Proses Pengolahan Minyak Dan Gas Bumi PDF
Proses Pengolahan Minyak Dan Gas Bumi PDF
disusun oleh:
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB 1: PENDAHULUAN 1
1. U M U M 1
2. SEKTOR EKSPLORASI DAN PRODUKSI 1
3. SEKTOR PENYEDIAAN ENERGI DOMESTIK 2
4. SEKTOR PERDAGANGAN MIGAS INTERNASIONAL 3
5. SEKTOR PRODUKSI NON-BBM ATAUPUN PETROKIMIA 4
BAB 5: DISTILASI 44
1. U M U M 44
2. MACAM-MACAM PROSES DISTILASI 46
3. PERALATAN UTAMA DI DALAM UNIT DISTILASI 46
4. VARIABEL PROSES 48
4.1. Suhu 49
4.2. Tekanan 49
4.3. Laju alir (Flow rate) 50
4.4. Tinggi permukaan cairan (level) 51
5. TEKANAN DAN HUKUM GAS IDEAL 51
5.1. Tekanan 51
5.2. Hukum Gas Ideal 52
BAB 6: EKSTRAKSI 96
1. U M U M 96
2. MACAM-MACAM PROSES EKSTRAKSI 98
2.1. Ekstraksi Edeleanu 99
2.2. Ekstraksi Furfural 100
2.3. Ekstraksi Udex 101
2.4. Ekstraksi Propane Deasphalting 102
2.5. Distilasi Ekstraktif 104
3. KESETIMBANGAN DALAM EKSTRAKSI 105
4. NERACA MASSA 110
BAB 1
PENDAHULUAN
1. U M U M
Pada dasarnya Industri Migas di Indonesia yang diperankan oleh Pertamina
mempunyai fungsi ganda yang harus dilaksanakan dalam keterpaduan yang
optimal. Fungsi ganda tersebut dapat dikelompokan dalam 4 katagori, yakni:
- Kilang-kilang minyak
- Tanker pengangkut minyak mentah ataupun produk
- Jaringan distribusi
- Semua sarana penunjang kegiatan tersebut
Lebih lanjut sarana-sarana tersebut harus dikembangkan untuk tetap dapat secara
efektif melayani kebutuhan BBM yang semakin meningkat.
Kilang-kilang baru harus dibangun untuk memenuhi kebutuhan tambahan
kapasitas yang diperlukan, kilang-kilang yang sudah ada harus dimodifikasi untuk
melayani perubahan jenis minyak mentah yang diolah ataupun perubahan jenis
produk yang diinginkan.
Sarana distribusi tidak lagi dapat dilayani dengan angkutan darat semata-mata,
tetapi harus ditunjang dengan jaringan pipa distribusi BBM yang semakin luas.
Jumlah tangki-tangki penimbun BBM juga harus selalu ditingkatkan kapasitasnya.
Sebagai gambaran kongkrit, pada tahun 1989 biaya operasi pengadaan dan
penyediaan BBM sekitar Rp. 9 - 10 trillium setahun. Perlu dicatat bahwa sekitar
70% biaya pengadaan BBM ini adalah merupakan biaya bahan baku minyak
mentah, sehingga pasang surut harga minyak didunia sangat mempengaruhi berat
ringannya beban Pemerintah atau Pertamina dalam mengadakan dan menyediakan
BBM.
Pada dasarnya, kecuali biaya modal, biaya operasi pengadaan BBM ini dibayar
kembali dari hasil penjualan BBM. Tetapi dalam kondisi harga minyak mentah
yang tinggi, Pemerintah harus menyediakan sejumlah subsidi BBM.
Dalam batas-batas lingkup tugasnya Pertamina telah merintis penggunaan CNG
(atau BBG) sebagai pengganti gasoline. Program ini diharapkan pada akhirnya
dapat mencapai tujuan penggantian bahan bakar transportasi (gasoline dan diesel)
dengan BBG. Sehingga pada gilirannya akan dapat membebaskan sejumlah
naphtha dan diesel dari komponen BBM dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan
baku petrokimia atau komoditi eksport.
- Minyak mentah
- LSWR
- Naphtha dan high octane component
Dilain pihak Pertamina juga masih harus mengimpor beberapa komoditi Migas
yang tidak diproduksi atau tidak cukup diproduksi di dalam negeri, seperti:
Pola pengembangan ini akan tetap dipertimbangkan dimasa depan sebagai bagian
perencanaan pengembangan kilang ataupun sebagai pelaksanaan kegiatan
produksi yang ditugaskan oleh Pemerintah.
Berlainan dengan produk BBM, untuk kegiatan non-BBM dan Petrokimia ini
Pertamina lebih banyak berperan sebagai produsen saja dan tidak berperan
sebagai pemasok tunggal. Para konsumen tetap dapat mengimpor (atau
memproduksi sendiri) kekurangannya. Hanya untuk beberapa jenis produk yang
mempunyai nilai strategis, Pertamina juga bertindak selaku produsen dan
pemasok tunggal, seperti halnya lube oil dan LPG.
Sektor kegiatan ini merupakan sektor kegiatan Pertamina dalam kegiatan
menunjang pengembangan Industri Petrokimia khususnya ataupun Industri
Non-Migas pada umumnya.
Beberapa contoh kongkritnya:
BAB 2
DASAR-DASAR PERHITUNGAN TEKNIK
1. SISTEM SATUAN
Ada tiga sistem satuan-satuan dasar yang dipakai didalam ilmu pengetahuan dan
keteknikan yakni:
Kerja, energi, panas, dengan satuan Newton-meter (N.m) atau Joule (J).
1 Joule (J) = 1 Newton-meter (N.m) = 1 kg.m2/s2
Tekanan dalam satuan atmosfir (atm) adalah bukan suatu satuan standard SI,
tetapi hanya digunakan selama periode transisi.
1 g = 9,80665 m/s2
t oC = T (K) - 273,15
toC=TK
Standard satuan waktu adalah scond (s), tetapi dapat pula dinyatakan dengan
satuan-satuan seperti minut (min), hour (h) atau day (d).
g = 980,0665 cm/s2
gc = 32,174 ft.lbm/lbf.s2
Faktor gc didalam satuan SI dan CGS adalah 1,0 sehingga gc tidak pernah
digunakan didalam perhiungan-perhitungan yang menggunakan satuan SI dan
CGS.
Perlu diingat bahwa dalam menggunakan persamaan harus hati-hati dan selalu
mengeceknya untuk kehomogenan dimensi. Untuk mengerjakannya, suatu sistem
satuan harus dipilih apakah akan menggunakan sistem satuan SI, CGS atau FPS.
Untuk selanjutnya dimasukkan kedalam masing-masing istilah yang digunakan
didalam persamaan.
Contoh 2-1:
Suatu persamaan untuk perpindahan panas dari suatu fluida ke suatu permukaan
dinyatakan seperti berikut:
q = h A (Tf - Tw)
Gunakan satuan SI dan cek jika persamaan tersebut adalah homogen secara
dimensi.
Penyelesaian:
Dengan menggunakan kg.m2/s2 ebagai satuan energi yang dipilih dan dengan
mensubstitusikan satuan-satuan dasar SI kedalam persamaan energi, maka akan
diperolh:
kg. m 2 / s 2 kg. m 2 / s 2
/ ( Tf - Tw ) K
2
q = h Am
/ .K
2
s s. m
Tampak dari persamaan diatas menunjukkan bahwa satuan yang ada di suku kiri
sama dengan yang ada di suku kanan, dan persamaan adalah homogen secara
dimensi. Jika diturunkan satuan J untuk energi, maka kedua suku akan
mempunyai satuan J/s atau W.
Perbedaan antara titik didih air dan titik leleh es pada 1 atm adalah 100 oC atau
180 oF. Dengan demikian setiap perubahan 1,8 oF sama dengan perubahan 1 oC.
Biasanya harga -273,15 oC dibulatkan menjadi -273 oC dan -459,7 dibulatkan
menjadi -460 oF. Persamaan berikut dapat digunakan untuk mengubah sekala suhu
dari satu sekala ke sekala yang lain.
o
F = 32 + 1,8 (oC)
o
C = 1/1,8 (oF - 32)
o
R = oF + 460
o
K = oC + 273
Contoh 2-2:
Suatu gas didalam bejana mempunyai suhu 120 oC. Nyatakan suhu tersebut ke
dalam sekala oF, oR dan oK
Penyelesaian:
o
F = 32 + 1,8 (oC) = 32 + 1,8 (120) = 248 oF
o
R = oF + 460 = 248 + 460 = 708 oR
o
K = oC + 273 = 120 + 273 = 393 K
jumlah mol A
xA =
total mol (A + B + C)
jumlah masa A
wA =
total masa (A + B + C)
Contoh 2-3:
Suatu campuran terdiri dari 50 gram air (B) dan 50 gram NaOH (A). Hitung fraksi
massa dan fraksi mol NaOH, juga hitung massa (dalam lbm) NaOH.
Penyelesaian:
Total massa campuran = 50 + 50 = 100 gram.
wA (fraksi massa NaOH) = 50/100 = 0,5
Metoda yang paling umum untuk menyatakan konsentrasi per satuan volume
adalah densitas (kg/m3, g/cm3, atau lbm/ft3). Sebagai contoh densitas air pada 277
K (4oC) adalah 1000 kg/m3 atau 62,43 lbm/ft3. Kadang-kadang densitas larutan
dinyatakan sebagai specific gravity, yaitu yang menyatakan densitas larutan pada
suhu tertentu dibagi dengan densitas suatu zat acuan (biasanya air) pada suhu
tertentu. Jika sebagi zat acuan adalah air pada 277 K, maka specific gravity dan
densitas zat adalah sama.
Simbul = ρ
Satuan = g/cm3, kg/liter, lb/ft3
densitas zat
SG =
densitas zat standard
Sebagai zat standard, untuk cairan dipakai air sedangkan untuk gas dipakai
hidrogen kering atau udara kering. Karena perubahan densitas zat dan perubahan
densitas air terhadap perubahan suhu tidak sama, maka pada umumnya specific
gravity yang ditetapkan selalui disertai keterangan suhu. Sebagai contoh
misalnya:
SG60/60 = SG pada suhu zat 60oF dan suhu air 60oF
SG60/77 = SG pada suhu zat 60oF dan suhu air 77oF
lebih berat dari air. Skala tersebut linier dan dikenal dengan istilah derajad Baume
(oBe). Skala tersebut ditetapkan berdasarkan persamaan berikut:
o 140
Be = - 130 (untuk cairan lebih ringan dari air)
SG 60 o F / 60 o F
o 145
Be = 145 - (untuk cairan lebih berat dari air)
SG 60 o F / 60 o F
o 141,5
API = - 131,5
SG 60 o F / 60 o F
o
(
Tw = 200 SG 60 o F / 60 o F - 1 )
4. NERACA BAHAN
Salah satu hukum dasar pengetahuan fisika adalah konservasi masa. Hukum
tersebut dinyatakan secara sederhana, bahwa masa tidak dapat di hasilkan atau
dimusnahkan (sudah barang tentu tidak termasuk nuclear atau reaksi atom). Oleh
karena itu masa (atau berat) semua bahan yang memasuki proses harus sama
dengan total masa yang meninggalkan plus masa yang terakumulasi di dalam
proses.
Dalam kebanyakan kasus, proses yang ditinjau dalam keadaan steady atau dengan
kata lain tidak ada akumulasi di dalam proses. Dengan demikian persamaan di
atas menjadi
Input = Output
(1). Sketch suatu diagram proses secara sederhana, yaitu dengan menggunakan
box diagram yang menunjukkan masing-masing aliran keluar maupun masuk
dengan menggunakan anak panah dan dilengkapi dengan keterangan
mengenai komposisi, suhu, laju alir, dan sebagainya. Semua data yang
terlibat harus tercantum dalam diagram tersebut.
(2). Tuliskan persamaan kimia jika ada
(3). Pilih basis yang digunakan untuk perhitungan.
(4). Buat suatu neraca bahan. Neraca bahan dapat berbentuk neraca total dan
neraca komponen.
Jenis proses yang tidak mengalami reaksi kimia adalah drying, eveporation,
dilution, distilation, extraction, dan sebagainya. Dalam persoalan seperti ini dapat
dipecahkan dengan dengan menetapkan neraca bahan yang mengandung besaran-
besaran yang tidak diketahui dan menyelesaikan persaman untuk besaran-besaran
yang tidak diketahui.
V,
XVA
F (A,B)
XFA
L,
XLA
Neraca Total:
F = V + L → L = F - V
Neraca Komponen A:
F. X FA = V. X VA + L. X LA
F. X FA = V. X VA + F. X LA - V. X LA
F. ( X FA - X LA )
V =
X VA - X LA
F = V + L → L = F - V
Neraca Komponen A:
F. X FA = V. X VA + L. X LA
F. X FA = V. X VA + F. X LA - V. X LA
F. ( X FA - X LA )
V =
X VA - X LA
V1,
XVA1
2
V,
XVA
L1,
XLA1
1
F (A,B)
XFA
L,
XLA
V = V1 + L 1 → L 1 = V - V1
Neraca Komponen A:
V. X VA = V1 . X VA1 + L 1 . X LA1
V. ( X VA - X LA1 )
V =
X VA1 - X LA1
V1,
XVA1
2
V,
XVA
L1,
XLA1
1
F (A,B)
XFA
L,
XLA
F = V1 + L → L = F - V1
Neraca Komponen A:
F. X FA = V1 . X VA1 + L. X LA
F. X FA = V1 . X VA1 + F. X LA - V1 . X LA
F. ( X FA - X LA )
V1 =
X VA1 - X LA
V = V1 + L 1
Neraca Komponen A:
V. X VA = V1 . X VA1 + L 1 . X LA1
V1 . X VA + L 1 . X VA = V1 . X VA1 + L 1 . X LA1
V1 . ( X VA1 - X VA )
L1 =
X VA - X LA1
5. NERACA PANAS
Di dalam proses kimia, suatu perhitungan juga dibuat untuk semua panas yang
masuk maupun yang meninggalkan sistem. Perhitungan ini dikenal dengan istilah
"Neraca Panas", dan pada umumnya perhitungan-perhitungan yang dibuat
didasarkan pada jumlah panas karena jumlah panas tidak berubah meskipun
kondisi operasi berubah. Neraca panas adalah merupakan salah satu benrtu neraca
energi yang dapat digunakan untuk menghitung perubahan panas yang terjadi
pada setiap aliran di dalam sistem. Khusus di dalam neraca panas tidak
diperhitungkan (diabaikan) besarnya perubahan energi kinetik, potensial dan lain
sebagainya. Jika di dalam suatu sistem tidak terjadi akumulasi panas maka jumlah
seluruh panas yang masuk sama dengan jumlah seluruh panas yang meninggalkan
sistem.
ada penambahan panas dari luar atau panas lepas keluar maka besarnya panas
yang diberikan oleh fluida A sama dengan panas yang diterima oleh fluida B.
Karena fluida A melepaskan panas maka suhu fluida A turun atau mengalami
perubahan fase dari uap menjadi cair, sedangkan fluida B yang menerima panas
suhunya naik atau mengalami perubahan fase dari cair menjadi uap.
BAB 3
CRUDE OIL & HASIL-HASILNYA
1. U M U M
Crude oil (minyak mentah) adalah merupakan suatu campuran senyawa
hidrokarbon yang tidak uniform. Sifat-sifatnya amat bervariasi dari ladang minyak
yang satu ke ladang yang lain, bahkan dari sumur yang satu ke sumur yang lain
meskipun dalam satu ladang.
Karena crude oil mempunyai komposisi kimia yang praktis jumlahnya tak
terhingga, maka didalam mengklasifikasikan crude oil hingga saat ini dilakukan
dengan menggunakan metoda pendekatan. Adapun metoda yang biasa digunakan
adalah seperti berikut:
141,5
°API = 131,5
SG 60/60
a. Senyawa hidrokarbon
Senyawa hidrokarbon yang terkandung didalam minyak bumi jumlahnya relatif
lebih banyak. Walupun demikian senyawa hidrokarbon tersebut dapat dibagi
dalam 5 golongan, yaitu:
- Senyawa parafin
- Senyawa olefin
- Senyawa diolefin
- Senyawa naften
- Senyawa Aromat
Senyawa parafin dengan 4 buah atom karbon atau kurang berupa gas pada suhu
kamar dan tekanan atmosfir. Metana dan etana merupakan gas alam, sedangkan
propana, butana dan isobutana merupakan komponen utama LPG (Liquified
Petroleum Gas).
Senyawa parafin dengan 5 sampai 15 atom karbon berupa cairan pada suhu kamar
dan tekanan atmosfir dan terdapat dalam fraksi nafta, bensin, kerosene, solar dan
minyak bakar. Sedangkan yang dengan atom karbon lebih dari 15 pada suhu
kamar dan tekanan atmosfir berbentuk kristal dan terdapat pada minyak parafin
(wax).
merupakan bahan dasar utama industri petrokimia seperti ethylene (C2H4) dan
propylen (C3H6).
* Pencemaran udara
Pencemaran udara disebabkan oleh beberapa senyawa belerang yang berbau tidak
enak. Senyawa tersebut mempunyai titik didih rendah, yaitu H2S, SO2 dalam gas
hasil pembakaran, RSH sampai dengan 6 atom karbon dalam metil disulfida.
Pencemaran udara juga terjadi karena gas SO2 yang terlarut dalam kabut yang
dikenal dengan nama smog dan terdapat di kota-kota industri yang berkabut. Gas
hidrogen sulfida disamping mempunyai bau tidak enak juga beracun.
* Korosi
Korosi yang disebabkan oleh senyawa-senyawa belerang terjadi pada suhu diatas
300 oF. Korosi ini akan merusakkan alat-alat pengolahan, khususnya alat-alat
yang bekerja pada suhu tinggi.
Senyawa belerang yang bersifat korosi pada suhu rendah adalah hidrogen sulfida,
beberapa senyawa alkil sulfida dan alkil disulfida serta merkaptan yang
mempunyai titik didih rendah.
Beberapa contoh peristiwa-peristiwa korosi yang disebabkan oleh senyawa
belerang diantara adalah:
- Hidrogen sulfida dalam udara lembab akan mengubah besi menjadi besi sulfida
yang rapuh.
- Dalam udara lembab gas belerang oksida dalam gas hasil pembakaran akan
merusakkan cerobong baja dan saluran pembuangan gas hasil pembakaran.
untuk setiap US gallon bensin. Jika bensin mempunyai kandungan belerang yang
cukup tinggi maka akan memerlukan lebih banyak TEL untuk menaikkan angka
oktannya, berarti memerlukan biaya yang lebih tinggi dari pada bensin yang
kandungan belerangnya rendah.
