Anda di halaman 1dari 13

Atavisme, 20 (2), 2017, 237-249

KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT SENTANI, PAPUA


DALAM UNGKAPAN TRADISIONAL
Papuan-Sentani Local Wisdom as Revealed in Their Traditional Expression

Wigati Yektiningtyas

Fakultas Keguruan dan Ilmu Kependidikan, Universitas Cenderawasih


Jalan Raya Sentani-Abepura, Jayapura Papua, Indonesia. Telepon/Faksimile (0967) 581322,
Pos-el: wigati.yektiningtyas@unicen.ac.id; wigati.modouw@gmail.com

(Naskah Diterima Tanggal 4 Oktober 2017—Direvisi Akhir Tanggal 17 Oktober 2017—Disetujui Tanggal 18 Oktober 2017)

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk membahas kedudukan dan fungsi ungkapan tradisional
Sentani serta menggali nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Masalah yang menjadi fokus pe-
nelitian adalah kedudukan, fungsi, dan nilai-nilai kearifan lokal ungkapan tradisional Sentani.
Ungkapan dikumpulkan di Wilayah Sentani dengan bantuan para informan melalui teknik obser-
vasi, rekaman, wawancara, transkripsi, dan penerjemahan serta mendiskusikan kembali hasilnya
dengan para ondofolo/khote sebagai pemangku adat Sentani. Penelitian ini menggunakan pende-
katan sosial-budaya. Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa nilai kearifan utama masyarakat
Sentani yang terungkap dalam ungkapan tradisional, yaitu holei narei (membangun dan merawat
tali persaudaraan), kerja keras, gotong royong, saling menghormati, jujur, dan taat adat-istiadat,
dapat digunakan sebagai acuan (1) kegiatan pendidikan, (2) kehidupan sosial, (3) norma adat-
istiadat, (4) nilai etika, (5) nilai estetika, (6) kegiatan ekonomi, dan (7) kegiatan politik.
Kata-Kata Kunci: folklor; ungkapan tradisional; nilai kearifan; holei narei

Abstract: The research has an aim of documenting Sentani folklore, especially discussing the exis-
tence and functions of Sentani traditional proverbs and seeking to reexplore the values of wisdom
they carry within. The proverbs were collected from Sentani region informants by close observation,
recordings, interviews, transcription, translation and focus group discussions with the tribal chiefs
(ondofolo/khote) as traditional authority holders of Sentani culture. Using the socio-cultural ap-
proach, the result shows that the primary values of Sentani wisdom is revealed from the traditional
expressions, namely holei narei (build and maintain comradeship), hardwork, mutual cooperation,
mutual respect, honesty, and loyalty to traditions that can be used as guidance for (1) education,
(2) social life, (3) traditional norms, (4) ethical values, (5) aesthetics (6) economy, and (7) politics.

Key Words: folklore; traditional expressions; local wisdom; holei narei

How to Cite: Yektiningtyas, W. (2017). Kearifan Lokal Masyarakat Sentani, Papua dalam Ungkapan Tradisional.
Atavisme, 20 (2), 237-249 (doi: 10.24257/atavisme.v20i2.396.237-249)

Permalink/DOI: http://doi.org/10.24257/atavisme.v20i2.396.237-249

PENDAHULUAN penggunaannya semakin surut seiring


Masyarakat Sentani tinggal di tepi dan dengan menghilangnya generasi tua dan
pulau-pulau di Danau Sentani, Jayapura, kurangnya sosialisasi kepada generasi
Papua. Salah satu kekayaan folklor ma- muda. Dahulu, masyarakat Sentani ge-
syarakat Sentani adalah ungkapan mar menggunakan ungkapan tradisi-
tradisional yang kini keberadaan dan onal, baik berupa pepatah maupun

©2017, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print) 237


Wigati Yektiningtyas/Atavisme, 20 (2), 2017, 237-249

peribahasa dalam kehidupan berbahasa pun selalu memusyawarahkan segala


sehari-hari. Memberikan nasihat dan te- keputusan dalam musyawarah adat
guran secara halus melalui ekspresi pe- seperti terungkap dalam meriya uriya ar-
patah dan peribahasa dianggap lebih iya faeukiya (kumpul tangan, kumpul ba-
mengena daripada harus diungkapkan dan, kumpul kata-kata).
secara langsung, yang mungkin saja akan Ungkapan tradisional ini mengek-
menimbulkan rasa dendam dan sakit ha- spresikan nilai-nilai kearifan masyarakat
ti yang dapat memicu konflik, pertikaian, Sentani. Kearifan lokal seperti itu diyaki-
perseteruan, atau bahkan perang sauda- ni masyarakat Sentani dapat memba-
ra. Sebuah pepatah Sentani berbunyi ko ngun kehidupan sosial dan adat masya-
ruwele nano kleu honole yang secara rakat Sentani, baik secara individu mau-
harafiah berarti kelapa jatuh tidak jauh pun kolektif. Keyakinan ini pun tampak,
dari pohonnya ditujukan untuk memuji baik secara eksplisit maupun implisit
atau menyindir perbuatan seorang anak, ada dalam ekspresi budaya mereka. Mi-
baik atau buruk, yang tidak berbeda de- salnya, kepercayaan mereka akan ada-
ngan orang tuanya. Seorang yang malas nya matahari (hu) yang selalu melihat
bekerja, tetapi rakus makan akan disin- (joko) membuat masyarakat Sentani
dir dengan ungkapan hamang nenaeisele enggan untuk hidup dalam dusta.
emei roibu-yae helemende (makanan ti- Melalui pengamatan, kini kehidup-
dak datang dengan sendirinya, tetapi ha- an ungkapan tradisional seperti ini se-
rus diusahakan). Seorang perempuan makin sulit ditemukan pada masyarakat
yang cerewet disindir dengan ungkapan Sentani, terutama masyarakat yang ting-
a miyae heba-keto yoye, a kasangge a gal dekat kota dan generasi muda. Nilai
wanengkaeneyele (perempuan yang te- gotong royong, kerja keras, tolong meno-
rus berbicara ibarat burung yoye1 dan long yang dijunjung masyarakat lama ki-
kasangge”2). Ungkapan-ungkapan terse- ni semakin sulit ditemukan. Masyarakat
lubung yang mengandung teguran dan Sentani seolah-olah berubah menjadi
sindiran tersebut lebih dapat diterima masyarakat individual. Sikap saling
seseorang daripada disampaikan secara menghormati pun menjadi “mahal” har-
langsung, misalnya, “Kamu sama pelit- ganya.
nya dengan ibumu!” atau “Malas sekali Ketertarikan peneliti terhadap ung-
kamu ini!”. kapan tradisional masyarakat Sentani ini
Masyarakat Sentani pun menekan- dilatarbelakangi oleh beberapa hal. Per-
kan pentingnya hidup jujur karena mata- tama, ungkapan tradional Sentani me-
hari selalu melihat (hu joko erele). (Hu= ngandung konstruksi nilai sosial budaya
dewa/matahari, jokho=mata, erele=se- masyarakat dan mencerminkan kearif-
dang melihat). Bagi masyarakat Sentani, an lokal masyarakat. Dengan menggali
kebenaran tidak dapat diputarbalikkan ungkapan tradisional diharapkan dapat
seperti terungkap dalam hu waisa eketei, diungkapkan cara pandang masyarakat
nauka menggeten (matahari tidak per- Sentani, struktur sosial, sistem kekera-
nah terbit dari barat). Sikap menghor- batan, sistem kepercayaan, sistem adat,
mati orang tua atau yang lebih dituakan dan nilai-nilai sosial budaya lainnya.
sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat Penggalian ini pun merupakan usaha pe-
seperti diekspresikan dalam ungkapan nyelisikan dan penyebaran kembali kea-
heu foi ka foi eukendena wakaalong-bere rifan lokal yang sudah mulai diting-
eumi kelende (bila kau mendapatkan galkan oleh generasi muda dan masyara-
ikan yang baik berikan kepada kakak kat kota. Kedua, ungkapan tradisional
dan bapaktuamu). Masyarakat Sentani mempunyai fungsi yang secara

