Anda di halaman 1dari 17

DISTENSI ABDOMEN

Distensi abdominal merupakan proses peningkatan tekanan abdominal yang menghasilkan


peningkatan tekanan dalam perut dan menekan dinding perut. Distensi dapat terjadi ringan
ataupun berat tergantung dari tekanan yang dihasilakan. Distensi abdominal dapat terjadi
local atau menyeluruh dan dapat secara bertahap atau secara tiba-tiba. Distensi abdominal
akut mungkin merupakan tanda dari peritonitis atau tanda akut obtruksi pada perut.
Distensi abdominal mungkin dihasilkan dari lemak, flatus, fetus (hamil atau masa intra
abdominal, kehamilan ektopik) atau cairan. Cairan dan gas normal berada dalam GIT tetapi
tidak dalam ruangan peritoneal. Jika cairan atau gas tidak dapat keluar secara bebas distensi
abdominal dapat terjadi. Dalam ruangan peritoneal, distensi dapat menyebabkan pendarahan
akut, akumulasi dari cariran asites atau udara dari perforasi dari organ dalam perut.

bhbn
Terminologi abdomen akut telah banyak diketahui namun sulit untuk didefinisikan secara
tepat. Tetapi sebagai acuan, akut abdomen adalah suatu kelainan nontraumatik yang timbul
mendadak dengan gejala utama didaerah abdomen dan memerlukan tindakan bedah segera.
Istilah gawat abdomen atau gawat perut menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan
di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama.
Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah,
misalnya pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap kelambatan
akan menimbulkan penyulit yang berakibat meningkatnya morbiditas dan mortalitas.
Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan
analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pengetahuan
mengenai anatomi dan faal perut beserta isinya sangat menentukan dalam menyingkirkan
satu demi satu sekian banyak kemungkinan penyebab nyeri perut akut.
Banyak kondisi yang dapat menimbulkan abdomen akut. Secara garis besar, keadaan
tersebut dapat dikelompokkan dalam lima hal, yaitu :
1. proses peradangan bakterial – kimiawi;
2. obstruksi mekanis : seperti pada volvulus, hernia, atau perlengketan;
3. neoplasma/tumor : karsinoma, polipus, atau kehamilan ektopik;
4. kelainan vaskuler : emboli, tromboemboli, perforasi, dan fibrosis;
5. kelainan kongenital.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI ABDOMEN
Gambar.1 Anatomi Abdomen
2.2 ETIOLOGI
Banyak kondisi yang dapat menimbulkan abdomen akut. Secara garis besar, keadaan
tersebut dapat dikelompokkan dalam lima hal, yaitu :
1. proses peradangan bakterial – kimiawi;
2. obstruksi mekanis : seperti pada volvulus, hernia, atau perlengketan;
3. neoplasma/tumor : karsinoma, polipus, atau kehamilan ektopik;
4. kelainan vaskuler : emboli, tromboemboli, perforasi, dan fibrosis;
5. kelainan kongenital.
Adapun penyebab abdomen akut tersering adalah :
a. Kelainan traktus gastrointestinal : nyeri non-spesifik, appendisitis, infeksi usus halus dan
usus besar, hernia strangulata, perforasi ulkus peptik, perforasi usus, divertikulitis Meckel,
sindrom Boerhaeve, kelainan inflamasi usus, sindrom Mallory Weiss, gastroenteritis,
gastritis akut, adenitis mesenterika.
b. Kelainan pankreas : pankreatitis akut
c. Kelainan traktus urinarius : kolik renal atau ureteral, pielonefritis akut, sistitis akut, infark
renal.
d. Kalinan hati, limpa, dan traktus biliaris : kolesistitis akut, kolangitis akut, abses hati,
ruptur tumor hepar, ruptur spontan limpa, infark limpa, kolik bilier, hepatitis akut.
e. Kelainan ginekologi : kehamilan ektopik terganggu, tumor ovarium terpuntir, ruptur kista
folikel ovarium, salpingitis akut, dismenorea, endometriosis.
f. Kelainan vaskuler : ruptur aneurisma aorta dan viseral, iskemia kolitis akut, trombosis
mesenterika.
g. Kelainan peritoneal : abses intraabdomen, peritonitis primer, peritonitis TBC.
h. Kelainan retroperitoneal : perdarahan retroperitoneal.
2.3 MANIFESTASI KLINIS
Keluhan yang menonjol adalah nyeri perut. Adapun jenis nyeri perut terdiri dari :
a) Nyeri Viseral
Terjadi bila terdapat rangsangan pada organ atau struktur dalam rongga perut. Peritonium
visceral yang menyelimuti organ perut dipersarafi oleh sistem saraf otonom dan tidak peka
terhadap rabaan atau pemotongan. Akan tetapi bila dilakukan regangan organ atau terjadi
kontraksi yang berlebihan pada otot yang menyebabkan iskhemia akan timbul nyeri. Pasien
biasanya tidak dapat menunjukkan secara tepat letak nyeri. Nyeri visceral disebut juga
sebagai nyeri sentral.
