Anda di halaman 1dari 9

Pengolahan Data Seismik

Pengolahan data seismik adalah suatu proses yang dilakukan untuk mengubah data
seismik lapangan menjadi suatu bentuk penampang seismik. Data seismik lapangan belum dapat
merepresentasikan kondisi bawah permukaan yang sebenarnya karena masih banyak terdapat
faktor yang merusak sinyal seismik seperti noise dan sebagainya. Secara umum pengolahan data
seismik memiliki step-step umum seperti Reformating, Geometri/labeling, Amplitude Recovery
(TAR), Koreksi Statik, Filter Digital, Dekonvolusi, , Analisa Kecepatan, Koreksi NMO, Migrasi
Data Seismik.

Reformating
Reformating adalah proses menyesuaikan format data lapangan dengan format dari
perangkat lunak yang digunakan. Proses ini pada dasarnya adalah proses sorting data. Data
seismik pada umumnya direkam dalam suatu pita magnetik dengan beberapa format data. Untuk
mempermudah penggunaan data, Society of Exploration Geophysics (SEG) menetapkan standar
format data dalam pita magnetik. Data mentah tersebut kemudian direformat ke dalam format
internal dari perangkat lunak yang akan digunakan, yang didalam kerja praktek ini memakai
perangkat lunak OMEGA. Jenis format pita dalam pita magnetik dibagi menjadi dua, yaitu:
 Format data multiplex, terdiri dari SEG-A, SEG-B, SEG-C dan SEG-Dxx
 Format data demultiplex, terdiri dari SEG-D 80xx, SEG-Y
Tahap ini dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:
1. Multiplex
Gelombang seismik yang terpantul beserta noise dan gelombang lainnya diterima oleh geophone
masih berupa rekaman analog. Gelombang analog dicuplik menjadi digital menggunakan
multiplexer dengan interval tertentu. Akibatnya data yang diperoleh berupa gelombang menurut
deret waktu (time series) bukan dalam deret jarak (sequential series).
2. Demultiplex
Proses demultiplex adalah mengatur kembali urutan sampel tersebut berdasarkan urutan
geophone. Pada dasarnya proses ini mirip dengan proses transpose suatu matriks.
Geometri/Labeling
Geometri sendiri adalah proses pendefinisian konfigurasi letak shot point dan receiver
point sesuai di lapangan ke dalam software sesuai dengan data observasi. Lalu proses selanjutnya
adalah proses pendefinisian identitas trace dengan variabel-variabel (shotpoint, koordinat di
permukaan, CDP gather dan offset) yang bergantung pada geometri penembakan. Oleh karena
itu dibutuhkan data-data mengenai keadaan akuisisi di lapangan seperti jumlah receiver per
shotpoint, jarak offset shotpoint atau receiver, penyimpanan letak shotpoint , uphole time (waktu
yag diperlukan sinyal seismik dari sumber pada kedalaman tertentu sampai ke permukaan).

Koreksi Statik
Koreksi statik dilakukan untuk menghilangkan pengaruh topografi (elevasi shotpoint dan
geophone), ketebalan lapisan lapuk (weathering zone), dan variasi kecepatan gelombang seismik
pada lapisan lapuk. Jadi, koreksi ini adalah mengoreksi perbedaan waktu tempuh gelombang
akibat perbedaan elevasi dan pengaruh lapisan lapuk. Di dalam pengolahan data seismik,
terdapat dua jenis koreksi statik yang harus dilakukan yaitu datum static dan refraction static.
a. Datum Static
Datum static adalah koreksi karena perbedaan elevasi source dan receiver. Datum statics
dilakukan dengan meletakkan source dan receiver pada posisi virtual dengan elevasi yang sama
(datum) yang biasanya sedikit dibawah elevasi source dan receiver yang terendah. Untuk proses
ini, diperlukan informasi replacement velocity dari material antara datum dengan masing-masing
source dan receiver. Replacement velocity biasanya diperoleh dari pengetahuan sebelumnya dari
daerah yang bersangkutan atau dari pengukuran uphole time.
Persamaan datum statics, diberikan oleh:
tD = [(ES – ZS - ED) + (ER – ZR - ED)]/Vr

Dimana ES elevasi dari source (di atas permukaan laut), ZS kedalaman dari source ( 0 untuk
vibroseis), ER elevasi dari receiver, ZR kedalaman dari receiver, ED elevasi datum, dan Vr adalah
replacement velocity.

