PENDAHULUAN
1
1.3. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui karakteristik tata ruang Keraton Kasunanan Surakarta
Hadiningrat.
2. Mengetahui penyimpangan tata ruang dan fungsi bangunan pada saat ini
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada rumah induk (omah) istilah dalem dapat diartikan sebagai keakuan
orang Jawa karena kata dalem adalah kata ganti orang pertama (aku) dalam
3
bahasa Jawa halus. Dasar keakuan dalam pandangan dunia Jawa terletak pada
kesatuan dengan Illahi yang diupayakan sepanjang hidupnya dalam mencari
sangkan paraning dumadi dengan selalu memperdalam rasa yaitu suatu
pengertian tentang asal dan tujuan sebagai mahluk (Magnis Suseno,1984).
Sentong tengah yang terletak dibagian Omah merupakan tempat bagi pemilik
rumah untuk berhubungan dan menyatu dengan Illahi sedangkan Pendopo
merupakan sarana untuk berkomunikasi dengan sesama manusianya
(Priyotomo,1984). Demikianlah pengertian ruang dalam rumah tinggal Jawa ini
mencakup aspek tempat, waktu dan ritual. Rumah tinggal merupakan tempat
menyatunya jagad-cilik (micro cosmos) yaitu manusia Jawa dengan jagad-gede
(macro-cosmos) yaitu alam semesta dan kekuatan gaib yang menguasainya.
Bagi orang Jawa rumah tinggalnya merupakan poros dunia (axis-mundi) dan
gambaran dunia atau imago-mundi (Eliade,1957) dan memenuhi aspek kosmos
dan pusat (Tjahjono,1989).
A. Rumah induk:
5
B. Rumah tambahan:
1. Gandok adalah rumah-rumah di samping dalem agung. Gandok
kiwo (wetan omah) untuk tidur kaum laki-Iaki dan gandok tengen
(kulon omah) untuk kaum perempuan.
2. Gadri atau ruang makan terletak di belakang sentong dalem
agung.
3. Dapur dan pekiwan sebagai bagian pelayanan terletak paling
belakang.
6
pengelompokanya tidak sekompleks seperti yang ada pada agama hindu yaitu
dalam 3 garis besar yang pengelompokanya itu secara langsung
mempengaruhi pola bentukan atap yang terjadi, antara lain:
7
4. Atap Tajuk tidak digunakan sebagai atap tempat tinggal. Atap tajuk
digunakan untuk bangunan-bangunan sakral saja, seperti tempat
ibadah.
Jika dilihat secara fisik dan diurutkan dari arah utara, bangunan keraton
terdiri dari beberapa kompleks, diantaranya adalah : Kompleks Alun-alun Lor,
Kompleks Sasana Sumewa, Kompleks Siti Hinggil Lor, Kompleks
Kamandungan Lor, Kompleks Sri Manganti, Kompleks Kedhaton, Kompleks
Magangan, Kompleks Sri Manganti dan Kamandungan Kidul, Kompleks Siti
Hinggil Kidul dan Alun-alun Kidul.
8
Gambar 6. Peta Keraton Kasunanan Surakarta
Kompleks alun-alun lor atau alun-alun utara merupakan sebuah kompleks yang
letaknya berada paling depan Keraton Surakarta. Kompleks ini terdiri dari beberapa
area dan bangunan yakni Kori Gladhag atau yang dikenal dengan Gladak sebagai
pintu gerbang, Kori Pamurakan yang dulunya berfungsi sebagai tempat menyembelih
hewan buruan raja, Bale Pewatangan dan Bale Pekapalan yang sekarang banyak
digunakan sebagai kios cinedramata, Kori Bathangan yakni pintu gapura yang terletak
di sudut timur laut alun-alun utara Keraton Surakarta.
Alun-alun Lor merupakan lapangan luas yang tengahnya terdapat dua pohon beringin
kurung, Kori Slompretan merupakan pintu gerbang yang berada di depan Pasar
Klewer, dan Mesjid Ageng Karaton Surakarta Hadiningrat yang terletak tepat di
sebelah barat alun-alun Keraton Surakarta.
9
Gambar 7. Alun-alun Lor (Heins,2004)
Bangunan besar ini memiliki citra konstruksi atap kampung tridenta (atap
kampung berjajar tiga dengan bagian tengah lebih kecil) yang disangga oleh kolom
tembok persegi berjumlah 48 buah. Atap dan langit-langit bangunan ini terbuat dari
bahan seng. Sedangkan lantai bangunan ini ditinggikan dan di plester.