238 ©2017, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print)


Wigati Yektiningtyas/Atavisme, 20 (2), 2017, 237-249

kontekstual mencerminkan fenomena Berdasarkan latar belakang yang


sosial budaya masyarakat Sentani tersebut, masalah yang menjadi fokus
(Yektiningtyas and Modouw, 2017) penelitian ini adalah: (1) apa sajakah
Fungsi ini pun mempunyai pengaruh ungkapan tradisional yang dikuasai oleh
yang signifikan terhadap kehidupan ber- masyarakat Sentani? dan (2) bagaimana-
masyarakat dan beradat masyarakat. Ke- kah nilai-nilai kearifan masyarakat Sen-
tiga, penelitian ini dapat menjadi media tani yang direfleksikan dalam ungkapan
inventerisasi yang merupakan langkah tradisional, baik pepatah maupun peri-
awal preservasi dan revitalisasi foklor bahasa Sentani dan ekspresi budaya ma-
Sentani. Hal ini sangat berkaitan erat de- syarakat Sentani berkaitan dengan kea-
ngan fakta di lapangan bahwa ungkapan rifan lokal yang diyakininya? Sementara
tradisional semakin tidak dikenali oleh itu, penelitian ini bertujuan untuk (1)
masyarakat Sentani seiring dengan se- mengungkap dan mendokumentasikan
makin langkanya penutur dan pengguna ungkapan tradisional Sentani, baik pepa-
bahasa dan ungkapan tradisional tah maupun peribahasa agar dapat dike-
(Kobepa, 2016). Oleh karena itu, peneliti nali oleh generasi muda Papua, khusus-
menganggap perlu untuk melakukan re- nya Sentani dan (2) mengungkap nilai-
dokumentasi, preservasi, dan penggalian nilai kearifan masyarakat Sentani yang
kembali nilai-nilai kearifan masyarakat terkandung dalam ungkapan tradisional
Sentani yang terkandung dalam ungkap- Sentani sehingga dapat digunakan seba-
an tradisional dan mensosialisasikannya. gai acuan berbagai kegiatan pendidikan,
Pudentia (2015) mengatakan bah- kehidupan sosial, adat-istiadat, nilai eti-
wa folklor (termasuk ungkapan tradisio- ka, nilai estetika, ekonomi, dan politik
nal) mempunyai fungsi sebagai pe- dalam rangka usaha pembinaan dan pe-
ngungkap alam pikiran, sikap, dan sis- ngembangan kebudayaan dan karakter
tem sosial budaya pendukungnya. masyarakat Papua, khususnya Sentani.
Dundes (1980) mengatakan bahwa folk- Hasil penelitian ini diharapkan da-
lor adalah sebuah cermin budaya yang pat berdaya guna sebagai berikut. Dalam
menyediakan fasilitas bagi pemilik buda- perspektif akademis, penelitian ini da-
ya itu sendiri atau kelompok lain untuk pat mendorong penelitian-penelitian se-
lebih memahami budaya mereka atau rupa di berbagai daerah di Papua. Dalam
budaya kelompok lain. perspektif pragmatis, khususnya dengan
Penelitian tentang nilai-nilai kearif- adanya otonomi daerah, hasil penelitian
an masyarakat Sentani dalam folklor te- dapat digunakan sebagai bahan pembe-
lah beberapa kali dilakukan, di antara- lajaran muatan lokal di beberapa jenjang
nya “Folklor Sentani: Penggalian Kemba- pendidikan dari sekolah dasar sampai
li Kearifan Lokal Masyarakat” (2009) perguruan tinggi di Papua. Dengan demi-
oleh Wigati Yektiningtyas, Raymond kian, diharapkan generasi muda Sentani
Fatubun, dan Niko Jakarimilena. Semen- bisa mengenali budayanya serta mampu
tara itu, dokumentasi ungkapan tradisi- menggali dan mengembangkan identitas
onal Sentani telah dilakukan pada tahun sendiri dan sikap kritis.
1990 oleh peneliti. Penelitian ini meru- Kearifan berasal dari kata “arif”
pakan pengembangan penelitian terda- yang menurut Kamus Besar Bahasa Indo-
hulu yaitu mengeksplorasi nilai-nilai ke- nesia (2016) berarti ”bijaksana, cerdik,
arifan masyarakat Sentani dalam ung- pandai”. Bijaksana berarti” mengguna-
kapan tradisional sebagai sebuah strate- kan akal budi (pengalaman dan pengeta-
gi preservasi dan sosialisasi ungkapan huan)” dan ”pandai dan hati-hati
tradisional Sentani. (cermat, teliti) apabila menghadapi

