Anda di halaman 1dari 255

PROSES PENGOLAHAN

MINYAK DAN GAS BUMI

disusun oleh:

Ir. Kardjono SA, MT

PUSAT PENDIDKAN DAN PELATIHAN MINYAK DAN GAS BUMI


(PUSDIKLAT MIGAS)
CEPU
i

KATA PENGANTAR

Menyadari akan pentingnya catatan materi perkuliahan di dalam kegiatan proses


belajar-mengajar, maka dengan memanjatkan puji syukur dihadapan Tuhan Yang
Maha Esa, penulis telah menyelesaikan penyusunan satu buah catatan lagi untuk
yang kesekian kalinya sebagai sajian materi perkuliahan dalam bidang studi
Pengetahuan Industri Migas dan Aplikasinya yang terfokus pada Proses
Pengolahan Migas. Di dalam catatan ini penulis mencoba menguraikan
dasar-dasar berbagai macam proses pengolahan migas secara garis besar.
Kepada para pembaca saya harapkan memaklumi akan segala kekurangan yang
ada pada tulisan ini, dan dengan senang hati jika kiranya sumbang saran dari para
pembaca dapat saya terima sebagai bahan untuk penyempuranaannya.
Mudah-mudahan tulisan yang sederhana ini dapat memberikan manfaat dan dapat
dikembangkan terutama oleh para mahasiswa yang ingin mempelajari bidang
studi ini.

Cepu, Juli 2006


Penyusun,

Ir. Kardjono SA, MT

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB 1: PENDAHULUAN 1
1. U M U M 1
2. SEKTOR EKSPLORASI DAN PRODUKSI 1
3. SEKTOR PENYEDIAAN ENERGI DOMESTIK 2
4. SEKTOR PERDAGANGAN MIGAS INTERNASIONAL 3
5. SEKTOR PRODUKSI NON-BBM ATAUPUN PETROKIMIA 4

BAB 2: DASAR-DASAR PERHITUNGAN TEKNIK 6


1. SISTEM SATUAN 6
1.1. Sistem satuan SI 6
1.2. Sistem satuan CGS 7
1.3. Sistem satuan FPS 8
1.4. Satuan-satuan persamaan yang homogen dimensinya 8
2. CARA MENYATAKAN SUHU DAN KOMPOSISI 10
2.1. Mole dan berat atau massa 11
2.2. Satuan konsentrasi liquida 12
3. DENSITAS DAN SPECIFIC GRAVITY 12
3.1. Densitas (kerapatan) 12
3.2. Specific gravity (SG) 13
3.2.1. Skala Baume 13
3.2.2. Skala API 14
3.2.3. Skala Twaddell 14
4. NERACA BAHAN 14
4.1. Neraca Bahan Sederhana 15
4.2. Neraca Bahan Bertingkat 16
4.3. Neraca Bahan Bertingkat dengan Recycle 18
5. NERACA PANAS 19

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


iii

5.1. Neraca Panas pada HE 19


5.2. Neraca Panas pada Kolom Distilasi 20

BAB 3: CRUDE OIL & HASIL-HASILNYA 22


1. U M U M 22
2. SIFAT-SIFAT UMUM MINYAK BUMI 23
3. KOMPOSISI MINYAK BUMI 23
4. KOMPOSISI ELEMENTER CRUDE OIL 28
5. HASIL-HASIL PENGOLAHAN CRUDE OIL 28
6. MACAM-MACAM PROSES PENGOLAHAN MIGAS 33

BAB 4: CRUDE OIL DESALTING 35


1. U M U M 35
2. DESALTING 36
3. ELECTRICAL DESALTER 37
4. VARIABEL OPERASI DESALTING 37
5. PENGALAMAN OPERASI 40
6. CHEMICAL DESALTING 43
7. NETRALISASI HCl 43

BAB 5: DISTILASI 44
1. U M U M 44
2. MACAM-MACAM PROSES DISTILASI 46
3. PERALATAN UTAMA DI DALAM UNIT DISTILASI 46
4. VARIABEL PROSES 48
4.1. Suhu 49
4.2. Tekanan 49
4.3. Laju alir (Flow rate) 50
4.4. Tinggi permukaan cairan (level) 51
5. TEKANAN DAN HUKUM GAS IDEAL 51
5.1. Tekanan 51
5.2. Hukum Gas Ideal 52

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


iv

5.3. Campuran Gas Ideal 56


6. PROSES DAN PERALATAN DISTILASI 63
6.1. Jenis Kolom Distilasi 65
6.2. Peralatan Pokok dan Operasinya 66
6.3. Operasi Dasar dan Terminologi 67
6.4. Internal Colums 68
6.4.1. Tray dan Plate 68
6.4.2. Packing 72
6.5. Reboilers 73
7. DASAR-DASAR DISTILASI 75
7.1. Tekanan uap dan titik didih 75
7.2. Diagram titik didih 76
7.3. Volatilitas relative 77
7.4. Kesetimbangan uap-cairan 78
7.5. Titik Dididh dan Titik Embun 81
8. PERANCANGAN KOLOM DISTILASI 81
8.1. Metoda McCabe-Thiele 82
8.2. Garis operasi untuk bagian rektifikasi 82
8.3. Garis operasi untuk bagian pelucutan 84
8.4 Garis kesetimbangan dan garis operasi 85
8.5. Jumlah tray 86
8.6. Garis umpan (garis q) 88
8.7. Pengaruh jumlah tray 89
9. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OPERASI KOLOM 92
9.1. Kondisi umpan 92
9.2. Kondisi reflux 92
9.3. Kondisi aliran uap 93
9.4. Diameter kolom 95
9.5. Keadaan tray/packing 95
9.6. Kondisi cuaca 95

BAB 6: EKSTRAKSI 96

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


v

1. U M U M 96
2. MACAM-MACAM PROSES EKSTRAKSI 98
2.1. Ekstraksi Edeleanu 99
2.2. Ekstraksi Furfural 100
2.3. Ekstraksi Udex 101
2.4. Ekstraksi Propane Deasphalting 102
2.5. Distilasi Ekstraktif 104
3. KESETIMBANGAN DALAM EKSTRAKSI 105
4. NERACA MASSA 110

BAB 7: ABSORPSI 114


1. U M U M 114
2. PRINSIP OPERASI ABSORPSI 115
3. MACAM-MACAM PROSES ABSORPSI 115
4. HYDROGEN SULFIDE REMOVAL 117
4.1. Amine Process 118
4.2. Sodium Carbonate Process 120
4.3. Jenis Proses yang lain 122
4.3.1. Potasium Carbonate Process 122
4.3.2. Iron Oxide Process 123
4.3.3. Sodium Phenolate Process 123
4.3.4. Tripotassium Phosphate Process 123
5. CARBON DIOXIDE REMOVAL 124
6. ABSORPSI DAN STEAM STRIPPING 124
6.1. Prinsip Dasar Absorpsi 124
6.2. Prinsip Dasar Steam Stripping 130

BAB 8: ADSORPSI 135


1. U M U M 135
2. PRINSIP OPERASI ADSORPSI 136
3. MACAM-MACAM ADSORBENT 137
3.1. Activated Carbon 137

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


vi

3.2. Non-Activated-Carbon 138


3.3. Sifat-Sifat Granular Activated Carbon 140
4. MACAM-MACAM ADSORPSI 142
4.1. Adsorpsi Fisika 142
4.2. Adsorpsi kimia 142
5. ADSORPSI ISOTHERMIS (FREUNDLICH) 143
6. ANALISA TIME SERIES (TREND) 145
6.1. Hal-hal yang harus diperhatikan 145
6.2. Cara-cara menentukan trend 145
6.3. Menentukan Kurva Regresi 147

BAB 9: KRISTALISASI 153


1. U M U M 153
2. STRUKTUR KRISTAL 153
2.1. Cubic Structures 155
2.2. Closest Packing 156
2.3. Sistem Kristal 157
3. KESETIMBANGAN FASE 161
4. PROGRESSIVE FREEZING 163
5. METODA KRISTALISASI 164

BAB 10: CRACKING 166


1. U M U M 166
2. THERMAL CRACKING 166
2.1. Thermal Cracking Unit 168
2.2. Visbreaking 172
2.3. Coking 174
2.3.1. Delayed Coking 175
2.3.2. Fluid Coking 176
3. CATALYTIC CRACKING AND CATALYSIS 178
3.1. Fixed-Bed Catalytic Cracking 189
3.2. Moving-Bed Catalytic Cracking 190

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


vii

3.3. Fluid Catalytic Cracking (FCC) 194


3.4. Model IV Fluid Catalytic Cracking 197
3.5. UOP Fluid Catalytic Cracking 199
3.6. Texaco Fluid Catalytic Cracking 201
3.7. Gulf Catalytic Cracking 203
3.8. Kellogg Heavy Oil Cracker (HOC) 203
3.9. Hydrocracking 206

BAB 11: REFORMING 210


1. U M U M 210
2. THERMAL REFORMING 210
3. CATALYTIC REFORMING 213
3.1. Katalis 216
3.2. Catalytic Reforming Process 218

BAB 12: POLIMERISASI DAN ALKILASI 225


1. U M U M 225
2. POLIMERISASI 225
2.1. Sulfuric Acid Polymerization 228
2.2. Phosphoric Acid Polymerization 229
3. ALKILASI 231
3.1. Alkilasi dengan katalis sulfuric acid 232
3.2. Alkilasi dengan katalis hydrofluoric acid 234
4. ISOMERISASI 235
4.1. BP. Isomerization Process 237
4.2. Penex Process 238

BAB 13: HYDROTREATING 241


1. U M U M 241
2. DESULFURISASI 241
3. DENITRIFIKASI 242
4. PEMISAHAN OKSIGEN 243

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


viii

5. PENJENUHAN OLEFIN 244


6. PEMISAHAN HALIDA 244

DAFTAR PUSTAKA 246

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


1

BAB 1
PENDAHULUAN

1. U M U M
Pada dasarnya Industri Migas di Indonesia yang diperankan oleh Pertamina
mempunyai fungsi ganda yang harus dilaksanakan dalam keterpaduan yang
optimal. Fungsi ganda tersebut dapat dikelompokan dalam 4 katagori, yakni:

a. Sektor Explorasi dan Produksi


b. Sektor Penyediaan Energi Domestik
c. Sektor Perdagangan Migas Internasional
d. Sektor Produksi Non-BBM ataupun Petrokimia

2. SEKTOR EKSPLORASI DAN PRODUKSI


Sektor kegiatan ini mempunyai tugas menjaga kesinambungan tersedianya
cadangan Sumber Daya Migas, melalui usaha-usaha explorasi untuk mencari
cadangan Sumber Daya Migas yang baru maupun usaha-usaha produksi untuk
dapat mengambil Migas dari cadangannya sebanyak dan seefektif mungkin.
Sektor ini merupakan kegiatan yang paling mendasar, karena merupakan faktor
yang menentukan kelestarian dan kesinambungan Industri Migas itu sendiri.
Meskipun kawasan Nusantara ini termasuk bumi dan laut, telah terbukti banyak
mempunyai cekungan yang mengandung endapan Sumber Daya Migas, tetapi
untuk mencari dan memproduksinya secara nyata merupakan usaha besar
tersendiri. Terutama disektor eksplorasi, usaha ini merupakan kegiatan resiko
tinggi dan menuntut tingkat keahlian teknologi yang semakin tinggi, untuk
menemukan dan memproduksi Sumber Daya Migas dari lokasi yang semakin sulit
dan terpencil.
Di sektor produksi, meskipun unsur resiko tidak sebesar sektor eksplorasi, tetapi
usaha ini memerlukan usaha padat modal dan teknologi. Terlebih pula bila
berkenaan dengan lokasi produksi yang sulit ataupun berkenaan dengan usaha

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


2

meningkatkan jumlah minyak yang dapat diproduksi dari cadangan tersebut


(enhaced recovery).

3. SEKTOR PENYEDIAAN ENERGI DOMESTIK


Sektor kegiatan ini mempunyai tugas memurnikan dan mengolah minyak mentah
menjadi bahan bakar minyak (BBM) dan kemudian menyalurkannya keseluruh
pelosok Nusantara. Termasuk dalam sektor kegiatan ini juga penyediaan gas alam
sebagai bahan bakar di dalam negeri.
Pertamina bekewajiban mengadakan dan menyediakan kebutuhan energi domestik
ini dalam jumlah, jenis yang cukup dan dengan harga yang ditetapkan sama
diseluruh pelosok Nusantara.
Menyadari kepentingan strategis Nasional atas tersedianya energi ini, maka
seluruh biaya modal dan operasi pengadaan energi domestik ini dibiayai
sepenuhnya oleh Pemerintah.
Sektor kegiatan ini bukan semata-mata kegiatan mikro-ekonomis bagi Pertamina,
karena harga jual bahan bakar minyak (BBM) harus ditetapkan dengan lebih
mementingkan daya beli masyarakat.
Untuk sektor ini Pemerintah harus membangun dan mengoperasikan berbagai
sarana produksi, transportasi dan distribusi BBM untuk dapat menjangkau
penyediaan sarana diseluruh kawasan Nusantara yakni:

- Kilang-kilang minyak
- Tanker pengangkut minyak mentah ataupun produk
- Jaringan distribusi
- Semua sarana penunjang kegiatan tersebut

Lebih lanjut sarana-sarana tersebut harus dikembangkan untuk tetap dapat secara
efektif melayani kebutuhan BBM yang semakin meningkat.
Kilang-kilang baru harus dibangun untuk memenuhi kebutuhan tambahan
kapasitas yang diperlukan, kilang-kilang yang sudah ada harus dimodifikasi untuk
melayani perubahan jenis minyak mentah yang diolah ataupun perubahan jenis
produk yang diinginkan.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


3

Sarana distribusi tidak lagi dapat dilayani dengan angkutan darat semata-mata,
tetapi harus ditunjang dengan jaringan pipa distribusi BBM yang semakin luas.
Jumlah tangki-tangki penimbun BBM juga harus selalu ditingkatkan kapasitasnya.
Sebagai gambaran kongkrit, pada tahun 1989 biaya operasi pengadaan dan
penyediaan BBM sekitar Rp. 9 - 10 trillium setahun. Perlu dicatat bahwa sekitar
70% biaya pengadaan BBM ini adalah merupakan biaya bahan baku minyak
mentah, sehingga pasang surut harga minyak didunia sangat mempengaruhi berat
ringannya beban Pemerintah atau Pertamina dalam mengadakan dan menyediakan
BBM.
Pada dasarnya, kecuali biaya modal, biaya operasi pengadaan BBM ini dibayar
kembali dari hasil penjualan BBM. Tetapi dalam kondisi harga minyak mentah
yang tinggi, Pemerintah harus menyediakan sejumlah subsidi BBM.
Dalam batas-batas lingkup tugasnya Pertamina telah merintis penggunaan CNG
(atau BBG) sebagai pengganti gasoline. Program ini diharapkan pada akhirnya
dapat mencapai tujuan penggantian bahan bakar transportasi (gasoline dan diesel)
dengan BBG. Sehingga pada gilirannya akan dapat membebaskan sejumlah
naphtha dan diesel dari komponen BBM dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan
baku petrokimia atau komoditi eksport.

4. SEKTOR PERDAGANGAN MIGAS INTERNASIONAL


Sektor kegiatan ini mempunyai tugas memperdagangkan Migas ataupun
produk-produknya dipasaran Internasional untuk memperoleh devisa bagi
anggaran biaya pembangunan Nasional. Termasuk dalam sektor kegiatan ini
adalah kegiatan impor minyak mentah ataupun produk-produknya yang
diperlukan untuk melengkapi kebutuhan dalam negeri.
Pertamina berkewajiban memperdagangkan sebagian Migas atau produknya untuk
menghimpun dana devisa Pemerintah. Pertamina telah mengekspor berbagai
macam komoditi Migas, terutama:

- Minyak mentah
- LSWR
- Naphtha dan high octane component

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


4

- Produk tertentu seperti JP4, JP5.


- LNG
- LPG

Dilain pihak Pertamina juga masih harus mengimpor beberapa komoditi Migas
yang tidak diproduksi atau tidak cukup diproduksi di dalam negeri, seperti:

- Middle East Crude


- Middle Distillate
- Fuel Oil jenis khusus

Usaha pengembangan yang dilakukan Pertamina disektor perdagangan


Internasional diarahkan pada dua tujuan, yakni:

a. Mengekspor lebih banyak produk dari pada minyak mentah


b. Mengurangi keharusan impor sejauh mungkin

5. SEKTOR PRODUKSI NON-BBM ATAUPUN PETROKIMIA


Sektor kegiatan ini mempunyai tugas memproduksi produk-produk bukan BBM
yang dimaksudkan untuk memberi nilai tambah bagi Sumber Daya Migas ataupun
melaksanakan tugas Pemerintah mengadakan produk-produk tertentu yang
diperlukan bagi kebutuhan Nasional. Termasuk dalam sektor ini adalah
penyediaan bahan baku untuk Industri Petrokimia maupun dalam hal tertentu
pembangunan industri petrokimianya sendiri.
Disamping produk-produk BBM, kilang-kilang Pertamina ataupun sarana
produksi lainnya, juga memproduksi produk-produk non BBM ataupun
petrokimia.
Sarana-sarana produksi non-BBM atau petrokimia tersebut telah dibangun atas
dasar beberapa alasan, yakni:

a. Kegiatan sampingan produksi yang merupakan pemanfaatan peluang yang


timbul dari kegiatan pengilangan, seperti produksi wax, polypropylene,
petroleum coke, beberapa jenis solvent, LPG, asphalt, lube base oil.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


5

b. Kegiatan produksi non-BBM atau petrokimia yang dirintis Pertamina karena


adanya kebutuhan Nasional yang mendesak atas produk tersebut, seperti: PTA
(purified terephthelic acid) dan methanol.

Pola pengembangan ini akan tetap dipertimbangkan dimasa depan sebagai bagian
perencanaan pengembangan kilang ataupun sebagai pelaksanaan kegiatan
produksi yang ditugaskan oleh Pemerintah.
Berlainan dengan produk BBM, untuk kegiatan non-BBM dan Petrokimia ini
Pertamina lebih banyak berperan sebagai produsen saja dan tidak berperan
sebagai pemasok tunggal. Para konsumen tetap dapat mengimpor (atau
memproduksi sendiri) kekurangannya. Hanya untuk beberapa jenis produk yang
mempunyai nilai strategis, Pertamina juga bertindak selaku produsen dan
pemasok tunggal, seperti halnya lube oil dan LPG.
Sektor kegiatan ini merupakan sektor kegiatan Pertamina dalam kegiatan
menunjang pengembangan Industri Petrokimia khususnya ataupun Industri
Non-Migas pada umumnya.
Beberapa contoh kongkritnya:

- PTA sebagai penunjang bahan baku industri tekstil


- Methanol sebagai penunjang produksi plywood
- Wax sebagai penunjang berbagai industri Non-Migas (packaging,
produk kosmetik, dsb.)
- Solvent sebagai penunjang industri kimia
- Polypropylene sebagai bahan baku karung
- Asphalt sebagai penunjang pembangunan jalan
- Lube oil sebagai penunjang pengembangan industri automotive
- Petroleum coke sebagai penunjang produksi logam aluminium
- Paraxylene sebagai penunjang produksi PTA

Keempat sektor kegiatan tersebut harus berlangsung secara terpadu,


berkesinambungan dan dilaksanakan dengan hasil guna serta daya guna seoptimal
mungkin.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


6

BAB 2
DASAR-DASAR PERHITUNGAN TEKNIK

1. SISTEM SATUAN
Ada tiga sistem satuan-satuan dasar yang dipakai didalam ilmu pengetahuan dan
keteknikan yakni:

SI = Systeme International d'Unites, yang mempunyai satuan-satuan dasar


seperti meter (m), kilogram (kg) dan scond (s), yang disingkat dengan
sebutan MKS.
CGS = Centimeter (c) - Gram (g) - Scond (s).
FPS = Foot (ft) - Pound (lb) - Scond (s), yang pada umumnya disebut sebagai
satuan Inggris (British Unit).

1.1. Sistem satuan SI


Besaran-besaran dasar yang digunakan didalam sistem SI adalah sebagai berikut:

Panjang, dengan satuan meter (m).


Waktu, dengan satuan second (s).
Massa, dengan satuan kilogram (kg).
Suhu, dengan satuan derajad Kelvin (K).

Satuan-satuan standard lain yang diturunkan dari besaran-besaran dasar tersebut


dinataranya adalah:

Gaya, dengan satuan Newton (N).


1 Newton (N) = 1 kg.m/s2

Kerja, energi, panas, dengan satuan Newton-meter (N.m) atau Joule (J).
1 Joule (J) = 1 Newton-meter (N.m) = 1 kg.m2/s2

Tenaga, dengan satuan Joule/second (J/s) atau Watt (W).


1 Joule/second (J/s) = 1 Watt (W)

Tekanan, dengan satuan Newton/m2 atau Pascal (Pa).

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


7

1 Newton/m2 (N/m2) = 1 Pascal (Pa)

Tekanan dalam satuan atmosfir (atm) adalah bukan suatu satuan standard SI,
tetapi hanya digunakan selama periode transisi.

Standard percepatan gravitasi dinyatakan sebagai:

1 g = 9,80665 m/s2

Beberapa awalan-awalan standard untuk mengalikan satuan-satuan dasar adalah


sebagai berikut:

giga (G) = 109


mega (M) = 106
kilo (k) = 103
centi (c) = 10-2
mili (m) = 10-3
micro (µ) = 10-6
nano (n) = 10-9
Suhu dinyatakan dalam derajad Kelvin (K) sebagaimana satuan yang digunakan
didalam sistem SI. Namun dalam praktek secara luas digunakan dengan satuan
dalam skala derajad celsius (oC), yang dinyatakan dengan:

t oC = T (K) - 273,15

Ingat bahwa 1 oC = 1 K dalam hal pengukuran beda suhu.

toC=TK

Standard satuan waktu adalah scond (s), tetapi dapat pula dinyatakan dengan
satuan-satuan seperti minut (min), hour (h) atau day (d).

1.2. Sistem satuan CGS


Sistem satuan CGS dihubungkan dengan sistem satuan SI adalah seperti berikut:

1 g massa (g) = 1 X 10-3 kg massa (kg)


1 centimeter (cm) = 1 X 10-2 meter (m)
1 dyne (dyn) = 1 g.cm/s2 = 1 X 10-5 Newton (N)

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


8

1 erg = 1 dyn.cm = 1 X 10-7 Joule (J).

Standard percepatan gravitasi adalah:

g = 980,0665 cm/s2

1.3. Sistem satuan FPS


Sistem satuan FPS dihubungkan dengan sistem satuan SI adalah seperti berikut:

1 lb massa (lbm) = 0,45359 kg


1 ft = 0,30480 m
1 lb force (lbf) = 4,4482 Newton (N)
1 ft.lbf = 1,35582 Newton.m (N.m) = 1,35582 Joule (J)
1 psia = 6,89476 X 103 Newton/m2 (N/m2)
1,8 oF = 1 K = 1 oC
g = 32,174 ft/s2

Faktor proporsionalitas untuk hukum Newton adalah

gc = 32,174 ft.lbm/lbf.s2

Faktor gc didalam satuan SI dan CGS adalah 1,0 sehingga gc tidak pernah
digunakan didalam perhiungan-perhitungan yang menggunakan satuan SI dan
CGS.

1.4. Satuan-satuan persamaan yang homogen dimensinya


Suatu persamaan yang homogen dimensinya adalah suatu satuan yang semua
istilahnya mempunyai satuan dasar yang sama. Satuan-satuan tersebut dapat
berupa satuan dasar atau satuan yang diturunkan (sebagai contoh, kg/s2.m atau
Pa). Suatu satuan yang demikian ini dapat digunakan dengan sistem satuan-satuan
yang satuan dasar atau satuan turunannya digunakan didalam persamaan. Tidak
ada faktor konversi yang diperlukan jika satuan-satuan yang digunakan telah
konsisten.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


9

Perlu diingat bahwa dalam menggunakan persamaan harus hati-hati dan selalu
mengeceknya untuk kehomogenan dimensi. Untuk mengerjakannya, suatu sistem
satuan harus dipilih apakah akan menggunakan sistem satuan SI, CGS atau FPS.
Untuk selanjutnya dimasukkan kedalam masing-masing istilah yang digunakan
didalam persamaan.

Contoh 2-1:
Suatu persamaan untuk perpindahan panas dari suatu fluida ke suatu permukaan
dinyatakan seperti berikut:

q = h A (Tf - Tw)

dimana : q = laju perpindahan panas (energi/waktu)


h = koefisien perpindahan panas (energi/waktu-luas-suhu)
A = luas permukaan
T = suhu

Gunakan satuan SI dan cek jika persamaan tersebut adalah homogen secara
dimensi.

Penyelesaian:
Dengan menggunakan kg.m2/s2 ebagai satuan energi yang dipilih dan dengan
mensubstitusikan satuan-satuan dasar SI kedalam persamaan energi, maka akan
diperolh:

kg. m 2 / s 2 kg. m 2 / s 2
/ ( Tf - Tw ) K
2
q = h Am
/ .K
2
s s. m

Tampak dari persamaan diatas menunjukkan bahwa satuan yang ada di suku kiri
sama dengan yang ada di suku kanan, dan persamaan adalah homogen secara
dimensi. Jika diturunkan satuan J untuk energi, maka kedua suku akan
mempunyai satuan J/s atau W.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


10

2. CARA MENYATAKAN SUHU DAN KOMPOSISI


Ada dua sekala suhu yang biasa digunakan didalam industri kimia, yaitu derajad
Fahrenheit (oF) dan Celsius (oC). Juga sering dijumpai untuk merubah dari satu
sekala ke sekala yang lainnya. Keduanya menggunakan titik beku dan titik didih
air pada tekanan 1 atmosfir sebagai patokannya. Sering juga dalam menyatakan
suhu dengan menggunakan derajad mutlak K (untuk standard SI) atau derajad
Rankine (oR) (untuk standard FPS) sebagai pengganti oC atau oF. Tabel 1-1
menunjukkan ekivalensi empat sekala suhu.

Tabel 2-1: Sekala suhu dan ekivalensinya

Celsius Fahrenheit Kelvin Rankin


o o o o
C F K R

Titik didih air 100 212 373,15 671,7

Titik lebur es 0 32 273,15 491,7

Nol mutlak -273,15 -459,7 0 0

Perbedaan antara titik didih air dan titik leleh es pada 1 atm adalah 100 oC atau
180 oF. Dengan demikian setiap perubahan 1,8 oF sama dengan perubahan 1 oC.
Biasanya harga -273,15 oC dibulatkan menjadi -273 oC dan -459,7 dibulatkan
menjadi -460 oF. Persamaan berikut dapat digunakan untuk mengubah sekala suhu
dari satu sekala ke sekala yang lain.
o
F = 32 + 1,8 (oC)
o
C = 1/1,8 (oF - 32)
o
R = oF + 460
o
K = oC + 273

Contoh 2-2:
Suatu gas didalam bejana mempunyai suhu 120 oC. Nyatakan suhu tersebut ke
dalam sekala oF, oR dan oK

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


11

Penyelesaian:
o
F = 32 + 1,8 (oC) = 32 + 1,8 (120) = 248 oF
o
R = oF + 460 = 248 + 460 = 708 oR
o
K = oC + 273 = 120 + 273 = 393 K

2.1. Mole dan berat atau massa


Banyak metoda yang digunakan untuk menyatakan komposisi didalam gas,
loquida maupun padatan. Salah satu dari kebanyakan penggunaannya adalah
satuan molar, karena hukum reaksi kimia dan gas adalah lebih sederhana untuk
menyatakan dalam istilah satuan molar. Satu mol suatu zat murni dinyatakan
sebagai jumlah zat yang massanya secara numerik sama dengan berat molekulnya.
Oleh karena itu, 1 kgmol methane (CH4) mengandung 16,04 kg massa. Juga untuk
1 lbmol mengandung 16,04 lbm.
Fraksi mol suatu zat adalah jumlah mol zat tersebut didalam suatu campuran
dibagi dengan total mol campuran. Demikian halnya untuk fraksi massa, adalah
jumlah massa zat tertentu didalam campuran dibagi dengan total massa campuran.
Misalkan suatu campuran zat A, B dan C maka fraksi mol dan fraksi massa zat A
dapat dinyatakan sebagai berikut:

jumlah mol A
xA =
total mol (A + B + C)

jumlah masa A
wA =
total masa (A + B + C)

Contoh 2-3:
Suatu campuran terdiri dari 50 gram air (B) dan 50 gram NaOH (A). Hitung fraksi
massa dan fraksi mol NaOH, juga hitung massa (dalam lbm) NaOH.

Penyelesaian:
Total massa campuran = 50 + 50 = 100 gram.
wA (fraksi massa NaOH) = 50/100 = 0,5

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


12

Jumlah mol H2O = 50/18,02 = 2,78 mol


Jumlah mol NaOH = 50/40 = 1,25 mol
Total mol campuran = 2,78 + 1,25 = 4,03 mol
xA (fraksi mol NaOH) = 1,25/4,03 = 0,31

Massa A (dalam lbm) = (50 g)/(453,6 g/lbm = 0,1102 lbm

2.2. Satuan konsentrasi liquida


Secara umum jika suatu liquida dicampur dengan liquida lain yang dapat
bercampur, maka komposisi liquida tersebut dinyatakan dalam persen berat atau
persen massa.
Cara-cara lain untuk menyatakan konsentrasi suatu komponen didalam larutan
adalah sebagai berikut:

Molaritas = Jumlah mol zat terlarut tiap liter larutan.


Molalitas = Jumlah mol zat terlarut tiap 1000 gram larutan.
Normalitas = Jumlah grek zat terlarut tiap liter larutan.
(grek = grol/valensi).

Metoda yang paling umum untuk menyatakan konsentrasi per satuan volume
adalah densitas (kg/m3, g/cm3, atau lbm/ft3). Sebagai contoh densitas air pada 277
K (4oC) adalah 1000 kg/m3 atau 62,43 lbm/ft3. Kadang-kadang densitas larutan
dinyatakan sebagai specific gravity, yaitu yang menyatakan densitas larutan pada
suhu tertentu dibagi dengan densitas suatu zat acuan (biasanya air) pada suhu
tertentu. Jika sebagi zat acuan adalah air pada 277 K, maka specific gravity dan
densitas zat adalah sama.

3. DENSITAS DAN SPECIFIC GRAVITY


3.1. Densitas (kerapatan)
Densitas (kerapatan) adalah menyatakan jumlah masa zat persatuan volumenya.

Simbul = ρ
Satuan = g/cm3, kg/liter, lb/ft3

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


13

3.2. Specific gravity (SG)


Specific gravity (SG) adalah perbandingan densitas suatu fluida pada suhu
tertentu terhadap densitas fluida standar (untuk cairan biasanya air) pada suhu
tertentu.

densitas zat
SG =
densitas zat standard

Untuk gas: p V = n R T karena: n = m/M


p V = (m/M) R T
ρ = m/V
ρ = (p M)/(R T)
dimana:
p= tekanan, atm, psia
V = volume, liter, ft3
n= jumlah mol, kgmol, lbmol
m = massa, kg, lbm
M = berat molekul
T = suhu, oK, oR
R = konstanta gas yang harganya 0,08206 (liter.atm)/(mol.oK) = 10,7315
(psia.ft3)/(lbmol.oR)

Sebagai zat standard, untuk cairan dipakai air sedangkan untuk gas dipakai
hidrogen kering atau udara kering. Karena perubahan densitas zat dan perubahan
densitas air terhadap perubahan suhu tidak sama, maka pada umumnya specific
gravity yang ditetapkan selalui disertai keterangan suhu. Sebagai contoh
misalnya:
SG60/60 = SG pada suhu zat 60oF dan suhu air 60oF
SG60/77 = SG pada suhu zat 60oF dan suhu air 77oF

3.2.1. Skala Baume


Antoine Baume pada tahun 1768 telah membuat dua macam hydrometer yang satu
untuk cairan yang lebih ringan dari air dan yang satu lainnya untuk cairan yang

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


14

lebih berat dari air. Skala tersebut linier dan dikenal dengan istilah derajad Baume
(oBe). Skala tersebut ditetapkan berdasarkan persamaan berikut:

o 140
Be = - 130 (untuk cairan lebih ringan dari air)
SG 60 o F / 60 o F

o 145
Be = 145 - (untuk cairan lebih berat dari air)
SG 60 o F / 60 o F

3.2.2. Skala API


American Petroleum Institute telah mengeluarkan skala gravity khusus untuk
produk-produk minyak bumi. Skalanya dinyatakan dalam oAPI dan khusus untuk
cairan yang lebih ringan dari air yang ditetapkan berdasarkan persamaan sebagai
berikut:

o 141,5
API = - 131,5
SG 60 o F / 60 o F

3.2.3. Skala Twaddell


Skala Twaddell yang digunakan di England hanya berlaku untuk cairan yang lebih
berat dari air. Skala tersebut ditetapkan berdasarkan persamaan berikut:

o
(
Tw = 200 SG 60 o F / 60 o F - 1 )

4. NERACA BAHAN
Salah satu hukum dasar pengetahuan fisika adalah konservasi masa. Hukum
tersebut dinyatakan secara sederhana, bahwa masa tidak dapat di hasilkan atau
dimusnahkan (sudah barang tentu tidak termasuk nuclear atau reaksi atom). Oleh
karena itu masa (atau berat) semua bahan yang memasuki proses harus sama
dengan total masa yang meninggalkan plus masa yang terakumulasi di dalam
proses.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


15

Input = Output + Akumulasi

Dalam kebanyakan kasus, proses yang ditinjau dalam keadaan steady atau dengan
kata lain tidak ada akumulasi di dalam proses. Dengan demikian persamaan di
atas menjadi

Input = Output

4.1. Neraca Bahan Sederhana


Di dalam neraca bahan sederhana ini dianggap tidak terjadi reaksi kimia sehingga
perhitungannya sangat sederhana karena tidak terjadi pembentukan senyawa baru.
Satuan-satuan yang digunakan dalam persamaan harus konsisten agar tidak terjadi
kesalahan dalam perhitungan.
Untuk menyelesaikan persoalan-persoalan neraca bahan disarankan dilakukan
dengan suatu urutan langkah-langkah yang telah ditetapkan seperti berikut:

(1). Sketch suatu diagram proses secara sederhana, yaitu dengan menggunakan
box diagram yang menunjukkan masing-masing aliran keluar maupun masuk
dengan menggunakan anak panah dan dilengkapi dengan keterangan
mengenai komposisi, suhu, laju alir, dan sebagainya. Semua data yang
terlibat harus tercantum dalam diagram tersebut.
(2). Tuliskan persamaan kimia jika ada
(3). Pilih basis yang digunakan untuk perhitungan.
(4). Buat suatu neraca bahan. Neraca bahan dapat berbentuk neraca total dan
neraca komponen.

Jenis proses yang tidak mengalami reaksi kimia adalah drying, eveporation,
dilution, distilation, extraction, dan sebagainya. Dalam persoalan seperti ini dapat
dipecahkan dengan dengan menetapkan neraca bahan yang mengandung besaran-
besaran yang tidak diketahui dan menyelesaikan persaman untuk besaran-besaran
yang tidak diketahui.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


16

V,
XVA

F (A,B)
XFA

L,
XLA

Gambar (2-1): Neraca Bahan Sederhana

Neraca Total:

F = V + L → L = F - V

Neraca Komponen A:

F. X FA = V. X VA + L. X LA

F. X FA = V. X VA + F. X LA - V. X LA

F. ( X FA - X LA )
V =
X VA - X LA

4.2. Neraca Bahan Bertingkat


Neraca bahan bertingakat sebagaimana kebanyakan dalam proses distilasi secara
skematis ditunjukkan dalam Gambar (2-2). Melalui proses bertingkat diharapkan
proses pemisahan akan dapat menghasilkan produk (top product maupun bottom
product) dengan tingkat kemurnian yang lebih tinggi.

Neraca Bahan di sekitar kolom 1:


Neraca Total:

F = V + L → L = F - V

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


17

Neraca Komponen A:

F. X FA = V. X VA + L. X LA

F. X FA = V. X VA + F. X LA - V. X LA

F. ( X FA - X LA )
V =
X VA - X LA

V1,
XVA1

2
V,
XVA

L1,
XLA1
1
F (A,B)
XFA

L,
XLA

Gambar (2-2): Neraca Bahan Bertingkat

Neraca Bahan si sekitar kolom 2:


Neraca Total:

V = V1 + L 1 → L 1 = V - V1
Neraca Komponen A:

V. X VA = V1 . X VA1 + L 1 . X LA1

V. X VA = V1 . X VA1 + V. X LA1 - V1 . X LA1

V. ( X VA - X LA1 )
V =
X VA1 - X LA1

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


18

4.3. Neraca Bahan Bertingkat dengan Recycle

V1,
XVA1

2
V,
XVA

L1,
XLA1
1
F (A,B)
XFA

L,
XLA

Gambar (2-3): Neraca Bahan Bertingkat dengan Recycle

Neraca Bahan di sekitar Kolom 1:


Neraca Total:

F = V1 + L → L = F - V1

Neraca Komponen A:

F. X FA = V1 . X VA1 + L. X LA

F. X FA = V1 . X VA1 + F. X LA - V1 . X LA

F. ( X FA - X LA )
V1 =
X VA1 - X LA

Neraca Bahan di sekitar Kolom 2:


Neraca Total:

V = V1 + L 1

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


19

Neraca Komponen A:

V. X VA = V1 . X VA1 + L 1 . X LA1

V1 . X VA + L 1 . X VA = V1 . X VA1 + L 1 . X LA1

V1 . ( X VA1 - X VA )
L1 =
X VA - X LA1

5. NERACA PANAS
Di dalam proses kimia, suatu perhitungan juga dibuat untuk semua panas yang
masuk maupun yang meninggalkan sistem. Perhitungan ini dikenal dengan istilah
"Neraca Panas", dan pada umumnya perhitungan-perhitungan yang dibuat
didasarkan pada jumlah panas karena jumlah panas tidak berubah meskipun
kondisi operasi berubah. Neraca panas adalah merupakan salah satu benrtu neraca
energi yang dapat digunakan untuk menghitung perubahan panas yang terjadi
pada setiap aliran di dalam sistem. Khusus di dalam neraca panas tidak
diperhitungkan (diabaikan) besarnya perubahan energi kinetik, potensial dan lain
sebagainya. Jika di dalam suatu sistem tidak terjadi akumulasi panas maka jumlah
seluruh panas yang masuk sama dengan jumlah seluruh panas yang meninggalkan
sistem.

5.1. Neraca Panas pada HE


Di dalam heat exchanger (HE) yang berlangsung proses perpindahan panas dapat
dihitung besarnya laju perpindahan panas dengan menggunakan perhitungan
neraca panas.
Sebagai contoh, anggap sebuah double pipe exchanger yang digunakan untuk
proses perpindahan panas antara fluida A (fluida panas) dan fluida B (fluida
dingin). Panas mengalir dari fluida panas ke fluida dingin selama kedua fluida
tersebut berada di dalam HE. Sebagai akibat perpindahan panas, fluida A akan
memberikan panas dan fluida B akan menerima panas. Jika di dalam sistem tidak

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


20

ada penambahan panas dari luar atau panas lepas keluar maka besarnya panas
yang diberikan oleh fluida A sama dengan panas yang diterima oleh fluida B.
Karena fluida A melepaskan panas maka suhu fluida A turun atau mengalami
perubahan fase dari uap menjadi cair, sedangkan fluida B yang menerima panas
suhunya naik atau mengalami perubahan fase dari cair menjadi uap.

Jika: mA = laju alir masa fluida A, kg/jam


HA1 = enthalpy fluida A saat memasuki HE, kcal/kg
HA2 = enthalpy fluida A saat meninggalkan HE, kcal/kg
mB = laju alir masa fluida B, kg/jam
HB1 = enthalpy fluida B saat memasuki HE, kcal/kg
HB2 = enthalpy fluida B saat meninggalkan HE, kcal/kg

maka bentuk persamaan neraca panas di dalam HE adalah sebagai berikut:

mA(HA1 - HA2) = mB(HB2 - HB1)

Jika tidak terjadi perubahan fase,

HA1 - HA2 = CpA(tA1 - tA2)


HB2 - HB1 = CpB(tB2 - tB1)

dimana: CpA = panas jenis fluida A, kcal/kg.oC


CpB = panas jenis fluida B, kcal/kg.oC
tA1 = suhu fluida A saat memasuki HE, oC
tA2 = suhu fluida A saat meninggalkan HE, oC
tB1 = suhu fluida B saat memasuki HE, oC
tB2 = suhu fluida B saat meninggalkan HE, oC

5.2. Neraca Panas pada Kolom Distilasi


Seperti halnya pada neraca bahan, neraca panas pada suatu sistem yang mana
terjadi perubahan komposisi komponen-komponen di dalam aliran maka untuk
pemecahannya dapat dilakukan dengan cara membuat neraca panas keseluruhan
dan neraca panas komponen-komponennya. Untuk distilasi sederhana, bentuk
neraca panas dapat dinyatakan dalam persamaan seperti berikut:

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


21

Neraca bahan keseluruhan


F.HF = D.HD + R.HR
atau
F.HF = FA.HFA + FB.HFB

Neraca bahan komponen A


FA.HFA = DA.HDA + RA.HRA
atau
F.wFA.HFA = D.wDA.HDA + R.wRA.RA

Neraca bahan komponen B


FB.HFB = DB.HDB + RB.HRB
atau
F.wFB.HFB = D.wDB.HDB + R.wRB.HRB

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


22

BAB 3
CRUDE OIL & HASIL-HASILNYA

1. U M U M
Crude oil (minyak mentah) adalah merupakan suatu campuran senyawa
hidrokarbon yang tidak uniform. Sifat-sifatnya amat bervariasi dari ladang minyak
yang satu ke ladang yang lain, bahkan dari sumur yang satu ke sumur yang lain
meskipun dalam satu ladang.
Karena crude oil mempunyai komposisi kimia yang praktis jumlahnya tak
terhingga, maka didalam mengklasifikasikan crude oil hingga saat ini dilakukan
dengan menggunakan metoda pendekatan. Adapun metoda yang biasa digunakan
adalah seperti berikut:

a. Klasifikasi berdasarkan API Gravity


Metoda ini digunakan karena ada kecenderungan bahwa jika API gravity crude oil
tinggi maka crude oil tersebut mengandung fraksi ringan dalam jumlah yang
besar. Oleh karena itu crude oil yang mempunyai API gravity yang tinggi harga
pasarannya lebih tinggi, sebab banyak mengandung fraksi ringan (seperti gasoline
dan kerosene) sedangkan residunya relative sedikit.
Berdasarkan API gravity, maka crude oil dibagi dalam 5 jenis:

Jenis API Gravity


Ringan > 39,0
Ringan-sedang 39,0 - 35,0
Berat-sedang 35,0 - 32,1
Berat 32,1 - 24,8
Sangat berat < 24,8

141,5
°API = 131,5
SG 60/60

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


23

b. Klasifikasi berdasarkan kandungan parafin dan aspal


Menurt klasifikasi ini maka crude oil dibagi menjadi 4 golongan seperti berikut:

- Crude oil dasar parafin


- Crude oil dasar aspal
- Crude oil dasar campuran
- Crude oil dasar aromatik.

2. SIFAT-SIFAT UMUM MINYAK BUMI


Walupun crude oil mempunyai komposisi yang berbeda, tetapi berdasarkan
golongan tertentu didapat sifat-sifat umumnya seperti berikut:

Sifat-sifat Dasar parafin Dasar naften


API gravity Tinggi Rendah
Kandungan nafta Rendah Tinggi
Angka oktan Rendah Tinggi
Titik asap kerosene Tinggi Rendah
Angka cetan solar Tinggi Rendah
Titik tuang minyak pelumas Tinggi Rendah
Indeks viskositas Tinggi Rendah

3. KOMPOSISI MINYAK BUMI


Pada dasarnya minyak bumi terdiri dari dari senyawa hidrokarbon dan non
hidrokarbon yang dibagi seperti berikut:

a. Senyawa hidrokarbon
Senyawa hidrokarbon yang terkandung didalam minyak bumi jumlahnya relatif
lebih banyak. Walupun demikian senyawa hidrokarbon tersebut dapat dibagi
dalam 5 golongan, yaitu:
- Senyawa parafin

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


24

- Senyawa olefin
- Senyawa diolefin
- Senyawa naften
- Senyawa Aromat

a.1. Senyawa parafin


Senyawa parafin adalah senyawa hidrokarbon dengan ikatan rantai lurus yang
mempunyai rumus molekul CnH2n+2 dan pada umumnya mempunyai sifat seperti
berikut:
- Stabil pada suhu kamar.
- Tidak bereaksi dengan asam sulfat pekat, larutan alkali pekat, asam nitrat,
ataupun oksidator kuat seperti asam kromat, kecuali senyawa yang mempunyai
atom karbon tersier.
- Bereaksi lambat dengan Khlor dengan bantuan sinar matahari.
- Bereaksi dengan Khlor dan Brom dengan bantuan katalisator.

Senyawa parafin dengan 4 buah atom karbon atau kurang berupa gas pada suhu
kamar dan tekanan atmosfir. Metana dan etana merupakan gas alam, sedangkan
propana, butana dan isobutana merupakan komponen utama LPG (Liquified
Petroleum Gas).
Senyawa parafin dengan 5 sampai 15 atom karbon berupa cairan pada suhu kamar
dan tekanan atmosfir dan terdapat dalam fraksi nafta, bensin, kerosene, solar dan
minyak bakar. Sedangkan yang dengan atom karbon lebih dari 15 pada suhu
kamar dan tekanan atmosfir berbentuk kristal dan terdapat pada minyak parafin
(wax).

a.2. Senyawa monoolefin


Senyawa olefin adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh dengan rumus molekul
CnH2n yang mempunyai sebuah ikatan rangkap dua.
Olefin tidak terdapat didalam crude oil, tetapi mungkin terbentuk pada saat proses
pengolahannya. Karena mempunyai ikatan rangkap maka olefin sangat reaktif dan

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


25

merupakan bahan dasar utama industri petrokimia seperti ethylene (C2H4) dan
propylen (C3H6).

a.3. Senyawa diolefin


Senyawa diolefin adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh dengan rumus molekul
CnH2n-2 yang mempunyai dua buah ikatan rangkap. Senyawa ini juga tidak
terdapat didalam crude oil, tetapi terbentuk pada saat proses pengolahannya.
Diolefin tidak stabil dan akan berpolimerisasi membentuk gum (damar).

a.4. Senyawa naften


Senyawa naften adalah senyawa hidrokarbon jenuh dengan rumus molekul CnH2n.
Senyawa ini sering disebut senyawa sikloparafin karena sifat kimianya sama
dengan sifat kimia hidrokarbon parafin hanya saja struktur molekulnya melingkar.
Senyawa hidrokarbon naften yang terdapat dalam crude oil adalah siklopentan dan
sikloheksan, yang terdapat dalam fraksi nafta dan fraksi lain dengan titik didih
tinggi.

a.5. Senyawa aromat


Senyawa aromat adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh dengan rumus molekul
CnH2n-6 dan ikatan rantainya melingkar. Senyawa ini mempunyai sifat kimia
reaktif mudah teroksidasi menjadi asam dan pada kondisi operasi tertentu dapat
mengalami substitusi maupun adisi. Hanya sedikit sekali crude oil yang
mengandung senyawa aromat dengan titik didih rendah.

b. Senyawa non hidrokarbon


Senyawa non hidrokarbon yang terdapat dalam minyak bumi dan
produk-produknya adalah senyawa organik yang mengandung belerang, oksigen,
nitrogen dan logam-logam.

b.1. Senyawa belerang


Kadar belerang dalam minyak bumi bervariasi antara 0,04% - 6,0% berat. Minyak
(crude oil) Indonesia terkenal sebagai minyak bumi berkadar belerang sangat
rendah, pada umumnya kurang dari 1 %.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


26

Distribusi belerang didalam fraksi-fraksi minyak bumi makin bertambah besar


dengan makin bertambah beratnya fraksi tersebut. Senyawa belerang yang
terdapat dalam minyak bumi sangat kompleks dan umumnya tidak stabil terhadap
pemanasan. Senyawa belerang ini selama dalam proses pengolahan akan pecah
membentuk asam sulfida serta senyawa belerang yang lebih sederhana.
Senyawa belerang dalam minyak bumi dan produk-produknya menimbulkan
beberapa kerugian, yaitu:

* Pencemaran udara
Pencemaran udara disebabkan oleh beberapa senyawa belerang yang berbau tidak
enak. Senyawa tersebut mempunyai titik didih rendah, yaitu H2S, SO2 dalam gas
hasil pembakaran, RSH sampai dengan 6 atom karbon dalam metil disulfida.
Pencemaran udara juga terjadi karena gas SO2 yang terlarut dalam kabut yang
dikenal dengan nama smog dan terdapat di kota-kota industri yang berkabut. Gas
hidrogen sulfida disamping mempunyai bau tidak enak juga beracun.