Komposisi Prosentase
Karbon 83,00 - 87,00
Hidrogen 11,00 - 15,00
Belerang 0,04 - 6,00
Oksigen 0,10 - 2,00
Nitrogen 0,01 - 2,00
Logam 0,00 - 0,10
produk minyak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan oleh sarat-sarat
penggunaannya.
Adapun produk yang dihasilkan dari pengolahan crude oil adalah:
- Bensin premium dengan angka oktan minimum 87 dan diberi warna kuning
sebagai warna pengenalnya.
- Premix sebagai pengganti bensin super dengan angka oktan minimum 98 dan
diberi warna merah sebagai warna pengenalnya.
Sifat-sifat yang paling penting untuk bensin adalah sifat kemudahannya untuk
menguap (volatility) dan sifat anti ketukan.
* Sifat penguapan
Sifat penguapan diukur dari pemeriksaan distilasi dan pemeriksaan tekanan uap
Reid (Reid Vapour Pressure Test), Sifat penguapan ini mengontrol sifat bensin
dalam pemakaiannya seperti:
Jika penguapan bensin terlalu rendah, maka bensin sulit menguap sehingga sulit
dinyalakan waktu dingin dan sukar mencapai panas operasi.
Jika penguapan terlalu tinggi, maka terlalu banyak bensin yang teruapkan
sehingga kesulitan-kesulitan seperti vapour lock dan carburator icing mungkin
akan terjadi.
Ada sedikit perbedaan antara mesin pesawat terbang dengan mesin motor yang
mempengaruhi sarat-sarat dari spesifikasi bahan bakarnya, yaitu:
- Pesawat terbang bekerja dengan kondisi yang berubah-ubah dimana pada saat
tinggal landas (take off) diperlukan tenaga yang sangat besar dan pada keadaan
jelajah (cruising) bekerja dengan sedkit tenaga.
- Pesawat terbang bekerja pada atmosfir yang tinggi, dimana kepadatan dan
temperatur udara cukup rendah sehingga memerluka supercharging yaitu
sistem pemompaan campuran udara-bahan bakar dari karburator kedalam
silinder yang lebih besar.
e. Kerosene
Kerosene adalah fraksi minyak bumi yang lebih berat dari pada bensin dan
mempunyai daerah titik didih 150 - 250 oC. Kerosene dipakai sebagai bahan bakar
lampu penerangan dan bahan bakar kompor untuk rumah tangga. Karena
penggunaa utamanya untuk bahan bakar lampu penerangan, maka kerosene harus
memberikan intensitas nyala yang baik dan sedikit mungkin timbulnya asap.
f. Minyak diesel
Minyak diesel adalah fraksi minyak bumi yang mempunyai trayek titik didih
antara 200 - 350 oC dan digunakan untuk bahan bakar mesin diesel.
Mesin diesel sistem penyalaannya tidak menggunakan busi, tetapi penyalaannya
terjadi karena suhu tinggi yang dihasilkan dari pemampatannya dengan udara
didalam silinder mesin. Oleh karena itu mesin diesel dirancang dengan
perbandingan kompresi (compression ratio) yang tinggi (diatas 12 : 1). Tekanan
kompresi bisa mencapi 400 - 700 psi dan suhu udara setelah dimampatkan
mencapai 1000 oF atau lebih. Supaya bahan bakar diesel dapat masuk kedalam
silinder yang berisi udara bertekanan tinggi, maka bahan bakar harus ditekan
dengan pompa injektor sampai 20000 psi.
h. Minyak pelumas
Minyak pelumas berfungsi untuk mencegah keausan pada bagian-bagian mesin
yang bergerak satu sama lainnya. Karena jenis mesin dan kondisi operasinya
berbeda-beda maka minyak pelumas juga disediakan dalam berbagai jenis sesuai
dengan kebutuhannya.
Pembagian minyak pelumas dilakukan oleh SAE (Society of Automotive
Engineers) berdasarkan bilangan indeks viskositas pelumas tersebut.
Kedalam pelumas ditambahkan beberapa additive dengan tujuan tertentu,
misalnya:
j. Malam (wax)
Senyawa hidrokarbon yang terdapat didalam minyak bumi dengan jumlah atom
karbon antara 20 - 75 buah mempunyai titik lebur sekitar 90 - 200 oF. Malam
(wax) dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu:
- Malam parafin.
- Malam mikro kristal.
Malam parafin diperoleh dari hasil distilasi parafin ringan, sedangkan malam
mikro kristal diperoleh dari hasil distilasi parafin berat.
k. Aspal
Aspal adalah bitumen setengah padat atau padat yang berwarna hitam yang
berasal dari minyak bumi.
Aspal terdiri dari partikel-partikel koloid yang disebut aspalten yang terdispersi
didalam resin dan konstituen minyak.
Aspal dapat dipisahkan dengan jalan melaritkan nafta. Aspalten yang tidak larut
akan mengendap sebagai serbuk berwarna coklat atau hitam.
Aspal mempunyai sifat adhesif/lengket dan kohesif (melawan tarikan), tahan
terhadap air, tidak terpengaruh oleh asam maupun basa.
Aspal digunakan untuk perekat pada konstruksi pengerasan jalan, untuk atap,
melapisi saluran pipa sebagai bahan pelindung.
l. Bahan-bahan Petrokimia
Banyak bahan petrokimia yang dapat dihasilkan untuk menunjang
industri-industri lain seperti textil, pertanian dan lain sebagainya.
Proses fisis:
- Distilasi
- Extraksi
- Absorpsi
- Adsorpsi
- Kristalisasi
- Dsb.
Proses kemis/konversi:
- Cracking
- Polimerisasi
- Alkilasi
- Isomerisasi
- Reformasi
- Hydrotreating
- Dsb.
Proses fisis adalah proses yang berlangsung dengan peristiwa fisika, sedangkan
proses kemis adalah proses yang berlangsung dengan peristiwa kimia dimana
selama proses berlangsung terjadi reaksi kimiawi dalam bentuk peruraian,
penggabungan, perubahan struktur kimia, dsb.
BAB 4
CRUDE OIL DESALTING
1. U M U M
Crude oil yang diperoleh dari perut bumi banyak mengandung garam-garam yang
terlarud di dalam minyak seperti nickel dan vanadium. Disamping garam-garam
yang terlarut di dalam minyak terdapat juga garam-garam yang terlarut di dalam
air seperti sodium, magnesium, dan calsium yang berupa senyawa klorida dan
sulfat (perhatikan gambar (4-1). Kandungan garam-garam yang terlarut
dinyatakan sebagai ppm berat NaCl dan kandungan air dinyatakan dalam % berat.
Kandungan BS + W (Bottom Sediment plus Water) biasanya berkisar antara 50 –
150 ppm wt dan 0,1 – 0,5 % berat. Meskipun demikian kadang-kadang juga
dijumpai kandungannya sampai 1000 ppm dan 1,2 % berat. Garam-garam tersebut
dapat menimbulkan kerak dan korosi pada peralatan unit distilasi maupun unnit-
unit pengolahan lain. Korosi terjadi setelah crude oil dipanaskan (sekitar suhu 130
o
C) ke atas, di mana garam-garam klorida mulai terhidrolisa dan membentuk HCl.
2. DESALTING
Sebelum crude oil memasuki desalter biasanya mendapatkan pemanasan awal
terlebih dahulu di dalam sebuah alat penukar panas (heat exchanger) sampai sehu
sekitar 120 – 140 oC. Sekitar 3 – 5 % vol. Air (air proses atau air lunak)
ditambahkan ke crude oil sesudah alat penukar panas pertama atau sebelum
memasuki desalter vessel, dan sebagian besar lainnya ditambahkan pada lokasi
berikutnya (perhatikan gambar (4-2). Campuran crude oil dan air diemulsikan
pada sebuah globe type mixing valve dan dimasukkan ke dalam electrical desalter,
yang biasanya terdiri dari sebuah horizontal settling vessel yang dilengkapi
dengan elektroda tegangan tinggi (10.000 – 20.000 Volt) yang beroperasi dengan
arus bolak-balik. Selanjutnya campuran tersebut dipisahkan dengan cara
pengendapan gravitasi di dalam bak pengendap dengan bantuan medan listrik.
Waktu tinggal yang diperlukan sekitar 20 menit untuk crude ringan dan 45 menit
untuk crude berat.
Medan listrik menimbulkan muatan listrik pada butiran-butiran air dan mulai
terjadi getaran, getaran tersebut mempunyai dua pengaruh sebagai berikut:
(a) Lapisan antar permukaan (interfacial film) di sekitar butiran air dipecahkan
dan menambah luas permukaan butiran yang kemudian diubah bentuknya
menjadi ellipsoida.
(b) Terjadinya tumbukan menjadi lebih sering sehingga butiran-butiran akan
menyatu membentuk butiran yang berukuran lebih besar
Air garam (salty water) yang telah menyatu meninggalkan desalter melalui bagian
dasar dan melepaskan panasnya di dalam sebuah alat penukar panas untuk
memanaskan air proses atau air segar yang akan diumpankan ke desalter. Air
garam yang keluar dari desalter biasanya dikirim ke sour water stripper (SWS)
untuk diturunkan kandungan H2S dan kontaminan lainnya sebelum dibuang ke
perairan bebas. Crude oil bebas garam (desalted crude oil) meninggalkan desalter
melalui bagian puncak dikirim menuju ke satu atau lebih alat penukar panas atau
langsung ke sebuah preflah vessel.
3. ELECTRICAL DESALTER
Electrical desalter umumnya dibuat oleh Petrolite, Marsco, atau Howe-Baker. Dua
macam electrical desalter yang banyak tersedia di pasaran adalah “high-velocity”
cylectric desalter (dibuat oleh petrolite) dan “low-velocity” desalter (dibuat oleh
Petrolite, Marsco dan Howe-Baker).
Perbedaan antara kedua type tersebut adalah terletak pada konstruksi dan posisi
elektroda dan crude inlet nozzles. Pada Cylectric desalter emulsi crude-air
didispersikan langsung ke medan listrik melalui bagian atas vessel dengan
menggunakan nozzle khusus, yakni aliran masuk diarahkan secara horisontal di
antara elektroda. Pada low velocity desalter emulsi di masukkan di bawah
elektroda melalui bagian dasar vessel dengan menggunakan pipa distributor.
(1). Daya hantar listrik yang naik secara tajam dengan naiknya suhu
membentu kebutuan untuk kapasitas transformer lebih besar.
(2). Titik interaksi kurva specific gravity untuk air dan crude oil.
Suhu operasi ekonomis maksimum adalah sekitar 145 oC dan sekali suhu operasi
telah dipilih untuk suatu perancangan tertentu hanya dapat divariasikan dengan
Komposisi maksimum yang diijinkan pada air jernih untuk desalting adalah
sebagai berikut:
Untuk menjamin kontak yang baik antara air dan crude oil minimum jumlah
air yang diperlukan adalah 5 % vol. dari total air pada crude intake. Jika
jumlah air tersebut tidak tersedia, sirkulasikan sebagian dari air effluent
(direkomendasikan tidak lebih dari 1 : 1).
d). Demulsifier
Jenis dan jumlah demulsifier yang dibutuhkan untuk diinjeksikan tergantung
pada jenis crude oil dan/atau pada impurities yang ada di dalam crude oil.
Untuk alasan keselamatan, semua desalter harus dilengkapi dengan fasilitas
injeksi demulsifier.
5. PENGALAMAN OPERASI
Berdasarkan pengalaman operasi telah menunjukkan bahwa banyak keuntungan-
keuntungan dan persoalan-persoalan yang timbul baik terhadap peralatan maupun
operasinya.
erosi yang disebabkan oleh sludge yang terbawa air dapat menimbulkan erosi
pada bagian pipa atau valve. Pengendapan slude dapat terjadi karena
pemrosesan crude berat, pengembalian slop dari oil catcher, wash water yang
mengandung oksida besi dan kalsium karbonat atau jenis padatan lain. Untuk
Jika harga pH wash water turun hingga di bawah harga normal (7 – 8,5), maka
(5). Pembentukan kerak di dalam alat penukar panas setelah desalter. Pada
suhu sekitar 150 oC semua air bebas akan terlarut dan meninggalkan
kristal garam dalam bentuk suspensi di dalam crude oil. Kristal garam
yang terbentuk akan menempel pada dinding tube sebagai kerak yang
akan menghambat proses perpindahan panas.
(6). Kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan penentuan garam dan
repeatability of the analysis. Persoalan analisis adalah terletak pada
penentuan kandungan garam dalam crude oil. Tahapan kritis adalah pada
saat ekstraksi garam-garam dari crude oil.
6. CHEMICAL DESALTING
Jika waktu penyimpanan di dalam tangki cukup lama, maka harus dilengkapi
dengan coil pemanas dan fasilitas-fasilitas untuk menambahkan demulsifier dan
sekitar 1 % vol air yang memenuhi syarat untuk desalting. Meskipun cara
chemical desalting ini dapat menjadi lebih murah daripada electrical desalting,
namun harus diingat bahwa biaya pemeliharaan bisa menjadi lebih mahal.
7. NETRALISASI HCl
Ketika crude oil dipompakan ke crude desalting unit masih mengandung sejumlah
tertentu air yang mengandung garam, hal ini dapat menimbulkan korosi pada
bagian atas desalter. Adanya garam-garam MgCl2, CaCl2, NaCl sebagian akan
terhidrolisa pada suhu sekitar 120 oC, dan HCl akan terbentuk di dalam alat
penukar panas dan furnace. HCl tidak akan menimbulkan korosi sepanjang dalam
keadaan kering, tetapi pada lokasi dimana terjadi pengembunan uap air seperti
pada bagian puncak kolom distilasi asam klorida akan terbentuk dan korosi akan
terjadi. Untuk menghindari hal tersebut, bahan konstruksi yang digunakan harus
terbuat dari Monel atau logam paduan tahan korosi, dan cara yang paling murah
adalah dengan menetralkan HCl yang terbentuk. Bahan kimia yang dapat
digunakan untuk menetralisir adalah caustic soda atau ammonia.
BAB 5
DISTILASI
1. U M U M
Distilasi adalah salah satu teknik pemisahan yang didasarkan atas perbedaan
volatility atau titik didih komponen-komponen dalam campuran. Proses ini
dilakukan didalam sebuah kolom yang didalamnya dilengkapi alat kontak yang
tersusun diatas tray dengan jarak antara tray tertentu. Untuk pemisahan yang
sangat komplek sering kali digunakan lebih dari satu kolom, dan untuk
mendapatkan kemurnian yang tinggi pada hasil puncak dapat dilakukan dengan
cara mengembalikan sebagian kondensat melalui puncak kolom tersebut sebagai
reflux. Karena dari kolom ini diperoleh produk dalam berbagai fraksi maka proses
ini dikenal sebagai distilasi fraksional atau fraksinasi. Di dalam proses distilasi
mencakup kegiatan proses penguapan dan pengembunan.
Proses penguapan:
Campuran larutan dipanaskan pada suhu tertentu sehingga komponen-komponen
yang lebih ringan akan lebih banyak berubah fasenya menjadi uap.
Proses pengembunan:
Uap yang terbentuk didinginkan kemudian berubah fasenya menjadi cair kembali
dan kemudian ditampung di dalam tempat penampungan. Didalam proses distilasi
terjadi dua kejadian lain yaitu transfer panas dan transfer masa. Transfer panas
berlangsung pada saat campuran diberi panas dari sumber panas tertentu. Transfer
masa ditunjukkan oleh adanya perubahan fase cair menjadi uap dan demikian juga
sebaliknya, berkurangnya masa cairan sebanding dengan bertambahnya masa uap.
Fase uap kontak dengan fase cair dan sekaligus terjadi transfer masa dari cairan ke
uap dan dari uap ke cairan. Di dalam fase cair dan uap biasanya mengandung
komponen-komponen sama tetapi berbeda jumlahnya.
Sebagai contoh distilasi sederhana untuk memisahkan larutan yang terdiri dari dua
komponen A dan B (biner) seperti yang ditunjukkan dalam Gambar (5-1).
a. Kolom distilasi
Kolom distilasi yang berbentuk bejana silinder yang terbuat dari bahan baja
dimana di dalamnya dilengkapi dengan alat kontak yang berfungsi untuk
memisahkan komponen-komponen campuran larutan. Beberapa sambungan yang
dipasang pada kolom adalah untuk saluran umpan, hasil puncak, reflux, reboiler,
hasil samping, steam serta hasil bawah.
b. Kolom stripper
Bentuk dan konstruksi stripper seperti kolom distilasi hanya pada umumnya
ukurannya lebih kecil. Peralatan ini berfungsi untuk menajamkan pemisahan
komponen-komponen dengan cara mengusir atau melucuti fraksi-fraksi yang lebih
ringan di dalam produk yang dikehendaki. Prosesnya adalah penguapan biasa,
yang secara umum untuk membantu penguapan diinjeksikan steam dari bagian
dasar stripper.
c. Furnace (dapur)
Furnace yang dimaksud disini adalah berfungsi sebagai tempat mentransfer panas
yang diperoleh dari hasil pembakaran bahan bakar. Di dalam dapur terdapat pipa
pemanas yang etrsusun sedemikian rupa sehingga proses perpindahan panas dapat
berlangsung sebaik mungkin. Minyak yang dialirkan melalui pipa-pipa tersebut
akan menerima panas dari hasil pembakaran di dalam dapur hingga suhunya
o o
mencapai sekitar 300 C - 350 C, kemudian masuk kedalam kolom distilasi untuk
dipisahkan komponen-komponennya.
e. Condenser
Sebagaimana hasil puncak yang berupa uap kiranya tidak dapat ditampung dalam
bentuk demikian, oleh karena itu perlu diembunkan hingga bentuknya berubah
menjadi kondensat. Untuk mengembunkan uap tersebut harus dilewatkan kedalam
condenser, dan umumnya yang digunakan sebagai media pendingin adalah air.
Panas yang diserap didalam condenser sebagaimana panas pengembunannya
(untuk merubah fase uap menjadi fase cair) dalam hal ini setara dengan panas
latennya. Secara teoritis penyerapan panas didalam condenser tanpa diikuti
dengan perubahan suhu.
f. Cooler
Bentuk dan konstruksi cooler seperti halnya pada condenser, hanya fungsinya
yang berbeda. Cooler berfungsi sebagai peralatan untuk mendinginkan produk
yang masih mempunyai suhu tinggi yang tidak diijinkan untuk disimpan di dalam
tangki. Jika condenser fungsinya untuk mengubah fase uap hingga menjadi bentuk
cair, maka cooler lain halnya, yaitu hanya untuk menurunkan suhu hingga
mendekati suhu sekitarnya atau suhu yang aman. Jika didalam condenser yang
diserap adalah panas latennya, lain halnya di dalam cooler yang diserap adalah
panas sensibelnya, yaitu panas untuk perubahan suhu tanpa diikuti perubahan
fase.
g. Separator
Sesuai dengan namanya, peralatan ini berfungsi untuk memisahkan dua zat yang
tidak saling melarutkan, misalnya gas dan cairan, minyak dan air dan lain
sebagainya. Prinsip pemisahannya adalah berdasarkan pada perbedaan densitas
antara kedua fluida yang akan dipisahkan. Semakin besar perbedaan densitas
antara kedua fluida maka akan semakin mudah dalam pemisahannya.
