Anda di halaman 1dari 15

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/317379464

KOSMOLOGI RUANG VERTIKAL DAN HORIZONTAL PADA RUMAH TRADISIONAL


(SA'O) DESA ADAT SAGA, KABUPATEN ENDE, FLORES

Article · June 2017


DOI: 10.30822/artk.v1i2.132

CITATIONS READS

0 1,077

3 authors, including:

Antariksa Sudikno
Brawijaya University
209 PUBLICATIONS   92 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Kosmologi Ruang View project

All content following this page was uploaded by Antariksa Sudikno on 07 June 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


KOSMOLOGI RUANG VERTIKAL DAN HORIZONTAL PADA
RUMAH TRADISIONAL (SA’O) DESA ADAT SAGA,
KABUPATEN ENDE, FLORES

Zulkifli H. Achmad1, Antariksa2, Agung Murti Nugroho3

1. Mahasiswa Program Magister Arsitektur Lingkungan Binaan, Universitas Brawijaya;


2. Dosen Program Magister Arsitektur Lingkungan Binaan, Universitas Brawijaya;
3. Dosen Magister Arsitektur Lingkungan Binaan, Universitas Brawijaya
Email: zularch14@gmail.com, mr.antariksa@gmail.com, sasimurti@yahoo.co.id

Abstrak
Kosmologi adalah ilmu yang berkaitan dengan kemestaan (cosmos) dalam sebuah konsep hubungan
antara dunia manusia (micro-cosmos) dan jagad raya. Ruang dalam rumah tradisional Saga memiliki
nilai-nilai dan ke-khasan yang menarik dikaji secara arsitektural. Pengaruh kepercayaan Du’a Ngga’e
terhadap bentuk dan ruang rumah tradisional Saga menarik diidentifikasi secara arsitektural.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnografi yang bersifat deskripsi.
Temuan penelitian ini adalah tentang kosmologi ruang pada rumah tradisional. Pandangan kosmologi
ruang pada rumah tradisional Saga dibedakan menjadi tiga bagian yaitu adalah lewu, one dan gara
sebagaimana menyebut posisi bagian tubuh manusia. Pandangan kosmologi ruang pada rumah
tradisional (Sa’o) Desa Adat Saga secara horizontal dilukiskan dengan ibu terbaring. Hakekat rumah
tradisional Saga merupakan inti dari kesuburan dan kelahiran. Sosok seorang seorang ibu terlihat jelas
pada ukiran pintu (pene ria) masuk Sa’o yakini ukiran payudara seorang wanita yang melambangkan
kehidupan manusia dan sebuah papan yang melintang dibawah peneria yaitu koba leke yang
melambangkan perkembangan manusia. Posisi kepala ibu di bagian lulu (ruang istirahat laki-laki),
kedua kaki yang telentang kedepan berada pada bagian tenda (ruang istirahat atau menerima tamu),
kedua tangan yang mereba berada pada ruang dhembi kanan dan kiri, rahim atau puse berada pada
ruang koja ndawa.

Kata kunci: rumah tradisional (sa’o), desa adat saga, kosmologi ruang vertikal dan horizontal

Abstract

Title: Vertical and Horizontal Room Cosmology in Traditional House (Sa’o) Adat Saga Village,
Ende Regency, Flores

Cosmology is the science related to kemestaan (cosmos) in a concept of the relationship between the
human world (micro-cosmos) and of the universe. Space in traditional house Saga has values and
khasan interesting architecturally is examined. The influence of Ngga'e on the Du'a belief and
traditional home space Saga interesting architecturally is identified. This study uses qualitative
methods with an ethnographic approach that is description. The findings of this study is about the
cosmology of the space on a traditional home. Cosmological view of space in traditional house Saga is
distinguished into three parts namely is lewu, gara as one and mention the position of the human body
parts. Cosmological view of space in traditional Indigenous Villages (Sa'o) Saga depicted horizontally
with the mother lay. Nature of traditional house Saga is the core of fertility and birth. Being a mother
is clearly visible on a carved door (pene ria) enter Sa'o believe carving the breasts of a woman who
symbolizes the human life and a transverse under IE peneria koba leke symbolizing the human

171
Jurnal Teknik Arsitektur ARTEKS, Volume. I, Nomor 2, Juni 2017
ISSN 2541-0598

development. The position of the head of the mother at the lulu (the dugout), second legs on his back is
to the fore in the tent (dugout or accepting guests), second hand mereba is at the right and left dhembi
space, the womb or humanitarian space are at puse ndawa.

