LP CKD GNC Hemodialisa
LP CKD GNC Hemodialisa
A. Definisi
Gagal ginjal kronis merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang berlangsung
pelahan-lahan karena penyebab berlangsung lama dan menetap yang mengakibatkan
penumpukan sisa metabolit (toksik uremik)sehingga ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan
biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit (Hudak & Gallo, 1996).
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi
renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001;
1448). Gagal ginjal kronis terjadi dengan lambat selama berbulan-bulan atau bertahun-
tahun, dengan penurunan bertahap dengan fungsi ginjal dan peningkatan bertahap dalam
gejala-gejala, menyebabkan penyakit ginjal tahap akhir (PGTA).
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan,
berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak
ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi
glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m², sebagai berikut:
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa
penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
Kelainan patologik
Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada pemeriksaan
pencitraan
2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan dengan atau tanpa
kerusakan ginjal
(Sumber: Chonchol, 2005)
B. Etiologi
Berdasarkan data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry
(IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut
glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%)
(Roesli, 2008).
a. Glomerulonefritis
Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang etiologinya tidak jelas,
akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologi tertentu pada glomerulus
(Markum, 1998). Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer
dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri
sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik
lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau
amiloidosis (Prodjosudjadi, 2006).
Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan secara kebetulan dari
pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan darurat medik yang harus
memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis (Sukandar, 2006).
b. Diabetes melitus
Menurut American Diabetes Association (2003) dalam Soegondo (2005) diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai
semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi.
Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan
adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering
ataupun berat badan yang menurun. Gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa
diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa
darahnya (Waspadji, 1996).
c. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90
mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi (Mansjoer, 2001). Berdasarkan
penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi
primer yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut
juga hipertensi renal (Sidabutar, 1998).
d. Ginjal polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material yang
semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan kista-kista yang
tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan genetik,
kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan
kelainan genetik yang paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah
penyakit ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar
baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan pada
fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal lebih tepat dipakai daripada
istilah penyakit ginjal polikistik dewasa (Suhardjono, 1998).
C. Faktor risiko
Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus atau
hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan individu dengan riwayat
penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam keluarga (National Kidney
Foundation, 2009).
D. Klasifikasi
Terdapat 5 stadium penyakit gagal ginjal kronis yang ditentukan melalui penghitungan
nilai Glumerular Filtration Rate (GFR). Untuk menghitung GFR dokter akan memeriksakan
sampel darah penderita ke laboratorium untuk melihat kadar kreatinin dalam darah. Kreatinin
adalah produk sisa yang berasal dari aktivitas otot yang seharusnya disaring dari dalam
darah oleh ginjal yang sehat.
72 x creatini serum
Stadium 1
Seseorang yang berada pada stadium 1 gagal ginjal kronik (GGK) biasanya belum
merasakan gejala yang mengindikasikan adanya kerusakan pada ginjalnya. Hal ini
disebabkan ginjal tetap berfungsi secara normal meskipun tidak lagi dalam kondisi tidak lagi
100 persen, sehingga banyak penderita yang tidak mengetahui kondisi ginjalnya dalam
stadium 1. Kalaupun hal tersebut diketahui biasanya saat penderita memeriksakan diri untuk
penyakit lainnya seperti diabetes dan hipertensi.
Stadium 2
Sama seperti pada stadium awal, tanda – tanda seseorang berada pada stadium 2 juga
dapat tidak merasakan gejala yang aneh karena ginjal tetap dapat berfungsi dengan baik.
Kalaupun hal tersebut diketahui biasanya saat penderita memeriksakan diri untuk penyakit
lainnya seperti diabetes dan hipertensi.
Stadium 3
Seseorang yang menderita GGK stadium 3 mengalami penurunan GFR moderat yaitu
diantara 30 s/d 59 ml/min. dengan penurunan pada tingkat ini akumulasi sisa – sisa
metabolisme akan menumpuk dalam darah yang disebut uremia. Pada stadium ini muncul
komplikasi seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), anemia atau keluhan pada tulang.