©2017, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print) 239


Wigati Yektiningtyas/Atavisme, 20 (2), 2017, 237-249

kesulitan.” Dengan demikian, dapat di- Sentani tidak dapat dilepaskan dari feno-
simpulkan bahwa kearifan lokal adalah mena sosial budaya masyarakat Sentani
kebijaksanaan dan kecerdasan suatu ko- sebagai latar lahirnya ungkapan-ungkap-
munitas dalam menghadapi dinamika an tradisional tersebut (Abrams, 1971;
kehidupan. Dalam penelitian ini, kearifan Dorson, 1972; Yektiningtyas-Modouw
lokal digali melalui ekspresi ungkapan and Karna, 2013). Ungkapan tradisional
tradisional masyarakat Sentani. Sentani keberadaannya tidak dapat dile-
Ungkapan tradisional sebagai salah paskan dari lingkungan masyarakat se-
satu genre folklor lisan merupakan sebu- hingga pembahasannya pun dikaitkan
ah produk budaya kolektif yang dapat dengan latar sosial-budaya masyarakat.
digunakan untuk merekonstruksi nilai Penelitian ini merupakan lanjutan dari
budaya atau pandangan hidup suatu ma- penelitian yang sudah dilakukan oleh pe-
syarakat tertentu yang masih bertahan nulis pada tahun 1990 ketika pengum-
hingga sekarang. Pengetahuan mengenai pulan data ungkapan tradisional diawali.
nilai budaya suatu kolektif sangat pen- Data diperkaya dengan cara mengum-
ting karena dengan pengetahuan itu pulkan kembali ungkapan tradisional
akan dapat dikaji apakah pandangan hi- melalui bantuan para informan yang ter-
dup yang dianut suatu masyarakat yang diri atas para pemangku adat (ondofo-
tengah dikaji itu sesuai atau tidak de- lo/khote), tua-tua adat, dan beberapa to-
ngan jiwa pembangunan sekarang ini. koh masyarakat dan orang tua yang me-
Sehubungan dengan itu, kearifan lokal mahami ungkapan tradisional. Data di-
dapat tercermin dari ungkapan tradisio- kumpulkan melalui pengamatan, wa-
nal sebagai bagian dari folklor sekaligus wancara, dan perekaman. Setelah data
produk budaya kolektif. Dengan kata la- dikumpulkan dilakukan diskusi (Focus
in, ungkapan tradisional sebagai bagian Group Discussion) dengan para informan
dari folklor mengungkapkan apa yang secara bersama-sama untuk mengecek
dirasakan penting bagi suatu masyara- ketepatannya, baik bahasa maupun
kat pada suatu masa tertentu. esensinya. Setelah validasi data, analisis
Oleh karena itu, dengan kata lain dilakukan dengan melakukan penerje-
folklor sebagai produk budaya kolektif mahan, klasifikasi, dan eksplorasi nilai-
mengandung nilai-nilai kearifan lokal nilai kearifan yang terkandung dalam
yang sangat bermanfaat, baik bagi ma- ungkapan tradisional.
syarakat pendukungnya maupun pem- Data yang digunakan dalam peneli-
bangunan dalam konteks global dan me- tian ini ada dua jenis, yaitu data primer
nyeluruh. Nilai-nilai kearifan lokal dalam dan data sekunder. Data primer adalah
folklor ini, antara lain menghargai sifat ungkapan yang diperoleh dari para
mandiri, jiwa dan semangat gotong-ro- penutur di wilayah Sentani, yaitu Isele,
yong, dan mencintai insan ciptaan Tuhan Kabu, Yabansai, Klimbe, Klimbai, dan
baik sesama manusia maupun makhluk Asei (Sentani Timur), Nolokla (Sentani
lainnya. Ia berfungsi untuk menemukan Tengah), dan Kwadeware (Sentani Ba-
jati diri suatu bangsa serta berpotensi rat) selama kurang lebih 6 bulan peneli-
bagi pengembangan pariwisata lokal tian, yaitu pada bulan Februari sampai
maupun nasional (Pudentia, 2015). dengan Juli 2017. Kendati terdapat tiga
dialek di Sentani, yaitu dialek Sentani
METODE Timur, dialek Sentani Tengah, dan dialek
Penelitian ini merupakan penelitian kua- Sentani Barat, tetapi dialek tidak diper-
litatif yang menggunakan pendekatan soalkan karena tidak memengaruhi
sosial budaya. Ungkapan tradisional substansi ungkapan. Data sekunder

240 ©2017, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print)


Wigati Yektiningtyas/Atavisme, 20 (2), 2017, 237-249

diperoleh dari hasil penelitian terdahulu, yang kesannya memojokkan orang cen-
baik mengenai budaya, bahasa, maupun derung dihindari.
folklor Sentani.
Kearifan Lokal dalam Ungkapan Tra-
HASIL DAN PEMBAHASAN disional Sentani
Kedudukan dan Fungsi Ungkapan Sebagaimana diungkapkan sebelumnya
Tradisional Sentani bahwa ungkapan tradisional Sentani
Secara universal, ungkapan tradisional yang lahir dari lingkungan alam, sosial,
Sentani yang lahir dari kelompok kolek- dan budaya masyarakat Sentani mempu-
tif masyarakat yang berpegang kuat pa- nyai ajaran moral, sosial yang meliputi
da tradisi, mempunyai kedudukan yang nilai-nilai kearifan yang digunakan un-
penting dalam berbagai aspek kehidup- tuk mendidik, menuntun, dan memba-
an masyarakat. Ungkapan tradisional ngun masyarakat. Melalui ungkapan tra-
merupakan referensi masyarakat dalam disional yang terkumpul dalam peneliti-
mengacu kegiatannya, yaitu pendidikan, an ini terungkap nilai kearifan utama
sosial, adat istiadat, etika, estetika, eko- masyarakat Sentani, yaitu holei narei,
nomi, dan politik. kerja keras, gotong royong, saling meng-
Menurut para ondofolo sebagai pim- hormati, jujur, dan taat adat ini dapat
pinan adat tertinggi, dan khote (kepala digunakan sebagai acuan (1) kegiatan
suku), sebelum Injil masuk di Sentani pendidikan, (2) kehidupan sosial, (3)
pada tahun 1932, ungkapan tradisional, norma adat-istiadat, (4) nilai etika, (5)
bersama bentuk folklor lainnya seperti nilai estetika, (6) kegiatan ekonomi, dan
cerita rakyat dan lantunan lisan, mem- (7) kegiatan politik.
punyai kedudukan yang penting dan uta-
ma sebagai acuan hukum, ekonomi, poli- Ungkapan Tradisional Sentani yang
tik, dan sosial budaya (Ramses Ohee, on- Menjadi Acuan Kegiatan Pendidikan
dofolo Waena, Februari 2017). Di masa Masyarakat Sentani lama mempunyai
lalu, hukuman bagi pelanggar norma dan idealisasi tersendiri tentang pendidikan
adat sangat ketat. Dengan ditegakkan yang dilakukan sejak dini. Secara formal,
hukum seperti ini, akan menjadi peri- pendidikan dilakukan di rumah inisiasi
ngatan bagi masyarakat untuk tidak me- yang disebut “rumah kombouw” bagi
lakukan kesalahan yang sama. Karena anak-anak laki-laki (pelajaran berburu,
bagi orang Sentani kebenaran tidak da- siasat perang, membuka kebun, dan lain-
pat diputar-balikkan (rai hu3 bumara lain) dan di rumah ondofolo bagi anak-
ereyale, raniai hu ara boro yaole). Periba- anak perempuan (pelajaran berkebun,
hasa ini berarti “pada siang hari, mataha- mencari ikan, memasak, mengurus kelu-
ri melihat dari atas, pada malam hari, arga). Secara tidak formal pendidikan
matahari mendengar dari bawah). Ung- pun diperkuat di rumah. Bagi masyara-
kapan ini berarti “tidak ada yang tersem- kat Sentani, pendidikan berkaitan erat
bunyi dari kebenaran”. dengan kerja keras.
Setelah Injil masuk, masih menurut Kerja keras yang berkaitan dengan
ondofolo Waena, semua kehidupan ma- kedisiplinan merupakan tuntutan utama
syarakat Sentani, juga keberadaan dan masyarakat Sentani. Tidak ada sesuatu
signifikasi folklor, peribahasa khususnya yang didapatkan secara gratis. Semua
didampingi oleh kebenaran yang dibawa harus diusahakan terlebih dahulu. Salah
Injil. Misalnya peribahasa yang mempu- satu ungkapan berbunyi “ana puma mi-
nyai nilai membangun orang lebih sering yae amiyae, weyae mbena maengge?”
digunakan. Sementara itu, peribahasa (Ibumu perempuan yang giat bekerja,