Sesuai dengan namanya (pagelaran = area terbuka; sasana = tempat = rumah;
sumewa = menghadap), fungsi Pagelaran Sasana Sumewa pada zaman dulu adalah
sebagai tempat menghadap Pepatih Dalem, para Bupati, dan atau Bupati Anom
kebawah golongan luar. Kegiatan menghadap Sri Sunan tersebut biasanya dilakukan
pada saat-saat seperti hari besar Bagda Mulud (yang diselenggarakan tiga kali dalam
setahun), ulang tahun Sri Sunan, peringatan naik tahta, dan sebagainya.
Bangsal Pangrawit, adalah sebuah semi-bangunan kecil yang berada di
tengah Pendapa Sasana Sumewa. Di dalamnya terdapat dampar yaitu tempat duduk
raja apabila ingin memberi hadiah dan memutuskan perkara (Depdikbud, 1999:23-24).
Di depan Pagelaran Sasana Sumewa terdapat tiga buah meriam yang masih berfungsi
untuk keperluan seremoni.
11
D. Kompleks Kamandungan Lor
12
terletak di dua halaman sekaligus, halaman Sri Manganti Lor dan halaman Kedaton.
Namun demikian pintu utamanya terletak di halaman Kedaton.
F. Kompleks Kedaton
13
Gambar 12. Denah Kedaton (PT. PP, L.5)
G. Kompleks Kemagangan
Di sebelah Selatan pelataran Kedaton, melewati Kori Sri Manganti Kidul, kita
menjumpai halaman Kemagangan. Di tengah-tengah halaman terdapat bangsal
terbuka yang berfungsi untuk menyimpan berbagai macam barang seperti made
rengga, yaitu peralatan khitan putra dan kerabat raja. Juga berfungsi untuk
menyiapkan barisan prajurit yang akan bertugas, untuk menyiapkan segala sesuatu
14
yang berhubungan dengan upacara religious keraton seperti pembuatan gunungan
dan upacara Garebeg, dan tempat magang bagi calon prajurit keraton.
Halaman Kemandhungan Kidul berupa ruang terbuka yang sekarang ini, seperti
pada halaman Kemandhungan Lor, menjadi jalan umum untuk menuju alun-alun Kidul.
Bangunan Sitihinggil Kidul berada di sebelah Selatan dari Kori Brajalana Kidul
yang menbentuk jalan bercabang kearah selatan menuju Sitihinggil Kidul. Kedua jalur
jalan itu kemudian mengarah ke tengah, membelah Alun-alun Kidul menjadi dua
15
bagian Barat dan Timur, menuju ke Kori Gadhing. Kori Gadhing merupakan pintu akhir
kompleks keraton di sebelah Selatan.
16
2.2.1.2 Tata Ruang Mikro
17
Judul
No Gambar Sumber Tampak Gambar
Gambar
Gambar 18. Kori Gladhag Dokumen
Pribadi
18
Gambar 22. Alun-alun Lor Dokumen
Pribadi
19
No Gambar Judul Gambar Sumber Tampak Gambar
Gambar 25 Sasana Dokumen
Sumewa Pribadi
20
C. Kompleks Sitihinggil
Dalam kompleks ini terdapat:
1. Kori Wijil sebagai pintu masuk
2. Bangsal Singanegara
3. Bangsal Martalulut, tempat abdidalem Martalulut yang bertugas
mengadili perkara.
4. Bangsal Sewayana, digunakan para pembesar dalam menghadiri
upacara kerajaan.
5. Bangsal Manguntur Tangkil, tempat tahta Susuhunan
6. Bale Bang
7. Bangsal Angun-angun
8. Bangsal Witana, berfungsi sebagai tempat duduk para abdi dalem putri,
para bedaya (penari), manggung, ketanggung, jaka palara-lara, emban,
inya, ceti, parekan yang membawa syarat-syarat upacara raja disaat
duduk di Singgasana Sitihinggil.
9. Kori Renteng Baturana
10. Kori Mangu
11. Lorong Supit Urang (lorong jalan keluar-masuk keraton)
21
No Gambar Judul Gambar Sumber Tampak Gambar
Gambar 30 Kori Wijil Dokumen
Pribadi
22
Gambar 34. Bangsal Dokumen
Manguntur Pribadi
Tangkil
23
Gambar 38. Kori Mangu Dokumen
Pribadi
24
Tabel 4. Gambar Bangunan Pada Kompleks Kamandungan Lor
25
F. Kompleks Kedaton
Di kompleks kedaton ini terdapat:
1. Bangsal Maligi
2. Sasana Sewaka, aslinya merupakan bangunan peninggalan pendapa
istana Kartasura.