Gejala- gejala juga terkadang mulai dirasakan seperti :
Pada stadium ini fungsi ginjal hanya sekitar 15 – 30 persen saja dan apabila seseorang
berada pada stadium ini maka sangat mungkin dalam waktu dekat diharuskan menjalani
terapi pengganti ginjal / dialisis atau melakukan transplantasi. Kondisi dimana terjadi
penumpukan racun dalam darah atau uremia biasanya muncul pada stadium ini. Selain itu
besar kemungkinan muncul komplikasi seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), anemia,
penyakit tulang, masalah pada jantung dan penyakit kardiovaskular lainnya.
E. Prognosis
Pada penyakit gagal ginjal dini (mikro albuminuria)sudah mempunyai prognostik
morbiditas dan mortalitas kardio vaskuler. Dengan memberatnya kelainan ginjal, disertai
dengan penurunan fungsi ginjal, prognosis terbukti semakin buruk,menuju gagal ginjal yang
memerlukan dialisis, komplikasi organ target yang mengurangi kualitas hidup dan
meningkatkan angka kematian ( Suhardjono, 2001 ).
Kulit
Kulit berwarna pucat, mudah lecet, rapuh, kering, timbul bintik-bintik hitam dan gatal
akibat uremik atau pengendapan kalsium pada kulit.
Hematologi
Anemia merupakan gejala yang hampr selalu ada pada Gagal Ginjal Kronik. Apabila
terdapat penurunan fungsi ginjal tanpa disertai anemia perlu dipikirkan apakah suatu Gagal
Ginjal Akut atau Gagal Ginjal Kronik dengan penyebab polikistik ginjal yang disertai
polistemi. Hemolisis merupakan sering timbul anemi, selain anemi pada Gagal Ginjal Kronik
sering disertai pendarahan akibat gangguan fungsi trombosit atau dapat pula disertai
trombositopeni. Fungsi leukosit maupun limposit dapat pula terganggu sehingga pertahanan
seluler terganggu, sehingga pada penderita Gagal Ginjal Kronik mudah terinfeksi, oleh
karena imunitas yang menurun.
Sistem Kardiovaskuler
Pada gagal ginjal kronik hampir selalu disertai hipertensi, mekanisme terjadinya
hipertensi pada Gagal Ginjal Kronik oleh karena penimbunan garam dan air, atau sistem
renin angiostensin aldosteron (RAA). Sesak nafas merupakan gejala yang sering dijumpai
akibat kelebihan cairan tubuh, dapat pula terjadi perikarditis yang disertai efusi perikardial.
Gangguan irama jantung sering dijmpai akibat gangguan elektrolit.
Sistem Endokrin
Gangguan seksual seperti penurunan libido, ion fertilitas sering dijumpai pada Gagal
Ginjal Kronik, pada wanita dapat pula terjadi gangguan menstruasi sampai aminore.
Toleransi glukosa sering tergangu paa Gagal Ginjal Kronik, juga gangguan metabolik vitamin
D.
Gangguan lain
Akibat hipertiroid sering terjadi osteoporosis, osteitis, fibrasi, gangguan elektrolit dan
asam basa hampir selalu dijumpai, seperti asidosis metabolik, hiperkalemia, hiperforfatemi,
hipokalsemia.
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks,
meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran cerna,
mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular (Sukandar,
2006).
G. Pemeriksaan Penunjang
Urine
- Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tak keluar (anuria)
- Warna : Secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus bakteri, lemak,
partikel koloid, forfat atau urat. Sedimen kotor, kecoklatan menunjukan adanya darah,
HB, mioglobin.
- Berat jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukan kerusakan ginjal
berat).
- Osmolalitas : Kurang dari 350 mosm/kg menunjukan kerusakan tubular, dan rasio
urine/serum sering 1:1
- Klirens keratin : Mungkin agak menurun
- Natrium : Lebih besar dari 40 m Eq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natrium.
- Protein : Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukan kerusakan
glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
Darah
- BUN / Kreatin : Meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi kadar kreatinin 16
mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5)
- Hitung darah lengkap : Ht : Menurun pada adanya anemia Hb:biasanya kurang ari 78
g/dL
- SDM : Waktu hidup menurun pada defisiensi aritropoetin seperti pada azotemia.
- GDA : pH : Penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan
kemampuan ginjal untuk mengeksresi hydrogen dan amonia atau hasil akhir
katabolisme protein. Bikarbonat menurun, PCO2 menurun .
- Natrium Serum : Mungkin rendah (bila ginjal “kehabisan Natrium” atas normal
(menunjukan status dilusi hipernatremia).