* Korosi
Korosi yang disebabkan oleh senyawa-senyawa belerang terjadi pada suhu diatas
300 oF. Korosi ini akan merusakkan alat-alat pengolahan, khususnya alat-alat
yang bekerja pada suhu tinggi.
Senyawa belerang yang bersifat korosi pada suhu rendah adalah hidrogen sulfida,
beberapa senyawa alkil sulfida dan alkil disulfida serta merkaptan yang
mempunyai titik didih rendah.
Beberapa contoh peristiwa-peristiwa korosi yang disebabkan oleh senyawa
belerang diantara adalah:
- Hidrogen sulfida dalam udara lembab akan mengubah besi menjadi besi sulfida
yang rapuh.
- Dalam udara lembab gas belerang oksida dalam gas hasil pembakaran akan
merusakkan cerobong baja dan saluran pembuangan gas hasil pembakaran.

* Menurunkan susceptibility bensin


Susceptibility bensin terhadap TEL (Tetra Ethyl Lead) yaitu pengaruh terhadap
kemampuan TEL dalam menaikkan angka oktan yang diukur dalam mililiter TEL

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


27

untuk setiap US gallon bensin. Jika bensin mempunyai kandungan belerang yang
cukup tinggi maka akan memerlukan lebih banyak TEL untuk menaikkan angka
oktannya, berarti memerlukan biaya yang lebih tinggi dari pada bensin yang
kandungan belerangnya rendah.

b.2. Senyawa oksigen


Kadar oksigen dalam minyak bumi bervariasi dari sekitar 0,1 sampai 2 % berat.
Oksidasi minyak bumi dapat terjadi karena kontak yang terlalu lama dengan
udara.
Oksigen terutama terdapat sebagai asam organik yang terdistribusi dalam semua
fraksi, dengan konsentrasi tertinggi pada fraksi minyak fase gas. Asam organik
tersebut terutama terdapat sebagai asam naftenat dan sebagian kecil sebagai asam
alifatik. Asam naftenat mempunyai sifat sedikit korosif dan berbau tidak enak.
Pada umumnya senyawa oksigen yang ada didalam minyak bumi tidak
menimbulkan masalah yang serius.

b.3. Senyawa nitrogen


Kadar nitrogen dalam minyak bumi umumnya rendah, berkisar antara 0,01 sampai
2,0 % berat.
Minyak yang mempunyai kadar belerang dan aspal yang tinggi biasanya juga
mempunyai kadar nitrogen yang tinggi. Senyawa nitrogen terdapat dalam semua
fraksi minyak bumi, tetapi konsentrasinya akan semakin tinggi dalam fraksi-fraksi
yang mempunyai titik didih tinggi.
Kerugian yang diakibatkan oleh adanya senyawa nitrogen dalam minyak bumi
adalah:

- Menurunkan aktifitas katalis yang digunakan dalam proses perengkahan,


reforming, polimerisasi dan isomerisasi.
- Jika didalam kerosene terdapat senyawa nitrogen maka warnanya yang jernih
akan berubah kemerahan dengan bantuan sinar matahari.
- Senyawa nitrogen dalam bensin akan mempercepat pembentukan damar dalam
karburator.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


28

- Menyebabkan terjadinya endapan lumpur dalam minyak bakar selama


penyimpanannya.

b.4. Senyawa logam


Praktis semua logam terdapat dalam minyak bumi, tetapi karena jumlahnya sangat
kecil maka pada umumnya tidak menimbulkan persoalan. Kecuali beberapa logam
seperti besi, nickel, vanadium dan arsen bersifat racun terhadap beberapa katalis.
Logam vanadium bisa menurunkan mutu barang pecah-belah dalam industri
keramik.
Dalam distilasi crude oil, logam-logam cenderung berkumpul dalam fase residu.

4. KOMPOSISI ELEMENTER CRUDE OIL


Walaupun crude oil mempunyai komposisi kimia dan sifat fisis yang sangat
beragam, tetapi mempunyai daerah komposisi elementer yang sempit. Komposisi
elementer crude oil adalah sebagai berikut:

Komposisi Prosentase
Karbon 83,00 - 87,00
Hidrogen 11,00 - 15,00
Belerang 0,04 - 6,00
Oksigen 0,10 - 2,00
Nitrogen 0,01 - 2,00
Logam 0,00 - 0,10

5. HASIL-HASIL PENGOLAHAN CRUDE OIL


Dari pengolahan crude oil dihasilkan berbagai macam produk yang berupa
minyak cair maupun gas. Minyak dan gas hasil pengolahan didapatkan dari
rentetan proses-proses pengolahan dan proses pencampuran untuk mendapatkan

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


29

produk minyak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan oleh sarat-sarat
penggunaannya.
Adapun produk yang dihasilkan dari pengolahan crude oil adalah:

a. Liquified Petroleum Gas (LPG)


Liquified Petroleum Gas (LPG) pada umumnya terdiri dari komponen-komponen
utama propana dan butana yang dicairkan pada suhu kamar dan tekanan sedang
(95 psi).
LPG mengandung sejumlah kecil zat aroma yang sengaja diberikan untuk
mengetahui adanya kebocoran.
LPG banyak digunakan untuk:

- Bahan bakar rumah tangga dan industri.


- Bahan bakar mesin-mesin internal combustion.
- Bahan baku industri petrokimia.

b. Motor gasoline (mogas)


Motor gasolin (mogas) yang sehari-hari disebut bensin adalah campuran
kompleks senyawa hidrokarbon yang mempunyai trayek titik didih antara 40 -
200 oC dan dipergunakan sebagai bahan bakar motor-motor yang menggunakan
busi (spark ignation engines).
Di Indonesia menghasilkan 2 macam gasoline:

- Bensin premium dengan angka oktan minimum 87 dan diberi warna kuning
sebagai warna pengenalnya.
- Premix sebagai pengganti bensin super dengan angka oktan minimum 98 dan
diberi warna merah sebagai warna pengenalnya.

Sifat-sifat yang paling penting untuk bensin adalah sifat kemudahannya untuk
menguap (volatility) dan sifat anti ketukan.

* Sifat penguapan
Sifat penguapan diukur dari pemeriksaan distilasi dan pemeriksaan tekanan uap
Reid (Reid Vapour Pressure Test), Sifat penguapan ini mengontrol sifat bensin
dalam pemakaiannya seperti:

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


30

- Mudah dinyalakan pada waktu dingin (cold starting).


- Mudah mencapai panas operasi (warm up).
- Penghalangan uap (vapour lock).
- Pembentukan es dalam karburator (carburator icing).
- Distribusi campuran didalam silinder.

Jika penguapan bensin terlalu rendah, maka bensin sulit menguap sehingga sulit
dinyalakan waktu dingin dan sukar mencapai panas operasi.
Jika penguapan terlalu tinggi, maka terlalu banyak bensin yang teruapkan
sehingga kesulitan-kesulitan seperti vapour lock dan carburator icing mungkin
akan terjadi.

* Sifat anti ketukan


Setiap bensin mempunyai kemampuan untuk melakukan sejumlah kerja tertentu
dalam sebuah mesin. Kalau bensin dipaksa untuk melakukan kerja yang
melampaui kemampuan kerja maksimum mesin, maka bensin akan memberikan
reaksi yaitu daya yang diberikan menjadi berkurang serta timbul suara ketukan
dalam mesin.
Keadaan seperti ini sering dialami sewaktu mobil dipakai untuk memberikan
tenaga dengan cepat dan dapat diketahui dari bunyi mesin menggelitik atau
knocking.
Bensin mempunyai kemampuan yang berbeda untuk menahan ketukan.
Kemampuan untuk menahan terjadinya ketukan dinyatakan sebagai mutu anti
ketukan (anti knock quality) dan diukur dengan angka oktan. Makin tinggi
kwalitas anti ketukan bensin, maka makin tinggi kemampuan bensin untuk
menahan terjadinya ketukan, dan semakin tinggi pula daya maksimum yang dapat
dihasilkan.

c. Aviation gasoline (Avgas)


Aviation gasoline (avgas) adalah jenis bahan bakar yang digunakan untuk mesin
pesawat terbang yang berbaling-baling (piston engine) yang pada prinsipnya
seperti mesin motor biasa.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


31

Ada sedikit perbedaan antara mesin pesawat terbang dengan mesin motor yang
mempengaruhi sarat-sarat dari spesifikasi bahan bakarnya, yaitu:

- Pesawat terbang bekerja dengan kondisi yang berubah-ubah dimana pada saat
tinggal landas (take off) diperlukan tenaga yang sangat besar dan pada keadaan
jelajah (cruising) bekerja dengan sedkit tenaga.
- Pesawat terbang bekerja pada atmosfir yang tinggi, dimana kepadatan dan
temperatur udara cukup rendah sehingga memerluka supercharging yaitu
sistem pemompaan campuran udara-bahan bakar dari karburator kedalam
silinder yang lebih besar.

d. Aviation turbo fuel (Avtur)


Avtur adalah jenis bahan bakar untuk pesawat terbang yang bermesin jet (turbo
jet). Pada turbo jet proses pembakarannya tidak terjadi pada tekanan yang tinggi
seperti pada pesawat terbang baling-baling. Karena mesin jet bekerja pada suhu
biasa sampai sekitar 95oF, maka fraksi kerosene merupakan bahan yang paling
sesuai untuk mesin jet.

e. Kerosene
Kerosene adalah fraksi minyak bumi yang lebih berat dari pada bensin dan
mempunyai daerah titik didih 150 - 250 oC. Kerosene dipakai sebagai bahan bakar
lampu penerangan dan bahan bakar kompor untuk rumah tangga. Karena
penggunaa utamanya untuk bahan bakar lampu penerangan, maka kerosene harus
memberikan intensitas nyala yang baik dan sedikit mungkin timbulnya asap.

f. Minyak diesel
Minyak diesel adalah fraksi minyak bumi yang mempunyai trayek titik didih
antara 200 - 350 oC dan digunakan untuk bahan bakar mesin diesel.
Mesin diesel sistem penyalaannya tidak menggunakan busi, tetapi penyalaannya
terjadi karena suhu tinggi yang dihasilkan dari pemampatannya dengan udara
didalam silinder mesin. Oleh karena itu mesin diesel dirancang dengan
perbandingan kompresi (compression ratio) yang tinggi (diatas 12 : 1). Tekanan
kompresi bisa mencapi 400 - 700 psi dan suhu udara setelah dimampatkan
mencapai 1000 oF atau lebih. Supaya bahan bakar diesel dapat masuk kedalam

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


32

silinder yang berisi udara bertekanan tinggi, maka bahan bakar harus ditekan
dengan pompa injektor sampai 20000 psi.

g. Minyak bakar residu


Minyak bakar residu terdiri dari residu-residu yang berasal dari hasil distilasi dan
proses perengkahan (cracking).
Minyak bakar jenis ini terutama digunakan untuk furnace industri.

h. Minyak pelumas
Minyak pelumas berfungsi untuk mencegah keausan pada bagian-bagian mesin
yang bergerak satu sama lainnya. Karena jenis mesin dan kondisi operasinya
berbeda-beda maka minyak pelumas juga disediakan dalam berbagai jenis sesuai
dengan kebutuhannya.
Pembagian minyak pelumas dilakukan oleh SAE (Society of Automotive
Engineers) berdasarkan bilangan indeks viskositas pelumas tersebut.
Kedalam pelumas ditambahkan beberapa additive dengan tujuan tertentu,
misalnya:

- Anti oksidan: untuk mencegah terjadinya oksidasi minyak pelumas dan


pembentukan asam-asam.
- Detergent dispersant: untuk mendispersikan lumpur dan mencegah terjadinya
penggumpalan kotoran.
- Viscosity index improver: untuk mencegah terjadinya penurunan viskositas
karena kenaikan suhu.
- Foam inhibitor: untuk mencegah terjadinya buih.
- Alkaline reserve: untuk menetralkan asam yang terbentuk karena oksidasi.
- Deemulsifier: untuk mempermudah pemisahan air dari minyak pelumas.

i. Minyak gemuk (greas)


Banyak bagian-bagian mesin yang dirancang sedemikian rupa sehingga pelumas
tidak dapat tinggal pada tempatnya. Untuk itu maka minyak pelumas dipertebal
dengan mendispersikan sabun, clay atau bahan penebal lainnya.
Gemuk untuk keperluan ini dapat dibuat dengan jalan memanaskan campuran
minyak dan sabun pada suhu sekitar 300 - 600 oF di dalam sebuah ketel gemuk.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


33

j. Malam (wax)
Senyawa hidrokarbon yang terdapat didalam minyak bumi dengan jumlah atom
karbon antara 20 - 75 buah mempunyai titik lebur sekitar 90 - 200 oF. Malam
(wax) dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu:

- Malam parafin.
- Malam mikro kristal.

Malam parafin diperoleh dari hasil distilasi parafin ringan, sedangkan malam
mikro kristal diperoleh dari hasil distilasi parafin berat.

k. Aspal
Aspal adalah bitumen setengah padat atau padat yang berwarna hitam yang
berasal dari minyak bumi.
Aspal terdiri dari partikel-partikel koloid yang disebut aspalten yang terdispersi
didalam resin dan konstituen minyak.
Aspal dapat dipisahkan dengan jalan melaritkan nafta. Aspalten yang tidak larut
akan mengendap sebagai serbuk berwarna coklat atau hitam.
Aspal mempunyai sifat adhesif/lengket dan kohesif (melawan tarikan), tahan
terhadap air, tidak terpengaruh oleh asam maupun basa.
Aspal digunakan untuk perekat pada konstruksi pengerasan jalan, untuk atap,
melapisi saluran pipa sebagai bahan pelindung.

l. Bahan-bahan Petrokimia
Banyak bahan petrokimia yang dapat dihasilkan untuk menunjang
industri-industri lain seperti textil, pertanian dan lain sebagainya.

6. MACAM-MACAM PROSES PENGOLAHAN MIGAS


Untuk membuat agar minyak mentah tersebut dapat digunakan sebagaimana
mestinya dan memenuhi persyaratan penggunaannya, sudah barang tentu harus
mengalami proses pengolahan terlebih dahulu.
Sesuai dengan sifat prosesnya, maka macam proses pengolahan minyak bumi
dapat dikelompokkan seperti berikut:

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


34

Proses fisis:
- Distilasi
- Extraksi
- Absorpsi
- Adsorpsi
- Kristalisasi
- Dsb.

Proses kemis/konversi:
- Cracking
- Polimerisasi
- Alkilasi
- Isomerisasi
- Reformasi
- Hydrotreating
- Dsb.

Proses fisis adalah proses yang berlangsung dengan peristiwa fisika, sedangkan
proses kemis adalah proses yang berlangsung dengan peristiwa kimia dimana
selama proses berlangsung terjadi reaksi kimiawi dalam bentuk peruraian,
penggabungan, perubahan struktur kimia, dsb.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


35

BAB 4
CRUDE OIL DESALTING

1. U M U M
Crude oil yang diperoleh dari perut bumi banyak mengandung garam-garam yang
terlarud di dalam minyak seperti nickel dan vanadium. Disamping garam-garam
yang terlarut di dalam minyak terdapat juga garam-garam yang terlarut di dalam
air seperti sodium, magnesium, dan calsium yang berupa senyawa klorida dan
sulfat (perhatikan gambar (4-1). Kandungan garam-garam yang terlarut
dinyatakan sebagai ppm berat NaCl dan kandungan air dinyatakan dalam % berat.
Kandungan BS + W (Bottom Sediment plus Water) biasanya berkisar antara 50 –
150 ppm wt dan 0,1 – 0,5 % berat. Meskipun demikian kadang-kadang juga
dijumpai kandungannya sampai 1000 ppm dan 1,2 % berat. Garam-garam tersebut
dapat menimbulkan kerak dan korosi pada peralatan unit distilasi maupun unnit-
unit pengolahan lain. Korosi terjadi setelah crude oil dipanaskan (sekitar suhu 130
o
C) ke atas, di mana garam-garam klorida mulai terhidrolisa dan membentuk HCl.

Gambar (4-1): Crude oil plus air yang mengandung garam

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


36

2. DESALTING
Sebelum crude oil memasuki desalter biasanya mendapatkan pemanasan awal
terlebih dahulu di dalam sebuah alat penukar panas (heat exchanger) sampai sehu
sekitar 120 – 140 oC. Sekitar 3 – 5 % vol. Air (air proses atau air lunak)
ditambahkan ke crude oil sesudah alat penukar panas pertama atau sebelum
memasuki desalter vessel, dan sebagian besar lainnya ditambahkan pada lokasi
berikutnya (perhatikan gambar (4-2). Campuran crude oil dan air diemulsikan
pada sebuah globe type mixing valve dan dimasukkan ke dalam electrical desalter,
yang biasanya terdiri dari sebuah horizontal settling vessel yang dilengkapi
dengan elektroda tegangan tinggi (10.000 – 20.000 Volt) yang beroperasi dengan
arus bolak-balik. Selanjutnya campuran tersebut dipisahkan dengan cara
pengendapan gravitasi di dalam bak pengendap dengan bantuan medan listrik.
Waktu tinggal yang diperlukan sekitar 20 menit untuk crude ringan dan 45 menit
untuk crude berat.

Gambar (4-2): Crude Desalting Unit

Medan listrik menimbulkan muatan listrik pada butiran-butiran air dan mulai
terjadi getaran, getaran tersebut mempunyai dua pengaruh sebagai berikut:

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


37

(a) Lapisan antar permukaan (interfacial film) di sekitar butiran air dipecahkan
dan menambah luas permukaan butiran yang kemudian diubah bentuknya
menjadi ellipsoida.
(b) Terjadinya tumbukan menjadi lebih sering sehingga butiran-butiran akan
menyatu membentuk butiran yang berukuran lebih besar

Air garam (salty water) yang telah menyatu meninggalkan desalter melalui bagian
dasar dan melepaskan panasnya di dalam sebuah alat penukar panas untuk
memanaskan air proses atau air segar yang akan diumpankan ke desalter. Air
garam yang keluar dari desalter biasanya dikirim ke sour water stripper (SWS)
untuk diturunkan kandungan H2S dan kontaminan lainnya sebelum dibuang ke
perairan bebas. Crude oil bebas garam (desalted crude oil) meninggalkan desalter
melalui bagian puncak dikirim menuju ke satu atau lebih alat penukar panas atau
langsung ke sebuah preflah vessel.

3. ELECTRICAL DESALTER
Electrical desalter umumnya dibuat oleh Petrolite, Marsco, atau Howe-Baker. Dua
macam electrical desalter yang banyak tersedia di pasaran adalah “high-velocity”
cylectric desalter (dibuat oleh petrolite) dan “low-velocity” desalter (dibuat oleh
Petrolite, Marsco dan Howe-Baker).
Perbedaan antara kedua type tersebut adalah terletak pada konstruksi dan posisi
elektroda dan crude inlet nozzles. Pada Cylectric desalter emulsi crude-air
didispersikan langsung ke medan listrik melalui bagian atas vessel dengan
menggunakan nozzle khusus, yakni aliran masuk diarahkan secara horisontal di
antara elektroda. Pada low velocity desalter emulsi di masukkan di bawah
elektroda melalui bagian dasar vessel dengan menggunakan pipa distributor.

4. VARIABEL OPERASI DESALTING


Ada lima variabel yang harus betul-betul diperhatikan dalam operasi desalting
secara rinci dapat dijelaskan seperti berikut:

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


38

a). Suhu operasi


Rentang suhu operasi yang ditetapkan biasanya didasarkan pada densitas,
viskositas, daya hantar listrik dan BS + W content dalam crude oil.
Batas suhu minimum biasanya ditentukan oleh viskositas crude oil, kelarutan
kotoran-kotoran yang pada interface dalam fase cair utama, dan perbedaan
specific gravity antara air dan crude oil. Batas suhu maksimum biasanya
ditentukan oleh kelarutan air di dalam cerude oil dan total water content
(dissolved plus entrained water), crude hasil desalting yang disyaratkan tidak
boleh lebih tinggi dari 0,5 % wt. Meskipun demikian untuk heavy crude
desalting, batasan suhu maksimum juga ditentukan oleh dua faktor berikut:

(1). Daya hantar listrik yang naik secara tajam dengan naiknya suhu
membentu kebutuan untuk kapasitas transformer lebih besar.
(2). Titik interaksi kurva specific gravity untuk air dan crude oil.

Suhu operasi ekonomis maksimum adalah sekitar 145 oC dan sekali suhu operasi

telah dipilih untuk suatu perancangan tertentu hanya dapat divariasikan dengan

batas yang sempit (± 10 oC).

b). Air Proses


Jumlah air proses dapat divariasikan antara 3 dan 7 % vol pada crude intake,
laju air ditentukan oleh jumlah garam yang ada di dalam crude oil dan
kandungan garam yang tersisa memenuhi syarat dalam desalted crude oil.
Dimanapun sedapat mungkin sour water dari catalytic cracking unit, crude
distilling unit, hydrotreater dan hydrodesulfurizer harus digunakan untuk
desalting. Jenis air lain misalnya dari high vacuum unit, bitumen blowing
unit, steam naphtha cracker dan thermal cracker water dapat meningkatkan
untuk emulsi, oleh karena itu harus dihindari. Untuk menjamin tidak
terjadinya kerak dan dapat memberikan hasil pemisahan garam dianjurkan
harus menggunakan air lunak. Petrolite menetapkan maksimum kandungan
garam sadah tetap dalam air 85 ppm wt. Sebagai CaCO3.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


39

Komposisi maksimum yang diijinkan pada air jernih untuk desalting adalah
sebagai berikut:

Total dissolved solid : max. 625 ppm wt


Total hardness (sebagai CaCO3) : max. 140 ppm wt
Chloride content (sebagai Cl-) : max. 263 ppm wt
Sulphate content (sebagai SO4--) : max. 63 ppm wt
PH : 6,7 – 7,0

Untuk menjamin kontak yang baik antara air dan crude oil minimum jumlah
air yang diperlukan adalah 5 % vol. dari total air pada crude intake. Jika
jumlah air tersebut tidak tersedia, sirkulasikan sebagian dari air effluent
(direkomendasikan tidak lebih dari 1 : 1).

c). Pressure drop pada mixing valve


Sebuah globe-type mixing valve digunakan untuk mencampurkan air dan
crude oil, untuk mendapat percampuran yang baik dianjurkan pressure drop
di dalam mixing valve sekitar 1,0 – 2,0 kg/cm2. Pressure drop yang terlalu
rendah dapat mengakibatkan pencampuran kurang sempurna, sebaliknya jika
pressure drop yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan emulsi yang terbentuk
relatif stabil.
Untuk pemrosesan slop, pressure drop harus dijaga mendekati angka
minimum, hal ini dikarenakan slop mempunyai kecenderungan membentuk
emulsi yang stabil, dalam beberapa hal dianjurkan untuk menambahkan
demulsifier agent jika diperlukan. Maksimum jumlah slop yang diproses
secara kontinyu telah ditetapkan 2 % dari feed.

d). Demulsifier
Jenis dan jumlah demulsifier yang dibutuhkan untuk diinjeksikan tergantung
pada jenis crude oil dan/atau pada impurities yang ada di dalam crude oil.
Untuk alasan keselamatan, semua desalter harus dilengkapi dengan fasilitas
injeksi demulsifier.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


40

Jenis demulsifier umum yang sering digunakan adalah Tretolite R-35


(Petreco) dan Nalco 537-D (Howe-Baker). Jika crude oil yang khususnya
sulit untuk dipisahkan garamnya, maka demulsifier khusus untuk keperluan
tersebut dapat dipesan pada pabrik pembuatnya. Dua macam demulsifier
untuk keperluan ini adalah “water-soluble type” dan “crude-soluble type”,
Dalam kenyataannya tergantung pada rekomendasi pabrik pembuat desalter
atau pabrik kimia yang memproduksi demulsifier.
Jumlah sebenarnya demulsifier yang diinjeksikan harus ditetapkan oleh hasil
pengujian. Untuk pemrosesan slop, secara perkiraan jumlah demulsifier telah
ditetapkan sekitar 2 – 7 ppm wt. Namun demikian injeksi demulsifier dalam
kaitannya dengan injeksi slop direkomendasikan sebagai berikut:

Injeksi slop Jenis Jumlah


% wt on crude demulsifier ppm wt. On crude
1,5 – 2,0 Nalco 537-D 1,5 – 7,0
(continuously) Tretolite R-35 5,0
2,5 – 4,0 Nalco 537-D 5,0 – 10,0
(intermittently)

e). Tekanan operasi di dalam desalter vessel


Jika crude oil dan/atau air mendidih di dalam desalter vessel akan
menimbulakn turbulensi tinggi dan pencampuran berulang crude oil dan air,
dengan demikian akan menyulitkan pengendapan; selanjutnya pembentukan
gelembung gas akan memicu pembentukan electrical “flash over”. Untuk
mencegah terjadinya hal ini, tekanan operasi di dalam vessel biasanya diatur
sekurang-kurangnya 1,7 kg/cm2 di atas tekanan sistem. Yang dimaksud
tekanan sistem adalah jumlah dari tekanan uap crude oil dan tekanan uap air.

5. PENGALAMAN OPERASI
Berdasarkan pengalaman operasi telah menunjukkan bahwa banyak keuntungan-
keuntungan dan persoalan-persoalan yang timbul baik terhadap peralatan maupun
operasinya.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


41

a). Manfaat desalter


Berikut adalah manfaat yang diperoleh dari desalter:
(1). Menurunkan biaya operasi
Dengan melakukan penyempurnaan desalter dapat menurunkan 50 – 70
% caustic soda dan ammonia yang diperlukan untuk netralisasi.
Konsumsi bahan bakar dapat ditekan karena terbentuknya kerak di
dalam furnace maupun alat penukar panas dapat ditekan. Kebutuhan
bahan kimia dan tenaga kerja untuk pembersihan dapat ditekan karena
terbentuknya kerak dapat ditekan.
(2). Menurunkan kandungan garam fuel oil dan bitumen
Akibat lain karena menurunnya konsumsi caustic soda adalah bahwa
kadungan garam tersisa (Na+) dalam bahan bakar juga menurun
(3). Operasi kilang lebih lancar
Adanya desalter membantu kelancaran operasi distilling unit karena
desalter dapat mencegah terjadinya penyumbatan. Harus diingat bahwa
preflash vessel juga dapat berperan sebagai buffer.
(4). Kontribusi positif terhadap persoalan pencemaran air.
Dapat menurunkan kandungan phenol sampai batas yang disyaratkan
dalam stripped sour water jika pemrosesan sour water digunakan sebagai
wash water dalam desalter.

c). Persoalan yang terjadi setelah pemasangan desalter


Beberapa persoalan yang telah ditimbulkan setelah pemasangan desaalter
dapat dijelaskan sebagai berikut:
(1). Menurunnya efisiensi desalter ketika crude oil lain selain crude oil yang
dirancang diproses. Hal ini disebabkan oleh karena menurunnya suhu
operasi di dalam desalter yang dapat menurunkan proses desalting.
(2). Pembentukan emulsi di dalam desalter vessel, tingkat ketergantungan
terhadap jenis air proses yang digunakan. Jika air berasal dari high
vacuum unit (sour water) dapat menimbulkan emulsi, oleh karena itu

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


42

sebelum digunakan harus dilewatkan terlebih dahulu ke sour water


stripper.
(3). Pembentukan emulsi di dalam desalter vessel, tingkat ketergantungan
terhadap jenis crude oil dan slop yang diproses. Pemrosesan slop yang
mengandung bahan-bahan rengkahan atau teroksidasi akan memicu
terbentuknya emulsi yang stabil di dalam desalter. Untuk light slop,
straight-run slop dan hydrotreating slop dapat diproses secara kontinyu
sampai maksimum 1 – 2 % wt. atau untuk intermediate slop sampai 3 – 4
% wt. On crude tanpa menimbulkan gangguan.
Stabilitas emulsi tergantung pada jenis crude oil yang diproses, jenis
wash water yang digunakan, suhu, laju air yang diinjeksikan, harga
BS+W dan pressure drop dalam mixing valve. Sebagai contoh
naphthenic crude cenderung menstabilkan emulsi. Pemrosesan crude oil
yang kandungan BS+W tinggi akan meningkatkan kecenderungan
pembentukan emulsi.
(4). Terjadinya korosi pada bagian bawah desalter vessel dan rundown water

piping. Korosi yang terjadi umumnya dikarenakan adanya endapan lumpur,

erosi yang disebabkan oleh sludge yang terbawa air dapat menimbulkan erosi

pada bagian pipa atau valve. Pengendapan slude dapat terjadi karena

pemrosesan crude berat, pengembalian slop dari oil catcher, wash water yang

mengandung oksida besi dan kalsium karbonat atau jenis padatan lain. Untuk

menghindari hal tersebut dapat dilakukan dengan melapisi bagian-bagian

dimana sludge berada dengan menggunakan cat pelapis seperti misalnya

silica-EPIKOTE paint. Dapat juga dilakukan dengan memasang steam jet

yang berfungsi untuk membantu membuang sludge dan memecahkan emulsi.

Jika harga pH wash water turun hingga di bawah harga normal (7 – 8,5), maka

harus diinjeksikan caustic soda untuk menaikkannya

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


43

(5). Pembentukan kerak di dalam alat penukar panas setelah desalter. Pada
suhu sekitar 150 oC semua air bebas akan terlarut dan meninggalkan
kristal garam dalam bentuk suspensi di dalam crude oil. Kristal garam
yang terbentuk akan menempel pada dinding tube sebagai kerak yang
akan menghambat proses perpindahan panas.
(6). Kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan penentuan garam dan
repeatability of the analysis. Persoalan analisis adalah terletak pada
penentuan kandungan garam dalam crude oil. Tahapan kritis adalah pada
saat ekstraksi garam-garam dari crude oil.

6. CHEMICAL DESALTING
Jika waktu penyimpanan di dalam tangki cukup lama, maka harus dilengkapi
dengan coil pemanas dan fasilitas-fasilitas untuk menambahkan demulsifier dan
sekitar 1 % vol air yang memenuhi syarat untuk desalting. Meskipun cara
chemical desalting ini dapat menjadi lebih murah daripada electrical desalting,
namun harus diingat bahwa biaya pemeliharaan bisa menjadi lebih mahal.

7. NETRALISASI HCl
Ketika crude oil dipompakan ke crude desalting unit masih mengandung sejumlah
tertentu air yang mengandung garam, hal ini dapat menimbulkan korosi pada
bagian atas desalter. Adanya garam-garam MgCl2, CaCl2, NaCl sebagian akan
terhidrolisa pada suhu sekitar 120 oC, dan HCl akan terbentuk di dalam alat
penukar panas dan furnace. HCl tidak akan menimbulkan korosi sepanjang dalam
keadaan kering, tetapi pada lokasi dimana terjadi pengembunan uap air seperti
pada bagian puncak kolom distilasi asam klorida akan terbentuk dan korosi akan
terjadi. Untuk menghindari hal tersebut, bahan konstruksi yang digunakan harus
terbuat dari Monel atau logam paduan tahan korosi, dan cara yang paling murah
adalah dengan menetralkan HCl yang terbentuk. Bahan kimia yang dapat
digunakan untuk menetralisir adalah caustic soda atau ammonia.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


44

BAB 5
DISTILASI

1. U M U M
Distilasi adalah salah satu teknik pemisahan yang didasarkan atas perbedaan
volatility atau titik didih komponen-komponen dalam campuran. Proses ini
dilakukan didalam sebuah kolom yang didalamnya dilengkapi alat kontak yang
tersusun diatas tray dengan jarak antara tray tertentu. Untuk pemisahan yang
sangat komplek sering kali digunakan lebih dari satu kolom, dan untuk
mendapatkan kemurnian yang tinggi pada hasil puncak dapat dilakukan dengan
cara mengembalikan sebagian kondensat melalui puncak kolom tersebut sebagai
reflux. Karena dari kolom ini diperoleh produk dalam berbagai fraksi maka proses
ini dikenal sebagai distilasi fraksional atau fraksinasi. Di dalam proses distilasi
mencakup kegiatan proses penguapan dan pengembunan.

Proses penguapan:
Campuran larutan dipanaskan pada suhu tertentu sehingga komponen-komponen
yang lebih ringan akan lebih banyak berubah fasenya menjadi uap.

Proses pengembunan:
Uap yang terbentuk didinginkan kemudian berubah fasenya menjadi cair kembali
dan kemudian ditampung di dalam tempat penampungan. Didalam proses distilasi
terjadi dua kejadian lain yaitu transfer panas dan transfer masa. Transfer panas
berlangsung pada saat campuran diberi panas dari sumber panas tertentu. Transfer
masa ditunjukkan oleh adanya perubahan fase cair menjadi uap dan demikian juga
sebaliknya, berkurangnya masa cairan sebanding dengan bertambahnya masa uap.
Fase uap kontak dengan fase cair dan sekaligus terjadi transfer masa dari cairan ke
uap dan dari uap ke cairan. Di dalam fase cair dan uap biasanya mengandung
komponen-komponen sama tetapi berbeda jumlahnya.
Sebagai contoh distilasi sederhana untuk memisahkan larutan yang terdiri dari dua
komponen A dan B (biner) seperti yang ditunjukkan dalam Gambar (5-1).

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


45

Komponen A adalah lebih volatile (atau lebih mudah menguap) sedangkan


komponen B kurang volatile. Feed (umpan) memasuki kolom distilasi berupa
campuran yang terdiri dari komponen A dan B pada suhu TF. Di dalam kolom
distilasi campuran tersebut terpisah berdasarkan titik didihnya, yang mempunyai
titik didih rendah berupa uap dan keluar melalui bagian puncak kolom dan setelah
dilewatkan melalui condenser berubah fasenya menjadi cair (condensate) pada
suhu TC. Sedangkan yang mempunyai titik didih lebih besar keluar melalui bagian
dasar kolom berupa cairan kemudian didinginkan oleh cooler dan keluar pada
suhu TR.

Gambar (5-1): Skema Distilasi Sederhana

Dalam praktek, hasil puncak tidak pernah mencapai kemurnian 100 % A,


demikian pula untuk hasil bawah (bottom product) tidak pernah mencapai
kemurnian 100 % B. Untuk mendapatkan kemurnian hasil yang lebih tinggi, maka
di dalam kolom distilasi dilengkapi dengan peralatan kontak yang tersusun secara
bertingkat.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


46

2. MACAM-MACAM PROSES DISTILASI


Menurut tekanan kerjanya proses distilasi dibedakan dalam tiga macam sebagai
berikut:

• Distilasi atmosferik (Atmospheric distillation)


• Distilasi hampa (Vacuum distillation)
• Distilasi bertekanan (presurized distillation)

Distilasi atmosferik adalah distilasi yang tekanan kerjanya sebagaimana tekanan


atmosfir, distilasi hampa adalah distilasi yang tekanan kerjanya dibawah tekanan
atmosfir, sedangkan distilasi bertekanan adalah distilasi yang tekanannya diatas
tekanan atmosfir. Dengan distilasi hampa dimaksudkan untuk menurunkan titik
didih sehingga suhu operasinya dapat lebih rendah dari pada suhu pada distilasi
pada tekanan atmosfir. Cara ini diterapkan untuk memisahkan
komponen-komponen minyak berat (misalnya gasoil dalam residu) yang mana
apabila dilakukan dengan metoda distilasi atmosferik harus pada suhu kerja yang
amat tinggi, dan hal ini dapat mengakibatkan perengkahan (cracking) dan bahkan
dapat menimbulkan pembentukan arang (cooking) pada dinding tube yang tidak
dikehendaki dalam proses ini. Distilasi hampa dalam pelaksanaannya biasanya
digabung secara integral dengan distilasi atmosferik, yang mana residu yang
diperoleh dari distilasi atmosferik selanjutnya dipisahkan lagi fraksi-fraksi yang
masih terikut didalamnya dengan cara distilasi hampa. Distilasi bertekanan
banyak diterapkan untuk memisahkan komponen-komponen yang sangat ringan
yang pada tekanan atmosfir suhu operasinya harus jauh dibawah suhu atmosfir
dan hal ini tidak mungkin dapat dilakukan dengan mudah. Cara ini biasanya untuk
memisahkan campuran antara metane, etane, propane dan butane atau untuk
memisahkan nitrogen dari udara.

3. PERALATAN UTAMA DI DALAM UNIT DISTILASI


Banyak macam peralatan yang digunakan dalam unit distilasi, beberapa peralatan
utama yang perlu dikenal diantaranya adalah:

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


47

a. Kolom distilasi
Kolom distilasi yang berbentuk bejana silinder yang terbuat dari bahan baja
dimana di dalamnya dilengkapi dengan alat kontak yang berfungsi untuk
memisahkan komponen-komponen campuran larutan. Beberapa sambungan yang
dipasang pada kolom adalah untuk saluran umpan, hasil puncak, reflux, reboiler,
hasil samping, steam serta hasil bawah.

b. Kolom stripper
Bentuk dan konstruksi stripper seperti kolom distilasi hanya pada umumnya
ukurannya lebih kecil. Peralatan ini berfungsi untuk menajamkan pemisahan
komponen-komponen dengan cara mengusir atau melucuti fraksi-fraksi yang lebih
ringan di dalam produk yang dikehendaki. Prosesnya adalah penguapan biasa,
yang secara umum untuk membantu penguapan diinjeksikan steam dari bagian
dasar stripper.

c. Furnace (dapur)
Furnace yang dimaksud disini adalah berfungsi sebagai tempat mentransfer panas
yang diperoleh dari hasil pembakaran bahan bakar. Di dalam dapur terdapat pipa
pemanas yang etrsusun sedemikian rupa sehingga proses perpindahan panas dapat
berlangsung sebaik mungkin. Minyak yang dialirkan melalui pipa-pipa tersebut
akan menerima panas dari hasil pembakaran di dalam dapur hingga suhunya
o o
mencapai sekitar 300 C - 350 C, kemudian masuk kedalam kolom distilasi untuk
dipisahkan komponen-komponennya.

d. Heat Exchanger (HE)


Heat exchanger atau alat penukar panas berfungsi untuk berlangsungnya proses
perpindahan panas antara fluida satu ke fluida lain yang saling mempunyai
kepentingan.
Sebagai contoh crude oil dengan residu, dimana crude oil membutuhkan panas
sedangkan residu perlu melepaskan panas. Dengan demikian melalui pertukaran
panas ini dapat dimanfaatkan panas yang seharusnya terbuang, dan apabila dinilai
dari segi ekonominya hal ini akan memberikan penghematan biaya operasi.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


48

e. Condenser
Sebagaimana hasil puncak yang berupa uap kiranya tidak dapat ditampung dalam
bentuk demikian, oleh karena itu perlu diembunkan hingga bentuknya berubah
menjadi kondensat. Untuk mengembunkan uap tersebut harus dilewatkan kedalam
condenser, dan umumnya yang digunakan sebagai media pendingin adalah air.
Panas yang diserap didalam condenser sebagaimana panas pengembunannya
(untuk merubah fase uap menjadi fase cair) dalam hal ini setara dengan panas
latennya. Secara teoritis penyerapan panas didalam condenser tanpa diikuti
dengan perubahan suhu.

f. Cooler
Bentuk dan konstruksi cooler seperti halnya pada condenser, hanya fungsinya
yang berbeda. Cooler berfungsi sebagai peralatan untuk mendinginkan produk
yang masih mempunyai suhu tinggi yang tidak diijinkan untuk disimpan di dalam
tangki. Jika condenser fungsinya untuk mengubah fase uap hingga menjadi bentuk
cair, maka cooler lain halnya, yaitu hanya untuk menurunkan suhu hingga
mendekati suhu sekitarnya atau suhu yang aman. Jika didalam condenser yang
diserap adalah panas latennya, lain halnya di dalam cooler yang diserap adalah
panas sensibelnya, yaitu panas untuk perubahan suhu tanpa diikuti perubahan
fase.

g. Separator
Sesuai dengan namanya, peralatan ini berfungsi untuk memisahkan dua zat yang
tidak saling melarutkan, misalnya gas dan cairan, minyak dan air dan lain
sebagainya. Prinsip pemisahannya adalah berdasarkan pada perbedaan densitas
antara kedua fluida yang akan dipisahkan. Semakin besar perbedaan densitas
antara kedua fluida maka akan semakin mudah dalam pemisahannya.

4. VARIABEL PROSES
Pengaturan variabel proses adalah penting sekali untuk mendapatkan kwalitas
maupun kwantitas produk yang dikehendaki. Perubahan variabel proses akan

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


49

mengakibatkan penyimpangan yang menyuluruh terhadap mutu maupun jumlah


produk. Oleh karena itu kontrol terhadap kwalitas produk dilaboratorium sangat
penting artinya untuk mengendalikan/mengatur variabel proses.
Variabel proses yang pokok dan perlu dikendalikan secara cermat di dalam proses
distilasi adalah:
• Suhu
• Tekanan
• Laju alir (flow rate)
• Tinggi permukaan cairan (level) didalam kolom

4.1. Suhu
Pengaruh suhu di dalam suatu proses distilasi merupakan faktor yang sangat
menentukan, karena pada proses ini terjadi pemisahan atas komponen-komponen
campuran berdasarkan titik didihnya.
Pengaruh suhu operasi yang terlalu tinggi pada crude oil akan menimbulkan
perengkahan (cracking) di dalam tube yang kemudian dapat berkelanjutan
pembentukan coke (coking) didalam tube yang efeknya dapat menghambat
transfer panas, dan bahkan dapat merusak tube karena panas yang berlebihan
(overheating) pada dinding tube.
Pengaruh suhu operasi yang terlalu tinggi pada kolom fraksinasi dapat dilihat
dengan mudah melalui hasil analisis laboratorium. Jika suhu didalam kolom
fraksinasi terlalu tinggi akan mengakibatkan naiknya titik didih akhir (Final
Boiling Point) hasil puncak atau naiknya titik didih awal (Initial Boiling Point)
hasil bawah (bottom product). Demikian pula sebaliknya jika suhu di dalam
kolom fraksi nasi terlalu rendah.

4.2. Tekanan
Untuk distilasi atmosferik, pengaruh tekanan tidak begitu tampak, tidak seperti
distilasi hampa atau distilasi bertekanan. Pengaturan tekanan biasanya bervariasi
dengan pengaturan suhu operasi. Pengaruh tekanan di dalam kolom fraksinasi

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


50

yang terlalu tinggi akan mengakibatkan tidak sempurnanya fraksinasi di dalam


kolom, dan disamping itu kemampuan peralatan juga akan membatasi hal
tersebut.
Pengaruh tekanan operasi yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan naiknya titk
didih dengan kata lain penguapan akan menjadi lebih sulit. Dalam hal ini dapat
dilihat dari hasil analisis laboratorium, jika tekanan didalam kolom fraksinasi naik
akan mengakibatkan titik didih akhir hasil puncak akan menjadi rendah dan
demikian pula titik didih awal hasil bawah juga menjadi rendah. Demikian pula
sebaliknya jika tekanan di dalam kolom fraksinasi terlalu rendah.

4.3. Laju alir (Flow rate)


Biasanya pengaruh laju alir berpengaruh terhadap tingginya permukaan cairan
(level) di dalam kolom fraksinasi ataupun stripper. Jika aliran masuk kedalam
kolom terlalu besar akan mengakibatkan naiknya permikaan cairan didalam
kolom karena tidak sebanding dengan laju penguapan yang terjadi di dalam
kolom. Dan akibat terhadap hasil bawah akan menurunkan titk didih awal dan flah
point. Jika perubahan aliran terjadi pada hasil samping (side stream) maka
pengaruhnya adalah terhadap titik didih awal, titik didih akhir dan flash point
produk tersebut.
Perubahan laju alir juga dapat mempengaruhi kesetabilan suhu. Hal tersebut dapat
dilihat pada jumlah aliran dari feed sewaktu melalui dapur. Bila pada suatu saat
jumlah aliran terlalu kecil, maka sejumlah panas yang diterima oleh crude oil di
dalam tube akan menaikkan suhu yang cukup tinggi karena jumlah panas tidak
sebanding dengan jumlah aliran crude yang dipanasi sehingga untuk aliran yang
rendah akan menerima panas yang berlebihan. Jika peristiwa ini berlangsung
dalam kurun waktu yang cukup lama dapat menimbulkan efek sampingan yaitu
terjadinya perengkahan yang kemudian berlanjut terjadi pembentukan coke.
Dengan terbentuknya coke akan menghalangi transfer panas yang kemudian panas
akan terakumulasi di dalam tube dan menimbulkan pemanasan setempat (hot spot)
yang selanjutnya menimbulkan panas yang berlebihan (overheating), bengkoknya

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


51

tube (tube bending), bergesernya tube (tube sagging) yang semuanya itu dapat
menimbulkan kerusakan fatal bahkan kebocoran dan kebakaran.

4.4. Tinggi permukaan cairan (level)


Tinggi rendahnya permukaan cairan di dalam kolom fraksinasi akan
mempengaruhi keadaan cairan pada tiap-tiap tray. Bila permukaan cairan pada
down comer suatu tray terlalu tinggi, maka hal ini akan menimbulkan peristiwa
banjir (floading), cairan akan meluap dan tumpah ke tray di bawahnya, dan
mengakibatkan produk pada tray dibawahnya akan terkontaminasi oleh fraksi
ringan dan mutunya rusak (off spec).
Demikian pula bila permukaan cairan pada dasar kolom terlalu tinggi maka akan
menimbulkan kemungkinan produk pada tray diatasnya akan menjadi off spec
karena kemasukan fraksi berat. Demikian pula sebaliknya jika permukaan cairan
di dasar kolom terlalu rendah maka kemungkinan timbulnya loss suction pada
pompa besar sekali.
Untuk menjaga kesetabilan permukaan cairan pada dasar kolom biasanya
dikendalikan dengan sistem kontrol yang dapat bekerja secara otomatis.

5. TEKANAN DAN HUKUM GAS IDEAL


5.1. Tekanan
Ada tiga cara untuk menyatakan tekanan yang bekerja di dalam fluida atau sistem.
Tekanan udara atmosfir yang dinyatakan sebagai 1 atm adalah sama dengan 760
mm Hg pada 0 oC, 29,921 inch Hg, 0,760 m Hg, 14,696 lb force per square inch
(psi), atau 33,90 ft H2O pada 4 oC. Tekanan lebih (gage pressure) adalah tekanan
di atas tekanan atmosfir sebagaimana umumnya yang ditunjukkan oleh alat
pengukur tekanan. Tekanan mutlak (absolute pressure) adalah tekanan yang
sekalanya diukur mulai dari tekanan udara 0 atm, dengan kata lain tekanan absolut
sama dengan tekanan lebih ditambah 1 atm. Sebagai contoh jika suatu bejana
mempunyai tekanan yang ditunjukkan oleh alat pengukur sebesar 2 atm gage

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


52

(atg), maka tekanan mutlaknya sama dengan 2 + 1 = 3 atm absolut (ata),


perhatikan gambar 1 berikut.