4. VARIABEL PROSES
Pengaturan variabel proses adalah penting sekali untuk mendapatkan kwalitas
maupun kwantitas produk yang dikehendaki. Perubahan variabel proses akan
4.1. Suhu
Pengaruh suhu di dalam suatu proses distilasi merupakan faktor yang sangat
menentukan, karena pada proses ini terjadi pemisahan atas komponen-komponen
campuran berdasarkan titik didihnya.
Pengaruh suhu operasi yang terlalu tinggi pada crude oil akan menimbulkan
perengkahan (cracking) di dalam tube yang kemudian dapat berkelanjutan
pembentukan coke (coking) didalam tube yang efeknya dapat menghambat
transfer panas, dan bahkan dapat merusak tube karena panas yang berlebihan
(overheating) pada dinding tube.
Pengaruh suhu operasi yang terlalu tinggi pada kolom fraksinasi dapat dilihat
dengan mudah melalui hasil analisis laboratorium. Jika suhu didalam kolom
fraksinasi terlalu tinggi akan mengakibatkan naiknya titik didih akhir (Final
Boiling Point) hasil puncak atau naiknya titik didih awal (Initial Boiling Point)
hasil bawah (bottom product). Demikian pula sebaliknya jika suhu di dalam
kolom fraksi nasi terlalu rendah.
4.2. Tekanan
Untuk distilasi atmosferik, pengaruh tekanan tidak begitu tampak, tidak seperti
distilasi hampa atau distilasi bertekanan. Pengaturan tekanan biasanya bervariasi
dengan pengaturan suhu operasi. Pengaruh tekanan di dalam kolom fraksinasi
tube (tube bending), bergesernya tube (tube sagging) yang semuanya itu dapat
menimbulkan kerusakan fatal bahkan kebocoran dan kebakaran.
tidak mengikuti hukum-hukum gas ideal karena volume ruangan yang diduduki
tidak menggambarkan volume molekul-molekulnya sendiri. Umumnya gas pada
kondisi tekanan yang cukup tinggi dikatakan sebagai gas tidak sempurna, oleh
karena itu diperlukan koreksi dalam melakukan perhitungan-perhitungan.
Hukum gas ideal yang oleh Boyle keadaannya dinyatakan bahwa volume gas
berbanding langsung terhadap suhu absolutnya dan berbanding terbalik terhadap
tekanannya absolutnya. Secara matematis dinyatakan seperti berikut:
pV = nRT
dimana:
p = tekanan absolut, N/m2
V = volume gas, m3
n = jumlah molekul, kgmol
T = suhu absolut, K
R = konstanta gas, 8314,3 kg.m2/kgmol.s2.K
Jika volume gas dinyatakan dalam satuan ft3, n dalam lbmol, dan T dalam oR,
maka R mempunyai harga 0,7302 ft3.atm/lbmol.oR. Untuk satuan cgs, V = cm3, T
= K, R = 82,057 cm3.atm/gmol.K, dan n = gmol.
Besaran gas biasanya dinyatakan dalam volume (m3) pada kondisi standar dengan
tujuan agar dapat dibandingkan. Mengacu pada rekomendasi AGA dan API,
keadaan standard yang disebut “standard condition of temperature and pressure”
(disingkat STP atau SC) yang dalam sistem satuan internasional (SI) dinyatakan
pada tekanan 101,325 kPa (1,0 atm) absolute dan suhu 288,15 K (15 oC). Dalam
satuan British volume dinyatakan ft3, tekanan 14,73 psia (101,563 kPa) dan suhu
60 oF (15,56 oC).
Dalam acuan juga sering menggunakan keadaan normal yang disebut “normal
condition of temperature and pressure” (disingkat NTP atau NC) yang dalam
system satuan international (SI) dinyatakan pada tekanan 101,325 kPa absolute
dan suhu 273,15 K (0 oC). Dibawah kondisi ini volume gas dinyatakan sebagai
berikut:
Contoh 5-1:
Hitung harga konstanta gas R jika tekanan dinyatakan dalam satuan psia, mol
dalam lbmol, voulme dalam ft3, dan suhu dalam oR. Ulangi untuk satuan SI.
Penyelesaian:
Pada kondisi standard:
p = 14,7 psia
V = 359 ft3
T = 460 + 32 = 492 oR ( 273,15 K)
n = 1 lbmol
pV
Gunakan persamaan: R =
nT
= 8314
m 3 . Pa
(1 kgmol) (273,15 K) kgmol. K
p 1 V1 = n R T1
p 2 V2 = n R T2
p 1 V1 T
Jika dibandingkan: = 1
p 2 V2 T2
Contoh 5-2:
10 liter gas nitrogen (N2) mempunyai tekanan 1,2 atm absolute dan suhu 100 oC
ditekan hingga mencapai 3,0 atm absolute dan kemudian didinginkan hingga
suhunya menjadi 50 oC. Hitung jumlah molekul gas nitrogen tersebut dan volume
akhir dalam satuan liter dan m3.
Penyelesaian:
p 1 V1
Gunakan persamaan: n =
R T1
dimana:
p1 = 1,2 atm
V1 = 10 liter
T1 = 273,2 + 100 = 373,2 K
R = 0,08205 liter.atm/gmol.K
(1,2 atm) (10 liter )
n = = 0,393 gmol
⎛ liter. atm ⎞
⎜ 0,08205 ⎟ ( 373,2 K)
⎝ gmol. K ⎠
dimana:
p2 = 3,0 atm
T2 = 273,2 + 50 = 323,2 K
⎛ liter. atm ⎞
( 0,393 gmol) ⎜ 0,08205 ⎟ (323,2 K)
⎝ gmol. K ⎠
V2 = = 3,46 liter
3,0 atm
Alternatif lain:
T2 p 1 V1 (323 K) (1,2 atm) (10 lietr )
V2 = = = 3,46 liter = 0,00346 m 3
T1 P2 (373,2 K) (3,0 atm)
p i = p *i x i
Hukum ini hanya berlaku untuk larutan ideal seperti methane-ethane, ethane-
propane, propane- butane, dan sebagainya.
Banyak sistem berupa larutan ideal atau non ideal mengikuti hukum Henry jika
dalam larutan encer. Dalam hukum Henry dinyatakan
pi = H x i
pi H x i
=
p p
pi H
Karena y i = dan = K , maka persamaan tersebut menjadi
p p
yi = K x i
Hukum Dalton menyatakan bahwa tekanan total suatu campuran gas sama dengan
jumlah dari tekanan parsial masing-masing komponen gas dalam campuran.
Secara matematis dinyatakan
n
p = ∑ p i = p1 + p 2 + p 3 + ...... + p n
1
Dalton juga menyatakan bahwa tekanan parsial gas ideal sebanding dengan
jumlah relatif molekul-molekul gas dalam campuran (atau fraksi mol) yang
dinyatakan seperti berikut.
pi = yi p
Sedangkan Roult menyatakan bahwa tekanan parsial dalam fase uap berkaitan
dengan tekanan uap dan komposisinya (fraksi mol) dalam fase cair sebagaimana
dinyatakan dalam persamaan sebelumnya.
pi = xi pi*
yi p = xipi*
Jika suatu cairan ditempatkan dalam sebuah wadah yang tertutup rapat, molekul-
molekul cairan akan menguap ke atas permukaan cairan dan memenuhi seluruh
ruangan di atas cairan tersebut. Setelah beberapa saat kesetimbangan akan
dicapai. Uap tersebut akan memberikan tekanan seperti halnya gas, dan ini disebut
sebagai tekanan uap cairan. Besarnya tekanan uap tidak tergantung pada jumlah
cairan dalam wadah tersebut. Dengan demikian tekanan uap dapat dinyatakan
sebagai tekanan yang diberikan oleh uap yang dalam kesetimbangan dengan
cairannya (dalam keadaan jenuh) pada suhu tertentu.
Tekanan uap pi* suatu komponen adalah sifat fisis yang unik dari komponen
(tidak ada duanya) dan merupakan suatu fungsi dari suhu. Tekanan uap meningkat
harganya dengan meningkatnya suhu. Komponen yang mempunyai tekanan uap
lebih tinggi dari komponen lainnya dinyatakan bahwa komponen tersebut relatif
lebih mudah menguap (lebih volatile). Tekanan uap untuk brbagai zat dapat
ditentukan dari tabel atau grafik dalam berbagai pustaka. Hubungan antara
tekanan uap dan suhu, Oleh Antoine dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut.
B
log p *i = A -
C+t
dimana A, B, dan C adalah konstanta untuk suatu komponen tertentu pada rentang
suhu yang relatif sempit (biasanya tidak lebih dari 100 oC). Harga konstanta
tersebut untuk berbagai macam senyawa dapat ditentukan berdasarkan data
tekanan uap pada berbagai suhu. Dreisbach, API Project Report, Perry, dan
beberapa ilmuwan lainnya telah menurunkan konstanta Antoine berdasarkan data
tekanan uap pada berbagai suhu. Konstanta Antoine untuk beberapa senyawa
dapat dilihat dalam tabel (5-1).
C = 239 – 0,19 tB
B
log p *i = A - → y=A-x
C+t
y=A-x → dy = - dx
B
x= → dx = - B U -2 dU
U
U=t+C → dU = dt
U2 – U1 = t2 – t1
(t2 + C) – (t1 + C) = t2 – t1
y2 U2
∫ dy = B ∫ U dU → y 2 - y 1 = - B (U -21 - U 1-1 )
-2
y1 U1
⎛ 1 1 ⎞⎟
y 2 - y1 = B (U1-1 - U -21 ) = B ⎜ -
⎜ t +C t +C⎟
⎝ 1 2 ⎠
y -y
2 1 ⎛ log p *2 log p1* ⎞
B= = ⎜⎜ - ⎟⎟
1 1 ⎝ 1
t + C t + C ⎠
- 2
t1 + C t 2 + C
log (p 2 /p1 )
B12 =
1 1
-
t1 + C t 2 + C
Contoh 5-3:
Berikut adalah data suhu dan tekanan uap ethane dan propane.
Suhu didih, oC
Tekanan, mmHg
Ethane Propane
40 -129,8 -92,4
100 -119,3 -79,6
760 -88,6 -42,1
Tentukan suhu didih kedua senyawa tersebut pada tekanan 3000 mmHg dengan
menggunakan persamaan Antoine.
Penyelesaian
Konstanta Antoine ethane ditentukan dengan langkah-langkah perhitungan seperti
berikut:
B B
log p *i = A - → A = log p *i +
t+C t+C
653,819
A1 = log 40 + = 6,78970
- 129,6 + 255,834
653,819
A 2 = log 100 + = 6,78869
- 119,3 + 255,834
653,819
A 3 = log 760 + = 6,79042
- 88,6 + 255,834
Konstanta Antoine untuk propane dapat dihitung dengan cara yang sama dan
hasilnya ditunjukkan dalam tabel berikut:
Konstanta Antoine
Senyawa
A B C
Ethane 6,78960 653,819 255,834
Propane 6,81021 805,180 246,999
B 653,819
t= *
-C= - 255,834 = - 58,45 o C
A - log p i 6,78960 - log 3000
B 805,180
t= *
-C= - 246,999 = - 5,43 o C
A - log p i 6,81021 - log 3000
Pada saat yang sama, campuran semula yang didistilasi akan berkurang
kandungan komponen ringannya, dalam hal ini sering dikenal dengan istilah
“residu”.
Untuk mendapatkan tingkat kemurnian yang tinggi, kolom distilasi harus
dirancang untuk mendapatkan hasil pemisahan yang efektif dan efisien. Oleh
karena itu banyak kolom distilasi yang dirancang dengan menggunakan sistem
pemisahan bertingkat.
Meskipun banyak orang telah mengetahui apa arti distilasi, namun perlu diktehui
juga aspek-aspek penting yang berikut ini, bahwa:
• Jenis kolom
• Peralatan pokok dan operasinya
Batch-Column
Cara pengoperasian batch-column dilakukan dengan memasukkan umpan ke
dalam kolom kemudian umpan diuapkan hingga mencapai suhu tertentu untuk
menghasilkan produk yang dikehendaki telah tercapai. Setelah itu sisa penguapan
di keluarkan dari kolom sampai bersih. Selanjutnya kolom diisi umpan lagi dan
dilakukan penguapan lagi seperti sebelumnya, dan cara ini dilakukan berualng-
ulang.
Continuous-Column
Umpan dimasukkan ke dalam kolom secara terus-menerus, demikian pila hasil
distilasi dikeluarkan dari kolom secara terus-menerus. Cara operasi seperti ini
banyak diterapkan karena lebih efektif dan efisien (lebih cepat dan lebih murah).
Continuous-column dapat diklasifikasikan lagi sesuai dengan jumlah komponen
umpannya, jumlah pruduknya, letak masuknya umpan tambahan, dan jenis alat
kontak yang berada di dalam kolom.
Feed yang mengalir ke bawah dan terkumpul di bagian dasar kolom ditarik keluar
dan sebagian menuju ke reboiler untuk dikembalikan lagi ke dalam kolom,
perhatikan Gambar (5-7).
Panas dipasok ke reboiler untuk menguapkan cairan yang berada di dalam reboiler
sebelum menuju ke kolom. Sumber panas yang digunakan sebagai pemanas di
dalam reboiler biasanya steam. Di dalam refinery banyak dijumpai steam bekas
(exhaust steam) dan lebih ekonomis jika steam ini yang digunakan sebagai media
pemanas. Sebagian cairan yang ditarik dari bagian dasar kolom dan tidak
dikembalikan lagi ke kolom melalui reboiler dikenal sebagai bottom product atau
simply bottom.
yang akan didiatilasi dan juga yang tidak kalah pentingnya adalah dengan
mempertimbangkan hidrodinanikanya.
Cap dipasang sedemikian rupa sehingga ada suatu jarak antara riser dan cap untuk
memberikan jalan uap yang melewatinya. Uap naik melalui chimney dan
diarahkan oleh cap untuk membelok ke bawah menuju ke lubang kecil (slot) yang
terdapat di ujung bibir cap. Di dalam slot inilah uap melakukan kontak dengan
cairan dan menimbulkan gelembung-gelembung uap, dan di sini pula transfer
panas dan transfer masa terjadi.
Valve tray
Di dalam valve tray seperti yang terlihat dalam Gambar (5-10), terdiri dari
lubang-lubang yang ditutupi oleh liftable caps (yaitu mangkok-mangkok yang
dapat terangkat karena tekanan uap.
Jika tekanan uap cukup akan mengankat valve, tetapi jika tekanan uap tidak
mencukupi valve akan turun merapat dengan lubang tray. Dengan demikian
kemungkinan cairan mengalir melalui lubang-lubang tray dapat dihindari. Uap
naik melalui lubang-lubang tersebut dan mengangkat cap, dengan demikian akan
menimbulkan luasan celah aliran untuk lewatnya tersebut.
Sieve tray
Sieve tray seperti yang terlihat dalam Gambar (5-11) adalah pelat biasa yang
diberikan lubang-lubang kecil sebagai jalan lewatnya uap. Uap naik ke atas lurus
melalui lubang-lubang tersebut dan kontak dengan cairan yang berada di atas
plate. Supaya tidak terjadi tetesan cairan melalui lubang tersebut maka tekanan
uap harus cukup untuk melawan tekanan hidrostatis yang ditimbulkan sesuai
dengan ketinggian cairan di atas plate.
Susunan, jumlah, dan ukuran lubang
merupakan parameter penting dalam
perancangan. Karena rentang
operasinya yang cukup luas, maka dari
segi pemeliharaannya yang cukup
mudah, dan faktor biasa, maka sieve
tray dan valve tray sering digunakan
sebagai pengganti bubble cap tray
Gambar (5-11): Sieve tray dalam beberapa hal.
Gambar (5-12) dan (5-13) menunjukkan arah aliran uap dan cairan pada
penampang sebuah tray dan sebuah kolom. Setiap tray mempunyai dua buah
saluran (satu pada setiap sisi), saluran tersebut dikenal dengan istilah downcomer.
Cairan mengalir turun secara gravitasi melalui downcomer dari satu tray ke tray di
bawahnya.
Sebuah weir (tanggul) juga dipasang di atas tray yang digunakan untuk menjamin
agar di atas tray selalu ada genangan cairan (liquid holdup). Dengan
Aliran uap di dalam kolom yang mendesak cairan melalui lubang-lubang tray
efektifitasnya tergantung pada luasnya seluruh lubang yang dilaluinya. Luasnya
seluruh lubang yang dilalui uap setiap tray dikenal sebagai active tray area.
Uap yang lebih panas menembus cairan di atas tray sambil mentrasfer panasnya
ke cairan yang lebih rendah suhunya. Oleh karena itu sebagian uap akan
mengembun dan sebagian cairan ikut menguap. Hal ini dapat dikatakan bahwa
komponen berat didalam uap dan komponen ringan di dalam cairan akan
berkurang jumlahnya. Sebagian uap yang belum terkondensasi bersama-sama
dengan uap yang dihasilkan dari cairan terus menuju ke tray di atasnya,
sedangkan cairan yang tidak teruapkan bersama-sama dengan kondensat yang
dihasilkan dari pengembunan uap terus menuju ke tray di bawahnya. Demikian
seterusnya kontak antara caairan dan uap dilakukan pada setiap tray, sehingga
pemisahan komponen semakin tajam untuk mendapatkan hasil distilasi dengan
tingkat kemurnian yang tinggi.
Sebuah tray sesungguhnya merupakan sebuah kolom mini, yang masing-masing
melakukan tugas pemisahan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa semakin
banyak jumlah tray akan semakin banyak tingkat pemisahannya, dan semakin
tinggi tingkat kemurnian hasilnya, dan efisiensi secara keseluruhan secara
signifikan tergantung pada perancangan tray.
Tray dirancang untuk memaksimalkan kontak antara uap dan cairan dengan
mempertimbangkan distribusi cairan dan distribusi uap pada tray. Karena,
semakin baik kontak antara uap dan cairan akan semakin baik pemisahan pada
setiap tray, dan semakin baik pula kinerja kolom. Semakin sedikit jumlah tray
yang diperlukan untuk mendapatkan tingkat pemisahan yang sama, semakin kecil
energi yang dibutuhkan, dan semakin murah biaya konstruksinya.