- Kalium : Peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan perpindahan seluler
(asidosis) atau pengeluaran jaringan. Pada tahap akhir, perubahan
- EKG mungkin tidak terjadi sampai kalium 6,5 MPq atau lebih besar.
- Magnesium/Fosfat : Meningkat
- Kalsium : Menurun
- Protein (khususnya Albumin) : Kadar serum menurun dapat menunjukkan kehilangan
protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, atau penurunan
sintesis karena kurang asam amino esensial.
- Osmolalitas Serum : Lebih besar dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan urine.
Piolegram Intravena
- Piolegram Retrograd : Menunujukkan abnormallitas pelvis ginjal dan ureter.
- Arteriogram Ginjal : Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular
massa.
Sistouretrogram Berkemih : Menunjukan ukuran kandung kemih, refluks ke dalam
ureter, terensi.
Ultrasono Ginjal : Menentukan ukuran ginjal dan adanya massa, kista, obstruksi pada
saluran perkemihan bagian atas.
Biopsi Ginjal : Mungkin dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan
untuk diagnosis histoligis.
Endoskopi Ginjal, Nefroskopi : Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan pengangkatan tumor selektif.
EKG : Mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa.
Foto Kaki, Tengkorak, Kolmna Spiral dan Tangan : Dapat menunjukan demineralisasi.
H. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain :
1. Hiperkalemia
2. Perikarditis
3. Hipertensi
4. Anemia
5. Penyakit tulang (Smeltzer & Bare, 2001)
I. Penatalaksanaan
1. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki
metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit
(Sukandar, 2006).
a. Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi
toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan
keseimbangan negatif nitrogen.
b. Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan tujuan
utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status
nutrisi dan memelihara status gizi.
c. Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis
mencapai 2 L per hari.
d. Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan
penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium (hiperkalemia).
Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan suplemen alkali.
Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau
serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
b. Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan terapi
alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati karena
dapat menyebabkan kematian mendadak.
c. Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai pada
GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint) dari
GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut
sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan
obat-obatan simtomatik.
d. Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
e. Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler yang
adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.
f. Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
g. Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita.
3. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG
kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal,
dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
a. Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien
GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan
terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk
dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan
paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter,
muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10
mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia,
muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2006).
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah
dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan
yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow
fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang
tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal
(Rahardjo, 2006).
b. Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)
di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien
anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah
menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan
mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV
shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual
urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality.
Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk
melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar,
2006).
c. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
1. Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal
ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah.
2. Kualitas hidup normal kembali
3. Masa hidup (survival rate) lebih lama
4. Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
5. Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
GLOMERULOSNEFRITIS KRONIS
1. Definisi
a. Glomerulonefritis kronis adalah suatu kelainan yang terjadi pada beberapa penyakit,
dimana terjadi kerusakan glomeruli dan kemunduran fungsi ginjal selama bertahun-
tahun. Biasannya lanjutan dari GNA
b. Glomerulonefritis kronik adalah suatu gejala yang menggambarkan penyakit
peradangan pada glomerulos tahap akhir, yang ditandai dengan kerusakan glomerulos
secara progresif lambat akibat glomerulonefritis yang perkembangannya perlahan -
lahan dan membahayakan serta berlangsung lama (10 – 30 tahun).
2. Etiologi
Penyebabnya tidak diketahui. Pada 50% penderita ditemukan glomerulopati sebagai
penyebabnya, meskipun tidak pernah timbul gejala-gejalnya. Penyebab bervariasi:
Perjalanan Cepat dan Perjalanan Lambat
a. PRIMER (Respon Imun terhadap Patogen, Etiologi belum diketahui)
1. Streptococcus group A Beta Hemolitikus
2. Syphilis, Abses viseral, Endocarditis bacterial, Hepatitis,Mononucleosis
infeksi
3. Measles, Mumps, Cytomegalovial infection
4. Beberapa parasit, jamur, infeksi virus
b. SEKUNDER ( Berkaitan dengan infeksi sistemik) SLE, Progresive systemic
sclerosis, Trombositopenia purpura Gagal ginjal post partum, Goodpasture’s
syndrome Wegner’s granulomatosis Polyarteritis nodusa, Hemolitic uremic sindrome
3. Patofisiologi
GNK memiliki karakteristik kerusakan glomerulos secara progresif lambat dan
kehilangan filtrasi renal secara perlahan – lahan. Ukuran ginjal sedikit berkurang sekitar
seperlima dari ukuran normal dan terdiri dari jaringan fibrosa yang luas. Korteks mengecil
menjadi lapisan yang tebalnya 1 sampai 2 mm atau kurang. Berkas jaringan parut merusak
korteks, menyebabkan permukaan ginjal kasar dan irreguler. Sejulah glomerulus dan
tubulusnya berubah menjadi jaringan parut dan cabang – cabang arteri menebal. Akhirnya
terjadi kerusakan glomerulus yang parah, menghasilkan penyakit ginjal tahap akhir.