Gambar berikut ini mengilustrasikan parameter-parameter yang digunakan dalam elevation


statics.
Gambar Datum static
Selanjutnya dilakukan perhitungan:
TWTes = TWT-tD

TWTes adalah waktu tempuh (TWT) dari trace pasangan sumber penerima setelah koreksi
statik, TWT adalah waktu tempuh trace sebelum koreksi statik.

a. Refraction Static
Refraction Static adalah koreksi yang dilakukan dengan mengurangi waktu tempuh gelombang
seismik yang melewati lapisan lapuk dengan waktu tempuh yang seolah-olah tidak melewati
lapisan lapuk. Hal ini dilakukan karena terjadi penurunan kecepatan yang cukup signifikan
ketika gelombang seismik melewati lapisan lapuk. Up Hole Survey dimaksudkan untuk
menentukan ketebalan lapisan lapuk, kecepatan gelombang P pada lapisan lapuk dan untuk
mengetahui kecepatan gelombang P dilapisan yang lebih kompak (di bawah lapisan lapuk).
Amplitude Recovery
Pada penjalaran gelombang seismik dari source ke reflektor dan kemudian ke receiver di
permukaan, energi gelombang akan semakin melemah karena beberapa sebab diantaranya karena
faktor jarak atau geometri (spherical divergence) dan proses penyerapan tenaga oleh lapisan
batuan yang dilaluinya. Besarnya amplitudo yang terekam oleh receiver berbanding lurus dengan
energi gelombang seismik yang diterima oleh receiver tersebut. Oleh karena adanya gejala
atenuasi tersebut maka perlu adanya pengkoreksian dimana seolah-olah setiap permukaan
pemantulan memperoleh energi yang sama, koreksi ini anatara lain:
1. Spherical Divergence Correction
Koreksi ini karena adanya atenuasi akibat jarak atau geometri perambatan gelomba`ng yang
berbentuk seperti bola (Spherical Divergence) dan secara matematik koreksi ini dirumuskan
sebagai berikut:
Untuk keadaan bawah permukaan yang berlapis-lapis dan tidak homogen, koreksi ini menjadi =
(tv)2 dan disebut koreksi divergensi Neumann.

2. Surface Consistent Gain correction


Koreksi ini berkaitan dengan amplitudo yang tidak benar karena pengaruh variasi keadaan
permukaan. Ketidakseragaman amplitudo ini dapat dilihat dari perbedaan energi yang diterima
setiap receiver dari source yang sama, dan energi yang diterima receiver yang sama dari source
yang berbeda, sehingga Surface Consistent Gain Correction akan melakukan proses penguatan
amplitudo, sehingga setiap titik seolah-olah akan datang gelombang dengan energi yang sama.

Gambar Faktor-faktor yang mempengaruhi amplitudo gelombang seismik

Filtering
Filtering merupakan proses untuk memisahkan frekuensi data seismik primer dengan
frekuensi yang menganggu data seismik primer. Frekuensi-frekuensi pengganggu tersebut akan
dibuang dan dimusnahkan untuk melindungi sinyal primer. Frekuensi ini disebut noise, yang
biasanya dilakukan sebelum dan sesudah stack. filtering yang sering digunakan dalam
pengolahan data seismik adalah band pass, low pass (high cut) dan high pass (low cut). Didalam
pengolahan data seismik band pass filter lebih umum digunakan karena biasanya gelombang
seismik terkontaminasi noise frekuensi rendah (seperti ground roll) dan noise frekuensi tinggi
(ambient noise).

