefrontalis, cortex frontalis, cerebellum, corpus callosum
dan dua daerah ganglia basalis yakni globus pallidus dan nucleus caudatus.
Demikian juga dari hasil pemeriksaan PET Scan (Positron EmissionTomography)
pada anak-anak ADHD didapatkan penurunan metabolisme glukose di korteks
prefrontal danfrontal terutama sebelah kanan (10,11).
cepat terjadi pada usia 3-10 bulan, 2-4 tahun, 6-8 tahun, 10- 12 tahun dan 14-16
tahun. Cerebellum mempunyai fungsi eksekutif yakni mengatasi masalah,
perhatian, “reasioning”, perencanaan, dan pengaturan tugas individu. Hasil
pemeriksaan dengan menggunakan MRI didapatkan bahwa ada penurunan
aktivitas metabolik di daerah daerah di atas pada individu dengan ADHD. Para
peneliti menyatakan bahwa ada permasalahan dalam pengaturan transmisi saraf
(regulatory circuits) antara korteks prefrontal, ganglia basal, dan cerebellum yang
diduga merupakan penyebab terjadinya gejala ADHD. Komunikasi dalam otak
dalam area di atas menggunakan neurotransmiter dopamin dan noradrenalin. Pada
anak ADHD terjadi hipofungsi dopamin dan noradrenalin. Neurotransmiter
catecholamine yakni dopamine dan norepinephrine berperan besar dalam hal
atensi, konsentrasi yang dihubungkan dengan fungsi kognitif misalnya motivasi,
perhatian dan keberhasilan belajar seseorang (9,10).
Noradrenalin diperkirakan mempunyai efek pada fungsi kognitif individu
melalui “postsinaptic alpha 2A adrenergic receptor” pada neuron kortikal.
Noradrenalin berperan penting pada fungsi kognitif yakni pada tuntutan proses
yang tinggi (temporal discrimination dan timed choice reaction). Penekanan pada
fungsi noradrenalin menyebabkan kesukaran melakukan tugas-tugas yang
berbeda-beda (timed choice reaction) dimana tugas-tugas tampak terganggu bila
dibutuhkan ketekunan khusus untuk menyelesaikan tugas tersebut. Fungsi
hemisphere kanan terutama untuk mempertahankan attensi pada stimulasi baru
dan fungsi hemisphere kiri terutama untuk memusatkan perhatian pada stimulasi
(11)
selektif .
Tanda dan gejala yang dapat ditemukan pada anak dengan ADHD antara lain :
Sering kali tangan atau kaki tidak dapat diam atau duduknya mengeliat- geliat.
Mengalami kesulitan untuk tetap duduk apabila diperlukan
Mudah bingung oleh dorongan-dorongan asing
Mempunyai kesulitan untuk menunggu giliran dalam suatu permainan atau
keadaan di dalam suatu kelompok
10
Diagnosis ADHD tipe inatensi (menurut DSM IV) ditegakkan bila minimal
ada 6 (enam) gejala inatensi untuk waktu minimal selama 6 bulan dan didapat
kurang dari 6 gejala hiperaktivitas serta dimulai sebelum usia 7 (tujuh) tahun.
Gejala-gejala ini tetap ada pada saat di sekolah dan di rumah bersifat maladaptif
dan tak sesuai dengan tahap perkembangan anak (13).
kurang dari 6 (enam) gejala inatensi. Gejala-gejala ini ada minimal selama 6 bulan
dan dimulai sebelum usia 7 tahun serta gejala-gejala ini tetap ada pada saat di
sekolah dan di rumah (11).
Hiperaktivitas
sering gelisah dengan tangan atau kaki atau sering bergerak-gerak saat duduk
sering meninggalkan tempat duduk saat di dalam kelas atau situasi lain dimana
duduk diam diperlukan atau diharapkan
12
sering lari-lari atau memanjat secara berlebihan dalam situasi yang tidak
sesuai
tak bisa diam
sering mengalami kesukaran mengikuti permainan atau aktivitas yang
membutuhkan ketenangan (main catur, halma dsb.)
selalu dalam keadaan bergerak atau sering melakukan aktivitas seolah-olah
mengendarai motor
sering berbicara berlebihan (DSM IV).
Impulsivitas
sering cepat menjawab sebelum pertanyaan selesai diutarakan
sering sukar menunggu giliran bermain
sering interupsi saat diskusi atau mengganggu permainan saat pertandingan
(menyela pembicaraan, mengacau permainan anak lain)
sering bicara berlebihan yang tak tak sesuai dengan respon tatanan sosial (ICD
X).
a. Ratardasi mental
b. Kecemasan terhadap anak
c. Depresi sekunder
d. Gangguan Bipolar
e. Autisme
f. Gangguan perkembangan belajar
2.7 Komplikasi
a. Diagnosis sekunder-gangguan konduksi, depresi, dan penyakit ansietas
b. Pencapaian akademik kurang, gagal di sekolah, sulit membaca dan
mengerjakan aritmatika ( sering kali akibat abnormalitas konsentrasi )
c. Hubungan dengan teman sebaya buruk ( sering kali perilaku agresif dan
kata- kata yang diungkapkan )
d. IQ rendah / kesulitan belajar ( anak tidak duduk tenang dan belajar )
e. Resiko kecelakaan ( karena impulsivitas )
f. Percaya diri rendah dan penolakan teman-teman sebaya ( perilakunya
membuat anak-anak lainnya marah ) (7).
Dilakukan Skrining Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK) pada anak pra
sekolah dengan ADHD :
Interpretasi :
Intervensi :
Jumlah :
Nilai total :
2.9 Pencegahan
a. Skrining DDTK pada ADHD
b. Perawatan saat hamil ( hindari obat – obatan dan alkoholik )
untuk orang tua
c. Asupan nutrisi yang seimbang
16
A. Perawatan
B. Pengobatan
kontroversial antara lain melakukan diet khusus dan penggunaan obat-obatan serta
vitamin-vitamin tertentu (7).
Obat stimulan yang sering digunakan untuk mengobati ADHD antara lain :
1. Metilfenidat (Ritalin)
3. Pemolin (Cylert)
DAFTAR PUSTAKA
[1]AmericanPsychologican.Association.ADHD.2013.https://apa.org/topics/adhd/
index.aspx. Di akses tanggal 18 november 2015
[5] Doengoes, M.E. Townsend, M.C. Moorhouse, M.F. 2007. Rencana asuhan
keperawatan Psikiatri (terjemahan). Edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
[10] Akinbami LJ, Liu X, Pastor PN, Reuben CA. Attention deficit hyperactivity
disorder among children aged 5-17 years in the United 2009;2:104–13.
[PMCID: PMC1525089] [PubMed: 16946911]) di akses tanggal 18
november 2015
[11] http://www.cdc.gov/ncbddd/adhd/features/key-findings-adhd72013.html. Di
akses tanggal 18 november 2015
[13] http://emedicine.medscape.2013.com/article/289350-workup#a0721 . di
akses tanggal 18 november 2015