Penderita memperlihatkan pola yang khas sesuai dengan persarafan organ embrional yang
terlibat. Saluran cerna yang berasal dari usus depan (foregut) menyebabkan nyeri di ulu hati
atau epgastrium. Saluran cerna yang berasal dari usus tengah (midgut) menyebabkan nyeri
di sekitar umbilikus. Bagian saluran cerna yang berasal dari usus belakang (hindgut)
menyebabkan nyeri di perut bagian bawah. Demikian juga nyeri dari buli-buli atau
rektosigmoid. Karena tidak disertai rangsang peritonium nyeri ini tidak dipengaruhi gerakan
sehingga penderita dapat aktif bergerak.
Persarafan sensorik organ perut :
Organ atau struktur Saraf Tingkat persarafan
Bagian tengah diafragma n. frenikus C3-5
Tepi diafragma, lambung, pankreas, kandung empedu, usus halus Pleksus seliakus Th. 6-9
Apendiks, kolon proksimal, dan organ panggul Pleksus mesenterikus Th. 10-11
Kolon distal, rektum, ginjal, ureter, dan testis n. splanknikus kaudal Th. 11-L1
Buli-buli, rektosigmoid Pleksus hipogastrik S2-S3
b) Nyeri Somatik
Nyeri somatik terjadi karena rangsangan pada bagian yang dipersarafi oleh saraf tepi, dan
luka pada dinding perut. Nyeri dirasakan seperti ditusuk atau disayat, dan pasien dapat
menunjukkan secara tepat letaknya dengan jari. Rangsang yang menimbulkan nyeri ini
berupa rabaan, tekanan, rangsang kimiawi atau proses radang.
Gesekan antara visera yang meradang menimbulkan rangsang peritoneum dan
menyebabkan nyeri. Perdangannya sendiri maupun gesekan antar kedua peritoneum
menyebabkan perubahan intensitas nyeri. Gesekan inilah yang menjelaskan nyeri
kontralateral pada apendisitis akut.
Letak nyeri somatik :
Letak Organ
Abdomen kanan atas Kandung empedu, hati, duodenum, pankreas, kolon, paru, miokard
Epigastrium Lambung, pankreas, duodenum, paru, kolon
Abdomen kiri atas Limpa, kolon, ginjal, pankreas, paru
Abdomen kanan bawah Apendiks, adneksa, sekum, ileum, ureter
Abdomen kiri bawah Kolon, adneksa, ureter
Suprapubik Buli-buli, uterus, usus halus
Periumbilikal Usus halus
Pinggang/punggung Pankreas, aorta, ginjal
Bahu Diafragma
2.3.1 Letak Nyeri Perut
Nyeri viseral dari suatu organ biasanya sesuai letaknya dengan asal organ tersebut pada
masa embrional. Sedangkan letak somatik biasanya dekat dengan organ sumber nyeri
sehingga relatif mudah menentukan penyebabnya.
2.3.2 Sifat Nyeri
A. Nyeri Alih
Nyeri alih terjadi jika suatu segmen persarafan melayani lebih dari satu daerah. Misalnya,
pada kolesistitis akut, nyeri dirasakan di daerah ujung belikat. Pada abses di bawah
diafragma atau rangsangan karena radang atau trauma pada permukaan atas limpa atau hati
juga dapat mengakibatkan nyeri di bahu.
B. Nyeri Radiasi
Nyeri radiasi adalah nyeri yang menyebar di dalam sistem atau jalur anatomi yang sama.
Misalnya kolik ureter atau kolik pielum ginjal, biasanya dirasakan sampai ke alat kelamin
luar pada wanita atau testis pada pria.
C. Nyeri Proyeksi
Nyeri proyeksi adalah nyeri yang disebabkan oleh rangsangan saraf sensorik akibat cedera
atau peradangan saraf. Misalnya nyeri perifer setempat pada herpes zoster. Radang saraf ini
pada herpes zoster dapat menyebabkan nyeri hebat di dinding perut sebelum gejala atau
tanda herpes zoster menjadi jelas.
D. Hiperestesi
Hiperestesi atau hiperalgesi sering ditemukan di kulit jika ada peradangan pada rongga di
bawahnya. Pada gawat perut tanda ini sering ditemukan pada peritonitis setempat maupun
peritonitis umum.
Nyeri yang timbul pada pasien dengan gawat abdomen dapat berupa nyeri yang terus
menerus (kontinyu) atau nyeri yang bersifat kolik.
E. Nyeri Kontinyu
Nyeri akibat rangsangan pada peritoneum parietale akan dirasakan terus menerus karena
berlangsung terus, misalnya pada reaksi radang. Perdarahan di saluran cerna tidak
menimbulkan nyeri.
F. Nyeri Kolik
Kolik merupakan nyeri viseral akibat spasme otot polos organ berongga dan biasanya
disebabkan oleh hambatan pasase dalam organ tersebut.
G. Nyeri Iskemik
Merupakan tanda adanya jaringan yang terancam nekrosis. Lebih lanjut akan tampak tanda
intoksikasi umum karena resorbsi toksin dari jaringan nekrosis.