Keywords: traditional house (sa'o), the indigenous village of saga, the cosmology of the vertical and
horizontal spaces

Pendahuluan lingkungan arsitektur. Arsitektur sebagai


ciptaan manusia dianggap perlu
Kosmologi merupakan pengetahuan berkontekstualisasi dengan fenomena
yang meneliti asal usul, struktur, alam tersebut. YB. Mangunwijaya dalam
hubungan ruang-waktu dalam alam bukunya Wastu Citra (1988), pada masa-
semesta (Kustedja,et.al, 2012). masa dahulu, masyarakatnya telah
Kosmologi berada pada level tertinggi membagi dunia dalam tiga lapis, dunia
(mentifact-Pangarsa, 2008) yang atas (surga, kahyangan), dunia bawah
menentukan ideologi dan pandangan (dunia maut) dan dunia tengah (dunia
hidup manusia, serta pengambilan yang didiami oleh manusia). Arsitektur
keputusan-keputusan desain (Titisari, dapat dipandang sebagai manifestasi dari
2016). aspek sosial, budaya, teknik, ritual, dan
Ilmu kosmos berkaitan dengan mampu mengekpresikan keyakinan atau
pertanyaan-pertanyaan: bagaimana bumi kaidah-kaidah yang bersifat kosmologis,
(dan dunia) diciptakan, kapan, serta mampu mengkomunikasikan
bagaimana kedudukan bumi dan benda- informasi yang mengandung system
benda langit, bagaimana sistem yang nilai (Rapoprt dalam Mashuri, 2012).
mengaturnya, bagaimana pengaruh dan Bagi masyarakat Ende-Lio, rumah tidak
hubungan satu dengan yang lain, dan hanya berfungsi praktis sebagai tempat
sebagainya. Nelson et.al, mengatakan tinggal melainkan mengungkapkan
kosmologi di level empiric diwujudkan simbol-simbol kosmologis. Rumah
salah satunya dalam bentuk kelender tradisional (Sa’o) terkandung wujud
suku-suku kuno Amerika yang kepercayaan dan ikatan antara yang ilahi
menentukan waktu dan ruang bagi dengan insani, keharmonisan hidup
kegiatan mereka (Nelson et.al dalam masyarakat, kepercayaan terhadap nenek
Titisari, 2016). moyang serta sejarah-sejarah asal-usul
Norma-norma agamalah yang mendasari masyarakat setempat.
adanya bentuk-bentuk demi Konsep tradisional Ende-Lio, sebuah
mendapatkan keselamatan, dan juga rumah tradisional hanya memiliki
bentuk rasa syukur terhadap Tuhan, dimensi fungsional sebagai tempat
khususnya bagi keluarga berkaitan hunian, tetapi juga sekaligus melalui
(Mangunwijaya, 1988). Alam pemikiran unsur-unsur bentuk tertentu
tradisional digambarkan alam sebagai menampilkan pandangan kosmologis
suatu sistem yang beraturan (Kustedja, dan fiosofis yang mendalam. Lebih jauh
et.al, 2012). lagi rumah dianggap sebagai simbol dari
Salah satu dari hasil kebudayaan sebagai jagad raya/kosmos, dimana hirarki
upaya manusia dalam bersahabat kosmos ditampilkan pada zona vertikal
dengan alam tempat hidupnya adalah dan horizontal.

172
Zulkifli H. Achmad, Antariksa, Agung Murti Nugroho, Kosmologi Ruang Vertikal Dan Horizontal Pada Rumah
Tradisional (Sa’o) Desa Adat Saga, Kabupaten Ende, Flores

Desa Adat Saga merupakan salah satu yaitu dunia atas, tengah, dan dunia
desa tradisional wilayah permukiman bawah (Moerdjoko dalam Mashuri,
arsitektur tradisional Ende-Lio. Desa 2012). Sistem vertikal sering dikaitkan
Adat Saga masih memegang nilai-nilai dengan nilai ketuhanan pada sumbu
kebudayaan terdahulu serta vertikal, dan sistem horizontal lebih
kepercayaan-kepercayaan dari nenek mengandung nilai kemanusiaan yang
moyang. Desa Adat Saga memiliki mengarah hubungan sosial antara
potensi yang besar sebagai desa yang manusia (Pangarsa, 2006).
masih mempertahankan kebudayaan Arsitektur tradisional di Indonesia
daerah sampai sekarang dengan adanya mengatakan ciri yang menonjol adalah
kegiatan-kegiatan upacara adat yang adanya unsur horizontal dan vertikal
dilakukan hampir sepanjang tahun yang terbentuk oleh kolom dan balok,
dimulai dari upacara adat panen raya lambang dari integritas manusia dan
yang biasa disebut pesta Nggua yang alam. kedua unsur dan bahan-bahan
biasa dilakukan pada bulan September. lainnya langsung diambil dari alam
(hasil wawancara bapak Maximus Wolo, dengan proses sederhana juga menjadi
(April, 2016). ciri penting dari arsitektur tradisional di
Rumah tradisional pada Desa Adat Saga Indonesia. Berdasarkan latar belakang
juga disebut Sa’o yang mempunyai maka rumusan masalah adalah
peranan yang sangat penting, karena bagaimana konsep kosmologi ruang
berhubungan langsung dengan vertikal dan horizontal pada rumah
kepercayaan Du’a Ngga’e terutama pada tradisional (Sa’o) Desa Adat Saga,
pesta-pesta adat pada rumah tradisional Kabupaten Ende, Flores.
(Sa’o). Rumah tradisional (Sa’o) pada
saat sekarang, sudah jarang ditempati
sebagai wadah hunian oleh pemiliknya, Metode
tetapi lebih sering digunakan untuk
kebutuhan yang bersifat publik seperti Metode yang digunakan dalam
kegiatan-kegiatan upacara adat dan penelitian ini adalah pendekatan
tempat upacara religi bagi masyarakat etnografi yang bersifat deskripsi. Metode
secara umum maupun rumpun keluarga. penelitian merupakan penelitian yang
Masyarakat Saga percaya segala sesuatu mempelajari masalah kultural,
dalam dunia mempunyai nyawa, menyajikan cara pandang kehidupan di
termasuk manusia yang sudah dalam objek (Spradley, 1997). Metode
meninggal masih dianggap tetap hidup. ini di fokuskan pada konsep ruang
Orang Saga mengenal dunia vertikal dan horizontal.
menjadi tiga bagian atau tiga lapis yaitu Dalam pengumpulan data, peneliti ikut
dunia atas, dunia tengah, dan dunia berperan dalam kegiatan (participant
bawah. Dunia atas disimbolkan sebagai observation) yang diteliti, peneliti masuk
surga atau dunia yang paling tinggi, kedalam dan membiarkan setting
dunia tengah tempat untuk bernaung, alamiah terjadi didalam (Basrowi &
dan aktivitas dan dunia bawah Suwandi, 2008).
merupakan dunia maut atau dunia kotor. Sumber data berasal dari infoman kunci
Rumah dianggap sebagai penjelmaan (key informan) yaitu tokoh masyarakat
dari bentuk makrokosmos (alam raya), setempat atau ketua adat (mosalaki)