Dewasa ini ada kecenderungan untuk memperbaiki tingkat pemisahan (kinerja
kolom) dengan cara menambahkan packing dalam pemakaian tray. Hal ini sudah
banyak dilakukan dan menunjukkan keberhasilannya.
6.4.2. Packing
Packing, beberapa diantaranya seperti yang terlihat dalam Gambar (5-14) adalah
peralatan pasive (passive devices) yang dirancang untuk meningkatkan luas
permukaan antara uap dan cairan yang saling melakukan kontak.
Bentuk packing dibuat sedemikian rupa dengan maksud untuk mendapatkan
kontak antara uap dan cairan lebih baik ketika sejumlah packing ditempatkan di
packed section di dalam sebuah kolom. Ketebalan tumpukan packing yang
Hal ini harus betul-betul diperhatikan karena semakin tinggi pressure drop akan
mengakibatkan semakin besar energi yang dibutuhkan untuk mendorong uap naik
di dalam kolom distilasi.
Sebuah tray column yang menghadapi persoalan terbatasnya kapasitas untuk
memisahkan komponen-komponennya, dapat diatasi dengan mengganti sebagian
atau seluruh tray dengan packing. Hal ini dikarenakan:
• Packing menyediakan luas permukaan kontak antara uap dan cairan lebih
besar
• Efisiensi pemisahannya bertambah untuk ketinggian kolom yang sama
• Packed column lebih pendek dari pada trayed column
6.5. Reboilers
Ada beberapa macam perancangan reboiler yang banyak diaplikasikan dalam
proses separasi yang khususnya distilasi, dan kadang-kadang ada juga yang diluar
lingkup prinsip-prinsip perancangan. Tetapi, semuanya itu dapat dipandang
sebagai alat penukar panas yang diperlukan untuk mentransfer panas ke cairan
yang keluar dari dasar kolom hingga mencapai titik didihnya. Terlihat dalam
gambar (5-15) dan (5-16) berikut menunjukkan contoh beberapa macam reboiler
yang banyak digunakan dalam proses distilasi.
Dalam perkembangan perancang reboiler telah mengalami kemajuan pesat.
Sebagai contoh misalnya, Klarex Technology telah mengembangkan sebuah
reboiler yang dikenal dengan nama self-cleaning shell-and-tube heat exchanger
yang mana untuk membersihkan permukaan pemanasnya dapat dilakukan secara
mudah dengan menggunakan partikel yang dimasukkan ke dalam reboiler
bersama-sama dengan cairan.
yang berada diantara control channel dan inlet channel, yang selanjutnya menuju
inlet channel.
7. DASAR-DASAR DISTILASI
Telah disebutkan sebelumnya bahwa pemisahan komponen-komponen suatu
campuran cairan dengan proses distilasi tergantung pada perbedaan titik didih dari
masing-masing komponen. Juga tergantung pada konsentrasi komponen-
komonen yang ada. Oleh karena itu, proses distilasi tergantung pada karakteristik
tekanan uap campuran.
sama dengan jumlah masa uap yang diembunkan. Di sini ada beberapa hal penting
yang berkaitan dengan tekanan uap yang perlu difahami, yakni:
di bawah disebut sebagai garis cairan jenuh dimana titik-titik didih (boiling
points) berbagai komposisi dalam fase cair terletak pada garis tersebut.
Sebagai contoh, jika suatu cairan lewat jenuh dengan fraksi mol komponen A =
0,4 (titik A) dipanaskan, maka konsentrasinya tetap konstan sampai mencapai titik
didihnya (titik B), dan pada saat ini pula ia mulai mendidih. Uap secara
berangsur-angsur terus dihasilkan tanpa diikuti perubahan suhu sampai mencapai
komposisi kesetimbangannya di titik C, dan menunjukkan fraksi mol komponen A
di dalam fase uap sekitar 0,8. Perbedaan komposisi antara uap dan cairan inilah
yang digunakan sebagai dasar operasi distilasi.
y i /x i
α ij =
y j /x j
dimana:
yi = fraksi mol komponen “i” di dalam fase uap
xi = fraksi mol komponen “j” di dalam fase cair
Jika volatilitas relatif kedua komponen tersebut mendekati satu, maka ini suatu
indikasi bahwa kedua komponen tersebut mempunyai tekanan uap yang hampir
sama. Ini berarti bahwa kedua komponen tersebut mempunyai titik didih yang
hampir sama, dan sudah barang tentu sulit untuk memisahkannya dengan cara
distilasi.
pada tekanan konstan. Garis lengkung dalam plot tersebut dikenal sebagai garis
kesetimbangan (equilibrium line) dan menjelaskan komposisi cairan dan uap
dalam kesetimbangan pada tekanan tertentu. Dalam gambar (5-18) tersebut juga
menunjukkan suatu campuran biner yang mempunyai suatu kesetimbangan uap-
cairan yang seragam, yaitu reltif mudah untuk dipisahkan karena bentuk kurva
kesetimbangannya berupa garis lengkung yang beraturan.
Tampak dalam gambar berikutnya, yaitu Gambar (5-19) yang menunjukkan dua
buah plot kesetimbangan uap-cairan untuk sistem non-ideal yang lebih sulit
pemisahannya, hal ini ditunjukkan oleh bentuk kurva yang meruncing di bagian
ujung bawah maupun ujung atas. Sempitnya daerah yang dibatasi antara garis
kesetimbangan dan garis diagonal menunjukkan tingkat kesulitan pemisahannya.
Semakin sempit berarti semakin sulit pemisahannya.
Ada satu istilah lagi yang cukup penting untuk difahami adalah istilah sistem
azeotopik, bahwa untuk sistem azeotropik mempunyai kurva kesetimbangan uap-
cairan yang berbeda dengan sistem yang telah dibahas sebelumnya. Kurva
kesetimbangan uap-cairan sistem azeotropik ditunjukkan seperti yang terlihat
dalam Gambar (5-20).
Pengertian sistem azeotropik adalah suatu campuran cairan yang apabila diuapkan
menghasilkan komposisi di dalam fase uapnya yang sama sebagaimana komposisi
di dalam fase cairannya. Dua buah plot kesetimbangan uap-cairan seperti yang
terlihat dalam Gambar (5-20) tersebut menunjukkan dua sistem azeotropik yang
berbeda. Yang satu (disebelah kiri) mempunyai titik didih maksimum dan yang
satu lainnya (di sebelah kanan) mempunyai titik didih minimum.
Jika pada kurva kesetimbangannya terdapat bagian yang mendatar, maka sistem
tersebut dikenal sebagai heterogenous azeotropic, perhatikan Gambar (5-21).
Perlu diketahui bahwa notasi “R” menunjukkan harga perbandingan laju alir
reflux (L) terhadap laju alir distillate (D) atau R = L/D yang dikenal dengan istilah
reflux ratio. Harga R (reflux ratio) digunakan sebagai tolok ukur untuk
menentukan seberapa banyak masa yang mengalir menuju bagian puncak kolom
dikembalikan lagi ke kolom sebagai reflux.
Besar-kecilnya harga R akan menentukan seberapa banyak jumlah tray atau
tingkat kontak uap-cairan yang dibutuhkan. Jika garis operasi rektifikasi
Ls adalah laju alir cairan yang menuju ke daerah pelucutan (stripping section),
sedangkan Vs adalah laju alir uap yang meninggalkan daerah pelucutan. Dengan
demikian slope garis operasi pelucutan adalah harga perbandingan laju alir cairan
terhadap laju alir uap pada bagian dasar kolom distilasi (Ls/Vs).
Vn-1 = laju alir uap dari tray ke “n-1” memasuki tray ke “n”
xn = fraksi mol komponen dalam cairan yang meninggalkan tray ke “n”
yn = fraksi mol komponen dalam uap yang meninggalkan tray ke “n”
xn+1 = fraksi mol komponen dalam cairan dari tray ke “n+1” memasuki tray ke “n”
yn-1 = fraksi mol komponen dalam uap dari tray ke “n-1” memasuki tray ke “n”.
“n+1” berarti tray di atas tray ke “n”, sedangkan “n-1” berarti tray di bawah tray
ke “n”. Cairan pada tray ke “n” dan uap di atasnya dalam keadaan setimbang, oleh
karena itu xn dan yn terletak pada satu titik dalam kurva kesetimbangan. Karena
uap dibawa ke tray di atasnya tanpa mengalami perubahan komposisi, dalam hal
ini dilukiskan sebagai garis horisontal pada plot diagram kesetimbangan hingga
memotong garis operasi. Dalam titik perpotongan ini menunjukkan komposisi
cairan pada tray ke “n+1” sebagaimana garis operasi menyatakan neraca bahan
pada tray. Komposisi uap di atas tray ke “n+1” diperoleh dari titik perpotongan
garis vertikal dari titik ini ke kurva kesetimbangan.
N T n -1
NA = =
η η
dimana:
NA = jumlah tray yang sebenarnya
NT = jumlah tray teoritis
n = jumlah tahapan
η = efisiensi tray
Harga efisiensi tray tertentu berkisar antara 0,5 – 0,7 (50% - 70%) dan tergantung
pada sejumlah faktor seperti misalnya jenis tray yang digunakan, dan kondisi
internal aliran uap dan cairan. Kadang-kadang tambahan tray diberikan sampai
10% untuk menjamin kemungkinannya kolom mengalami pembebanan yang
berlebihan.
Jika kita mempunyai informasi tentang kondisi umpan, maka kita dapat menarik
garis q dan menggunakannya dalam menentukan jumlah tingkat pemisahan
dengan menggunakan metoda McCabe-Thiele. Tetapi, di luar garis
kesetimbangan, kita dapat menggunakan dua pasang gais saja dari tiga pasang
garis yang dapat ditarik untuk menetapkan jumlah tingkat pemisahan, yakni:
Jika jumlah tray ditambah atau dikurangi maka akan mengakibatkan perubahan
komposisi produk di bagian puncak maupun di bagian dasar kolom. Sebagai
ilustrasi berikut ini di berikan contoh-contoh dalam bentuk simulasi dengan
memvariasikan jumlah tray.
Dari sini kita melihat bahwa komposisi dalam produk puncak menurun sedangkan
dalam produk bottom meningkat. Dapat dikatakan pemisahannya kurang baik.
Terlihat jelas bahwa dalam produk puncak lebih banyak lagi kandungan
komponen ringannya, sedangkan untuk produk bottom mempunyai kandungan
komponen ringan lebih sedikit. Di sini kita melihat bagaimana posisi masuknya
umpan mempengaruhi efisiensi pemisahan.
Anggap kolom mempunyai 20 buah tray yang akan memisahkan suatu campuran
biner yang mempunyai kandungan komponen ringan 50 % mol. Kemudian,
seperti apa komposisi produk puncak maupun bottom yang diperoleh jika
umpannya dimasukkan pada tray yang ke 5, 10 dan 15 dengan laju reflux maupun
reboiling yang tetap sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar (5-30), (5-31) dan
(5-32).
Dari contoh-contoh tersebut mengilustrasikan apa yang dapat terjadi jika posisi
pengumpanannya digeser-geser untuk sistem tertentu. Tetapi kejadian ini tidak
dapat digunakan untuk menyama-ratakan untuk sistem distilasi lain.
Sebaliknya, jika reflux semakin berkurang, maka slope garis operasi bagian
rektifikasi semakin kecil atau mendekati garis kesetimbangan uap-cairan, dan
sebagai akibatnya jumlah tray yang diperlukan semakin banyak. Hal ini mudah
difahami dengan menggunakan metoda McCabe-Thiele. Kondisi batas terjadi
pada minimum reflux ratio, dan jumlah tray yang dibutuhkan menjadi tak terbatas.
Foaming
Foaming merupakan ekspansi cairan karena uap yang menembus cairan
membentuk gelembung-gelembung. Meskipun hal ini dapat memperbesar luas
permukaan kontak antara uap dan cairan, namun jika hal ini terjadi secara
Entrainment
Istilah entrainment digunakan untuk menyatakan terbawanya cairan oleh uap ke
tray di atasnya, dan hal ini diakibatkan oleh laju alir uap yang tinggi. Hal ini dapat
menurunkan efisiensi karena: komponen yang lebih ringan terbawa ke dalam tray
yang menahan komponen berat. Entraiment yang berlebihan dapat menimbulkan
flooding (banjir) dan menurunkan kemurnian distilat.
Weeping/dumping
Kejadian ini disebabkan oleh laju alir uap yang rendah. Tekanan yang ditimbulak
oleh uap tidak mampu untuk menahan cairan pada tray di atasnya, akibatnya
cairan akan merembas melalui lubang tray. Weeping yang berlebihan akan
menimbulkan dumping, yaitu mengucurnya cairan memalui lubang tray dan
berlangsung seperti domino effect. Weeping ditandai dengan menurunnya tekanan
secara tajam di dalam kolom dan menurunkan efisiensi pemisahan.
Flooding
Flooding adalah peristiwa membanjirnya cairan sebagai akibat desakan uap yang
sangat berlebihan, dan hal ini mengakibatkan terbawanya cairan ke dalam uap.
Meningkatnya tekanan dari uap yang berlebihan juga dapat menimbulkan desakan
kepada cairan di dalam downcomer, yang mengakibatkan cairan yang tertahan di
dalam tray di atasnya terus menumpuk. Flooding dapat mengakibatkan turunnya
kapasitas kolom dan menurunnya efisiensi pemisahan. Terjadinya flooding
ditandai oleh meningkatnya perbedaan tekanan kolom.
BAB 6
EKSTRAKSI
1. U M U M
Ekstraksi adalah proses pemisahan komponen-komponen yang berada dalam
suatu larutan yang didasarkan atas perbedaan kelarutan (solubility) dari
komponen-komponen yang saling melarut tersebut terhadap zat lain yang
mempunyai daya larut yang lebih tinggi dari salah satu komponen yang ada dalam
larutan. Zat lain yang dimaksud di atas disebut sebagai bahan pelarut (solvent)
tertentu.
Ekstraksi cairan yang sering disebut dengan istilah “solvent extraction”, yakni
suatu proses pemisahan suatu komponen yang ada di dalam suatu larutan dengan
cara mengkontakkan solvent ke dalam larutan tersebut. Dengan adanya solvent,
larutan akan terpisah menjadi dua lapisan (fase) yang tidak dapat tercampur. Di
dalam setiap lapisan mengandung semua komponen yang ada saling melarutkan
dengan komposisi yang berbeda. Karena tingkat kelarutan komponen tertentu
yang ada di dalam kedua lapisan cukup berbeda, maka pemisahan komponen
dapat dilakukan dengan cara ini meskipun tingkat pemisahannya sangat
tergantung pada berbagai faktor.
Sebagai contoh sederhana, jika larutan asam asetat di dalam air dicampur dan
diaduk dengan ethyl asetat sebagai solvent, maka setelah dihentikan
pengadukannya akan terjadi dua lapisan (fase) yang terpisah. Sebagian besar asam
asetat dengan sedikit air akan memasuki lapisan ethyl asetat, sedangkan lapisan
air mengandung sedikit asam asetat dan ethyl asetat, dengan demikian kandungan
asam asetat dalam lapisan air (larutan asli) akan berkurang. Dengan bahasa
sederhana proses ini dapat dikatakan untuk memisahkan asam asetat dari
larutannya dengan cara melarutkannya ke dalam ethyl asetat yang mempunyai
daya larut lebih besar terhadap asam asetat disbanding terhadap air.
Proses ekstraksi merupakan salah satu alternatif dari sekian macam metoda proses
pemisahan. Oleh karena itu proses ekstraksi hanya dilakukan apabila proses
pemisahan dengan cara distilasi atau cara lain selain ekstraksi tidak mungkin
Terlihat dalam gambar tersebut, solvent memasuki extracting unit melalui bagian
atas dan feed masuk dari bagian bawah. Raffinate keluar dari bagian atas dan
extract keluar dari bagian bawah. Alat kontak yang terpasang di dalam extractor
membuat kontak antara solvent dan feed lebih intim. Demikian pula reflux yang
diperlukan untuk memperoleh kemurnian produk yang tinggi.
Didalam industri migas dan petrokimia, proses ekstraksi banyak digunakan untuk
memisahkan senyawa-senyawa hidrokarbon seperti parafin, aromatik, naphthene,
dsb. Proses ekstraksi pertama kali banyak digunakan untuk memperbaiki mutu
kerosene, tetapi sekarang untuk memperbaiki mutu minyak pelumaspun
kebanyakan menggunakan proses ini.
Senyawa-senyawa aromatik yang terdapat di dalam kerosene dapat menimbulkan
smoke point yang tinggi, sehingga kurang baik untuk lampu penerangan maupun
untuk bahan bakar pesawat terbang yang bermesin jet.
Komponen-komponen aromatik yang terkandung di dalam fraksi minyak pelumas
dari hasil distilasi vakum sangat tidak disukai karena dapat membentuk sludge
setelah teroksidasi. Disamping itu senyawa tersebut mempunyai viscosity index
rendah. Di dalam proses ekstraksi dikenal beberapa istilah yang sering digunakan
dalam operasi sehari-hari, yakni:
• Solvent : Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi.
• Solut : Zat yang terlarut di dalam feed.
• Extract : Bahan yang dipisahkan atau terekstrak dari feed.
• Raffinate : Produk yang tidak terlarut dalam solvent.
• Extract phase : Phase yang kaya solvent.
• Raffinate phase : Phase yang miskin solvent.
• Reflux : Extract yang dikembalikan ke extractor.
• Lean solvent : Solvent yang memasuki extractor.
• Rich solvent : Solvent yang keluar dari extractor.
c. Ekstraksi Udex
d. Ekstraksi Propane Deasphalting
e. Distilasi Ekstraktif
Karena kerosene mempunyai densitas lebih rendah, maka diumpankan dari bagian
bawah mengalir ke atas dan kontak dengan solvent (belerang dioksida) yang
mengalir kebawah karena densitasny lebih berat. Selama kontak berlangsung,
solvent melarutkan senyawa-senyawa aromatik yang terkandung di dalam
kerosene. Dalam proses ekstraksi ini diperoleh dua macam aliran produk yang
disebut ekstrak dan rafinat. Ekstrak yang keluar dari bagian bawah ekstraktor
adalah larutan solvent yang banyak mengandung senyawa aromatik, sedangakn
rafinat yang keluar dari bagian puncak ekstraktor adalah kerosene yang telah
diambil senyawa aromatiknya dengan sedikit solvent yang terikut.