H. Nyeri Pindah
Kadang nyeri berubah sesuai dengan perkembangan patologi. Misalnya pada permulaan
apendisitis, sebelum radang mencapai permukaan peritoneum, nyeri viseral dirasakan
sekitar pusat disertai rasa mual sebab apendiks termasuk usus tengah. Setelah radang terjadi
di seluruh dinding peritoneum, terjadi nyeri akibat rangsangan peritoneum yang merupakan
nyeri somatik. Saat ini nyeri dirasakan tepat pada peritoneum yang meradang. Jika terjadi
apendisitis gangrenosa, nyeri berubah lagi menjadi nyeri iskemik yang hebat, menetap dan
tidak menyurut.
2.4 PEMERIKSAAN
2.4.1 Anamnesis
Pada anamnesis penderita dengan gawat abdomen ditanya terlebih dahulu permulaan
nyerinya (kapan mulai, mendadak atau berangsur), letaknya (menetap, pindah atau beralih),
keparahannya dan sifatnya (seperti ditusuk, tekanan, terbakar, irisan, bersifat kolik),
perubahannya (bandingkan dengan permulaan), lamanya, apakah berkala, dan faktor apakah
yang mempengaruhinya (adakah yang memperingan atau memberatkan seperti sikap tubuh,
makanan, minuman, nafas dalam, batuk, bersin, defekasi, miksi). Harus ditanyakan apakah
pasien pernah nyeri seperti ini.
Muntah sering ditemukan pada penderita gawat perut. Pada obstruksi usus tinggi muntah
tidak akan berhenti, malahan biasanya bertambah hebat. Sembelit (konstipasi) didapatkan
pada obstruksi usus besar dan pada peritonitis umum.
Nyeri tekan didapatkan pada letak iritasi peritonium. Jika ada peradangan peritonium
setempat ditemukan tanda rangsang peritonium yang sering disertai defans muskuler.
Pertanyaan mengenai defekasi, miksi, daur menstruasi dan gejala lain seperti keadaan
sebelum diserang tanda gawat perut, harus dimasukkan dalam anamnesis.
2.4.2 Pemeriksaan Fisik
Langkah pemeriksaan fisik penderita gawat perut :
1. Umum
- inspeksi umum
- tanda sistemik
- suhu badan (rektal dan aksiler)
2. Abdomen
- Inspeksi
• Perut yang distensi dengan bekas operasi dapat memberikan petunjuk adanya perlengketan
usus.
• Abdomen yang berkontraksi di daerah skafoid terjadi pada pasien perforasi ulkus.
• Peristaltik usus yang terlihat pada pasien yang kurus menunjukkan adanya obstruksi usus.
- Auskultasi
• Bising usus yang meningkat dengan kolik terdengar pada pasien obstruksi usus halus
bagian tengah dan awal pankreatitis akut. Suara tersebut berbeda dengan bising
hiperperistaltik bernada tinggi yang tidak berhubungan dengan nyeri tekan pada
gastroenteritis, disentri, dan kolitis ulseratif fulminan.
• Bising usus yang menurun, kecuali suara yang tidak teratur atau lemah, menandakan
terjadinya obstruksi atau peritonitis difus.
- Nyeri batuk
Pasien diminta untuk batuk dan menunjukkan daerah yang paling nyeri. Iritasi peritonel
dapat diyakinkan dengan pemeriksaan ini tanpa harus menimbulkan nyeri pada pasien untuk
mencari nyeri lepas. Tidak seperti nyeri parietal pada peritonitis, kolik adalah nyeri viseral
dan jarang diperberat dengan inspirasi dalam atau batuk.
- Perkusi
• Terdapatnya nyeri pada perkusi yang berlokasi sama dengan nyeri lepas, menunjukkan
iritasi peritoneal dan nyeri parietal.
• Pada perforasi, udara bebas akan berkumpul di bawah diafragma dan menghilangkan
pekak hati.
• Timpani di sekitar garis tengah pada abdomen yang distensi menunjukkan adanya udara
yang terperangkap pada usus yang berdistensi.
• Cairan bebas dalam peritoneal dapat ditemukan dengan shifting dullness positif.
- Palpasi
Nyeri yang menunjukkan adanya inflamasi peritoneal mungkin adalah hal terpenting yang
ditemukan pada pasien dengan abdomen akut.
• Nyeri berbatas tegas ditemui pada kolesistitis akut, apendisitis, divertikulitis dan
salpingitis akut.
• Bila ada nyeri difus tanpa penekanan harus dicurigai adanya gastroenteritis atau proses
inflamasi usus tanpa peritonitis lainnya.
• Massa intraabdomen kadang-kadang ditemukan dengan melakukan palpasi dalam. Lesi
superfisial, seperti kantung empedu yang membengkak atau abses apendiks sering
menimbulkan nyeri dengan batas tegas. Dengan tanda Murphy (palpasi pada daerah
subkostal kanan pada saat pasien melakukan inspirasi dalam) dapat ditemukan adanya
radang akut kantung empedu.
• Tanda illiopsoas : paha diekstensikan secara pasif atau secara aktif melawan tahanan. Uji
ini positif pada abses di daerah psoas yang berasal dari abses perinefrik atau perforasi
penyakit Crohn.