173
Jurnal Teknik Arsitektur ARTEKS, Volume. I, Nomor 2, Juni 2017
ISSN 2541-0598

yang terdiri dari 10 mosalaki yang 73% dari seluruh desa terletak di
menjadi nara sumber dan data-data Kecamatan Detusoko, Kabupaten Ende.
sekunder berupa buku, jurnal atau Letak desa adat cukup dekat dengan
sumber data lain yang telah ada. ibukota kecamatan, yaitu sekitar 13 km
dari ibu kota kecamatan Detusoko dan
sekitar 25 km dari pusat ibukota
Hasil dan Pembahasan kabupaten yakni, Kota Ende.
Lingkungan fisik Desa Adat Saga
Gambaran Lokasi berbukit-bukit, yang dikelilingi pohon-
pohon yang rindang. Desa Adat Saga
Desa Adat Saga merupakan sebuah
terdiri dari 3 dusun/lingkungan 4 rukun
wilayah permukiman adat di Kabupaten
warga (RW) dan 9 rukun tetangga (RT)
Ende. Desa merupakan bagian dari
dengan jumlah penduduk 668 jiwa
permukiman Suku Ende-Lio dari sekian
dengan kepadatan penduduk 60
banyak permukiman adat Desa Adat
orang/Km (BPS Kabupaten Ende 2015).
Saga yang luasnya 11.06 km² dengan 5,

Gambar 1. Permukiman desa adat Saga


Sumber: Hasil Analisis, 2016

Sejarah Terbentuknya Permukiman dikatakan suara kesejukan atau suara


Desa Adat Saga perdamaian dan suara keberuntungan.
Pengertian diatas dikatakan sejak dulu
Secara etimologi, Saga terdiri dari dua hingga saat secara implisit terdapat waka
kata yaitu Sa dan Ga. Sa yang artinya atau martabat kepemimpinan yang telah
bunyi air atau suara dan Ga artinya diwariskan oleh nenek moyang.
terpandang. Jadi secara harfiah Saga Terbentuknya permukiman Desa Adat
memiliki arti memiliki arti suara yang Saga berawal dari perkampungan yang
berwibawa, suara terpandang atau suara berada di bagian barat perkampungan
terhormat, dapat juga diartikan bunyi air yang sekarang yaitu Mboto. Di Mboto
yang mengalir kurang deras atau keras sendiri dibagi dua tempat yaitu Mboto
tetapi menghanyutkan, atau juga Wena yang ditempati oleh embu Wolo