Dekonvolusi
Dekonvolusi adalah suatu proses untuk mengembalikan sinyal akibat adanya konvolusi.
Seperti yang kita tahu bahwa fenomena perambatan gelombang seismik yang dipakai dalam
seismik eksplorasi dapat di dekati dengan model konvolusi. Trace seismik dapat dianggap
sebagai hasil konvolusi antara deret koefisien refleksi dengan sinyal seismik.
Dekonvolusi umumnya dilakukan sebelum stacking akan tetapi dapat juga diterapkan
setelah stacking. Selain meningkatkan resolusi vertikal, dekonvolusi dapat mengurangi efek
‘ringing’ atau multiple yang mengganggu interpretasi data seismik.

Konvolusi : S(t) = W(t)*R(t) + n(t)


S(t) = sinyal, W(t) = wavelet, R(t) = koefisien refleksi, n(t) = noise.
Sehingga dekonvolusi adalah :
R(t)= W(t)-1*S(t)

Beberapa asumsi yang diterapkan dalam proses dekonvolusi :


1. Bumi merupakan lapisan horizontal yang mempunyai kecepatan konstan
2. Bentuk gelombang tidak berubah selama penjalaran ke dalam bumi
3. Noise random n(t) dianggap nol
4. Bentuk sumber gelombang atau wavelet w(t) diketahui
Pada pengolahan data seismik dikenal beberapa jenis dekonvolusi, yaitu :

1. Spike Deconvolution
Spike dekonvolution atau whitening deconvolution didesain dengan asumsi bahwa wavelet yang
digunakan berupa impuls (spike) sehingga keluaran yang diharapkan adalah trace seismik yang
mendeteksi fungsi koefesien seismik.
2. Gap Deconvolution (Predictive Deconvolution)
Gap Deconvolution di buat menggunakan fungsi auto korelasi dari trace masukan yang
diamsusikan sebagai signature wavelet. Operator dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu
bagian yang tidak aktif (Gap) dan bagian aktif. Panjang gap diambil dari first zero crossing atau
second zero crossing dari fungsi auto korelasi. Dikatakan sebagai predictive deconvolution
karena efeknya menekan gangguan-gangguan yang diramalkan setelah terjadi suatu peristiwa
refleksi yang belum dapat dipastikan seperti multiple atau reverberasi.
3. Signature Devonvolution
Signature Devonvolution adalah bentuk wavelet yang bila didekonvolusikan dengan koefesien
refleksi akan menghasilkan trace sesimik yang diamati. Operator dari inverse filter untuk
dekonvolution dengan dapat didesain berdasarkan invers spectrum dari signature tersebut, dapat
diperoleh dari rekaman di lapangan atau ekstrasi wavelet dari trace masukan atau dapat juga
diramalkan berdasarakan implus respon dari instrumen.
Koreksi NMO
Normal moveout merupakan perbedaan waktu antara waktu jalar gelombang pada offset
tertentu dengan pada zero offset. Kecepatan yang digunakan untuk koreksi normal moveout
disebut kecepatan NMO. Koreksi NMO bertujuan untuk menghilangkan efek dari jarak (offset)
antara sumber dan geophone dalam satu CDP (Common Depth Point) sehingga tampilan dari
sumber dan geophone yang berbeda berada pada waktu yang sama.
Jika kecepatan NMO pas dan benar, maka event seismik akan terlihat flat dan datar, jika
kecepatan yang dipakai terlalu rendah maka event seismik akan terlihat melengkung ke atas
(overcorrected), dan jika kecepatan yang dipakai terlalu cepat maka akan terlihat melengkung ke
bawah (undercorrected).
Gambar Koreksi NMO