• Tanda obturator : nyeri pada tungkai fleksi saat dilakukan rotasi internal atau eksternal.
• Nyeri ketok di bawah iga menunjukkan adanya inflamasi pada diafragma, hepar, limpa,
atau jaringan penunjangnya.
• Nyeri pada sudut kostovertebral sering terjadi pada pielonefritis akut.
- Pemeriksaan cincin inguinal dan femoral.
- Pemeriksaan colok dubur.
- Gambar 2. Pemeriksaan pelvis.
Tanda pemeriksaan fisik pada berbagai gambaran gawat perut :
Keadaan Tanda klinik penting
Awal perforasi saluran cerna atau saluran lain Perut tampak cekung, tegang; bunyi usus
kurang aktif, pekak hati hilang, nyeri tekan, defans muskuler
Peritonitis Penderita tidak bergerak, bunyi usus hilang, nyeri batuk, nyeri gerak, nyeri lepas,
defans muskuler, tanda infeksi umum, keadaan umum merosot
Massa infeksi atau abses Massa nyeri (abdomen, pelvik, rektal), nyeri tinju, uji lokal
(psoas), tanda umum radang
Obstruksi usus Distensi perut; peristalsis hebat (kolik usus) yang tampak dinding perut
terdengar (borborigmi), dan terasa (oleh penderita yang bergerak); tidak ada rangsangan
peritoneum
Ileus paralitik Distensi, bunyi peristalsis kurang atau hilang, tidak ada nyeri tekan lokal
Iskemia/strangulasi Distensi tidak jelas (lama), bunyi usus mungkin ada, nyeri hebat sekali,
nyeri tekan kurang jelas, jika kena usus mungkin keluar darah dari rektum, tanda toksis
Perdarahan Pucat, syok, mungkin distensi, berdenyut jika aneurisma aorta, nyeri tekan lokal
pada kehamilan ektopik, cairan bebas (pekak geser), anemia
Proses patologik yang mengakibatkan gawat abdomen :
Penyebab Contoh
Radang Appendisitis akut, perforasi apendiks, perforasi tukak lambung, perforasi usus tifus,
pankreatitis akut, kolesistitis akut, adneksitis akut.
Ileus obstruktif Hernia inkarserata
Volvulus usus
Iskemia Hernia strangulata
Volvulus
Kelainan atau penyumbatan vaskuler
Perdarahan Kehamilan ektopik
Aneurisma yang pecah
Cedera Perforasi organ berongga
Perdarahan limpa atau hati
2.4.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan antara lain pemeriksaan darah, urine, dan feses.
Sedangkan pemeriksaan radiologis adalah foto polos dada, foto polos abdomen, angiografi,
pemeriksaan dengan kontras, ultrasonografi (USG), CT-Scan, endoskopi, dan parasintesis.
Pada foto polos abdomen , gambaran gas difus dengan udara mencapai ampula rekti
menunjukkan adanya ileus paralitik, khususnya bila bising usus menghilang. Distensi usus
yang berisi gas terjadi pada obstruksi usus. Air fluid level terjadi pada obstruksi usus halus
bagian distal. Distensi sekum dengan usus halus yang mengalami dilatasi terjadi pada
obstruksi usus besar.
2.5 DIAGNOSIS
Nyeri Sentral
Jika terdapat nyeri sentral hebat terpusat di perut dapat dipikirkan kemungkinan tahap awal
obstruksi usus halus, apendisistis, dan pankreatitis walaupun yang terakhir ini jarang
ditemukan. Jika sewaktu pengamatan terjadi perkembangan klinis seperti kenaikan suhu,
muntah, atau nyeri tekan lokal, diagnosis akan lebih jelas.
Bila nyeri sentral hebat diikuti shok, harus dipikirkan volvulus usus halus,kehamilan
ektopik yang terganggu, pankreatitis akut, oklusi koroner jantung, oklusi vena mesenterika,
atau aneurisma yang robek atau pecah.
Bila ditemukan defans muskuler, perlu dipikirkan perforasi tukak peptik atau perforasi
saluran cerna.
Kolik
Nyeri ini disertai muntah dan distensi yang makin besar tapi tanpa defans muskuler yang
jelas mungkin disebabkan oleh obstruksi usus halus.
Nyeri Lokal dan Rangsang Peritoneum Lokal
Nyeri setempat disertai nyeri tekan dan defans muskuler di tempat nyeri banyak
penyebabnya tergantung letak nyeri.
Gambar 2. Nyeri lokal yang disertai nyeri tekan lokal dan defans muskuler lokal
Obstruksi Usus
Obstruksi usus halus menyebabkan nyeri kolik dengan muntah hebat, distensi perut, dan
bunyi peristalsis tinggi. Pada penderita ini harus dipikirkan adanya hernia strangulata.
Muntah menonjol pada obstruksi tinggi.
Volovulus usus halus jarang ditemukan, biasanya pada anamnesis didapatkan nyeri yang
bermula akut, tidak berlangsung lama, menetap, disertai muntah hebat dan pada palpasi
teraba massa yang nyeri dan bertambah besar. Biasanya penderita jatuh ke dalam syok.