©2017, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print) 241


Wigati Yektiningtyas/Atavisme, 20 (2), 2017, 237-249

kamu anak siapa?). Ungkapan ini me- percaya bahwa walaupun tidak ada
ngekspresikan pandangan ganjil masya- orang yang melihat, sejak mereka belum
rakat kepada seorang anak yang tidak mengenal agama modern, mereka perca-
bekerja giat seperti ibunya. Bagi masya- ya bahwa ada dewa (hu) yang melihat
rakat Sentani, makanan harus diusaha- setiap tutur kata dan tingkah laku mere-
kan dengan sungguh-sungguh seperti ka. Ungkapan “rai hu4 bumara ereyale,
yang terungkap dalam “heke a riyae-ri- raniai hu ara boro yaole” (pada siang ha-
yae maye-maye” (mengerjakan kebun ri, matahari melihat dari atas, pada ma-
dengan tekun). Ungkapan ini merupakan lam hari, matahari mendengar dari ba-
nasihat untuk mengerjakan segala sesu- wah)5. Ungkapan mengajarkan secara
atu dengan baik. Bagi masyarakat Senta- lebih eksplisit bahwa baik siang, maupun
ni membuka kebun adalah pekerjaan be- malam matahari selalu melihat sehingga
sar yang dilaksanakan secara bergotong- bagaimana pun juga kebenaran dan keja-
royong. Sekelompok laki-laki akan mem- hatan tidak dapat disembunyikan seperti
bersihkan hutan dengan cara menebang dalam ungkapan raniai hu ara boro yaole
kayu-kayu dan membuat pagar. Semen- (pada malam hari matahari mendengar
tara sekelompok perempuan akan me- dari bawah). Istilah “dari bawah” meru-
nanam dan selanjutnya merawat kebun, juk pada “kolong rumah” karena rumah
seperti menyirami dan menyiangi. Se- orang Sentani adalah rumah panggung,
mua ini harus dilakukan dengan sung- yaitu rumah yang didirikan di atas tiang-
guh-sungguh karena jika tidak, mereka tiang
tidak akan mendapat hasil kebun yang
melimpah. Sikap bersungguh-sungguh Ungkapan Tradisional Sentani yang
amat diutamakan dalam masyarakat menjadi Acuan Kehidupan Sosial
Sentani, seperti diungkapkan dalam “wa Masyarakat Sentani mengutamakan pu-
kena ekaena o haka hokougonde” (kalau lau ehamokoi (gotong royong) dalam ke-
bersungguh-sungguh, kau bisa memetik hidupan sosial mereka. Membuat kebun,
buah pohon itu). berburu, membuat rumah, mencari ikan,
Bagi masyarakat Sentani, makanan, dan membuat perahu dilakukan secara
baik hasil kebun maupun hasil buruan bersama-sama. Salah satu ungkapan
harus diusahakan melalui proses yang mengatakan “yokou rokabie kayi bulau
panjang. Diungkapkan dalam “hamang eha bulaura mate” (pemimpin kegiatan
nenaeisele emei roibuyae helemende” gotong royong kampung pulang dari
(makanan tidak datang dengan sendiri- kegiatan membuat perahu dan membu-
nya kecuali dengan keringat). Masyara- ka kebun). Ungkapan ini merupakan na-
kat percaya bahwa tidak ada sesuatu sihat untuk melakukan pekerjaan secara
yang datang dengan sendirinya, semua bergotong royong (pulau ehamokoi). Da-
perlu usaha keras. Ungkapan lain me- lam praktiknya, di satu pihak, kegiatan
ngatakan “roijae naumeye eneufonde ene- gotong royong dikoordinir oleh ondofolo
palende hekewende” (dengan keringat dengan mengutus kepala suku (khote)
dan panas matahari yang menghangus- yang berkaitan langsung dengan peker-
kan badanmu engkau dapat makan). jaan gotong royong tertentu, misalnya
Ungkapan ini mengatakan bahwa “hidup membuat perahu atau berburu. Di lain
perlu perjuangan dan kerja keras”. pihak, masyarakat akan mengikuti kegi-
Di samping kerja keras, pendidikan atan pulau ehamokoi ini karena mereka
berkaitan dengan kejujuran. Kejujuran merasa bahwa pekerjaan tersebut meru-
merupakan salah satu nilai yang pakan tanggung jawab mereka dan me-
diagungkan masyarakat Sentani. Mereka reka ingin ikut berkontribusi sebagai

242 ©2017, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print)