174
Zulkifli H. Achmad, Antariksa, Agung Murti Nugroho, Kosmologi Ruang Vertikal Dan Horizontal Pada Rumah
Tradisional (Sa’o) Desa Adat Saga, Kabupaten Ende, Flores

dan di Mboto Wawo ditempati oleh kedua embu (embu wolo dan limbu)
embu Limbu. Kedua embu membangun melakukan perjanjian antara nenek
perkampungan secara bersama-sama di moyang yang disebut Nggo Nggoro
Mboto. Wilayah permukiman adat Saga, Ngamba Kara. Perjanjian menyatakan
sendiri sudah ada orang yang mendiami semua masyarakat yang di hidup di
yaitu Dala Wolo. Pada saat itu Dala Mboto baik dari embu wolo dan embu
Wolo menempati bersama adiknya limbu pindah ke permukiman Desa Adat
Labha Dile dengan membangun awal Saga dan membangun bersama-sama
perkampungan Saga pada saat itu. Kedua permukiman. Oleh karena itu
kakak beradik membangun rumah masyarakat bergotong-royong
tradisional (Sa’o) yaitu Sa’o Nggua. membangun bersama-sama
Pada awalnya kedua kakak beradik yaitu perkampungan dan mendiami secara
Dala Wolo dan Lele Mbele tinggal dalam bersama-sama sampai sekarang.
satu rumah tradisional di Sa’o Nggua Sebelum terjadi gempa tahun 1992,
Dala Wolo namun karena semakin kampung adat sangat ramai, semua
banyaknya jumlah keluarga sehingga masyarakat berkumpul dan menempati
Lele Mbele membangun rumah masing-masing rumah tradisional (Sa’o)
tradisional (Sa’o) sendiri dengan nama yang telah ada berdasarkan keturunan
yang sama yaitu Sa’o Nggua Lele Mbele, mereka. Setiap rumah tradisional (Sa’o)
kemudian diikuti oleh eja kera mereka ditempati/ ditinggali oleh seorang
yaitu Tola Ndale dengan rumah (Sa’o) mosalaki (ketua adat) yang bertugas
yaitu Sa’o Ria Tola Ndale. Pada saat itu menjaga dan mengawasi semua keluarga
sudah terdapat keda dan tubu musu yang pada rumah tradisional (Sa’o). Setelah
dibangun oleh Dala Wolo di depan terjadi gempa 1992 , beberapa rumah
rumah tradisional untuk melakukan tradisional (Sa’o) rusak berat ada pula
seremonial adat atau kegiatan upacara rumah tradisional (Sa‟o) yang miring,”
lainnya. Keda yang dibangun oleh Dala kata Maximus Wollo”, salah satu
Wolo fungsinya berubah. keturunan mosalaki (ketua adat) Desa
Adat Saga.

Gambar 2. Mboto
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2016
Gambar 3. Rumah tradisional (sa’o) desa
Setelah ketiga orang yang mendiami adat Saga
dipermukiman adat Saga, maka antara Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2016

175
Jurnal Teknik Arsitektur ARTEKS, Volume. I, Nomor 2, Juni 2017
ISSN 2541-0598

Adat dan Kepercayaan Desa Adat Du’a hadir sebagai yang sulung artinya
Saga yang paling awal hadir dari segalanya
termasuk manusia. Kata Du’a bahkan
Adat adalah aturan-aturan tentang telah ada sebelum bumi tercipta. Kata
kehidupan manusia yang disepakati Du'a selalu berarti, „sulung‟,
dalam suatu penduduk dalam suatu „terdahulu‟, „tertua‟, „berdaulat‟,
daerah tertentu untuk mengatur tingkah „berpribadi tertinggi‟, sedangkan konsep
laku anggota masyarakatnya sebagai Ngga'e mengandung makna
kelompok sosial (Mashuri, 2012). Adat „keagungan‟, penuh dengan daya,
telah melembaga dalam kehidupan kebijaksanaan, kekuatan, kekayaan.
masyarakat baik berupa tradisi, adat Ungkapan tentang keagungan dan
istiadat, upacara, dan sebagainya, yang kebesaran Du’a Ngga’e tersurat pada
mampu mengendalikan perilaku Du'a
masyarakat dalam wujud perasaan Gheta Lulu Wula, Ngga’e Ghale Wena
senang atau bangga, dan peranan tokoh Tana yang secara harafia diartikan Du’a
adat. Kepercayaan erat hubungannya yang berkuasa di ujung bulan, dan
dengan upacara-upacara religius, dan Ngga’e yang menguasai dasar bumi
menentukan tata ukur dari pada unsur- yang paling dalam. Pemujaan kepada
unsur acara serta rangkaian alat-alat Du’a Ngga’e diungkapkan dalam bentuk
yang dipakai dalam upacara itu upacara adat-upacara ritual dengan
(Koenjaraningrat, 1974). berbagai sesajen, persembahan atau
Orang Ende-Lio pada masyarakat Desa korban. Sesajen bermacam-macam
Adat Saga percaya segala sesuatu bentuk, tempat dan arahnya disesuaikan
didunia mempunyai nyawa. Nyawa dengan upacara yang dilaksanakan.
manusia tetap hidup walaupun sudah Persembahan kepada Du’a Ngga’e
meninggal. Bagi masyarakat Saga menggunakan Babi atau Ayam. Adanya
percaya para leluhur yang sudah kepercayaan terhadap Du’a Ngga’e
meninggal merupakan perantara mereka terkait dengan pandangan masyarakat
antara dunia nyata dengan alam semesta. Desa Adat Saga terhadap tata ruang jaga
Masyarakat Desa Adat Saga secara raya atau makro kosmos yang dipandang
umum memeluk agama Kristen Katolik, tiga unsur yaitu dunia atas (tempat yang
tetapi mereka tetap memega ng paling tinggi dan bersemayamnya para
kepercayaan-kepercayaan terdahulu leluhur yang sudah meninggal, dunia
(BPS Kabupaten Ende, 2015). Sebelum tengah (tempat bertemunya masyarakat
masuknya agama-agama besar dengan dan dunia kehidupan manusia) dan dunia
paham monoteisme, masyarakat Saga bawah (tempat memilihara hewan/ dunia
pada dasarnya telah memiliki kotor). Penggambaran dari tiga unsur
kepercayaan yang diwariskan secara digambarkan berdasarkan postur tubuh
lisan turun temurun. Kepercayaan manusia dengan manusia itu sendiri
diwujudkan dengan istilah wujud sebagai pusatnya (Tuan dalam Haryanto
tertinggi keilahian yang disebut Du’a et.al, 2012).
Ngga’e (Mbete et.al, 2004).
Du’a Ngga’e menurut konsep
kepercayaan masyarakat Saga
merupakan wujud tertinggi. Pengertian