3. Ndalem Ageng Prabasuyasa, tempat ini merupakan bangunan inti dan
terpenting dari seluruh Keraton Surakarta Hadiningrat. Di tempat inilah
disemayamkan pusaka-pusaka dan juga tahta raja yang menjadi simbol
kerajaan. Di lokasi ini juga digunakan oleh raja yang bersumpah ketika
mulai bertahta.
4. Sasana Parasdya, sebuah peringgita ini digunakan sebagai tempat
perjamuan makan resmi kerajaan.
5. Panggung Sangga Buwana. Menara ini digunakan sebagai tempat
meditasi Susuhunan sekaligus untuk mengawasi benteng VOC/Hindia
Belanda yang berada tidak jauh dari istana. Bangunan yang memiliki
lima lantai ini juga digunakan untuk melihat posisi bulan untuk
menentukan awal suatu bulan.
G. Kompleks Magangan
Kompleks ini terdiri dari:
1. Terdapat sebuah pendapa tengah-tengah halaman yang dulu digunakan
sebagai tempat latihan para calon abdi dalem tersebut.
2. Di tengah-tengah pendapa Kemagangan terdapat bangsal yang
digunakan untuk pisowanan abdi dalem perempuan atau keputren.
H. Kompleks Kamandungan Kidul
Kompleks ini terdiri dari:
1. Kori Brajanala
2. Bangsal Nyutra
3. Bangsal Mangundara
4. Gerbang keluar
5. Supit Urang yang menjadi penghubung antara kompleks Kamandungan
Kidul dengan Siti Hinggil Kidul
Bentuk bangunan dapat dilihat dari bentuk atapnya. Sebagian besar bangunan-
bangunan yang terdapat di dalam kompleks keraton Yogyakarta dan Surakarta
menggunakan atap berbentuk joglo, limasan, kampong dan tajug, dengan berbagai
variasiya. Sebenarnya, bentuk bangunan tradisional Jawa mengenal pula bentuk
panggang pe, namun bangunan yang menggunakan atap tipe ini tidak dijumpai di
dalam kompleks keratin Yogyakarta. Sebagian besar keraton Surakarta bernuansa
warna putih dan biru dengan arsitekrur gaya campuran Jawa-Eropa. Kompleks keraton
ini juga dikelilingi dengan baluwarti, sebuah dinding pertahanan dengan tinggi sekitar
tiga sampai lima meter dan tebal sekitar satu meter tanpa anjungan. Dinding ini
melingkungi sebuah daerah dengan bentuk persegi panjang. Daerah itu berukuran
lebar sekitar lima ratus meter dan panjang sekitar tujuh ratus meter. Kompleks keraton
yang berada di dalam dinding adalah dari Kemandungan Lor/Utara sampai
Kemandungan Kidul/Selatan. Kedua kompleks Sitihinggil dan Alun-alun tidak
dilingkungi tembok pertahanan ini.
27
bagian atap yang kelihatan menjulang tinggidi. Brunjung ini secara konstruksional
didukung secara penuh oleh empat buah tiyang utama bangunan, yaitu sakaguru.
A. Gapura Gladag
Pada awalnya, Gapura Gladag adalah pintu masuk wilayah Karaton
Surakarta dari arah Utara yang didesign dalam bentuk gapura melengkung dan
dibuat dari besi yang dihias berbagai gambar binatang buruan. Dari
perkembangannya hingga saat ini, Gapura Gladag tersebut akhirnya berbentuk
candi bentar dengan ornamen hias yang berjumlah 48 dan jeruji tembok yang
juga berjumlah 48. Hal ini merupakan angka peringatan ulang tahun PB X pada
saat pembangunan gapura ini.
B. Masjid Agung
Pintu masuk Masjid Agung, semula bercorak Gapura bangunan Jawa
beratap Limasan, tetapi kemudian pada zaman PB.X dirubah menjadi corak
Arab Persia, terdiri dari tiga pintu utama, dengan pintu tengah lebih luas dari
dua pintu yang mengapitnya.
Dari pintu tengah, terdapat jalan setapak ke Barat menuju serambi
Masjid. Disekeliling serambi sebelah Utara, Timur dan Selatan, terdapat
penurunan lantai berisi air, hal ini dimaksudkan agar orang yang akan masuk
masjid melewati daerah tersebut kakinya menjadi bersih.