Ileus obstruksi usus besar agak sering menyebabkan serangan kolik yang tidak terlalu hebat.
Muntah tidak menonjol, tetapi distensi tampak jelas. Penderita tidak dapat defekasi atau
flatus, dan bila penyebabnya volvulus sigmoid perut dapat besar sekali. Bila pada colok
dubur teraba massa di rektum atau terdapat darah dan lendir, maka itu membantu diagnosis
kemungkinan karsinoma rektum.
Perforasi
Perforasi tukak peptik ditandai oleh perangsangan peritoneum yang mulai di epigastrium
dan meluas ke seluruh peritoneum akibat peritonitis generalisata. Perforasi ileum pada tifus
biasanya terjadi pada penderita yang demam kurang lebih dua minggu disertai nyeri kepala,
batuk, dan malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defans muskuler, dan keadaan
umum yang merosot.
Kolitis
Kolitis amuba ditandai dengan kolitis hebat dengan pengeluaran lendir dan darah melalui
anus disertai tanda perforasi.
Trauma
Trauma dapat mengakibatkan ruptur organ perut dengan perdarahan dan perforasi usus.
Organ Urogenital
Gawat perut dapat disebabkan oleh kelainan organ kelamin dan saluran kemih. Radang akut
(pielitis) atau pienefros atau kolik ureter (batu atau gumpalan darah) menyebabkan tanda
yang mirip gawat perut. Gawat perut dengan penderita yang langsung kolaps disebabkan
oleh nyeri yang hebat. Sifat nyeri, cara timbulnya pada permulaan, dan perjalanan
selanjutnya penting untuk menegakkan diagnosis. Nyeri yang timbul mendadak dan tidak
tertahankan mungkin merupakan kolik ureter.
Sumber Nyeri : Organ atau Sistem Kelainan
Saluran cerna Apendisitis akut
Perforasi tukak peptik
Perforasi usus karena tifus
Obstruksi usus halus atau usus besar
Hernia inkarserata
Volvulus usus
Gastroenteritis
Kandung/saluran empedu Kolesistitis akut
Kolangitis akut
Kolik empedu
Hati, pankreas, dan limpa Abses hati
Hepatitis akut
Pankreatitis akut
Ruptur limpa
Saluran kemih Kolik ureter
Pielonepritis akut
Alat kelamin dalam Kehamilan ektopik terganggu
Puntiran kista ovarium
Ruptur kista folikel ovarium
Salpingitis akut (PID)
Abses tubo-ovarial endometriosis
Kelainan vaskuler Aneurisma aorta
Sumbatan arteri mesenterika
Trombosis mesenterial
Enterokolitis nekrotikan
Rongga peritoneum Abses intraabdomen
Peritonitis primer
Peritonitis TBC
Ruang retroperitoneal Perdarahan
Abses perinefrik
2.6 DIAGNOSIS BANDING
Kelainan organ dalam yang tidak memerlukan tindak bedah kadang mencemaskan karena
dapat timbul tiba-tiba dan menyebabkan keadaan umum merosot cepat. Yang terkenal ialah
gastroenteritis akut, pnemonia akut, infeksi virus akut antara lain demam berdarah dengue.
Diagnosis banding gawat perut juga termasuk kelainan ekstraabdomen yang menyebabkan
nyeri di abdomen seperti kelainan di toraks misalnya penyakit jantung, paru atau pleura,
kelainan neurogen, kelainan metabolik dan keracunan. Pada keadaan ini gejala dan tanda
umum dan nyeri perut sering cukup jelas tetapi pada pemeriksaan perut tidak ditemukan
kelainan. Nyeri tekan perut kontralateral atau nyeri lepas mustahil disebabkan oleh kelainan
di toraks.
Kadang sukar membedakan kelainan akut di perut yang disertai nyeri perut dengan kelainan
akut di toraks yang menyebabkan nyeri perut. Umumnya pada anamnesis nyata bahwa
penyakit organ toraks tidak didahului atau disertai dengan mual atau muntah. Kelainan
perut umumnya tidak mulai dengan panas tinggi atau menggigil (kecuali pada pielitis dan
tifus), sedangkan panas tinggi dengan gigilan lazim ditemukan sebagai tanda awal pada
kelainan akut toraks. Pada pemeriksaan perut pun tidak ditemukan tanda rangsangan
peritoneum.
Kelainan ekstra abdomen yang menyebabkan nyeri perut :
Letak/keadaan Penyebab
Toraks (nyeri alih) kardiopulmoner Infark jantung
Perikarditis akut
Pleuritis akut/pneumonia/empyema
Pneumotoraks/embolus paru
Neurogenik Tumor sumsum belakang
Tekanan pada (akar) saraf interkostal
Herpes zoster
Kelainan endokrin/metabolik Hiperglikemia diabetes (ketoasidosis)
Uremia
Intoksikasi Sengatan serangga
Obat-obatan
timah
Lain-lain Hematom sarung m. rectus abdomen
2.7 PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan abdomen akut, tujuan utamanya adalah membuat diagnosis kerja
yang membantu kita menentukan apakah perlu dilakukan operasi segera dan bagaimana
urgensinya, pada beberapa keadaan diagnosis sering ditegakkan setelah perut dibuka.