176
Zulkifli H. Achmad, Antariksa, Agung Murti Nugroho, Kosmologi Ruang Vertikal Dan Horizontal Pada Rumah
Tradisional (Sa’o) Desa Adat Saga, Kabupaten Ende, Flores

Rumah Tradisional Desa Adat Saga hubungan antara tiang-tiang yang


disebut leke. Bagian berfungsi sebagai
Rumah tradisional masyarakat Desa tempat mengurung hewan seperti Babi
Adat Saga disebut Sa’o. Jumlah Sa’o di dan Ayam dan mempunyai fungsi
Desa Adat Saga sekitar 20 Sa’o. Setiap religius. Tiang-tiang pada struktur Sa’o
Sa’o terdapat mosalaki (ketua adat). menggunakan batu yang sudah
Rumah tradisional (Sa’o) dalam dilancipkan menentukan patokan dari
masyarakat Saga bukan sekedar untuk tiang-tiang terdapat sebuah batu yang
tinggal, tetapi juga menggambarkan disebut watu nitu. Watu nitu merupakan
fungsi-fungsi sosial tertentu sehingga sebuah batu yang sudah ada sejak zaman
hampir setiap rumah tradisional nenek moyang (hasil wawancara
mempunyai namanya yang berbeda- Welhemus Sowa yang merupakan
beda. arsitek dari rumah tradisional (Sa’o).
Bentuk rumah tradisional (Sa’o) ialah Bagian badan Sa’o disebut one, yang
persegi empat dengan atap yang terdiri dari atas ruang-ruang yang
menjulang tinggi sebagai simbol dinamakan berdasarkan fungsi dan
kesatuan dengan sang ilahi. Dipuncak perannya. Ruang bagian depan disebut
atap terdapat 3 simbol yaitu kola keda, tenda berfungsi sebagai ruang santai,
kolo Sa’o dan saga wula leja (kepala ruang dhembi merupakan ruang istirahat
keda, kepala Sa’o dan tiang altar perempuan, ruang lulu merupakan ruang
matahari dan bulan). Berdasarkan istirahat laki-laki sedangkan ruang
kepercayaan masyarakat Saga yang tengah disebut koja ndawa yang
membagi dunia menjadi tiga yaitu dunia merupakan pusat dari ruang-ruang ada
atas, dunia tengah dan dunia bawah Sa’o. Ruang koja ndawa juga disebut
sehingga penggambaran rumah rahim, karena ruang digunakan sebagai
tradisional (Sa’o) menyerupai bentuk tempat melakukan upacara adat, tempat
manusia yaitu atap (dunia atas), dunia berkumpul, tempat musyawarah
tengah (badan rumah) dan dunia bawah keluarga. Bagian atas disebut dengan
(kaki rumah). gara. Bagian atas merupakan bagian
Secara hirarkis vertikal rumah yang paling sakral dalam rumah karena
tradisional Saga dibedakan menjadi tiga dianggap roh-roh nenek moyang atau
bagian yaitu adalah lewu, one dan gara leluhur mereka bersemayam. Pada
sebagaimana menyebut posisi bagian rumah tradisional (Sa’o) tersusun 5
tubuh manusia. Gara adalah kepala, one lapisan (5 gara) jika semakin keatas
merupakan badan dan lewu adalah kaki. posisi gara semakin sakral ruang. Posisi
Apabila menyebut ruang atap, dinding dari gara dibiarkan terbuka dengan dari
dan tiang lantai panggung, maka ruang bawah sampai atap. Posisi terbuka
atap sebagai gara, dinding sebagai one menurut kepercayaan masyarakat Saga
dan kolong disebut lewu. Bagian kaki agar mereka lebih dekat dengan Du’a
(kolong) disebut lewu Sa’o, yaitu kolong Ngga’e dan leluhur.
rumah tradisional yang terbentuk oleh