4. Manifestasi Klinis
1. Nyeri tumpul pinggang belakang
2. Sakit kepala, hipertensi
3. Perubahan pola eliminasi urine
4. Dysuria
5. Menurun output urine
6. Kesulitan bernafas
7. Orthopnea
8. Nocturnal/dyspnea pada saat pengerahan tenaga
9. Perubahan BB, rales pada suara paru
10. Pelebaran pada vena leher, adanya suara jantung tiga (S3)
11. Edema pada wajah, kelopok mata, tangan dan jaringan perifer
12. Fatigue dan malaise
13. Anoreksia, nausea dan/muntah
14. urine berwana merah ke coklat-coklatan.
5. Komplikasi
1. Malnutrisi
2. Infeksi sekunder
3. Gangguan koagulasi
4. Akselerasi aterosklerosis
6. Penatalaksanaan Medis
1. Bed-rest total
2. Monitor TTV setiap 4 jam
3. Monitor BUN, Creatinin dan Protein urine
4. Mengganti cairan yang hilang
5. Monitor intake-Output
6. Diet: Pembatasan cairan dan Na, tinggi KH & rendah protein, Rendah K Bila Ada
gagal ginjal.
7. Antibiotik jika ada infeksi
8. Korticosteroid & Cytotoxic
9. Anti Hypertensi
10. Diuretik
11. Plasmapheresis
Diagnosa
a. Urinalisis (analisa air kemih) menunjukkan adanya protein, darah atau beberapa
kelainan lainnya.
b. Rontgen dada bisa menunjukkan adanya cairan yang berlebihan.
c. USG ginjal, CT scan ginjal atau IVP menunjukkan pengkisutan ginjal.
d. Biopsi ginjal bisa menunjukkan salah satu bentuk glomerulonefritis kronis atau
pembentukan jaringan parut yang tidak spesifik pada glomeruli.
Pengobatan
a. Pengobatan tergantung kepada penyebab penyakit serta jenis dan beratnya gejala.
b. Tujuan utama dari pengobatan adalah untuk mengendalikan gejala-gejalanya.
c. Untuk mengendalikan tekanan darah tinggi diberikan obat anti-hipertensi dan
pembatasan asupan garam, cairan serta protein.
d. Untuk mengatasi gagal ginjal dan memperpanjang harapan hidup penderita,
dilakukan dialisa atau pencangkokan ginjal.
7. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat infeksi streptoccokus beta hemolitikus
b. Riwayat penyakit SLE dan penyakit autoimun
c. Riwayat pembedahan dan prosedur invasive
d. Masalah urologi atau ginjal
e. Perubahan status berkemih meliputi; Frekwensi berkemih, perubahan warna,
kejernihan dan bau
f. pengetahuan pasien tentang proses penyakit.
2. Pemeriksaan Fisik (Lihat pada manifestasi klinis)
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Urinalisa
b. Urine tampung 24 jam
c. IVP
d. Serum Creatinin
e. Serum Protein
f. Biopsy Ginjal
g. Kultur Lendir tenggorokan dan darah
h. EKG
i. Antistrepolysin
8. Diagnosa Keperawatan
1. ketidakmampuan dalam aktifitas b.d Penurunan protein dan disfungsi ginjal
2. resiko kelebihan volume cairan b.d Retensi air dan disfungsi ginjal
3. resiko infeksi (uti, lokal, sistemik) b.d Penekanan pada sistem imun
4. resiko perubahan perfusi jaringan: Serebral cardiopulmonary b.d resiko Krisis
hipertensi
5. kurang pengetahuan b.d kurang Informasi tentang proses penyakit, Perawatan di rumah
dan instruksi Tindakan lanjut
9. Perencanaan
Diagnosa keperawatan 1
Diagnosa keperawatan 2.