Gambar. (5-2): Skala tekanan gage dan absolute

Di dalam beberapa kasus, khususnya dalam pengupan tekanan dinyatakan sebagai


inch air raksa (inch Hg) vakum, artinya tekanan tersebut diukur sebagai inch Hg
diukur dibawah tekanan barometrik absolut. Sebagai contoh, suatu pembacaan
dari alat ukur menunjukkan 25,4 inch Hg, maka besarnya tekanan vakum adalah
29,92 - 25,4 = 4,52 inch Hg absolut.

5.2. Hukum Gas Ideal


Gas ideal dinyatakan sebagai gas pada kondisi atmosfir berupa gas sempurna
(tidak sebagianpun yang menyusut volumenya karena tekanan, apa lagi
terkondensasi). Dengan kata lain gas ideal adalah gas yang menduduki volume
ruangan sebagaimana volume molekul-molekulnya sendiri. Perilaku gas ideal
mengikuti hukum-hukum gas ideal. Gas nyata (real gas) dinyatakan gas yang

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


53

tidak mengikuti hukum-hukum gas ideal karena volume ruangan yang diduduki
tidak menggambarkan volume molekul-molekulnya sendiri. Umumnya gas pada
kondisi tekanan yang cukup tinggi dikatakan sebagai gas tidak sempurna, oleh
karena itu diperlukan koreksi dalam melakukan perhitungan-perhitungan.
Hukum gas ideal yang oleh Boyle keadaannya dinyatakan bahwa volume gas
berbanding langsung terhadap suhu absolutnya dan berbanding terbalik terhadap
tekanannya absolutnya. Secara matematis dinyatakan seperti berikut:

pV = nRT
dimana:
p = tekanan absolut, N/m2
V = volume gas, m3
n = jumlah molekul, kgmol
T = suhu absolut, K
R = konstanta gas, 8314,3 kg.m2/kgmol.s2.K

Jika volume gas dinyatakan dalam satuan ft3, n dalam lbmol, dan T dalam oR,
maka R mempunyai harga 0,7302 ft3.atm/lbmol.oR. Untuk satuan cgs, V = cm3, T
= K, R = 82,057 cm3.atm/gmol.K, dan n = gmol.
Besaran gas biasanya dinyatakan dalam volume (m3) pada kondisi standar dengan
tujuan agar dapat dibandingkan. Mengacu pada rekomendasi AGA dan API,
keadaan standard yang disebut “standard condition of temperature and pressure”
(disingkat STP atau SC) yang dalam sistem satuan internasional (SI) dinyatakan
pada tekanan 101,325 kPa (1,0 atm) absolute dan suhu 288,15 K (15 oC). Dalam
satuan British volume dinyatakan ft3, tekanan 14,73 psia (101,563 kPa) dan suhu
60 oF (15,56 oC).
Dalam acuan juga sering menggunakan keadaan normal yang disebut “normal
condition of temperature and pressure” (disingkat NTP atau NC) yang dalam
system satuan international (SI) dinyatakan pada tekanan 101,325 kPa absolute
dan suhu 273,15 K (0 oC). Dibawah kondisi ini volume gas dinyatakan sebagai
berikut:

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


54

volume 1 kgmol (NC) = 22,414 m3


volume 1 gmol (NC) = 22,414 liter = 22414 cm3
volume 1 lbmo (NC) = 359,05 ft3

Contoh 5-1:
Hitung harga konstanta gas R jika tekanan dinyatakan dalam satuan psia, mol
dalam lbmol, voulme dalam ft3, dan suhu dalam oR. Ulangi untuk satuan SI.

Penyelesaian:
Pada kondisi standard:
p = 14,7 psia
V = 359 ft3
T = 460 + 32 = 492 oR ( 273,15 K)
n = 1 lbmol
pV
Gunakan persamaan: R =
nT

(14,7 psia) (359 ft 3 ) ft 3 . psia


Dalam satuan Inggris: R = = 10,73
(1 lbmol) (492 o R) lbmol. o R

Dalam satuan SI: R =


(1,01325 x 10 5
Pa ) (22,414 m )
3

= 8314
m 3 . Pa
(1 kgmol) (273,15 K) kgmol. K

Untuk berbagai kondisi dapat dinyatakan dalam persamaan-persamaan seperti


berikut:

p 1 V1 = n R T1

p 2 V2 = n R T2

p 1 V1 T
Jika dibandingkan: = 1
p 2 V2 T2

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


55

Contoh 5-2:
10 liter gas nitrogen (N2) mempunyai tekanan 1,2 atm absolute dan suhu 100 oC
ditekan hingga mencapai 3,0 atm absolute dan kemudian didinginkan hingga
suhunya menjadi 50 oC. Hitung jumlah molekul gas nitrogen tersebut dan volume
akhir dalam satuan liter dan m3.

Penyelesaian:
p 1 V1
Gunakan persamaan: n =
R T1

dimana:
p1 = 1,2 atm
V1 = 10 liter
T1 = 273,2 + 100 = 373,2 K
R = 0,08205 liter.atm/gmol.K
(1,2 atm) (10 liter )
n = = 0,393 gmol
⎛ liter. atm ⎞
⎜ 0,08205 ⎟ ( 373,2 K)
⎝ gmol. K ⎠

Untuk menghitung volume akhir:


n R T2
Gunakan persamaan: V2 =
p2

dimana:
p2 = 3,0 atm
T2 = 273,2 + 50 = 323,2 K
⎛ liter. atm ⎞
( 0,393 gmol) ⎜ 0,08205 ⎟ (323,2 K)
⎝ gmol. K ⎠
V2 = = 3,46 liter
3,0 atm

Alternatif lain:
T2 p 1 V1 (323 K) (1,2 atm) (10 lietr )
V2 = = = 3,46 liter = 0,00346 m 3
T1 P2 (373,2 K) (3,0 atm)

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


56

5.3. Campuran Gas Ideal


Konsep “gas ideal”, “cairan ideal”, “campuran gas ideal”, dan “campuran cairan
ideal” telah membentuk basis untuk berbagai hubungan kuantitatif dalam
membahas kesetimbangan. Prinsip dasar yang berkaitan dengan distilasi adalah
hukum Dalton yang menjelaskan tentang tekanan parsial, dan hukum Raoult yang
mengkaitkan tekanan yang ditimbulkan oleh suatu komponen dalam fase uap dari
suatu campuran gas terhadap konsentrasi dalam fase cair dan tekanan uapnya.
Dalam keadaan ideal, hukum Raoult dapat didefinisikan untuk fase uap-cairan
dalam kesetimbangan seperti berikut:

p i = p *i x i

dimana: pi = tekanan parsial komponen i dalam fase uap


p *i = tekanan uap komponen i
xi = fraksi mol komponen i dalam fase cair

Hukum ini hanya berlaku untuk larutan ideal seperti methane-ethane, ethane-
propane, propane- butane, dan sebagainya.
Banyak sistem berupa larutan ideal atau non ideal mengikuti hukum Henry jika
dalam larutan encer. Dalam hukum Henry dinyatakan

pi = H x i

dimana: H adalah konstanta Henry (atm/fraksi mol).


Jika kedua sisi persamaan tersebut dibagi dengan tekanan total, maka diperoleh
persamaan seperti berikut:

pi H x i
=
p p

pi H
Karena y i = dan = K , maka persamaan tersebut menjadi
p p

yi = K x i

dimana K adalah konstanta konstanta atau konstanta Henry (fraksimol gas/fraksi


mol cairan), dan ingat bahwa K tergantung pada tekanan total sedangkan H tidak.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


57

Gambar (5-3): Konstanta Kesetimbangan Hidrokarbon pada suhu rendah

Hukum Dalton menyatakan bahwa tekanan total suatu campuran gas sama dengan
jumlah dari tekanan parsial masing-masing komponen gas dalam campuran.
Secara matematis dinyatakan
n
p = ∑ p i = p1 + p 2 + p 3 + ...... + p n
1

Dalton juga menyatakan bahwa tekanan parsial gas ideal sebanding dengan
jumlah relatif molekul-molekul gas dalam campuran (atau fraksi mol) yang
dinyatakan seperti berikut.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


58

pi = yi p

Sedangkan Roult menyatakan bahwa tekanan parsial dalam fase uap berkaitan
dengan tekanan uap dan komposisinya (fraksi mol) dalam fase cair sebagaimana
dinyatakan dalam persamaan sebelumnya.

pi = xi pi*

Gambar (5-4): Konstanta Kesetimbangan Hidrokarbon pada suhu tinggi

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


59

Dengan menggabungkan persamaan Dalton dan Raoult diperoleh suatu


pernyataan untuk menjelaskan campuran uap dan cairan ideal dalam keadaan
stimbang sebagai berikut.
n n n
p = ∑ p i = ∑ y i p = ∑ x i .p *i
1 1 1

dan untuk komponen tunggal

yi p = xipi*

Jika suatu cairan ditempatkan dalam sebuah wadah yang tertutup rapat, molekul-
molekul cairan akan menguap ke atas permukaan cairan dan memenuhi seluruh
ruangan di atas cairan tersebut. Setelah beberapa saat kesetimbangan akan
dicapai. Uap tersebut akan memberikan tekanan seperti halnya gas, dan ini disebut
sebagai tekanan uap cairan. Besarnya tekanan uap tidak tergantung pada jumlah
cairan dalam wadah tersebut. Dengan demikian tekanan uap dapat dinyatakan
sebagai tekanan yang diberikan oleh uap yang dalam kesetimbangan dengan
cairannya (dalam keadaan jenuh) pada suhu tertentu.
Tekanan uap pi* suatu komponen adalah sifat fisis yang unik dari komponen
(tidak ada duanya) dan merupakan suatu fungsi dari suhu. Tekanan uap meningkat
harganya dengan meningkatnya suhu. Komponen yang mempunyai tekanan uap
lebih tinggi dari komponen lainnya dinyatakan bahwa komponen tersebut relatif
lebih mudah menguap (lebih volatile). Tekanan uap untuk brbagai zat dapat
ditentukan dari tabel atau grafik dalam berbagai pustaka. Hubungan antara
tekanan uap dan suhu, Oleh Antoine dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut.

B
log p *i = A -
C+t

dimana A, B, dan C adalah konstanta untuk suatu komponen tertentu pada rentang
suhu yang relatif sempit (biasanya tidak lebih dari 100 oC). Harga konstanta
tersebut untuk berbagai macam senyawa dapat ditentukan berdasarkan data
tekanan uap pada berbagai suhu. Dreisbach, API Project Report, Perry, dan
beberapa ilmuwan lainnya telah menurunkan konstanta Antoine berdasarkan data

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


60

tekanan uap pada berbagai suhu. Konstanta Antoine untuk beberapa senyawa
dapat dilihat dalam tabel (5-1).

Tabel (5-1): Konstanta Antoine

Senyawa Konstanta Antoine


A B C
Acetylene 8.28096 923.449 254.960
Benzene 6.96477 1240.810 223.781
1,2-Butadiene 6.77025 988.103 235.485
1,3-Butadiene 6.90060 946.081 239.855
n-Butane 6.80835 937.107 239.095
i-Butane 6.78433 895.586 241.223
1-Butene 6.84242 926.468 240.197
cis-2-Butene 6.90140 972.941 238.297
trans-2-Butene 6.84190 949.613 238.829
Ethane 6.78960 653.819 255.834
Ethanol 8.10872 1581.831 224.104
Ethylbenzene 6.95670 1423.700 213.120
Ethylene 6.88202 619.855 258.703
n-Hexane 6.91038 1187.179 225.947
n-Heptane 6.95620 1298.944 220.304
2-Heptene 6.88929 1278.428 220.285
1-Hexene 6.87447 1167.596 226.460
Methane 6.94083 437.614 269.685
Methanol 7.81604 1440.028 226.707
n-Nonane 7.03465 1501.408 210.348
n-Octane 7.01704 1409.155 215.136
1,3-Pentadiene 6.93627 1107.372 231.001
1,4-Pentadiene 6.85674 1035.508 234.041
n-Pentane 6.85685 1066.400 232.141
i-Pentane 6.80518 1026.136 233.718
1-Pentene 6.84532 1044.375 233.281
Propane 6.81021 805.180 246.999
n-Propanol 8.22986 1702.136 220.418
i-Propanol 8.26422 1646.386 223.325
Propylene 6.85455 796.074 248.063
Toluene 6.93637 1332.421 217.986
Water 7.90050 1599.836 220.000
2-Xylene 6.96063 1452.541 211.564
3-Xylene 6.96645 1436.981 212.571
4-Xylene 6.95064 1428.740 212.723
Nitrogen 7.35335 357.674 276.202
CO2 8.97082 1070.445 253.858
H2S 7.42363 862.544 250.476
Oksigen 7.14510 386.253 273.789

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


61

Menurut Dreisbach, konstanta C dapat ditentukan dengan menggunakan


persamaan berikut.

C = 239 – 0,19 tB

Dimana tB adalah titik didih normal.


Sedangkan untuk menentukan harga konstanta A dan B dapat dilakukan dengan
menganalogikan persamaan Antoine menjadi persamaan yang dapat
disederhanakan untuk diturunkan dan diintegralkan kembali. Persamaan Antoine
yang non linier dapat dianalogikan menjadi persamaan linier sebagai berikut.

B
log p *i = A - → y=A-x
C+t

Jika persamaan linier tersebut diturunkan, maka akan menjadi

y=A-x → dy = - dx

B
x= → dx = - B U -2 dU
U

U=t+C → dU = dt

Jika persamaan sebelumnya diintegralkan maka akan diperoleh:


U2 t2
∫ dU = ∫ dt
U1 t1

U2 – U1 = t2 – t1

(t2 + C) – (t1 + C) = t2 – t1
y2 U2
∫ dy = B ∫ U dU → y 2 - y 1 = - B (U -21 - U 1-1 )
-2

y1 U1

⎛ 1 1 ⎞⎟
y 2 - y1 = B (U1-1 - U -21 ) = B ⎜ -
⎜ t +C t +C⎟
⎝ 1 2 ⎠

y -y
2 1 ⎛ log p *2 log p1* ⎞
B= = ⎜⎜ - ⎟⎟
1 1 ⎝ 1
t + C t + C ⎠
- 2
t1 + C t 2 + C

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


62

log (p 2 /p1 )
B12 =
1 1
-
t1 + C t 2 + C

Contoh 5-3:
Berikut adalah data suhu dan tekanan uap ethane dan propane.
Suhu didih, oC
Tekanan, mmHg
Ethane Propane
40 -129,8 -92,4
100 -119,3 -79,6
760 -88,6 -42,1
Tentukan suhu didih kedua senyawa tersebut pada tekanan 3000 mmHg dengan
menggunakan persamaan Antoine.

Penyelesaian
Konstanta Antoine ethane ditentukan dengan langkah-langkah perhitungan seperti
berikut:

C = 239 – 0,19 tB = 239 – 0,19 x (-88,6) = 255,834

log (p 2 /p1 ) log (100/40)


B12 = = = 652,164
1 1 1 1
- -
t 1 + C t 2 + C - 129,8 + 255,834 - 119,3 + 255,834

log (p 3 /p1 ) log (760/40)


B13 = = = 654,187
1 1 1 1
- -
t 1 + C t 3 + C - 129,8 + 255,834 - 88,6 + 255,834

log (p 3 /p 2 ) log (760/100)


B 23 = = = 655,105
1 1 1 1
- -
t 2 + C t 3 + C - 119,3 + 255,834 - 88,6 + 255,834

652,164 + 654,187 + 655,105


B AV = = 653,819
3

B B
log p *i = A - → A = log p *i +
t+C t+C

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


63

653,819
A1 = log 40 + = 6,78970
- 129,6 + 255,834

653,819
A 2 = log 100 + = 6,78869
- 119,3 + 255,834

653,819
A 3 = log 760 + = 6,79042
- 88,6 + 255,834

6,78970 + 6,78869 + 6,79042


A AV = = 6,78960
3

Konstanta Antoine untuk propane dapat dihitung dengan cara yang sama dan
hasilnya ditunjukkan dalam tabel berikut:

Konstanta Antoine
Senyawa
A B C
Ethane 6,78960 653,819 255,834
Propane 6,81021 805,180 246,999

Suhu didih ethane pada tekanan 3000 mmHg

B 653,819
t= *
-C= - 255,834 = - 58,45 o C
A - log p i 6,78960 - log 3000

Suhu didih propane pada tekanan 3000 mmHg

B 805,180
t= *
-C= - 246,999 = - 5,43 o C
A - log p i 6,81021 - log 3000

6. PROSES DAN PERALATAN DISTILASI


Di dalam proses distilasi melibatkan penggunaan panas untuk penguapan dan
pelepasan panas untuk pengembunan. Seperti yang terlihat dalam Gambar (5-5)
menunjukkan terjadinya penguapan dan pengembunan yang dialami dalam proses
distilasi.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


64

Berdasarkan suatu kenyataan, bahwa


campuran dalam fase uap banyak
mengandung komponen yang titik
didihnya lebih rendah. Sebaliknya,
campuran dalam fase cair banyak
mengandung komponen yang titik
didihnya lebih tinggi. Oleh karena itu,
ketika uap didinginkan dan
Gambar (5-5): Proses Distilasi mengembun, kondensat yang dihasilkan
banyak mengandung komponen yang
lebih mudah menguap.

Pada saat yang sama, campuran semula yang didistilasi akan berkurang
kandungan komponen ringannya, dalam hal ini sering dikenal dengan istilah
“residu”.
Untuk mendapatkan tingkat kemurnian yang tinggi, kolom distilasi harus
dirancang untuk mendapatkan hasil pemisahan yang efektif dan efisien. Oleh
karena itu banyak kolom distilasi yang dirancang dengan menggunakan sistem
pemisahan bertingkat.
Meskipun banyak orang telah mengetahui apa arti distilasi, namun perlu diktehui
juga aspek-aspek penting yang berikut ini, bahwa:

• Distilasi adalah teknik pemisahan yang paling banyak digunakan


• Distilasi memerlukan energi untuk penguapan maupun pengembunan
• 50 % lebih dari biaya operasi pabrik adalah untuk distilasi

Cara terbaik untuk menurunkan biaya operasi adalah dengan meningkatkan


efisiensinya hingga mencapai titik optimum. Untuk melakukan hal tersebut perlu
memahami dasar-dasar distilasi dan bagaimana sesungguhnya sistem distilasi
dirancang. Beberapa hal dalam istilah yang digunakan sebagai dasar untuk
memahami dasar-dasar distilasi adalah sebagai berikut:

• Jenis kolom
• Peralatan pokok dan operasinya

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


65

• Bahan konstruksi kolom


• Reboiler
• Kesetimbangan uap-cairan
• Perancangan kolom distilasi
• Faktor-faktor yang mempengaruhi operasi kolom

6.1. Jenis Kolom Distilasi


Banyak jenis kolom distilasi yang dirancang untuk melakukan pemisahan dengan
tujuan tertentu dan sesuai dengan tingkat kesulitannya. Salah satu cara yang
digunakan untuk mengklasifikasikan kolom distilasi adalah berdasarkan cara
operasinya, yakni batch-column atau continuous-column.

Batch-Column
Cara pengoperasian batch-column dilakukan dengan memasukkan umpan ke
dalam kolom kemudian umpan diuapkan hingga mencapai suhu tertentu untuk
menghasilkan produk yang dikehendaki telah tercapai. Setelah itu sisa penguapan
di keluarkan dari kolom sampai bersih. Selanjutnya kolom diisi umpan lagi dan
dilakukan penguapan lagi seperti sebelumnya, dan cara ini dilakukan berualng-
ulang.

Continuous-Column
Umpan dimasukkan ke dalam kolom secara terus-menerus, demikian pila hasil
distilasi dikeluarkan dari kolom secara terus-menerus. Cara operasi seperti ini
banyak diterapkan karena lebih efektif dan efisien (lebih cepat dan lebih murah).
Continuous-column dapat diklasifikasikan lagi sesuai dengan jumlah komponen
umpannya, jumlah pruduknya, letak masuknya umpan tambahan, dan jenis alat
kontak yang berada di dalam kolom.

Sesuai dengan jumlah komponen umpannya:


Binary column: umpannya hanya mengandung dua komponen.
Multi-component column: umpannya mengandung lebih dari dua komponen.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


66

Sesuai dengan jumlah produknya:


Multi-product column: kolom mempunyai lebih dari dua aliran produk.

Sesuai dengan letak masuknya umpan tambahan:


Extractive distillation: letak masuknya umpan berada di daerah aliran produk
bawah (bottom).
Azeotropic distillation: letak masuknya umpan berada di daerah aliran produk atas
(top).

Sesuai dengan jenis alat kontak yang berada di dalam kolom:


Tray column: alat kontak yang digunakan untuk mempertahankan kontaknya
cairan dan uap di dalam kolom berupa tray.
Packed column: alat kontak yang digunakan untuk mempertahankan kontaknya
cairan dan uap di dalam kolom berupa packing.

6.2. Peralatan Pokok dan Operasinya


Kolom distilasi dibuat berikut beberapa komponennya yang masing-masing
digunakan untuk mentransfer panas maupun masa selama proses distilasi
berlangsung. Beberapa komponen peralatan pokok distilasi yang dimaksud
adalah:
Vertical shell: dimana pemisahan komponen-komponen cair dilakukan.
Tray/plate dan/atau packing: yang berfungsi untuk menajamkan pemisahan
komponen.
Reboiler: untuk menguapkan kembali produk bawah yang akan dikembalikan lagi
ke dalam kolom.
Condenser: untuk mengembunkan uap yang meninggalkan puncak kolom.
Reflux drum: untuk menampung kondensat yang akan di kembalikan lagi kedalam
kolom.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


67

Sebuah vertical shell


yang di dalamnya
dilengkapi dengan alat
kontak (misalnya bubble
cap tray, valve tray, sieve
tray, atau jenis tray yang
lain), condenser, reflux
drum, dan reboiler
dikenal sebagai sebuah
kolom distilasi yang
Gambar (5-6): Kolom Distilasi secara skematik
ditunjukkan dalam
Gambar (5-6).

6.3. Operasi Dasar dan Terminologi


Campuran cairan yang diproses dikenal sebagai umpan (feed) dan biasanya
diumpankan dekat dengan pertengahan kolom menuju ke sebuah tray yang
dikenal sebagai feed tray. Feed tray berada di antara dua bagian, bagian di atas
feed tray dikenal dengan istilah enriching atau rectification section, dan bagian di
bawah feed tray dikenal dengan istilah stripping section.

Gambar (5-7): Stripping section

Feed yang mengalir ke bawah dan terkumpul di bagian dasar kolom ditarik keluar
dan sebagian menuju ke reboiler untuk dikembalikan lagi ke dalam kolom,
perhatikan Gambar (5-7).

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


68

Panas dipasok ke reboiler untuk menguapkan cairan yang berada di dalam reboiler
sebelum menuju ke kolom. Sumber panas yang digunakan sebagai pemanas di
dalam reboiler biasanya steam. Di dalam refinery banyak dijumpai steam bekas
(exhaust steam) dan lebih ekonomis jika steam ini yang digunakan sebagai media
pemanas. Sebagian cairan yang ditarik dari bagian dasar kolom dan tidak
dikembalikan lagi ke kolom melalui reboiler dikenal sebagai bottom product atau
simply bottom.

Gambar (5-8): Enriching section

Uap yang keluar meninggalkan bagian puncak kolom didinginkan di dalam


condenser untuk diembunkan. Kondensat yang dihasilkan daricondenser di
tampung di dalam sebuah bejana yang dikenal sebagai reflux drum. Sebagian dari
cairan dikembalikan ke bagian puncak kolol dan dikenal sebagai reflux.
Sedangkan sebagian lainnya yang tidak dikembalikan dikenal sebagai distillate
atau top product.
Dengan demikian ada internal flow yang berupa uap dan cairan di dalam kolom
dan external flow berupa umpan dan produk di luar kolom.

6.4. Internal Colums


6.4.1. Tray dan Plate
Istilah “tray” dan “plate” digunakan secara bergantian. Ada berbagai macam
rancangan tray yang tersedia di pasaran, tetapi salah satu yang paling banyak
digunakan di antaranya adalah bubble cap tray, valve tray dan sieve tray. Tidak
semua jenis tray cocok untuk menangani berbagai macam cairan yang akan
didistilasi, tetapi harus dipilih yang sesuai dengan karakteristik campuran cairan

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


69

yang akan didiatilasi dan juga yang tidak kalah pentingnya adalah dengan
mempertimbangkan hidrodinanikanya.

Bubble cap tray


Sebuah bubble cap tray seperti yang terlihat dalam Gambar (5-9) mempunyai riser
atau chimney yang terpasang pada setiap lubang, dan sebuah cap (mangkok) yang
menutupi riser.

Gambar (5-9): Bubble cap tray

Cap dipasang sedemikian rupa sehingga ada suatu jarak antara riser dan cap untuk
memberikan jalan uap yang melewatinya. Uap naik melalui chimney dan
diarahkan oleh cap untuk membelok ke bawah menuju ke lubang kecil (slot) yang
terdapat di ujung bibir cap. Di dalam slot inilah uap melakukan kontak dengan
cairan dan menimbulkan gelembung-gelembung uap, dan di sini pula transfer
panas dan transfer masa terjadi.

Valve tray
Di dalam valve tray seperti yang terlihat dalam Gambar (5-10), terdiri dari
lubang-lubang yang ditutupi oleh liftable caps (yaitu mangkok-mangkok yang
dapat terangkat karena tekanan uap.
Jika tekanan uap cukup akan mengankat valve, tetapi jika tekanan uap tidak
mencukupi valve akan turun merapat dengan lubang tray. Dengan demikian
kemungkinan cairan mengalir melalui lubang-lubang tray dapat dihindari. Uap
naik melalui lubang-lubang tersebut dan mengangkat cap, dengan demikian akan
menimbulkan luasan celah aliran untuk lewatnya tersebut.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


70

Dengan terangkatnya cap akan


mengarahkan uap untuk mengalir
secara horisontal menembus cairan
yang ada didekatnya. Oleh karena itu
menimbulkan pencampuran antara uap
dan cairan yang lebih baik daripada
Gambar (5-10): Valve tray
yang dilakukan di dalam sieve tray.

Sieve tray
Sieve tray seperti yang terlihat dalam Gambar (5-11) adalah pelat biasa yang
diberikan lubang-lubang kecil sebagai jalan lewatnya uap. Uap naik ke atas lurus
melalui lubang-lubang tersebut dan kontak dengan cairan yang berada di atas
plate. Supaya tidak terjadi tetesan cairan melalui lubang tersebut maka tekanan
uap harus cukup untuk melawan tekanan hidrostatis yang ditimbulkan sesuai
dengan ketinggian cairan di atas plate.
Susunan, jumlah, dan ukuran lubang
merupakan parameter penting dalam
perancangan. Karena rentang
operasinya yang cukup luas, maka dari
segi pemeliharaannya yang cukup
mudah, dan faktor biasa, maka sieve
tray dan valve tray sering digunakan
sebagai pengganti bubble cap tray
Gambar (5-11): Sieve tray dalam beberapa hal.

Gambar (5-12) dan (5-13) menunjukkan arah aliran uap dan cairan pada
penampang sebuah tray dan sebuah kolom. Setiap tray mempunyai dua buah
saluran (satu pada setiap sisi), saluran tersebut dikenal dengan istilah downcomer.
Cairan mengalir turun secara gravitasi melalui downcomer dari satu tray ke tray di
bawahnya.
Sebuah weir (tanggul) juga dipasang di atas tray yang digunakan untuk menjamin
agar di atas tray selalu ada genangan cairan (liquid holdup). Dengan

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


71

mempetahankan genangan cairan pada ketinggian tertentu dimaksudkan agar uap


dan cairan selalu kontak. Tingginya genangan cairan di atas tray harus sesuai
dengan permukaan cairan yang dapat menutupi slot.

Gambar (5-12): Lintasan uap dan cairan di dalam kolom

Aliran uap di dalam kolom yang mendesak cairan melalui lubang-lubang tray
efektifitasnya tergantung pada luasnya seluruh lubang yang dilaluinya. Luasnya
seluruh lubang yang dilalui uap setiap tray dikenal sebagai active tray area.

Gambar (5-13) menunjukkan foto dari


sebuah kolom dalam sekala kecil yang
dilengkapi dengan bubble cap tray.
Tampak di dalam kolom tersebut
dilengkapi dengan pipa kecil
merupakan downcomer. Besar-kecilnya
hamburan cairan di atas tray tergantung
dari banyaknya uap yang menembus
Gambar (5-13): Kolom sekala kecil lubang-lubang tray.

Uap yang lebih panas menembus cairan di atas tray sambil mentrasfer panasnya
ke cairan yang lebih rendah suhunya. Oleh karena itu sebagian uap akan
mengembun dan sebagian cairan ikut menguap. Hal ini dapat dikatakan bahwa

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


72

komponen berat didalam uap dan komponen ringan di dalam cairan akan
berkurang jumlahnya. Sebagian uap yang belum terkondensasi bersama-sama
dengan uap yang dihasilkan dari cairan terus menuju ke tray di atasnya,
sedangkan cairan yang tidak teruapkan bersama-sama dengan kondensat yang
dihasilkan dari pengembunan uap terus menuju ke tray di bawahnya. Demikian
seterusnya kontak antara caairan dan uap dilakukan pada setiap tray, sehingga
pemisahan komponen semakin tajam untuk mendapatkan hasil distilasi dengan
tingkat kemurnian yang tinggi.
Sebuah tray sesungguhnya merupakan sebuah kolom mini, yang masing-masing
melakukan tugas pemisahan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa semakin
banyak jumlah tray akan semakin banyak tingkat pemisahannya, dan semakin
tinggi tingkat kemurnian hasilnya, dan efisiensi secara keseluruhan secara
signifikan tergantung pada perancangan tray.
Tray dirancang untuk memaksimalkan kontak antara uap dan cairan dengan
mempertimbangkan distribusi cairan dan distribusi uap pada tray. Karena,
semakin baik kontak antara uap dan cairan akan semakin baik pemisahan pada
setiap tray, dan semakin baik pula kinerja kolom. Semakin sedikit jumlah tray
yang diperlukan untuk mendapatkan tingkat pemisahan yang sama, semakin kecil
energi yang dibutuhkan, dan semakin murah biaya konstruksinya.
Dewasa ini ada kecenderungan untuk memperbaiki tingkat pemisahan (kinerja
kolom) dengan cara menambahkan packing dalam pemakaian tray. Hal ini sudah
banyak dilakukan dan menunjukkan keberhasilannya.

6.4.2. Packing
Packing, beberapa diantaranya seperti yang terlihat dalam Gambar (5-14) adalah
peralatan pasive (passive devices) yang dirancang untuk meningkatkan luas
permukaan antara uap dan cairan yang saling melakukan kontak.
Bentuk packing dibuat sedemikian rupa dengan maksud untuk mendapatkan
kontak antara uap dan cairan lebih baik ketika sejumlah packing ditempatkan di
packed section di dalam sebuah kolom. Ketebalan tumpukan packing yang

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


73

diletakkan pada packed section diperhitungkan agar jangan sampai menimbulkan


penurunan tekanan (pressure drop) yang berlebihan.

Gambar (5-14): Beberapa macam packing

Hal ini harus betul-betul diperhatikan karena semakin tinggi pressure drop akan
mengakibatkan semakin besar energi yang dibutuhkan untuk mendorong uap naik
di dalam kolom distilasi.
Sebuah tray column yang menghadapi persoalan terbatasnya kapasitas untuk
memisahkan komponen-komponennya, dapat diatasi dengan mengganti sebagian
atau seluruh tray dengan packing. Hal ini dikarenakan:

• Packing menyediakan luas permukaan kontak antara uap dan cairan lebih
besar
• Efisiensi pemisahannya bertambah untuk ketinggian kolom yang sama
• Packed column lebih pendek dari pada trayed column

Packed column disebut sebagai continuous-contact columns, sedangkan trayed


column disebut sebagai staged-contact column.

6.5. Reboilers
Ada beberapa macam perancangan reboiler yang banyak diaplikasikan dalam
proses separasi yang khususnya distilasi, dan kadang-kadang ada juga yang diluar
lingkup prinsip-prinsip perancangan. Tetapi, semuanya itu dapat dipandang
sebagai alat penukar panas yang diperlukan untuk mentransfer panas ke cairan
yang keluar dari dasar kolom hingga mencapai titik didihnya. Terlihat dalam

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


74

gambar (5-15) dan (5-16) berikut menunjukkan contoh beberapa macam reboiler
yang banyak digunakan dalam proses distilasi.
Dalam perkembangan perancang reboiler telah mengalami kemajuan pesat.
Sebagai contoh misalnya, Klarex Technology telah mengembangkan sebuah
reboiler yang dikenal dengan nama self-cleaning shell-and-tube heat exchanger
yang mana untuk membersihkan permukaan pemanasnya dapat dilakukan secara
mudah dengan menggunakan partikel yang dimasukkan ke dalam reboiler
bersama-sama dengan cairan.

Gambar (5-15): Macam-macam reboiler

Suatu sistem distribusi yang unik di bagian inlet channel memungkinkan


campuran partikel dan cairan terdistribusi secara merata ke dalam seluruh tube.
Dari bagian outlet channel partikel dibawa menuju ke separator di mana partikel
dipisahkan dari cairan dan kemudian dikembalikan lagi melalui external
downcomer menuju control channel. Dari sini dilewatkan sebuah connecting line

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


75

yang berada diantara control channel dan inlet channel, yang selanjutnya menuju
inlet channel.

Aliran partikel diaktifkan oleh control


liquid flow, yang mana sebagian dari
aliran cairan dimasukkan ke dalam
exchanger.
Dengan mengubah control liquid flow,
maka intensitas pembersihan dapat
divariasikan. Jika dikehendaki,
pembersiahn juga dapat dilakukan
secara berkala (intermitent).

Gambar (5-16): Self-cleaning reboiler

7. DASAR-DASAR DISTILASI
Telah disebutkan sebelumnya bahwa pemisahan komponen-komponen suatu
campuran cairan dengan proses distilasi tergantung pada perbedaan titik didih dari
masing-masing komponen. Juga tergantung pada konsentrasi komponen-
komonen yang ada. Oleh karena itu, proses distilasi tergantung pada karakteristik
tekanan uap campuran.

7.1. Tekanan uap dan titik didih


Tekanan uap suatu cairan pada suatu sushu tertentu adalah tekanan kesetimbangan
yang ditimbulkan oleh molekul-molekul yang meninggalkan dan memasuki
permukaan cairan, atau dapat dikatakan bahwa jumlah masa cairan yang diuapkan

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


76

sama dengan jumlah masa uap yang diembunkan. Di sini ada beberapa hal penting
yang berkaitan dengan tekanan uap yang perlu difahami, yakni:

• Energi yang ditambahkan akan menaikkan tekanan uap


• Tekanan uap berkaitan dengan titik didih

• Suatu cairan dikatakan mendidih apabila tekanan uapnya sama dengan


tekanan sekitarnya atau dengan kata lain titik didih suatu cairan tergantung
volatilitasnya.
• Cairan dengan tekanan uap tinggi (cairan yang mudah menguap) akan
mendidih pada suhu yang lebih rendah.
• Tekanan uap dan titik didih suatu campuran cairan tergantung pada
komposisi campuran tersebut.
• Distilasi terjadi karena perbedaan volatilitas komponen-komponen yang
ada di dalam suatu campuran.

7.2. Diagram titik didih


Apa yang terlihat di dalam diagram titik didih menunjukkan bagaimana komposisi
kesetimbangan dari komponen-komponen dalam suatu campuran cairan berubah
dengan perubahan suhu pada tekanan tertentu. Sebagai contoh, misalnya suatu
campuran cairan mengandung 2 komponen (A dan B) yang dikenal dengan istilah
campuran biner, yang mana komponen A lebih mudah menguap (volatile)
disbanding komponen B, mempunyai diagram titik didih seperti yang terlihat
dalam Gambar (5-17).
Titik didih komponen A diibaratkan sebagai suhu didih yang harga fraksi mol
komponen A sama dengan 1 (satu), dan titik didih komponen B diibaratkan
sebagai suhu didih yang harga fraksi mol komponen A sama dengan 0 (nol).
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa komponen A lebih mudah
menguap (volatile), maka komponen A mempunyai titik didih relative lebih
rendah dari pada komponen B. Kurva yang berada di atas pada diagram ini
disebut sebagai garis uap jenuh dimana titik-titik embun (dew points) berbagai
komposisi dalam fase uap terletak pada garis tersebut, sedangkan kurva yang ada

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


77

di bawah disebut sebagai garis cairan jenuh dimana titik-titik didih (boiling
points) berbagai komposisi dalam fase cair terletak pada garis tersebut.

Titik embun adalah suhu di mana


uap jenuh mulai mengembun,
sedangkan titik didih adalah suhu
di mana cairan jenuh mulai
mendidih. Daerah di atas kurva
titik embun menunjukkan
komposisi kesetimbangan uap
lewat jenuh (superheated vapor),
sedangkan daerah di bawah
kurva titik didih menunjukkan
komposisi kesetimbangan cairan
Gambar (5-17): Diagram titik didih lewat jenuh (subcooled liquid).

Sebagai contoh, jika suatu cairan lewat jenuh dengan fraksi mol komponen A =
0,4 (titik A) dipanaskan, maka konsentrasinya tetap konstan sampai mencapai titik
didihnya (titik B), dan pada saat ini pula ia mulai mendidih. Uap secara
berangsur-angsur terus dihasilkan tanpa diikuti perubahan suhu sampai mencapai
komposisi kesetimbangannya di titik C, dan menunjukkan fraksi mol komponen A
di dalam fase uap sekitar 0,8. Perbedaan komposisi antara uap dan cairan inilah
yang digunakan sebagai dasar operasi distilasi.

7.3. Volatilitas relatif


Volatilitas relatif (relative volatility) adalah suatu tolok ukur untuk menunjukkan
perbedaan bolatilitas dan sekaligus perbedaan titik didih dari kedua komponen
dalam suatu campuran. Hal ini menunjukkan juga tingkat kesulitan atau
kemudahan untuk dipisahkan dengan cara distilasi. Volatilitas relatif komponen
“i” terhadap komponen “j” dinyatakan sebagai berikut.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


78

y i /x i
α ij =
y j /x j

dimana:
yi = fraksi mol komponen “i” di dalam fase uap
xi = fraksi mol komponen “j” di dalam fase cair

Jika volatilitas relatif kedua komponen tersebut mendekati satu, maka ini suatu
indikasi bahwa kedua komponen tersebut mempunyai tekanan uap yang hampir
sama. Ini berarti bahwa kedua komponen tersebut mempunyai titik didih yang
hampir sama, dan sudah barang tentu sulit untuk memisahkannya dengan cara
distilasi.

7.4. Kesetimbangan uap-cairan


Kolom distilasi dirancang berdasarkan pada titik didih yang dimiliki oleh
komponen-komponen yang ada dalam suatu campuran yang akan dipisahkan.
Oleh karena itu diameter dan tinggi kolom distilasi ditentukan oleh data
kesetimbangan uap-cairan (vapor liquid equilibrium, VLE) dalam campuran.

Data kesetimbangan uap-cairan


dapat diperoleh dari diagram titik
didih atau dari literatur yang
memuat data empiris lainnya.
Data kesetimbangan uap-cairan
campuran biner sering ditampilkan
sebagai sebuah plot seperti yang
terlihat dalam Gambar (6-18).

Gambar (5-18): Diagram kesetimbangan


uap-cairan

Diagram kesetimbangan uap-cairan menyatakan hubungan antara komposisi


komponen-komponen dalam fase uap dan fase cair dari suatu campuran biner

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


79

pada tekanan konstan. Garis lengkung dalam plot tersebut dikenal sebagai garis
kesetimbangan (equilibrium line) dan menjelaskan komposisi cairan dan uap
dalam kesetimbangan pada tekanan tertentu. Dalam gambar (5-18) tersebut juga
menunjukkan suatu campuran biner yang mempunyai suatu kesetimbangan uap-
cairan yang seragam, yaitu reltif mudah untuk dipisahkan karena bentuk kurva
kesetimbangannya berupa garis lengkung yang beraturan.
Tampak dalam gambar berikutnya, yaitu Gambar (5-19) yang menunjukkan dua
buah plot kesetimbangan uap-cairan untuk sistem non-ideal yang lebih sulit
pemisahannya, hal ini ditunjukkan oleh bentuk kurva yang meruncing di bagian
ujung bawah maupun ujung atas. Sempitnya daerah yang dibatasi antara garis
kesetimbangan dan garis diagonal menunjukkan tingkat kesulitan pemisahannya.
Semakin sempit berarti semakin sulit pemisahannya.

Gambar (5-19): Diagram kesetimbangan uap-cairan sistem non ideal

Ada satu istilah lagi yang cukup penting untuk difahami adalah istilah sistem
azeotopik, bahwa untuk sistem azeotropik mempunyai kurva kesetimbangan uap-
cairan yang berbeda dengan sistem yang telah dibahas sebelumnya. Kurva
kesetimbangan uap-cairan sistem azeotropik ditunjukkan seperti yang terlihat
dalam Gambar (5-20).
Pengertian sistem azeotropik adalah suatu campuran cairan yang apabila diuapkan
menghasilkan komposisi di dalam fase uapnya yang sama sebagaimana komposisi
di dalam fase cairannya. Dua buah plot kesetimbangan uap-cairan seperti yang
terlihat dalam Gambar (5-20) tersebut menunjukkan dua sistem azeotropik yang

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


80

berbeda. Yang satu (disebelah kiri) mempunyai titik didih maksimum dan yang
satu lainnya (di sebelah kanan) mempunyai titik didih minimum.

Gambar (5-20): Diagram kesetimbangan uap-cairan sistem azeotripik

Di dalam kedua plot tersebut terlihat bahwa kurva kesetimbangan uap-cairan


memotong garis diagonal, dan titik perpotongannya dikenal sebagai titik
azeotropik, atau dapat dikatakan bahwa campuran azeotrop terjadi (komposisi
dalam fase uapnya sama sebagaimana komposisi di dalam fase cairannya).

Seperti yang terlihat jelas


dalam Gambar (5-21) juga
menunjuk-kan sistem
azeotropik, dalam hal ini
dikenal dengan istilah
heteronenous azeotropic.
Untuk mengetahui bahwa suatu
campuran termasuk katagori
heterogenous azeotropic atau
Gambar (5-21): Diagram kesetimbangan tidak dapat diketahui dari
uap-cairan sistem heterogenous azeotropic
kurva kesetimbangannya.

Jika pada kurva kesetimbangannya terdapat bagian yang mendatar, maka sistem
tersebut dikenal sebagai heterogenous azeotropic, perhatikan Gambar (5-21).

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


81

Untuk memisahkan komponen-komponen yang ada dalam sistem heterogenous


azeotropic harus dilakukan dengan dua buah kolom distilasi karena kedua
komponen tersebut biasanya membentuk dua fase cair dengan suatu perbedaan
komposisi yang cukup jauh. Kedua fase cair tersebut dapat dipisahkan secara
mudah dengan menggunakan tangki pengendap (settling tank) pada kondisi
tertentu.

7.5. Titik Didih dan Titik Embun


Titik didih (boiling point) zat murni nilainya sama dengan titik embunnya (dew
point). Titik didih suatu campuran dapat dicapai apabila memenuhi criteria
berikut:
Z
∑ yi = y A + y B + y C + .......... + y Z = 1
i=A

Sedangkan titik embun campuran dapat dicapai apabila memenuhi kriteria


berikut:
Z
∑ xi = x A + x B + x C + .......... + x Z = 1
i=A

8. PERANCANGAN KOLOM DISTILASI


Sebagaimana telah disinggung pada pembahasan sebelumnya, kolom distilasi di
rancang dengan menggunakan data kesetimbangan uap-cairan suatu campuran
yang akan dipisahkan. Karakteristik kurva kesetimbangan uap-cairan (ditunjukkan
oleh bentuk kurva kesetimbanganya) suatu campuran akan menentukan jumlah
tingkat pemisahannya, dalam hal ini jumlah tray yang diperlukan untuk
pemisahan. Salah satu metoda yang cukup banyak diterapkan untuk menentukan
jumlah tray yang diperlukan untuk distilasi campuran biner adalah metoda
McCabe-Thiele.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


82

8.1. Metoda McCabe-Thiele


Pendekatan metoda McCabe-Thiele adalah dengan cara grafis, yaitu
menggunakan sebuah diagram kesetimbangan uap-cairan untuk menentukan
jumlah tray teoritis yang diperlukan untuk memsisahkan suatu campuran biner.
McCabe-Thiele membuat asumsi bahwa di dalam kolom terjadi luapan aliran
molar konstan (constant molar overflow) yang berarti bahwa:

• Panas penguapan molal komponen-komponennya dianggap sama


• Pengaruh panas (panas pelarutan dan panas yang hilang) diabaikan
• Untuk setiap mol uap yang diembunkan mengembunkan satu mol cairan

Prosedur perancangannya cukup sederhana. Dari diagram kesetimbangan yang


telah diketahui, pertama kali ditarik garis operasi. Garis operasi yang menyatakan
neraca masa menghubungkan antara fase cair dan fase uap di dalam kolom.
Ada dua buah garis operasi yang dapat ditarik dari diagram kesetimbangan. Satu
adalah garis operasi untuk bagian atas kolom yang disebut sebagai garis operasi
rektifikasi (rectification or enriching operating line), dan satu lainnya adalah garis
operasi untuk bagian bawah kolom yang disebut sebagai garis operasi pelucutan
(stripping operating line).

8.2. Garis operasi untuk bagian rektifikasi


Garis operasi untuk bagian rektifikasi (garis operasi enriching) dibuat dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
• Langkah pertama harus dietapkan terlebih dahulu titik yang menyatakan
komposisi produk puncak yang diinginkan (dalam hal ini xD) pada sumbu
absis dalam diagram kesetimbangan uap-cairan seperti yang terlihat dalam
Gambar (5-22).
• Dari titik xD yang menyatakan komposisi produk puncak tersebut ditarik
sebuah garis lurus vertikal hingga memotong garis diagonal dan tetapkan
titik perpotongannya.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


83

• Tetapkan slope garis operasi rektifikasi yang diperoleh dari persamaan


neraca bahan komponen di bagian puncak kolom yang besarnya sama
dengan R/(R+1).
• Untuk menarik garis operasi rektifikasi juga dapat dilakukan dengan cara
menetapkan intersep garis operasi rektifikasi yang tentunya juga diperoleh
dari persamaan neraca bahan komponen di bagian puncak kolom yang
besarnya sama dengan xD/(R+1).
• Dari titik perpotongan tersebut dilakukan penarikan garis operasi
rektifikasi dengan slope R/(R+1) atau dengan cara menghubungkan titik
perpotongan antara garis diagonal dan garis vertical dari xD dengan titik
intersep xD/(R+1) di sumbu ordinat.

Gambar (5-22): Cara membuat garis operasi rektifikasi

Perlu diketahui bahwa notasi “R” menunjukkan harga perbandingan laju alir
reflux (L) terhadap laju alir distillate (D) atau R = L/D yang dikenal dengan istilah
reflux ratio. Harga R (reflux ratio) digunakan sebagai tolok ukur untuk
menentukan seberapa banyak masa yang mengalir menuju bagian puncak kolom
dikembalikan lagi ke kolom sebagai reflux.
Besar-kecilnya harga R akan menentukan seberapa banyak jumlah tray atau
tingkat kontak uap-cairan yang dibutuhkan. Jika garis operasi rektifikasi

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


84

berhimpit dengan garis diagonal menunjukkan bahwa semua distillate


dikembalikan sebagai reflux (total reflux) yang akibatnya jumlah tray yang
dibutuhkan adalah paling sedikit (minimum tray). Sebaliknya, jika reflux yang
dikembalikan sangat sedikit (reflux minimum) maka jumlah tray yang dibutuhkan
tak berhingga. Hal ini dapat dilihat dari diagram bahwa pertongan antara garis
operasi rektifikasi dengan garis umpan (garis) q berada pada garis kesetimbangan.
Pengertian garis q yang disebutkan di sini akan dibahas lebih lanjut pada
pembahasan berikutnya.

8.3. Garis operasi untuk bagian pelucutan


Garis operasi untuk bagian pelucutan dibuat dengan cara yang sama seperti
pembuatan garis operasi rektifikasi. Tetapi, titik awalnya adalah ditentukan dari
komposisi produk dasar (bottom product) yang diinginkan, kemudian dari titik
tersebut ditarik garis vertikal hingga memotong garis diagonal. Dari titik
perpotongan ini di tarik garis operasi pelucutan dengan slope Ls/Vs sebagaimana
diilustrasikan dalam Gambar (5-23).

Gambar (5-23): Cara membuat garis operasi pelucutan

Ls adalah laju alir cairan yang menuju ke daerah pelucutan (stripping section),
sedangkan Vs adalah laju alir uap yang meninggalkan daerah pelucutan. Dengan

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


85

demikian slope garis operasi pelucutan adalah harga perbandingan laju alir cairan
terhadap laju alir uap pada bagian dasar kolom distilasi (Ls/Vs).

8.4 Garis kesetimbangan dan garis operasi


Metoda McCabe-Thiele menganggap bahwa cairan pada sebuah tray dan uap yang
di atasnya dalam keadaan setimbang. Bagaimana keterkaitan antara garis
kesetimbangan dan garis operasi dijelaskan secara grafis seperti yang terlihat
dalam Gambar (5-24).

Gambar (5-24): Hubungan garis kesetimbangan dan garis operasi

Sebuah penampang yang diperbesar sebagaimana yang ditunjukkan dalam


Gambar (20) mengilustrasikan garis operasi pelucutan pada tingkat (tray) ke “n”
dalam kolom distilasi. Arti notasi yang digunakan dalam gambar tersebut adalah:

Ln = laju alir cairan meninggalkan tray ke “n”


Vn = laju alir uap meninggalkan tray ke “n”
Ln+1 = laju alir cairan dari tray ke “n+1” memasuki tray ke “n”

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


86

Vn-1 = laju alir uap dari tray ke “n-1” memasuki tray ke “n”
xn = fraksi mol komponen dalam cairan yang meninggalkan tray ke “n”
yn = fraksi mol komponen dalam uap yang meninggalkan tray ke “n”
xn+1 = fraksi mol komponen dalam cairan dari tray ke “n+1” memasuki tray ke “n”
yn-1 = fraksi mol komponen dalam uap dari tray ke “n-1” memasuki tray ke “n”.

“n+1” berarti tray di atas tray ke “n”, sedangkan “n-1” berarti tray di bawah tray
ke “n”. Cairan pada tray ke “n” dan uap di atasnya dalam keadaan setimbang, oleh
karena itu xn dan yn terletak pada satu titik dalam kurva kesetimbangan. Karena
uap dibawa ke tray di atasnya tanpa mengalami perubahan komposisi, dalam hal
ini dilukiskan sebagai garis horisontal pada plot diagram kesetimbangan hingga
memotong garis operasi. Dalam titik perpotongan ini menunjukkan komposisi
cairan pada tray ke “n+1” sebagaimana garis operasi menyatakan neraca bahan
pada tray. Komposisi uap di atas tray ke “n+1” diperoleh dari titik perpotongan
garis vertikal dari titik ini ke kurva kesetimbangan.

8.5. Jumlah tray


Dengan menarik garis vertikal dan horisontal diperoleh titik-titik pada kurva
kesetimbangan, dan setiap satu titik menunjukkan kesataraannya dengan satu tray
(tahap kesetimbangan). Dengan cara ini digunakan sebagai dasar untuk
menentukan ukuran kolom distilasi dengan menggunakan metoda grafis yang
dikembangkan oleh McCabe-Thiele sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar (5-
25). Dengan mengetahui kedua garis operasi pada bagian pelucutan dan bagian
rektifikasi, maka pembuatan grafik dengan menarik garis tahapan seperti yang
dijelaskan di atas dapat dilakukan. Dari Gambar (5-25) menunjukkan bahwa 7
tahapan teoritis diperlukan untuk mencapai hasil pemisahan yang dikehendaki.
Jumlah tray teoritis yang diperlukan adalah satu tahap lebih kecil dari jumlah
tahapan yang dihitung, karena jumlah tahapan yang dihitung sudah termasuk satu
tahap yang diperhitungkan untuk reboiler.
Jumlah tray sebenarnya yang diperlukan dihitung berdasarkan jumlah tray teoritis
dibagi dengan efisiensi yang dirumuskan dalam bentuk persamaan seperti berikut
berikut:

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


87

N T n -1
NA = =
η η
dimana:
NA = jumlah tray yang sebenarnya
NT = jumlah tray teoritis
n = jumlah tahapan
η = efisiensi tray

Gambar (5-25): Penentuan jumlah tahapan (McCabe-Thiele)

Harga efisiensi tray tertentu berkisar antara 0,5 – 0,7 (50% - 70%) dan tergantung
pada sejumlah faktor seperti misalnya jenis tray yang digunakan, dan kondisi
internal aliran uap dan cairan. Kadang-kadang tambahan tray diberikan sampai
10% untuk menjamin kemungkinannya kolom mengalami pembebanan yang
berlebihan.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


88

8.6. Garis umpan (garis q)


Sebagaimana yang terlihat dalam Gambar (5-25) juga menunjukkan campuran
biner yang diumpankan pada tahapan ke empat. Tetapi, jika komposisi umpan
sedemikian rupa sehingga garis q tidak bersama-sama memotong pada
perpotongan garis operasi maka berarti bahwa umpan tidak dalam keadaan jenuh
cair. Kondisi umpan dapat dikenali dari slope garis q seperti terlihat dalam
Gambar (5-26). Garis q ditarik antara titik perpotongan garis operasi dan titik di
mana komposisi umpan terletak pada garis diagonal.

Garis q mempunyai slope yang


besarnya tergantung pada kondisi
umpan, sebagai contoh:
q = 0 (uap jenuh)
q = 1 (cairan jenuh)
0 < q < 1 (camp. uap-cairan)
q > 1 (cairan lewat jenuh)
q < 0 (uap lewat jenuh)
Garis q untuk berbagai kondisi
umpan ditunjukkan dalam Gambar

Gambar (5-26): Berbagai garis q (5-26).

Jika kita mempunyai informasi tentang kondisi umpan, maka kita dapat menarik
garis q dan menggunakannya dalam menentukan jumlah tingkat pemisahan
dengan menggunakan metoda McCabe-Thiele. Tetapi, di luar garis
kesetimbangan, kita dapat menggunakan dua pasang gais saja dari tiga pasang
garis yang dapat ditarik untuk menetapkan jumlah tingkat pemisahan, yakni:

• feed-line and rectification section operating line


• feed-line and stripping section operating line
• stripping and rectification operating lines

Penentuan jumlah tahapan yang diperlukan untuk tingkat pemisahan sesuai


dengan yang diinginkan dan lokasi tray untuk pengumapanan, adalah merupakan

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


89

langkah pertama dari keseluruhan langkah yang dibutuhkan untuk perancangan


kolom distilasi. Lainnya lagi yang diperlukan dalam perancangan kolom distilasi
adalah meliputi: jarak antar tray (tray spacing), diameter kolom, konfigurasi
internal, beban pemanasan dan pendinginan. Kesemuanya itu dapat menimbulkan
kesulitan dalam perancangan kolom distilasi. Oleh karena itu, perancangan kolom
distilasi sering menggunakan prosedur dengan maksud-maksud tertenti. Jika
kesulitan-kesulitan yang yang ada tidak terselesaikan pada tahap perancangan,
maka kolom distilasi tidak akan mempunyai unjuk kerja yang baik. Berikut ini
akan dibahas faktor-faktor yang dapat mempengaruhi unjuk kerja kolom distilasi.

8.7. Pengaruh jumlah tray


Sebagaimana telah dibahas sebelumnya bahwa jumlah tray yang memadai/sesuai
akan memperlancar dalam proses pemisahan sesuai dengan tingkat kemurnian
yang diinginkan. Hal ini diilustrasikan oleh contoh berikut. Anggap sebagai suatu
dasar kasus, sebuah kolom dengan 10 buah tray, perhatikan Gambar (5-27).

Umpannya berupa campuran


cairan biner yang mempunyai
komposisi komponen ringan 50
% (0,5 dalam fraksi mol), dan
diumpankan pada tray ke 5.
Komposisi komponen ringan
dalam produk puncak adalah 67
% dan dalam produk bottom 12
Gambar (5-27): Profil komposisi, 10 tray, %. Perhatikan Gambar (5-27).
Umpan masuk pada tray ke 5

Jika jumlah tray ditambah atau dikurangi maka akan mengakibatkan perubahan
komposisi produk di bagian puncak maupun di bagian dasar kolom. Sebagai
ilustrasi berikut ini di berikan contoh-contoh dalam bentuk simulasi dengan
memvariasikan jumlah tray.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


90

Anggap saja jumlah tray kita


turunkan hingga menjadi 8 buah,
dan pertahankan umpan masuk
tetap di tengah-tengah kolom,
yakni pada tray yang ke 4. Yang
akhirnya diperoleh bahwa profil
komposisi seperti terlihat dalam
Gambar (5-28).

Gambar (5-28): Profil komposisi, 8 tray,


Umpan masuk pada tray ke 4

Dari sini kita melihat bahwa komposisi dalam produk puncak menurun sedangkan
dalam produk bottom meningkat. Dapat dikatakan pemisahannya kurang baik.

Anggapan selanjutnya, jika kita


coba menaikkan jumlah tray
menjadi 12 buah, dan umpan
tetap dimasukkan melalui bagian
tengah kolom, yakni tray yang ke
6 seperti yang terlihat Gambar
(5-29). Dari sini terlihat bahwa
ada perubahan komposisi dalam
produk puncak maupun dasar
Gambar (5-29): Profil komposisi, 12 tray,
Umpan masuk pada tray ke 6 kolom.

Terlihat jelas bahwa dalam produk puncak lebih banyak lagi kandungan
komponen ringannya, sedangkan untuk produk bottom mempunyai kandungan
komponen ringan lebih sedikit. Di sini kita melihat bagaimana posisi masuknya
umpan mempengaruhi efisiensi pemisahan.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


91

Gambar (5-30): Profil komposisi, 20 Gambar (5-31): Profil komposisi, 20


tray, Umpan masuk pada tray ke 5 tray, Umpan masuk pada tray ke 10

Anggap kolom mempunyai 20 buah tray yang akan memisahkan suatu campuran
biner yang mempunyai kandungan komponen ringan 50 % mol. Kemudian,
seperti apa komposisi produk puncak maupun bottom yang diperoleh jika
umpannya dimasukkan pada tray yang ke 5, 10 dan 15 dengan laju reflux maupun
reboiling yang tetap sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar (5-30), (5-31) dan
(5-32).

Sebagaimana tray di mana umpan


dimasukkan diturunkan bergeser ke
bawah, maka komposisi komponen
ringan di dalam produk puncak
semakin rendah, sedangkan dalam
produk bottom semakin tinggi. Tetapi
perubahan komposisi di dalam
produk puncak tidak sebesar dalam
Gambar (5-32): Profil komposisi, 20
tray, Umpan masuk pada tray ke 15 produk bottom.

Dari contoh-contoh tersebut mengilustrasikan apa yang dapat terjadi jika posisi
pengumpanannya digeser-geser untuk sistem tertentu. Tetapi kejadian ini tidak
dapat digunakan untuk menyama-ratakan untuk sistem distilasi lain.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


92

9. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OPERASI KOLOM


Kinerja sebuah kolom distilasi ditentukan oleh banyak faktor, sebagai contoh:
• Kondisi umpan
• Keadaan umpan
• Komposisi umpan
• Adanya elemen-elemen yang mempengaruhi kesetimbangan uap cairan
• Kondisi cairan dan aliran fluida di dalam kolom
• Keadaan tray atau packing
• Kondisi cuaca

9.1. Kondisi umpan


Keadaan campuran umpan dan komposisi umpan mempengaruhi garis operasi dan
selanjutnya akan mempengaruhi jumlah tahapan pemisahan yang diperlukan. Di
samping itu juga mempengaruhi lokasi tray untuk umpan. Selama operasi, jika
penyimpangan cukup besar dari spesifikasi perancangannya, maka kan
menimbulkan kesulitan untuk mencapai hasil yang diharapkan. Untuk mengatasi
persoalan yang berkaitan dengan umpan, beberapa kolom dirancang dengan
mempunyai beberapa tempat pengumpanan (multiple feed points) jika di dalam
umpannya mengandung komponen-komponen yang jumlahnya bervariasi.

9.2. Kondisi reflux


Sebagaimana reflux ratio semakin tinggi, maka slope garis operasi bagian
rektifikasi akan semakin besar (maksimum 1), perhatikan Gambar (5-33. Dengan
kata lain bahwa cairan yang banyak mengandung komponen ringan semakin
banyak yang disirkulasikan kembali ke dalam kolom.
Pemisahan menjadi lebih baik dan selanjutnya tray yang diperlukan untuk
mencapai derajat pemisahan yang sama menjadi lebih sedikit. Jumlah tray yang
dibutuhkan akan mencapai minimum jika seluruh kondensat dikembalikan lagi ke
dalam kolom (total reflux).

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


93

Sebaliknya, jika reflux semakin berkurang, maka slope garis operasi bagian
rektifikasi semakin kecil atau mendekati garis kesetimbangan uap-cairan, dan
sebagai akibatnya jumlah tray yang diperlukan semakin banyak. Hal ini mudah
difahami dengan menggunakan metoda McCabe-Thiele. Kondisi batas terjadi
pada minimum reflux ratio, dan jumlah tray yang dibutuhkan menjadi tak terbatas.

Kebanyakan kolom dirancang dengan


reflux ratio berkisar antara 1,2 sampai
1,5 kali dari minimum reflux ratio.
Oleh karena itu, dengan
pertimbangan pengalaman yang
berdasarkan kondisi ini maka biaya
operasi yang optimum umumnya
diperoleh pada harga reflux ratio di
atas. Semakin besar reflux ratio
berarti semakin besar beban reboiler,
Gambar (5-33): Pengaruh reflux namun dilihat dari sisi investasi
semakin kecil biaya investment
karena tray yang dibutuhkan semakin
kecil.

9.3. Kondisi aliran uap


Kondisi aliran uap dapat menimbulkan:
• Foaming
• Entrainment
• Weeping/dumping
• Flooding

Foaming
Foaming merupakan ekspansi cairan karena uap yang menembus cairan
membentuk gelembung-gelembung. Meskipun hal ini dapat memperbesar luas
permukaan kontak antara uap dan cairan, namun jika hal ini terjadi secara

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


94

berlebihan dapat menimbulkan pengglembungan cairan (liquid buildup) pada tray.


Dalam beberapa kasus, foaming dapat mengakibatkan terjadinya pencampuran
buih dan cairan pada tray di atasnya. Foaming akan terjadi atau tidak tergantung
juga pada sifat fisis dari campuran cairan tersebut, tetapi kadang-kadang juga
tergantung pada kondisi dan perancangan tray. Apapun penyebabnya, yang jelas
foaming akan menurunkan efisiensi pemisahan.

Entrainment
Istilah entrainment digunakan untuk menyatakan terbawanya cairan oleh uap ke
tray di atasnya, dan hal ini diakibatkan oleh laju alir uap yang tinggi. Hal ini dapat
menurunkan efisiensi karena: komponen yang lebih ringan terbawa ke dalam tray
yang menahan komponen berat. Entraiment yang berlebihan dapat menimbulkan
flooding (banjir) dan menurunkan kemurnian distilat.

Weeping/dumping
Kejadian ini disebabkan oleh laju alir uap yang rendah. Tekanan yang ditimbulak
oleh uap tidak mampu untuk menahan cairan pada tray di atasnya, akibatnya
cairan akan merembas melalui lubang tray. Weeping yang berlebihan akan
menimbulkan dumping, yaitu mengucurnya cairan memalui lubang tray dan
berlangsung seperti domino effect. Weeping ditandai dengan menurunnya tekanan
secara tajam di dalam kolom dan menurunkan efisiensi pemisahan.

Flooding
Flooding adalah peristiwa membanjirnya cairan sebagai akibat desakan uap yang
sangat berlebihan, dan hal ini mengakibatkan terbawanya cairan ke dalam uap.
Meningkatnya tekanan dari uap yang berlebihan juga dapat menimbulkan desakan
kepada cairan di dalam downcomer, yang mengakibatkan cairan yang tertahan di
dalam tray di atasnya terus menumpuk. Flooding dapat mengakibatkan turunnya
kapasitas kolom dan menurunnya efisiensi pemisahan. Terjadinya flooding
ditandai oleh meningkatnya perbedaan tekanan kolom.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


95

9.4. Diameter kolom


Kebanyakan faktor-faktor yang telah disebutkan mempengaruhi operasi kolom
sesuai dengan kondisi aliran uap (apakah berlebihan atau kekurangan). Kecepatan
aliran uap tergantung pada diameter kolom. Weeping menentukan aliran uap
minimum yang diperlukan, sedangkan flooding menentukan aliran uap maksimum
yang diijinkan. Oleh karena itu, jika diameter kolom tidak memenuhi ukuran,
maka kinerja kolom akan memenuhi harapan.

9.5. Keadaan tray/packing


Perlu diingat bahwa jumlah tray yang diperlukan untuk beban pemisahan tertentu
ditentukan oleh efisiensi tray, dan packing jika menggunakan packing. Dengan
demikian ada beberapa faktor yang menyebabkan turunnya efisiensi tray dan juga
akan menurunkan kinerja kolom. Efisiensi tray dipengaruhi oleh kerak, korosi dan
laju alir yang mana terjadinya tergantung pada sifat-sifat cairan yang ditangani.

9.6. Kondisi cuaca


Kebanyakan kolom distilasi terbuka pada cuaca atmosfir. Meskipun kolom
terisolasi, perubahan kondisi cuaca dapat mempengaruhi operasi kolom. Dengan
demikian reboiler harus dirancang dengan ukuran yang memadai agar supaya
dapat membangkitkan uap yang cukup pada saat musim dingin dan dapat
diturunkan kembali pada saat musim panas. Demikian pula halnya untuk
condenser.
Ada beberapa faktor prnting lainnya yang dapat menurunkan kinerja kolom
distilasi. Faktor-faktor yang dimaksud meliputi perubahan kondisi operasi,
kapasitas, perubahan jenis product karena permintaan pasar. Semua faktor
tersebut berkaitan dengan sistem pengendalian, oleh karena itu harus
dipertimbangkan pada saat melakukan perancangan agar kemungkinan-
kemungkinan yang bakal terjadi dapat diantisipasi.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


96

BAB 6
EKSTRAKSI

1. U M U M
Ekstraksi adalah proses pemisahan komponen-komponen yang berada dalam
suatu larutan yang didasarkan atas perbedaan kelarutan (solubility) dari
komponen-komponen yang saling melarut tersebut terhadap zat lain yang
mempunyai daya larut yang lebih tinggi dari salah satu komponen yang ada dalam
larutan. Zat lain yang dimaksud di atas disebut sebagai bahan pelarut (solvent)
tertentu.
Ekstraksi cairan yang sering disebut dengan istilah “solvent extraction”, yakni
suatu proses pemisahan suatu komponen yang ada di dalam suatu larutan dengan
cara mengkontakkan solvent ke dalam larutan tersebut. Dengan adanya solvent,
larutan akan terpisah menjadi dua lapisan (fase) yang tidak dapat tercampur. Di
dalam setiap lapisan mengandung semua komponen yang ada saling melarutkan
dengan komposisi yang berbeda. Karena tingkat kelarutan komponen tertentu
yang ada di dalam kedua lapisan cukup berbeda, maka pemisahan komponen
dapat dilakukan dengan cara ini meskipun tingkat pemisahannya sangat
tergantung pada berbagai faktor.
Sebagai contoh sederhana, jika larutan asam asetat di dalam air dicampur dan
diaduk dengan ethyl asetat sebagai solvent, maka setelah dihentikan
pengadukannya akan terjadi dua lapisan (fase) yang terpisah. Sebagian besar asam
asetat dengan sedikit air akan memasuki lapisan ethyl asetat, sedangkan lapisan
air mengandung sedikit asam asetat dan ethyl asetat, dengan demikian kandungan
asam asetat dalam lapisan air (larutan asli) akan berkurang. Dengan bahasa
sederhana proses ini dapat dikatakan untuk memisahkan asam asetat dari
larutannya dengan cara melarutkannya ke dalam ethyl asetat yang mempunyai
daya larut lebih besar terhadap asam asetat disbanding terhadap air.
Proses ekstraksi merupakan salah satu alternatif dari sekian macam metoda proses
pemisahan. Oleh karena itu proses ekstraksi hanya dilakukan apabila proses
pemisahan dengan cara distilasi atau cara lain selain ekstraksi tidak mungkin

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


97

dilaksanakan. Kebanyakan didalam penerapan proses ekstraksi, sering kali


dilakukan secara bersam-sama (diikuti) dengan proses distilasi. Proses distilasi
yang mengiringi proses ekstraksi dimaksudkan untuk mengambil kembali solvent
(solvent recovery) dari ekstrak maupun rafinat yang dihasilkan. Dengan cara ini
diharapkan efisiensi proses ekstraksi menjadi lebih tinggi. Demikian juga proses
distilasi kadang-kadang diikuti dengan proses ekstraksi apabila campuran yang
dipisahkan mempunyai titik azeotrop (pada komposisi tertentu komponen-
komponen yang akan dipisahkan mempunyai titik didih yang sama).
Sebagaimana dalam proses distilasi, maka didalam proses ekstraksi pun
diperlukan adanya suatu kontak yang baik antara solvent dan larutan yang akan
diekstrak. Oleh karena itu di dalam kebanyakan ekstraktor dilengkapi dengan alat
kontak yang berupa pengaduk ataupun bed (tumpukan alat kontak). Proses
ekstraksi secara sederhana dapat dilihat sebagaimana yang ditunjukkan dalam
gambar (6-1).

Gambar (6-1): Proses Ekstraksi Sederhana

Terlihat dalam gambar tersebut, solvent memasuki extracting unit melalui bagian
atas dan feed masuk dari bagian bawah. Raffinate keluar dari bagian atas dan
extract keluar dari bagian bawah. Alat kontak yang terpasang di dalam extractor

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


98

membuat kontak antara solvent dan feed lebih intim. Demikian pula reflux yang
diperlukan untuk memperoleh kemurnian produk yang tinggi.
Didalam industri migas dan petrokimia, proses ekstraksi banyak digunakan untuk
memisahkan senyawa-senyawa hidrokarbon seperti parafin, aromatik, naphthene,
dsb. Proses ekstraksi pertama kali banyak digunakan untuk memperbaiki mutu
kerosene, tetapi sekarang untuk memperbaiki mutu minyak pelumaspun
kebanyakan menggunakan proses ini.
Senyawa-senyawa aromatik yang terdapat di dalam kerosene dapat menimbulkan
smoke point yang tinggi, sehingga kurang baik untuk lampu penerangan maupun
untuk bahan bakar pesawat terbang yang bermesin jet.
Komponen-komponen aromatik yang terkandung di dalam fraksi minyak pelumas
dari hasil distilasi vakum sangat tidak disukai karena dapat membentuk sludge
setelah teroksidasi. Disamping itu senyawa tersebut mempunyai viscosity index
rendah. Di dalam proses ekstraksi dikenal beberapa istilah yang sering digunakan
dalam operasi sehari-hari, yakni:
• Solvent : Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi.
• Solut : Zat yang terlarut di dalam feed.
• Extract : Bahan yang dipisahkan atau terekstrak dari feed.
• Raffinate : Produk yang tidak terlarut dalam solvent.
• Extract phase : Phase yang kaya solvent.
• Raffinate phase : Phase yang miskin solvent.
• Reflux : Extract yang dikembalikan ke extractor.
• Lean solvent : Solvent yang memasuki extractor.
• Rich solvent : Solvent yang keluar dari extractor.

2. MACAM-MACAM PROSES EKSTRAKSI


Khususnya di dalam Industri Minyak dan Gas Bumi, beberapa macam proses
ekstraksi yang digunakan diantaranya adalah:
a. Ekstraksi Edeleanu
b. Ekstraksi Furfural

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


99

c. Ekstraksi Udex
d. Ekstraksi Propane Deasphalting
e. Distilasi Ekstraktif

2.1. Ekstraksi Edeleanu


Bahan pelarut yang digunakan untuk proses ekstraksi ini adalah cairan belerang
dioksida (SO2) dan dikenal dengan nama Edeleanu. Jika proses ini digunakan
untuk memperbaiki mutu gasoline, suhu operasinya sekitar -20 oF, tetapi jika
untuk lubricating oil, suhu operasinya berkisar antara 50 - 75 oF. Biasanya
perbandingan volume solvent terhadap volume feed sekitar 1 : 1.
Gambar (6-2) menunjukkan proses ekstraksi Edeleanu, proses ini digunakan untuk
memisahkan senyawa aromatik yang terdapat di dalam fraksi kerosene. Adanya
senyawa aromatik yang cukup tinggi kadarnya di dalam kerosene akan
mengakibatkan sifat pembakarannya jelek, yaitu kecenderungan kerosene
membentuk jelaga apabila dipakai sebagai bahan bakar.

Gambar (6-2): Proses Ekstraksi Edeleanu

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


100

Karena kerosene mempunyai densitas lebih rendah, maka diumpankan dari bagian
bawah mengalir ke atas dan kontak dengan solvent (belerang dioksida) yang
mengalir kebawah karena densitasny lebih berat. Selama kontak berlangsung,
solvent melarutkan senyawa-senyawa aromatik yang terkandung di dalam
kerosene. Dalam proses ekstraksi ini diperoleh dua macam aliran produk yang
disebut ekstrak dan rafinat. Ekstrak yang keluar dari bagian bawah ekstraktor
adalah larutan solvent yang banyak mengandung senyawa aromatik, sedangakn
rafinat yang keluar dari bagian puncak ekstraktor adalah kerosene yang telah
diambil senyawa aromatiknya dengan sedikit solvent yang terikut.
Untuk meningkatkan efisiensi proses, solvent di dalam ekstrak dan rafinat dapat
dimurnikan kembali dengan cara distilasi atau evaporasi yang selanjutnya dapat
digunakan kembali di dalam ekstraktor, dan demikian seterusnya proses ekstraksi
Edeleanu berlangsung.

2.2. Ekstraksi Furfural


Furfural, dengan rumus kimia HO2CHC=CHCO2H adalah sejenis solvent yang

mempunyai titik didih 324oF. Karena furfural mempunyai struktur siklis, maka ia
sangat efektif untuk mengekstrak senyawa aromatik dan beberapa senyawa siklis
lainnya. Proses ini digunakan secara luas untuk memperbaiki mutu minyak
pelumas yang masih mengandung senyawa aromat atau senyawa asphaltis. Suhu
operasi dalam proses ekstraksi ini bervariasi antara 150 - 250 oF, tetapi pada
kebanyakan refinery menggunakan suhu operasi sekitar 200 oF. Perbandingan
jumlah solvent terhadap feed tergantung dari karakter umpannya, tetapi dalam
kebanyakan plant biasanya sekitar 2 : 1.
Perhatikan Gambar (6-3), di dalam gambar tersebut menunjukkan skema
sederhana proses ekstraksi furfural yang digunakan untuk memperbaiki kualitas
bahan pelumas (menghilangkan senyawa aromat). Kontak antara solvent dan feed
biasanya dilakukan dengan aliran yang berlawanan arah (counter current). Untuk
membuat kontak yang lebih intim, di dalam extractor dilengkapi alat kontak,
seperti yang terlihat dalam gambar adalah rotating disk contactor (RDC).
Peralatan kontak tersebut terdiri dari sebuah silinder vertikal yang dibagi menjadi

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


101

beberapa kompartemen. Dalam operasinya rotary disk dihubungkan dengan


sebuah poros yang digunakan untuk menggerakkannya, dengan berputarnya disk
tersebut akan membuat kontak antara solvent dan feed menjadi lebih intim dan
oleh karenanya maka laju perpindahan masa akan terpacu oleh kecepatan
perputaran disk dalam proses pengadukan tersebut.

Gambar (6-3): Proses Ekstraksi Furfural

Tingkat keberhasilan proses ekstraksi ini salah satunya dipengaruhi oleh derajat
pencampurannya. Derajat pencampuran antara kedua fluida tersebut dapat diatur
dengan mengatur kecepatan putaran disk.

2.3. Ekstraksi Udex


Solvent yang digunakan untuk proses ekstraksi ini adalah larutan Udex, yaitu
berupa larutan yang terdiri dari campuran glycol dan air. Dalam proses ini
biasanya suhu operasinya ditetapkan berkisar antara 170 - 358 oF, yang tepatnya
sangat tergantung dari karakteristik umpannya maupun konsentrasi larutan solvent
yang digunakan.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


102

Gambar (6-4): Proses Ekstraksi Udex

Udex adalah solvent yang sangat baik untuk mengekstrak light aromatic. Jika
produk dari proses ekstraksi ini digunakan sebagai bahan baku petrokimia yang
memerlukan kemurnian yang tinggi, maka untuk keperluan tersebut di dalam
operasi ekstraksi harus menggunakan reflux.
Rich solvent dari extractor menuju ke solvent stripper untuk dipisahkan dari
solvent-nya dengan bentuan steam, extract keluar dari bagian puncak stripper dan
lean solvent keluar dari bagian bawah stripper. Sebagian dari extract
dikembalikan ke extractor sebagai reflux. Raffinat yang keluar dari bagian puncak
extractor dicuci dengan air untuk mengambil glycol. Larutan glycol-water yang
dihasilkan dicampur bersama-sama dengan lean solvent dikembalikan lagi ke
extractor.

2.4. Ekstraksi Propane Deasphalting


Proses ekstraksi ini diterapkan untuk memisahkan asphalt (bitumen) dari minyak
yang mengandung asphalt atau untuk membersihkan minyak lumas dari asphalt
yang terkandung di dalamnya. Sebagai bahan pelarut yang digunakan berupa
cairan propane, dimana propane akan melarutkan minyak (biasanya senyawa

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


103

paraffinic) dan sekaligus memisahkan asphalt. Proses ini sangat popular di dalam
industri minyak karena hampir seluruhnya menggunakannya.

Gambar (6-5): Proses Ekstraksi Propane Deasphalting

Deasphalting sesungguhnya adalah proses ekstraksi bertekanan diatas tekanan


atmosfir dengan mengontakkan feed dengan cairan propane secara berlawanan
arah melalui sebuah packed column. Minyak masuk melalui bagian tengah kolom
dan propane melalui bagian dasar kolom. Propane akan melarutkan
senyawa-senyawa paraffinic dan keluar dari bagian puncak kolom. Asphalt yang
telah terpisahkan turun ke bagian dasar dan keluar menuju furnace untuk
dipanaskan yang selanjutnya dipisahkan dari propane di dalam flash drum dan
stripper. Sedangkan minyak yang keluar dari bagian puncak kolom dipisahkan
propanenya di dalam evaporator bertingkat dan stripper.
Minyak lumas yang dihasilkan telah bebas dari asphalt, dan propane yang telah
dipisahkan dapat digunakan kembali. Demikian selanjutnya proses ini
berlangsung. Suhu operasi ekstraksi ditetapkan berdasarkan tekanan operasi,
semakin tinggi tekanannya semakin tinggi suhu operasinya. Proses ini biasanya
diikuti dengan proses ekstraksi furfural untuk mendapatkan tingkat kemurnian
produk yang tinggi.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


104

Pengembangan proses ini adalah dengan menggunakan dua macam solvent, yaitu
propane dan campuran phenol-cresol atau selecto. Dua macam solvent ini dikenal
dengan nama duo-sol. Propane dalam hal ini digunakan untuk melarutkan
paraffinic hydrocarbons, sedangkan campuran phenol-cresol digunakan untuk
melarutkan naphthenic hydrocarbon.

2.5. Distilasi Ekstraktif


Suatu proses yang digunakan untuk memisahkan senyawa aromatik murni dari
fraksi gasoline adalah dikenal sebagai distilasi ekstractif (extractive distillation).
Aromatik-aromatik tersebut adalah benzene, toluen dan xylene (BTX). Ketiga
macam senyawa aromat tersebut adalah banyak digunakan sebagai feed stock
untuk industri petrokimia.
Fraksi gasoline, apakah dari straight run, thermally cracked, catalytically cracked
atau catalytically reformed digunakan dalam proses ini. Feed yang mengandung
senyawa-senyawa aromatik dan aliphatic dipanaskan hingga mencapai suhu yang
dikehendaki dan diumpankan ke dalam kolom distilasi. Solvent yang mana
senyawa aromatik lebih mudah dilarutkan dari pada senyawa yang lain
diumpankan dekat dengan bagian puncak kolom. Solvent mengekstrak senyawa
aromatik dan keluar melalui bagian dasar kolom menuju ke kolom yang kedua
(kolom distilasi). Pada kolom yang kedua senyawa aromatik dipisahkan dari
solvent yang melarutkannya dengan cara distilasi. Dalam hal ini solvent yang
digunakan adalah phenol, disirkulasikan kembali ke kolom ekstraksi. Jenis solvent
lain yang dapat digunakan untuk proses ini diantaranya adalah sulfolane dan
acetonitrile.
Jika hydrogen fluoride (HF) yang digunakan sebagai solvent-nya, maka suhu

operasinya diatur berkisar antara 100 - 125oF. Laju sirkulasi solvent sekitar 0,15 -
0,3 volume solvent per volume feed. Hydrogen fluoride dapat memisahkan
senyawa belerang dan senyawa-senyawa aromatik komplek secara efektif. Asam
sulfat digunakan untuk mengekstrak isobutene. Konsentrasi asam sulfat untuk
keperluan ini sekitar 65%. Isobutene diekstrak dari campuran butane-butene.
Isobutene murni sangat berguna di dalam pembuatan karet sintetis.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


105

Gambar (6-6): Proses Distilasi Ekstraktif

Solvent jenis lain yang disebut dengan nama ammoniacal copper acetate banyak
digunakan untuk mengekstrak butadiene. Produk butadene dapat dipisahkan dari
solvent dengan cara fraksinasi pada tekanan sekitar 15 psig dan suhu pada bagian
dasar kolom sekitar 175 oF.

3. KESETIMBANGAN DALAM EKSTRAKSI


Sistem di dalam ekstraksi sekurang-kurangnya terdiri dari tiga komponen, dan
dalam kebanyakan kasus ketiga komponen berada di dalam dua lapisan cairan
(fase) yang tidak saling melarut. Oleh karena itu proses ekstraksi meliputi dua
operasi utama, yakni bagaimana memperoleh kesetimbangan dan bagaimana cara
melakukan pemisahan antara bahan-bahan yang saling kontak. Sebagaimana telah
disebutkan sebelumnya bahwa di dalam proses extraksi terdapat dua lapisan (fase)
yang keduanya dalam fase cair yang mempunyai perbedaan densitas relatif kecil
tentunya perlu dipertimbangkan bagaimana cara memisahkan kedua fase ini dan
bagimana pula cara memisahkan komponen-komponen yang ada pada kedua fase

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


106

tersebut sehingga setiap komponen yang dipisahkan mempunyai tingkat


kemurnian yang tinggi.
Sebagai dasar teori yang diterapkan dalam proses ekstraksi ini adalah Hukum
Distribusi, yaitu keadaan diamana perbandingan konsentrasi suatu komponen
yang terdistribusi ke dalam dua phase (rafinate dan extract) yang saling tidak
melarut adalah konstan, perhatikan Gambar (6-7).

Gambar (6-7): Terbentuknya Rafinate dan Extract

Dalam Gambar (6-7a) menunjukkan suatu campuran yang terdiri dari dua
komponen, yakni A (carrier) dan C (solute) yang keduanya saling melarut.
Campuran tersebut ditambahkan zat B (solvent) dan diaduk seperti yang terlihat
dalam Gambar (6-7b) sampai mencapai keadaan setimbang, dimana transfer
massa sudah tidak terjadi lagi. Misalkan komposisi dalam campuran tersebut
terdiri dari 40 % komponen A, 40 % komponen B, dan 20 % komponen C, maka
titik koordinat komposisi campuran tersebut terletak pada diagram segitiga sama
sisi seperti yang terlihat dalam gambar (6-8), dalam hal ini ditunjukkan sebagai
titik K.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


107

Gambar (6-8): Diagram Segitiga Sama Sisi

Setelah pengadukan dihentikan maka akan terjadi dua lapisan yang tidak saling
melarut (rafinate dan extract) seperti yang terlihat dalam Gambar (6-7c). Jika
dilakukan analisis terhadap kedua lapisan tersebut maka masing-masing
mengandung ketiga komponen (A, B dan C), namun komposisi di dalam rafinate
berbeda dengan komposisi yang berada di dalam extract. Jika komposisi
komponen yang ada di dalam kedua lapisan tersebut diplot di dalam diagram
segitiga sama sisi maka akan diperoleh dua titik koordinat komposisi dalam
kesetimbangan. Dari kedua titik kesetimbangan tersebut dapat ditarik garis yang
disebut sebagai garis penghubung (tie line). Seperti yang terlihat dalam Gambar
(6-8), garis RE adalah tie line garis menghubungkan titik koordinat komposisi di
dalam rafinate (R) dengan titik koordinat komposisi di dalam extract (E).
Sedangkan titik M adalah titik koordinat komposisi campuran.
Jika salah satu komponen ditambahkan lagi dari keadaan semula, maka setiap
penambahannya akan mengakibatkan perubahan komposisi kesetimbangannya
pada lapisan rafinate maupun lapisan extract dan titik koordinat komposisinya
akan bergeser. Jika titik-titik koordinat komposisi yang ada di lapisan rafinat
dihubungkan akan membentuk garis kesetimbangan rafinate (rafinate equilibrium

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


108

line), dan yang ada pada lapisan extract disebut sebagai garis kesetimbangan
extract (extract equilibrium line), seperti yang terlihat dalam Gambar (6-9).

Gambar (6-9): Diagram Kesetimbangan Extract - Rafinate

Daerah yang dibatasi oleh garis kesetimbangan rafinate dan extract disebut
sebagai daerah terjadinya dua lapisan.Sedangkan daerah yang berada di luar garis
kesetimbangan disebut daerah tidak terjadi lapisan (ketiga komponen saling
melarutkan).

Dalam proses ekstraksi misalnya ada larutan yang terdiri dari dua komponen,
yakni 60 % A dan 40 % C maka titik koordinatnya berada pada garis AC. Dengan
menambahkan komponen B secara terus-menerus maka akan diperoleh titik-titik
koordinat komposisi campuran yang membentuk garis lurus yang menuju titik B,
perhatikan Gambar (6-10). Titik koordinat rafinate dan extract ditentukan dengan
melakukan perhitungan neraca massa dan berada pada garis lurus X1B. Melalui
titik koordinat komposisi campuran (M) dengan menarik tie line secara interpolasi

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


109

untuk menentukan titik koordinat komposisi rafinate dan extract (R dan E). Dari
titik B ditarik garis lurus melalui titik E untuk menetapkan harga y2, dan melalui
titik R untuk menetapkan harga x2.

Gambar (6-10): Metoda Penentuan Rafinat dan Extract

Jika: A = carrier
B = solvent
C = solute
C1 = fraksi massa solut di dalam extract
C2 = fraksi massa solut di dalam rafinate

⎛ C ⎞ ⎛ C ⎞
C1 = ⎜ ⎟ dan C2 = ⎜ ⎟
⎝ A + B + C ⎠E ⎝ A + B + C ⎠R

C1
Koefisien distribusi : K =
C2

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


110

4. NERACA MASSA
Proses ekstraksi sederhana yang dapat dilihat dalam Gambar (6-11) memberikan
penjelasan bahwa umpan yang akan diekstrak dan solvent sebagai bahan
pengekstrak dikontakkan di dalam sebuah ekstraktor dengan arus yang
berlawanan arah (counte rcurrent extraction). Solvent yang telah melakukan
penyerapan dan melarutkan sejumlah solut disebut sebagai “extract”, sedangkan
minyak yang kehilangan sebagian solut yang dibawanya disebut sebagai
“rafinate”.

Rafinate
R, x2, C2

Solvent
S, y1
Extractor
M, xm

Minyak
F, x1

Extract
E, y2, C1

Gambar (6-11): Skema Neraca Massa di sekitar Ekstraktor

Di dalam petroleum extraction system pada umumnya menggunakan solvent yang


lebih berat dari minyak, dan solvent yang telah melarutkan sebagian solut dari
minyak akan membentuk lapisan bawah (phase cairan berat) yang kemudian dapat
ditarik dari bagian bawah ekstraktor.
Untuk keperluan perancangan maupun evaluasi kinerja ekstraktor diperlukan
perhitungan-perhitungan yang salah satu diantaranya adalah neraca massa yang
dinyatakan dalam bentuk persamaan seperti berikut:

F+S=M=E+R (Neraca Massa Total)

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


111

F.x1 + S.y1 = M.xM = E.y2 + R.x2 (Neraca Massa Solut)

M (x M - x 2 ) S x1 - x M
E= dan =
y2 - x 2 F x M - y1

Dimana:
F = laju massa umpan
R = laju massa rafinate
E = laju massa extractsolut
M = laju massa campuran di dalam ekstraktor
x1 dan x2 = fraksi massa solut berturut-turut dalam umpan dan rafinate
y1 dan y2 = fraksi massa solut berturut-turut dalam solvent dan extract
xM = fraksi massa solut dalam campuran

Contoh 6-1 :
Hitung besarnya rafinate dan extract serta masing-masing konsentrasi solutnya (x2
dan y2) untuk sistem extraksi seperti yang terlihat dalam gambar dibawah ini.

Penyelesaian :
Tarik garis lurus dari x1 ke titik B, dan kemudian harga xM seperti berikut:

xM =
F x1
=
(1000) (0,45) = 0,15
M 3000

Tetapkan itik potong antara tie line dengan garis x1-B di xM.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


112

Tarik garis dari titik B melalui titik potong garis kesetimbangan dengan tie line
pada garis extract dan rafinate untuk menentukan harga x2 dan y2.
Diperoleh x2 = 0,1 dan y2 = 0,62.

M (x M - x2 ) (3000) (0,15 - 0,1)


E = = = 288,5 kg / jam
y2 - x2 0,62 - 0,1

R = 3000 - 288,5 = 2711,5 kg / jam

Dalam penerapan sistem ekstraksi minyak kebanyakan beberapa komponen saling


melarut, oleh karena itu harus dibuat diagram segitiga yang menunjukkan
komposisi pada masing-masing phase dan hubungannya. Di dalam diagram
terdapat tiga sekala persentase yang dapat dibaca dari 0 % sampai dengan 100 %.
Pada setiap titik dalam diagram tersebut menggambarkan komposisi komponen
(carrier, solute, solvent).
Hubungn phase untuk sistem petroleum-oil dapat diilustrasikan misalnya dalam
ekstraksi furfural (atau dengan jenis solvent lain yang biasa digunakan). Ketika
furfural ditambahkan ke dalam heavy lubricating oil stock, maka akan diperoleh
dua phase (layer). Pertama adalah extract yang relatih lebih banyak mengandung
furufural dan asphaltic material yang terlarut di dalamnya, dan kedua adalah
raffinate yang banyak mengandung lube oil yang viscosity index-nya tinggi.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


113

Di dalam campuran kompleks seperti fraksi minyak sangat sulit untuk


menyatakan apa arti raffinate murni (R) dan extract murni (E), oleh karena itu
sekala Rdan E tidak dibaca secara langsung dalam persen R dan E tetapi dengan
beberapa sifat-sifat penting yang dimiliki oleh minyak seperti specific gravity,
viscosity index. Untuk menggambarkan diagram yang menggambarkan hubungan
tersebut diperlukan data percobaan (experiment).

Konversi SG ke Fraksi Massa

SG A .x A + SG C .x C = SG F

SG F - SG C
xA =
SG A - SG C

dimana: SGA = specific gravity komponen A dalam feed


SGC = specific gravity komponen C dalam feed
SGF = specific gravity feed
xA = fraksi massa komponen A dalam feed
xC = fraksi massa komponen C dalam feed

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


114

BAB 7
ABSORPSI

1. U M U M
Sebagaimana telah dibicarakan sebelumnya, dengan distilasi pada tekanan
atmosfir dapat dipisahkan campuran berbagai senyawa hidrokarbon menurut
perbedaan titik didihnya. Hidrokarbon-hidrokarbon yang terlalu berat harus
didistilasi pada tekanan vakum karena terlalu tinggi titik didihnya pada tekanan
atmosfir. Sebaliknya, hidrokarbon-hidrokarbon yang terlalu ringan harus
didistilasi pada tekanan tinggi karena terlalu rendah titik embunnya (juga titik
didihnya) pada tekanan atmosfir.
Cara lain untuk memisahkan hidrokarbon yang sangat ringan tanpa memakai
tekanan yang terlalu tinggi atau pendinginan yang terlalu rendah adalah absorpsi.
Absorpsi adalah suatu proses pemisahan komponen gas berdasarkan atas
perbedaan kelarutan gas terhadap cairan pelarut (solvent). Gas-gas yang lebih
berat (lebih mudah mengembun) akan lebih mudah larut dari pada gas-gas ringan.
Solvent yang khusus untuk proses ini disebut absorbent.
Absorbent yang telah digunakan dapat dimurnikan kembali dengan cara distilasi
dan kemudian digunakan kembali kedalam absorber.
Sebagai alasan mengapa proses absorpsi dipilih, pertimbangannya adalah faktor
ekonomis. Sebagai contoh, pemisahan hidrokarbon ringan dalam campuran gas
mungkin lebih ekonomis jika menggunakan cara absorpsi dari pada fraksinasi
yang harus menggunakan suhu rendah dan tekanan tinggi.
Ada gas alam yang dihasilkan dari beberapa ladang gas tanpa mengandung
senyawa belerang dan sedikit sekali mengandung carbon dioxide, gas semacam
ini disebut sweet gas dan tidak menjadi persoalan dalam proses pemurniannya.
Tetapi tidak sedikit ladang-ladang gas yang produksi gas-nya banyak
mengandung senyawa sulfur, gas semacam ini disebut sour gas dan dalam proses
pemurniannya banyak kesulitan yang timbul.
Untuk keperluan distribusi gas, total sulfur content di dalam gas alam disyaratkan
harus dibawah 1 grain/Cscf (1 grain = 64,8 mg; Cscf = 100 standard cubic feet),

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


115

tetapi untuk keperluan industri disyaratkan total sulfur content harus dibawah 0,25
grain/Cscf.
Kandungan carbon dioxide (CO2) di dalam gas alam umumnya berkisar antara 0,1
- 6 %, namun di Indonesia seperti dilapangan Natuna kandungan carbon dioxide
di dalam gas alam mencapai 70 %. CO2 tidak begitu berpengaruh terhadap
peralatan operasi tetapi cukup berpengaruh terhadap nilai kalori bahan bakar.

2. PRINSIP OPERASI ABSORPSI


Proses absorpsi dapat dikatakan hampir mirip dengan proses distilasi, gas yang
mengandung komponen-komponen berat diumpankan melalui bagian bawah
(bottom) kolom absorpsi dan solvent (lean solution) diumpankan dari bagian atas
(top) kolom. Gas kering sebagai hasil proses absorpsi meninggalkan kolom
melalui bagian puncak dan sementara solvent beserta komponen yang terlarut
(rich solution) keluar melalui bagian dasar kolom.
Suhu di dalam unit absorpsi dikendalikan oleh jumlah dan suhu lean solution.
Operasi absorpsi akan lebih baik fleksibilitasnya jika digabung dengan stripping
dalam satu menara, dan menara untuk keperluan ini disebut "rectifying
absorber".

3. MACAM-MACAM PROSES ABSORPSI


Didalam industri migas dan petrokimia, proses absorpsi banyak diterapkan untuk
pemurnian misalnya pemisahan CO2 dan H2S dari gas alam atau pengambilan
kembali (recovery) suatu komponen/bahan tertentu misalnya benzene, toluene,
dsb.
Absorpsi juga banyak digunakan secara luas untuk proses pemisahan
hidrokarbon-hidrokarbon dengan 3 atau 4 atom karbon (C3 dan C4) misalnya
propan, propylen, butan, butylen dan hidrokarbon dengan 1 atau 2 atom karbon
(C2 dan C2) seperti metan, etylen, acetylen, atau gas-gas ringan lainnya.
Karbon dioksida (CO2) yang terbawa oleh gas alam dapat dihilangkan dengan
cara absorpsi, dan karena yang digunakan sebagai solvent jenis organic amine,

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


116

maka proses ini sering disebut "amine process". Solvent yang digunakan bisa
berupa monoethanol amnine (MEA), diethanolamine (DEA), atau triethanolamine
(TEA).
Dalam proses ini beberapa reaksi kimia antara gas asam yang ada di dalam gas
alam dan amine dapat terjadi. Dari reaksi yang terjadi menghasilkan amine
carbonate, bicarbonate dan hidrosulfida. Konsentrasi amine untuk keperluan ini
direkomendasi antara 15 - 25% dalam air.
Gambar (7-1) menunjukkan diagram sederhana aliran proses untuk
menghilangkan karbon dioksida dari gas alam dengan menggunakan amine
solution.

Gambar (7-1): Proses Absorbsi dengan Larutan Amine

Gas alam diumpankan melalui bagian bawah menara absorber sedangkan MEA
melalui bagian puncak menara. Di dalam menara dipasang alat kontak, dan
kebanyakan untuk jenis gas yang korosif menggunakan bahan inert seperti

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


117

ceramic. Bentuk ceramic dibuat sedemikian rupa sehingga mempunyai luas


permukaan kontak yang besar.
Gas yang telah bebas CO2 meninggalkan menara melalui bagian puncaknya
sedangkan rich solution (MEA dan CO2) melalui bagian bagian dasar menara.
Rich solution selanjutnya diumpankan ke menara distilasi atau stripper untuk
memurnikan kembali MEA yang kemudian digunakan kembali ke absorber.
Larutan MEA yang memasuki absorber ini disebut lean solution (larutan miskin)
karena miskin akan kandungan CO2, dengan kata lain kemampuan larutan MEA
telah pulih kembali untuk mengikat CO2.
Karena persoalan korosi besar kemungkinannya terjadi, maka larutan MEA yang
digunakan harus ditambahkan additive sebagai corrosion inhibitor.
Stripper atau menara distilasi sesungguhnya merupakan unit regenerasi. Steam
yang digunakan untuk meregenerasikan larutan MEA sekitar 0,5 kg steam setiap 4
liter larutan MEA. Gas alam yang telah dimurnikan biasanya mengandung kurang
dari 20 ppm CO2 dan 1 ppm air.
Contoh lain adalah absorpsi untuk treatment gas basah dari hasil perengkahan
katalitik (catalytic cracking). Zat cair pelarut yang digunakan adalah fraksi
gasoline yang telah dipisahkan dari C4 yang berasal dari kolom debutanizer.
Gasoline yang belum distabilkan (unstabilized gasoline) dipakai sebagai feed.
Dalam proses ini dilakukan secara serentak stabilisasi gasoline.
Macam proses lain sesuai dengan penggunaannya diantaranya adalah "Girbotol
process", yaitu digunakan untuk membersihkan sulfur dalam bentuk hidrogen
sulfida (H2S) yang terkandung didalam gasoline, kerosine, dll. Jenis pelarut yang
digunakan adalah diethanol amine (DEA).

4. HYDROGEN SULFIDE REMOVAL


Untuk menghilangkan hydrogen sulfide (H2S) dalam gas alam dapat dilakukan
dengan berbagai cara proses, Beberapa proses yang dapai diterapkan diantaranya
adalah sebagai berikut:

• Amine process

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


118

• Sodium carbonate process


• Potasium Carbonate process
• Iron oxide process
• Sodium phenolate process
• Tripotasium process

Hingga dewasa ini jika dibanding dengan proses-proses yang lain, amine process
masih cukup dikenal dan banyak diterapkan karena mempunyai banyak
keuntungan. Amine process lebih fleksibel untuk menangani gas alam yang
mempunyai kandungan sulfur maupun corbon dioxide dengan variasi yang tinggi.

4.1. Amine Process


Amine process tidak hanya digunakan untuk menghilangkan hydrogen sulfide,
tetapi juga carbon dioxide dari gas alam maupun dari gas hasil pengolahan
minyak bumi. Jenis amine yang digunakan umumnya adalah MEA (monoethanol
amine), DEA (diethanol amine), TEA (triethanol amine).
Jika menggunakan MEA, kaonsentrasi larutan sekitar 15 - 20 %; DEA dengan
konsentrasi larutan sekitar 20 - 30 %, dan TEA dengan konsentrasi larutan sekitar
50 %.
Jika di dalam gas alam tidak mengandung carbonyl sulfide (COS) maka larutan
monoethanol amine sering digunakan untuk keperluan ini, namun kandungan H2S
di dalam gas alam tidak boleh lebih besar dari 0,25 grain/Cscf. Untuk keperluan
ini MEA mampu menurunkan kandungan H2S hingga mencapai 0,05 grain/Cscf.
Jika di dalam gas alam mengandung carbonyl sulfide maka harus menggunakan
larutan Diethanol amine, karena carbonyl sulfide akan bereaksi dengan amine
primer membentuk senyawa yang tidak dapat diregenerasi. Gas yang ditangani
dengan menggunakan DEA pada umumnya jarang yang kandungan H2S-nya lebih
rendah dari 0,5 grain/Cscf.
Prinsip kerja proses ini adalah absorpsi yang diikuti dengan reaksi kimia dalam
larutan air antara aliphatic alkoholamine dengan gas asam seperti H2S dan CO2
pada temperatur sebagaimana kondisi atmosfir. Kesetimbangan reaksi akan

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


119

menurun secara cepat dengan sedikit naiknya temperatur dan melepaskan gas
tersebut. Proses semacam ini termasuk proses absorpsi yang disertai dengan reaksi
kimia. Reaksi tersebut dapat dinyatakan dalam persamaan berikut dimana RNH2
menunjukkan monoethanol amine (MEA) dan R menunjukkan gugus HOCH2CH2.

100 oF
1. 2 RNH2 + H2S ⇔ (RNH2) 2.H2S
240 oF

120 oF
2. 2 RNH2 + CO2 + H2O ⇔ (RNH2) 2.H2CO2
300 oF

atau

100 oF
3. 2 RNH2 + H2S ⇔ (RNH3) 2.S
o
240 F

120 oF
4. 2 RNH2 + CO2 + H2O ⇔ (RNH3) 2.CO3
300 oF

Setiap kelompok persamaan yang sama dapat dipakai untuk diethanol amine dan
triethanol amine.
Perlu diingat bahwa berdasarkan persamaan reaksi tersebut, reaksi akan membalik
ke arah kiri dan diawali oleha H2S dan amine pada temperatur yang lebih rendah
dibanding untuk CO2. Oleh karena itu temperatur kontak untuk menghilangkan
H2S harus sama atau lebih rendah dari 100 oF. Juga, temperatur disosiasi untuk
CO2 lebih tinggi dari pada untuk H2S. Oleh karena itu untuk proses stripping
nantinya temperatur yang ditetapkan harus lebih besar dari 300 oF.
Karena proses ini proses secara fisika yang disertai dengan reaksi kimia, maka
naiknya kekuatan larutan atau rate of flow akan dapat meningkatkan kapasitas
penghilangan gas asam. Namun demikian kenaikan tersebut harus betul-betul
dievaluasi secara cermat karena larutan yang lebih kuat atau naiknya flow rate

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


120

yang berlebihan justru akan menurunkan kemampuan regenerasinya, dan


akibatnya konsumsi amine akan menjadi lebih tinggi.
Larutan amine yang meninggalkan ractifying still (sering disebut lean solution)
masih membawa panas dan panas tersebut dapat dimanfaatkan untuk pemanasan
foul solution di dalam heat exchanger. Keluar dari heat exchanger lean amine
dimasukkan ke dalam cooler untuk mendapatkan pendinginan dan kemudian
untuk sementara ditampung di dalam surge tank. Dari surge tank lean solvent
dipompakan kembali ke absorber untuk digunakan sebagai absorbent kembali.
Demikian terus berulang siklus amine di dalam proses gas treater ini.

4.2. Sodium Carbonate Process


Sodium carbonate process (soda ash trater) seperti yang terlihat dalam gambar 4-
67 umumnya digunakan untuk pemurnian gas buatan. Tekanan operasi absorber
sangat rendah dan kemampuan menghilangkan H2S sekitar 85 % jika dioperasikan
untuk gas buatan, sedangkan jika untuk gas alam tekanan operasinya bisa sampai
500 psig. Gas meninggalkan absorber dengan kandungan H2S sekitar 1 - 5
grain/Cscf. Konsentrasi larutan biasanya sekitar 3 - 3,5 % sodium carbonate.
Gas asam bereaksi dengan larutan sodium carbonate dengan persamaan reaksi
seperti berikut:

H2S + Na2CO3 → 2 NaHS + NaHCO3

CO2 + Na2CO3 + H2O → 2 NaHCO3

Secara teoritis absorbent dapat menyerap H2S sampai tekanan uap H2S sama
dengan tekanan parsial uap di dalam inlet gas, namun dalam kenyataannya tidak
mungkin hal itu dapat dicapai.
Flow rate larutan sodium carbonat (absorbent) yang digunakan untuk keperluan
ini pada umumnya berkisar antara 60 sampai150 gal/Mscf gas, dan hal ini sangat
tergantung pada konsentrasi H2S dan CO2 dalam gas.
Untuk jenis oven gas (atau gas buatan) yang mengandung H2S berkisar antara 3 -
5 grain/scf, CO2 antara 1,5 - 2,0 %, flow rate larutan yang diperlukan untuk
pemurnian gas tersebut jumlahnya sekitar 60 - 70 gal/Mscf dengan carrying

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


121

capasity sekitar 50 grain/gal. Larutan meninggalkan absorber kemudian


dipanaskan dengan steam dan menuju ke bagian puncak aerating tower atau
actifier, dimana reaksi yang disebutkan sebelumnya mengarah ke kiri. Reaksi
tersebut sesuai dengan pengaruh temperatur dan di dalam stripping gas H2S dan
CO2 lepas dan keluar melalui bagian puncak.
Umumnya absorber berupa kolom yang dilengkapi dengan bubble tray atau
packed column dengan larutan masuk melalui bagian puncak dan sour gas melalui
bagian dasar. Jika digunakan untuk pemurnian gas alam, maka tekanan operasinya
sekitar 500 psig. Larutan yang telah membawa gas asam (spent solution) keluar
dari bagian dasar absorber menuju ke heat exchanger untuk mendapatkan
pemanasan.
Dari heat exchanger spent solution masuk ke dalam aerating tower melalui bagian
puncaknya, kemudian kontak dengan udara secara berlawanan arah. Udara
dihembuskan dari bagian bawah aerating tower dengan bantuan fan.
Kemungkinan terbentuknya thiosulfate bisa saja terjadi karena terjadinya oksidasi
larutan. Thiosulfate tersebut tidak dapat diregenerasi, oleh karena itu beberapa
larutan harus dipisahkan dan fresh solution ditambahkan untuk menjaga agar
konsentrasi thiosulfate relatif rendah. Jika gas yang ditangani ini banyak
mengandung CO2, maka larutan harus dipanaskan agar mencapai temperatur yang
lebih tinggi sehingga reaksinya menjadi lebih efektif. Pada temperatur yang relatif
lebih tinggi akan menyebabkan jumlah air yang hilang menjadi lebih banyak,
oleh karena itu diperlukan air tambahan (make up) dalam jumlah yang memadai.
Jika di dalam air mengandung disolved solid, maka konsentrasi disolved solid
lama kelamaan akan menjadi tinggi dan pada batas konsentrasi tertentu disolved
solid tersebut akan keluar dari larutan dan membentuk endapan. Endapan tersebut
dapat terjadi di dalam aerating tower dan kemudian menimbulkan penyumbatan
dan akhirnya menurunkan kapasitas.
Dalam prakteknya untuk mengetahui seberapa besar kandungan garam-garam di
dalam larutan absorbent dapat dilakukan dengan pengujian contoh, yaitu dengan
cara mendinginkan contoh hingga mencapai temperatur minimum plant dan
kemudian ditambahkan beberapa sodium bicarbonate padat. Larutan tersebut
kemudian di test untuk melihat alkalinitasnya naik atau tidak. Jika alkalinitas naik

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


122

menunjukkan bahwa larutan telah melarutkan beberapa sodium karbonate. Dari


hasil seperti ini dapat disimpulkan bahwa deposit tidak akan terjadi pada lokasi
yang dingin. Jika hasil test menunjukkan tidak ada kenaikan alkalinitas, maka
kondisi operasi plant harus dikoreksi dengan menaikkan temperatur atau dengan
mengencerkan larutan untuk menurunkan konsentrasi garam-garam thiosulfate.
Keuntungan proses seperti ini adalah unitnya kecil sehingga tidak banyak
memakan tempat, absorbent yang digunakan relatif murah, dan operasinya lebih
sederhana. Konsumsi sodium carbonate untuk mengolah gas alam pada tekanan
500 psig berkisar antara 0,01 - 0,05 lb/Mscf. Biaya operasi untuk mengolah gas
alam yang kandungan CO2 lebih kecil dari 1 % cukup rendah, tetapi jika lebih
besar dari 1 % biaya operasinya relatif mahal.
Untuk menurunkan pembentukan garam thiosulfate karena reaksi, maka proses ini
dapat dimodifikasi dengan melengkapi vacuum system yang sering dikenal
sebagai "Vacuum Carbonate Process". Pengembangan pertama proses ini
dengan menggunakan steam untuk stripping sebagai pengganti udara yang
digunakan untuk regenerasi larutan.

4.3. Jenis Proses yang lain


Proses-proses yang lain yang dapat digunakan untuk keperluan sulfur removal
banyak jenisnya. Amine process dapat digabung dengan hot potash atau glycol
dengan tujuan untuk menurunkan biaya operasi, demikian juga modifikasi yang
dilakukan pada dasarnya adalah untuk menekan biaya operasi tanpa mengurangi
target hasil yang diinginkan.

4.3.1. Potasium Carbonate Process


Hot potasium carbonate dapat menyerap CO2 dan H2S, dan untuk memulihkannya
dapat diregenerasi dengan menggunkan steam. Jumlah steam yang diperlukan
umumnya lebih kecil dibanding dengan untuk amine process.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


123

4.3.2. Iron Oxide Process


Seperti yang ditunjukkan dalam gambar 4-68, H2S dapat dihilangkan dengan
menggunakan Iron oxide sekitar 5 - 10 lb/cuft dalam campuran dengan serpihan
kayu. Penghilangan H2S akan lebih efisien pada tekanan tinggi.
Reaksi yang terjadi dalam proses ini seperti berikut:

Fe2O3 + 3 H2S → Fe2S3 + 3H2O

2 Fe2S3 + 3 O2 → 2 Fe2O3 + 6 S

2 H2S + O2 → 2 H2O + 2 S

4.3.3. Sodium Phenolate Process


Proses ini ditunjukkan dalam gambar 4-69 dan jarang digunakan untuk mengolah
gas alam karena efisiensinya rendah. Disamping itu konsumsi steam yang
diperlukan sangat tinggi.
Reaksi yang terjadi dalam proses ini seperti berikut:

NaOC6H5 + H2S → NaHS + C6H5OH

NaOC6H5 + CO2 + H2O → NaHCO3 + C6H5OH

4.3.4. Tripotassium Phosphate Process


Jenis proses ini kebanyakan digunakan untuk menangani refinery gas. Dengan
menggunakan proses seperti ini kandungan H2S dapat diturunkan dari 3000
menjadi 15 grain/Cscf dengan menggunakan larutan yang mengandung 32 %
K3PO4.
Reaksi yang terjadi dalam proses ini seperti berikut:

K3PO4 + H2S → KHS + K2HPO4

K3PO4 + CO2 + H2O → KHCO3 + K2HPO4

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


124

5. CARBON DIOXIDE REMOVAL


Carbon dioxide (CO2) yang terkandung di dalam gas alam dapat dipisah bersama-
sama dengan hydrogen sulfide dengan menggunakan amine process atau proses
yang lainnya sebagaimana dibahas sebelumnya. Proses yang dibahas sebelumnya
pada umumnya hanya sekedar menurunkan kandungan CO2 dalam gas alam,
sedangkan yang akan dibahas disini adalah untuk menghilangkan CO2 dalam
jumlah yang besar. Pada prinsipnya proses yang diterapkan untuk keperluan ini
adalah absorpsi dengan menggunakan organic solvent. Tekanan operasi bervariasi
antara 300 - 1000 psig dengan kandungan CO2 di dalam gas alam cukup tinggi,
yaitu sekitar 5 - 60 %.
Di dalam proses ini tidak terjadi reaksi kimia dan murni proses fisika dengan
menggunakan absorbent seperti propylene carbonate, glycol triacetate, butoxy
diethylene glycol acetate, dan methoxy triethylene glycol acetate. Jenis solvent ini
juga dapat menghidrasi air yang terdapat di dalam gas alam. Sebagai contoh
penerapan cara ini yaitu pada sebuah plant yang dirancang untuk memurnikan gas
alam dengan kandungan CO2 dari konsentrasi 53 % menjadi 2 % pada kapasitas
operasi berkisar 220 MMscfd gas alam. Solvent yang digunakan adalah jenis
propylenen carbonate. Untuk meregenerasikan solvent dilakukan dengan cara
flash operation, yaitu dengan memisahkan fase uap dan fase cair dalam campuran
di dalam flash chamber. Hydrocarbon yang terlarut di dalam solvent dipisahkan di
dalam flash camber tingkat pertama dengan cara menurunkan suhu. Hydrocarbon
yang terpisah keluar melalui bagian puncak kemudian ditekan dan dikirim
kembali ke absorber bersama-sama dengan feed.
Gas CO2 yang masih terbawa oleh solvent dipisahkan di dalam flash chamber
tingkat kedua dengan cara yang sama. Dengan cara regenerasi seperti ini
diharapkan tingkat kemurnian solvent dapat dijaga tetap tinggi.

6. ABSORPSI DAN STEAM STRIPPING


6.1. Prinsip Dasar Absorpsi
Proses penyerapan sebagian gas ke dalam cairan non volatile sesungguhnya
banyak diterapkan seperti halnya fraksinasi. Prinsip dasar operasi absorpsi juga

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


125

tergantung pada kesetimbangan antara uap dan cairan. Oleh karena itu
pelaksanaannya dapat dilakukan dengan mengontakkan secara berlawanan arah di
dalam sebuah kolom. Perbedaannya adalah bahwa di dalam absorber suhunya
relatif konstan.

Gambar (7-2): Skema Neraca Bahan dalam Proses Absorpsi

Neraca Komponen:

(
G y 1' - y '2 ) (
= L x '2 - x 1' )
Liquid / Gas Ratio:
L y ' - y '2
= 1'
G x 2 - x 1'

di mana:
L = Jumlah mol cairan absorbent murni
G = Jumlah mol inert gas murni
x’ = Jumlah mol komponen per mol absorbent murni (mol ratio)
y’ = Jumlah mol komponen per mol gas murni

Jika fraksi mol komponen dalam gas dan liquid diketahui, maka

x y
x' = dan y' =
1 - x 1 - y

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


126

Proses absorpsi sebagian gas ke dalam nonvolatile liquid pada dasarnya sama
seperti fraksinasi. Sebagaimana dalam fraksinasi, proses absorpsi ini juga
tergantung pada kesetimbangan antara uap dan cairan (yaitu didasarkan pada
hukum Raoult).

pi p *i x i
y = =
pt pt

Gambar (7-3): Penetapan Jumlah Tahapan dalam Proses Absorpsi

Liquid/Gas ratio (L/G) adalah konstan di setiap titik disepanjang kolom absorber
sehingga slopenya konstan. Garis dengan slope konstan ini disebut sebagai garis
operasi (operating line). Garis operasi ini mempunyai titik terminal pada ( x '2 ; y 1' )

dan ( x 1' ; y '2 ), yaitu garis A-B. Perpindahan masa komponen dari gas ke cairan
adalah kejadian diffusi, dan oleh karena itu laju perpindahan tergantung pada
perbedaan konsentrasi komponen di dalam gas dan di dalam cairan. Dengan
demikian perpindahan akan terjadi hanya jika ada perbedaan konsentrasi, dan
perpindahan masa akan terhenti jika kesetimbangan tercapai. Kebutuhan

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


127

minimum absorbent yang digunakan dapat ditentukan dengan memperhatikan gas


yang keluar yang dalam kesetimbangan dengan absorbent yang masuk.
Garis operasi untuk kondisi tersebut akan memotong garis kesetimbangan pada
y '2 . Dalam kondisi seperti ini akan membutuhkan jumlah plate yang tak
terhingga.

Contoh 7-1:
Udara dari sebuah solvent plant mengandung 2 % n-pentane. Konsentrasi n-
pentane akan diturunkan hingga mencapai 0,1 % dengan mengontakkan gas pada
suhu 80 oF dan tekanan 147 psia, minyak yang digunakan sebagai absorbent
sebanyak 6.950 lb/jam dan mengandung 0,05 % berat n-pentane. Gas yang
o
diumpankan laju alirnya 100.000 cuft/jam diukur pada 60 F. Berat molekul
absorbent 220. Hukum Raoult dan Dalton dianggap berlaku dalam kondisi ini.
Hitung jumlah plate teoritis.

Penyelesaian:
Jumlah mol gas memasuki absorber:
Udara murni 98 % vol,
100.000 x 0,98
G = = 259 lbmol / jam
379
(pada 32 oF: 1 lbmol = 359 ft3)

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


128

(pada 60 oF: 1 lbmol = 379 ft3)

Pentane murni 2 % vol,


100.000 x 0,02
C5 = = 5,28 lbmol / jam
379

Mole ratio:
C5 5,28
y 1' = = = 0,0204
G 259

Jumlah mol gas meninggalkan absorber:


Udara murni sama dengan saat masuk, G = 259 lbmol/jam

Pentane murni 0,1 % vol,


0,1
C 5 = 259 x = 0,26 lbmol / jam
99,9

Mole ratio:
C5 0,26
y '2 = = = 0,001
G 259

Jumlah mol absorbent memasuki absorber:


Absorbent murni 99,95 % berat,
6.950 x 0,9995
L = = 31,6 lbmol / jam
220

Pentane murni 0,05 % berat,


6.950 x 0,0005
C5 = = 0,05 lbmol / jam
72

Mole ratio:
C5 0,05
x 1' = = = 0,00158
L 31,6

Jumlah mol absorbent meninggalkan absorber:


Absorbent murni sama dengan saat masuk, L = 31,6 lbmol/jam
Pentane murni ,

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


129

(C5)dlm absorbent keluar = (C5)dlm gas masuk - (C5)dlm gas keluar + (C5)dlm absorbent masuk
5,28 - 26 + 0,05 = 5,07 lbmol/jam

Mole ratio:
C5 5,07
x '2 = = = 0,161
L 31,6

Titik-titik kordinat garis operasi:


A = ( x 1' ; y '2 ) = (0,00158 ; 0,001)

B = ( x '2 ; y 1' ) = (0,161 ; 0,0204)


Tarik garis operasi dari titik A ke B

Garis Kesetimbangan
Hitung fraksi mol kesetimbangan dengan menggunakan persamaan berikut:

p*
yi = xi
pt

⎛ B ⎞
B ⎜A - ⎟
log p * = A - atau p * = 10 ⎝ C + t⎠

C + t

A = 6,85685 B = 1066,4 C = 232,141

⎛ 1066,4 ⎞
⎜ 6,85685 - ⎟
* ⎝ 232,141 + 26,667 ⎠
p = 10 = 545,02 mm Hg

p = 147 psia = 7.600 mm Hg

545,02
yi = xi
7.600

Tetapkan harga x dengan increament 0,015 untuk menghitung harga y, kemudian


hitung mole ratio kesetimbangan dengan persamaan berikut:

x y
x' = dan y' =
1 - x 1 - y

x 0 0,015 0,030 0,045 0,060 0,075 0,090 0,105 0,120 0,135 0,150 0,165 0,180
y 0 0,001 0,002 0,003 0,004 0,005 0,006 0,008 0,009 0,010 0,011 0,012 0,013

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


130

x' 0 0,015 0,031 0,047 0,064 0,081 0,099 0,117 0,136 0,156 0,176 0,198 0,220
y' 0 0,001 0,002 0,003 0,004 0,005 0,006 0,008 0,009 0,010 0,011 0,012 0,013

Menghitung jumlah plate


Tarik garis siku antara garis operasi dan garis kesetimbangan dan hitung jumlah
siku yang terbentuk. Nt = 3,9.

6.2. Prinsip Dasar Steam Stripping


Steam stripping mempunyai tugas sama seperti sebuah reboiler, ia digunakan jika
suhu bottom yang tinggi tidak dikehendaki. Dalam operasi sebuah menara
absorpsi, suhu dipertahankan dan/atau tekanan dipertahankan tinggi, tetapi di
dalam stripping sebaliknya, yaitu suhu dipertahankan tinggi dan/atau tekanan
rendah.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


131

Gambar (7-4): Skema Neraca Bahan dalam Proses Steam Stripping

L = Jumlah mol cairan carrier murni


S = Jumlah mol steam murni
x’ = Jumlah mol komponen per mol carrier murni (mol ratio)
y’ = Jumlah mol komponen per mol steam murni

Gambar (7-5): Penetapan Jumlah Tahapan dalam Proses Steam Stripping

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


132

Neraca Komponen:
Liquid / Steam Ratio:

(
S y 1' - y 2' ) (
= L x 2' - x 1' ) L y'
= ' 1 '
S x 2 - x1
(
S y 1' = L x 2' - x 1' )

Contoh 7-2:
Selvent yang berasal dari absorber dalam contoh 1 diregenerasi dengan
menggunakan sebuah stripper yang dioperasikan pada suhu 267 oF dan tekanan 1
psig (812 mmHg).
Hitung jumlah plate teoritis.

Penyelesaian:

Jumlah mol steam memasuki stripper:


180
S = = 10 lbmol / jam
18
C5 = 0 lbmol/jam
y 'S2 = 0

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


133

Jumlah mol steam meninggalkan stripper:


S = 10 lbmol/jam

(
C 5 = L x '2 - x 1' ) = 31,575 (0,1605 - 0,0015) = 5,0182 lbmol / jam

C5 5,0182
y 'S1 = = = 0,50182
S 10

Jumlah mol absorbent memasuki stripper:


L = 31,575 lbmol/jam
C5 = 0 lbmol/jam
x '2 = 0,1605

Jumlah mol absorbent meninggalkan stripper:


C5 = 0,0483 lbmol/jam
x 1' = 0,00158

Titik-titik kordinat garis operasi:


A = ( x 1' ; y 'S2 ) = (0,00158 ; 0)

B = ( x '2 ; y 'S1 ) = (0,161 ; 0,50182)


Tarik garis operasi dari titik A ke B

Garis Kesetimbangan
o o
Hitung fraksi mol kesetimbangan pada suhu 267 F (130,56 C)dengan
menggunakan persamaan berikut:

p*
yi = xi
pt

⎛ B ⎞
B ⎜A - ⎟
* * ⎝ C + t⎠
log p = A - atau p = 10
C + t

A = 6,85685 B = 1066,4 C = 232,141

⎛ 1066,4 ⎞
⎜ 6,85685 - ⎟
* ⎝ 232,141 + 130,56 ⎠
p = 10 = 8253,7 mm Hg

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


134

p = 1 psig = 812 mm Hg

545,02
yi = xi
7.600

Tetapkan harga x dengan increament 0,0028 untuk menghitung harga y, kemudian


hitung mole ratio kesetimbangan dengan persamaan berikut:
x y
x' = dan y' =
1 - x 1 - y

x: 0 0,002 0,005 0,008 0,011 0,014 0,016 0,019 0,022 0,025 0,028 0,030 0,033
y: 0 0,028 0,056 0,085 0,113 0,142 0,170 0,199 0,227 0,256 0,284 0,313 0,341
x': 0 0,002 0,005 0,008 0,011 0,014 0,017 0,02 0,022 0,025 0,028 0,031 0,034
y': 0 0,029 0,060 0,093 0,128 0,165 0,205 0,248 0,294 0,344 0,397 0,455 0,518

Menghitung jumlah plate


Tarik garis siku antara garis operasi dan garis kesetimbangan dan hitung jumlah
siku yang terbentuk. Nt = 3,4.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


135

BAB 8
ADSORPSI

1. U M U M
Adsorpsi adalah proses pemisahan suatu zat dalam campuran/larutan dengan cara
penyerapan melalui permukaan zat padat berpori yang disebut adsorbent.
Campuran/larutan yang dimaksud dalam hal ini dapat berupa gas atau cairan.
Molekul-molekul yang terakumulasi di dalam pori-pori dan interface atau yang
diserap oleh adsorbent disebut adsorbat.
Adsorbent adalah zat padat alami ataupun synthesis yang mempunyai porositas
dan luas permukaan tinggi (misalnya activated charcoal, silica gel, molecular
sieve). Hasil adsorpsi sangat dipengaruhi oleh luas permukaan adsorbent, semakin
luas semakin besar daya serapnya, namun tergantung juga pada efektifitasnya.
Contoh penerapan adsorpsi yang banyak dilakukan di dalam industri diantaranya
adalah untuk:

a. Pemisahan bahan dari fase gas:


• Pengeringan udara
• Pengeringan gas
• Penghilangan bau atau warna
• Penghilangan impurities
• Pengambilan uap yang bermanfaat dari udara/gas

b. Pemisahan bahan dari cairan:


• Penghilangan kadar air dalam produk minyak
• Penghilangan warna dalam produk minyak
• Menghilangkan warna atau bau dalam air
• Memisahkan umpan hidrokarbon parafin dan aromat.

Di dalam pengendalian polusi udara, adsorpsi dilakukan untuk menghilangkan


volatile organic compounds (VOCs) dari gas stream. Adsorpsi sendiri adalah
suatu phenomena dimana molekul-molekul gas dilewatkan melalui suatu
tumpukan (bed) partikel padat yang secara selektif ditentukan oleh gaya atraktif.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


136

Selama adsorpsi, molekul-molekul gas berpindah dari gas stream ke permukaan


padatan dimana ia akan mengalami pelepasan energi, yaitu panas adsorpsi, yang
dalam praktiknya sama atau melampaui panas kondensasinya.

2. PRINSIP OPERASI ADSORPSI


Perpindahan massa pada proses adsorpsi berlangsung setelah terjadi kontak antara
larutan yang berbentuk gas ataupun cairan pada permukaan adsorbent sehingga
zat-zat yang mempuyai daya difusi lebih besar akan menembus interface dan pori-
pori adsorbent akan terikat pada permukaan tersebut.
Dalam operasi pemisahan solid-liquid dengan cara adsorpsi ada juga yang
mekanismenya melalui pertukaran ion (ion exchange). Ion-ion yang dapat
bertukar secara reversible antara solid dan larutan elektrolit dapat memisahkan zat
terlarut elektrolitik (electrolitic solute). Mekanisme pertukaran ion seperti ini
tidak hanya karena interaksi antara ion dan solid, tetapi juga karena diffusi ion-ion
ke dalam fase padat (solid phase).

Gambar (8-1): Sistem Adsorpsi Sederhana

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


137

Gambar (8-1) menunjukkan skema sederhana sistem adsorpsi dan regenerasi


adsorbent. Hidrokarbon berat yang terkandung di dalam suatu campuran gas
biasanya mudah mengembun pada permukaan zat padat berpori seperti activated
charcoal, alumina, dan silica gel. Oleh karena itu untuk pengolahan gas alam
banyak menggunakan metoda adsorpsi.
Kapasitas penyerapan padatan untuk gas cenderung meningkat dengan naiknya
konsentrasi fase gas, berat molekul diffusivitas, polaritas, dan titik didih. Gas
membentuk ikatan kimia yang sebenarnya dengan kelompok-kelompok
permukaan adsorbent. Phenomena ini diistilahkan sebagai “chemisorption”.
Kebanyakan gas (adsorbat) dapat dipisahkan (“desorbed”) dari adsorbent dengan
pemanasan, dan media pemanas yang digunakan biasanya berupa steam atau gas
panas hasil pembakaran. Cara lain yaitu dengan menurunkan tekanan sampai
mencapai tekanan yang cukup rendah (vacuum desorption). Secara fisik species
yang diserap ke dalam pori paling kecil membutuhkan suhu tinggi untuk
menghilangkannya.

3. MACAM-MACAM ADSORBENT
3.1. Activated Carbon
Activated carbon dapat dibuat dari bahan-bahan berkarbon, termasuk batubara
(bituminous, subbituminous, and lignite), gambut, kayu, atau batok kelapa. Proses
pembuatan adsorbent jenis ini terdiri dari dua fase, yakni karbonisasi dan aktifasi.
Proses karbonisasi meliputi pengeringan dan kemudian pemanasan untuk
memisahkan produk sampingannya seperti tars dan hidrokarbon lainnya dari
bakunya. Proses karbonisasi disempurnakan dengan memanaskan bahan pada
suhu sekitar 400–600°C.

(1). General. Carbonized particles diaktifkan dengan memaparkannya ke suatu


activating agent, yaitu steam pada suhu tinggi. Steam akan membakar dan
mendekomposisi produk dari fase karbonisasi untuk mengembangkan pori-
pori sehingga membentuk struktur graohite lattic tiga dimensi. Pori-pori yang
dikembangkan selama aktifasi merupakan fungsi dari waktu pemaparan,

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


138

Semakin lama waktu pemaparannya semakin besar ukuran pori-porinya. Jenis


aqueous phase carbons yang paling popular adalah yang berbasis bituminous
karena kekerasannya, ketahanannya terhadap abrasi, distribusi ukuran
porinya, dan biaya rendah, tetapi keefektifannya perlu diuji dalam setiap
penggunaannya untuk menentukan produk yang optimal. Struktur pori
graphite lattice tiga dimensi dari suatu partikel karbon aktif ditunjukkan
dalam Gambar (8-2).

(2). Powdered Activated Carbon (PAC). PAC dibuat dari pecahan karbon atau
partikel karbon tanah yang diserbukkan. American Water Works Association
Standard (AWWA, 1997) menyatakan GAC (Granular Activated Carbon)
sebagai bahan yang tertahan pada 50-mesh sieve (0.297 mm) dan PAC
sebagai bahan yang lebih halus, sedangkan American Society for Testing and
Materials (ASTM D5158) mengklasifikasikan ukuran partikel sesuai dengan
80-mesh sieve (0.177 mm) dan yang lebih halus sebagai PAC. PAC biasanya
digunakan secara langsung pada raw water intakes, rapid mix basins,
clarifiers, dan gravity filters.

(3). Granular Activated Carbon (GAC). GAC dapat dibuat apakah dalam bentuk
granular atau extruded. GAC diproduksi dengan ukuran 8 ⋅ 20, 20 ⋅ 40, or 8
⋅ 30 untuk pemakaian dalam fase cair dan 4 ⋅ 6, 4 ⋅ 8 or 4 ⋅ 10 dipakai dalam
fase uap. Aqueous phase carbons yang paling banyak digunakan adalah yang
mempunyai ukuran 12 ⋅ 40 dan 8 ⋅ 30 karena mempunyai keseimbangan
ukuran yang baik, luas permukaannya besar dan headloss-nya rendah. Yang
berukuran 12 ⋅ 40 biasanya direkomendasi untuk proses pengolahan air
minum yang mengandung suspended solid rendah.

3.2. Non-Activated-Carbon
Dewasa ini banyak pilihan adsorbent (media adsorpsi) yang digunakan untuk
menghilangkan zat-zat organic yang terkandung di dalam cairan maupun gas.
Organically modified clays, polymeric adsorbents, and zeolite molecular sieves

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


139

adalah jenis adsorbent non-activated-carbon yang dewasa ini banyak digunakan


untuk hazardous waste treatment.

Tabel (8-1): Macam-macam adsorbent dan penggunaannya


ADSORBENT Porositas Bulk dry Diameter Luas per Kap.
Bentuk
DAN internal density pori mukaan serap
partikel
PENGGUNAANNYA % kg/l nm km2/kg kg/kg dry
ALUMINA
Low porosity (fluoride sorbent) G,S 40 0,70 7 0,32 0,20
High porosity (drying,
G 37 0,85 4 - 14 0,30 0,30
separation)
Desiccant, CaCl2-coated G 30 0,91 4-5 0,2 0,22
Activated bauxite G 35 0,85 5 0,15
Chromatographic alumina G,P,S 30 0,93 5 0,14

SILICATE & ALUMINA


Molecular sieve:
- Type 3A (dehydration) S,C,P 30 0,65 0,3 0,70 0,22
- Type 4A (dehydration) S,C,P 32 0,65 0,4 0,70 0,24
- Type 5A (dehydration) S,C,P 34 0,65 0,5 0,70 0,25
- Type 13X (purification) S,C,P 38 0,60 1,0 0,60 0,30
Silica gel (drying, separation) G,P 38 - 48 0,75 2-5 0,70 0,45
Magnesium silicate
G,P 33 0,50 0,25
(decolorizing)
Calcium silicate (fatty-acid
P 75 - 80 0,30 0,10
removal)
Clay, acid treated (refining) G 0,85
Fuller's earth (refining) G,P 0,50
Deatomaceous earth (refining) G 0,45 0,002

CARBONS
Shell-based G 60 2 1,2 0,40
Wood-based G 80 1,3 0,70
Petroleum-based G,C 80 2 1,1 0,35
Peat-based G,C,P 55 3 1,2 0,50
Lignite-based G,P 70 - 85 3 0,5 0,30
Bituminous-coal-based G,P 60 - 80 3 1,1 0,40

ORGANIC POLYMERS
Polystyrene (removal of
S 20 - 60 40 - 50 0,64 4-9 0,50
organics)
Polyacrylic ester (purification) G,S 20 - 60 50 - 55 0,65 10 -25 0,50
Phenol (decolorizing,
G 16 - 50 45 0,42
deodorizing)

Catatan: C = cylindrical pallets G = granular P = powder


S = spheres nm = nano meter = 10-9 meter

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


140

Silica gel dan charcoal dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti tulang, kayu,
lignite, dsb. yang sangat efektif sebagai bahan adsorbent. Bahan-bahan tersebut
mempunyai struktur yang sangat berpori dan permukaannya sangat luas sehingga
daya serapnya sangat besar. Untuk meningkatkan daya adsorpsi adsorbent dapat
dilakukannya dengan mengaktifkannya melalui berbagai cara. Salah satu contoh,
arang kayu dapat diaktifkan dengan cara memanaskannya antara suhu 350 -

1000oC di ruang vakum. Dengan cara ini untuk mengadsorp carbon tetra chloride

pada suhu 24oC dapat meningkat dari 0,011 kg/kg arang menjadi 1,48 kg/kg.
Pengaktifan tersebut sesungguhnya meliputi penguapan impurities sehingga
permukaan bebasnya menjadi sangat luas. Pada dasarnya jumlah gas yang dapat
diadsorp tergantung pada sifat adsorbent dan sifat gas yang diadsorp. Sedangkan
variabel lain yang mempengaruhi adalah luas permukaan adsorbent, suhu dan
tekanan gas. Tabel (8-1) berikut menunjukkan beberapa adsorbent yang sering
digunakan secara komersial.
Hubungan antara jumlah zat yang diadsorp oleh adsorbent dan tekanan
kesetimbangan atau konsentrasi pada suhu konstan disebut "adsorption isotherm".
Karena adsorpsi merupakan suatu peristiwa yang terjadinya pada permukaan,
maka adsorbent yang baik harus mempunyai porositas yang besar dan luas
permukaannya, misalnya lignite mempunyai luas permukaan bisa sampai
1.000.000 m2/kg. Sifat lain bagi adsorbent yang penting adalah diffusion rate-nya,
yaitu laju perpindahan masa antara cairan atau gas dan adsorbent solid. Semakin
pendek lintasan difusinya, maka akan semakin tinggi transfer rate-nya.

3.3. Sifat-Sifat Granular Activated Carbon


Sifat-sifat yang dimiliki (properties) Granular activated carbon dinyatakan dalam
ASTM D2652. Disamping itu ada informasi tambahan tentang sifat-sifat yang
dimaksud sebagaimana uraian berikut ini.

a. Distribusi Ukuran Partikel (Particle Size Distribution). Suatu prosedur uji


standar untuk particle size distribution (PSD) dinyatakan dalam ASTM D2862.
Informasi yang diberikan dari uji tersebut digunakan untuk menetapkan

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


141

keseragaman ukuran partikel karbon. Dua criteria ukuran partikel meliputi


ukuran efektif dan dan keseragaman ukuran. Ukuran efektif menunjukkan
keseuaiannya dengan ukuran lobang saringan yang dilalui 10 % partikel.
Keseragaman partikel dinyatakan dengan koefisien keseragaman (uniformity
coefficient), yaitu perbandingan antara ukuran lobang saringan yang
meloloskan 60 % terhadap ukuran efektif. Biasanya laju adsorpsi akan
meningkat dengan menurunnya ukuran partikel, seperti tahapan proses difusi
pada permukaan karbon akan menjadi lebih cepat pada partikel yang lebih
kecil.

b. Surface Area (Luas Permukaan). Yang dimaksud luas permukaan adalah luas
permukaan partikel yang tersedia untuk penyerapan. Umumnya semakin besar
luas permukaan partikel semakin besar kapasitas penyerapannya, tetapi luas
permukaan tersebut memerlukan efektifitas. Dan suatu tingkat luasan yang
tinggi membutuhkan daerah “adsorption pore” yang besar agar dapat dijangkau
oleh kontaminan dengan struktur “transport pore” yang efektif. Hal ini diukur
dengan menentukan jumlah nitrogen yang diserap oleh partikel dan dilaporkan
sebagai meter persegi per gram (umumnya berkisar antara 500 and 2000 m2/g).
ASTM D 3037 adalah prosedur untuk menentukan luas permukaan dengan
menggunakan menota nitrogen BET (Brunauer, Emmett, and Teller). Kenapa
nitrogen digunakan tidak lain karena kecilnya ukuran, sehingga dapat
menjangkai micopores partikel karbon.

c. Pore Volume (Volume Pori). Volume pori adalah suatu ukuran volume total
untuk setiap gram sekumpulan partikel yang satuannya dinyatakan dalam
centimeters kubik per gram (cm3/g).

d. Iodine Number (Angka Iodine). Iodine number menunjukkan berapa


milligram suatu larutan 0.02 normal iodine yang adapat diserap selama
dilakukan uji standar (ASTM D4607). Iodine number adalah suatu ukuran
persen volume dalam pori-pori yang berukuran diameter dari 10 hingga 28 Å
(10–10 m). Karbons dengan persentase tinggi ukuran pori-porinya, pada
umumnya bcocok untuk penggunaan dalam fase uap. Untuk fase cair, biasanya
mempunyai iodine number 1000.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


142

e. Abrasion Number (Angka Abrasi). Abrasion number menunjukkan


kemampuan carbon terhadap ketahanannya untuk menangani slurry transfer.
Ada dua metoda uji yang berbeda dapat digunakan untuk mengetahui abrasion
number tergantung pada jenis bahan karbon. Uji abrasi Ro Tap digunakan
untuk bituminous-coal-based GAC, dan uji abrasi Stirring digunakan untuk
yang lebih lunak seperti lignite-coal-based GAC. Abrasion number adalah
angka perbandingan rata-rata akhir diameter terhadap rata-rata awal diameter
partikel (ditentukan dengan sieve analyses) kali 100. Rata-rata ukuran partikel
yang dikehendaki dari GAC yang tertahan harus lebih besar atau sama dengan
70%.

4. MACAM-MACAM ADSORPSI
Secara umum adsorpsi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu adsorpsi fisik
dan adsorpsi kimia.

4.1. Adsorpsi Fisika


Adsorpsi fisika (van der Waals adsorption) adalah suatu peristiwa reversible
(timbal balik) secara cepat yang dihasilkan oleh gaya tarik antara
molekul-molekul adsorbent dan zat yang diadsorp. Sebagai contoh, jika gaya tarik
intermolekular antara adsorbent dan gas lebih besar dari yang ada di dalam gas itu
sendiri, maka gas akan mengembun pada permukaan adsorbent meskipun
tekanannya lebih rendah dari tekanan uap pada suhu dimana ia beroperasi.

4.2. Adsorpsi kimia


Adsorpsi kimia (activated adsorption) adalah hasil interaksi kimia antara
adsorbent dan zat yang diserap. Kekuatan ikatan kimia sangat berpengaruh
terhadap kemampuan adsorpsi, senyawa kimia yang dapat dikenali biasanya tidak
dalam bentuk yang sebenarnya, tetapi daya ikatnya umumnya jauh lebih besar dari
pada adsorpsi fisik. Panas yang dilepas selama adsorpsi kimia biasanya cukup

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


143

besar. Proses adsorpsi secara kimia ini biasanya bersifat irreversible, dan pada
desorpsi-nya sering didapati telah mengalami perubahan kimia.

5. ADSORPSI ISOTHERMIS (FREUNDLICH)


Adsorpsi isothermis adalah Adsorpsi yang mempunyai keterkaitan dengan
distribusi adsorbat (bahan yang diadsorp) antara fase terserap (yang terserap pada
permukaan adsorbent) dan fase larutan dalam keadaan setimbang.
Banyak perusahaan pembuat adsorbent terus melakukan penelitian untuk
meningkatkan kualitas produknya mencari mencari kecocokan dalam
penggunaannya terhadap bahan kimia tertentu (yakni untuk menunjukkan bahwa
adsorbent tertentu dapat menyerap bahan kimia tertentu dengan baik).
Kemampuan kerja adsorpsi sebenarnya bisa saja jauh dibawah kesetimbangannya
yang diakibatkan oleh adanya senyawa-senyawa lain yang terikut di dalam
larutan.
Ada tiga persamaan matematis yang dikembangkan untuk menjelaskan distribusi
kesetimbangan suatu solute antara fase terlarut (liquid) dan fase terserap (solid).
Hubungan tersebut digunakan untuk membantu mengiterpretasikan data yang
diperoleh selama pengujian pada suhu konstan sesuai dengan adsorpsi isotermis.

• Persamaan Langmuir isotermis menganggap bahwa sisi individual tetap


ada pada permukaan adsorbent, setiap sisi mampu menyerap satu molekul,
hasilnya dalam suatu lapisan satu molekul yang terletak pada seluruh
permukaan adsorbent. Model Langmuir juga menganggap bahwa seluruh
sisi menyerap adsorbat sama besar.

• Persamaan Brunauer, Emmett, dan Teller (BET) juga menganggap bahwa


permukaan adsorbent terdiri dari sisi-sisi individual yang tetap. Tetapi,
persamaan BET menganggap bahwa molekul-molekul dapat diserap lebih
dari satu lapisan yang terletak pada permukaan adsorbent. Persamaan BET
menganggap bahwa energi yang diperlukan untuk menyerap lapisan
partikel pertama untuk mempertahankan lapisan tunggal (monolayer) di
tempat.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


144

• Persamaan Fruendlich isotermis menganggap bahwa adsorbent


mempunyai suatu gabungan permukaan heterogen pada sisi adsorpsi yang
potensial adsorpsinya berbeda. Persamaan tersebut juga menganggap
bahwa setiap kelas sisi adsorpsi menyerap molekul-mplekul, sebagaimana
dalam persamaan Langmuir.

Persamaan Fruendlich Isotermis merupakan persamaan yang secara luas banyak


digunakan dalam menyelesaikan persoalan-persoalan adsorpsi yang secara
matematis penjelasannya seperti berikut:

1
X
= a Cn
M

dimana: X = satuan impurities yang diserap (mg, g)


M = massa adsorbent (mg, g)
C = konsentrasi impurities di dalam minyak atau gas yang berada
dalam kesetimbangan dengan adsorbent (mg/liter)
a,n = konstanta empiris yang nilainya tergantung dari jenis adsorbent,
impurities, suhu serta minyak/gas dalam sistem.

Khusus untuk gas, konsentrasi impurities dapat dinyatakan sebagai tekanan yang
dapat dijelaskan sebagai berikut:

m
PV=nRT dimana : n =
BM

m m
PV= RT karena C = , maka
BM V

m P BM
C= = dimana : BM, R, T = konstan
V RT
1 1
⎛ P BM ⎞ n ⎛ BM ⎞ n
1
X
= a Cn = a ⎜ ⎟ dan k=a⎜ ⎟
M ⎝ RT ⎠ ⎝RT⎠

1
X
= k Pn
M

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


145

6. ANALISA TIME SERIES (TREND)


Didalam peyelesaian persoalan adsorpsi sering dilakukan dengan mencari
hubungan antara dua buah variabel atau lebih dan megukur hubungan itu secara
statistik. Disamping itu, untuk dapat meramalkan sesuatu, yaitu menentukan nilai
sesuatu variabel sesudah mengetahui nilai-nilai variabel yang lain. Untuk
mendapatkan nilai yang berguna untuk meramal, kita harus mengetahui lebih
dahulu hubungan antara variabel-variabel itu. Dalam analisa time series ada
beberapa hal yang harus diperhatikan dan cara-cara menentukan trend.

6.1. Hal-hal yang harus diperhatikan


1). Bagaimana panjangnya rentetan waktu yang harus diamati (diusahakan harus
cukup panjang).
2). Waktu permulaan dan akhir pengamatan harus bersamaan (untuk gerak yang
berulang misalnya keduanya diambil yang dekat pada daerah lembah).
3). Jika terjadi perubahan yang menyolok dan terjadi hanya satu kali sepanjang
pengamatan seluruhnya, maka hal ini dapat diabaikan (dilewati).

6.2. Cara-cara menentukan trend


1). Dengan cara memakai tangan (manual).
2). Dengan cara semi average.
3). Dengan cara rata-rata bergerak (moving average).
4). Dengan cara least square.

(a). Cara manual


Adalah cara yang paling sederhana. Mula-mula dibuat scatter diagram, kemudian
dengan perasaan saja ditarik garis trend. Cara ini hanya untuk menunjukkan gerak
dan arah rentetan waktu secara umum.

(b). Cara semi average


Cara ini juga sangat sederhana. Mula-mula dibagi dua rentetan waktu dengan
sama panjang. Dari setiap bagian dihitung harga rata-rata hitungnya dan
ditetapkan dua buah titik kemudian ditarik garis melalui dua titik tersebut.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


146

(c). Cara rata-rata bergerak


Cara ini lebih obyektif dibandingkan dengan cara sebelumnya. Bentuk trend yang
diperoleh seluruhnya ditentukan oleh rentetan waktu itu sendiri dengan memakai
harga rata-rata bergerak. Dalam menghitung harga rata-rata bergerak diambil
setiap tiga harga Y yang kemudian dijumlahkan yang hasilnya disebut jumlah
bergerak, selanjutnya dibagi dengan tiga dan hasilnya disebut harga rata-rata
bergerak. Demikian seterusnya harga rata-rata bergerak dihitung. Dengan
menghubungkan titik-titik dari harga rata-rata bergerak diperoleh garis trend.

(d). Cara least square


Pemakaian cara least square akan menghasilkan trend yang berupa garis lurus atau
lengkung, bergantung pada bentuk mana yang paling sesuai dengan rentetan
waktu yang sedang diamati. Pada dasarnya mencari trend dengan cara ini
prinsipnya sama seperti cara mencari garis regresi yaitu dengan meminimumkan
simpangan-simpangan antara garis trend dan garis pengamatan yang sebenarnya.
Oleh karena itu, trend yang ditentukan dengan cara ini dinamakan juga garis trend
yang terbaik (the line of the best fit). Tetapi haruslah diperhatikan bahwa cara
least square didasarkan pada beberapa asumsi yang sebenarnya sangat sulit
dipenuhi oleh rentetan waktu.
Asumsi-asumsi tersebut adalah:

1). Nilai-nilai perobah tidak bebas (y) harus terpencar secara normal.
2). Variance dari pencaran-pencaran normal pada setiap nilai x harus sama.
3). Setiap pengamatan dan simpangannya dari garis regresi (trend) harus
independent dari pada pengamatan-pengamatan dan simpangan-simpangan
yang lain.
4). Tidak ada hubungan fungsional antara data sebelumnya dengan yang akan
datang.

Dengan demikian dapat dianggap bahwa analisa rentetan waktu (time series)
terlebih-lebih penentuan trend sebagai bentuk istimewa dari analisa regresi.
Didalam analisa rentetan waktu, variabel yang diamati dinyatakan dengan simbul
y dan variabel bebas yaitu waktu dinyatakan dengan simbul x. Untuk
memudahkan perhitungan, angka-angka yang menunjukkan waktu perlu dirubah

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


147

untuk menghindari penggunaan angka-angka yang besar yang menyebabkan akan


terasa bila angka tersebut dipangkatkan didalam perhitungan. Cara yang paling
sering diambil orang untuk mengecilkan angka dari tahun kalender adalah dengan
mengurangi setiap angka dengan angka yang menunjukkan tahun pertengahan
didalam rentetan waktu.

6.3. Menentukan Kurva Regresi


Kurva regresi dapat dicari dengan menggunakan metode jumlah kwadrat terkecil
(least square method). Metoda ini dapat memberi gambaran terbaik tentang
hubungan suatu variabel. Cara ini berpangkal pada pemikiran bahwa jumlah
pangkat dua dari pada jarak antara titik-titik dengan kurva regresi yang sedang
dicari harus sekecil mungkin. Metoda "least square" ini dapat digunakan untuk
mencari kurva regresi yang berupa kurva garis lurus, parabola dan fungsi
eksponen.

(a). Garis lurus sebagai garis regresi


Jika variabel x dan y mempunyai hubungan berupa garis lurus, maka dapat
dimisalkan persamaan umumnya adalah

y = a + bx

Dengan xi sebagai variabel bebas dan yi sebagai variabel tak bebas, dimana i = 1,

2, 3, ....... n dan n menyatakan jumlah sampel, maka konstanta a dan b dapat


dihitung dengan rumus:

n ∑ ( xy) - ∑ x ∑ y
b =
( )
n ∑ x 2 - ( ∑ x)
2

∑ y - b ( ∑ x)
a =
n

n ∑ ( xy) - ∑ x ∑ y
r =
[n ∑ (x ) - (∑ x) ] [n ∑ (y ) - (∑ y) ]
2 2 2 2

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


148

(b). Polynomial (parabola) sebagai kurva regresi


Jika variabel x dan y mempunyai hubungan berupa kurva polynomial (parabola),
maka persamaan umumnya dinyatakan:

y' = a + b x + c x 2

dimana konstanta a, b dan c dapat dicari dengan persamaan:

y = a + b x + c x2

x y = a x + b x2 + c x3

x2 y = a x2 + b x3 + c x4

(c). Fungsi power sebagai kurva regresi


Bentuk umum dari fungsi power adalah :
y = a xb

dimana: a dan b = bilangan tetap (konstanta)


x = variabel bebas
y = variabel tidak bebas

Fungsi tersebut dapat dirubah menjadi fungsi linier dengan cara menarik
logaritma dari ruas kiri dan ruas kanan dari dari persamaan itu, yaitu:

log y = log a + log x b

Dengan memisalkan log y = z, log a = c dan log xb = b log x = b x, maka akan


diperoleh suatu fungsi berbentuk
z = c + bx

(d). Fungsi eksponen sebagai kurva regresi


Bentuk umum dari fungsi eksponen adalah :

y = a e bx

dimana: a dan b = bilangan tetap (konstanta)


x = variabel bebas
y = variabel tidak bebas

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


149

Contoh 8-1:
Berikut adalah data empiris yang diperoleh dari hasil adsorpsi aromatic
hydrocarbon di dalam fraksi minyak dengan menggunakan silica gel pada suhu
180 oC.
C, mg/liter 2,34 14,65 41,03 88,62 177,69 268,97
X/M, mg/g 0,208 0,618 1,075 1,500 2,080 2,880
Tentukan harga konstanta a dan n.

Penyelesaian:
ln C ln X/M
C, mg/lt X/M, mg/g xy x2 y2
(x) (y)
2,340 0,208 0,8502 -1,5702 -1,3349 0,7228 2,4656
14,650 0,618 2,6844 -0,4813 -1,2919 7,2062 0,2316
41,030 1,075 3,7143 0,0723 0,2686 13,7961 0,0052
88,620 1,500 4,4844 0,4055 1,8183 20,1095 0,1644
177,690 2,080 5,1800 0,7324 3,7937 26,8328 0,5364
268,970 2,880 5,5946 1,0578 5,9179 31,2995 1,1189

Σ 22,5079 0,2165 9,1716 99,9669 4,5221

1/n = 0,5382 ln a = -1,98287 r = 0,99832


n = 1,85806 a = 0,13767

1.50

1.00

y = 0.5382x - 1.9829
0.50
Y = ln X/M

0.00

-0.50

-1.00

-1.50

-2.00
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00

X = ln C

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


150

Contoh 8-2:
Berikut adalah data empiris yang diperoleh dari hasil adsorpsi CO dalam gas alam
dengan menggunakan 10 g wood charcoal pada 0 oC. Tekanan dalam mmHg dan
X adalah volume gas dalam cc yang diukur pada kondisi standard.
P, mmHg 73 180 309 540 882
X, cc 37,5 82,5 125,1 190,5 261,5
Tentukan harga konstanta empiris k dan n

Penyelesaian:
Jumlah adsorben yang digunakan 10,0 gram
ln p ln X/M
p, mmHg X, cc X/M, cc/g xy x2 y2
(x) (y)
73,00 37,50 3,750 4,290 1,322 5,671 18,408 1,747
180,00 82,50 8,250 5,193 2,110 10,958 26,967 4,453
309,00 125,50 12,550 5,733 2,530 14,504 32,871 6,399
540,00 190,50 19,050 6,292 2,947 18,542 39,584 8,685
882,00 261,50 26,150 6,782 3,264 22,136 45,998 10,653

Σ 28,291 12,173 71,811 163,828 31,937

1/n = 0,78162 ln k = -1,98796 r = 0,99837


n = 1,27940 k = 0,13697

3.50

3.00
y = 0.7816x - 1.988

2.50
Y = ln X/M

2.00

1.50

1.00

0.50

0.00
4.00 4.50 5.00 5.50 6.00 6.50 7.00

X = ln p

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


151

Contoh 8-3:
Berikut adalah data empiris yang diperoleh dari hasil adsorpsi aromatic
hydrocarbon di dalam fraksi minyak dengan menggunakan 50 gram silica gel pada
suhu 95 oC.
C, mg/liter 9,40 58,70 164,10 314,50 677,60 975,80
X, mg 103,30 250,60 425,39 610,38 761,44 928,72
Tentukan harga konstanta a dan n.

Penyelesaian:
ln C ln X/M
C, mg/lt X, mg X/M, mg/g xy x2 y2
(x) (y)
9,40 103,30 2,066 2,241 0,726 1,626 5,021 0,527
58,70 250,60 5,012 4,072 1,612 6,564 16,585 2,598
164,10 425,39 8,508 5,100 2,141 10,920 26,015 4,584
314,50 610,38 12,208 5,751 2,502 14,389 33,074 6,260
677,60 761,44 15,229 6,519 2,723 17,751 42,492 7,416
975,80 928,72 18,574 6,883 2,922 20,111 47,379 8,537

Σ 30,566 12,625 71,362 170,565 29,921

1/n = 0,47435 ln k = -0,31226 r = 0,99799


n = 2,10817 k = 0,73179

3.50

3.00

y = 0.4743x - 0.3123
2.50
Y = ln X/M

2.00

1.50

1.00

0.50

0.00
2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00

X = ln C

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


152

Contoh 8-4:
Berikut adalah data empiris yang diperoleh dari hasil adsorpsi aromatic
hydrocarbon di dalam fraksi minyak dengan menggunakan 50 gram silica gel pada
suhu 95 oC.
C, mg/liter 9,40 58,70 164,10 314,50 677,60 975,80
X, mg 91,89 191,20 288,45 374,18 508,65 588,54
Tentukan harga konstanta a dan n.

Penyelesaian:
ln C ln X/M
C, mg/lt X, mg X/M, mg/g xy x2 y2
(x) (y)
9,40 91,89 1,838 2,241 0,609 1,364 5,021 0,370
58,70 191,20 3,824 4,072 1,341 5,462 16,585 1,799
164,10 288,45 5,769 5,100 1,752 8,939 26,015 3,071
314,50 374,18 7,484 5,751 2,013 11,575 33,074 4,051
677,60 508,65 10,173 6,519 2,320 15,121 42,492 5,381
975,80 588,54 11,771 6,883 2,466 16,972 47,379 6,079

Σ 30,566 10,500 59,432 170,565 20,752

1/n = 0,40001 ln k = -0,28772 r = 1,00000


n = 2,49996 k = 0,74997

3.00

2.50
y = 0.4x - 0.2877

2.00
Y = ln X/M

1.50

1.00

0.50

0.00
2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00

X = ln C

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


153

BAB 9
KRISTALISASI

1. U M U M
Kristalisasi dapat dinyatakan sebagai proses pemisahan komponen-komponen
dalam suatu campuran melalui solidifikasi (yaitu mengubah salah satu kompenen
berbentuk padat). Kristalisasi dapat dilakukan dengan dua cara, yakni dengan
pengkristalan larutan (solution crystallization) dan dengan pengkristalan dari
bentuk lelehan (melt crystallization). Perbedaan antara kedua cara tersebut tidak
begitu tegas sehingga banyak orang yang mencampur-adukkan kedua istilah ini.
Melt crystallization telah didefinisikan sebagai pemisahan komponen dari suatu
campuran biner tanpa penambahan solvent, tetapi definisi ini sifatnya agak
terbatas. Sedangkan yang dimaksud dengan solution crystallization yaitu
kristalisasi yang dilakukan dengan penambahan solvent ke dalam campuran, dan
larutan kemudian didinginkan secara langsung atau tidak langsung dan/atau
solvent diuapkan untuk pembentukan kristal. Fase padat biasanya dibentuk dan
dipertahankan pada temperatur sedikit dibawah titik beku komponen murni. Pada
melt crystallization tidak ada solvent yang ditambahkan ke dalam lelehan, dan
fase padat terbentuk secara langsung atau tak langsung dengan mendinginkan
lelehan. Suhu operasinya biasanya dijaga sedikit diatas titik beku komponen
murni.

2. STRUKTUR KRISTAL
Zat dalam keadaan padat umumnya terdiri dari suatu susunan atom, molekul, atau
ion-ion yang teratur. Suatu bentuk geometric dari zat tertentu yang disebut kristal
berbeda dengan zat lain. Konfigurasi partikel berkembang pada seluruh arah
melalui kristal disebut sebagai space lattic (kisi-kisi permukaan). Bagian terkecil
dari space lattic yang menunjukkan pola untuk seluruh kisi-kisi disebut unit cell.
Unit cell ini dapat dinyatakan sebagai unit structur yang apabila diulang secara
tidak menentu disebut sebagai kristal. Jumlah tetangga terdekat suatu partikel di

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


154

dalam sebuah kisi kristal disebut sebagai jumlah koordinasinya. Beberapa prinsip
dasar dan sering dijumpai dalam membahas struktur kristal akan dipelajari di sini.
Untuk membantu dalam penjelasan, bola-bola styreofoam akan digunakan untuk
menggambarkan atom-atom kristal.
Unit Cell adalah volume terkecil yang berulang dalam kristal. Sebagai contoh
misalnya, untuk kristal kubik konstanta kisi (a) sama dalam ketiga arah koordinat,
perhatikan Gambar (9-1).

Model ini memperlihatkan beberapa


pola atom kisi yang dapat terjadi
bila terdapat satu jenis atom. Karena
pola atom ini berulang secara tak
terhingga jumlahnya, maka untuk
mudahnya kristal ini dibagi dalam
unit cell. Di dalam kristal
mempunyai jarak sumbu yang selalu
terulang yang disebut dengan istilah
kisi konstan, dalam pola jangkau
yang panjang, kristal menentukan
ukuran sel satuan.
a3 Kristal kubik (cubic crystal)
memiliki pola yang sama di
sepanjang ketiga sumbunya, yaitu a1
a1 = a2 = a3
= a2 = a3.
Sedangkan untuk kristal bukan
a2
a1 kubik (non-cubic crystal), pola
ulangnya tidak sama dalam ketiga
Gambar (9-1): Unit Cell
arah koordinatnya atau sudut antara
ketiga sumbu kristalnya tidak sama
dengan 90o.

Bahan tertentu mulai membentuk kristal ketika bahan tersebut membeku atau
mencapai titik jenuh kelarutannya. Dengan pengertian ini dimaksudkan bahwa

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


155

atom-atom mengatur diri secara teratur dan berulang dalam pola tiga dimensi,
struktur semacam ini disebut kristal.
Selain ikatan antar atom, yang tidak kalah pentingnya dalam mebahas masalah
kristal adalah menelaah pola susunan atom. Hal ini cukup sederhana untuk bahan
padat kristalin karena terdapat sel satuan berulang dalam tiga dimensi. Setiap sel
satuan memiliki karakteristik geometrik seluruh kristal. Dalam pembahasan ini
akan dibahas secara khusus pengaturan atom dalam struktur yang sederhana dan
menelaahnya dari segi perhitungan berat jenis.

2.1. Cubic Structures


Bentuk geometris kristal sederhana ditunjukkan secara detail seperti yang terlihat
dalam Gambar (9-2)dan (9-3). Dalam gambar terlihat tiga macam struktur kubik
(body-centered cubic, dan face-centered cubic structures) yang masing-masing
dapat memberikan gambaran secara jelas untuk difahami. Susunan bola
sebagaimana seluruh atom-atom ditunjukkan pertama kali, kemudian diikuti
dengan gamar-gambar yang menunjukkan secara lebih jelas konfigurasi kubik
atom-atom tersebut.

Gambar (9-2): Body-Centered Cubic (bcc)

Satu hal penting yang berbeda antara jenis-jenis struktur kristal adalah efisiensi
kemasan dalam susunan tertentu. Jumlah kedudukan atau ruang yang terisi
sebagai partikel terhadap ruang kosong dihitung sebagai efisiensi kemasan.
Volume yang diduduki dapat dihitung dengan menghitung volume bola-bola yang

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


156

ada untuk menunjukkan volume kemasan atom. Total volume, adalah jumlah
volume seluruh bola dan volume ruang kosong, ditentukan dengan menghitung
volume unit cell. Ruang kosong adalah perbedaan antara total volume dan volume
yang diduduki oleh seluruh bola. Perlu diingat bahwa unit cell hanya menuju ke
pusat atom-atom yang terdiri dari sudut masing-masing unit cell.

Gambar (9-3): Face-Centered Cubic (fcc)

Ruang kosong dapat memainkan suatu bagian penting dalam menentukan sifat-
sifat zat. Sebagai contoh misalnya, atom-atom karbon yang secara intensif
menyisip kedalam beberapa ruang kosong pada struktur body-centered cubic (bcc)
besi, yang hasilnya akan memadatkan dan mengeraskan besi yang disebut sebagai
besi baja.

2.2. Closest Packing


Diantara kisi-kisi kubik, efisiensi kemasan meningkat dari simple through body-
centered ke face-centered cubic. Istilah closest packing mengacu pada suatu tata
menyusun bola yakni ruangan yang terisi yang paling efisien, dengan demikian
setiap bola kontak dengan bola-bola yang lain sebanyak mungkin. Sebuah sarang
tawon adalah suatu contoh kongkrit dari closest packing.
Ada beberapa kemungkinan untuk membuat susunan close-packed yang diperoleh
dengan cara menyusun lapisan-lapisan atom secara sempurna. Sebagai contoh
susunan close-packed yang paling sederhana adalah hexagonal closest packing
(hcp) dan cubic closest packing (ccp), dicapai dengan menumpuk lapisan A dan B

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


157

atau lapisan A, B, dan C. Sebagaimana terlihat dalam Gambar (9-4) menunjukkan


struktur Hexagonal Closest Packing (hcp).

Gambar (9-4): Hexagonal Closest Packing (hcp)

Perlu diketahui bahwa lapisan A, B, dan C adalah gabungan dari bola-bola yang
identik. Dalam ccp, lapisan B berada di atas satu set lobang-lobang pada lapisan
A, dan lapisan C diatas satu set lobang-lobang yang berbeda pada lapisan A. Unit
cells susunan hcp dan ccp ditunjukkan dan diilustrasikan secara grafik bahwa ccp
adalah struktur yang terdahulu disebut face-centered cubic (fcc). Gambaran
seperti ini memungkinkan untuk menyusun struktur hcp untuk mendapatkan
struktur ccp.

2.3. Sistem Kristal


Untuk membedakan struktur kristal dapat dikelompokkan atau ditinjau menurut
sistemnya. Ada tujuh sistem kristal dengan karakteristik geometriknya seperti
yang terlihat dalam Gambar (9-5).
Dalam mengelompokkan sistem kristal umumnya didasarkan pada besarnya
sudut-sudut antara permukaannya, panjangnya sumbu, dan kisi-kisi dalam sistem.
Dalam sistem ini, berbagai macam bentuk kristal tidak ada kaitannya dengan
ukuran permukaannya, namun semata-mata hanya karena perbedaan besarnya
sudut, panjangnya sumbu, dan kisi-kisi dalam sistem.
Ketujuh system kristal tersebut diberikan nama sesuai dengan besarnya sudut dan
panjang sumbunya. Nama-nama system kristal tersebut adalah cubic, trigonal,
tetragonal, hexagonal, orthorhombic, monoclinic, dan triclinic.Ada enam

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


158

golongan kristal yang dibedakan menurut susunan sumbu terhadap sudut-sudutnya


sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel (9-1).
Sesuai dengan system kristalnya, ada beberapa bahan yang dijumpai selalu
mengkristal sedemikian rupa yang mana besarnya sudut-sudut antara
permukaannya sama dan panjang ketiga sumbunya juga sama.. Sebagai contoh
misalnya, kristal yang berbentuk kubus (cubic).

Gambar (9-5): Sistem kristal

Kristal trigonal adalah kristal yang ketiga sumbunya sama panjang, ketiga
sumbunya sama besar tetapi tidak sama dengan 90o.
Kristal tetragonal adalah kristal yang salah satu sumbunya panjangnya tidak sama
dengan panjang dua sumbu lainnya, sedangkan ketiga sudutnya besarnya sama
yaitu 90o.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


159

Kristal hexagonal adalah kristal yang salah satu sumbunya panjangnya tidak
sama dengan panjang dua sumbu lainnya, sedangkan salah satu sudutnya besarnya
120o dan dua lainnya sama besar yaitu 90o.
Kristal orthorhombic adalah kristal yang ketiga sumbunya tidak sama panjangnya,
sedangkan ketiga sudutnya sama besar yaitu 90o.
Kristal monoclinic adalah kristal yang ketiga sumbunya tidak sama panjangnya,
sedangkan salah satu sudutnya besarnya tidak sama dengan dua sudut lainnya
(kedua sudutnya masing-masing besarnya 90o).

Tabel (9-1): Nama Sistem Kristal dan kriterianya

Kristal triclinic adalah kristal yang ketiga sumbunya panjangnya tidak sama, dan
ketiga sudutnyapun tidak sama besar. Istilah "crystal habit" (sifat/adat kebiasaan
kristal) digunakan untuk perkembangan relatif dari jenis permukaan yang berbeda.
Sebagai contoh sodium chloride (NaCl) mengkristal dari larutan berair hanya

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


160

dengan permukaan yang berbentuk kubus. Disamping itu, jika sodium chloride
dikristalkan dari suatu larutan berair yang mengandung sedikit urea, maka kristal
yang dihasilkan permukaannya akan berbentuk octahedral. Kedua kristal tersebut
termasuk sistem kubus tetapi berbeda sifatnya.
Sesuai dengan bentuk kisi-kisinya, secara rinci kristal dapat dibedakan dalam
empat belas maca seperti yang terlihat dalam Gambar (9-6).

Gambar (9-6): Bentuk Kisi-kisi Kristal

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


161

3. KESETIMBANGAN FASE
Kesetimbangan fase solid-liquid adalah merupakan dasar untuk membahas
metoda kristalisasi. Gambar (9-7) dan (9-8) berturut-turut menunjukkan diagram
kesetimbangan untuk binary solid solution system dan eutectic system. Dalam hal
binary solid-solution system seperti yang diilustrasikan dalam Gambar (9-7), fase
solid dan liquid mengandung kedua komponen dalam keadaan kesetimbangan.
Sifat seperti ini menyebabkan kesulitan dalam pemisahannya karena memerlukan
pemisahan bertingkat (multi stage). Pada prinsipnya, produk dengan kemurnian
yang tinggi dapat dicapai karena tidak ada eutectic.

Gambar (9-7): Diagram Fase Liquid - Solid

Jika impurities atau minor component dapat larut secara sempurna atau sebagian
dalam fase solid atau komponen yang dimurnikan, maka untuk menentukan
koefisien distribusi "k" dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:

Cs
k=
Cl

dimana: k = koefisien distribusi


Cs = konsentrasi impurities atau minor component dalam fase solid

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


162

C1 = konsentrasi impurities dalam fase liquid

Gambar (9-8): Diagram Fase Eutectic Sederhana

Koefisien distribusi nilainya berubah-ubah sebagaimana perubahan komposisi.


Harga k akan lebih besar dari 1 jika melting point (titik leleh) naik, dan lebih kecil
dari 1 jika melting point-nya turun.
Pada daerah dekat A atau B murni garis solid dan liquid menjadi linier, dan
karena itu koefisien distribusi harganya konstan. Hal ini dapat digunakan sebagai
dasar asumsi bahwa harga k konstan dalam penyelesaian matematis fraksional
solidification.
Dalam hal suatu sistem eutectic sederhana, fase solid murni didapatkan dengan
pendinginan jika komposisi campuran feed tidak pada komposisi eutectic. Jika
komposisi liquid adalah eutectic, maka akan terbentuk kristal-kristal yang terpisah
dari kedua komponen. Dalam praktek mengalami kesulitan untuk mencapai
pemisahan yang sempurna satu komponen dengan kristalisasi suatu campuran
eutectic. Fase solid akan selalu mengandung sejumlah impurities karena
pemisahan solid-liquid tidak sempurna.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


163

Konsep koefisien distribusi umumnya digunakan untuk fractional solidification


sistem eutectic di dalam diagram kesetimbangan fase. Jika jumlah impurities di
dalam fase solid sebanding dengan yang terkandung di dalam lelehan maka
asumsi k konstan berlaku.

4. PROGRESSIVE FREEZING
Progressive freezing, kadang-kadang disebut normal freezing, adalah solidifikasi
lambat suatu lelehan. Pada dasarnya kristalisasi seperti ini meliputi solidifikasi
lambat pada bagian dasar bejana atau tube yang mendapatkan pendinginan secara
langsung.

Gambar (9-9): Peralatan Progressive Freezing

Impurities dipisahkan pada fase cair dengan melalui interface padatan. Teknik ini
dapat dilakukan terhadap consetrat impurities atau dengan solidifikasi berulang
dan pemisahan cairan untuk mendapatkan produk dengan tingkat kemurnian
tinggi. Gambar (9-9) mengilustrasikan peralatan progressive freezing. Laju
solidifikasi dan posisi interface dikendalikan oleh laju gerakan tube dan suhu

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


164

media pendingin. Bagian cairan residu dapat diagitasi dan arah pembekuan dapat
dilakukan secara vertical atau horizontal. Biasanya ada suatu redistribusi solute
ketika campuran komponen dibekukan secara langsung.
Ketika koefisien distribusi kurang dari 1, maka padatan yang mengkristal
mengandung sedikit solute disbanding cairan yang terbentuk. Sebagaimana fraksi
yang membeku meningkat, maka konsentrasi impurities di dalam cairan yang
tertinggal meningkat, dan oleh karena itu fase padat meningkat (for k < 1).
Gradien konsentrasi berbalik untuk k > 1. Dengen demikian, dengan tidak adanya
difusi pada fase padat maka gradient konsentrasi ditetapkan pada bagian yang
beku. Suatu yang menyolok dari progressive freezing adalah equilibrium freezing
(pembekuan dalam keadaan setimbang). Dalam hal ini laju pembekuan harus
diatur cukup pelan untuk memungkinkan berlangsungnya difusi dalam fase padat
untuk menghindari terjadinya gradient konsentrasi. Ketika hal ini terjadi, maka
tidak akan terjadi pemisahan jika seluruh tube tersolidifikasi. Pemisahan akan
dapat dicapai , namun dengan menghentikan pembekuan sebelum seluruh cairan
tersolidifikasi.
Jika fase cair bercampur dengan baik dan tidak ada difussi yang terjadi di dalam
fase padat maka suatu pernyataan sederhana yang berkaitan dengan komposisi
fase padat terhadap fraksi yang membeku dapat diperoleh untuk kasus dimana
koefisien distribusi tidak tergantung komposisi dan fraksi yang membeku.

5. METODA KRISTALISASI
Banyak metoda yang dapat digunakan dalam proses kristalisasi, pada dasarnya
pengelompokannya menurut metoda supersaturation (kelewat jenuhan) yang
diterapkan. Supersaturation yang dimaksud adalah sebagai berikut:

• Supersaturation dengan pendinginan


• Supersaturation dengan penguapan solvent
• Supersaturation dengan pendinginan adiabatis (cooling dan evaporation)
• Salting out dengan menambahkan bahan yang dapat menurunkan kelarutan.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


165

Metoda pertama dapat digunakan hanya untuk zat-zat yang mempunyai kurva
kelarutan menurun tajam dengan menurunnya suhu. Secara umum kristalisasi
dengan cara ini banyak diterapkan untuk kebanyakan zat. Supersaturation dengan
penguapan solvent banyak diterapkan untuk pengkristalan garam, yang mana
kurva kelarutannya mendatar dan tidak mungkin dikristalkan dengan cara
pendinginan. Metoda ketiga yang disebut supersaturation dengan pendinginan
adiabatis yaitu pengkristalan dengan penguapan tetapi tetap dengan pendinginan.
Penguapan dapat terjadi karena tekanan didalam bejana dibuat vakum. Jika
larutan panas dimasukkan ke dalam bejana vakum dimana tekanannya lebih kecil
dari tekanan uap solvent pada suhu larutan, maka solvent akan menguap.
Gabungan antara pendinginan dan penguapan memungkinkan menghasilkan
supersaturation sebagaimana yang dikehendaki.
Metoda terakhir (salting out) tidak banyak digunakan, penerapan metoda ini
dijumpai dalam penguapan larutan soda elektrolitik dan penguapan glyserin. Hal
ini menunjukkan bahwa caustic soda atau glyserin dalam konsentrasi tinggi akan
menurunkan kelarutan solut sehingga konsentrasi komponen-komponen yang
dapat larut sangat tinggi, sedangkan kelarutan komponen-komponen yang lebih
sukar larut (misalnya NaCl) turun hingga mencapai titik dimana ia mulai
mengkristal.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


166

BAB 10
CRACKING

1. U M U M
Didalam industri perminyakaan istilah cracking diartikan memecah senyawa
hidrokarbon yang rantai molekulnya besar menjadi senyawa hidrokarbon yang
rantai molekulnya kecil.
Produk yang dihasilkan dalam proses cracking tergantung pada stabilitas
dinamika panasnya dan laju reaksi yang terjadi. Faktor-faktor tersebut tergantung
pada suhu dan tekanan. Tiga macam proses cracking yang banyak diterapkan
adalah thermal cracking, catalytic cracking, dan hydrocracking.

2. THERMAL CRACKING
Minyak bila dipanaskan pada suhu dan tekanan yang cukup tinggi akan
mengalami perubahan struktur kimianya. Pada umumnya senyawa hidrokarbon
jika dipanasi akan mengalami perengkahan (cracking). Didalam peristiwa
perengkahan rantai molekul hidrokarbon yang panjang akan pecah menjadi dua
atau lebih rantai-rantai molekul hidrokarbon yang lebih pendek. Proses cracking
yang hanya dilakukan dengan panas saja disebut "Thermal Cracking", sedangkan
yang menggunakan katalisator untuk mempercepat laju reaksi disebut "Catalytic
Cracking".
Untuk merengkah minyak berat dengan cara thermal suhunya berkisar antara 450
- 730oC dan tekanan sekitar 70 atm. Reaksi yang terjadi dalam proses cracking
untuk mengkonversikan fraksi berat menjadi gasoline kemungkinannya adalah
seperti berikut:

• Isomerisasi : n-parafine → isoparafine


• Fragmentasi : parafine → parafine pendek + olefin
• Dehidrogenasi : parafine → olefin + hidrogen
• Siklodehidrogenasi : parafine → sikloparafine + hidrogen
• Aromatisasi : sikloparafine → aromatik + hidrogen

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


167

Perengkahan hidrokarbon parafine adalah reaksi endotermis (memerlukan panas)


dan berlangsung secara irreversible (reaksi bolak-balik) yang menghasilkan
parafine lebih pendek dan olefin seperti contoh berikut:

dimana: R = radikal hidrokarbon


Dehidrogenasi parafine menghasilkan olefin dan hidrogen seperti reaksi berikut:

Reaksi endothermis tersebut terjadi dengan melalui mekanisme pembentukan


radikal bebas. Olefin juga dapat merengkah dengan membentuk diolefin dan
hidrogen yang sering pula disebut dengan reaksi dehidrogenasi seperti berikut:

a). Dehidrogenasi

b). Isomerisasi

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


168

c). Polimerisasi

Aromatik adalah senyawa hidrokarbon yang paling sulit direngkah. Oleh karena
itu dapat disimpulkan bahwa semakin kecil hidrogen/karbon (H/C) ratio semakin
sulit untuk direngkah. Pembentukan coke selama thermal cracking merupakan
hasil dari degradasi molekul-molekul berat yang berkelanjutan. Olefin yang
terbentuk cenderung berpolimerisasi dan jika polimer tersebut terengkah dan
berpolimerisasi kembali maka kandungan hidrogen akan terus menurun, dan
akhirnya akan membentuk coke. Demikian pula senyawa-senyawa aromat dapat
membentuk polisiklik yang akhirnya akan membentuk coke. Beberapa reaksi
kondensasi dengan senyawa siklis juga dapat terjadi. Kemudian senyawa tersebut
terkonversi menjadi tar yang mempunyai berat molekul tinggi dan coke yang
mempunyai H/C ratio sangat rendah.
Hasil cracking sangat tergantung pada temperatur, tekanan, dan jenis bahan
bakunya. Dekomposisi akan meningkat secara cepat jika suhu operasi naik.
Pengaruh tekanan pada thermal cracking menentukan fase reaksi yang ditetepkan.
Sebagai contoh pada tekanan rendah sekitar 1 - 100 psig dan suhu lebih tinggi dari
1000oF dipilih sebagai kondisi operasi dalam fase gas, sedangkan pada tekanan
200 - 1000 psig dan suhu lebih rendah dari 900oF dipilih sebagai kondisi operasi
dalam fase campuran atau cair.

2.1. Thermal Cracking Unit


Dalam gambar (10-1) menunjukkan salah satu jenis thermal cracking unit.
Reduced crude diumpankan kedalam fractionation tower yang secara langsung
mendapatkan pemanasan dari hasil cracking. Cracked gasoline dan heating oil
diambil dari bagian atas kolom, sedangkan light dan heavy oil diambil dari bagian

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


169

bawah kolom, kemudian dipompakan ke heater secara terpisah yang suhunya


berkisar 1000 - 1100oF pada tekanan 350 - 700 psig. Light gasoil mempunyai
konsentrasi sisa karbon lebih rendah dari pada heavy oil.
Thermal cracking pada umumnya digunakan untuk proses fase cair. Sebagaimana
terlihat pada gambar (10-1), dua aliran dari heater bergabung menjadi satu aliran
dan memasuki soaking chamber (juga disebut reaction chamber). Disini light
gasoil yang lebih panas memberikan panas tambahan untuk memacu perengkahan
heavy oil lebih lanjut. Waktu tambahan juga membantu reaksi perengkahan
tersebut. Dari reaktor aliran memasuki flash chamber untuk dipisahkan antara
komponen-komponen ringan dan komponen-komponen berat.
Komponen-komponen ringan meninggalkan flash chamber melalui bagian
puncak, sedangkan komponen-komponen berat melalui dasar kolom yang
kemudian dimurnikan di dalam stripper sebagai fuel oil residue.

Gambar (10-1): Conventional Thermal Cracking Process

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


170

Dari bagian puncak kolom flash chamber komponen-komponen ringan memasuki


menara fraksinasi untuk dipisahkan fraksi-fraksinya. Melalui bagian puncak
kolom fraksinasi campuran gas dan gasoline dipisahkan di dalam separator.
Sebagian gasoline ditarik kembali ke kolom distilasi digunakan sebagai reflux,
sedangkan sisanya menuju ke stabilizer dimana gas propan, etan dan metan yang
masih terikut dipisahkan. Gas meninggalkan separator dapat dimurnikan dengan
cara absorpsi dengan menggunakan light gasoil sebagai absorbent untuk
memisahkan pentan dan butan yang masih terbawa.
Gasoil (absorbent) yang mengandung gas pentan dan butan dapat dikembalikan
lagi ke kolom fraksinasi atau dapat digunakan sebagai quench oil untuk
pendinginan didalam flash chamber.
Laju reaksi (reaction rate) pada thermal cracking dapat dijelaskan dengan
menggunakan persamaan laju reaksi order satu. Prsamaan dimaksud sesuai
dengan tingkat awal atau menengah dari operasi thermal cracking yang bentuk
persamaannya seperti berikut:

1 100
K = ln
t 100 - X

dimana:
K = konstanta laju reaksi order satu, 1/sec
t= residence time, sec (berdasarkan volume feed cairan dan volume dari
reaction section)
X = persentase feed yang terkonversi menjadi komponen yang mempunyai beda
jumlah karbon atau menjadi senyawa jenuh.

Konstanta laju reaksi diturunkan oleh Arrhenius dalam bentuk persamaan


diferensial seperti berikut:

d ( ln K) Q
=
dt R T2

dimana:
T = suhu perengkahan, oK
Q = panas aktivasi, cal
R = konstanta gas, 1,987 cal/gmol. oK

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


171

Persamaan tersebut juga dapat ditulis seperti berikut:

Q
d ( ln K) = dt
R T2

Dengan mengintegrasikan persamaan tersebut dapat diperoleh

Q
ln K = + C
RT

dimana: C = konstanta
Berdasarkan hubungan garis lurus (linear), untuk perengkahan gasoil
menggunakan harga
Q = 53.400 cal
C = 28,8

Laju reaksi berlipat dua kali untuk setiap kenaikan 12oC pada suhu antara 370 -
425oC. Pada suhu 600oC kelipatannya terjadi pada setiap kenaikan 17oC.
Biasanya feed stock yang lebih berat akan lebih mudah direngkah dan gasoline
yang dihasilkan lebih banyak untuk periode waktu yang sama. Untuk operasi
komersial, suhu yang lebih tinggi biasanya diterapkan jika feed stocknya berupa
hidrokarbon ringan. Oleh karena waktu yang diperlukan berkurang, namun
demikian konversi ke gasoline pada suhu tertentu dapat menaikkan waktu reaksi.
Karena ada kemungkinan terjadinya reaksi samping seperti kondensasi dan
polimerisasi yang dapat menurunkan hasil gasoline. Untuk menghindari terjadinya
reaksi-reaksi demikian dapat dilakukan dengan mensirkulasikan kembali gasoil
yang belum terkonversi. Dalam praktek hasil gasoline per pass dijaga pada
konversi 40% dengan maksud untuk mengurangi terjadinya reaksi-reaksi
sampingan yang tidak dikehendaki. Naiknya konversi per pass dapat
menimbulkan:
• Jumlah gasoline yang dihasilkan berkurang
• Angka oktan gasoline lebih tinggi
• Tendensi terbentuknya coke naik
• Produksi gas meningkat
• Daya penguapan (volatility) gasoline meningkat

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


172

2.2. Visbreaking
Istilah visbreaking sesungguhnya berasal dari singkatan viscosity breaking.
Visbreaking adalah operasi perengkahan ringan dimana reduced crude (apakah
dari distilasi atmosferik atau vacuum) dikonversi melalui thermal cracking
menjadi middle distillates dan heavy fuel oil yang stabil, perhatikan gambar (10-
2) dan (10-3).

Gambar (10-2): Visbreaking

Rentang suhu untuk operasi visbreaking berkisar antara 850 - 900oF dan
tekanannya 200 - 500 psig. Produk meninggalkan heater kemudian didinginkan
secara mendadak (quenching) dengan maksud untuk mencegah terjadinya
perengkahan yang berkelanjutan, perhatikan gambar (10-4). Quench stream dapat
berupa make-up gasoil atau gasoil hasil dari proses itu sendiri. Reaksi visbreaking
adalah dalam fase cair dan produk utamanya adalah fuel oil meskipun gas,
gasoline, dan gasoil juga dihasilkan.
Gas dan gasoline yang dihasilkan biasanya tidak akan lebih dari 10%, demikian
pula light distillate yang dihasilkan juga tidak akan lebih dari 10%.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


173

Gambar (10-3): Simple Visbreaking Process

Gambar (10-4): Schematic Flow Diagram for a Visbreaking Process

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


174

Variabel-variabel penting yang pada dasarnya berpengaruh terhadap hasil operasi


visbreaking adalah:

• Properties dari feed stock


• Suhu reaksi
• Residence time

2.3. Coking
Operasi coking menggunakan prinsip-prinsip dasar yang sama seperti visbreaking,
yaitu reduced crude dikonversikan secara sempurna menjadi
komponen-komponen ringan dan berat, perhatikan gambar (10-5).

Gambar (10-5): Simple Coking

Salah satu contoh hasil proses coking adalah seperti berikut:

Component Yield, %
Gas 5 wt
Gasoline 20 vol
Gasoil 60 - 70 vol
Coke 10 - 15 wt

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


175

Kelebihan coking dibanding visbreaking adalah bahwa hasil yang berupa distillate
lebih banyak pada jenis feed yang sama. Gasoil dan distillate yang dihasilkan
biasanya diperbanyak dengan menggunakan tekanan menengah. Pada tekanan
tinggi akan menghasilkan gas dan coke yang lebih banyak, dan produk cairnya
lebih banyak ke gasoline component.
Demikian juga pengaruh suhu, semakin tinggi suhu operasi akan semakin banyak
produk berupa gas dan gasoline sedangkan gasoil menurun. Angka oktan gasoilne
naik secara linear dengan kenaikan suhu. Sebagai contoh pada suhu 930oF angka
oktan yang dicapai 72 dan pada suhu 1050oF angka oktan 87.
Coke dihasilkan dari proses ini dapat digunakan sebagai bahan keperluan
pembuatan berbagai bahan kimia dan metalurgical coke.
Proses coking dapat dikatagorikan menjadi dua yaitu "Delayed Coking" dan
"Fluid Coking".

2.3.1. Delayed Coking


Delayed coking adalah proses semi kontinyu yang mana pemberian panasnya
ditransfer dalam coking drum yang besar dengan membiarkannya dalam waktu
yang cukup lama untuk reaksi cracking. Feed yang digunakan umumnya adalah
residu termasuk reduced crude, asphalt dan cracked tar. Hasil coking meliputi gas,
gasoline, gasoil, dan coke, perhatikan gambar (10-6). Coke yang dihasilkan dari
proses ini umumnya digunakan untuk industri aluminium dan baja.
Residu diumpankan memasuki bagian dasar kolom fraksinasi, demikian juga uap
panas yang datang dari coke drums juga memasuki bagian dasar kolom tersebut.
Campuran dari kedua aliran tersebut difraksinasikan dan menghasilkan gas,
gasoline, gasoil, dan heavy residue. Selanjutnya heavy residue yang keluar
melalui dasar kolom dipompakan menuju ke sebuah direct fired heater untuk
dipanaskan dan keluar dari heater suhunya sekitar 950oF. Cairan yang sangat
panas ini kemudian dimasukkan kedalan coke drum yang tekanannya berkisar
antara 20 - 50 psig, dan recycle ratio-nya berkisar antara 0,1 - 1 berdasarkan
equivalent fresh feed.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


176

Gambar (10-6): Delayed Coking

Didalam coke drum cairan terpisah dari uapnya, dan coke terbentuk ketika ia
lepas dari cairannya dan mengendap. Uap yang terpisah meninggalkan coke drum
dan memasuki fractionator tower. Sementara itu coke terus terbentuk dan setelah
mencapai level tertentu maka aliran masuk ke coke drum dihentikan.
Untuk mengeluarkan coke dari drum dapat dilakukan dengan menggunakan
high-pressure water-jet system. Namun ada juga beberapa refinery yang
menggunakan cara mekanik misalnya drilling shaft.
Sebuah coke drum biasanya beroperasi selama 24 jam untuk mencapai drum
penuh coke. Demikian pula untuk keperluan cleaning dibutuhkan waktu sekitar 24
jam juga.

2.3.2. Fluid Coking


Fluid coking adalah suatu proses kontinyu yang menggunakan fluidized-solids
technique untuk mengkonversi residue menjadi produk-produk yang berguna.
Meskipun cara ini telah diterapkan pada proses catalytic cracking dan
hydroforming, namun ini mempunyai arti penting didalam coking operation. Pusat

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


177

perhatian operasi ini adalah pada fluidized bed panas yang berupa
partikel-partikel coke yang sangat halus dari hasil proses itu sendiri.
Gambar (10-7) menunjukkan aliran proses fluid coking, residue diumpankan
dalam bentuk spray (pancaran) ke dalam reactor dan langsung kontak dengan
fluidized bed panas. Reaksi coking terjadi dalam waktu yang sangat singkat dan
pada suhu yang lebih tinggi dibanding dengan cara delayed coking. Karena
kondisi tersebut maka coke yang dihasilkan lebih sedikit, tetapi jumlah
komponen-komonen hidrokarbon ringan lebih banyak.
Partikel-partikel coke yang sangat halus terus mengalir diantara dua vessel (yaitu
burner dan reactor). Sebagian dari coke yang disirkulasikan dibakar didalam
burner untuk membangkitkan panas yang diperlukan untuk penguapan dan
cracking. Partikel coke panas tersebut bertemu dengan feed (residu) didalam
reactor dan terjadilah coking.

Gambar (10-7): Fluid Coking

Ukuran partikel coke dijaga berkisar antara 75 - 150 μ, dimana pada ukuran
tersbut fluiditasnya didalam reactor dapat dijamin. Pada bagian dasar reactor

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


178

diinjeksikan steam dengan maksud untuk membantu pengaliran partikel. Residu


(misalnya dari vacuum unit yang suhunya sekitar 600oF) diinjeksikan kedalam
fluidized bed reactor tersebut. Sebagian dari residu tersebut akan menguap dan
sebagian lainnya menyusup kedalam partikel coke yang terus mengalir. Didalam
partikel-partikel coke yang mengalir secara sirkulasi tersedia panas yang cukup
untuk reaksi pembentukan coke (coking) dan sekaligus untuk mengendalikan suhu
didalam reactor. Residu yang menyusup ke dalam partikel coke akan terengkah
dan menguap sedangkan sisanya tetap tertinggal dan kering sebagai produk coke
yang baru.
Uap yang meninggalkan bed dilewatkan sebuah cyclone dengan maksud untuk
menahan partikel-partikel coke yang kemungkinannya ikut terbawa uleh uap.
Steam yang bergerak ke atas membawa serta komponen-komponen yang volatile.
Sekitar 5% berat coke terbakar ketika kontak dengan udara dan sisanya
dipisahkan sebagai produk yang ditarik melalui quench vessel untuk mendapatkan
pendinginan.
Komponen-komponen ringan atau uap dari hasil operasi coking di dalam reactor
melalui cyclone memasuki scrubber-fractionator section untuk dipisah-pisahkan
antara gas, gasoline, dan gasoil. Suhu didalam burner sekitar 1150oF, Udara
ditambahkan sebagaimana diperlukan untuk menjaga suhu tersebut dengan
membakar sebagaian coke tersebut. Tekanan didalam burner berkisar 2 - 25 psig.

3. CATALYTIC CRACKING AND CATALYSIS


Pada pertengahan tahun 1940-an proses yang disebut "Catalytic Cracking"
mempunyai peranan penting dalam industri pengolahan minyak. Proses tersebut
utamanya adalah untuk menghasilkan gasoline dari high-boiling hydrocarbon
seperti heavy distillates. Pada dasaranya catalytic cracking digunakan untuk
menghasilkan high-octane gasoline dari olefinic light hydrocarbons dan gasoil.
Disamping itu juga dapat memperbaiki kwalitas low-octane naphtha.
Pada tahun 1923 seorang enginner E. Houdry mulai melakukan studi tentang
catalytic cracking, dan kemudian perusahaannya yang diberi nama Houdry
Process Corporation telah membangun unit industri ini pada tahun 1936 di USA.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


179

Kegunaan katalis secara luas adalah untuk meyempurnakan mekanisme


pembelahan antara molekul-molekul carbon dan menaikkan kecepatan
transformasi. Katalis menurunkan severity operasi oleh karena itu kebanyakan
reaksi sekunder yang banyak menghasilkan gas, coke dan residu-residu berat
dapat dikurangi.
Houdry process dikembangkan dengan menggunakan silica-alumina clay sebagai
katalis dalam proses perengkahan heavy oil untuk menghasilkan high-octane
gasoline dalam jumlah yang lebih besar. Katalis yang digunakan lama-kelamaan
akan meurun keaktivannya karena terbentuknya carbon deposit. Keaktivan katalis
dapat dibangkitkan kembali (diregenerasi) dengan cara membakar karbon yaitu
dengan mengalirkan udara panas, perhatikan gambar (10-8).

Gambar (10-8): Regeneration of Catalyst

Selanjutnya katalis yang telah diregenerasi digunakan kembali dan begitu


seterusnya. Dalam penggunaan katalis dapat dilakukan apakah dengan cara fixed
bed, moving bed, atau fluid bed. Dua terakhir yang sering disebut sebagai modern
catalytic cracking.
Berbagai macam fluid cracking unit telah banyak digunakan dengan berbagai
variasi, tetapi prinsip fluidisasinya sama untuk seluruhnya. Proses moving bed

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


180

yang utama adalah Thermofor Catalytic Cracking (TCC) dan Houdriflow.


Proses-proses kontinyu tersebut yang meregenerasikan katalis. Sistem fluidisasi
lebih sering digunakan dari pada jenis moving bed, dan dapat dikatakan lebih dari
80% dari seluruh cracking unit. Kondisi reaksi dan regenerasi sama untuk kedua
jenis proses tersebut meskipun metoda pengangkutan katalis-nya berbeda,
contohnya pada tekanan 25 psig suhu pada reaction section berkisar 860 - 968oF
dan pada regeneration suction 1000 - 1300oF.
Tabel (10-1) menunjukkan berbagai macam katalis yang banyak digunakan
didalam operasi kilang.

Tabel (10-1): Macam-macam Katalis dan Penggunannya

PROSES MACAM-MACAM KATALIS

Cat. Cracking
Fluid bed, Synthetic Aluminum silicate
Fluid bed, Natural Processed clay
Moving bed, Synthetic Durabeads
Moving bed, Natural Processed clay
Cat. Reforming
Replacement Platinum on alumina
New Platinum on alumina
Hydrotreating Metal oxides (Co, Ni) on alumina or alumina silica
Alkylation
Sulfuric Sulfuric acid
Hydrofluoric Hydrofluoric acid
Polymerization Phosporic acid on an inert support

Isomerization Aluminum chloride

Katalis yang tersedia di pasaran dalam berbagai bentuk yang dibuat apakah secara
alami atau sintetis. Pemilihan katalis tergantung pada operasi dan target kwalitas

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


181

produk. Sebagai contoh misalnya, gasoline yang dihasilkan dari operasi ini
biasanya mempunyai angka oktan 95 dan yield-nya berkisar antara 40 - 65%.
Persiapan feed biasanya dilakukan untuk menghilangkan aspal dan garam-garam
berat. Untuk menghilangkan impurities semacam ini dapat dilakukan melalui
beberapa operasi diantaranya termasuk propane deaspalting, coking, furfural
extracting, thermal cracking dan hydrodesulfurization. Vacuum distillation dan
visbreaking juga dapat digunakan sebagai langkah persiapan penyediaan feed.
Variabel proses yang selalu dikendalikan ialah tekanan, suhu, catalyst-to-oil ratio,
dan space velocity (yaitu volume atau berat minyak yang diumpankan per jam per
volume atau berat katalis di dalam reaction section). Pengendalian
variabel-variabel tersebut membantu untuk mendapatkan distribusi yang
digunakan. Oleh karena untuk menaikkan konversi dapat dilakukan dengan
menaikkan tekanan, suhu, catalyst-to-oil ratio, dan menurunkan space velocity.
Beberapa keuntungan catalytic cracking dibanding dengan thermal cracking
adalah:
• Selektivitas dalam operasi cracking lebih baik karena bahan-bahan
lightend-nya sedikit.
• Isomerisasi olefin dapat lebih ditingkatkan
• Penjenuhan ikatan rangkap lebih terkendali
• Produk diolefin lebih sedikit
• Produk aromtiknya lebih baik
• Kemampuan mentolerir kadar sulfur meningkat

Beberapa keistimewaan proses catalytic yang modern adalah:


• Menggunakan high catalyst-to-oil ratio
• Waktu reaksi lebih singkat
• Katalis dapat diregenerasi berulang-ulang

Dipandang dari segi operasi, kelebihannya adalah:


• Panas untuk regenerasi katalis digunakan secara efisien
• Suhu reaksi terkendali dengan baik
• Suhu regenerasi katalis terkendali dengan baik

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


182

• Katalis yang tersedia umurnya lebih panjang sehingga kwalitas produk tidak
berubah dengan lamanya waktu pemakaian katalis.

Gambar (10-9) dan (10-10) menunjukkan reactor dan fractionator yang pada
dasarnya banyak digunakan dalam proses ini.
Alasan yang mendasar mengapa catalytic cracking dipakai secara luas, karena
gasoline dengan angka oktan tinggi dapat dihasilkan lebih banyak. Dan juga gas
yang dihasilkan terutama terdiri dari propane dan butane sebagaimana yang
dikehendaki, dengan sedikit methane dan ethane. Disamping itu terbentuknya
heavy oil dan tar sedikit sekali. Waktu kontak untuk proses berkisar antara 20
detik hingga 10 menit. Operasinya biasanya dilakukan dalam fase gas.

Gambar (10-9): Simple Catalyst Cracker Reactor

Selama operasi catalytic cracking, hidrokarbon yang kurang reaktif adalah aromat,
dan yang lebih reaktif adalah olefin. Oleh karena itu reaksi cracking yang lebih
prevalent untuk paraffin adalah pembelahan ikatan antara carbon-carbon menjadi
paraffin pendek dan olefin. Pada thermal cracking, pemecahan rantai terjadi
secara acak, sedangkan dalam catalytic cracking pemecahan terjadi pada lokasi
tertentu. Paraffin cenderung terengkah disekitar pusat molekul. Rantai yang
panjang akan terengkah di beberapa tempat secara serempak. Pada thermal

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


183

cracking menghasilkan molekul-molekul satu dan dua atom karbon, sedangakn


pada catalytic cracking biasanya menghasilkan molekul-molekul tiga dan atau
empat atom carbon.
Didalam proses cracking, apakah pada thermal cracking atau catalytic cracking,
perengkahan akan lebih mudah pada molekul-molekul besar dari pada
molekul-molekul kecil. Pada operasi catalytic cracking, normal paraffin terengkah
50-60 kali lebih cepat dibanding pada noncatalytic system. Iso-paraffin lebih
cepat terengkah dibanding normal-paraffin yang mempunyai berat molekul sama.
Hidrokarbon jenis paraffin yang mempunyai enam atom karbon atau lebih dapat
juga mengalami perubahan susunan rangka karbonnya seperti terbentuknya
senyawa-senyawa isomer. Demikian juga dehidrosiklisasi dapat terjadi dengan
membentuk aromat dan hidrogen.

Gambar (10-10): Fractionator in a Cat. Cracker

Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa olefin adalah hidrokarbon yang


paling reaktif didalam catalytic cracking. Sekali dia terbentuk, cenderung untuk
terengkah dengan kecepatan sangat tinggi yaitu berkisar 1.000 - 10.000 kali lebih

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


184

tinggi dari apa yang terbentuk dalam thermal cracking. Reaksi olefin tertentu
adalah polimerisasi dan kondensasi yang menghasilkan molekul-molekul aromat.
Naphthene lebih mudah terengkah secara catalytic dari pada paraffin, tetapi tidak
secepat olefin. Aromat umumnya susah direngkah, benzene adalah senyawa yang
sangat sulit direngkah, sedangkan naphthalene, anthracene, dan senyawa-senyawa
sejenis yang lain dapat terengkah tetapi pada kecepatan yang sangat rendah,
disamping itu kecenderungan terbentuknya coke cukup tinggi.
Alkyl benzene dengan gugus alkyl C2 atau yang lebih besar akan terengkah
membentuk benzene dan olefin. Methyl benzene kurang reaktif dibanding alkyl
benzene yang lain. Hidrogen yang biasanya terbentuk dalam catalytic cracking
adalah hasil dari proses dehidrogenasi dari beberapa molekul. Beberapa molekul
lainnya juga ada yang terkonversi menjadi coke atau senyawa-senyawa yang
mempunyai berat molekul tinggi melalui reaksi kondensasi.
Pada thermal cracking, mekanisme reaksinya melalui rantai radikal bebas,
sedangkan pada catalytic cracking melalui pembentukan ion-ion carbonium.
Katalis digunakan untuk mempercepat reaksi, sedangkan bahan yang disebut
inhibitor digunakan untuk memperlambat reaksi-reaksi yang tidak diinginkan.
Katalis bekerja melalui salah satu dari dua mekanisme sebagai berikut:

• Penggabungan dengan reactant untuk membentuk senyawa intermediate yang


kemudian bereaksi dengan senyawa-senyawa lain untuk membentuk produk
yang dikehendaki dan kembali ke katalis asalnya.
• Molekul-molekl gas atau cairan reactant yang melakukan aksi absorpsi pada
permukaan katalis yang sangat porous. Absorpsi dengan katalis tersebut
melemahkan ikatan interatomic molekul-molekul yang terabsorp dan karena itu
membuatnya lebih reaktif.

Ion-ion carbonium adalah ion-ion hidrokarbon yang mempunyai satu muatan


positif pada atom karbonnya. Sesungguhnya merupakan kation-kation karbon dan
hasil antara di dalam operasi catalytic cracking.
Ion carbonium dapat terbentuk dalam berbagai cara seperti berikut:

1). Penambahan sebuah proton ke olefin atau aromatik seperti yang ditunjukkan
dalam reaksi reversible berikut

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


185

atau

CH3-CH=CH2 + H+ → CH3-C+H-CH3

CH3-CH=CH2 + H+ → (C3H7+)

Proton berasal dari acidic catalyst

2). Pelepasan ion hidrida (H-) dari hidrokarbon jenuh oleh acidic catalyst

3). Pelepasan ion hidrida (H-) dari hidrokarbon jenuh oleh ion carbonium yang
lain

Ion carbonium sangat reaktif dan dapat melakukan berbagai reaksi seperti berikut:

1). Pertukaran ion hidrida dengan paraffin dan naphthene membuatnya lebih
reaktif

C3H7 + CH3-CH2-(CH2)n-CH3 → C3H8 + CH3-C+H-(CH2)n-CH3

2). Isomerisasi ion carbonium

C+H2-CH2-CH2-CH2-R → CH3-C+H-CH2-CH2-R

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


186

3). Perpindahan ion carbonium ke olefin yang lain

CH3-C+H-CH3 + CH3-CH=CH-CH3 → CH3-CH=CH2 + CH3-CH2-C+H-CH3

4). Memecah rantai dan membentuk ion carbonium yang lebih pendek

CH3-C+H-CH2-CH2-CH2-CH3 → CH3-CH=CH2 + CH3-C+H-CH3

Ion-ion methyl carbonium adalah kurang stabil, sedangkan jenis tertiary adalah
yang paling stabil.
Aktivitas katalis sangat berhubungan dengan jumlah active acid site per satuan
katalis, disamping itu juga acidic strength. Kebanyakan katalis adalah berupa
campuran oksida logam seperti silicon oxide dan aluminum oxide (SiO2 - Al2O3),
silicon oxide dan magnesium oxide (SiO2 - MgO2).
Crystalline alumino silicate, atau zeolite telah digunakan secara luas pada
beberapa tahun yang silam. Setelah itu synthetic catalyst dikembangkan secara
luas karena kebutuhan yang semakin meningkat disamping keanekaragamannya
juga semakin banyak. Houdry Corporation membuat katalis jenis sinthetic dengan
komposisi 87% SiO2 dan 13% Al2O3.

Konstanta kecepatan reaksi untuk persamaan orde satu seperti halnya pada
thermal cracking dinyatakan seperti berikut:

1 100
K = ln
t 100 - X

Katalis akan mempercepat laju reaksi dan memperbesar konversi seperti terlihat
pada tabel (10-2) dan (10-3).
Deposisi karbon atau coke pada katalis adalah fungsi residence time.

C = K. θ n

dimana: C = coke yang terdeposit pada permukaan katalis, % wt


K = konstanta, fungsi dari jenis katalis, feedstock dan proses yang
diterapkan
θ = Residence time, sec
n= konstanta, dalam banyak hal dipakai n = 0,5

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


187

Tabel (10-2): Perbandingan antara Thermal dan Catalytic Cracking

ITEM CATALYTIC THERMAL


Temperature, oF 842 842
Contact time, sec 6,4 75
Percent Conversion 97 5
k x 103 550 0,67
Products:
- Gas, % 21,2 0,3
- Liquid below C18, % 62,3 4,7
- Remainder, % 16,5 95
Gas Analysis:
- H2, % 2,8 0
- Olefins 68,1 29
- Saturated compounds 29,1 71
- Molecular weight 58 -

Tabel (10-3): Yield dari Thermal dan Catalytic Cracking

YIELD THERMAL CATALYTIC


CRACKING CRACKING
Single pass Recycle
Catalyst used None Silica - Al Silica - Al
Yields:
- Gasoilne plus polymer, % vol 38,9 57,2 75,3
- Cycle oil, % vol 40,0 40,0 4,5
- 10 oAPI tar, % vol 20,1 nil 7,8
- Coke, % wt nil 3,5 10,6
- Dry gas, % wt 4,3 5,6 7,6
Octane number gasoline + polymer
- ASTM, clear 72,6 81,1 83,1
- CFR reasearch, clear 82,5 95,7 95,7
- CFR reasearch, 89,0 99,0 98,5
clear + 1,5 ml TEL/gal

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


188

Degradasi katalis dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti berikut:

• Suhu dan tekanan steam particle tinggi


• Tekanan tinggi
• Impurities yang berasal dari feed - Impurities yang kemungkinan berada di
dalam fresh catalyst
• Waktu

Tabel (10-4): Jenis feed pada operasi kilang tertentu

OPERASI FEED
Thermal reforming Naphtha
Thermal cracking Gasoil
Reduced crude
Decant oil
Furfural extract
Coke gas
Vacuum gasoil
Visbreaking Reduced crude
Vacuum bottom
Coking, ultimate Gasoil
Reduced crude
Coking, partial recycle Reduced crude
Coking, low pressure Reduced crude
Vacuum bottom
Coking, needle Decant oil
Thermal tar
Pyrolysis tar
Furfural extract
Catalytic cracking Light and heavy gasoil
Raw oil

Berbagai jenis feed yang digunakan pada berbagai operasi kilang tertentu
ditunjukkan dalam tabel (10-4). Berbagai macam proses catalytic cracking yang
banyak digunakan secara luas diantaranya adalah:

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


189

• Fixed-Bed Catalytic Cracking


• Moving-Bed Catalytic Cracking
• Fluid-Bed Catalytic Cracking

3.1. Fixed-Bed Catalytic Cracking


Proses industri pertama untuk catalytic cracking dikembangkan pada tahun 1936
oleh E. Houdry pada Sun Oil Refinery, Pennsylvania yang selanjutnya dikenal
dengan Houdry process. Houdry process menggunakan tiga buah reactor, dan
katalis ditempatkan didalam fixed bed, perhatikan gambar (10-11). Suatu sistem
automatis disertakan untuk siklus regenerasi.

Gambar (10-11): Catalytic Cracking dengan Houdry Fixed-Bed Reactors

Feed memasuki proses dipanaskan didalam heater hingga seluruhnya menjadi uap
pada suhu 800oF, kemudian didalam separator dipisahkan residu-nya. Sebagai
heat transfer medium adalah lelehan garam. Feed yang telah menjadi uap

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


190

selanjutnya memasuki reactor pertama dimana cracking terjadi. Reactor yang


kedua digunakan sebagai stripper, dan yang ketiga digunakan untuk regenerasi.
Karena feed secara keseluruhan harus diuapkan, maka rentang suhu didihnya
harus rendah. Komponen-komponen yang lebih berat dipisahkan di separator.
Katalis yang digunakan adalah natural silica-alumina dalam bentuk pellet. Ukuran
reactor 11 ft diameternya dan 38 ft tingginya.
Cracked product (hasil cracking) selanjutnya dikirim ke sebuah kolom farksinasi
untuk dipisahkan fraksi-fraksinya seperti gas, gasoline, dan gasoil. Lelehan garam
potasium nitrate (KNO3) dan sodium nitrate (NaNO3) digunakan sebagai heat
transfer medium yang suhunya sekitar 284oF. Lelehan garam memberikan panas
yang diperlukan untuk reaksi melalui vertical tube yang ditempatkan didalam
reactor. Waktu reaksi didalam reactor sekitar 10 menit. Pada akhir waktu reaksi
feed secara autimatis dilewatkan ke sebuah reactor kedua, kemudian reactor yang
pertama dibersihkan dengan steam sekitar 5 menit dan siklus pergantian ini diatur
dengan menggunakan cycle timer.
Udara panas untuk regenerasi dimasukkan dengan pengendalian yang cermat.
Karbon yang tertinggal dipermukaan katalis akan terbakar dengan kecepatan
tertentu sesuai dengan suhu katalis yang dikendalikan oleh sirkulasi lelehan
garam. Siklus regenerasi berlangsung kurang-lebih 10 menit.
Umur katalis kurang-lebih 18 bulan dan hasil gasoline sekitar 42 - 52 % vol.
Kestabilan proses ini sulit untuk dipertahankan meskipun sejumlah reactor telah
digunakan untuk mengatasinya. Oleh karena itu dewasa ini Houdry process sudah
jarang digunakan semenjak dikembangkan moving-bed catalytic cracking.

3.2. Moving-Bed Catalytic Cracking


Moving-bed units biasanya terdiri dari packed beds yang bergerak secara vertikal
melalui sebuah vessel. Katalis yang digunakan mempunyai ukuran diameter
sekitar 1/8 inci, namun demikian ada juga katalis yang ukuran diameternya
sampai 3/4 inci telah digunakan. Perbandingan katalis terhadap minyak
(catalyst-to-oil ratio) sekitar 1 - 5.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


191

Sebuah thermofor kiln telah dikembangkan oleh Socony Vacuum Oil Company
untuk meregenerasi katalis. Regenerasi katalis dilakukan dengan menggunakan
thermo kiln semacam ini, oleh karena itu proses cracking ini disebut Thermofor
Catalytic Cracking (TCC) sebagaimana ditunjukkan dalam gambar (10-12).
Dalam proses ini katalis yang berbentuk pellet bergerak secara gravitasi dari
hopper ke reactor yang beroperasi pada tekanan sekitar 10 psig dan suhu antara
850 - 925oF. Katalis yang sudah menurun keaktifannya (spent catalyst) dari
reactor dengan menggunakan elevator dikirim ke regenerator kiln. Didalam kiln
tersebut coke dibakar dengan menginjeksikan udara panas.

Gambar (10-12): Thermofor Catalytic Cracking (TCC) Unit


dengan Moving-Bed dan Mechanical Elevator

Feed sebelum memasuki reactor dipanaskan didalam pemanas dan keluar sebagai
uap yang kemudian kontak dengan katalis didalam reactor. Hasil perengkahan
dari reactor selanjutnya dipisahkan fraksi-fraksinya didalam fractionator.
Ada dua hal yang membatasi TCC process jenis ini, yakni:

• Feed memasuki reactor harus dalam fase uap

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


192

• Elevator yang mensirkulasikan katalis perlu biaya operasi yang besar.

Karena kesulitan-kesulitan tersebut diatas maka sekarang telah dikembangkan


suatu metoda yang digunakan untuk mengatasi adanya keharusan feed dalam fase
uap yaitu dengan menggunakan sistem pendistribusian feed yang berupa cairan
saja maupun campuran cairan dan uap. Sedangkan air lift yang dikembangkan
untuk mensirkulasikan katalis telah menggantikan kedudukan elevator.

Gambar (10-13): Thermofor Catalytic Cracking Unit


dengan Moving-Bed dan Pneumatic Elevator

Katalis yang akan diregenerasi diangkat keatas oleh udara yang diinjeksikan dari
bagian dasar regenerator, perhatikan dalam gambar (10-13) . Setelah katalis
sampai di surge separator, katalis terpisah dari udara yang membawanya dan jatuh

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


193

secara gravitasi menuju ke reactor. Dari reactor selanjutnya jatuh menuju ke


regeneration zone (juga secara gravitasi).
Feed yang sebelumnya telah dipanaskan, dan fraksi cairnya diatomisasikan
menembus katalis. Pada saat yang sama bagian yang berupa uap juga menembus
reactor melalui tubing yang berbeda. Katalis meninggalkan reactor pada suhu 850
- 900oF menuju ke regenerator. Didalam regenerator udara diinjeksikan membuat
pembakaran menjadi lebih sempurna hingga suhu katalis berkisar antara 1.150 -
2.250oF.

Gambar (10-14): Houdriflow Catalytic Cracking Unit

Didalam Houdriflow Catalytic Cracking Unit sebagaimana ditunjukkan dalam


gambar (10-14). Udara diinjeksikan dari bagian dasar kiln dan mengalir
berlawanan arah terhadap katalis. Houdry unit juga berupa sebuah single vessel
dengan reaction section dan stripping section terpisah oleh intermediate vessel
heads. Udara dan sedikit flue gas digunakan untuk mengangkat katalis menuju ke
hopper. Keistimewaan Houdriflow catalytic cracking ini dibanding dengan

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


194

sebelumnya adalah bahwa Houdriflow mempunyai laju sirkulasi katalis lebih


tinggi.
Disengaging hopper yang ada di bagian puncak beroperasi pada tekanan atmosfir.
Tekanan reactor bervariasi abtara 5 - 10 psig. Feed diumpankan kedalam reactor
dengan cara didistribusikan pada katalis oleh sebuah atomizing spray nozzle.
Produk cracking diambil dari bagian dasar reactor. Katalis yang turun ke bawah
dikontakkan dengan stripping steam sehingga hidrokarbon yang terbawa
dilepaskan, sedangkan coke yang masih terbawa katalis dibakar di dalam
regenerator. Sementara itu elutriator digunakan untuk memisahkan serbuk-serbuk
katalis yang dapat mengganggu operasi catalytic cracking. Dalam hal ini katalis
yang ukurannya lebih lembut dari 14 mesh yang dipisahkan. Catalyst losses
berkisar antara 0,03 - 0,05 % dari total circulation rate, yakni sekitar 0,3 - 0,7
lb/bbl dari feed.
Perlu pula diingat bahwa Houdriflow dan Thermofor process sekarang ini
penggunaannya sangat terbatas. Dan sebagai gantinya yang dewasa ini banyak
digunakan adalah fluid catalytic process karena disamping efisiensinya tinggi juga
overall performance-nya cukup baik.

3.3. Fluid Catalytic Cracking (FCC)


Fluid catalytic cracking adalah suatu continuous catalytic process yang
mempunyai kecepatan tinggi dalam hal transportasi katalis antara reactor chamber
dan regeneration unit. Katalis yang digunakan dalam bentuk partikel yang sangat
lembut dan dapat mengalir seperti fluida yang lain meskipun harus dibantu oleh
dorongan gas atau uap. Karena catalyst bed bergerak seperti fluida, maka dikenal
dengan nama "Fluidized-Bed Catalyst".
Fluid catalytic cracking mulai berkembang secara luas ketika zeolite-cracking
catalyst dikenal secara komersial sekitar tahun 1960-an. Zeolite catalyst
mempunyai kelebihan-kelebihan dibanding dengan katalis yang digunakan
sebelumnya, yakni:

• Tidak peka terhadap keracunan karena metal

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


195

• Lebih stabil
• Mampu menahan suhu tinggi
• Struktur kristalnya menunjang pengembangan reaksi
• Cracking activity-nya tinggi
• Waktu kontak cracking yang diperlukan relative singkat.

Dengan demikian secara umum waktu kontak banyak berkurang dan reaksi
cracking sangat efisien. Adanya kemungkinan additive yang ditambahkan sebagai
pasivator di dalam feed, sebagaimana kebanyakan additive tersebut mengandung
metal-metal seperti nickel, vanadium dan iron, maka metal-metal tersebut dapat
meracuni katalis.
Pasivator menurunkan pengaruh katalis akibat keracunan. Demikian pula
minyak-minyak berat yang akan direngkah dengan cara ini sebelumnya harus
diberikan perlakuan (treatment) terlebih dahulu. Karena di dalam minyak berat
banyak terkandung logam-logam berat.
Pada dasarnya sebuah fluid catalytic cracking process terdiri dari tiga bagian
penting yakni reactor, stripper dan regenerator. Feed memasuki reactor melalui
bagian dasar sebuah vertical reactor riser, perhatikan gambar (10-15). Katalis
panas menguapkan feed, dan uap yang terbentuk membawa serta serbuk-serbuk
katalis naik menuju reactor vessel. Keadaan fluidisasinya tergantung pada ukuran
partikel, densitas partikel, kecepatan dan densitas uap. Reaksi cracking sudah
dimuali sejak di dalam reactor riser dan seterusnya sampai di dalam fluidized bed
reactor. Hasil perengkahan selanjutnya dikirim ke fractionator untuk dipisahkan
fraksi-fraksinya.
Spent catalyst meninggalkan reactor secara terus menerus melalui sebuah pipa
yang kemudian didorong oleh steam menuju ke stripper. Steam yang mendorong
katalis tersebut juga sekaligus membebaskan sisa-sisa hidrokarbon yang ada di
permukaan katalis, dan uap hidrokarbon yang telah lepas dari stripper bergabung
dengan produk rengkahan yang keluar dari bagian puncak reactor. Katalis dari
stripper turun menuju regenerator, di dalam regenerator katalis bertemu dengan
udara panas yang dimasukkan dari bagian bawah regenerator. Udara panas ini
akan membakar deposit hidrokarbon yang ada di permukaan katalis.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


196

Gas hasil pembakaran (flue gas) meninggalkan puncak regenerator, sedangkan


katalis yang telah diregenerasi meninggalkan dasar regenerator kemudian bertemu
dengan feed bersama-sama menuju ke reactor dengan dorongan dari steam.
Demikian seterusnya siklus ini terjadi dalam fluid catalytic cracking unit.

Gambar (10-15): Simple Fluid Catalytic Cracker (FCC)

Di dalam fractionator hasil rengkahan dipisahkan fraksi-fraksinya yang berupa


gas, gasoline, light gasoil, dan heavy gasoil. Distribusi produk-produk tersebut
sangat tergantung pada jenis feedstock dan operasi proses. Light gas biasanya
berupa methane, ethane dan ethylene yang sering digunakan sebagai bahan bakar
gas atau bahan baku petrokimia. Gas-gas yang lebih berat dipisahkan lebih lanjut
dengan hasil berupa propane, propylene, butane, butylene dan gasoline. Dalam
hal-hal tertentu, catalytic cracking bertingkat (lebih dari satu stage)
kadang-kadang diterapkan. Hal ini dilakukan biasanya untuk menaikkan konversi.
Berbagai macam proses catalytic cracking yang menggunakan fluidized bed pada
dasarnya sama, yaitu semuanya menggunakan powder catalyst (katalis tepung).
Ukuran katalis berkisar antara 5 - 100 mesh.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


197

Semua operasi fluid catalytic cracking mempunyai sistem pencampuran untuk


pengaliran gas dengan katalis membentuk suatu solid-gas system di dalam fluid
bed. Operasinya berjalan secara kontinyu dimana uap minyak memasuki reaktor
dan katalis didispersikan kontak dengan uap minyak tersebut. Cracking terjadi di
dalam fluidized bed pada suhu antara 880 - 975oF. Tekanan di dalam reactor 9
psig dan suhu regenerasinya sekitar 1.000 - 1.200oF. Catalyst-to-oil ratio rata-rata
sekitar 10 hingga 1, vapour velocity 2 - 3 ft/sec dan fluid bed mempunyai bulk
density berkisar antara 25 - 40 lb/cuft. Panas untuk reaksi dihasilkan dari
regenerator yang terbawa oleh katalis ke dalam reactor yang kemudian ditransfer
ke feed.

3.4. Model IV Fluid Catalytic Cracking


Exxon Research and Engineering telah mengembangkan sejumlah model untuk
fluidized-bed reactor. Beberapa diantaranya mempunyai upflow unit, dan yang
lainnya mempunyai downflow unit. Pada model IV seperti yang terlihat dalam
gambar (10-16), feed bertukar panas dengan sebuah top pumparound reflux
system dari menara fraksinasi utama. Disamping itu juga bertukar panas dengan
bottom pumparound system. Kemudian feed bercampur dengan heavy oil recycle
dan diumpankan ke dalam reactor.
Generated catalyst dari regenerator bergabung dengan feed menuju ke reactor dan
sementara itu reaksi perengkahan sudah mulai terjadi sebelum mencapai reactor.
Produk yang berupa uap keluar melalui cyclone yang terpasang dibagian puncak
kolom untuk memisahkan partikel katalis halus yang terbawa oleh uap. Saat itu
pula carbon deposit terbentuk pada katalis dan katalis mulai menjadi tidak aktif.
Katalis tersebut jatuh dan memasuki stripping section yang ada didalam reactor
dimana steam yang diinjeksikan akan mengusir hidrokarbon yang tertinggal pada
katalis. Spent catalyst selanjutnya menuju ke regenerator.
Udara yang memasuki regenrator tetap menjaga catalys bed dalam bentuk
fluidisasi dan membakar carbon deposit yang ada pada katalis. Dengan demikian
keaktifan katalis menjadi pulih kembali dan kemudian mengalir kembali menuju
reactor. Begitu seterusnya siklus ini terus berulang. Pada saat katalis akan

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


198

memasuki reactor bertemu dengan umpan yang masuk dan bersama-sama menuju
ke reactor.

Gambar (10-16): Model IV Fluid Catalytic Cracker (FCC) by Exxon

Di dalam reactor terjadi reaksi exothermis yang akan menaikkan suhu katalis dari
100oF menjadi sekitar 1.100oF. Panas yang dilepas di dalam regenerator
memanasi katalis yang selanjutnya untuk menguapkan feed dan untuk reaksi di
dalam reactor.
Produk dari catalytic cracking selanjutnya menuju ke kolom fraksinasi untuk
dipisahkan fraksi-fraksinya yang berupa gas, gasoline, light gasoil, heavy gasoil,
dan fuel oil. Panas yang terbawa oleh produk dari reactor dapat dimanfaatkan
untuk pemanasan awal feed sebelum memasuki reactor atau untuk keperluan
pemanasan yang lain.
Fuel gas sebelum meninggalkan regenerator terlebih dahulu dilewatkan cyclone
separator untuk menangkap serbuk katalis yang terikut agar tidak mencemari
udara atmosfir.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


199

3.5. UOP Fluid Catalytic Cracking


Universal Oil Products Company (UOP) mengembangkan prosesnya dalam suatu
susunan semacam stack (cerobong), dimana reactor dan regenerator tersusun
dalam sebuah single tower seperti yang terlihat dalam gambar (10-17). Kapasitas
yang tersedia mulai dari 1000 sampai 100.000 b/sd of charged feed. Prosesnya
cukup efisien dan mempunyai reactor riser panjang yang menghubungkan reactor
chamber dibagian puncak dan regenerator di bagian bawah menara.

Gambar (10-17): UOP Fluid Catalytic Cracking Unit (Stacked Type)

Kelebihan dari unit ini adalah ringkasnya peralatan sehingga tidak banyak
memakan tempat. Fresh feed atau gas oil memasuki reactor melalui reactor riser
yang ada di bagian dasar menara berupa cairan. Panas ditransfer dari katalis dan
menguapkan feed yang kemudian mendorong katalis menuju ke reaktor yang ada
dibagian puncak menara (diatas regenerator). Gabungan uap minyak dan katalis
meninggalkan regenerator dan menuju reactor dimana kecepatan menurun karena
luasnya reactor, dan kemudian katalis membentuk fluid bed yang padat. Uap
minyak mendorong catalyst bed tersebut dan menjaganya dalam keadaan tetap

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


200

mengalir sementara reaksi perengkahan terjadi. Produk hasil rengkahan menuju ke


cyclone separator sebelum memasuki menara fraksinasi.

Gambar (10-18): FCC UOP dengan Vertical-Riser


(Reactor dan Regenerator saling berdampingan)

Reactor maupun regenerator dilengkapi dengan cyclone separator dengan maksud


untuk mengurangi hilangnya katalis dan sekaligus untuk melindungi lingkungan.
Produk-produk yang dipisahkan di dalam fractionator berupa gas, gasoline, light
gasoil, dan heavy gasoil.
Seperti katalis yang akan diaktifkan kembali meninggalkan reactor melalui steam
stripping leg dan menuju ke regenerator dimana carbon deposit yang ada akan
dibakar oleh hembusan udara panas. Suhu di dalam regenerator sekitar 1.100oF
dan tekanan sekitar 18 psig. Suhu reactor sekitar 900oF dan tekanan sekitar 12
psig. Katalis di dalam regenerator mengalir ke bawah berlawanan arah dengan
udara panas yang diinjeksikan melalui bagian dasar regenerator. Bottom product
dari fractionator dialirkan menuju ke sebuah settling unit, dan disini akan

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


201

terkumpul concentrated slurry yang mengandung entrained catalyst. Slurry


tersebut dikembalikan lagi ke reactor bersama-sama dengan fresh feed.
UOP juga telah mengembangkan rancangannya yaitu dengan memodifikasi
susunan rector dan regenerator yang menggunakan vertical riser. Dalam
perancangan tersebut reactor dan regenerator diset saling berhubungan
sedemikian rupa sehingga operasinya lebih efisien dan selektivitas hasilnya lebih
baik. Feed memasuki sebuah riser bertemu dengan katalis yang datang dari
regenerator, perhatikan gambar (10-18). Dengan rancangan seperti ini terjadinya
catalyst carry over dapat dijaga minimum sehingga slurry recycle ke riser lebih
sedikit. Di dalam regenerator section kontak antara udara dan katalis terjadi secara
optimum, dan coke deposit terbakar disini. Flue gas dari regenrator sedikit sekali
membawa particulate sehingga pencemaran udara dapat ditekan. Suhu flue gas
tersebut dapat dijaga minimum dengan memanfaatkan panasnya untuk keperluan
pemanasan dalam upaya konservasi energi.
OUP FCC process telah dikenal bertahun-tahun karena keandalan dan
efisiensinya, dan khususnya keluwesannya dalam pengaturan kondisi operasi
untuk berbagai jenis feed.

3.6. Texaco Fluid Catalytic Cracking


Hasil penelitian yang dilakukan oleh Texaco Development Corporation adalah
proses yang dapat mencakup berbagai macam feed stock termasuk virgin and
cracked gasoil, middle distillates, vacuum distillates, coke dan deasphalted oil.
Secara garis besar gambaran rancangan khusus dari Texaco FCC process meliputi:

• Sebuah stripper yang efisien digunakan untuk menangani spent catalyst


• Pengendalian laju reaksi yang baik
• Penggunaan katalis lebih sempurna dan efisien
• Reaksi pembakaran selama regenerasi lebih sempurna
• Spent catalyst mengalir secara gravitasi menuju ke unit regenerasi.

Fresh feed bercampur dengan beberapa recycle cracked gasoil memasuki riser,
perhatian gambar (10-19). Kemudian feed tersebut bertemu dengan katalis

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


202

(regenerated catalyst) yang baru saja diregenerasi dari regenerator. Melalui riser
tersebut campuran feed dan katalis menuju ke separator yang berada di dalam
reactor zone untuk dipisahkan. Meskipun dipisahkan, namun masih ada beberapa
katalis yang terbawa oleh uap minyak.

Gambar (10-19): Texaco Fluid Catalytic Cracking (FCC) Process

Riser dirancang sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kecepatan aliran


yang sempurna tanpa menimbulkan erosi pada katalis. Uap yang telah dipisahkan
dari separator sebelum meninggalkan reactor terlebih dahulu melewati sebuah
cyclone untuk memisahkan serbuk katalis yang terbawa oleh uap. Spent catalyst
(catalis dari reaktor) melalui stripper menuju ke regenerator langsung disambut
oleh udara panas yang langsung membakar karbon yang menempel pada katalis.
Reaksi yang terjadi adalah reaksi eksotermis (mengeluarkan panas), dan panas
yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk memanaskan udara yang akan
digunakan untuk regenerasi. Kapasitas fresh feed untuk unit ini pada umumnya
berkisar antara 1.100 - 75.000 b/sd.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


203

3.7. Gulf Catalytic Cracking


Gambar (10-20) menunjukkan suatu proses yang dikembangkan oleh Gulf
Research and Development Company. Cracking unit ini mempunyai sebuah
vertical transfer line yang disebut sebagai vertical riser. Konversi yang dapat
dilakukan pada umumnya dari 78 - 84% dengan angka oktan antara 92,5 - 98,3.

Gambar (10-20): Gulf Fluid Catalytic Cracker (FCC)

3.8. Kellogg Heavy Oil Cracker (HOC)


Beberapa perusahaan menawarkan proses catalytic cracking yang feednya berupa
heavy oil atau residu. MW Kellogg Company dan Phillips Petroleum telah

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


204

mengembangkan proses ini yang dapat mengolah residu dengan baik. Beberapa
perusahaan seperti Gulf Oil, Arco dan UOP mempunyai lisensi proses ini untuk
mengolah heavy residue.

Gambar (10-21): Kellogg Heavy Oil Cracker (HOC)

Perhatikan gambar (10-21), katalis meninggalkan regenerator melalui plug valve,


valve tersebut berperan untuk mengendalikan aliran dan membantu menjaga suhu
reactor pada batas-batas tertentu. Tempat penginjeksian steam berada diatas lokasi
dimana feed memasuki sistem. Susunan seperti ini dimaksudkan untuk untuk
mempercepat dan mendispersikan katalis sehingga menghambat terbentuknya

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


205

coke. Level katalis di dalam reactor dijaga tetap pada ketinggian yang diperlukan
untuk menjaga space velocity yang dikehendaki. Uap hidrokarbon meninggalkan
reaction zone menuju frctionator dan katalis yang terbawa dalam uap dipisahkan
dengan cyclone.
Di dalam Kellogg Orthoflow Unit, stripping section untuk katalis ditempatkan di
pusat reactor. Katalis yang telah diperlakukan dengan stripping dibawa ke
regenerator dan oleh udara panas deposit karbin yang ada dipermukaan katalis
dibakarnya, perhatikan gambar (10-22).

Gambar (10-22): Kellogg Orthoflow Cracking Unit

Udara panas yang diinjeksikan jumlahnya harus mencukupi untuk menjamin


bahwa pembakaran dapat terjadi secara sempurna. Flue gas sebelum
meninggalkan regenerator terlebih dahulu melalui cyclone dengan maksud untuk
menangkap partikel-partikel katalis yang terbawa oleh gas.
Gabungan reactor dan regenerator dalam satu unit tunggal memungkinkan
mempunyai riser lurus untuk mensirkulasikan katalis sehingga dalam operasinya
lebih efisien dan efektif. Sirkulasi katalis dikendalikan dengan menggunakan
valve khusus.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


206

Beberapa model rancangan orthoflow telah dibuat, seperti model A dan model C
yaitu yang generatornya ditempatkan dibawah reactor, dan model B generatornya
diatas reactor. Walaupun demikian dalam semua hal catalyst stripping section
ditempatkan diantara reactor dan regenerator. Di dalam rancangan ini juga
memperhatikan prinsip-prinsip heat balance yang termasuk fresh feed dan recycle
feed cracking. Suhu operasi reactor antara 880 - 950oF pada tekanan antara 8 - 20
psig, sedangkan suhu regenerasi di dalam regenerator berkisar antara 1.050 -
1.200oF pada tekanan 15 - 30 psig, dan katalis-to-oil ratio berkisar antara 6-21 : 1
sementara space velocity 1-16 : 1.
Beberapa fluid catalytic cracking process yang lain telah banyak dikembangkan
misalnya: Flexicracking yang dikembangkan oleh Exxon Research and
Engineering, Ultra-Orthoflow yang dikembangkan oleh Kellogg, dan Shell two
stage catalytic cracking yang dikembangkan oleh Shell.

3.9. Hydrocracking
Catalytic cracking yang dilakukan sekaligus dengan hidrogenasi dikenal dengan
nama "hydrocracking". Hidrogen yang diberikan pada proses tersebut digunakan
untuk menjenuhkan olefin yang terbentuk dari cracking dan scepatnya
membentuk senyawa jenuh. Dengan demikian alkana yang dalam reaksi
hydrocracking akan membentuk alkana-alkana baru yang berat molekulnya lebih
rendah. Sebagai contoh octane dalam reaksi hidrocracking akan membentuk
propane dan pentane seperti berikut:

HHHHHHHH HHH HHHHH


H-C-C-C-C-C-C-C-C-H + H2 → H-C-C-C-H + H-C-C-C-C-C-H
HHHHHHHH HHH HHHHH
(octane) (propane) (pentane)

Paraffin dengan titik didih rendah mempunyai angka oktan tinggi, oleh karena itu
hydrocracking bertujuan untuk memperbaiki angka oktan. Tekanan operasi yang
diperlukan untuk proses ini cukup tinggi yaitu sekitar 1.400 - 2.100 psig.
Hidrogen yang diperlukan untuk proses ini kebanyakan berasal dari steam
reforming methane atau naphtha.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


207

Gambar (10-23): LC-Fining Reactor


(Courtesy C.E. Lumnus and Cities Service)

Heavy crude oil biasanya banyak mengandung sulfur, metal dan nitrogen.
Disamping itu umumnya viskositas, pour point dan densitasnya tinggi. Satu hal
lagi yang kurang menguntungkan adalah kandungan hidrogen-nya rendah.
Kandungan metal yang tinggi dapat menimbulkan kesulitan dalam operasi,
sedangkan kandungan sulfur dapat menimbulkan persoalan pencemaran
lingkungan. Oleh karena itu diperlukan unit tambahan yang digunakan untuk
perlakuan awal (pretreatment) sebelum diolah di unit utamanya.
Suatu proses khusus yang disebut "LC-Fining" telah dirancang untuk menangani
heavy crude, proses tersebut adalah hidrogenasi heavy crude, residue dan heavy
oil. Dengan lisensi dari CE Lummus Company, proses tersebut dirancang mampu
menghilangkan metal dan sulfur dalam heavy crude, reduced crude, vacuum
bottom, deasphalted bottom, tar, dsb. Proses tersebut didasarkan pada teknologi

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


208

yang dikembangkan pada tahun 1963 oleh Cities Service yang pertama kali untuk
residual hydrocracker yang berlokasi di Lake Charles, Lousiana.
Reactor semacam expanded-bed yang digunakan dalam proses tersebut
ditunjukkan dalam gambar (10-23). Feed dan hidrogen diumpankan melalui
bagian dasar reactor, kemudian bergerak keatas bercampur dengan katalis yang
diekspansikan (expanded catalyst). Effluent product meninggalkan reactor melalui
recycle pump yang ada di dasar reactor. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan
kecepatan yang cukup agar expansi katalis yang dikehendaki dapat dicapai.
Campuran feed dan hidrogen memasuki reactor pada suhu 100oF atau lebih tetapi
masih dibawah suhu reactor. Panas reaksi yang cukup tinggi akan menaikkan suhu
feed secara cepat di dalam reactor. Sementara operasi tetap berjalan, katalis dapat
dimasukkan dan dikeluarkan dari reactor. Ukuran katalis yang digunakan untuk
proses ini sekitar 1/32 inci. Hidrogenasi heavy hydrocarbon sesungguhnya suatu
proses difusi. Penggunaan partikel-partikel kecil mempunyai beberapa
keuntungan sepanjang laju reaksinya diperhatikan. Oil feed memasuki heater
untuk mendapatkan pemanasan kemudian keluar dari heater menuju ke reactor
bertemu dengan hidrogen yang datang dari heater yang lain, perhatikan gambar
(10-24).
Produk dari reactor kemudian menuju ke high pressure separator. Hasil pemisahan
di high pressure separator, minyak yang keluar dari bagian dasar masih dalam
keadaan panas dan tekanan diturunkan sebelum memasuki low pressure separator.
Sedangkan uap yang keluar melalui bagian puncak high pressure separator
didinginkan didalam heat exchanger (biasanya didinginkan dengan hidrogen
sebelum memasuki heater. Uap didinginkan lebih lanjut dan menuju ke separator
terakhir dimana kondensat akan dipisahkan. Hidrogen yang dihasilkan dari
separator terakhir sebagian digunakan untuk menghilangkan senyawa sulfur,
sedangkan sebagian lainnya ditekan dan dikembalikan lagi menuju ke heat
exchanger kemudian ke hydrogen heater. Produk yang keluar dari dasar low
pressure separator dipisahkan fraksi-fraksinya di dalam fractionator.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


209

Gambar (10-24): LC-Fining Hydrocracking untuk Heavy Oil


dan turunan Batubara
(Courtesy C.E. Lumnus and Cities Service)

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


210

BAB 11
REFORMING

1. U M U M
Reforming adalah proses untuk memperlakukan sraight-run gasoline atau naphtha
yang mempunyai angka oktan rendah sehingga menjadi gasoline yang mempunyai
angka oktan tinggi dengan maksud untuk memperbaiki kwalitas pembakarannya
(ignation performance). Didalam memperbaiki kwalitas gasoline tidak hanya dari
segi angka oktan saja, tetapi juga menaikkan daya penguapannya (volatility),
karena melalui proses ini normal-paraffin dikonversikan menjadi iso-araffin,
aromatik dan olefin, disamping itu juga naphthene dikonversi menjadi aromatik.
Berbagai reaksi akan terjadi dalam proses reforming seperti:

Polimerisasi: yaitu penggabungan molekul-molekul kecil menjadi suatu molekul


yang besar.

Isomerisasi: yaitu mengkonversikan normal-paraffin menjadi iso-paraffin.

Siklisasi: yaitu pembentukan senyawa siklis (cincin) dari senyawa alifatik.

Proses reforming dapat dilakukan secara thermal ataupun secara catalytic yang
sering disebut Thermal Reforming dan Catalytic Reforming.

2. THERMAL REFORMING
Di dalam proses pengolahan minyak, upaya untuk meningkatkan jumlah gasoline
dilakukan dengan perengkahan (cracking), sedangkan untuk peningkatan mutu
pembakaran bahan bakar (angka oktan) gasoline adalah merupakan sasaran utama
dari proses reforming. Paraffin dengan rantai panjang akan direngkah menjadi
paraffin dengan rantai lebih pendek dan olefin yang titik didihnya lebih rendah
dari pada sebelumnya. Bahkan bisa juga reaksi yang terjadi tidak hanya
perengkahan saja tetapi juga dibarengi dengan reaksi dehidrogenasi sehingga hasil
reaksinya berupa molekul-molekul olefin pendek yang lebih reaktif untuk
berpolimerisasi. Sebagai contoh heptane (C7H16) dipanaskan pada suhu dan

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


211

tekanan yang cukup tinggi akan dikonversi menjadi amylene (C5H10) yang
mempunyai angka oktan 92, ethylene (C2H4) dengan angka oktan 81 dan hidrogen
(H2) yang banyak digunakan di dalam proses treating.

Produk dari hasil reaksi tersebut mempunyai rantai pendek dan ikatannya tidak
jenuh. Amylene adalah komponen gasoline yang baik sedangkan ethylene dan
propylene sebagai monomer yang banyak digunakan sebagai feedstock dalam
pabrik pembuatan produk petrokimia (petrochemical plant) khususnya untuk
pembuatan polymer seperti polyethylene. Reaksi lain yang dapat terjadi adalah
isomerisasi yaitu pembentukan senyawa hidrokarbon bercabang, misalnya normal
hexane menjadi iso-hexane.

Dalam pembentukan senyawa siklis (rantai cincin) juga akan terjadi misalnya
reaksi dehidrogenasi dan siklisasi dari normal heptane menjadi methyl
cyclohexane dan hidrogen seperti berikut:

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


212

Aromatisasi akan terjadi melalui reaksi dehidrogenasi dari senyawa naphthene,


sebagai contoh misalnya methylcyclohexane akan didehidrogenasi menjadi
toluene melalui proses dehidrogenasi.

Hidrodealkilasi juga dapat terjadi, yaitu reaksi penghilangan gugus alkil dengan
bantuan hidrogen, sebagai contoh misalnya toluene (methyl benzene) akan
dikonversi menjadi benzene melalui proses hidrodealkilasi yang reaksinya dapat
dilihat sebagai berikut:

Operasi thermal reforming memerlukan suhu yang lebih tinggi dan waktu reaksi
lebih lama jika dibandingkan dengan apa yang dilakukan dalam operasi thermal
cracking. Perbedaan tersebut dikarenakan molekul-molekul hidrokarbon dalam
feed untuk thermal reforming lebih kecil dan lebih stabil dibandingkan feed untuk
thermal cracking.
Skema sederhana proses thermal reforming ditunjukkan dalam gambar (11-1) dan
salah satu tipe diagram alir proses thermal reforming ditunjukkan dalam gambar
(11-2). Feedstock yang berupa straight-run naphtha atau gasoline diumpankan
melalui heater dimana reaksi reforming terjadi. Produk meninggalkan heater
langsung didinginkan secara tiba-tiba dengan menggunakan quenching oil
sebelum dipisahkan fraksi-fraksinya didalam fractionator. Pendinginan yang

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


213

dilakukan tersebut dimaksudkan untuk mencegah terjadinya reaksi yang


berkelanjutan. Jika reaksi berkelanjutan terjadi maka jumlah gas yang terbentuk
akan berkelebihan dan gasoline yang dihasilkan jumlahnya menjadi berkurang.
Suhu reforming berkisar antara 950 - 1.100oF dan tekanannya berkisar antara 400
- 1.400 psig.

Gambar (11-1): Simple Thermal Reforming Process

Thermal reforming mulai digunakan di Amerika Serikat sekitar tahun 1930.


Meskipun demikian penggunaannya sangat terbatas. Dewasa ini hampir seluruh
proses reforming menggunakan katalis (Catalytic Reforming).

3. CATALYTIC REFORMING
Sejak tahun 1940 catalytic reforming telah digunakan untuk menggantikan
thermal reforming. Proses ini memperbaiki kwalitas gasoline yang dihasilkan dari
cracking yang masih mempunyai angka oktan rendah.
Catalytic reforming jauh lebih efisien dari pada thermal reforming. Penggunaan
katalis akan mempercepat reaksi dan lebih mudah pengendalian operasinya.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


214

Katalis yang digunakan dapat terbuat dari platinum-alumina atau


platinum-rhenium-alumina. Katalis tersebut berperan sebagai pemacu reaksi
siklohidrogenasi dan reaksi lain seperti pembentukan aromatik.

Gambar (11-2): Thermal Reforming

Hydroforming unit telah digunakan pada awal perang dunia kedua, catalytic
reforming tersebut untuk menghasilkan aviation gasoline yang banyak digunakan
untuk keperluan militer. Sekitar tahun 1955, Universal Oil Product (UOP) telah
mendemonstrasikan bahwa katalis platiunum dapat mendorong reaksi
dehidrogenasi, khususnya dalam pembentukan aromat dalam skala komersial.
Dengan demikian sejak tahun itu hampir seluruh thermal reforming digantikan
dengan catalytic reforming.
Tujuan utama catalytic reforming adalah untuk mengkonversi hidrokarbon
menjadi aromatik yang reaksi utamanya adalah dehidrogenasi naphthene.
Senyawa aromat tidak hanya berfungsi sebagai komponen bahan bakar motor
tetapi juga banyak digunakan sebagai bahan baku industri petrokimia.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


215

Didalam straight-run naphtha pada umumnya masih banyak impurities yang dapat
meracuni katalis. Agar supaya tidak meracuni katalis, maka terlebih dahulu
dilakukan hydrotreating terhadap naphtha tersebut. Hydrotreating adalah proses
penghilangan impurities seperti senyawa sulfur, nitrogen dan arsenik dengan
melalui proses hidrogenasi. Hidrogen yang digunakan untuk keperluan treating ini
berasal dari reforming unit itu sendiri.

Gambar (11-3): Product from Thermal Reforming


and from Catalytic Reforming

Di dalam reaksi catalyitc reforming kemungkinan terjadinya olefin sangat kecil


sekali, hal ini disebabkan oleh adanya reaksi hidrogenasi olefin, yang mana secara
cepat begitu olefin terbentuk langsung dijenuhkan menjadi paraffin. Hal ini dapat

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


216

dipahami lebih dalam lagi dengan melihat gambar (11-3) yang menunjukkan
perbedaan hasil reforming secara thermal dan catalytic. Kelihatan dari sini bahwa
senyawa aromat lebih banyak dihasilkan pada catalytic reforming dan olefin
hanya ada pada hasil thermal reforming.
Di dalam catalyic reforming, hidrogen dihasilkan sebagai hasil samping. Sebagian
dari hidrogen yang dihasilkan disirkulasikan kembali untuk menjaga tekanan
didalam reactor dan mencegah terjadinya pembentukan coke. Disamping itu
hidrogen ini banyak dimanfaatkan untuk proses yang lain seperti hydrotreating,
hydrocracking dan isomerization plant, bahkan tidak sedikit yang digunakan
untuk keperluan industri petrokimia. Meskipun reaksi isomerisasi juga
kemungkinan terjadi, namun tidak banyak mempengaruhi kenaikan angka oktan
karena jumlahnya relatif kecil.

3.1. Katalis
Katalis mempunyai peranan yang sangat penting di dalam proses catalytic
reforming. Mengapa demikian, karena beberapa kondisi yang dibutuhkan untuk
mendapatkan aromatik dari hidrokarbon lain tanpa menggunakan katalis ternyata
hasil-hasilnya relatif rendah, oleh karena itu katalis dehidrogenasi digunakan
untuk memperbaiki hasil dan kondisi reaksi.
Beberapa macam katalis yang banyak digunakan untuk keperluan ini dintaranya
adalah:
• Platinum on alumina
• Platinum on silica-alumina
• Chromia on alumina
• Molybdena on alumina

Dasar katalis adalah alumina, sedangkan elemen-elemen yang menghidrogenasi


adalah platinum, dan persentase platinum berkisar antara 0,3 - 0,6%.
Elemen-elemen lain yang kemungkinan ada adalah halida kurang lebih antara 0 -
1%. Dalam hal chromia on alumina, dasar katalisnya adalah alumina dan elemen
yang menghidorgenasi adalah chromia yang persentasenya sekitar 10 - 15%.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


217

Katalis yang paling disukai adalah katalis yang memacu produksi aromatik dan
menekan terjadinya proses hidrocracking.
Jika katalis lain yang dikenal dengan nama bimetallic catalyst adalah katalis yang
mengandung platinum dan metal promotor lain seperti misalnya rhenium. Katalis
semacam ini umumnya untuk operasi pada tekanan rendah dan suhu tinggi dengan
siklus regenerasi menengah.
Selectivity adalah merupakan bentuk persaingan kecepatan reaksi yaitu
dehidrogenasi untuk menghasilkan aromatik dan hidrocracking untuk
menghasilkan paraffin yang lebih ringan. Katalis platiunum umumnya yang paling
aktif dan juga sangat mahal harganya. Katalis seperti ini mempunyai fungsi
ganda, platinum beraksi sebagai dehydrogenating agent, dan zat asam seperti
fluorine atau chlorine beraksi sebagai isomerization agent.
Olefin merupakan hasil reaksi intermediate, meskipun demikian pada kondisi
reforming hanya sedikit sekali olefin yang ada. Variabel operasi yang sangat
penting adalah tekanan, sedangkan variabel-variabel lain yang perlu diperhatikan
adalah suhu, space velocity, recycle gas rate, dan ukuran partikel katalis. Space
velocity dinyatakan sebagai perbandingan feed rate yang masuk terhadap jumlah
katalis didalam reactor. Satuan space velocity dinyatakan sebagai wt/hr/wt atau
vol/hr/vol.
Operasi catalytic reforming biasanya terjadi pada tekanan tinggi dan hidrogen
yang dihasilkan disirkulasikan kembali ke dalam reactor. Kondisi operasi untuk
katalis tertentu ditunjukkan dalam tabel (11-1).
Feedstock untuk catalytic reforming biasanya adalah naphtha atau straight-run
gasoline yang mempunyai angka oktan rendah, konversi naphtha paling tidak
adalah menjadi butane dan bahan-bahan yang lebih ringan. Lebih baik lagi jika
naphtha banyak mengandung naphthene karena dapat menghasilkan aromat yang
tinggi.
Butane yang dihasilkan dari catalytic reforming mengandung isobutane sekitar 40
- 50%, dan pentane mengandung iso-pentane sekitar 50 - 65%.
Pretreatment terhadap feedstock mutlak diperlukan untuk operasi yang
menggunakan katalis platinum. Katalis tersebut sangat sensitif terhadap nitrogen,
chloride, sulfur, air (water), lead dan arsenic. Proses yang digunakan untuk

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


218

pretreatment adalah hydrotreating dengan menggunakan katalis


cobalt-molybdenum. Hidrogen yang diperlukan untuk hydrotreating ini berasal
dari catalytic reforming itu sendiri.

Tabel (11-1): Kondisi operasi untuk katalis tertentu

JENIS KATALIS Average Temperature oF


Platinum 500 900 1,5
Cobalt molybdate 400 850 1,0
Molybdena 200 925 0,5
Chromia 175 1.000 0,7

3.2. Catalytic Reforming Process


Berbagai unit yang digunakan dalam catalytic reforming process ada yang
menggunakan tekanan tinggi dan ada juga yang menggunakan tekanan rendah.
Gambar (11-4) menunjukkan unit yang beroperasi pada tekanan tinggi, unit ini
relatif murah tetapi kurang fleksibel dibandingkan dengan yang bertekanan
rendah. Keterbatasan unit ini ialah angka oktan dan jumlah hasilnya rendah.
Proses yang menggunakan tekanan tinggi diantaranya termasuk platforming,
catforming, houdriforming, salvaforming dan Sinclair-Baker Process. Katalis
yang digunakan adalah platinum, catalyst deposit biasanya sedikit.
Proses lain yang meregenerasi katalis dan sementara operasi tetap berjalan
diantaranya adalah ultraforming dan powerforming yang menggunakan katalis
platinum (Pt), fluid hydroforming dan hydroforming menggunakan katalis
molybdena on alumina (Mo dalam Al2O3), thermoforming menggunakan katalis
chromia on alumina (Cr dalam Al2O3) dan hyperforming menggunakan katalis
molybdate on alumina (Mo dalam Al2O3).
Berbagai macam proses yang dikembangkan oleh beberapa perusahaan
diantaranya adalah seperti yang terlihat dalam tabel (11-2).
Gambar (11-5) menunjukkan proses catalytic reforming yang dikenal sebagai
platforming. Feed memasuki prefractionator untuk menghilangkan light ends

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


219

termasuk juga disolved oxygen dan H2O. Disamping itu prefractionator ini juga
unuk mengatur boiling range. Boiling range yang dikehendaki adalah 100 - 360oF
yang selanjutnya bercampur dengan recycle hydrogen gas dan bersama-sama
memasuki heater pertama. Recycle gas rate sekitar 8.000 scf/bbl of feed. Dari
heater pertama kemudian memasuki reactor pertama dan keluar dipanasi lagi pada
heater kedua, begitu seterusnya sampai tiga tingkat.

Gambar (11-4): Simplified Regeneration of Reactor

Reactor berupa bejana berbentuk silinder yang di dalamnya berisi katalis. Uap
mengalir melalui setiap reactor dan kontak dengan katalis kemudian bereaksi
sebagaimana yang diinginkan. Karena reaksinya menyerap panas, maka setiap
akan memasuki reactor dipanasi terlebih dahulu di dalam reheater. Aliran

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


220

meninggalkan dasar gas separator menuju ke fractionator untuk dipisahkan


komponen-komponennya.
Reformat adalah produk yang digunakan sebagai komponen untuk pencampuran
premium dan aviation gasoline. Gas meninggalkan separator menuju ke H2S
absorber untuk dihilangkan H2S yang terkandung di dalam hidrogen. Sebagian
dari hidrogen yang dihasilkan disirkulasikan kembali ke proses dengan maksud
untuk menghindari terbentuknya coke dalam katalis. Suhu reaksi di dalam reactor
sekitar 850 - 950oF dan tekanan sekitar 200 - 700 psig.

Tabel (11-2): Beberapa proses dan perusahaan yang mengembangkannya

COMPANY TYPE OF PROCESS


Atlantic Richfield Catforming
Chevron Research Rheniforming
Exxon Research and Engineering Powerforming
Houdry Division of Air Products Houdriforming
and Chemicals

Sinclair Research Laboratory and Sinclair-Baker Reforfing


Baker & Company

Standard Oil of Indiana Ultraforming


Standard Oil of New Jersey Powerforming, hydroforming,
and fluid hydroforming

Union Oil Hyperforming


Universal Oil Products Platforming

Regenerasi katalis yang dilakukan ketika keaktifan katalis turun hingga dibawah
batas yang telah ditetapkan. Meskipun keaktifan katalis dapat dipulihkan dengan
cara regenerasi, namun lama-kelamaan katalis akan mengalami degradasi, dan
meskipun dapat diregenerasi tetapi hasilnya akan berada di bawah batas
ekonomis. Oleh karena itu katalis yang demikian harus diganti dengan yang baru.
Proses dengan cara konvensional ini, untuk melakukan regenerasi harus

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


221

menghentikan operasi. Dewasa ini banyak dilakukan inovasi terhadap proses yang
dapat dioperasikan secara kontinyu dan tanpa menghentikan proses sewaktu
regenerasi.

Gambar (11-5): Catalytic Reforming (Conventional Platforming)

Gambar (11-6) menunjukkan continuous platforming yang dikembangkan oleh


UOP. Proses tersebut menggunakan reactor, heater, separator, dan fractionator.
Platforming adalah suatu proses catalytic reforming yang paling banyak
digunakan dibandingkan dengan jenis yang lain. Katalis platinum untuk reforming
tekanan rendah sama seperti untuk reforming tekanan tinggi, kecuali proses yang
meliputi reactor tambahan seperti yang disebut swing reactor yang
memungkinkan untuk regenerasi. Jika sebuah reactor harus ditempatkan pada
siklus regenerasi, maka swing reactor menggantikannya. Proses tersebut dapat
diulang-ulang sampai regenerasi katalis dilakukan sepenuhnya. Tekanan operasi
reactor berkisar antara 125 - 300 psig dan recycle gas bervariasi antara 1.500 -
2.500 scf/bbl of feed.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


222

Ultra forming proses seperti yang terlihat dalam gambar (11-7) merupakan lisensi
dari Standard Oil of California, dalam proses ini menggunakan beberapa reactor
dan swing reactor dengan suatu fixed bed catalyst. Swing reactor adalah pusat
untuk meregenerasikan katalis. Ultraforming dapat menhasilkan produk yang
mempunyai angka oktan 95 - 103 (research octane number). Xylene dengan
kemurnian tinggi juga dapat dihasilkan melalui fraksinasi ultraformate. Di dalam
ultraforming, katalis yang digunakan dapat diregenerasi sampai 600 kali atau
lebih tanpa kehilangan selektivitasnya yang signifikan dan tanpa diperlukan
penggantian dalam jangka waktu pendek.

Gambar (11-6): Continuous Platforming with Katalis Regeneration

Proses lain yang sangat populer disebut houdriforming berlisensi dari Houdry
Division of Air Product and Chemicals seperti yang terlihat dalam gambar (11-8)
menggunakan dua buah atau lebih fixed bed reactor yang masing-masing
dilengkapi dengan heater. Dan naphtha yang diumpankan bercampur dengan
recycle gas yang banyak mengandung hidrogen.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


223

Gambar (11-7): Ultraforming Fixed-Bed Process

Gambar (11-8): Houdriforming

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


224

Jika kandungan sulfur di dalam naphtha tinggi, maka sebelumnya harus dilakukan
hidrodesulfurisasi yang hidrogennya dapat diperoleh secara langsung dari
houdriforming. Disamping dengan cara tersebut, sulfur juga dapat dihilangkan
dengan cara absorpsi dengan menggunakan ethanolamine sebagai solvent-nya.
Houdriforming menggunakan katalis platinum dalam alumina atau bimetallic. Jika
houdriforming digunakan untuk menghasilkan aromatik, konversi naphtha
menjadi benzene, toluene dan xylene mendekati 100% dari harga teoritis benzene.

Kondisi operasi proses ini suhunya berkisar antara 900 - 1.000oF dan tekanan 100
- 400 psig.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


225

BAB 12
POLIMERISASI DAN ALKILASI

1. U M U M
Seperti diketahui proses perengkahan selain menghasilkan bahan-bahan dengan
berat molekul yang diinginkan, juga menghasilkan bahan-bahan yang lebih ringan
(gas) dan fraksi-fraksi yang lebih berat. Gas-gas yang dihasilkan umumnya
banyak mengandung hidrokarbon tak jenuh seperti olefin yang mempunyai berat
molekul rendah. Karena ikatan strukturnya tidak jenuh maka bersifat reaktif,
artinya mudah bersenyawa (bergabung) satu sama lain atau dengan senyawa lain
untuk membentuk senyawa baru.
Jika senyawa-senyawa tersebut bergabung akan membentuk molekul-molekul
yang lebih besar dan titik didihnya sebagaimana trayek titik didih gasoline.
Pemilihan feedstock dan operasi yang cermat akan membuatnya layak untuk
menghasilkan gasoline dengan kwalitas pembakaran tinggi. Dengan bantuan
proses polimerisasi dan alkilasi entah secara langsung atau tak langsung akan
menaikkan kwalitas dan jumlah gasoline dan dapat menghasilkan bahan baku
untuk industri petrokimia.

2. POLIMERISASI
Penggabungan dua atau lebih molekul-molekul kecil untuk membentuk kelompok
molekul kompleks disebut polimerisasi. Istilah ini berasal dari kata poly yang
berarti banyak dan meric (meros) yang berarti bagian. Dengan demikian polimeric
berarti suatu bagian yang berulang-ulang. Didalam proses ini sebagai ganti dari
penambahan molekul-molekul yang berbeda atau sama (suatu molekul sederhana
ditambahkan ke suatu molekul yang lain).
Hidrokarbon seperti alkene (olefin) yang mengalami reaksi penggabungan dirinya
sendiri dinyatakan sebagai reaksi polimerisasi. Sebagai contoh, molekul-molekul
ethylene dapat saling menggabung dan penggabungannya dapat berulang-ulang
tergantung pada produk akhir yang dikehendaki. Molekul ethylene dikenal

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


226

sebagai monomer karena secara sederhana ia merupakan satu bagian yang dapat
diduplikasikan dalam proses. Produk akhir dari proses ini disebut polymer.
Beberapa produk dapat diperoleh tetapi tergantung dari titik pemberhentian reaksi
(termination point).
Penggabungan dua molekul monomer sederhana akan membentuk dimer, tiga
molekul monomer membentuk trimer, dan begitu seterusnya untuk banyak
molekul monomer membentuk polymer. Di dalam reaksi tersebut, jika reaksi
polimerisasi membentuk molekul lurus, maka polymer yang terbentuk disebut
linear polymer. Tetapi jika rantai cincin dibentuk dari reaksi polimerisasi maka
polymer yang dihasilkan disebut cyclic polymer. Demikian pula jika polymer
yang terbentuk mempunyai ikatan rantai yang tersusun dalam tiga dimensi disebut
cross linked polymer. Dalam hal tertentu, ribuan molekul monomer dapat
bergabung membentuk molekul besar, maka produk tersebut disebut
macromolecule. Secara umum kekomplekan polymer dapat dikendalikan oleh
kondisi operasi seperti suhu, tekanan dan konsentrasi katalis yang digunakan.
Dalam era perang dunia kedua, polimerisasi dan alkilasi memberikan kontribusi
yang besar dalam menyediakan aviation gasoline dalam jumlah yang sangat besar.
Disamping itu polimerisasi adalah suatu proses yang penting di dalam industri
petrokimia, khususnya dalam pembuatan polymeric solid seperti plastik dan karet.
Sebagai contoh polimerisasi sederhana dari ethylene dapat dinyatakan dalam
persamaan reaksi seperti berikut:

dimana: n = jumlah molekul (di suku kirir)


n = tingkat polimerisasi (di suku kanan)

Ethylenen dipanaskan pada suhu sekitar 200 - 750oF pada tekanan lebih dari 1.000
atm dengan kandungan oksigen maksimum 0,01%. Tergantung dari kondisi
operasi proses, berat molekul produk dapat mencapai sekitar 2.000 - 20.000.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


227

Sebagai contoh misalnya reaksi antara dua molekul isobutylene menjadi satu
molekul di-isobutylene.

Pada kondisi tertentu dan katalis dalam jumlah tertentu, olefin mengalami
penggabungan dengan sendirinya yang dikenal dengan istilah association
polymerization atau addition polymerization. Dalam hal seperti ini produk yang
terbentuk mempunyai berat molekul beberapa kali dari berat molekul semula.
Berat molekul polymer secara sederhana selalu merupakan kelipatan berat
molekul monomernya. Sebagai contoh benzene (C6H6) adalah sebuah cyclic
trimer dari acetylene (C2H2). Karet dengan rumus umum (C5H8)n adalah sebuah
polymer dari isoprene (C5H8).

Isoprene adalah monomer yangdigunakan untuk membuat 90% dari karet alam
(C5H8)n. Meskipun n tidak diketahui secara pasti, namun berat molekul karet
berkisar antara 130.000 - 400.000.
Satuan-satuan isoprene menggabung melalui ujung-ujungnya membentuk sebuah
polymer lurus (linear polymer) dan rantai panjang seperti berikut.

Olefin yang mempunyai berat molekul rendah seperti C3 dan C4 berpolimerisasi


dalam suatu rentangan dua atau tiga kali berat molekulnya. Kemudian dikonversi
dengan hidrogenasi membentuk isoparaffin yang dikenal mempunyai antiknock

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


228

quality tinggi. Produk tersebut digunakan sebagai blending component untuk


premium atau aviation gasoline.
Thermal polymerization telah dikembangkan sejak tahun 1930 untuk
mengkonversi gas paraffin dan olefin menjadi gasoline. Proses ini tidak bertahan
lama karena beberapa dekade kemudian telah dikembangkan catalytic
polymerization yang lebih efisien dan lebih praktis. Katalis yang dapat digunakan
untuk proses ini adalah sulfuric acid dan phosphoric acid (asam sulfat dan asam
phosphat).

Gambar (12-1): Sulfuric Acid Polymerization

2.1. Sulfuric Acid Polymerization


Dengan menggunakan sulfuric acid sebagai katalis, maka polimerisasi ini juga
dikenal sebagai cold acid process, dimana isobutene dipolimerisasikan secara
selektif. Modifikasi lain yang dikenal sebagai cold acid process
mengkopolimerisasikan semua butene. Cold acid process sangat penting

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


229

peranannya selama perang dunia kedua, dan sampai sekarang masih digunakan
untuk mempersiapkan feedstock untuk pembuatan butadiene.
Sebuah skema diagram alir untuk sulfuric acid process ditunjukkan dalam gambar
(12-1). Suatu campuran butane-butene (sebagai feed) memasuki unit ekstraksi
tingkat pertama. Ekstraksi dilakukan dalam dua tingkat dengan 65% sulfuric acid
pada suhu antara 70 - 100oF. Polimerisasi terjadi pada suhu sekitar 220oF dengan
konversi menjadi isobutene sekitar 90%, dan produk dipisahkan dari acid catalyst
dengan cara pengendapan (settling). Produk akhir sekitar 75% adalah
di-isobutene.

Gambar (12-2): Polymerization with Phosphoric Acid Catalyst

2.2. Phosphoric Acid Polymerization


Gambar (12-2) menunjukkan phosporic acid catalyst dalam bentuk pellets yang
digunakan dalam proses polimerisasi ini. Feed umumnya terdiri dari propane dan
propylene menuju ke sebuah heat exhanger agar supaya memanfaatkan panas dari

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


230

aliran yang meninggalkan reactor. Sebuah reheater akan menaikkan suhu hingga
mencapai batas yang diinginkan. Dari sini kemudian feed memasuki catalytic
reactor.
Reaksi polimerisasi adalah exothermis, dan panas yang dihasilkan dimanfaatkan
untuk membuat steam yang akan digunakan sebagai media pemanas di dalam
preheater. Aliran yang meninggalkan reactor menuju ke menara depropanizer
dimana propan yang tidak terkonversi akan dipisahkan. Propane keluar dari
bagian puncak depropanizer, sedangkan yang berupa cairan keluar melalui bagian
dasar depropanizer terus menuju ke menara debutanizer. Disini butane yang tidak
terkonversi keluar melalui bagian puncak debutanizer, sedangkan polymer
gasoline keluar melalui bagian dasar. Sisa propane -propylene dapat digunakan
sebagai liquified petroleum gas (LPG). Suhu dan tekanan dalam operasi ini
berkisar antara 300 - 440oF dan 900 - 1.200 psig tergantung pada produk yang
diinginkan.
Jika cairan phosphoric acid yang digunakan sebagai katalis, maka khusus bahan
konstruksi yang digunakan harus tahan terhadap serangan korosi. Umur katalis
rata-rata adalah 100 - 200 gal polymer/ lb of phosphoric acid. Konversi olefin
menjadi gasoline sekitar 85%, dan panas reaksi yang dihasilkan sekitar 400 Btu/lb
butene yang bereaksi atau sekitar 670 Btu/lb propene yang bereaksi.
Feed untuk proses ini terlebih dahulu harus di-treat untuk menghilangkan
hidrogen sulfida dan mercaptan. Jika zat-zat ini tidak dihilangkan dapat berakibat
menurunnya angka oktan dan pencemaran lingkungan. Untuk menghilangkan
senyawa-senyawa ini biasanya dilakukan pencucian dengan menggunakan caustic
soda yang kemudian dicuci dengan air untuk menghilangkan zat-zat organik yang
terbawa oleh caustic soda. Karena oksigen dapat menimbulkan deposit dan tar
pada katalis, maka feed dan air yang digunakan untuk pencucian harus bebas dari
okasigen. Kadang-kadang untuk treating ini digunakan regenerative absorbent
sebagai ganti caustic soda washing. Regenerative absorbent yang digunakan
biasanya terdiri dari ethanolamine dan tripotasium phosphate.
Meskipun sederetan olefin dapat dipolimerisasikan menjadi gasoline, namun
hanya butene dan yang lebih ringan saja yang digunakan. Olefin yang lebih berat
(sampai C10) dapat dicampur secara langsung menjadi gasoline. Butene sebagai

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


231

feedstock hanya akan dapat dipolimerisasi dengan baik dengan menggunakan


sulfuric acid sebagai katalis, dan propene hanya dengan phosphoric acid sebagai
katalis. Butadiene (C4H6) adalah senyawa diolefin yang keberadaannya di dalam
feed sebenarnya tidak disukai karena akan membentuk polymer rantai panjang
yang mempunyai kecenderungan mempercepat terbentuknya coke pada katalis.
Oleh karena itu, feedstock yang digunakan untuk proses polimerisasi terbatas
pada olefin yang berupa gas-gas hasil samping dari operasi cracking. Namun
demikian butane dapat direngkah untuk membuat olefinic feed sebagai produk
utama. Selama perang dunia kedua isobutene banyak dibuat dari proses
dehidrogenasi isobutane. Tetapi kebanyakan proses polimerisasi dewasa ini
beroperasi untuk menghasilkan gasoline dari olefin yang mengandung C3 dan C4.

3. ALKILASI
Alkilasi dapat diartikan sebagai reaksi penambahan gugus alkil ke suatu senyawa
tertentu. Tetapi di dalam industri pengolahan minyak bumi istilah tersebut
mengacu pada reaksi antara olefin dan isoparaffin yang rantainya lebih panjang.
Reaksi alkilasi tersebut dapat terjadi tanpa menggunakan katalis, tetapi
memerlukan suhu dan tekanan tinggi, disamping itu peralatan yang digunakan
cukup mahal. Karena alasan tersebut, maka sekarang banyak dikembangkan
proses alkilasi yang menggunakan bantuan katalis. Katalis yang digunakan untuk
proses ini biasanya sulfuric acid dan hydrogen fluoride jika feed-nya berupa
isobutane dengan propene dan butene. Aluminum chloride juga digunakan sebagai
katalis dalam proses alkilasi jika feed-nya berupa isobutane dan ethylene. Reaksi
alkilasi adalah reaksi exothermis yang dapat menghasilkan panas sekitar 700
Btu/lb isobutane.
Proses alkilasi telah diterapkan semenjak tahun 1938. Di dalam proses ini suatu
alkylate bercabang atau isoparaffin ditambahkan ke olefin yang mempunyai
ikatan rangkap akan menghasilkan gasoline yang berangka oktan tinggi. Sumber
utama olefin pada umumnya adalah dari cracking unit atau dari dehidrogenasi
paraffin. Dengan demikian butane dapat didehidrogenasi untuk membuat feed
dalam proses alkilasi. Butane juga dapat di isomerisasikan menjadi isobutane

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


232

yang kemudian direngkah untuk feed dalam proses alkilasi. Disamping dari proses
yang disebutkan tadi, isobutane juga dapat diperoleh crude oil langsung, cracking,
catalytic reformer dan gas alam.
Pada tekanan atmosfir proses alkilasi dapat berlangsung pada suhu rendah jika
menggunakan bantuan katalis. Katalis akan berperan sebagai pemacu reaksi
sehingga kecepatan reaksi menjadi lebih besar. Dengan sulfuric acid atau
anhydrous hydrogen fluoride isobutane bereaksi dengan campuran isobutylene
akan menghasilkan campuran iso octane (C8H18) yang biasanya mempunyai angka
oktan berkisar 92 - 94. Reaksi tersebut adalah seperti berikut:

Variabel-variabel yang dapat mempengaruhi reaksi tersebut diantaranya adalah


perbandingan isobutane terhadap olefin (isobutane-olefin ratio), suhu operasi,
olefin space velocity, dan waktu kontak. Jika ethylene dialkilasikan dengan
isobutane, maka sebagai produk utamanya adalah isohexane yang populer dengan
sebutan neohexane yang reaksinya seperti berikut:

Proses alkilasi adalah proses yang dipandang sangat penting di dalam petroleum
processing karena senyawa-senyawa yang dihasilkan dari proses tersebut
mempunyai angka oktan tinggi sebagai bahan bakar motor.

3.1. Alkilasi dengan katalis sulfuric acid


Gambar (12-3) menunjukkan diagram alir dari salah satu jenis proses alkilasi yang
menggunakan katalis sulfuric acid. Feed yang banyak mengandung isobutane

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


233

(berupa campuran dari butane-butylene-isobutane) sebelum memasuki reactor


didinginkan terlebih dahulu di dalam chiller. Perbandingan isobutane terhadap
olefin di dalam feed sekitar 4 sampai 1 dan membantu mengurangi reaksi
samping. Dengan mensirkulasikan isobutane dimaksudkan untuk menjaga
perbandingan yang dikehendaki tersebut. Suhu pendinginan feed sekitar 40oF dan
katalis berupa 98% sulfuric acid. Sebuah acid separator menerima aliran produk
dan disini acid dipisahkan dari minyak yang mengandung alkylate dan
hidrokarbon yang belum bereaksi.

Gambar (12-3): Alkylation Process using Sulfuric Acid

Sodium hydroxide digunakan untuk menetralkan hidrokarbon yang selanjutnya


menuju ke debutanizaer tower. Di dalam debutanizer dengan cara fraksinasi
gas-gas ringan dipisahkan, dan alkylate keluar melalui bagian dasar menara. Gas
dari debutanizaer selanjutnya memasuki deisobutanizer dimana normal butane
dipisahkan dan kelaur melalui bagian dasar menara, sedangkan gas yang keluar
dari bagian puncak deisobutanizer menuju depropanizer untuk memisahkan
propane. Isobutane yang tidak bereaksi disirkulasikan kembali melalui bagian

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


234

dasar depropanizer ke reactor bersama-sama dengan feed. Alkylate yang


dihasilkan dapat difraksinasikan lebih lanjut menjadi heavy alkylate dan light
alkylate untuk digunakan sebagai campuran aviation gasoline dan motor gasoline.

3.2. Alkilasi dengan katalis hydrofluoric acid


Proses alkilasi dengan menggunakan katalis hydrofluoric acid menghasilkan
alkylate sama seperti apa yang dihasilkan dengan katalis sulfuric acid, perhatikan
gambar (12-4).

Gambar (12-4): Alkylation Process using Hydrofluoric Acid

Reaksi yang terjadi juga sama, perbedaannya adalah ada pada cara penanganan
katalis. Anhydrous hydrofluoric acid dalam kondisi biasa adalah gas, tetapi ia
digunakan dalam bentuk dicairkan. Spent hydrofluoric acid dapat diregenerasi
secara kontinyu dan mudah dengan cara distilasi sederhana. Penanganan
hydrofluoric acid lebih sulit karena sifatnya yang sangat korosif, oleh karena itu

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


235

diperlukan perhatian khusus dan lebih berhati-hati. Suhu reaksinya lebih tinggi
dibanding jika menggunakan sulfuric acid, yaitu sekitar 75 - 115oF.

4. ISOMERISASI
Karena isobutane sebagai bahan dasar yang digunakan di dalam proses alkilasi
maka penyediaan isobutane yang cukup harus dapat dipenuhi. Gas-gas yang
dihasilkan dari catalytic cracking tidak banyak mengandung isobutane sehingga
perbandingannya terhadap butylene dan propylene yang diharapkan tidak dapat
memadai. Oleh karena karena kendala tersebut, maka diperlukan suatu proses
yang dapat menghasilkan isobutane lebih banyak.

Gambar (12-5): Isomerization Process using AlCl3 and HCl as Catalyst

Suatu proses yang digunakan untuk mengkonversikan butane menjadi isobutane


disebut isomerisasi, dan proses ini dapat membantu penyediaan isobutane dalam
jumlah yang besar. Katalis yang paling banyak digunakan di dalam proses
isomerisasi adalah aluminum chloride (AlCl3), karena aktivitasnya akan

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


236

bertambah jika hydrochloric acid digunakan sebagai promoter. Di dalam gambar


(12-5) menunjukkan diagram alir proses isomerisasi dengan menggunakan katalis
aluminum chloride. Feedstock dikeringkan dan diberikan pemanasan awal hingga
mencapai suhu reaksi yang diinginkan. Selanjutnya bersama-sama dengan aliran
recycle dan dicampur dengan hydrogen chloride memasuki reactor. Aluminum
chloride diambil kembali dari reactor effluent.
Hasil reaksi yang terpisah dari katalis selanjutnya menuju flash drum dimana
hidrokarbon ringan yang berupa gas dipisahkan. Sementara itu cairan yang
meninggalkan flash drum melalui bagian dasar memasuki stripping tower untuk
memisahkan HCl, selanjutnya cairan yang keluar melalui bagian dasar stripper
dinetralkan terlebih dahulu dengan menggunakan caustic soda sebelum memasuki
fractionating tower. Dari bagian puncak fractionating tower keluar produk isomer
(isomeric product) yang berupa isobutane, sedangkan yang keluar dari bagian
dasar menara diresirkulasikan ke reactor bersama-sama dengan feed. Isomerisasi
butane atau konversi butane menjadi isobutane, sekali jalan konversinya sekitar
40% dan selektivitasnya sekitar 96%. Selektivitas yang dimaksud dinyatakan
dalam persamaan seperti berikut:

isobutane yang dihasilkan


Selectivitas = x 100 %
normal butane yang terkonversi

Suhu reactor untuk reaksi ini berkisar antara 200 - 300oF, dan tekanan sekitar 200
- 300 psig. Isomerisasi pentane memberikan konversi sekitar 60% dengan
selektivitas sekitar 97%. Selektivitas dalam hal ini dinyatakan seperti persamaan
berikut:

isopentane yang dihasilkan


Selectivitas = x 100 %
normal pentane yang terkonversi

Untuk mengurangi pencemaran lingkungan, dewasa ini penggunaan tetraethyle


lead (TEL) sebagai octane booster dikurangi dosisnya dan bahkan di
negara-negara maju seperti Amerika Serikat sudah banyak yang tidak
menggunakannya lagi. Salah satu upaya untuk meningkatkan jumlah gasoline
dengan akngka oktan tinggi tetapi tetap menjaga kelestarian lingkungan, sebagai
alternatifnya adalah melalui proses isomerisasi.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


237

Light, straight naphtha diketahui mempunyai angka oktan rendah yaitu rata-rata
sekitar 70. Angka oktan ini dapat dinaikkan hingga lebih dari 80 dengan
menambahkan TEL. Tetapi, proses isomerisasi adalah salah satu alternatif yang
lebih baik untuk menaikkan angka oktan karena normal pentane dan normal
hexane dapat diisomerisasikan sehingga membentuk senyawa isoparaffin yang
mempunyai angka oktan lebih tinggi.

4.1. BP. Isomerization Process


BP Isomerization Process adalah proses isomerisasi yang dikembangkan oleh
British Petroleum Trading Ltd. Dengan melalui proses ini dapat mengkonversikan
n-C5 dan n-C6 manjadi i-C5 dan i-C5 yang angka oktan-nya lebih tinggi,
perhatikan gambar (12-6).

Gambar (12-6): BP Process

Dengan berbagai feedstock, melalui proses ini dapat menaikkan angka oktan
seperti berikut:

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


238

FEEDSTOC RON
Pentane 86,5
Hexane 81,0
Pentane - Hexane 84,5

BP Process selalu menghasilkan suatu campuran isomer yang mendekati


kesetimbangannya. Oleh karena itu di dalam proses ini pula dikombinasikan
dengan berbagai proses pemisahan (separasi) seperti distilasi ataupum
molecular-sieve extraction untuk mendapatkan konversi yang lebih tinggi. Produk
yang mempunyai RON hingga 91 dapat dihasilkan dengan tergantung pada
peralatan yang digunakan untuk memisahkannya. Kondisi operasi isomerisasi
untuk C5/C6 menggunakan tekanan di dalam reactor antara 200 - 500 psig, suhu
keluar reactor antara 258 - 408oF, dan space velocity 2 - 4 vol/vol/hr.
Sistem katalis-nya dapat diregenerasi. Katalis yang diumpankan ke reactor
bersifat inert dan non corrosive yang berupa platinum-on-alumina yang tidak
memerlukan perhatian khusus dalam penanganannya (tidak seperti pada catalytic
reforming). Katalis dapat diaktifkan dengan aktivitas dan selektivitas tinggi
dengan bantuan organic chloride.

4.2. Penex Process


UOP Penex Process dirancang untuk isomerisasi pentane, hexane dan campuran
pentane-hexane dengan menggunakan katalis yang pengoperasinya berlangsung
secara kontinyu. Reaksi terjadi di dalam sebuah fixed bed catalyst pada tekanan
menengah, suhu rendah, dan space velocity tinggi. Tekanan di dalam reactor
berasal dari hydrogen yang sengaja diinjeksikan. Reaksi isomerisasi biasanya
lebih disukai pada suhu rendah dan perbandingan isoparaffin terhadap normal
paraffin dalam produk keluar reactor sekitar 3 : 1 untuk pentane dan 9 : 1 untuk
hexane sebagai fedd-nya. Untuk feed berupa campuran pentane-hexane pada batas
kesetimbangannya dapat mencapai angka oktan 83 - 84 RON berdasarkan sekali
jalan. Produk dengan angka oktan tinggi (92 - 93 RON) dapat dicapai dengan cara
memisahkan normal paraffin dari reactor effluent untuk disirkulasikan kembali.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


239

Gambar (12-7) adalah suatu diagram alir untuk proses sekali jalan (once through
process).
UOP Molex Process adalah cocok untuk memisahkan n-C5 dan n-C6. Molex
process memisahkan komponen-komponen dengan selektive adsorption di dalam
sebuah fixed solid adsorbent.

Gambar (12-7): Once-Through Process

Proses menggunakan sebuah fluid-directing device yang dikenal sebagai rotary


valve yang mempunyai empat buah saluran masuk dan keluar proses yang dapat
diumpankan dan ditarik secara terus menerus. Proses tersebut dapat dihubungkan
dengan Penex Process. Untuk straight run C5/C6 feedstock yang mempunyai
angka oktan sekitar 72 dapat dinaikkan dengan berbagai mode seperti berikut:

METODA RON
No recycle 83
Recycle of n-C5 86
Recycle of n-C5 dan n-C6 89

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


240

Penex system biasanya menggunakan dua buah reactor yang tersusun seri dengan
beban katalis sama untuk setiap reactor. Diantara kedua vessel dilengkapi dengan
perpipaan dan valve yang memungkinkan untuk mengoperasikan secara timbal
balik dan penggantian katalis secara parsial.
Proses isomerisasi lain diantaranya adalah Dimersol Process dan Total
Isomerization Process (TIP). Dimersol Pocess dikembangkan oleh Institute
Français du Pétrole (IFP). Dimersol Process mendemerisasikan propylene menjadi
isohexane atau dimate yang mempunyai angka oktan 97. Total Isomerization
Process (TIP) dikembangkan oleh Union Carbide, menggunakan molecular-sieve
adsorbent dan katalis.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


241

BAB 13
HYDROTREATING

1. U M U M
Proses hydrotreating bertujuan untuk membersihkan kontaminan yang terlarut
didalm suatu fraksi minyak tertentu. Karena pada umumnya yang dibersihkan
adalah fraksi naphthene maka sering disebut dengan nama Naphthene
Hydrotreating (NHT).
Ada enam dasar reaksi yang terjadi selama proses hydrotreating berlangsung,
yakni:

• Desulfurisasi.
• Denitrifikasi.
• Pemisahan oksigen.
• Penjenuhan olefin.
• Pemisahan halida.
• Pemisahan logam.

2. DESULFURISASI
Untuk melindungi katalis pada catalytic platforming dari keracunan maka kadar
belerang yang terkandung didalam napthnene harus diturunkan hingga maksimum
0,5 ppm, agar diperoleh hasil optimal selektivitas dan stabilitas katalis.
Senyawa-senyawa seperti sulfida, mercaptan, disulfida, sulfida siklik, theophenik

terdapat pada distillate yang mempunyai titik didih sekitar 200 oC.
Reaksi desulfurisasi yang terjadi pada proses hydrotreating adalah seperti berikut:

(1). Sulfida:

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


242

(2). Mercaptan:

(3). Disulfida:

(4). Sulfida siklik:

(5). Thiophenik:

3. DENITRIFIKASI
Naphtha yang mengandung sedikit senyawa Nitrogen dijaga maksimum 0,5 ppm.
Nitrogen yang terbawa ke platformer akan menimbulkan endapan atau deposit
ammonium chlorida pada aliran recovery gas atau dalam sistem stabilizer
overhead, karena itu akan mengganggu operasi.
Reaksi denitrifikasi adalah sebagai berikut:

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


243

(1). Pyridine:

(2). Quinoline:

(3). Pyrine:

4. PEMISAHAN OKSIGEN
Oksigen pada senyawa organik seperti phenol dihilangkan pada hydrotreating
dengan cara hydrogenasi ikatan karbon hydroksil menjadi air dan aromat.
Reaksi pemisahan oksigen seperti berikut:

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


244

5. PENJENUHAN OLEFIN
Crack naphtha mengandung lebih banyak olefin, sehingga proses ini digunakan
untuk menjenuhkan olefin menjadi olefin jenuh yang reaksinya seperti berikut:

(1). Olefin lurus:

(2). Olefin cincin:

6. PEMISAHAN HALIDA
Senyawa organik halida dalam proses NHT dapat terurai menjadi hidrogen halida
yang akan larut dalam aliran air pencuci atau akan terbawa stripper gas ke
overhead.
Penghilangan senyawa halida maksimum yang dapat dicapai 90 %.
Reaksinya adalah sebagai berikut:

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


245

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”


246

DAFTAR PUSTAKA

1. ESBER I SHAHEEN, “Catalytic Processing in Petroleum Refining”, PennWell


Publishing Company, 1983.

2. G.D. HOBSON, “ Modern Petroleum Technology”, Applied Science


Publishing Ltd, 1975.

3. H.S. BELL, “American Petroleum Refining” D. Van Nostrand Company Inc,


New York, 1959.

4. ROBERT A MEYERS, “Handbook of Petroleum Refining Process”, McGraw-


Hill Book Company Inc. New York, 1986.

5. WILLIAM I. BLAND & ROBERT L DAVIDSON, “Petroleum Processing


Handbook”, McGraw-Hill Book Company, New York, 1967.

6. W.L. NELSON, “Petroleum Refinery Engineering”, McGraw-Hill Book


Company Inc., New York, 1969.

Kardjono SA; “Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi”

Anda mungkin juga menyukai