Wigati Yektiningtyas/Atavisme, 20 (2), 2017, 237-249

bagian dari anggota masyarakat. Sebuah dan perempuan”. Jika seseorang mengu-
ungkapan lain mengatakan “meriya uriya rus jenazah dari golongan tidak mampu,
ariya fauekiya” (kumpul tangan, kumpul ia akan memperoleh berkah melimpah
badan, kumpul kata-kata). Bagi masyara- ruah dan dihormati semua orang. Mera-
kat Sentani, keputusan diambil secara wat dan mengasuh orang lain bukan ha-
musyawarah dalam rapat adat. Putusan nya memperhatikan ketika mereka ma-
bersama itu dieksekusi dengan setia oleh sih hidup, tetapi ketika ada yang mening-
masyarakat. gal, masyarakat pun diajarkan untuk
Prinsip kehidupan sosial masyara- membantu. Dijelaskan oleh beberapa in-
kat Sentani lainnya adalah holei narei forman bahwa mereka meyakini dengan
(holei=mengasuh, narei=memberi ma- membantu orang lain, mereka tidak
kan). Holei narei secara literal dapat di- akan menjadi miskin. Bahkan sebaliknya
terjemahkan menjadi merawat, menjaga, mereka akan mendapat berkat. Hasil ke-
membangun ikatan persaudaraan de- bun mereka akan melimpah, mereka
ngan selalu memberi bantuan dan per- pun akan mendapat banyak hasil buruan
hatian kepada orang/keluarga lain. Wa- dan akan dihindarkan dari segala macam
jib hukumnya bagi masyarakat untuk se- sakit penyakit.
lalu menjaga persaudaraan, seperti ung- Ungkapan “akahi paekehi yae ewe-
kapan berikut. lende, wali onomi honomi eungekende”
(hidupmu akan sejahtera bila mengang-
Moni maine enesenendena joko foi gap semua orang sebagai saudaramu)
eumiende menegaskan bahwa persaudaraan bagi
Hirong-kaya yae emihebende, raijae masyarakat Sentani adalah mengikat
maijae emikelende semua manusia (setiap orang) dalam tali
Wawure hembam kena bam eunge-
silaturahmi. Bagi masyarakat Sentani,
kende
orang di luar keluarga dan keluarga be-
Wali narobu-roya yae euferende.
sar juga dianggap saudara. Bapak
Ungkapan tersebut berarti mem- Cornelis Modouw (Januari 2016) menje-
perhatikan, mengasuh merawat orang laskan bahwa, zaman dahulu, masyara-
yang kelaparan tidak akan membuat se- kat Sentani, lewat kepemimpinan ondo-
seorang rugi. Ungkapan tersebut meru- folo, juga menyiapkan lahan untuk orang
pakan idealisme masyarakat Sentani lain yang disebut yobu yoholom (kaum
tentang hubungan sosial. Masyarakat miskin) untuk digunakan sebagai tempat
Sentani diajarkan oleh para generasi berkebun sebagai sumber hidup mereka.
pendahulu mereka untuk merawat dan Mereka tidak hanya memperhatikan diri
mengasuh orang lain. Memberi makan, sendiri, tetapi orang lain yang tidak
minum, dan kebutuhan lain bagi yang mempunyai hubungan darah dengan
memerlukan wajib hukumnya. Ungkap- mereka pun diperhatikan dan ditolong.
an lain yang senada sebagai berikut. Dengan semangat holei narei, ma-
syarakat Sentani dapat hidup damai se-
Heufako kafako weije ewelende, jahtera, jauh dari kebencian dan kecu-
Wali kone –kone mae-mae eungekende, rigaan satu dengan yang lain. Prinsip ini
Royae miyae yae ware pumane eneiko- muncul dalam ungkapan berikut ini.
londe.
Yoyang onomi honomi hononde
Ungkapan tersebut berarti “jadikan- Kelu omi ekenau hiyangnau konate
lah bangkai ikan milikmu, hidupmu akan Palinije wali abuhuma ateisena euporo-
ke
berkelimpahan dan dihormati laki-laki

©2017, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print) 243


Wigati Yektiningtyas/Atavisme, 20 (2), 2017, 237-249

Secara literal ungkapan tersebut anak laki-laki, keterampilan berburu,


berarti “kampung halaman damai sejah- membuat rumah, membuat perahu yang
tera, dipenuhi suara canda anak-anak diajarkan. Sementara itu, orang tua yang
dan kicauan burung”. Bagi masyarakat mempunyai anak perempuan pun ditun-
Sentani, kehidupan tenteram sejahtera tut dapat mengajarkan keterampilan-
ditandai dengan canda anak-anak dan keterampilan yang harus dikuasai oleh
kicauan burung. Holei narei tidak saja perempuan, seperti berkebun, mengurus
membuat masyarakat hidup rukun rumah, dan mengurus anak-anak. Taat
penuh kasih, tetapi juga anak-anak hidup adat juga “diajarkan” oleh orang tua se-
sehat sehingga mereka dapat bermain jak anak-anak masih bayi. Ketika mereka
penuh canda tawa. Bahkan, secara ro- mengurut bayi mereka, mereka ungkap-
mantis, masyarakat Sentani pun meng- kan doa-doa agar bayi itu akan tumbuh
gambarkan suasana damai sejahtera itu menjadi anak yang membanggakan se-
disertai dengan burung yang tak henti- perti diungkapkan sebagai berikut “wa
hentinya berkicau seolah ikut merasa- buma ameyae yobawale, wehanare wara-
kan damai sejahtera mereka. Kesejahte- limolo waimolore ele ebeli eubonmaei”
raan ini diharapkan akan terjadi sampai (aku urut kau dan aku harapkan kau
pada keturunan mereka selanjutnya se- menjadi besar dan kelak semua kerabat
perti ungkapan “reita maita hinimbe kai- laki-laki akan memujimu)6. Anak yang
wape” (dari keturunanmu dan keturu- dibanggakan keluarga adalah anak yang
nanku hidup damai sejahtera). Ungkap- secara adat diperhitungkan karena kon-
an ini menggambarkan kehidupan da- tribusinya dalam masyarakat.
mai sejahtera dari satu generasi ke gene- Secara adat, kehidupan anak-anak
rasi lain. dan orang dewasa terpisah dalam bebe-
rapa hal. Misalnya, anak-anak diharap-
Ungkapan Tradisional Sentani yang kan berkumpul bersama anak-anak, ti-
Menjadi Acuan Norma Adat-istiadat dak bergabung bersama orang tua. Ung-
Masyarakat Sentani adalah masyarakat kapan yang menggarisbawahi hal ini,
yang taat adat seperti diungkapkan da- yaitu “fafa younga buma kojate eme ko-
lam peribahasa berikut ini. me” (anak-anak lain sedang bermain di
halaman, pergilah bermain bersama me-
Igwa yo hubayo, Igwa yo manjo reka). Anak-anak hendaknya tidak ber-
Raei jo hubayo, Raei jo manjo kumpul dengan orang tua yang mungkin
(Igwa kampung yang makmur/sejah- mengandung rahasia. Sebenarnya, untuk
tera, Igwa kampung yang penuh tatan- kasus tertentu separasi ini bukan untuk
an adat
memisahkan anak-anak dari orang tua
Raei kampung yang makmur/sejahte-
secara total, tetapi lebih cenderung agar
ra, Raei kampung yang penuh tatanan
adat) anak-anak tidak mendengar pembicara-
an orang tua. Akan tetapi, ironisnya, ada
Sejak kecil seorang anak telah di- orang tua yang benar-benar “melepas”
persiapkan oleh orang tuanya untuk me- anak-anaknya sehingga mereka tidak
naati adat seperti diungkapkan dalam memperhatikan anak-anak mereka de-
“nabunei naekonei nine kelanyekoke” ngan baik. Akibatnya, anak-anak ini akan
(sudah diajarkan oleh kakek dan bapak tumbuh tanpa bimbingan baik dari
tuanya). Ungkapan ini menggambarkan orang tua mereka.
seorang anak yang telah mahir melaku- Sementara itu, bagi kaum ondofo-
kan sesuatu karena telah diajarkan oleh lo/khote pun secara adat mereka
kakek dan bapak tuanya. Jika ia seorang mempunyai tanggung jawab. Ungkapan