Untuk meningkatkan efisiensi proses, solvent di dalam ekstrak dan rafinat dapat
dimurnikan kembali dengan cara distilasi atau evaporasi yang selanjutnya dapat
digunakan kembali di dalam ekstraktor, dan demikian seterusnya proses ekstraksi
Edeleanu berlangsung.
mempunyai titik didih 324oF. Karena furfural mempunyai struktur siklis, maka ia
sangat efektif untuk mengekstrak senyawa aromatik dan beberapa senyawa siklis
lainnya. Proses ini digunakan secara luas untuk memperbaiki mutu minyak
pelumas yang masih mengandung senyawa aromat atau senyawa asphaltis. Suhu
operasi dalam proses ekstraksi ini bervariasi antara 150 - 250 oF, tetapi pada
kebanyakan refinery menggunakan suhu operasi sekitar 200 oF. Perbandingan
jumlah solvent terhadap feed tergantung dari karakter umpannya, tetapi dalam
kebanyakan plant biasanya sekitar 2 : 1.
Perhatikan Gambar (6-3), di dalam gambar tersebut menunjukkan skema
sederhana proses ekstraksi furfural yang digunakan untuk memperbaiki kualitas
bahan pelumas (menghilangkan senyawa aromat). Kontak antara solvent dan feed
biasanya dilakukan dengan aliran yang berlawanan arah (counter current). Untuk
membuat kontak yang lebih intim, di dalam extractor dilengkapi alat kontak,
seperti yang terlihat dalam gambar adalah rotating disk contactor (RDC).
Peralatan kontak tersebut terdiri dari sebuah silinder vertikal yang dibagi menjadi
Tingkat keberhasilan proses ekstraksi ini salah satunya dipengaruhi oleh derajat
pencampurannya. Derajat pencampuran antara kedua fluida tersebut dapat diatur
dengan mengatur kecepatan putaran disk.
Udex adalah solvent yang sangat baik untuk mengekstrak light aromatic. Jika
produk dari proses ekstraksi ini digunakan sebagai bahan baku petrokimia yang
memerlukan kemurnian yang tinggi, maka untuk keperluan tersebut di dalam
operasi ekstraksi harus menggunakan reflux.
Rich solvent dari extractor menuju ke solvent stripper untuk dipisahkan dari
solvent-nya dengan bentuan steam, extract keluar dari bagian puncak stripper dan
lean solvent keluar dari bagian bawah stripper. Sebagian dari extract
dikembalikan ke extractor sebagai reflux. Raffinat yang keluar dari bagian puncak
extractor dicuci dengan air untuk mengambil glycol. Larutan glycol-water yang
dihasilkan dicampur bersama-sama dengan lean solvent dikembalikan lagi ke
extractor.
paraffinic) dan sekaligus memisahkan asphalt. Proses ini sangat popular di dalam
industri minyak karena hampir seluruhnya menggunakannya.
Pengembangan proses ini adalah dengan menggunakan dua macam solvent, yaitu
propane dan campuran phenol-cresol atau selecto. Dua macam solvent ini dikenal
dengan nama duo-sol. Propane dalam hal ini digunakan untuk melarutkan
paraffinic hydrocarbons, sedangkan campuran phenol-cresol digunakan untuk
melarutkan naphthenic hydrocarbon.
operasinya diatur berkisar antara 100 - 125oF. Laju sirkulasi solvent sekitar 0,15 -
0,3 volume solvent per volume feed. Hydrogen fluoride dapat memisahkan
senyawa belerang dan senyawa-senyawa aromatik komplek secara efektif. Asam
sulfat digunakan untuk mengekstrak isobutene. Konsentrasi asam sulfat untuk
keperluan ini sekitar 65%. Isobutene diekstrak dari campuran butane-butene.
Isobutene murni sangat berguna di dalam pembuatan karet sintetis.
Solvent jenis lain yang disebut dengan nama ammoniacal copper acetate banyak
digunakan untuk mengekstrak butadiene. Produk butadene dapat dipisahkan dari
solvent dengan cara fraksinasi pada tekanan sekitar 15 psig dan suhu pada bagian
dasar kolom sekitar 175 oF.
Dalam Gambar (6-7a) menunjukkan suatu campuran yang terdiri dari dua
komponen, yakni A (carrier) dan C (solute) yang keduanya saling melarut.
Campuran tersebut ditambahkan zat B (solvent) dan diaduk seperti yang terlihat
dalam Gambar (6-7b) sampai mencapai keadaan setimbang, dimana transfer
massa sudah tidak terjadi lagi. Misalkan komposisi dalam campuran tersebut
terdiri dari 40 % komponen A, 40 % komponen B, dan 20 % komponen C, maka
titik koordinat komposisi campuran tersebut terletak pada diagram segitiga sama
sisi seperti yang terlihat dalam gambar (6-8), dalam hal ini ditunjukkan sebagai
titik K.
Setelah pengadukan dihentikan maka akan terjadi dua lapisan yang tidak saling
melarut (rafinate dan extract) seperti yang terlihat dalam Gambar (6-7c). Jika
dilakukan analisis terhadap kedua lapisan tersebut maka masing-masing
mengandung ketiga komponen (A, B dan C), namun komposisi di dalam rafinate
berbeda dengan komposisi yang berada di dalam extract. Jika komposisi
komponen yang ada di dalam kedua lapisan tersebut diplot di dalam diagram
segitiga sama sisi maka akan diperoleh dua titik koordinat komposisi dalam
kesetimbangan. Dari kedua titik kesetimbangan tersebut dapat ditarik garis yang
disebut sebagai garis penghubung (tie line). Seperti yang terlihat dalam Gambar
(6-8), garis RE adalah tie line garis menghubungkan titik koordinat komposisi di
dalam rafinate (R) dengan titik koordinat komposisi di dalam extract (E).
Sedangkan titik M adalah titik koordinat komposisi campuran.
Jika salah satu komponen ditambahkan lagi dari keadaan semula, maka setiap
penambahannya akan mengakibatkan perubahan komposisi kesetimbangannya
pada lapisan rafinate maupun lapisan extract dan titik koordinat komposisinya
akan bergeser. Jika titik-titik koordinat komposisi yang ada di lapisan rafinat
dihubungkan akan membentuk garis kesetimbangan rafinate (rafinate equilibrium
line), dan yang ada pada lapisan extract disebut sebagai garis kesetimbangan
extract (extract equilibrium line), seperti yang terlihat dalam Gambar (6-9).
Daerah yang dibatasi oleh garis kesetimbangan rafinate dan extract disebut
sebagai daerah terjadinya dua lapisan.Sedangkan daerah yang berada di luar garis
kesetimbangan disebut daerah tidak terjadi lapisan (ketiga komponen saling
melarutkan).
Dalam proses ekstraksi misalnya ada larutan yang terdiri dari dua komponen,
yakni 60 % A dan 40 % C maka titik koordinatnya berada pada garis AC. Dengan
menambahkan komponen B secara terus-menerus maka akan diperoleh titik-titik
koordinat komposisi campuran yang membentuk garis lurus yang menuju titik B,
perhatikan Gambar (6-10). Titik koordinat rafinate dan extract ditentukan dengan
melakukan perhitungan neraca massa dan berada pada garis lurus X1B. Melalui
titik koordinat komposisi campuran (M) dengan menarik tie line secara interpolasi
untuk menentukan titik koordinat komposisi rafinate dan extract (R dan E). Dari
titik B ditarik garis lurus melalui titik E untuk menetapkan harga y2, dan melalui
titik R untuk menetapkan harga x2.
Jika: A = carrier
B = solvent
C = solute
C1 = fraksi massa solut di dalam extract
C2 = fraksi massa solut di dalam rafinate
⎛ C ⎞ ⎛ C ⎞
C1 = ⎜ ⎟ dan C2 = ⎜ ⎟
⎝ A + B + C ⎠E ⎝ A + B + C ⎠R
C1
Koefisien distribusi : K =
C2
4. NERACA MASSA
Proses ekstraksi sederhana yang dapat dilihat dalam Gambar (6-11) memberikan
penjelasan bahwa umpan yang akan diekstrak dan solvent sebagai bahan
pengekstrak dikontakkan di dalam sebuah ekstraktor dengan arus yang
berlawanan arah (counte rcurrent extraction). Solvent yang telah melakukan
penyerapan dan melarutkan sejumlah solut disebut sebagai “extract”, sedangkan
minyak yang kehilangan sebagian solut yang dibawanya disebut sebagai
“rafinate”.
Rafinate
R, x2, C2
Solvent
S, y1
Extractor
M, xm
Minyak
F, x1
Extract
E, y2, C1
M (x M - x 2 ) S x1 - x M
E= dan =
y2 - x 2 F x M - y1
Dimana:
F = laju massa umpan
R = laju massa rafinate
E = laju massa extractsolut
M = laju massa campuran di dalam ekstraktor
x1 dan x2 = fraksi massa solut berturut-turut dalam umpan dan rafinate
y1 dan y2 = fraksi massa solut berturut-turut dalam solvent dan extract
xM = fraksi massa solut dalam campuran
Contoh 6-1 :
Hitung besarnya rafinate dan extract serta masing-masing konsentrasi solutnya (x2
dan y2) untuk sistem extraksi seperti yang terlihat dalam gambar dibawah ini.
Penyelesaian :
Tarik garis lurus dari x1 ke titik B, dan kemudian harga xM seperti berikut:
xM =
F x1
=
(1000) (0,45) = 0,15
M 3000
Tetapkan itik potong antara tie line dengan garis x1-B di xM.
Tarik garis dari titik B melalui titik potong garis kesetimbangan dengan tie line
pada garis extract dan rafinate untuk menentukan harga x2 dan y2.
Diperoleh x2 = 0,1 dan y2 = 0,62.
SG A .x A + SG C .x C = SG F
SG F - SG C
xA =
SG A - SG C
BAB 7
ABSORPSI
1. U M U M
Sebagaimana telah dibicarakan sebelumnya, dengan distilasi pada tekanan
atmosfir dapat dipisahkan campuran berbagai senyawa hidrokarbon menurut
perbedaan titik didihnya. Hidrokarbon-hidrokarbon yang terlalu berat harus
didistilasi pada tekanan vakum karena terlalu tinggi titik didihnya pada tekanan
atmosfir. Sebaliknya, hidrokarbon-hidrokarbon yang terlalu ringan harus
didistilasi pada tekanan tinggi karena terlalu rendah titik embunnya (juga titik
didihnya) pada tekanan atmosfir.
Cara lain untuk memisahkan hidrokarbon yang sangat ringan tanpa memakai
tekanan yang terlalu tinggi atau pendinginan yang terlalu rendah adalah absorpsi.
Absorpsi adalah suatu proses pemisahan komponen gas berdasarkan atas
perbedaan kelarutan gas terhadap cairan pelarut (solvent). Gas-gas yang lebih
berat (lebih mudah mengembun) akan lebih mudah larut dari pada gas-gas ringan.
Solvent yang khusus untuk proses ini disebut absorbent.
Absorbent yang telah digunakan dapat dimurnikan kembali dengan cara distilasi
dan kemudian digunakan kembali kedalam absorber.
Sebagai alasan mengapa proses absorpsi dipilih, pertimbangannya adalah faktor
ekonomis. Sebagai contoh, pemisahan hidrokarbon ringan dalam campuran gas
mungkin lebih ekonomis jika menggunakan cara absorpsi dari pada fraksinasi
yang harus menggunakan suhu rendah dan tekanan tinggi.
Ada gas alam yang dihasilkan dari beberapa ladang gas tanpa mengandung
senyawa belerang dan sedikit sekali mengandung carbon dioxide, gas semacam
ini disebut sweet gas dan tidak menjadi persoalan dalam proses pemurniannya.
Tetapi tidak sedikit ladang-ladang gas yang produksi gas-nya banyak
mengandung senyawa sulfur, gas semacam ini disebut sour gas dan dalam proses
pemurniannya banyak kesulitan yang timbul.
Untuk keperluan distribusi gas, total sulfur content di dalam gas alam disyaratkan
harus dibawah 1 grain/Cscf (1 grain = 64,8 mg; Cscf = 100 standard cubic feet),
tetapi untuk keperluan industri disyaratkan total sulfur content harus dibawah 0,25
grain/Cscf.
Kandungan carbon dioxide (CO2) di dalam gas alam umumnya berkisar antara 0,1
- 6 %, namun di Indonesia seperti dilapangan Natuna kandungan carbon dioxide
di dalam gas alam mencapai 70 %. CO2 tidak begitu berpengaruh terhadap
peralatan operasi tetapi cukup berpengaruh terhadap nilai kalori bahan bakar.
maka proses ini sering disebut "amine process". Solvent yang digunakan bisa
berupa monoethanol amnine (MEA), diethanolamine (DEA), atau triethanolamine
(TEA).
Dalam proses ini beberapa reaksi kimia antara gas asam yang ada di dalam gas
alam dan amine dapat terjadi. Dari reaksi yang terjadi menghasilkan amine
carbonate, bicarbonate dan hidrosulfida. Konsentrasi amine untuk keperluan ini
direkomendasi antara 15 - 25% dalam air.
Gambar (7-1) menunjukkan diagram sederhana aliran proses untuk
menghilangkan karbon dioksida dari gas alam dengan menggunakan amine
solution.
Gas alam diumpankan melalui bagian bawah menara absorber sedangkan MEA
melalui bagian puncak menara. Di dalam menara dipasang alat kontak, dan
kebanyakan untuk jenis gas yang korosif menggunakan bahan inert seperti
• Amine process
Hingga dewasa ini jika dibanding dengan proses-proses yang lain, amine process
masih cukup dikenal dan banyak diterapkan karena mempunyai banyak
keuntungan. Amine process lebih fleksibel untuk menangani gas alam yang
mempunyai kandungan sulfur maupun corbon dioxide dengan variasi yang tinggi.
menurun secara cepat dengan sedikit naiknya temperatur dan melepaskan gas
tersebut. Proses semacam ini termasuk proses absorpsi yang disertai dengan reaksi
kimia. Reaksi tersebut dapat dinyatakan dalam persamaan berikut dimana RNH2
menunjukkan monoethanol amine (MEA) dan R menunjukkan gugus HOCH2CH2.
100 oF
1. 2 RNH2 + H2S ⇔ (RNH2) 2.H2S
240 oF
120 oF
2. 2 RNH2 + CO2 + H2O ⇔ (RNH2) 2.H2CO2
300 oF
atau
100 oF
3. 2 RNH2 + H2S ⇔ (RNH3) 2.S
o
240 F
120 oF
4. 2 RNH2 + CO2 + H2O ⇔ (RNH3) 2.CO3
300 oF
Setiap kelompok persamaan yang sama dapat dipakai untuk diethanol amine dan
triethanol amine.
Perlu diingat bahwa berdasarkan persamaan reaksi tersebut, reaksi akan membalik
ke arah kiri dan diawali oleha H2S dan amine pada temperatur yang lebih rendah
dibanding untuk CO2. Oleh karena itu temperatur kontak untuk menghilangkan
H2S harus sama atau lebih rendah dari 100 oF. Juga, temperatur disosiasi untuk
CO2 lebih tinggi dari pada untuk H2S. Oleh karena itu untuk proses stripping
nantinya temperatur yang ditetapkan harus lebih besar dari 300 oF.
Karena proses ini proses secara fisika yang disertai dengan reaksi kimia, maka
naiknya kekuatan larutan atau rate of flow akan dapat meningkatkan kapasitas
penghilangan gas asam. Namun demikian kenaikan tersebut harus betul-betul
dievaluasi secara cermat karena larutan yang lebih kuat atau naiknya flow rate
Secara teoritis absorbent dapat menyerap H2S sampai tekanan uap H2S sama
dengan tekanan parsial uap di dalam inlet gas, namun dalam kenyataannya tidak
mungkin hal itu dapat dicapai.
Flow rate larutan sodium carbonat (absorbent) yang digunakan untuk keperluan
ini pada umumnya berkisar antara 60 sampai150 gal/Mscf gas, dan hal ini sangat
tergantung pada konsentrasi H2S dan CO2 dalam gas.
Untuk jenis oven gas (atau gas buatan) yang mengandung H2S berkisar antara 3 -
5 grain/scf, CO2 antara 1,5 - 2,0 %, flow rate larutan yang diperlukan untuk
pemurnian gas tersebut jumlahnya sekitar 60 - 70 gal/Mscf dengan carrying
2 Fe2S3 + 3 O2 → 2 Fe2O3 + 6 S
2 H2S + O2 → 2 H2O + 2 S
tergantung pada kesetimbangan antara uap dan cairan. Oleh karena itu
pelaksanaannya dapat dilakukan dengan mengontakkan secara berlawanan arah di
dalam sebuah kolom. Perbedaannya adalah bahwa di dalam absorber suhunya
relatif konstan.
Neraca Komponen:
(
G y 1' - y '2 ) (
= L x '2 - x 1' )
Liquid / Gas Ratio:
L y ' - y '2
= 1'
G x 2 - x 1'
di mana:
L = Jumlah mol cairan absorbent murni
G = Jumlah mol inert gas murni
x’ = Jumlah mol komponen per mol absorbent murni (mol ratio)
y’ = Jumlah mol komponen per mol gas murni
Jika fraksi mol komponen dalam gas dan liquid diketahui, maka
x y
x' = dan y' =
1 - x 1 - y
Proses absorpsi sebagian gas ke dalam nonvolatile liquid pada dasarnya sama
seperti fraksinasi. Sebagaimana dalam fraksinasi, proses absorpsi ini juga
tergantung pada kesetimbangan antara uap dan cairan (yaitu didasarkan pada
hukum Raoult).
pi p *i x i
y = =
pt pt
Liquid/Gas ratio (L/G) adalah konstan di setiap titik disepanjang kolom absorber
sehingga slopenya konstan. Garis dengan slope konstan ini disebut sebagai garis
operasi (operating line). Garis operasi ini mempunyai titik terminal pada ( x '2 ; y 1' )
dan ( x 1' ; y '2 ), yaitu garis A-B. Perpindahan masa komponen dari gas ke cairan
adalah kejadian diffusi, dan oleh karena itu laju perpindahan tergantung pada
perbedaan konsentrasi komponen di dalam gas dan di dalam cairan. Dengan
demikian perpindahan akan terjadi hanya jika ada perbedaan konsentrasi, dan
perpindahan masa akan terhenti jika kesetimbangan tercapai. Kebutuhan
Contoh 7-1:
Udara dari sebuah solvent plant mengandung 2 % n-pentane. Konsentrasi n-
pentane akan diturunkan hingga mencapai 0,1 % dengan mengontakkan gas pada
suhu 80 oF dan tekanan 147 psia, minyak yang digunakan sebagai absorbent
sebanyak 6.950 lb/jam dan mengandung 0,05 % berat n-pentane. Gas yang
o
diumpankan laju alirnya 100.000 cuft/jam diukur pada 60 F. Berat molekul
absorbent 220. Hukum Raoult dan Dalton dianggap berlaku dalam kondisi ini.
Hitung jumlah plate teoritis.