177
Jurnal Teknik Arsitektur ARTEKS, Volume. I, Nomor 2, Juni 2017
ISSN 2541-0598

Gambar 4. Pembagian sistem vertikal pada rumah tradisional (sa’o) desa adat Saga
Sumber: Hasisl Analisis, 2016

Bagian
Sa’o Fungsi Konotasi/Simbolik
Struktur
a. Bentuk atap dikonotasi sebagai metafora
dari bentuk mirip perahu
Penutup seluruh b. Simbol kewibawaan dari mosalaki
Bagian Atas Gara struktur rumah (ketua adat)
tradisional (Sa’o) c. Penggamabaran dari tubuh manusia
yaitu kepala yang dihubungkan dengan
dunia atas
Sebagai wadah
a. Wadah bagi asas-asas hidup manusia
untuk kegiatan
untuk menciptakan kehidupan yang
sehari-hari dan
Bagian harmonis
One kegiatan fungsional
Tengah b. Rahim dari rumah tradisional (Sa’o)
praktis penghuni
c. Penggambaran dari badan manusia yang
seperti tidur, makan
dihubungkan dengan dunia tengah
dan memasak
a. Bagian yang dianggap terendah dan
Kontruksi
kotor.
Bagian penopang/penahan
Lewu b. Wadah bagi hewan seperti babi dan
Bawah struktur rumah
ayam yang digunakan sebagai upacara
trdisional (Sa’o)
adat

Tabel 1. Pembagian rumah tradisional (sa’o) secara vertikal


Sumber: Hasisl Analisis, 2016

178
Zulkifli H. Achmad, Antariksa, Agung Murti Nugroho, Kosmologi Ruang Vertikal Dan Horizontal Pada Rumah
Tradisional (Sa’o) Desa Adat Saga, Kabupaten Ende, Flores

Sa’o. Bagian depan disebut tenda


merupakan ruang yang berada bagian
yang paling depan dari Sa’o sebelum
kita masuk ke dalam Sa’o. Ruang tenda
secara fungsi digunakan sebagai area
menerima tamu laki-laki dan ruang
santai, ruang makan tamu saat upacara
adat. Bagian tengah disebut koja ndawa.
Ruang koja ndawa berfungsi sebagai
sebagai tempat berkumpul keluarga di
dalam Sa’o dan juga sebagai tempat
untuk makan bersama. Ruang koja
ndawa juga disebut rahim dari Sa’o.
Bagian samping disebut dhembi. Ruang
dhembi terdiri atas dua ruang yaitu
dhembi kiri dan kanan. Ruang dhembi
berfungsi sebagai ruang istirahat
perempuan. Bagian belakang disebut
lulu. Ruang lulu berfungsi sebagai ruang
istirahat laki-laki dan gudang.

Gambar 5. Kosmologi vertikal pada rumah


tradisional (sa’o) desa adat Saga
Sumber: Hasisl Analisis, 2016

Secara konsep horizontal merupakan


nilai kemanusiaan yang mengarah
hubungan sosial antara manusia dan
mengacu pada cardinal point (titik
pusat). Pembagian fungsi pada sistem
horizontal pada rumah tradisional (Sa’o)
dibagi dalam empat fungsi utama yaitu
bagian depan (tenda) merupakan area
publik yang bersifat sosial untuk
menerima tamu laki-laki dan tempat
bersantai. Bagian tengah atau dalam
(koja ndawa) merupakan area utama
yang merupakan posisi yang sangat
Gambar 6. Pembagian ruang pada rumah
penting karena menjadi pusat pada Sa’o, tradisional (sa’o) desa adat Saga
tempat berkumpul dan ruang bersama. Sumber: Hasisl Analisis, 2016
Bagian samping kiri dan kanan terdapat
dhembi yang dijadikan ruang istirahat Pandangan kosmologi ruang pada rumah
perempuan, ruang bersifat privat. Bagian tradisional Desa Adat Saga secara
belakang (lulu) atau ruang istirahat laki- horizontal dilukiskan dengan ibu
laki atau gudang tergantung dari ukuran terbaring. Metafora Sa’o diklasifikasikan

179
Jurnal Teknik Arsitektur ARTEKS, Volume. I, Nomor 2, Juni 2017
ISSN 2541-0598

sebagai metafora sebagai seorang ibu (kepala) dalam perihal ini laki-laki
memberikan penjelasan tentang merupakan kepala keluarga atau kepala
keberadaan nilai-nilai perempuan yang rumah tangga. Kedua kaki yang
sangat dijunjung tinggi. Sosok seorang menggujur ke depan dikonotasikan
seorang ibu terlihat jelas pada ukiran setiap orang yang ingin masuk ke rumah
pintu (pene ria) masuk Sa’o yakini tradisional (Sa’o) dijamu pada ruang
ukiran payudara seorang wanita yang tenda dan kedua kaki tersebut berhenti
melambangkan kehidupan manusia dan pada ruang tenda. Dhembi kiri dan
sebuah papan yang melintang dibawah kanan merupakan ruang istirahat
peneria yaitu koba leke yang perempuan dikonotasikan kedua tangan
melambangkan perkembangan manusia. yang sedang mereba sedangkan koja
Hakekatnya rumah tradisional Saga ndawa dijadikan rahim ibu,
merupakan inti dari kesuburan dan dikonotasikan sebagai area berkumpul
kelahiran. dan ruang bersama.