Fenomena patofisiologi dasar yang menyebabkan status klinis pasien harus diidentifikasi.
Apakah penampilan klinis mencurigakan proses obstruksi usus, strangulasi usus, peritonitis,
abses intra abdomen, perdarahan intraabdomen atau suatu proses suatu iskemik usus.
Fenomena ini sering terjadi bersamaan.
Pertimbangan tindak bedah
Keputusan melakukan tindak bedah tergantung diagnosis. Jika sulit ditentukan apakah perlu
dioperasi atau tidak sebaiknya pasien dipantau dengan seksama dan berulang-ulang
diperiksa kembali.
Sementara itu saluran cerna diistirahatkan dengan memuasakan pasien, dekompresi
lambung dengan pemasangan pipa lambung dan pemberian infus.

VULNUS

DEFINISI
Kulit merupakan bagian tubuh yang paling luar yang berguna melindungi diri dari trauma luar
serta masuknya benda asing. Apabila kulit terkena trauma, maka dapat menyebabkan
luka/vulnus.
Vulnus/luka adalah keadaan dimana kontinuitas jaringan rusak bisa akibat trauma, kimiawi,
listrik radiasi.
Vulnus/luka adalah suatu keadaaan terputusnya kontinuitas jaringan tubuh yang dapat
menyebabkan terganggunya fungsi tubuh sehingga dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.
Vulnus/luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh.
Vulnus laseratum adalah luka robek akibat terkena mesin, kayu atau benda lainya yang
menyebabkan robeknya jaringan dan ada juga yang menyebutnya vulnus laseratum adalah luka
compang-camping/luka yang bentuknya tidak beraturan.
ETIOLOGI
- Trauma tajam yang menimbulkan luka terbuka
- Trauma tumpul yang menyebabkan luka tertutup (vulnus occlusum) & luka terbuka (vulnus
avertum)
- Zat-zat kimia
- Radiasi
- Sengatan listrik
- Ledakan perubahan suhu
PATOFISIOLOGI
Vulnus terjadi apabila ada suatu trauma yang mengenai tubuh yang bisa disebabkan oleh
traumatis/mekanis, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, dan gigitan hewan atau
binatang. Vulnus yang terjadi dapat menimbulkan beberapa tanda dan gejala seperti bengkak,
krepitasi, shock, nyeri, dan deformitas atau bisa juga menimbulkan kondisi yang lebih serius.
Tanda dan gejala yang timbul tergantung pada penyebab dan tipe vulnus.
Jenis-jenis luka dapat dibedakan dua bagian, yaitu luka tertutup dan luka terbuka, luka terbuka
yaitu dimana terjadi hubungan dengan dunia luar, misalnya : luka lecet ( vulnus excoratiol
), luka sayat ( vulnus invissum ), luka robek ( vulnus laceratum ), luka potong ( vulnus caesum ),
luka tusuk ( vulnus iktum ), luka tembak ( vulnus aclepetorum), luka gigit ( vulnus mossum ),
luka tembus ( vulnus penetrosum ), sedangkan luka tertutup yaitu luka tidak terjadi hubungan
dengan dunia luar, misalnya luka memar.
proses yang terjadi secara alamiah bila terjadi luka dibagi menjadi 3 fase :
1. Fase inflamsi atau “ lagphase “ berlangsung sampai 5 hari. Akibat luka terjadi pendarahan,
ikut keluar sel-sel trombosit radang. Trombosit mengeluarkan prosig lalim, trombosam, bahan
kimia tertentu dan asam amoini tertentu yang mempengaruhi pembekuan darah, mengatur tonus
dinding pembuluh darah dan khemotaksis terhadap leukosit. Terjadi Vasekontriksi dan proses
penghentian pendarahan. Sel radang keluar dari pembuluh darah secara diapedisis dan menuju
dareh luka secara khemotaksis. Sel mast mengeluarkan serotonin dan histamine yang
menunggalkan peruseabilitas kapiler, terjadi eksudasi cairan edema. Dengan demikian timbul
tanda-tanda radang leukosit, limfosit dan monosit menghancurkan dan menahan kotoran dan
kuman.
2. Fase proferasi atau fase fibriflasi. berlangsung dari hari ke 6-3 minggu. Tersifat oleh proses
preforasi dan pembentukan fibrosa yang berasal dari sel-sel masenkim. Serat –serat baru
dibentuk, diatur, mengkerut yang tidak perlu dihancurkan dengan demikian luka
mengkerut/mengecil. Pada fase ini luka diisi oleh sel radang, fibrolas, serat-serat kolagen,
kapiler-kapiler baru : membentuk jaringan kemerahan dengan permukaan tidak rata, disebut
jaringan granulasi. Epitel sel basal ditepi luka lepas dari dasarnya dan pindah menututpi dasar
luka. Proses migrasi epitel hanya berjalan kepermukaan yang rata dan lebih rendah, tak dapat
naik, pembentukan jaringan granulasi berhenti setelah seluruh permukaan tertutup epitel dan
mulailah proses pendewasaan penyembuhan luka.