244 ©2017, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print)


Wigati Yektiningtyas/Atavisme, 20 (2), 2017, 237-249

yang mengatakan “obo yoku miyaenale keluarga. Salah satu bentuk hormat
maengge fa naeija eyeleikoi” (babi, an- juga diujudkan dengan memberikan
jing, perempuan tua, dan anak perem- makanan yang terbaik kepada orang
puan selalu menjadi bagiannya) merujuk yang dituakan (kakak atau kakaknya
pada tugas dan tanggung jawab ondofo- bapak) seperti diungkapkan dalam “heu
lo/khote untuk memperhatikan kaum foi ka foi eukendena waka along bere
papa. Jika mereka tidak melakukannya, eumikelende” (bila mendapatkan ikan
maka secara adat kedudukan mereka ju- yang baik berikanlah kepada kakakmu
ga akan ternoda. Ungkapan “obo yoku” atau bapak tuamu).
(babi anjing) yang mengekspresikan ka- Selain menghormati keluarga, ung-
um bawah (yobu yoholom) ini juga me- kapan tradisional juga mengajarkan pen-
ngingatkan pada kaum yang secara adat tingnya menghormati orang lain, misal-
juga merupakan tanggung jawab ondofo- nya dengan membantu masyarakat yang
lo/khote. Kepada merekalah kaum ini tidak mampu (yobu yoholom), bahkan
menyandarkan diri . ketika mereka meninggal. Ungkapan ter-
Zaman dahulu, orang akan berbang- sebut berbunyi sebagai berikut.
ga dengan menanyakan “wa hinye?, ra hi-
nye?” (kau siapa?, saya siapa?). Tantang- Heufako kafako weije ewelende,
an/pertanyaan itu biasanya muncul dari Wali kone –kone mae-mae eungekende,
orang yang sangat taat adat atau yang Royae miyae yae ware pumane eneiko-
tahu banyak tentang adat sehingga me- londe
(Jadikanlah bangkai ikan milikmu, hi-
nantang orang lain yang mungkin tidak
dupmu akan berkelimpahan dan di-
menaati adat. Kini, keberadaan orang
hormati laki-laki dan perempuan).
yang taat adat dan menghormatinya da- Jika seseorang mengurus jenazah dari
pat dihitung dengan jari. Jika dahulu golongan tak mampu, ia akan menda-
orang lebih mendahulukan kewajiban pat berkat yang berlimpah ruah dan
daripada haknya demi dapat menolong dihormati semua orang.
orang lain, kini justru lebih banyak orang
yang tidak tahu adat bahkan memutar- Beretika juga berarti perlu menjaga
balikkan adat untuk kepentingan dan ke- tutur kata dalam berkomunikasi dengan
untungan diri sendiri. orang lain. Sebuah ungkapan “wa ura
faeuka waumekai wa ekaita eranaite a
Ungkapan Tradisional Sentani yang kolonaete” (dari budi bahasamu, perila-
Menjadi Acuan Nilai Etika kumu, dan pekerjaanmu engkau akan
Etika atau sopan santun merupakan sa- tampak dan dipuji) menggarisbawahi
lah satu nilai yang penting bagi masya- pentingnya budi bahasa dan budi pekerti
rakat Sentani. Etika diawali dari hal yang dalam pergaulan sosial.
sederhana, yaitu menghormati orang
yang lebih tua, seperti paman dan bibi Ungkapan Tradisional Sentani yang
(bapade dan mamade) seperti diungkap- Menjadi Acuan Nilai Estetika
kan dalam “afanei abunei anapuna enae- Masyarakat Sentani terkenal dengan ke-
fabende, kena u foifae efraubonde” (bila giatan seni yang penuh estetika, baik itu
pamanmu dan bibimu menasihati, sim- tarian, lukisan, ukiran, maupun seni tu-
panlah baik-baik dalam hatimu). De- tur. Ungkapan yang keluar dari mulut
ngan mendengar nasihat orang lain, te- harus diatur sedemikian rupa, tidak bo-
rutama keluarga dekat berarti menghor- leh kasar, tidak menyakiti orang lain.
mati orang lain. Dengan menghormati Bahkan bahasa Sentani mengenal
orang lain berarti menjaga hubungan tingkatan bahasa yang diperuntukkan

©2017, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print) 245


Wigati Yektiningtyas/Atavisme, 20 (2), 2017, 237-249

untuk orang tua, sesama, dan yang lebih menerima. Untuk mendapatkan mas ka-
ren-dah statusnya. Sebuah ungkapan win, pihak perempuan harus memberi-
berbu-nyi “a mae-mae a hae-hae”. Ung- kan makanan (hamang) terlebih dahulu.
kapan ini secara literal berarti berkata Keseimbangan ini menjadi prinsip eko-
sesukanya dengan menggunakan bahasa nomi masyarakat. Keseimbangan juga
yang kasar dan menyulut sakit hati berkaitan dengan sebab-akibat seperti
orang lain. Bagi masyarakat Sentani yang ungkapan yang mengatakan “ofae bline
mengutamakan estetika berbahasa, hu hehe yarole” (daun terlentang akan
orang demikian amat dihindari dan tidak mendapat sinar matahari). Peribahasa
disukai. Akan tetapi, masyarakat Sentani ini mengajarkan bahwa orang yang suka
pun menekankan pentingnya ketulusan memberi akan banyak mendapat berkat.
bukan kepurapuraan seperti yang Orang yang berbuat curang atau jahat
diungkapkan “nau foi ele, na kenaei nehi pun akan menerima akibatnya seperti
wambeng rorokoke ele (badan baik, hati diajarkan dalam “hinye abulu halenggo-
busuk). Ungkapan ini mengumpamakan dena, baele abulu aeite ruwendae” (siapa
orang yang bertutur kata manis tetapi yang menggali lubang akan terperosok
hatinya buruk. Faeu (lidah) bagi masya- ke dalamnya) dan “i kleuke eyeijae huk-
rakat Sentani perlu dikendalikan agar leu gonde-yaele” (jangan bermain api
dapat berkata-kata penuh etika, dan juga nanti terbakar).
memilih kosa kata tertentu yang penuh Dalam prinsip ekonomi masyarakat
estetika agar dapat disukai orang ba- Sentani diajarkan pula pengendalian diri,
nyak. yaitu tidak mengambil sesuatu sebelum
Selain bahasa, estetika juga diperlu- saatnya. Hal ini ditegaskan dalam “igwa
kan untuk menunjang penampilan fisik. no foi fae foi ranne kabelau nimene foinye
Sebuah ungkapan mengatakan “nauma nimenonde yanenonde” (biarkan buah
welauma momokaugake” (rambutnya te- matoa papeda dan matoa kelapa masak
lah rapi). Ungkapan ini merupakan puji- dahulu) dan “kombouw no na foi fae foi
an untuk perempuan yang cantik. Tam- nimenonde yanenonde (biarkan buah
pil cantik (untuk perempuan) dan gagah yang berbatang dan berdaun baik itu
(untuk laki-laki) itu sangat penting. Pada matang secara perlahan). Kedua ung-
zaman dahulu, banyak perempuan yang kapan itu untuk menasihati agar sese-
mengenakan manik-manik dan meno- orang memperhitungkan masak-masak
rehkan tato pada tubuhnya untuk setiap perbuatan dan tindakannya. Ung-
menunjang dan mempercantik penam- kapan lain pun menasihati “rei mai koyae
pilan mereka. Manik-manik dan tato pun wa mehihako pena” (jangan bersenang-
menyesuaikan status sosial masyarakat. senang agar tidak menyesal di kemudian
Perempuan dari kalangan atas menge- hari). Dalam hidup selalu ada cobaan
nakan manik-manik yang lebih mahal karena hidup tidak selamanya berjalan
dan menato hampir seluruh tubuh me- sesuai yang diharapkan seperti diajar-
reka. kan ungkapan yang berbunyi “o haka ehi
manim maele ehi manim bam” (buah
Ungkapan Tradisional Sentani yang pohon ada yang manis ada pula yang
Menjadi acuan Kegiatan Ekonomi asam). Ungkapan ini menekankan bah-
Secara kasat mata kegiatan ekonomi ma- wa dalam hidup ada penderitaan dan
syarakat tampak pada kegiatan pemba- kebahagiaan serta ada untung dan rugi.
yaran adat (roboni), misalnya pemba- Namun masyarakat pun percaya bahwa
yaran mas kawin yang menekankan cobaan dan ujian hidup akan membawa
keseimbangan antara memberi dan hikmah seperti ungkapan “onu