Resiko kelebihan volume cairan b.d Retensi air dan disfungsi ginjal
Tujuan : Pasien akan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
Kriteria hasil :
- Tidak memperlihatkan Tanda-tanda kelebihan cairan dan elektrolit
- Intake dan output dalam keadaan seimbang
Rencana tindakan
Diagnosa keperawatan 3.
Resiko infeksi (uti, lokal, sistemik) b.d Penekanan pada sistem imun
HEMODIALISIS
A. Definisi
Hemodialisis adalah suatu proses memisahkan sisa metabolisme yang tertimbun dalam
darah dan mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit juga asam basa melalui sirkulasi
ekstrakorporeal dengan menggunakan ginjal buatan. Beberapa aspek yang mempunyai
hubungan erat dengan masalah keperawatan antara lain : Ginjal buatan, Dialisat, Pengolahan
Air, AksesDarah, Antikoagulan, tekhnik Hemodialisa, Perawatan Pasien Hemodialisa,
Kompliokasi akut hemodialisa dan pengelolaannya, peranan perawat yang bekerja di luar HD
(ruang perawatan biasa)
1. Ginjal Buatan
Suatu alat yang digunakan untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh, bila
fungsi kedua ginjal sudah tidak memadai lagi, mengatur keseimbangan cairan dan
elektrolit, mengeluarkan racun-racun atau toksin yang merupakan komplikasi dari Gagal
Ginjal. Sedangkan fungsi hormonal/ endokrin tidak dapat diambil alih oleh ginjal buatan.
Dengan demikian ginjal buatan hanya berfungsi sekitar 70-80 % saja dari ginjal alami
yang normal.
Macam-macam ginjal buatan :
a. Paraller-Plate Diyalizer
Ginjal pertama kali ditemukan dan sudah tidak dipakai lagi, karena darah dalam
ginjal ini sangat banyak sekitar 1000 cc, disamping cara menyiapkannya sangat sulit
dan membutuhkan waktu yang lama.
b. Coil Dialyzer
Ginjal buatan yang sudah lama dan sekarang sudah jarang dipakai karena
volume darah dalam ginjal buatan ini banyak sekitar 300 cc, sehingga bila terjadi
kebocoran pada ginjal buatan darah yang terbuang banyak. Ginjal ini juga
memerlukan mesin khusus, cara menyiapkannya juga memerlukan waktu yang
lama.
c. Hollow Fibre Dialyzer
Ginjal buatan yang sangat banyak saat ini karena volume darah dalam ginjal
buatan sangat sedikit sekitar 60-80 cc, disamping cara menyiapkannya mudah dan
cepat.
2. Dialisat
Adalah cairan yang terdiri dari air, elektrolit dan zat-zat lain supaya mempunyai tekanan
osmotik yang sama dengan darah.
Fungsi Dialisat pada dialisit:
a. Untuk mengeluarkan dan menampung cairan dan sisa metabolisme
b. Untuk mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama dialisa
7. Persiapan Penderita :
Indikasi hemodialisa
a. Segera/ indikasi mutlak : over hidrasi atau edema paru, hiperkalemi, aliguri berat
atau anuria, asidosis, hipertensi maligma.
b. Dini/ profilaksis : gejala uremia (mual muntah) perubahan mental, penyakit tulang,
gangguan pertumbuhan dan seks, perubahan kualitas hidup.
Bila penderita baru yang datang di ruang HD, sebelum kita melakukan HD terlebih
dahulu periksa kembali hasil-hasil pemeriksaan yang penting (Hb, hematokrit, ureum,
kreatinin, dan HbsAg), hal ini perlu untuk menentukan tindak lanjut sperlu untuk
menentukan tindak lanjut suatu HD.