3. Fase “ remodeling “ fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan. Dikatakan berahir bila
tanda-tanda radang sudah hilang. Parut dan sekitarnya berwarna pucat, tipis, lemas, tidak ada
rasa sakit maupun gatal.
MANIFESTASI KLINIS
Apabila seseorang terkena luka maka dapat terjadi gejala setempat (local) dan gejala umum
(mengenai seluruh tubuh)
a. Gejala Local
- Nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf sensoris. Intensitas atau derajat rasa nyeri
berbeda-beda tergantung pada berat / luas kerusakan ujung-ujung saraf dan lokasi luka.
- Perdarahan, hebatnya perdarahan tergantung pada Lokasi luka, jenis pembuluh darah yang
rusak.
- Diastase yaitu luka yang menganga atau tepinya saling melebar
- Ganguan fungsi, fungdi anggota badan akan terganggu baik oleh karena rasa nyeri atau
kerusakan tendon.
b. Gejala umum
Gejala/tanda umum pada perlukaan dapat terjadi akibat penyuli/komplikasi yang terjadi seperti
syok akibat nyeri dan atau perdarahan yang hebat.
MACAM-MACAM LUKA
Menurut tipenya luka dibedakan menjadi 4 tipe luka yaitu :
1) Clean wound/luka bersih
Clean wound atau luka bersih adalah luka yang dibuat oleh karena tindakan operasi dengan
tehnik steril , pada daerah body wall dan non contaminated deep tissue ( tiroid, kelenjar,
pembuluh darah, otak, tulang)
2)Clean contaminated wound
Merupakan luka yang terjadi karena benda tajam, bersih dan rapi, lingkungan tidak steril atau
operasi yang mengenai daerah small bowel dan bronchial.
3)Contaminated wound
Luka ini tidak rapi, terkontaminasi oleh lingkungan kotor, operasi pada saluran terinfeksi (large
bowel/rektum, infeksi broncial, infeksi perkemihan)
4) Infected wound
Jenis luka ini diikuti oleh adanya infeksi, kerusakan jaringan, serta kurangnya vaskularisasi pada
jaringan luka.
Secara umum luka dapar dibagi menjadi 2 yaitu:
1) Simple, bila hanya melibatkan kulit.
2) Kompukatum, bila melibatkan kulit dan jaringan dibawahnya.
Trauma arteri umumnya dapat disebabkan oleh trauma benda tajam ( 50 % ) misalnya karena
tembakan, luka-luka tusuk, trauma kecelakaan kerja atau kecelakaan lalu lintas, trauma arteri
dibedakan berdasarkan beratnya cidera :
1) Derajat I adalah robekan adviticia dan media, tanpa menembus dinding.
2) Derajat II adalah robekan varsial sehingga dinding arteri juga terluka dan biasanya
menimbulkan pendarahan yang hebat.
3) Derajat III adalah pembuluh darah putus total, gambaran klinis menunjukan pendarahan
yang tidak besar, arteri akan mengalami vasokontriksi dan retraksi sehingga masuk ke jaringan
karen elastisitasnya.
Adapun tipe penyebab luka adalah :
1.Vulnus Laceratum (Laserasi/Robek)
Jenis luka ini disebabkan oleh karena benturan dengan benda tumpul, dengan ciri luka tepi luka
tidak rata dan perdarahan sedikit luka dan meningkatkan resiko infeksi.
2.Vulnus Excoriasi (Luka Lecet)
Penyebab luka karena kecelakaan atau jatuh yang menyebabkan lecet pada permukaan kulit
merupakan luka terbuka tetapi yang terkena hanya daerah kulit.
3.Vulnus Punctum (Luka Tusuk)
Penyebab adalah benda runcing tajam atau sesuatu yang masuk ke dalam kulit, merupakan luka
terbuka dari luar tampak kecil tapi didalam mungkin rusak berat, jika yang mengenai
abdomen/thorax disebut vulnus penetrosum(luka tembus).
4.Vulnus Contussum (Luka Kontusio)
Penyebab: benturan benda yang keras. Luka ini merupakan luka tertutup, akibat dari kerusakan
pada soft tissue dan ruptur pada pembuluh darah menyebabkan nyeri dan berdarah (hematoma)
bila kecil maka akan diserap oleh jaringan di sekitarya jika organ dalam terbentur dapat
menyebabkan akibat yang serius.
5.Vulnus Scissum/Insivum (Luka Sayat)
Penyebab dari luka jenis ini adalah sayatan benda tajam atau jarum merupakan luka terbuka
akibat dari terapi untuk dilakukan tindakan invasif, tepi luka tajam dan licin.
6.Vulnus Schlopetorum (Lika Tembak)
Penyebabnya adalah tembakan, granat. Pada pinggiran luka tampak kehitam-hitaman, bisa tidak
teratur kadang ditemukan corpus alienum.