246 ©2017, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print)


Wigati Yektiningtyas/Atavisme, 20 (2), 2017, 237-249

insimande wau-wau onde” (bila tiang selalu terungkap suatu waktu. Selain itu,
digoyang, akan semakin masuk ke dalam ungkapan tradisional juga mengajarkan
tanah) dan “alu ya konsemi no nakambu untuk hidup tolong-menolong, tidak me-
wauguaw (pohon yang sering digoyang mentingkan diri sendiri seperti diek-
angin, akarnya semakin dalam). Ung- spresikan dalam “obo wanem yoke wa-
kapan ini menekankan bahwa orang nem makare yubaunge hirauge, nariyane
yang sering mendapat cobaan/masalah menelembonemo yarombe anembe” (ja-
akan semakin kuat menghadapi tan- ngan suka berebut makanan seperti babi
tangan hidup. Keberhasilan memerlukan dan anjing)
kegigihan dan ketangguhan seperti ung- Kerja keras juga diperlukan untuk
kapan “melire meugere ereijae (jangan mewujudkan kebaikan. Sebuah ungkap-
menoleh ke kiri dan ke kanan). an mengatakan “romoko yamoko enem-
bonde, ani helem eha helem enefaende”
Ungkapan Tradisional Sentani yang (dengan matahari yang bersinar dan hu-
Menjadi Acuan Kegiatan Politik jan yang membasahi bumi, kau menda-
Seorang politisi asli Sentani yang juga se- patkan ubi yang banyak). Masyarakat
orang budayawan dan menjadi nara- percaya bahwa hanya orang yang giat
sumber dalam penelitian ini, Bapak John bekerja, bahkan di bawah terik matahari
Ibo (wawancara bulan April 2017) me- dan dinginnya hujan, yang akan men-
ngatakan bahwa disadari atau tidak, ma- dapatkan hasil kebun yang melimpah.
syarakat Sentani terlibat dalam kegiatan Contoh lain menunjukkan bahwa laki-
politik praktis. Bagi masyarakat Sentani laki Sentani akan diperhitungkan ketika
kegiatan politik adalah usaha bersama ia adalah seorang yang giat bekerja,
masyarakat untuk mewujudkan kebaik- pemburu dan pemanah yang hebat se-
an bersama. Ujud nyata yang selalu di- perti yang diilustrasikan dalam ungkap-
usahakan oleh masyarakat Sentani ada- an “melilo mekaito obolo felalo nekeweke
lah holei narei (menjaga hubungan baik hebeweke” (tangan bagus, tangan rajin,
dalam keluarga dan masyarakat). Keju- pemburu babi, pemanah ulung sepan-
juran penting dalam mewujudkannya. jang hidupnya). Secara literal, ungkapan
Kejujuran berarti juga tidak melakukan ini berarti “pria yang rajin, terampil, dan
yang jahat kepada orang lain karena cekatan bekerja”.
setiap perbuatan jahat pasti ada akibat- Masyarakat Sentani tidak menyukai
nya. Ungkapan “pelo maloya name rukei dan menghindari para yambi. Yambi se-
bele” (melakukan hobatan kepada orang cara literal berarti “malas, lemah”. Yambi
lain namun kembali kepada tangannya) menggambarkan seseorang, baik laki-la-
menegaskan bahwa semua kejahatan ki maupun perempuan yang lebih se-
(atau bahkan kebaikan) akan “kembali” nang berpangku tangan dan meminta-
kepada yang merekayasanya. Kejujuran minta kepada orang lain untuk memenu-
dalam perkataan juga dinasihatkan oleh hi kebutuhan hidupnya.
ungkapan yang berbunyi “we, fendei, ro, John Ibo juga menjelaskan, kini keti-
miyae naenggaei jelae” (tikus, cicak, laki- ka zaman sudah berubah, pandangan
laki, dan perempuan mempunyai teli- politik masyarakat Sentani berbeda de-
nga). Ungkapan ini mengatakan bahwa ngan pandangan masyarakat lain. Ma-
sepandai-pandainya menyimpan raha- syarakat Sentani seolah terpuruk dengan
sia, kelak akan ketahuan juga. Oleh sebab kebiasaan yang tidak pernah mereka
itu, dinasihatkan kepada orang-orang temui sebelumnya. Masyarakat Sentani
untuk selalu mengatakan sesuatu de- yang diajarkan untuk jujur, tulus, dan
ngan jujur karena kebohongan akan bekerja keras untuk mencapai sesuatu

©2017, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print) 247


Wigati Yektiningtyas/Atavisme, 20 (2), 2017, 237-249

justru menjadi korban sikap dan tin- digunakan untuk mendidik karakter
dakan pihak lain. Kini keberadaan ung- masyarakat agar menjadi insan yang ju-
kapan tradisional didampingi Injil. Ba- jur, bekerja keras, disiplin, bergotong-
nyak nilai-nilai kearifan dalam ungkapan royong, menghormati, dan menolong
tradisional juga didapatkan di Injil. Mi- orang lain.
salnya nilai kasih ada dalam Markus 12: Sementara itu, pada tahun 1990 ke-
23 dan Roma 13:8. Pentingnya kewaspa- tika pertama kali ungkapan tradisional
daan, walaupun dalam lingkup kasih dikumpulkan, kaum awam masih ada
(holei narei) juga diajarkan dalam Matius yang menguasai ungkapan tradisional
10:16 yang berbunyi “Lihat, Aku mengu- dan menggunakannya dalam kehidupan
tus kamu seperti domba ke tengah-te- sehari-hari dan bahkan dalam memberi
ngah serigala, sebab itu hendaklah kamu nasihat kepada orang lain. Ungkapan tra-
cerdik seperti ular dan tulus seperti mer- disional ketika itu pun masih digunakan
pati”. Ekspresi ini menasihati pentingnya oleh para ondofolo/khote dan sesepuh
berhati-hati dan waspada dalam berbuat adat serta orang tua sebagai alat pencer-
baik. Hal ini dianggap penting agar ma- minan angan–angan suatu kolektif, pe-
syarakat tidak menjadi korban karena ngesah pranata-pranata dan lembaga-
pandangan politik yang berbeda karena lembaga kebudayaan, sebagai alat pendi-
ungkapan lain pun mengajarkan “oro dikan dan alat pemaksa dan pengawas
hebayae fenaesi bele (hati-hati jika berja- agar norma-norma masyarakat akan
lan supaya tidak tergelincir). selalu dipatuhi oleh anggota kolektifnya
(Danandjaja, 1984). Keadaannya sangat
Keberadaan Ungkapan Tradisional berbeda kini.Pada tahun 2017, sebagian
Sentani Kini besar masyarakat tidak mengenali ung-
Melalui observasi yang cukup panjang kapan tradisional lagi, terutama para ge-
dalam kehidupan sehari-hari, secara em- nerasi muda. Ketika ditanyakan kepada
piris, ungkapan tradisional Sentani su- para generasi muda tentang keberadaan
dah tidak dikenali oleh masyarakat. Ung- ungkapan tradisional ini, mereka semua
kapan yang merupakan representasi tidak ada yang mengenalinya. Banyak
kehidupan sosial budaya masyarakat masalah yang melatarbelakanginya. Sa-
Sentani ini bahkan kini tidak dikenali lah satunya adalah mereka tidak me-
oleh sebagian para ondofolo/khote yang nguasai bahasa Sentani. Bagi mereka, ke-
seharusnya memegang dan melestarikan tika dikenalkan tentang ungkapan tradi-
adat-istiadat. Mereka pun tidak menggu- sional ini, ungkapan tradisional ini me-
nakannya dalam kehidupan. Bapak narik dan dapat digunakan sebagai
Ramses Ohee, ondofolo Waena dan panduan hidup mereka. Melalui wawan-
Bapak Enos Deda, ondofolo Ayapo (Juni, cara dengan mereka, mereka ingin bela-
2017) mengungkapkan bahwa mereka jar (belajar kembali) bahasa Sentani,
kadang menggunakan ungkapan tradi- agar mereka pun dapat mempelajari
sional dalam pidato/sambutan-sambut- ungkapan leluhur mereka.
an resmi mereka dalam acara sosi-
al/adat. Selebihnya mereka tidak meng- SIMPULAN
gunakannya dan tidak menularkannya Ungkapan tradisional Sentani sudah ti-
kepada generasi muda. Kendati demiki- dak dikenali oleh sebagian besar masya-
an, mereka juga setuju bahwa ungkapan rakat walaupun kedudukannya dianggap
tradisional dapat dan masih digunakan penting oleh para pemangku adat dan
sebagai sumber referensi kehidupan me- sesepuh masyarakat karena nilai ke-
reka. Ungkapan tradisional dapat arifan masyarakat Sentani yang

248 ©2017, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print)


Wigati Yektiningtyas/Atavisme, 20 (2), 2017, 237-249

terungkap dalam ungkapan tradisional. University Press.


Nilai kearifan yang terdiri atas holei Danandjaja, J. (1984) Folklor Indonesia:
narei (merawat dan membangun tali Ilmu Gosip, Dongeng dan Lain-lain.
persaudaraan), kerja keras, gotong ro- Grafiti Pers.
yong, saling menghormati, jujur, dan ta- Dorson, R. M. (1972) African Folklore.
at adat-istiadat itu masih digunakan se- Midland Books.
bagai sumber referensi (1) kegiatan pen- Dundes, A. (1980) Interpreting Folklore.
didikkan, (2) kehidupan sosial, (3) nor- Indiana University Press.
ma adat-istiadat, (4) nilai etika, (5) nilai Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2016).
estetika, (6) kegiatan ekonomi, dan (7) Badan Pengembangan dan Pembi-
kegiatan politik. naan Bahasa, Jakarta.
Dengan ini, diharapkan ada strategi Kobepa, N. (2016) ‘Modelling A Here-
yang dapat dilakukan untuk menghidup- And-Now Approach In Building
kan kembali ungkapan tradisional dan Linguistic Capital’, KnE Social Sci-
bahasa Sentani di masyarakat agar pusa- ences, 1(1), pp. 88–94. doi:
ka budaya Sentani ini tetapi dikenali oleh 10.18502/ kss.v1i1.439.
para generasi penerus Sentani. Pudentia, M. (2015) Metodologi Kajian
Tradisi Lisan (Edisi Revisi). Yayasan
Pustaka Obor Indonesia.
1) Yoye: burung yang pandai berkicau.
2) Kasangge: idem Yektiningtyas-Modouw, W. and Karna, S.
3) Hu: matahari, ada pula yang menginterpre- (2013) ‘and of Rural Education’,
tasikannya sebagai dewa. Australian and International Journal
4) Hu: matahari, ada pula yang menginterpre- of Rural Education, 23(3), pp. 83–94.
tasikannya sebagai dewa.
Yektiningtyas-Modouw, W, Fatubun, R,
5) Dari bawah rumah panggung (rumah tra-
disional masyarakat Sentani). dan Jakaramilena, N. (2009). Folklor
6) Kebiasaan para ibu dan nenek di Sentani Sentani: Penggalian Kembali Kearif-
yaitu mengurut anak bayinya dan meng- an Lokal Masyarakat. Laporan Pe-
utarakan harapannya terhadap masa depan nelitian Hibah Penelitian Kompe-
sang bayi. Mereka percaya bahwa harapan-
titif Dikti, Jakarta.
nya dikabulkan para dewa.
Yektiningtyas, W. and Modouw, J. (2017)
‘Infusing Culture in English Learn-
DAFTAR PUSTAKA ing : An Attempt to Preserve Cultur-
Abrams, M. H. (1971). The Mirror and the al Heritages in Jayapura Municipal-
Lamp: Romantic Theory and the ity , Papua’, Language and Language
Critical Tradition. New York: Oxford Teaching Journal, 20(1), pp. 40–48.

©2017, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print) 249

Anda mungkin juga menyukai