Gambar 7. Musu susu dan koba leke


Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2016

Posisi kepala ibu di bagian lulu (ruang


istirahat laki-laki), kedua kaki yang
menggujur kedepan berada pada bagian
tenda (ruang istirahat atau menerima Gambar 8. Kosmologi horizontal pada rumah
tamu), kedua tangan yang mereba berada tradisional (sa’o) desa adat Saga
pada ruang dhembi kanan dan kiri, rahim Sumber: Hasil Analisis, 2016
atau puse berada pada ruang koja ndawa.
Lulu merupakan ruang istirahat laki-laki
yang secara konotasi merupakan ulu

Sa’o Ruang Wujud Fungsi Konotasi/Simbolik


Setiap orang yang ingin masuk
ke rumah tradisional (Sa’o)
Bagian Ruang santai dan
Tenda Eko dijamu pada ruang tenda dan
Depan ruang menerima.
kedua kaki tersebut berhenti
pada ruang tenda.
Dhembi
Bagian Ruang istirahat kedua tangan yang sedang
Dhembi kanan dan
Samping perempuan. mereba.
kiri
Bagian Koja Area berkumpul dan
Puse Rahim Sa’o
Tengah Ndawa ruang bersama.
Bagian Ruang istirahat laki- Ulu (kepala) dalam perihal ini
Lulu Ulu
Bawah laki yang secara laki-laki merupakan kepala

180
Zulkifli H. Achmad, Antariksa, Agung Murti Nugroho, Kosmologi Ruang Vertikal Dan Horizontal Pada Rumah
Tradisional (Sa’o) Desa Adat Saga, Kabupaten Ende, Flores

konotasi merupakan keluarga atau kepala rumah


ruang belakang. tangga

Tabel 2. Pembagian rumah tradisional (sa’o) secara horizontal


Sumber: Hasisl Analisis, 2016

(kepala). Kosmologi secara horizontal


lebih diwujudkan dalam hubungan sosial
kemanusiaan/kemasyarakatan yang
dilukiskan metafora dari seorang ibu
yang sedang terbaring yang membagi
dalam empat (4) bagian yaitu lulu
(ulu/kepala), koja ndawa (puse/tengah),
dhembi (rebahan tangan) dan tenda
(eko/menggujur kedua kaki). Metafora
seorang ibu memberikan penjelasan
tentang keberadaan perempuan yang
sangat dijunjung tinggi (hasil wawancara
A.M Mako salah satu keturunan
mosalaki (ketua adat) Desa Adat Saga,
April, 2016).

Gambar 9. Pembagian ruang secara


horizontal pada rumah tradisional (sa’o) desa
adat Saga Gambar 10. Kosmologi secara vertikal dan
Sumber: Hasil Analisis, 2016 horizontal pada rumah tradisional (sa’o) desa
adat Saga
Berdasarkan analisis sistem vertikal dan Sumber: Hasil Analisis, 2016
horizontal pada permukiman Desa Adat
Saga dipengaruhi dengan nilai Pandangan kosmologi dalam konsep
kepercayaan. Kosmologi secara vertikal vertikal dianggap sebagai bentuk
lebih kepada perwujudan hubungan makrokosmos dari alam semesta yaitu
manusia dengan ketuhanan yang dunia bawah (bawah tanah), dunia
menujukan tingkat hirarki pada Sa’o tengah (alam semesta), dan dunia atas
yang dibagi dalam tiga tingkatan yaitu (langit). Pembagian konsep vertikal juga
lewu (kaki), one (badan) dan gara dianalogikan sebagai manusia yang