Gambar Koreksi NMO dengan variasi kecepatan

Analisa Kecepatan
Analisa kecepatan kecepatan merupakan proses untuk memperoleh kecepatan yang tepat.
Proses analisa kecepatan dikenakan pada trace-trace yang tergolong dalam satu CDP atau
CMP.Ada dua metode untuk menampilkan spektrum kecepatan yaitu metode perkiraan
kecepatan constant velocity stack, dan metode spektrum kecepatan atau spektrum semblance.
1. Metode perkiraan kecepatan constant velocity stack
Pada metode ini pemilihan kecepatan yang optimal dilakukan dengan cara menerapkan proses
NMO dengan kecepatan yang berbeda–beda. Kecepatan terbaik yang akan dipilih adalah
kecepatan yang menghasilkan suatu bentuk reflektor yang horisontal. Jika kecepatan yang
digunakan terlalu rendah, maka even reflektor akan berbentuk melengkung ke atas (over-
correlated). Sedangkan jika kecepatan yang digunakan terlalu tinggi, maka even reflektor akan
berbentuk melengkung ke bawah (under-correlated). Metode perkiraan kecepatan constant
velocity stack memerlukan data masukan berupa CDP gather.

2. Metode Spektrum kecepatan atau spektrum semblance

Prinsip dasar metode ini adalah amplitudo stack maksimum yang diperoleh berdasarkan harga
fungsi kecepatan yang diterapkan pada koreksi NMO, dengan harga amplitudo yang ditampilkan
dalam bentuk spektrum. Nilai semblance merupakan normalisasi dari perbandingan antara total
energi setelah di-stack dengan total energi sebelum di-stack. Semblance ditampilkan dalam
bentuk penampang pada sebuah sistem koordinat dengan sumbu x merupakan nilai kecepatan
dan sumbu y merupakan nilai two way time (TWT).

Migrasi

Migrasi merupakan proses pada pengolahan data seismik yang bertujuan untuk
memindahkan reflektor miring ke posisi yang sebenarnya pada penampang seismik. Migrasi
dapat juga dipandang sebagai suatu proses yang dapat meningkatkan resolusi spasial penampang
seismik. Posisi data seismik hasil proses stacking belum berada pada posisi yang sebenarnya,
sehingga perlu diletakkan ke posisi sebenarnya. Migrasi juga dapat menghilangkan efek difraksi
yang masih tersisa. Proses migrasi berada dalam kawasan offset dan waktu.

Beberapa jenis migrasi berdasar numerik antara lain :


1. Metode Finite-difference
Dilakukan setelah data seismik di-stack. Kecepatan yang digunakan adalah kecepatan RMS hasil
analisa kecepatan yang telah mengalami proses smoothing. Keuntungan metode ini adalah dapat
dilakukan pada data dengan rasio sinyal-noise yang rendah (data yang buruk), kelemahannya
adalah waktu komputasi yang lama dan tidak bisa meresolusi reflektor dengan kemiringan yang
curam.

2. Metode Penjumlahan Kirchhoff (Kirchhoff summation)


Dilakukan setelah proses stack. Kecepatan yang digunakan adalah kecepatan stack yang telah
dismooth secara lateral. Keuntungan metode ini dapat meresolusi struktur dengan kemiringan
yang curam, kelemahannya adalah tidak bisa dilakukan pada data dengan rasio sinyal-noise yang
rendah atau data yang buruk.
3. Metode F-K (frekuensi – bilangan gelombang)
Dilakukan setelah proses stack dengan menggunakan transformasi fourier untuk area dengan
variasi kecepatan lateral yang rendah atau tidak ada sama sekali. Keuntungan metode ini adalah
waktu komputasi yang cepat, dapat meresolusi struktur dengan kemiringan yang curam dan
dapat dilakukan pada data dengan rasio sinyal-noise yang rendah (data yang buruk).
Kelemahannya adalah tidak dapat dilakukan pada area dengan variasi kecepatan lateral yang
tinggi dan kecepatan rata-rata yang digunakan harus rendah/lambat.
Migrasi dapat dilakukan dalam kawasan waktu atau kedalaman. Migrasi dengan kawasan
kedalaman memiliki hasil yang lebih baik namun proses yang lebih lama dibandingkan dengan
proses migrasi dalam kawasan waktu.

Anda mungkin juga menyukai