Penyelesaian:
Jumlah mol gas memasuki absorber:
Udara murni 98 % vol,
100.000 x 0,98
G = = 259 lbmol / jam
379
(pada 32 oF: 1 lbmol = 359 ft3)
Mole ratio:
C5 5,28
y 1' = = = 0,0204
G 259
Mole ratio:
C5 0,26
y '2 = = = 0,001
G 259
Mole ratio:
C5 0,05
x 1' = = = 0,00158
L 31,6
(C5)dlm absorbent keluar = (C5)dlm gas masuk - (C5)dlm gas keluar + (C5)dlm absorbent masuk
5,28 - 26 + 0,05 = 5,07 lbmol/jam
Mole ratio:
C5 5,07
x '2 = = = 0,161
L 31,6
Garis Kesetimbangan
Hitung fraksi mol kesetimbangan dengan menggunakan persamaan berikut:
p*
yi = xi
pt
⎛ B ⎞
B ⎜A - ⎟
log p * = A - atau p * = 10 ⎝ C + t⎠
C + t
⎛ 1066,4 ⎞
⎜ 6,85685 - ⎟
* ⎝ 232,141 + 26,667 ⎠
p = 10 = 545,02 mm Hg
545,02
yi = xi
7.600
x y
x' = dan y' =
1 - x 1 - y
x 0 0,015 0,030 0,045 0,060 0,075 0,090 0,105 0,120 0,135 0,150 0,165 0,180
y 0 0,001 0,002 0,003 0,004 0,005 0,006 0,008 0,009 0,010 0,011 0,012 0,013
x' 0 0,015 0,031 0,047 0,064 0,081 0,099 0,117 0,136 0,156 0,176 0,198 0,220
y' 0 0,001 0,002 0,003 0,004 0,005 0,006 0,008 0,009 0,010 0,011 0,012 0,013
Neraca Komponen:
Liquid / Steam Ratio:
(
S y 1' - y 2' ) (
= L x 2' - x 1' ) L y'
= ' 1 '
S x 2 - x1
(
S y 1' = L x 2' - x 1' )
Contoh 7-2:
Selvent yang berasal dari absorber dalam contoh 1 diregenerasi dengan
menggunakan sebuah stripper yang dioperasikan pada suhu 267 oF dan tekanan 1
psig (812 mmHg).
Hitung jumlah plate teoritis.
Penyelesaian:
(
C 5 = L x '2 - x 1' ) = 31,575 (0,1605 - 0,0015) = 5,0182 lbmol / jam
C5 5,0182
y 'S1 = = = 0,50182
S 10
Garis Kesetimbangan
o o
Hitung fraksi mol kesetimbangan pada suhu 267 F (130,56 C)dengan
menggunakan persamaan berikut:
p*
yi = xi
pt
⎛ B ⎞
B ⎜A - ⎟
* * ⎝ C + t⎠
log p = A - atau p = 10
C + t
⎛ 1066,4 ⎞
⎜ 6,85685 - ⎟
* ⎝ 232,141 + 130,56 ⎠
p = 10 = 8253,7 mm Hg
p = 1 psig = 812 mm Hg
545,02
yi = xi
7.600
x: 0 0,002 0,005 0,008 0,011 0,014 0,016 0,019 0,022 0,025 0,028 0,030 0,033
y: 0 0,028 0,056 0,085 0,113 0,142 0,170 0,199 0,227 0,256 0,284 0,313 0,341
x': 0 0,002 0,005 0,008 0,011 0,014 0,017 0,02 0,022 0,025 0,028 0,031 0,034
y': 0 0,029 0,060 0,093 0,128 0,165 0,205 0,248 0,294 0,344 0,397 0,455 0,518
BAB 8
ADSORPSI
1. U M U M
Adsorpsi adalah proses pemisahan suatu zat dalam campuran/larutan dengan cara
penyerapan melalui permukaan zat padat berpori yang disebut adsorbent.
Campuran/larutan yang dimaksud dalam hal ini dapat berupa gas atau cairan.
Molekul-molekul yang terakumulasi di dalam pori-pori dan interface atau yang
diserap oleh adsorbent disebut adsorbat.
Adsorbent adalah zat padat alami ataupun synthesis yang mempunyai porositas
dan luas permukaan tinggi (misalnya activated charcoal, silica gel, molecular
sieve). Hasil adsorpsi sangat dipengaruhi oleh luas permukaan adsorbent, semakin
luas semakin besar daya serapnya, namun tergantung juga pada efektifitasnya.
Contoh penerapan adsorpsi yang banyak dilakukan di dalam industri diantaranya
adalah untuk:
3. MACAM-MACAM ADSORBENT
3.1. Activated Carbon
Activated carbon dapat dibuat dari bahan-bahan berkarbon, termasuk batubara
(bituminous, subbituminous, and lignite), gambut, kayu, atau batok kelapa. Proses
pembuatan adsorbent jenis ini terdiri dari dua fase, yakni karbonisasi dan aktifasi.
Proses karbonisasi meliputi pengeringan dan kemudian pemanasan untuk
memisahkan produk sampingannya seperti tars dan hidrokarbon lainnya dari
bakunya. Proses karbonisasi disempurnakan dengan memanaskan bahan pada
suhu sekitar 400–600°C.
(2). Powdered Activated Carbon (PAC). PAC dibuat dari pecahan karbon atau
partikel karbon tanah yang diserbukkan. American Water Works Association
Standard (AWWA, 1997) menyatakan GAC (Granular Activated Carbon)
sebagai bahan yang tertahan pada 50-mesh sieve (0.297 mm) dan PAC
sebagai bahan yang lebih halus, sedangkan American Society for Testing and
Materials (ASTM D5158) mengklasifikasikan ukuran partikel sesuai dengan
80-mesh sieve (0.177 mm) dan yang lebih halus sebagai PAC. PAC biasanya
digunakan secara langsung pada raw water intakes, rapid mix basins,
clarifiers, dan gravity filters.
(3). Granular Activated Carbon (GAC). GAC dapat dibuat apakah dalam bentuk
granular atau extruded. GAC diproduksi dengan ukuran 8 ⋅ 20, 20 ⋅ 40, or 8
⋅ 30 untuk pemakaian dalam fase cair dan 4 ⋅ 6, 4 ⋅ 8 or 4 ⋅ 10 dipakai dalam
fase uap. Aqueous phase carbons yang paling banyak digunakan adalah yang
mempunyai ukuran 12 ⋅ 40 dan 8 ⋅ 30 karena mempunyai keseimbangan
ukuran yang baik, luas permukaannya besar dan headloss-nya rendah. Yang
berukuran 12 ⋅ 40 biasanya direkomendasi untuk proses pengolahan air
minum yang mengandung suspended solid rendah.
3.2. Non-Activated-Carbon
Dewasa ini banyak pilihan adsorbent (media adsorpsi) yang digunakan untuk
menghilangkan zat-zat organic yang terkandung di dalam cairan maupun gas.
Organically modified clays, polymeric adsorbents, and zeolite molecular sieves
CARBONS
Shell-based G 60 2 1,2 0,40
Wood-based G 80 1,3 0,70
Petroleum-based G,C 80 2 1,1 0,35
Peat-based G,C,P 55 3 1,2 0,50
Lignite-based G,P 70 - 85 3 0,5 0,30
Bituminous-coal-based G,P 60 - 80 3 1,1 0,40
ORGANIC POLYMERS
Polystyrene (removal of
S 20 - 60 40 - 50 0,64 4-9 0,50
organics)
Polyacrylic ester (purification) G,S 20 - 60 50 - 55 0,65 10 -25 0,50
Phenol (decolorizing,
G 16 - 50 45 0,42
deodorizing)
Silica gel dan charcoal dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti tulang, kayu,
lignite, dsb. yang sangat efektif sebagai bahan adsorbent. Bahan-bahan tersebut
mempunyai struktur yang sangat berpori dan permukaannya sangat luas sehingga
daya serapnya sangat besar. Untuk meningkatkan daya adsorpsi adsorbent dapat
dilakukannya dengan mengaktifkannya melalui berbagai cara. Salah satu contoh,
arang kayu dapat diaktifkan dengan cara memanaskannya antara suhu 350 -
1000oC di ruang vakum. Dengan cara ini untuk mengadsorp carbon tetra chloride
pada suhu 24oC dapat meningkat dari 0,011 kg/kg arang menjadi 1,48 kg/kg.
Pengaktifan tersebut sesungguhnya meliputi penguapan impurities sehingga
permukaan bebasnya menjadi sangat luas. Pada dasarnya jumlah gas yang dapat
diadsorp tergantung pada sifat adsorbent dan sifat gas yang diadsorp. Sedangkan
variabel lain yang mempengaruhi adalah luas permukaan adsorbent, suhu dan
tekanan gas. Tabel (8-1) berikut menunjukkan beberapa adsorbent yang sering
digunakan secara komersial.
Hubungan antara jumlah zat yang diadsorp oleh adsorbent dan tekanan
kesetimbangan atau konsentrasi pada suhu konstan disebut "adsorption isotherm".
Karena adsorpsi merupakan suatu peristiwa yang terjadinya pada permukaan,
maka adsorbent yang baik harus mempunyai porositas yang besar dan luas
permukaannya, misalnya lignite mempunyai luas permukaan bisa sampai
1.000.000 m2/kg. Sifat lain bagi adsorbent yang penting adalah diffusion rate-nya,
yaitu laju perpindahan masa antara cairan atau gas dan adsorbent solid. Semakin
pendek lintasan difusinya, maka akan semakin tinggi transfer rate-nya.
b. Surface Area (Luas Permukaan). Yang dimaksud luas permukaan adalah luas
permukaan partikel yang tersedia untuk penyerapan. Umumnya semakin besar
luas permukaan partikel semakin besar kapasitas penyerapannya, tetapi luas
permukaan tersebut memerlukan efektifitas. Dan suatu tingkat luasan yang
tinggi membutuhkan daerah “adsorption pore” yang besar agar dapat dijangkau
oleh kontaminan dengan struktur “transport pore” yang efektif. Hal ini diukur
dengan menentukan jumlah nitrogen yang diserap oleh partikel dan dilaporkan
sebagai meter persegi per gram (umumnya berkisar antara 500 and 2000 m2/g).
ASTM D 3037 adalah prosedur untuk menentukan luas permukaan dengan
menggunakan menota nitrogen BET (Brunauer, Emmett, and Teller). Kenapa
nitrogen digunakan tidak lain karena kecilnya ukuran, sehingga dapat
menjangkai micopores partikel karbon.
c. Pore Volume (Volume Pori). Volume pori adalah suatu ukuran volume total
untuk setiap gram sekumpulan partikel yang satuannya dinyatakan dalam
centimeters kubik per gram (cm3/g).
4. MACAM-MACAM ADSORPSI
Secara umum adsorpsi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu adsorpsi fisik
dan adsorpsi kimia.
besar. Proses adsorpsi secara kimia ini biasanya bersifat irreversible, dan pada
desorpsi-nya sering didapati telah mengalami perubahan kimia.
1
X
= a Cn
M
Khusus untuk gas, konsentrasi impurities dapat dinyatakan sebagai tekanan yang
dapat dijelaskan sebagai berikut:
m
PV=nRT dimana : n =
BM
m m
PV= RT karena C = , maka
BM V
m P BM
C= = dimana : BM, R, T = konstan
V RT
1 1
⎛ P BM ⎞ n ⎛ BM ⎞ n
1
X
= a Cn = a ⎜ ⎟ dan k=a⎜ ⎟
M ⎝ RT ⎠ ⎝RT⎠
1
X
= k Pn
M
1). Nilai-nilai perobah tidak bebas (y) harus terpencar secara normal.
2). Variance dari pencaran-pencaran normal pada setiap nilai x harus sama.
3). Setiap pengamatan dan simpangannya dari garis regresi (trend) harus
independent dari pada pengamatan-pengamatan dan simpangan-simpangan
yang lain.
4). Tidak ada hubungan fungsional antara data sebelumnya dengan yang akan
datang.
Dengan demikian dapat dianggap bahwa analisa rentetan waktu (time series)
terlebih-lebih penentuan trend sebagai bentuk istimewa dari analisa regresi.
Didalam analisa rentetan waktu, variabel yang diamati dinyatakan dengan simbul
y dan variabel bebas yaitu waktu dinyatakan dengan simbul x. Untuk
memudahkan perhitungan, angka-angka yang menunjukkan waktu perlu dirubah
y = a + bx
Dengan xi sebagai variabel bebas dan yi sebagai variabel tak bebas, dimana i = 1,
n ∑ ( xy) - ∑ x ∑ y
b =
( )
n ∑ x 2 - ( ∑ x)
2
∑ y - b ( ∑ x)
a =
n
n ∑ ( xy) - ∑ x ∑ y
r =
[n ∑ (x ) - (∑ x) ] [n ∑ (y ) - (∑ y) ]
2 2 2 2
y' = a + b x + c x 2
y = a + b x + c x2
x y = a x + b x2 + c x3
x2 y = a x2 + b x3 + c x4
Fungsi tersebut dapat dirubah menjadi fungsi linier dengan cara menarik
logaritma dari ruas kiri dan ruas kanan dari dari persamaan itu, yaitu:
y = a e bx
Contoh 8-1:
Berikut adalah data empiris yang diperoleh dari hasil adsorpsi aromatic
hydrocarbon di dalam fraksi minyak dengan menggunakan silica gel pada suhu
180 oC.
C, mg/liter 2,34 14,65 41,03 88,62 177,69 268,97
X/M, mg/g 0,208 0,618 1,075 1,500 2,080 2,880
Tentukan harga konstanta a dan n.
Penyelesaian:
ln C ln X/M
C, mg/lt X/M, mg/g xy x2 y2
(x) (y)
2,340 0,208 0,8502 -1,5702 -1,3349 0,7228 2,4656
14,650 0,618 2,6844 -0,4813 -1,2919 7,2062 0,2316
41,030 1,075 3,7143 0,0723 0,2686 13,7961 0,0052
88,620 1,500 4,4844 0,4055 1,8183 20,1095 0,1644
177,690 2,080 5,1800 0,7324 3,7937 26,8328 0,5364
268,970 2,880 5,5946 1,0578 5,9179 31,2995 1,1189
1.50
1.00
y = 0.5382x - 1.9829
0.50
Y = ln X/M
0.00
-0.50
-1.00
-1.50
-2.00
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00
X = ln C
Contoh 8-2:
Berikut adalah data empiris yang diperoleh dari hasil adsorpsi CO dalam gas alam
dengan menggunakan 10 g wood charcoal pada 0 oC. Tekanan dalam mmHg dan
X adalah volume gas dalam cc yang diukur pada kondisi standard.
P, mmHg 73 180 309 540 882
X, cc 37,5 82,5 125,1 190,5 261,5
Tentukan harga konstanta empiris k dan n
Penyelesaian:
Jumlah adsorben yang digunakan 10,0 gram
ln p ln X/M
p, mmHg X, cc X/M, cc/g xy x2 y2
(x) (y)
73,00 37,50 3,750 4,290 1,322 5,671 18,408 1,747
180,00 82,50 8,250 5,193 2,110 10,958 26,967 4,453
309,00 125,50 12,550 5,733 2,530 14,504 32,871 6,399
540,00 190,50 19,050 6,292 2,947 18,542 39,584 8,685
882,00 261,50 26,150 6,782 3,264 22,136 45,998 10,653
3.50
3.00
y = 0.7816x - 1.988
2.50
Y = ln X/M
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
4.00 4.50 5.00 5.50 6.00 6.50 7.00
X = ln p
Contoh 8-3:
Berikut adalah data empiris yang diperoleh dari hasil adsorpsi aromatic
hydrocarbon di dalam fraksi minyak dengan menggunakan 50 gram silica gel pada
suhu 95 oC.
C, mg/liter 9,40 58,70 164,10 314,50 677,60 975,80
X, mg 103,30 250,60 425,39 610,38 761,44 928,72
Tentukan harga konstanta a dan n.
Penyelesaian:
ln C ln X/M
C, mg/lt X, mg X/M, mg/g xy x2 y2
(x) (y)
9,40 103,30 2,066 2,241 0,726 1,626 5,021 0,527
58,70 250,60 5,012 4,072 1,612 6,564 16,585 2,598
164,10 425,39 8,508 5,100 2,141 10,920 26,015 4,584
314,50 610,38 12,208 5,751 2,502 14,389 33,074 6,260
677,60 761,44 15,229 6,519 2,723 17,751 42,492 7,416
975,80 928,72 18,574 6,883 2,922 20,111 47,379 8,537
3.50
3.00
y = 0.4743x - 0.3123
2.50
Y = ln X/M
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00
X = ln C
Contoh 8-4:
Berikut adalah data empiris yang diperoleh dari hasil adsorpsi aromatic
hydrocarbon di dalam fraksi minyak dengan menggunakan 50 gram silica gel pada
suhu 95 oC.
C, mg/liter 9,40 58,70 164,10 314,50 677,60 975,80
X, mg 91,89 191,20 288,45 374,18 508,65 588,54
Tentukan harga konstanta a dan n.
Penyelesaian:
ln C ln X/M
C, mg/lt X, mg X/M, mg/g xy x2 y2
(x) (y)
9,40 91,89 1,838 2,241 0,609 1,364 5,021 0,370
58,70 191,20 3,824 4,072 1,341 5,462 16,585 1,799
164,10 288,45 5,769 5,100 1,752 8,939 26,015 3,071
314,50 374,18 7,484 5,751 2,013 11,575 33,074 4,051
677,60 508,65 10,173 6,519 2,320 15,121 42,492 5,381
975,80 588,54 11,771 6,883 2,466 16,972 47,379 6,079
3.00
2.50
y = 0.4x - 0.2877
2.00
Y = ln X/M
1.50
1.00
0.50
0.00
2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00
X = ln C
BAB 9
KRISTALISASI
1. U M U M
Kristalisasi dapat dinyatakan sebagai proses pemisahan komponen-komponen
dalam suatu campuran melalui solidifikasi (yaitu mengubah salah satu kompenen
berbentuk padat). Kristalisasi dapat dilakukan dengan dua cara, yakni dengan
pengkristalan larutan (solution crystallization) dan dengan pengkristalan dari
bentuk lelehan (melt crystallization). Perbedaan antara kedua cara tersebut tidak
begitu tegas sehingga banyak orang yang mencampur-adukkan kedua istilah ini.
Melt crystallization telah didefinisikan sebagai pemisahan komponen dari suatu
campuran biner tanpa penambahan solvent, tetapi definisi ini sifatnya agak
terbatas. Sedangkan yang dimaksud dengan solution crystallization yaitu
kristalisasi yang dilakukan dengan penambahan solvent ke dalam campuran, dan
larutan kemudian didinginkan secara langsung atau tidak langsung dan/atau
solvent diuapkan untuk pembentukan kristal. Fase padat biasanya dibentuk dan
dipertahankan pada temperatur sedikit dibawah titik beku komponen murni. Pada
melt crystallization tidak ada solvent yang ditambahkan ke dalam lelehan, dan
fase padat terbentuk secara langsung atau tak langsung dengan mendinginkan
lelehan. Suhu operasinya biasanya dijaga sedikit diatas titik beku komponen
murni.