Langkah-langkah HD
a. Timbang dan catat BB
b. Ukur dan catat tekanan darah (dapat digunakan untuk menginterpretasikan
kelebihan cairan)
c. Tentukan akses darah yang akan ditusuk.
d. Bersihkan daerah yang akan ditusuk dengan betadine 10% lalu alcohol 70%
kemudian ditutup pakai duk steril.
e. Sediakan alat-alat yang steril didalam bak spuit kecil :spuit 2,5cc sebanyak 1, spuit 1
cc 1 buah, mangkok kecil berisi saline 0,9% dan kasa steri
f. Sediakan obat-obatan yang perlu yaitu lidonestdan heparin.
g. Pakai masker dan sarung tangan steril.
h. Lakukan anestesi local didaerah akses darah yang akan ditusu
i. Tusuk dengan AV fistula lalu berikan heparin sebanyak 2000unit pada inlet
sedangkan outlet sebanyak 1000 unit.
j. Siap sambungkan ke sirkulasi tertutup yang telah disediakan.
k. Aliran darah permulaan sampai 7 menit 75 ml/menitkemudian dinaikkan perlahan
sampai 200 ml/menit.
l. Tentukan TMP sesuai dengan kenaikkan berat badan.
m. Segera ukur kemabali tekanan darah, nadi, pernapasan, akses darah yang
digunakan dicatat dalam status yang telah tersedia.
8. Perawatan pasien Hemodialisa
Terbagi 3 yaitu ;
a. Perawatan sebelum hemodialisa
Mempersiapkan perangkat HD
Mempersiapkan mesin HD
Mempersiapkan cara pemberian heparin
Mempersiapkan pasien baru dengan memperhatikan factor BioPsikososial, agar
penderita dapat bekerja sama dalam hal program HD
Mempersiapkan akses darah
Menimbang berat bada, mengukur tekanan darah, nadi, pernapasan
Menentukan berat badan kering
Mengambil pemeriksaan rutin dan sewaktu
2 Resiko cedera b.d Pasien tidak 1. Kaji kepatenan AV 1. AV yg sudah tidak baik bila
akses vaskuler & mengalami cedera shunt sebelum HD dipaksakan bisa terjadi
komplikasi dg kriteria: 2. Monitor kepatenan rupture vaskuler
sekunder terhadap a. kulit pada kateter sedikitnya 2. Posisi kateter yg berubah
penusukan & sekitar AV setiap 2 jam dapat terjadi rupture
pemeliharaan akses shunt utuh/tidak 3. Kaji warna kulit, vaskuler/emboli
vaskuler rusak keutuhan kulit, 3. Kerusakan jaringan dapat
b. Pasien tidak sensasi sekitar shun didahului tanda kelemahan
mengalami 4. Monitor TD setelah pada kulit, lecet bengkak,
komplikasi HD HD ↓sensasi
5. Lakukan heparinisasi 4. Posisi baring lama stlh HD
pada shunt/kateter dpt menyebabkan
pasca HD orthostatik hipotensi
6. Cegah terjadinya 5. Shunt dapat mengalami
infeksi pd area sumbatan & dapat
shunt/penusukan dihilangkan dg heparin
kateter 6. Infeksi dpt mempermudah
kerusakan jaringan
3 Kelebihan volume Keseimbangan 1. Kaji status cairan 1. 1-6 Pengkajian merupakan
cairan b.d: volume cairan 2. Timbang bb pre dan dasar untuk memperoleh data,
penurunan haluaran tercapai setelah post hd pemantauan 7 evaluasi dari
urine, diet cairan dilakukan HD 4-5 3. Keseimbangan intervensi
berlebih, retensi jam dengan masukan dan 7. Pembatasan cairan akan
cairan & natrium kriteria: haluaran menetukan dry weight,
a. BB post HD 4. Turgor kulit dan haluaran urine & respon
sesuai dry edema terhadap terapi
weight 5. Distensi vena leher 8. UF & TMP yang sesuai
b. edema hilang 6. Monitor vital sign akan ↓ kelebihan volume
c. Retensi 16-28 7. Batasi masukan cairan sesuai dg target BB
x/ caira, pada saat edeal/dry weight
d. kadar natrium priming & wash out 9. Sumber kelebihan cairan
darah 132-145 hd dapat diketahui
mEq/l 8. Lakukan hd dengan 10. Pemahaman ↑kerjasama
uf & tmp sesuai dg klien & keluarga dalam
kenaikan bb pembatasan cairan
interdialisis 11. Kebersihan mulut
9. Identifikasi sumber mengurangi kekeringan
masukan cairan mulut, sehingga ↓ keinginan
masa interdialisis klien untuk minum
10. Jelaskan pada
keluarga & klien
rasional pembatasan
cairan
11. Motivasi klien untuk ↑
kebersihan mulut
DAFTAR PUSTAKA