7.Vulnus Morsum (Luka Gigitan)
Penyebab adalah gigitan binatang atau manusia, kemungkinan infeksi besar bentuk luka
tergantung dari bentuk gigi
8.Vulnus Perforatum (Luka Tembus)
Luka jenis ini merupakan luka tembus atau luka jebol. Penyebab oleh karena panah, tombak atau
proses infeksi yang meluas hingga melewati selaput serosa/epithel organ jaringan.
9.Vulnus Amputatum (Luka Terpotong)
Luka potong, pancung dengan penyebab benda tajam ukuran besar/berat, gergaji. Luka
membentuk lingkaran sesuai dengan organ yang dipotong. Perdarahan hebat, resiko infeksi
tinggi, terdapat gejala pathom limb.
10.Vulnus Combustion (Luka Bakar)
Penyebab oleh karena thermis, radiasi, elektrik ataupun kimia Jaringan kulit rusak dengan
berbagai derajat mulai dari lepuh (bula – carbonisasi/hangus). Sensasi nyeri dan atau anesthesia.
KOMPLIKASI LUKA
1. Penyuli dini seperti : hematoma, seroma, infeksi
2. Penyulit lanjut seperti : keloid dan parut hipertrifik dan kontraktur
Dampak terhadap sistem tubuh
1.Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada fungsi
simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan kecepatan
metabolisme basal.
2.Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari anabolisme,
maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan pergeseran cairan
intravaskuler ke luar keruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah sehingga menyebabkan
oedema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga menyebabkan
kecemasan yang akan memberikan rangsangan ke hypotalamus posterior untuk menghambat
pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.
3.Sistem respirasi.
a.Penurunan kapasitas paru
Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot intercosta relatif
kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa.
b.Perubahan perfusi setempat
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio ventilasi dengan
perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi peningkatan metabolisme (karena
latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.
c.Mekanisme batuk tidak efektif
Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan sehingga sekresi mukus
cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan mengganggu gerakan siliaris normal.
4.Sistem Kardiovaskuler
a.Peningkatan denyut nadi
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan mekanisme pada
keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada pasien dengan immobilisasi.
b.Penurunan cardiac reserve
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan waktu pengisian
diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.
c.Orthostatik Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana anterior dan venula
tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada vasokontriksi sehingga
darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah yang bersirkulasi menurun, jumlah
darah ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah
menurun, akibatnya klien merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga merasakan
pingsan.
5.Sistem Muskuloskeletal
a.Penurunan kekuatan otot
Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai O2 dan nutrisi
sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan
terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.
b.Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan fungsi persarafan.
Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.
c.Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya keterbatasan gerak.
d.Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan organik dan
anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos.
6.Sistem Pencernaan
a.Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi kelenjar
pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan kalori yang
menyebabkan menurunnya nafsu makan.
b.Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan spincter anus menjadi
kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon, menjadikan faeces lebih keras dan
orang sulit buang air besar.
7.Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam keadaan
sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis renal banyak menahan urine
sehingga dapat menyebabkan: Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk
batu ginjal dan tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman
dan dapat menyebabkan ISK.
8.Sistem integumen
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan tertekan
sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan. Jika hal ini
dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan
dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.
DIAGNOSIS
Pada kasus vulnus diagnosis pertama dilakukan secara teliti untuk memastikan apakah ada
pendarahan yang harus dihentikan. Kemudian ditentukan jenis trauma apakah trauma tajam atau
trauma tumpul, banyaknya kematian jaringan, besarnya kontaminasi dan berat jaringan luka.
PENATALAKSANAAN
Pertama dilakukan anstesi setempat atau umum, tergantung berat dan letak luka, serta keadaan
penderita, luka dan sekitar luka dibersihkan dengan antiseptic. Bahan yang dapat dipakai adalah
larutan yodium frovidon 1% dan larutan klorheksin ½%, larutan yodium 3% atau alcohol 70%
hanya digunakan untuk membersih kulit disekitar luka.
Kemudian daerah disekitar lapangan kerja ditutup dengan kain steril dan secara steril dilakukan
kembali pembersihan luka dari kontaminasi secara mekanis, misalnya pembuangan jaringan mati
dengan guntung atau pisau dan dibersihkan dengan bilasan, guyuran atau semprotan NaCl.
Akhirnya dilakukan penjahitan dengan rapid an luka ditutup dengan bahan yang dapat mencegah
lengketnya kasa, misalnya kasa yang mengandung vaselin ditambah dengan kasa penyerap dan
dibalut dengan pembalut elastis
PROSES PENYEMBUHAN LUKA
1.Stadium Satu-Pembentukan Hematoma: Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma
disekitar. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan
berhenti sama sekali.
2.Stadium Dua-Proliferasi Seluler: Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel
menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum, dan bone marrow yang telah
mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang
lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah.
Fase ini berlangsung selama 8 jam.
3.Stadium Tiga-Pembentukan Kallus: Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang
kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk
tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast
mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan
tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan
periosteal.
4.Stadium Empat-Konsolidasi: Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang
berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast
menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang
lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang
normal.
5.Stadium Lima-Remodelling: Telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat
yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum
dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.

Anda mungkin juga menyukai