2. STRUKTUR KRISTAL
Zat dalam keadaan padat umumnya terdiri dari suatu susunan atom, molekul, atau
ion-ion yang teratur. Suatu bentuk geometric dari zat tertentu yang disebut kristal
berbeda dengan zat lain. Konfigurasi partikel berkembang pada seluruh arah
melalui kristal disebut sebagai space lattic (kisi-kisi permukaan). Bagian terkecil
dari space lattic yang menunjukkan pola untuk seluruh kisi-kisi disebut unit cell.
Unit cell ini dapat dinyatakan sebagai unit structur yang apabila diulang secara
tidak menentu disebut sebagai kristal. Jumlah tetangga terdekat suatu partikel di
dalam sebuah kisi kristal disebut sebagai jumlah koordinasinya. Beberapa prinsip
dasar dan sering dijumpai dalam membahas struktur kristal akan dipelajari di sini.
Untuk membantu dalam penjelasan, bola-bola styreofoam akan digunakan untuk
menggambarkan atom-atom kristal.
Unit Cell adalah volume terkecil yang berulang dalam kristal. Sebagai contoh
misalnya, untuk kristal kubik konstanta kisi (a) sama dalam ketiga arah koordinat,
perhatikan Gambar (9-1).
Bahan tertentu mulai membentuk kristal ketika bahan tersebut membeku atau
mencapai titik jenuh kelarutannya. Dengan pengertian ini dimaksudkan bahwa
atom-atom mengatur diri secara teratur dan berulang dalam pola tiga dimensi,
struktur semacam ini disebut kristal.
Selain ikatan antar atom, yang tidak kalah pentingnya dalam mebahas masalah
kristal adalah menelaah pola susunan atom. Hal ini cukup sederhana untuk bahan
padat kristalin karena terdapat sel satuan berulang dalam tiga dimensi. Setiap sel
satuan memiliki karakteristik geometrik seluruh kristal. Dalam pembahasan ini
akan dibahas secara khusus pengaturan atom dalam struktur yang sederhana dan
menelaahnya dari segi perhitungan berat jenis.
Satu hal penting yang berbeda antara jenis-jenis struktur kristal adalah efisiensi
kemasan dalam susunan tertentu. Jumlah kedudukan atau ruang yang terisi
sebagai partikel terhadap ruang kosong dihitung sebagai efisiensi kemasan.
Volume yang diduduki dapat dihitung dengan menghitung volume bola-bola yang
ada untuk menunjukkan volume kemasan atom. Total volume, adalah jumlah
volume seluruh bola dan volume ruang kosong, ditentukan dengan menghitung
volume unit cell. Ruang kosong adalah perbedaan antara total volume dan volume
yang diduduki oleh seluruh bola. Perlu diingat bahwa unit cell hanya menuju ke
pusat atom-atom yang terdiri dari sudut masing-masing unit cell.
Ruang kosong dapat memainkan suatu bagian penting dalam menentukan sifat-
sifat zat. Sebagai contoh misalnya, atom-atom karbon yang secara intensif
menyisip kedalam beberapa ruang kosong pada struktur body-centered cubic (bcc)
besi, yang hasilnya akan memadatkan dan mengeraskan besi yang disebut sebagai
besi baja.
Perlu diketahui bahwa lapisan A, B, dan C adalah gabungan dari bola-bola yang
identik. Dalam ccp, lapisan B berada di atas satu set lobang-lobang pada lapisan
A, dan lapisan C diatas satu set lobang-lobang yang berbeda pada lapisan A. Unit
cells susunan hcp dan ccp ditunjukkan dan diilustrasikan secara grafik bahwa ccp
adalah struktur yang terdahulu disebut face-centered cubic (fcc). Gambaran
seperti ini memungkinkan untuk menyusun struktur hcp untuk mendapatkan
struktur ccp.
Kristal trigonal adalah kristal yang ketiga sumbunya sama panjang, ketiga
sumbunya sama besar tetapi tidak sama dengan 90o.
Kristal tetragonal adalah kristal yang salah satu sumbunya panjangnya tidak sama
dengan panjang dua sumbu lainnya, sedangkan ketiga sudutnya besarnya sama
yaitu 90o.
Kristal hexagonal adalah kristal yang salah satu sumbunya panjangnya tidak
sama dengan panjang dua sumbu lainnya, sedangkan salah satu sudutnya besarnya
120o dan dua lainnya sama besar yaitu 90o.
Kristal orthorhombic adalah kristal yang ketiga sumbunya tidak sama panjangnya,
sedangkan ketiga sudutnya sama besar yaitu 90o.
Kristal monoclinic adalah kristal yang ketiga sumbunya tidak sama panjangnya,
sedangkan salah satu sudutnya besarnya tidak sama dengan dua sudut lainnya
(kedua sudutnya masing-masing besarnya 90o).
Kristal triclinic adalah kristal yang ketiga sumbunya panjangnya tidak sama, dan
ketiga sudutnyapun tidak sama besar. Istilah "crystal habit" (sifat/adat kebiasaan
kristal) digunakan untuk perkembangan relatif dari jenis permukaan yang berbeda.
Sebagai contoh sodium chloride (NaCl) mengkristal dari larutan berair hanya
dengan permukaan yang berbentuk kubus. Disamping itu, jika sodium chloride
dikristalkan dari suatu larutan berair yang mengandung sedikit urea, maka kristal
yang dihasilkan permukaannya akan berbentuk octahedral. Kedua kristal tersebut
termasuk sistem kubus tetapi berbeda sifatnya.
Sesuai dengan bentuk kisi-kisinya, secara rinci kristal dapat dibedakan dalam
empat belas maca seperti yang terlihat dalam Gambar (9-6).
3. KESETIMBANGAN FASE
Kesetimbangan fase solid-liquid adalah merupakan dasar untuk membahas
metoda kristalisasi. Gambar (9-7) dan (9-8) berturut-turut menunjukkan diagram
kesetimbangan untuk binary solid solution system dan eutectic system. Dalam hal
binary solid-solution system seperti yang diilustrasikan dalam Gambar (9-7), fase
solid dan liquid mengandung kedua komponen dalam keadaan kesetimbangan.
Sifat seperti ini menyebabkan kesulitan dalam pemisahannya karena memerlukan
pemisahan bertingkat (multi stage). Pada prinsipnya, produk dengan kemurnian
yang tinggi dapat dicapai karena tidak ada eutectic.
Jika impurities atau minor component dapat larut secara sempurna atau sebagian
dalam fase solid atau komponen yang dimurnikan, maka untuk menentukan
koefisien distribusi "k" dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:
Cs
k=
Cl
4. PROGRESSIVE FREEZING
Progressive freezing, kadang-kadang disebut normal freezing, adalah solidifikasi
lambat suatu lelehan. Pada dasarnya kristalisasi seperti ini meliputi solidifikasi
lambat pada bagian dasar bejana atau tube yang mendapatkan pendinginan secara
langsung.
Impurities dipisahkan pada fase cair dengan melalui interface padatan. Teknik ini
dapat dilakukan terhadap consetrat impurities atau dengan solidifikasi berulang
dan pemisahan cairan untuk mendapatkan produk dengan tingkat kemurnian
tinggi. Gambar (9-9) mengilustrasikan peralatan progressive freezing. Laju
solidifikasi dan posisi interface dikendalikan oleh laju gerakan tube dan suhu
media pendingin. Bagian cairan residu dapat diagitasi dan arah pembekuan dapat
dilakukan secara vertical atau horizontal. Biasanya ada suatu redistribusi solute
ketika campuran komponen dibekukan secara langsung.
Ketika koefisien distribusi kurang dari 1, maka padatan yang mengkristal
mengandung sedikit solute disbanding cairan yang terbentuk. Sebagaimana fraksi
yang membeku meningkat, maka konsentrasi impurities di dalam cairan yang
tertinggal meningkat, dan oleh karena itu fase padat meningkat (for k < 1).
Gradien konsentrasi berbalik untuk k > 1. Dengen demikian, dengan tidak adanya
difusi pada fase padat maka gradient konsentrasi ditetapkan pada bagian yang
beku. Suatu yang menyolok dari progressive freezing adalah equilibrium freezing
(pembekuan dalam keadaan setimbang). Dalam hal ini laju pembekuan harus
diatur cukup pelan untuk memungkinkan berlangsungnya difusi dalam fase padat
untuk menghindari terjadinya gradient konsentrasi. Ketika hal ini terjadi, maka
tidak akan terjadi pemisahan jika seluruh tube tersolidifikasi. Pemisahan akan
dapat dicapai , namun dengan menghentikan pembekuan sebelum seluruh cairan
tersolidifikasi.
Jika fase cair bercampur dengan baik dan tidak ada difussi yang terjadi di dalam
fase padat maka suatu pernyataan sederhana yang berkaitan dengan komposisi
fase padat terhadap fraksi yang membeku dapat diperoleh untuk kasus dimana
koefisien distribusi tidak tergantung komposisi dan fraksi yang membeku.
5. METODA KRISTALISASI
Banyak metoda yang dapat digunakan dalam proses kristalisasi, pada dasarnya
pengelompokannya menurut metoda supersaturation (kelewat jenuhan) yang
diterapkan. Supersaturation yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Metoda pertama dapat digunakan hanya untuk zat-zat yang mempunyai kurva
kelarutan menurun tajam dengan menurunnya suhu. Secara umum kristalisasi
dengan cara ini banyak diterapkan untuk kebanyakan zat. Supersaturation dengan
penguapan solvent banyak diterapkan untuk pengkristalan garam, yang mana
kurva kelarutannya mendatar dan tidak mungkin dikristalkan dengan cara
pendinginan. Metoda ketiga yang disebut supersaturation dengan pendinginan
adiabatis yaitu pengkristalan dengan penguapan tetapi tetap dengan pendinginan.
Penguapan dapat terjadi karena tekanan didalam bejana dibuat vakum. Jika
larutan panas dimasukkan ke dalam bejana vakum dimana tekanannya lebih kecil
dari tekanan uap solvent pada suhu larutan, maka solvent akan menguap.
Gabungan antara pendinginan dan penguapan memungkinkan menghasilkan
supersaturation sebagaimana yang dikehendaki.
Metoda terakhir (salting out) tidak banyak digunakan, penerapan metoda ini
dijumpai dalam penguapan larutan soda elektrolitik dan penguapan glyserin. Hal
ini menunjukkan bahwa caustic soda atau glyserin dalam konsentrasi tinggi akan
menurunkan kelarutan solut sehingga konsentrasi komponen-komponen yang
dapat larut sangat tinggi, sedangkan kelarutan komponen-komponen yang lebih
sukar larut (misalnya NaCl) turun hingga mencapai titik dimana ia mulai
mengkristal.
BAB 10
CRACKING
1. U M U M
Didalam industri perminyakaan istilah cracking diartikan memecah senyawa
hidrokarbon yang rantai molekulnya besar menjadi senyawa hidrokarbon yang
rantai molekulnya kecil.
Produk yang dihasilkan dalam proses cracking tergantung pada stabilitas
dinamika panasnya dan laju reaksi yang terjadi. Faktor-faktor tersebut tergantung
pada suhu dan tekanan. Tiga macam proses cracking yang banyak diterapkan
adalah thermal cracking, catalytic cracking, dan hydrocracking.
2. THERMAL CRACKING
Minyak bila dipanaskan pada suhu dan tekanan yang cukup tinggi akan
mengalami perubahan struktur kimianya. Pada umumnya senyawa hidrokarbon
jika dipanasi akan mengalami perengkahan (cracking). Didalam peristiwa
perengkahan rantai molekul hidrokarbon yang panjang akan pecah menjadi dua
atau lebih rantai-rantai molekul hidrokarbon yang lebih pendek. Proses cracking
yang hanya dilakukan dengan panas saja disebut "Thermal Cracking", sedangkan
yang menggunakan katalisator untuk mempercepat laju reaksi disebut "Catalytic
Cracking".
Untuk merengkah minyak berat dengan cara thermal suhunya berkisar antara 450
- 730oC dan tekanan sekitar 70 atm. Reaksi yang terjadi dalam proses cracking
untuk mengkonversikan fraksi berat menjadi gasoline kemungkinannya adalah
seperti berikut:
a). Dehidrogenasi
b). Isomerisasi
c). Polimerisasi
Aromatik adalah senyawa hidrokarbon yang paling sulit direngkah. Oleh karena
itu dapat disimpulkan bahwa semakin kecil hidrogen/karbon (H/C) ratio semakin
sulit untuk direngkah. Pembentukan coke selama thermal cracking merupakan
hasil dari degradasi molekul-molekul berat yang berkelanjutan. Olefin yang
terbentuk cenderung berpolimerisasi dan jika polimer tersebut terengkah dan
berpolimerisasi kembali maka kandungan hidrogen akan terus menurun, dan
akhirnya akan membentuk coke. Demikian pula senyawa-senyawa aromat dapat
membentuk polisiklik yang akhirnya akan membentuk coke. Beberapa reaksi
kondensasi dengan senyawa siklis juga dapat terjadi. Kemudian senyawa tersebut
terkonversi menjadi tar yang mempunyai berat molekul tinggi dan coke yang
mempunyai H/C ratio sangat rendah.
Hasil cracking sangat tergantung pada temperatur, tekanan, dan jenis bahan
bakunya. Dekomposisi akan meningkat secara cepat jika suhu operasi naik.
Pengaruh tekanan pada thermal cracking menentukan fase reaksi yang ditetepkan.
Sebagai contoh pada tekanan rendah sekitar 1 - 100 psig dan suhu lebih tinggi dari
1000oF dipilih sebagai kondisi operasi dalam fase gas, sedangkan pada tekanan
200 - 1000 psig dan suhu lebih rendah dari 900oF dipilih sebagai kondisi operasi
dalam fase campuran atau cair.
1 100
K = ln
t 100 - X
dimana:
K = konstanta laju reaksi order satu, 1/sec
t= residence time, sec (berdasarkan volume feed cairan dan volume dari
reaction section)
X = persentase feed yang terkonversi menjadi komponen yang mempunyai beda
jumlah karbon atau menjadi senyawa jenuh.
d ( ln K) Q
=
dt R T2
dimana:
T = suhu perengkahan, oK
Q = panas aktivasi, cal
R = konstanta gas, 1,987 cal/gmol. oK
Q
d ( ln K) = dt
R T2
Q
ln K = + C
RT
dimana: C = konstanta
Berdasarkan hubungan garis lurus (linear), untuk perengkahan gasoil
menggunakan harga
Q = 53.400 cal
C = 28,8
Laju reaksi berlipat dua kali untuk setiap kenaikan 12oC pada suhu antara 370 -
425oC. Pada suhu 600oC kelipatannya terjadi pada setiap kenaikan 17oC.
Biasanya feed stock yang lebih berat akan lebih mudah direngkah dan gasoline
yang dihasilkan lebih banyak untuk periode waktu yang sama. Untuk operasi
komersial, suhu yang lebih tinggi biasanya diterapkan jika feed stocknya berupa
hidrokarbon ringan. Oleh karena waktu yang diperlukan berkurang, namun
demikian konversi ke gasoline pada suhu tertentu dapat menaikkan waktu reaksi.
Karena ada kemungkinan terjadinya reaksi samping seperti kondensasi dan
polimerisasi yang dapat menurunkan hasil gasoline. Untuk menghindari terjadinya
reaksi-reaksi demikian dapat dilakukan dengan mensirkulasikan kembali gasoil
yang belum terkonversi. Dalam praktek hasil gasoline per pass dijaga pada
konversi 40% dengan maksud untuk mengurangi terjadinya reaksi-reaksi
sampingan yang tidak dikehendaki. Naiknya konversi per pass dapat
menimbulkan:
• Jumlah gasoline yang dihasilkan berkurang
• Angka oktan gasoline lebih tinggi
• Tendensi terbentuknya coke naik
• Produksi gas meningkat
• Daya penguapan (volatility) gasoline meningkat
2.2. Visbreaking
Istilah visbreaking sesungguhnya berasal dari singkatan viscosity breaking.
Visbreaking adalah operasi perengkahan ringan dimana reduced crude (apakah
dari distilasi atmosferik atau vacuum) dikonversi melalui thermal cracking
menjadi middle distillates dan heavy fuel oil yang stabil, perhatikan gambar (10-
2) dan (10-3).
Rentang suhu untuk operasi visbreaking berkisar antara 850 - 900oF dan
tekanannya 200 - 500 psig. Produk meninggalkan heater kemudian didinginkan
secara mendadak (quenching) dengan maksud untuk mencegah terjadinya
perengkahan yang berkelanjutan, perhatikan gambar (10-4). Quench stream dapat
berupa make-up gasoil atau gasoil hasil dari proses itu sendiri. Reaksi visbreaking
adalah dalam fase cair dan produk utamanya adalah fuel oil meskipun gas,
gasoline, dan gasoil juga dihasilkan.
Gas dan gasoline yang dihasilkan biasanya tidak akan lebih dari 10%, demikian
pula light distillate yang dihasilkan juga tidak akan lebih dari 10%.
2.3. Coking
Operasi coking menggunakan prinsip-prinsip dasar yang sama seperti visbreaking,
yaitu reduced crude dikonversikan secara sempurna menjadi
komponen-komponen ringan dan berat, perhatikan gambar (10-5).
Component Yield, %
Gas 5 wt
Gasoline 20 vol
Gasoil 60 - 70 vol
Coke 10 - 15 wt
Kelebihan coking dibanding visbreaking adalah bahwa hasil yang berupa distillate
lebih banyak pada jenis feed yang sama. Gasoil dan distillate yang dihasilkan
biasanya diperbanyak dengan menggunakan tekanan menengah. Pada tekanan
tinggi akan menghasilkan gas dan coke yang lebih banyak, dan produk cairnya
lebih banyak ke gasoline component.
Demikian juga pengaruh suhu, semakin tinggi suhu operasi akan semakin banyak
produk berupa gas dan gasoline sedangkan gasoil menurun. Angka oktan gasoilne
naik secara linear dengan kenaikan suhu. Sebagai contoh pada suhu 930oF angka
oktan yang dicapai 72 dan pada suhu 1050oF angka oktan 87.
Coke dihasilkan dari proses ini dapat digunakan sebagai bahan keperluan
pembuatan berbagai bahan kimia dan metalurgical coke.
Proses coking dapat dikatagorikan menjadi dua yaitu "Delayed Coking" dan
"Fluid Coking".
Didalam coke drum cairan terpisah dari uapnya, dan coke terbentuk ketika ia
lepas dari cairannya dan mengendap. Uap yang terpisah meninggalkan coke drum
dan memasuki fractionator tower. Sementara itu coke terus terbentuk dan setelah
mencapai level tertentu maka aliran masuk ke coke drum dihentikan.