Berdekatan dengan tempat wudhu, terdapat menara adzan tinggi
menjulang. Hal ini mengingatkan pada bentuk palus atau lingga yang
merupakan simbol dari pria, sedangkan kolam yang pada awalnya difungsikan
sebagai tempat wudhu adalah merupakan lambang dari yoni atau wanita.
Perpaduan dari dua simbol tersebut adalah merupakan lambang dari kesuburan
dan asal kejadian.
Komplek masjid agung ini selain memiliki gapura utama, yang berada di
sebelah Timur, juga memiliki dua pintu keluar samping yang berada di sebelah
Utara dan selatan. Sama seperti gapura utama, pintu keluar samping komplek
ini memiliki corak Arab Persia.
Bentuk atap bangunan induk dari Masjid Agung Surakarta ini memiliki
corak yang sama dengan bangunan-bangunan suci Islam lainnya, yaitu bentuk
atap tajug. Di Jawa, bentuk atap tajug adalah merupakan ciri khas bentuk atap
yang digunakan untuk bangunan-bangunan suci, antara lain masjid dan
makam. Keseluruhan atap Masjid Agung Surakarta memiliki empat tingkat. Tiga
28
susunan pertama adalah berupa atap tajug, dan susunan keempat adalah
merupakan puncak atau kepala atap.
C. Pagelaran Sasonosumewo
Merupakan suatu bangunan yang berada disebelah Selatan Waringin
Gung dan Waringin Binatur. Bangunan besar ini memiliki citra konstruksi atap
kampung tridenta (atap kampung berjajar tiga dengan bagian tengah lebih kecil)
yang disangga oleh kolom tembok persegi berjumlah 48 buah. Atap dan langit-
langit bangunan ini terbuat dari bahan seng. Sedangkan lantai bangunan ini
ditinggikan dan di plester.
D. Bangsal Pangrawit
Bangsal Pangrawit adalah sebuah bangunan bangsal kecil, yang berada di
tengah Bangsal Pagelaran Sasonosumewo, yang pada jaman dulu mempunyai
citra dua limasan berdampingan dengan atap sirap.
E. Bangsal Witono
Di bagian belakang dari Bangsal Mangunturtangkil, terdapat bangsal besar
terbuka, dengan orientasi ke empat arah mata angin (Keblat Pajupat), dengan
citra arsitektur tajug (seperti Masjid, akan tetapi tidak memakai gulu meled)
2.2.3 Struktur
Struktur fisik bangunan keraton Kasunanan Surakarta berdasarkan tata letaknya tidak
jauh berbeda dengan kompleks keraton Kasultanan Yogyakarta, yang terdiri atas dua
lapangan dan tujuh halaman, yaitu : Alun-alun Lor – halaman Sitihinggil Lor –
Kemandhungan Lor – Sri Manganti – Kedaton – Kemagangan – Kemandhungan Kidul
– Sitihinggil Kidul – dan Alun-alun Kidul. Perbedaannya, pada keraton Kasunan
Surakarta, bangunan dan halaman di antara kedua alun-alun dikelilingi tembok tinggi
(beteng) yang dikenal dengan Baluwarti.
29
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Alun-alun Lor
Dahulu Alun-alun Lor dipenuhi dengan pasir, yang bisa digunakan untuk
‘pencuci kaki’ bagi orang-orang yang ingin sowan kepada raja atau bagi orang-orang
yang melakukan pepe, berjemur diri di bawah terik matahari, ditempat antara dua
pohon beringin kurung dengan berpakaian atau berkerudung putih. Selain untuk pepe,
Alun-alun Lor, juga digunakan sebagai tempat melangsungkan upacara upacara
kenegaraan, seperti Garebeg dan peringatan ulang tahun naik tahta raja, dan tempat
untuk mengumpulkan prajurit, latihan perang prajurit, memberangkatkan prajurit untuk
perang dan tempat hiburan formal rampogan, yaitu perburuan harimau : ratusan orang
bersenjata lembing mengambil tempat di sekeliling Alun-alun dan di tengah-tengah
Alunalun dilepaskan harimau yang akan dibunuh.
Fungsi awal yang masih terpelihara hingga sekarang, adalah perayaan Garebeg dan
peringatan ulang tahun naik tahta raja. Selain itu, alun-alun utara oleh dinas
pemerintah kota Surakarta sekarang dialih fungsi menjadi pasar sementara pasar
klewer. Perubahan fungsi ini terjadi akibat peristiwa kebakaran yang terjadi beberapa
tahun silam.