181
Jurnal Teknik Arsitektur ARTEKS, Volume. I, Nomor 2, Juni 2017
ISSN 2541-0598

memiliki kaki , badan dan kepala. pembagian ruangnya berpusat pada satu
Konsep horizontal mengarah pada titik yaitu pada ruang tengah.
hubungan sosial antara manusia dan
mengacu pada satu titik pusat (cardinal
point). Kesimpulan
Tata letak pembagian vertikal dan
horizontal pada Arsitektur Ende Lio Kosmologi ruang vertikal dan horizontal
pada Desa Adat Saga menyerupai salah pada rumah tradisional (Sa’o) Desa Adat
satu rumah tradisional di NTT salah didasari atas kepercayaan Du’a Ngga’e.
satunya pada arsitektur tradisional Berdasarkan kepercayaan masyarakat
Sumba. Adat dan kepercayaan yang Saga yang membagi dunia menjadi tiga
mereka pegang yaitu “ Marapu” yaitu yaitu dunia atas, dunia tengah dan dunia
sistem kepercayaan masyarakat yang bawah sehingga penggambaran rumah
mempercayai arwah nenek moyang atau tradisional (Sa’o) menyerupai bentuk
leluhur yang telah meninggal tetap hidup manusia yaitu atap (dunia atas), dunia
ditengah-tengah mereka dan meminta tengah (badan rumah) dan dunia bawah
perlindungan dan berkah (Topan, 2005). (kaki rumah).
Sistem kepercayaan Marapu membagi Pandangan kosmologis ruang pada
dunia menjadi tiga bagian yaitu dunia rumah tradisional Saga secara vertikal
atas sebagai tempat para dewa dan arwah rumah tradisional Saga dibedakan
leluhur, dunia tengah sebagai tempat menjadi tiga bagian yaitu adalah lewu,
kehidupan manusia dan dunia bawah one dan gara sebagaimana menyebut
sebagai tempat hewan. Pembagian posisi bagian tubuh manusia. Gara
diwujudkan ruang rumah secara vertikal adalah kepala, one merupakan badan dan
yaitu uma deta (dunia atas), ruang dalam lewu adalah kaki. Apabila menyebut
rumah (uma bei) sebagai kehidupan dan ruang atap, dinding dan tiang lantai
kolong (kali kambunga) sebagai tempat panggung, maka ruang atap sebagai
hewan (Hariyanto, et.al 2012). gara, dinding sebagai one dan kolong
Pembagian ruang secara horizontal pada disebut lewu. Pandangan kosmologi
rumah tradisional Sumba sangat jelas ruang rumah tradisional Desa Adat Saga
dengan pola yang memisahkan area pria secara horizontal dilukiskan dengan ibu
dan wanita dengan pusat rumah pada terbaring. Posisi kepala ibu di bagian
tempat perapian ditengah (rapu) (Mross lulu (ruang istirahat laki-laki), kedua
dalam Hariyanto et.al, 2012). kaki yang menggujur kedepan berada
Jika dilhat dari sistem kepercayaan yang pada bagian tenda (ruang istirahat atau
dianut oleh masih-masing permukiman menerima tamu), kedua tangan yang
adat Saga dan permukiman adat Sumba mereba berada pada ruang dhembi kanan
ditarik kesimpulan rumah tradisional dan kiri, rahim atau puse berada pada
Saga di Kabupaten Ende dan rumah ruang koja ndawa.
tradisional Sumba Barat di Pulau
Sumba, secara umum memiliki
kesamaan dengan pembagian ruang
secara vertikal dibagi atas tiga bagian
yaitu dunia atas, dunia tengah dan dunia
bawah sedangkan secara horizontal

182
Zulkifli H. Achmad, Antariksa, Agung Murti Nugroho, Kosmologi Ruang Vertikal Dan Horizontal Pada Rumah
Tradisional (Sa’o) Desa Adat Saga, Kabupaten Ende, Flores

Daftar Pustaka
Basrowi & Suwandi. (2008). Memahami
Penelitian Kualitatif. Rineka Cipta,
Jakarta.
Hariyanto, A. D, et.al. (2012).
Hubungan Ruang, Bentuk dan
Makna pada Arsitektur Tradisional
Sumba Barat. LPPM, UKP.
Kustedja, S. Antariksa, & Salura, P.
(2012). Kosmologi Media
Interprestasi Makna Pada
Arsitektur Tionghoa Tradisional.
Jurnal Sosioeknologi, 11 (27).
Koentjaraningrat. (1974). Kebudayaan
Mentalitas dan Pembangunan.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Mashuri. (2012). Perwujudan Kosmologi
Pada Bangunan Rumah tradisional
Toraja. LANTING Journal of
Architecture, 1 (1):1-10.
Mangunwijaya, Y. B. Wastu, Citra.
(1988). Pengantar ke Ilmu Budaya
Bentuk Arsitektur Sendi sendi
Filsafatnya Beserta Contoh-Contoh
Praktis. Jakarta.
Mbete, A. et.al. (2004). Khazanah
Budaya Lio Ende. Pustaka Larasan.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Kabupaten Ende.
Pangarsa, G. W. (2006). Merah Putih
Arsitektur Nusantara. Andi Offset,
Yogyakarta.
Spradley, J. P. (1997). Metode Etnografi
terjemahan buku The Etnograpic
Interview. Diterjemahkan oleh
Misbah Zulfa Elizabeth. Tiara
Wacana Yogya, Yogyakarta.
Suwandi dan Basrowi. (2008).
Memahami Penelitian Kualitatif.
PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Topan, M. A. (2005). Morfologi
Arsitektur Sumba. Jurnal Penelitian
dan Karya Ilmiah Lemlit USAKTI
17.

183
Jurnal Teknik Arsitektur ARTEKS, Volume. I, Nomor 2, Juni 2017
ISSN 2541-0598

184

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai