Anda di halaman 1dari 12

BAB 2

SISTEM NILAI DAN KODE ETIK PROFESIONAL


KEPAMONGPRAJAAN
TELAAHAN DRAFT MODUL KODE ETIK DAN NILAI-NILAI
KEPAMONGPRAJAAN

Pokok-pokok telaahan sebagai berikut.

1. SISTEM MODUL

Modul bahan-ajar berbentuk bangunan yang kekuatan (efektivitas)-nya ditentukan


oleh tiga hal, yaitu fungsi bangunan, bahan bangunan, dan konstruksi bangunan.

Pertama fungsi bangunan. Bangunan modul; berfungsi sebagai bahan ajar guna
membentuk tenaga-tenaga pemerintahan dalam negeri yang disebut Pamongpraja.
Jadi kuncinya adalah pemahaman tentang pemerintahan dalam negeri.

Kedua bahan bangunan. Bahan bangunan menentukan tingkat keberfungsian


bangunan. Contoh sempurna adalah tubuh manusia, dengan anggota tubuh yang
begitu lengkap dan kompatibel satu dengan yang lainnya, sebagai bahan
bangunan-nya. Model bahan bangunan teaching material (modul) diambil dari
Teori Nilai.

Ketiga konstruksi bangunan. Seperti telah dikemukakan di atas, Kualitas


(karakteristik) pemerintahan terlihat pada ilmu pengetahuan pemerintahan, dalam
hal ini kybernologi.

2. ILMU PENGETAHUAN DAN KUALITAS PEMERINTAHAN

Leksikografi menjelaskan bahwa “quality” mempunyai berbagai arti. Satu,


“characteristic, property, atau attribute.” Dua, “character atau nature, as belonging
to or distinguishing a thing . . .” Kualitas suatu benda mewakili kehadiran benda
itu. Artinya tanpa kualitas, sesuatu tidak ada atau tidak terjadi. Kualitas adalah
dimensi-dimensi yang ditimbang guna menaksir bobot benda yang bersangkutan.
Menurut pendekatan kybernologi, setiap masyarakat adalah sebuah satuan kultur.
Ia digerakkan oleh tiga subkultur, yaitu subkultur ekonomi (SKE), subkultur
kekuasaan (SKK), dan subkultur sosial (SKS). SKS berkualitas tiga, konstituen,
terjanji dan pelanggan. Interaksi antar tiga subkultur itu disebut pemerintahan
(governance). Fenomena masyarakat dan pemerintahan merupakan objek materia
bagi semua cabang ilmu pengetahuan, termasuk kybernologi, sementara sisi
manusia pada fenomena itu merupakan objek forma kybernologi, yang
membedakan dengan cabang-cabang ilmu pengetahuan lainnya.

3. SISTEM NILAI KEPAMONGPRAJAAN

Ungkapan “Sistem Nilai Kepamongprajaan” dianggap lebih tepat ketimbang


“Nilai-Nilai Kepamongprajaan”atau “Nilai-Nilai Dasar Kepamongprajaan” sebab
“sistem nilai” menunjukkan keterkaitan antar komponen-komponennya,
sedangkan “nilai-nilai” lebih menonjolkan kuantitas belaka.

Penilaian terhadap kualitas pemerintahan memerlukan kehati-hatian. Pertama,


karena “lain padang lain belalang, lain lubuk lain ikannya.” Kedua, perubahan
lingkungan yang cepat bahkan mendadak, menimbulkan bias pada penilaian.

4. SISTEM PENDIDIKAN TINGGI KEPAMONGPRAJAAN

Penanaman Sistem Nilai Kepamongprajaan di dalam diri tenaga-tenaga


pemerintahan melalui Sistem Pendidikan Tinggi Kepamongprajaan adalah
pekerjaan yang maha penting. Dalam bahasa populer disebut sebagai pendidikan
dan pelatihan (diklat). Pendidikan bertujuan membentuk manusia sosial yang utuh
dan bertanggungjawab, dan pelatihan membentuk keterampilan kerja.

5. KOMPETENSI KEPAMONGPRAJAAN

Kompetensi Kepamongprajaan tidak terdapat dalam draft modul. Kompetensi


merupakan mata rantai antara nilai dengan fungsi. Tenaga yang telah ditanami
nilai melalui diklat dianggap berkompeten melakukan sesuatu dan membuahkan
kinerja.

6. FUNGSI ORGANISASIONAL PEMERINTAHAN DALAM NEGERI


Untuk membuahkan kinerja berkualitas good, pemerintahan dalam negeri perlu
menggerakkan berbagai fungsi organisasional pemerintahan. Fungsi
organisasional yang dimaksud meliputi:

1. Fungsi Research and Development (R&D)


2. Fungsi Kepala
3. Fungsi Staf
4. Fungsi Produksi
5. Fungsi Distribusi
6. Fungsi Pelanggan

7. MASYARAKAT PELANGGAN PEMERINTAHAN

Dalam teori Governance, masyarakat pelanggan berada dalam ruang SKS. Negara
dan pemerintah harus mengenal masyarakat pelanggannya.

8. KODE ETIK PROFESIONAL KEPAMONGPRAJAAN

Kode Etik Kepamongprajaan yang merupakan inti bab, didahului dengan Sejarah
Singkat Pamong Praja, Landasan Hukum Pamong Praja dan Etika Aparatur
Pemerintah. Hasta Budi Bhakti Pamong Praja itu berbunyi sebagai berikut:

Sebagai korps yang sudah berusia lama serta sudah mengalami pasang surutnya
politik pemerintahan daerah, Pamong Praja telah memiliki kode etik (code of
conduct) yang dinamakan Hasta Budi Bhakti, yang artinya Delapan Nilai
Pegangan Untuk Berbakti. Kode etik ini sebenarnya merupakan pegangan moral
bagi siapapun yang masuk kategori Korps Pamong Praja. Kode etik ini juga
merupakan sebuah komitmen moral.

9. KEPEMIMPINAN DASAR, DASARKEPEMIMPINAN

Setiap masyarakat tersusun dari lapisan (vertikal) dan golongan (horizontal).


Bangunannya biasanya piramidal. Disekitar puncak terdapat lapisan yang
memiliki seperangkat nilai sosial, yaitu kemampuan untuk secara konsisten
mempengaruhi perilaku orang lain sehingga (agar) perilaku orang lain itu tetap
atau berubah. Pemangku nilai-nilai sosial itu disebut kaum elit, dan sistem nilai
yang dipangkunya disebut kepemimpinan.
BAB 3
OPINI DAN PIKIRAN

1. KASUS

Tulisan ini terinspirasi oleh diskusi publik tentang opini Adjie Suradji, seorang
perwira AU yang masih aktif yang dimuat dalam ruang opini Kompas 6
Sepetember 2010, yang dinilai “menyerang atasan,” dan melanggar UU 34/04
tentang TNI (khususnya pasal 2), Sapta Marga, Sumpah Prajurit dan Kode Etik.
PEMIMPIN, KEBERANIAN, DAN PERUBAHAN oleh Adjie Suradji.

2. SISTEMATIK PEMBAHASAN

Saya bukan politisi, bukan pengamat politik atau hukum, dan bukan jurnalis. Saya
adalah pembelajar pemerintahan. Sebagai pembelajar pemerintahan, saya selalu
ingat akan bunyi alinea keempat Pembukaan UUD kita bahwa “Kemudian dari
pada itu . . . mencerdaskan kehidupan bangsa . . .” Oleh sebab itu saya meletakkan
tulisan ini dalam bingkai Kybernologi, bidang Etika Pemerintahan (bahasa
politiknya Etika Penyelenggaraan Negara), khususnya Kode Etik
Kepamongprajaan.

3. BAGAIMANA SUPAYA ORANG BERPIKIR

Kearifan yang berbunyi: “Pikir itu pelita hati,” dan “Pikir dahulu pendapatan
sesal kemudian tidak berguna” menjelaskan definisi “berpikir.” Seseorang disebut
berpikir jika ia (berusaha) menyadari apa yang dihadapinya, apa yang (akan)
dilakukannya sebagai respons, mengapa (untuk apa, apa tujuan) ia melakukan hal
itu, bagaimana ia melakukannya, dan siap secara pribadi bertanggungjawab akan
akibat atau dampak kelakuannya itu.

4. BAGAIMANA SUPAYA BERPIKIR ITU BERBUAH

Tanpa kemerdekaan berpikir, berpikir tidak akan berbuah. Negara berkewajiban


mengakui, menghargai, dan melindungi kemerdekaan berpikir dan kemerdekaan
berbicara warga masyarakat, supaya pohon berpikir tumbuh kembang sebanyak-
banyaknya, sehingga bangsa Indonesia menjadi learning race, mengejar Malaysia
yang beroleh julukan learning race puluhan tahun yang silam (Charles Hampden-
Turner, Corporate Culture, PIATKUS, London, 1994).
5. WUJUD BUAH PIKIRAN ITU SEPERTI APA

R. Paryana Suryadipura dalam Alam Pikiran (Sumur Bandung, 1963)


menggambarkan sudut pikiran itu dari sudut Biologi, Ilmu Jiwa, dan Ilmu
Kedokteran, sehingga proses berpikir (yang disebutnya proses memikir) dikaitkan
dengan kesadaran, kemauan, dan perbuatan. Menurut Paryana, berpikir itu tidak
hanya sampai pada pengetahuan dengan menggunakan akal, tetapi melampauinya
ke dunia transenden yang dikenal dengan dunia roh, “ngelmu” dengan
menggunakan wahyu. Pikiran berwujud roh, dikuasai oleh budhi dan terlihat pada
perilaku dan perbuatan, dan memancarkan kekuatan yang disebut kekuatan batin.

6. BAGAIMANA SUPAYA BUAHNYA SEHAT, LEBAT, DAN LEZAT

Proses berpikir hingga mengeluarkan buah, buah pikiran, dapat diibaratkan


semacam pembuahan. Supaya pembuahan itu menghasilkan buah yang sehat,
prosesnya harus mengikuti hukum-hukum metodologi. Logika, Objektivitas,
Kebutuhan, Kejujuran akdemik. Disini dituntut pemikir berderajat akademik
tinggi dan benar-benar menguasai metodologi, bukan sekedar statistik. Statistik
hanya alat, hukumnya adalah GIGO (Garbage in, garbage out).

7. BAGAIMANA SUPAYA BERBUAH SELAMA MUNGKIN

Adalah ideal, setiap pemikir berbuah lebat selama mungkin. Yang dimaksud disini
kualitas, bukan kuantitas. Hal ini bergantung pada sang pemikir itu sendiri dan
masyarakat pelanggan di sekitarnya. Kuncinya pada tiga ungkapan terkenal.

1. Kenalilah dirimu sendiri (gnothi seauton).

2. Berpikir, maka engkau ada (cogito, ergo sum, aku berpikir, aku ada).

3. Hiduplah Sehat (Mens Sana In Corpore Sano, a soun mind in a sound body,
pikiran yang sehat di dalam tubuh yang sehat).

8. BUAH PIKIRAN ITU DIGUNAKAN UNTUK APA

Buah pikiran adalah kebutuhan dasar manusia. Jika demikian, siapa pelanggan
buah pikiran?

1. Masyarakat. Pelanggan umum buah pikiran adalah masyarakat. Masyarakat


menggunakannya dalam ruang demokrasi.

2. Organisasi. Dalam ruang birokrasi (organisasi), buah pikiran digunakan sebagai


bahan pelayanan staf bagi pimpinan dalam rangka membuat kebijakan atau
mengambil keputusan. Adakah ruang bagi pemikir untuk “menyerang” pimpinan
organisasi? Peran buah pikiran dalam organisasi memerlukan penjelasan lebih
mendalam.
9. BAGIMANA SUPAYA BUAH PIKIRAN TIBA DI TANGAN
PELANGGAN

Buah pikiran dijadikan “komoditi” scientific enterprise. Raymond C. Gibson


dalam The Challenge of Leadership in Higher Education (1964), menyatakan:

The production and distribution of knowledge has become the greatest enterprise
in America, both in term of cost and in term of long-range consequences. This has
probably been true in all societies that have struggled to survive, but the world has
now reached a point in space and time where the principle element of power is
education.

10. PENGGUNAAN BUAH PIKIRAN

Penggunaan buah pikiran, sampai pada pikiran, manusia merdeka berpikir. Baik
tentang orang lain maupun diri sendiri. Tetapi pada saat mengeluarkan pendapat
(untuk kemudian mengambil sikap), baik tulis maupun tutur, bahkan isyarat
kepada orang lain, mulai timbul pertanyaan. Apakah pendapat itu buah dari
pertimbangan, anak timbangannya apa (kebutuhan atau kepentingan siapa) dan
apakah yang ditimbang itu kualitas yang dibuat melalui pemikiran atau hanya
berdasarkan opini orang lain?

11. KEKUATAN BUAH PIKIRAN

Kekuatan pikiran terbentuk pada Terminal 1. Sekolah berlanjut di terminal 3.


Disana terjadi tanya-jawab dan berbuah. Terminal 5. Variabilitas kekuatan pikiran
itu terlihat pada dampak yang ditimbulkannya pada Terminal 7. Adakah
perubahan yang signifikan?

Pikiran yang lemah adalah pikiran hasil berpikir pendek, tidak berpikir panjang.
Nyaris semua politisi dan birokrat Indonesia dewasa ini berpikiran pendek, artinya
yang berpikir sebatas masa jabatan 5 tahunan, atau berusaha memperpanjangnya
oleh rezim yang sama, serta syarat kepentingan.

Pikiran yang kuat adalah pikirannya yang bangunannya berkualitas total.


Magnanimous thinking. Artinya pikiran berkapasitas ilmiah tinggi, yang utuh dan
bulat, mengikuti siklus.

12. BERPIKIR BERKELANJUTAN

Model keberlanjutan pemikiran disini tidak menggunakan model keberlanjutan


kekuasaan seperti disinggung oleh Adjie Suradji dalam opininya. Model
keberlanjutan yang diterapkan pada pemikiran diadopsi dari rekonstruksi teori
kepemimpinan. Rekonstruksi itu jelas melawan arus utama (main stream) politik
kepemimpinan.
BAB 4
KEPEMIMPINAN NASIONAL DAN PERUBAHAN
POLITIK
Oleh: Indria Samego

1. Harus diakui bahwa pembicaraan mengenai perubahan yang terjadi di


Indonesia pasca Orde Baru sampai sekarang terlalu sarat dengan politik,
dalam arti yang paling konkrit, yakni kekuasaan (power) dan kepentingan
(interest).
2. Apabila politik menjadi sumbernya, maka tidak terlalu keliru bila
kemudian persoalan pimpinan menjadi penting. Selama power
diasumsikan sebagai bentuk alokasi nilai secara otoritatif, maka pemegang
otoritas dan penentu alokasi menduduki posisi yang sangat sentral.
3. Tidak terlalu mengherankan jika setiap menjelang pemilu muncul
kepedulian untuk mempersoalkan kepemimpinan. Negeri ini memang
masih banyak tergantung pada pimpinan. Kendati UUD 1945 sudah
menjamin prosedurnya, dalam praktek tidaklah sesderhana itu.
4. Oleh karena itu, agenda pertama yang diusung gerakan reformasi adalah
bagaimana menciptakan pemerintahan yang legitimate, lewat sebuah
pemilihan umum yang demokratis.
5. Secara teoritis diakui bahwa proses konsolidasi demokrasi dan
demokratisasi itu sendiri akan dapat dicapai bila dua persyaratan utama
berikut ini dipenuhi. Pertama, terjadinya suatu pembangunan ekonomi
secara berkesinambungan. Kedua, kepemimpinan politik yang diakui
secara luas, dan jika mungkin dapat menghargai nilai-nilai demokratis.
6. Secara ideal, politik dan kepemimpinan merupakan seni memadukan
sejumlah prinsip dasar: kecerdasan, kearifan, keterampilan manajerial,
kepiawaian berkomunikasi dan negosiasi. Serta kejujuran.
7. Komunikasi politik merupakan dimensi pertama yang harus
dikembangkan. Di masa lalu, apa yang disebut sebagai komunikasi politik,
hanya terjadi di kalangan terbatas dan sifatnya tidak lebih dari instruksi
dan mobilisasi.
8. Kecukupan ilmu merupakan dimensi utama kedua dari kepemimpinan
politik di masa awal orde baru, kita mengenal istilah teknokrasi, yang
artinya keterampilan teknis dalam mengatasi persoalan-persoalan
birokrasi.
9. Keadilan dalam arti yang luas, terutama politik menjadi faktor lain yang
menentukan proses demokratisasi.
10. Pendidikan politik merupaka dimensi lain dari efektivitas kepemimpinan.
Di masa lalu, pemerintahlah yang berperan sentral dalam melakukan
pendidikan politik.
11. Banyak kalangan mengatakan bahwa partai politik sejauh ini belum
mengembangkan fungsinya. Ungkapan Profesor Yuwono Sudarsono ada
benarnya. Ia mengatakan bahwa partai politik selama ini masih dikelola
seperti panitia mapram.
12. Prospek kepemimpinan politik akan sangat bergantung pada seberapa jauh
keseluruhan unsur di atas dipenuhi atau dijadikan referensi bagi para elite
untuk mengelola perubahan.

BAB 5
OPOSISI DAN PEMERINTAHAN
BERKELANJUTAN
Perspektif dalam suatu relitas politik
Oleh: Ferry Mursyidan Baldan

 Pemerintahan berdasr konstitusi kita adalah pemerintahan yang


berkelanjutan.
 Pada proses amandemen UUD 1945, pada prinsipnya menegaskan bahwa
kekuasaan pemerintahan adalah “tidak tak terbatas”
 Tantangan yang hari ini muncul adalah bagaimana membangun efektivitas
penyelenggaraan pemerintahan.
 Kegamangan tentang penciptaan pemerintahan yang efektif, masih lebih
dipahami sebagai pemerintahan yang kuat, tidak sebatas strong
government, tapi cenderung kuat dalam pengertian tak mudah digoyahkan.
 Ditengah arus seperti tersebut diatas, maka kemudian muncul pertanyaan .
. . ‘mungkinkah sistem pemerintahan kita menganut pemberian ruang bagi
OPOSISI? ‘ wacana ini bertentangan dengan sistem presidensil yang
dianut, oposisi hanya dikenal di pemerintahan parlementer.
 Karena itulah kita memerlukan pendefinisian oposisi dalam
penyelenggaraan pemerintahan, agar sistem pemerintahan kita berjalan
dengan baik, sehat dan demokratis.
 Sistem politik, sistem kepartaian dan sistem pemerintahan yang dibangun,
menempatkan OPOSISI dalam pengertian kontrol dan pengawasan, tidak
dalam sebuah POSISI POLITIK.
 Penegasan dan penguatan ‘check and balances’ antara lembaga eksekutif
dan legislatif, justru merupakan agenda utama dalam pembangunan sistem
politik kita.
 Dengan demikian, maka praktek penyelengaraan pemerintahan tidak
menimbulkan efek dualisme sikap politik, atau terbiasanya bersikap
ambivalen bagi parpol dalam mengemban tugas di lembaga negara.
 Sehingga, pengertian OPOSISI yang harus dibangun adalah penguatan
terhadap lembaga negara yang memiliki fungsi KONTROL terhadap
jalannya pemerintahan, bukan semata posisi politik parpol.
 Akhirnya, dalam format pemerintahan presidensil, maka OPOSISI dalam
pengertian sunstansi kontrol dan pengawasan adalah dengan melakukan
penguatan terhadap lembaga negara yang memiliki fungsi kontrol, bukan
pada POSISI politik.

BAB 6
MENARIK PELATUK PERFORMANCE
KYBERNOLOGI
Testimoni Mengenai Performance Kybernologi

Oleh: S. Ipoen Poernomo, Pengurus YLKI

1. PERFORMANCE

Adalah sebuah konsep. Meski performance sulit diukur dengan productivitas,


namun manajemen produksi mengajarkan bahwa produktivitas dapat dihitung
menurut output dibagi dengan input (Ndraha, 2005:160).

2 KYBERNOLOGI

Atau ilmu pemerintahan paradigma baru, adalah sebuah ilmu yang memiliki
bahan mentah dan materialnya sendiri yang kemudian dibangun dengan
mengarusutamakan kepentingan dan pola pikir (frame of reference) dari pihak
Yang-diperintah (Masyarakat).
BAB 7
PROF. DR. TALIZIDUHU NDRAHA

SEORANG MAESTRO YANG MEMILIKI


KEBEBASAN EKSISTENSIAL
Oleh: DR. Togar Sibarani, M.Pd

Saya dapat mengemukakan sosok pribadi Profesor Taliziduhu Ndraha, sebagai


berikut:

1. Prof. Taliziduhu Ndraha memiliki komitmen dan konsistensi yang teguh


terhadap profesi yang digelutinya sejak muda sampai sekarang.
2. Prof. Taliziduhu Ndraha adalah seorang promothean yang memiliki
horizon, jangkauan pandangan jauh kedepan dan keluasan pengetahuan
tentang ilmu pemerintahan.
3. Prof. Taliziduhu Ndraha adalah seorang Maestro Kybernologi, beliau
bagaikan seorang pemain jazz yang melakukan improvisasi terhadap not-
not musiknya.
4. Prof. Taliziduhu Ndraha adalah manusia yang memiliki kebebasan
eksistensial.
5. Prof. Taliziduhu Ndraha adalah cendekiawan yang telah mencapai taraf
berpikir sendiri.

BAB 8
KEPEMIMPINAN DIRI YANG MELAYANI
Tinjauan Dari Perspektif Kybernologi
Oleh: DR. Adi Sujatno, BcIP, SH, MH

Timbul pertanyaan kapan datangnya SATRIA PININGIT yang mampu mencari


solusi dan mengatasi masalah-masalah ini ataukah bangsa ini sedang mengalami
krisis kepemimpinan ataukah krisis keteladanan dari sang pemimpinnya? Maka
bangsa ini memerlukan hadirnya kepemimpinan diri yang melayani, yang
melayani seluruh komponen bangsanya, rakyatnya, masyarakatnya dalam
memenuhi segala aspirasi kebutuhan atas keamanan dan kesejahteraannya.

Selaras dengan hal-hal tersebut kami para pembelajar Kybernologi sangat


apresiasi dan sangat bangga atas hasil karya-karya “Sang Pamong” yang telah
melahirkan buku-buku kurang lebih 26 buah buku, yang sebagian besar adalah
berjudul Kybernologi.
KEPAMONGPRAJAAN
RESUME BUKU:

KYBERNOLOGI HAK ASASI MANUSIA (HAM) DAN


KEPAMONGPRAJAAN
(Prof. Dr. Taliziduhu Ndraha)

DISUSUSUN OLEH:
FADLI AMBAT
27.0655
G-4

POLITIK PEMERINTAHAN
INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
2017/2018

Anda mungkin juga menyukai