Gambar 43. Keadaan Alun-alun Lor Pada Masa Sekarang Ini. (Dokumentasi Penulis)
30
B. Kompleks Sasana Sumewa
Gambar 44. Keadaan Sasana Sumewa Pada Masa Sekarang Ini. (Dokumentasi Penulis)
Gambar 45. Keadaan Sitihinggil Lor Pada Masa Sekarang Ini. (Dokumentasi Penulis)
Gambar 46. Keadaan Kamandungan Lor Pada Masa Sekarang Ini. (Dokumentasi Penulis)
Gambar 47 . Keadaan Sri Manganti Pada Masa Sekarang Ini. (Dokumentasi Penulis)
32
F. Kompleks Kedaton
Fungsi Kedaton pada masa sekarang ini tidak jauh berbeda
dibandingkan fungsi nya pada masa lalu, kedaton masih dijadikan tempat
tinggal resmi bagi Sri Sunan dan keluarga nya. Setiap bagian-bagian bangunan
pada kompleks keraton masih terjaga dan terawat dengan baik serta masih
tetap menjalankan fungsi awal nya. Namun ada sebagian dari bangunan
tersebut yang terbuka untuk umum dan dapat dikunjungi, seperti bangunan-
bangunan luar pada kompleks kedaton, sedangkan bangunan inti dan dalam
bagian sebelah barat kedaton tertutup untuk umum untuk menjaga kesakralan
nya.
Contoh nya adalah Sasana Handrawina, bangunan ini didirikan pada
masa Sri Susuhunan Pakubuwono V. Awalnya orang menyebut tempat ini
Pendapa Ijo, karena dahulu bercat hijau. Tempat ini digunakan sebagai tempat
perjamuan makan resmi kerajaan. Kini bangunan ini biasa digunakan sebagi
tempat seminar maupun gala dinner tamu asing yang datang ke kota Surakarta.
G. Kompleks Kemagangan
Kompleks ini dahulunya digunakan oleh para calon pegawai kerajaan. Di
tempat ini terdapat sebuah pendapa di tengah-tengah halaman yang disebut
Bangsal Magangan, yang dipugar pada masa pemerintahan Sri Susuhunan
Pakubuwana XIII. Di sekeliling halaman ini selain terdapat kantor-kantor urusan
istana dan kerajaan, juga ada bangunan-bangunan untuk menempatkan
perlengkapan prajurit seperti keris, pedang, tombak, bedil, pistol, dan pakaian
seragam prajurit untuk upacara hari-hari besar kerajaan.
Gambar 48 . Keadaan Kamandungan Kidul Pada Masa Sekarang Ini. (Dokumentasi Penulis)
33
I. Kompleks Sitihinggil Kidul
Bangunan-bangunan di utara keraton yang megah melambangkan nafsu dan
keinginan duniawi yang ada di dalam diri manusia, sementara kesederhanaan di
bagian selatan melambangkan dalam perjalanan mendekatkan diri kepada Allah SWT,
manusia harus meninggalkan benda-benda dan keinginan duniawi. Dalam tahap
spiritual ini manusia harus fokus dan berorientasi kepada Allah SWT. Kini kompleks ini
digunakan untuk memelihara pusaka keraton yang berupa kerbau albino keturunan
kerbau Kangjeng Kyai Slamet (yang hidup pada masa Sri Susuhunan Pakubuwana II).
Gambar 49 . Keadaan Sitihinggil Kidul Pada Masa Sekarang Ini. (Dokumentasi Penulis)
Gambar 50 . Keadaan Alun-alun Kidul Pada Masa Sekarang Ini. (Dokumentasi Penulis)
34
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Pada umumnya bangunan-bangunan yang terdapat di kompleks keraton Jawa
menggambarkan bentuk rumah tradisional Jawa dan sebagian menggunakan konstruksi kayu, yaitu
berbentuk limasan, joglo, kampung dan tajug atau masjid. Pada dasarnya tipe-tipe bentuk bangunan
tradisionalJawa berasal dari satu bentuk saja, yaitu tipe tajug, satu bentuk yang melambangkan
kesakralan. Dari tipe ini kemudian terjadi pemekaran yang didasarkan atas pertambahnya luasan
ruangan, menjadi bentuk joglo dan kemudian limasan.
35