Untuk mengeluarkan coke dari drum dapat dilakukan dengan menggunakan
high-pressure water-jet system. Namun ada juga beberapa refinery yang
menggunakan cara mekanik misalnya drilling shaft.
Sebuah coke drum biasanya beroperasi selama 24 jam untuk mencapai drum
penuh coke. Demikian pula untuk keperluan cleaning dibutuhkan waktu sekitar 24
jam juga.
perhatian operasi ini adalah pada fluidized bed panas yang berupa
partikel-partikel coke yang sangat halus dari hasil proses itu sendiri.
Gambar (10-7) menunjukkan aliran proses fluid coking, residue diumpankan
dalam bentuk spray (pancaran) ke dalam reactor dan langsung kontak dengan
fluidized bed panas. Reaksi coking terjadi dalam waktu yang sangat singkat dan
pada suhu yang lebih tinggi dibanding dengan cara delayed coking. Karena
kondisi tersebut maka coke yang dihasilkan lebih sedikit, tetapi jumlah
komponen-komonen hidrokarbon ringan lebih banyak.
Partikel-partikel coke yang sangat halus terus mengalir diantara dua vessel (yaitu
burner dan reactor). Sebagian dari coke yang disirkulasikan dibakar didalam
burner untuk membangkitkan panas yang diperlukan untuk penguapan dan
cracking. Partikel coke panas tersebut bertemu dengan feed (residu) didalam
reactor dan terjadilah coking.
Ukuran partikel coke dijaga berkisar antara 75 - 150 μ, dimana pada ukuran
tersbut fluiditasnya didalam reactor dapat dijamin. Pada bagian dasar reactor
Cat. Cracking
Fluid bed, Synthetic Aluminum silicate
Fluid bed, Natural Processed clay
Moving bed, Synthetic Durabeads
Moving bed, Natural Processed clay
Cat. Reforming
Replacement Platinum on alumina
New Platinum on alumina
Hydrotreating Metal oxides (Co, Ni) on alumina or alumina silica
Alkylation
Sulfuric Sulfuric acid
Hydrofluoric Hydrofluoric acid
Polymerization Phosporic acid on an inert support
Katalis yang tersedia di pasaran dalam berbagai bentuk yang dibuat apakah secara
alami atau sintetis. Pemilihan katalis tergantung pada operasi dan target kwalitas
produk. Sebagai contoh misalnya, gasoline yang dihasilkan dari operasi ini
biasanya mempunyai angka oktan 95 dan yield-nya berkisar antara 40 - 65%.
Persiapan feed biasanya dilakukan untuk menghilangkan aspal dan garam-garam
berat. Untuk menghilangkan impurities semacam ini dapat dilakukan melalui
beberapa operasi diantaranya termasuk propane deaspalting, coking, furfural
extracting, thermal cracking dan hydrodesulfurization. Vacuum distillation dan
visbreaking juga dapat digunakan sebagai langkah persiapan penyediaan feed.
Variabel proses yang selalu dikendalikan ialah tekanan, suhu, catalyst-to-oil ratio,
dan space velocity (yaitu volume atau berat minyak yang diumpankan per jam per
volume atau berat katalis di dalam reaction section). Pengendalian
variabel-variabel tersebut membantu untuk mendapatkan distribusi yang
digunakan. Oleh karena untuk menaikkan konversi dapat dilakukan dengan
menaikkan tekanan, suhu, catalyst-to-oil ratio, dan menurunkan space velocity.
Beberapa keuntungan catalytic cracking dibanding dengan thermal cracking
adalah:
• Selektivitas dalam operasi cracking lebih baik karena bahan-bahan
lightend-nya sedikit.
• Isomerisasi olefin dapat lebih ditingkatkan
• Penjenuhan ikatan rangkap lebih terkendali
• Produk diolefin lebih sedikit
• Produk aromtiknya lebih baik
• Kemampuan mentolerir kadar sulfur meningkat
• Katalis yang tersedia umurnya lebih panjang sehingga kwalitas produk tidak
berubah dengan lamanya waktu pemakaian katalis.
Gambar (10-9) dan (10-10) menunjukkan reactor dan fractionator yang pada
dasarnya banyak digunakan dalam proses ini.
Alasan yang mendasar mengapa catalytic cracking dipakai secara luas, karena
gasoline dengan angka oktan tinggi dapat dihasilkan lebih banyak. Dan juga gas
yang dihasilkan terutama terdiri dari propane dan butane sebagaimana yang
dikehendaki, dengan sedikit methane dan ethane. Disamping itu terbentuknya
heavy oil dan tar sedikit sekali. Waktu kontak untuk proses berkisar antara 20
detik hingga 10 menit. Operasinya biasanya dilakukan dalam fase gas.
Selama operasi catalytic cracking, hidrokarbon yang kurang reaktif adalah aromat,
dan yang lebih reaktif adalah olefin. Oleh karena itu reaksi cracking yang lebih
prevalent untuk paraffin adalah pembelahan ikatan antara carbon-carbon menjadi
paraffin pendek dan olefin. Pada thermal cracking, pemecahan rantai terjadi
secara acak, sedangkan dalam catalytic cracking pemecahan terjadi pada lokasi
tertentu. Paraffin cenderung terengkah disekitar pusat molekul. Rantai yang
panjang akan terengkah di beberapa tempat secara serempak. Pada thermal
tinggi dari apa yang terbentuk dalam thermal cracking. Reaksi olefin tertentu
adalah polimerisasi dan kondensasi yang menghasilkan molekul-molekul aromat.
Naphthene lebih mudah terengkah secara catalytic dari pada paraffin, tetapi tidak
secepat olefin. Aromat umumnya susah direngkah, benzene adalah senyawa yang
sangat sulit direngkah, sedangkan naphthalene, anthracene, dan senyawa-senyawa
sejenis yang lain dapat terengkah tetapi pada kecepatan yang sangat rendah,
disamping itu kecenderungan terbentuknya coke cukup tinggi.
Alkyl benzene dengan gugus alkyl C2 atau yang lebih besar akan terengkah
membentuk benzene dan olefin. Methyl benzene kurang reaktif dibanding alkyl
benzene yang lain. Hidrogen yang biasanya terbentuk dalam catalytic cracking
adalah hasil dari proses dehidrogenasi dari beberapa molekul. Beberapa molekul
lainnya juga ada yang terkonversi menjadi coke atau senyawa-senyawa yang
mempunyai berat molekul tinggi melalui reaksi kondensasi.
Pada thermal cracking, mekanisme reaksinya melalui rantai radikal bebas,
sedangkan pada catalytic cracking melalui pembentukan ion-ion carbonium.
Katalis digunakan untuk mempercepat reaksi, sedangkan bahan yang disebut
inhibitor digunakan untuk memperlambat reaksi-reaksi yang tidak diinginkan.
Katalis bekerja melalui salah satu dari dua mekanisme sebagai berikut:
1). Penambahan sebuah proton ke olefin atau aromatik seperti yang ditunjukkan
dalam reaksi reversible berikut
atau
CH3-CH=CH2 + H+ → CH3-C+H-CH3
CH3-CH=CH2 + H+ → (C3H7+)
2). Pelepasan ion hidrida (H-) dari hidrokarbon jenuh oleh acidic catalyst
3). Pelepasan ion hidrida (H-) dari hidrokarbon jenuh oleh ion carbonium yang
lain
Ion carbonium sangat reaktif dan dapat melakukan berbagai reaksi seperti berikut:
1). Pertukaran ion hidrida dengan paraffin dan naphthene membuatnya lebih
reaktif
C+H2-CH2-CH2-CH2-R → CH3-C+H-CH2-CH2-R
4). Memecah rantai dan membentuk ion carbonium yang lebih pendek
Ion-ion methyl carbonium adalah kurang stabil, sedangkan jenis tertiary adalah
yang paling stabil.
Aktivitas katalis sangat berhubungan dengan jumlah active acid site per satuan
katalis, disamping itu juga acidic strength. Kebanyakan katalis adalah berupa
campuran oksida logam seperti silicon oxide dan aluminum oxide (SiO2 - Al2O3),
silicon oxide dan magnesium oxide (SiO2 - MgO2).
Crystalline alumino silicate, atau zeolite telah digunakan secara luas pada
beberapa tahun yang silam. Setelah itu synthetic catalyst dikembangkan secara
luas karena kebutuhan yang semakin meningkat disamping keanekaragamannya
juga semakin banyak. Houdry Corporation membuat katalis jenis sinthetic dengan
komposisi 87% SiO2 dan 13% Al2O3.
Konstanta kecepatan reaksi untuk persamaan orde satu seperti halnya pada
thermal cracking dinyatakan seperti berikut:
1 100
K = ln
t 100 - X
Katalis akan mempercepat laju reaksi dan memperbesar konversi seperti terlihat
pada tabel (10-2) dan (10-3).
Deposisi karbon atau coke pada katalis adalah fungsi residence time.
C = K. θ n
OPERASI FEED
Thermal reforming Naphtha
Thermal cracking Gasoil
Reduced crude
Decant oil
Furfural extract
Coke gas
Vacuum gasoil
Visbreaking Reduced crude
Vacuum bottom
Coking, ultimate Gasoil
Reduced crude
Coking, partial recycle Reduced crude
Coking, low pressure Reduced crude
Vacuum bottom
Coking, needle Decant oil
Thermal tar
Pyrolysis tar
Furfural extract
Catalytic cracking Light and heavy gasoil
Raw oil
Berbagai jenis feed yang digunakan pada berbagai operasi kilang tertentu
ditunjukkan dalam tabel (10-4). Berbagai macam proses catalytic cracking yang
banyak digunakan secara luas diantaranya adalah:
Feed memasuki proses dipanaskan didalam heater hingga seluruhnya menjadi uap
pada suhu 800oF, kemudian didalam separator dipisahkan residu-nya. Sebagai
heat transfer medium adalah lelehan garam. Feed yang telah menjadi uap
Sebuah thermofor kiln telah dikembangkan oleh Socony Vacuum Oil Company
untuk meregenerasi katalis. Regenerasi katalis dilakukan dengan menggunakan
thermo kiln semacam ini, oleh karena itu proses cracking ini disebut Thermofor
Catalytic Cracking (TCC) sebagaimana ditunjukkan dalam gambar (10-12).
Dalam proses ini katalis yang berbentuk pellet bergerak secara gravitasi dari
hopper ke reactor yang beroperasi pada tekanan sekitar 10 psig dan suhu antara
850 - 925oF. Katalis yang sudah menurun keaktifannya (spent catalyst) dari
reactor dengan menggunakan elevator dikirim ke regenerator kiln. Didalam kiln
tersebut coke dibakar dengan menginjeksikan udara panas.
Feed sebelum memasuki reactor dipanaskan didalam pemanas dan keluar sebagai
uap yang kemudian kontak dengan katalis didalam reactor. Hasil perengkahan
dari reactor selanjutnya dipisahkan fraksi-fraksinya didalam fractionator.
Ada dua hal yang membatasi TCC process jenis ini, yakni:
Katalis yang akan diregenerasi diangkat keatas oleh udara yang diinjeksikan dari
bagian dasar regenerator, perhatikan dalam gambar (10-13) . Setelah katalis
sampai di surge separator, katalis terpisah dari udara yang membawanya dan jatuh
• Lebih stabil
• Mampu menahan suhu tinggi
• Struktur kristalnya menunjang pengembangan reaksi
• Cracking activity-nya tinggi
• Waktu kontak cracking yang diperlukan relative singkat.
Dengan demikian secara umum waktu kontak banyak berkurang dan reaksi
cracking sangat efisien. Adanya kemungkinan additive yang ditambahkan sebagai
pasivator di dalam feed, sebagaimana kebanyakan additive tersebut mengandung
metal-metal seperti nickel, vanadium dan iron, maka metal-metal tersebut dapat
meracuni katalis.
Pasivator menurunkan pengaruh katalis akibat keracunan. Demikian pula
minyak-minyak berat yang akan direngkah dengan cara ini sebelumnya harus
diberikan perlakuan (treatment) terlebih dahulu. Karena di dalam minyak berat
banyak terkandung logam-logam berat.
Pada dasarnya sebuah fluid catalytic cracking process terdiri dari tiga bagian
penting yakni reactor, stripper dan regenerator. Feed memasuki reactor melalui
bagian dasar sebuah vertical reactor riser, perhatikan gambar (10-15). Katalis
panas menguapkan feed, dan uap yang terbentuk membawa serta serbuk-serbuk
katalis naik menuju reactor vessel. Keadaan fluidisasinya tergantung pada ukuran
partikel, densitas partikel, kecepatan dan densitas uap. Reaksi cracking sudah
dimuali sejak di dalam reactor riser dan seterusnya sampai di dalam fluidized bed
reactor. Hasil perengkahan selanjutnya dikirim ke fractionator untuk dipisahkan
fraksi-fraksinya.
Spent catalyst meninggalkan reactor secara terus menerus melalui sebuah pipa
yang kemudian didorong oleh steam menuju ke stripper. Steam yang mendorong
katalis tersebut juga sekaligus membebaskan sisa-sisa hidrokarbon yang ada di
permukaan katalis, dan uap hidrokarbon yang telah lepas dari stripper bergabung
dengan produk rengkahan yang keluar dari bagian puncak reactor. Katalis dari
stripper turun menuju regenerator, di dalam regenerator katalis bertemu dengan
udara panas yang dimasukkan dari bagian bawah regenerator. Udara panas ini
akan membakar deposit hidrokarbon yang ada di permukaan katalis.
memasuki reactor bertemu dengan umpan yang masuk dan bersama-sama menuju
ke reactor.
Di dalam reactor terjadi reaksi exothermis yang akan menaikkan suhu katalis dari
100oF menjadi sekitar 1.100oF. Panas yang dilepas di dalam regenerator
memanasi katalis yang selanjutnya untuk menguapkan feed dan untuk reaksi di
dalam reactor.
Produk dari catalytic cracking selanjutnya menuju ke kolom fraksinasi untuk
dipisahkan fraksi-fraksinya yang berupa gas, gasoline, light gasoil, heavy gasoil,
dan fuel oil. Panas yang terbawa oleh produk dari reactor dapat dimanfaatkan
untuk pemanasan awal feed sebelum memasuki reactor atau untuk keperluan
pemanasan yang lain.
Fuel gas sebelum meninggalkan regenerator terlebih dahulu dilewatkan cyclone
separator untuk menangkap serbuk katalis yang terikut agar tidak mencemari
udara atmosfir.
Kelebihan dari unit ini adalah ringkasnya peralatan sehingga tidak banyak
memakan tempat. Fresh feed atau gas oil memasuki reactor melalui reactor riser
yang ada di bagian dasar menara berupa cairan. Panas ditransfer dari katalis dan
menguapkan feed yang kemudian mendorong katalis menuju ke reaktor yang ada
dibagian puncak menara (diatas regenerator). Gabungan uap minyak dan katalis
meninggalkan regenerator dan menuju reactor dimana kecepatan menurun karena
luasnya reactor, dan kemudian katalis membentuk fluid bed yang padat. Uap
minyak mendorong catalyst bed tersebut dan menjaganya dalam keadaan tetap
Fresh feed bercampur dengan beberapa recycle cracked gasoil memasuki riser,
perhatian gambar (10-19). Kemudian feed tersebut bertemu dengan katalis
(regenerated catalyst) yang baru saja diregenerasi dari regenerator. Melalui riser
tersebut campuran feed dan katalis menuju ke separator yang berada di dalam
reactor zone untuk dipisahkan. Meskipun dipisahkan, namun masih ada beberapa
katalis yang terbawa oleh uap minyak.
mengembangkan proses ini yang dapat mengolah residu dengan baik. Beberapa
perusahaan seperti Gulf Oil, Arco dan UOP mempunyai lisensi proses ini untuk
mengolah heavy residue.
coke. Level katalis di dalam reactor dijaga tetap pada ketinggian yang diperlukan
untuk menjaga space velocity yang dikehendaki. Uap hidrokarbon meninggalkan
reaction zone menuju frctionator dan katalis yang terbawa dalam uap dipisahkan
dengan cyclone.
Di dalam Kellogg Orthoflow Unit, stripping section untuk katalis ditempatkan di
pusat reactor. Katalis yang telah diperlakukan dengan stripping dibawa ke
regenerator dan oleh udara panas deposit karbin yang ada dipermukaan katalis
dibakarnya, perhatikan gambar (10-22).
Beberapa model rancangan orthoflow telah dibuat, seperti model A dan model C
yaitu yang generatornya ditempatkan dibawah reactor, dan model B generatornya
diatas reactor. Walaupun demikian dalam semua hal catalyst stripping section
ditempatkan diantara reactor dan regenerator. Di dalam rancangan ini juga
memperhatikan prinsip-prinsip heat balance yang termasuk fresh feed dan recycle
feed cracking. Suhu operasi reactor antara 880 - 950oF pada tekanan antara 8 - 20
psig, sedangkan suhu regenerasi di dalam regenerator berkisar antara 1.050 -
1.200oF pada tekanan 15 - 30 psig, dan katalis-to-oil ratio berkisar antara 6-21 : 1
sementara space velocity 1-16 : 1.
Beberapa fluid catalytic cracking process yang lain telah banyak dikembangkan
misalnya: Flexicracking yang dikembangkan oleh Exxon Research and
Engineering, Ultra-Orthoflow yang dikembangkan oleh Kellogg, dan Shell two
stage catalytic cracking yang dikembangkan oleh Shell.
3.9. Hydrocracking
Catalytic cracking yang dilakukan sekaligus dengan hidrogenasi dikenal dengan
nama "hydrocracking". Hidrogen yang diberikan pada proses tersebut digunakan
untuk menjenuhkan olefin yang terbentuk dari cracking dan scepatnya
membentuk senyawa jenuh. Dengan demikian alkana yang dalam reaksi
hydrocracking akan membentuk alkana-alkana baru yang berat molekulnya lebih
rendah. Sebagai contoh octane dalam reaksi hidrocracking akan membentuk
propane dan pentane seperti berikut:
Paraffin dengan titik didih rendah mempunyai angka oktan tinggi, oleh karena itu
hydrocracking bertujuan untuk memperbaiki angka oktan. Tekanan operasi yang
diperlukan untuk proses ini cukup tinggi yaitu sekitar 1.400 - 2.100 psig.
Hidrogen yang diperlukan untuk proses ini kebanyakan berasal dari steam
reforming methane atau naphtha.
Heavy crude oil biasanya banyak mengandung sulfur, metal dan nitrogen.
Disamping itu umumnya viskositas, pour point dan densitasnya tinggi. Satu hal
lagi yang kurang menguntungkan adalah kandungan hidrogen-nya rendah.
Kandungan metal yang tinggi dapat menimbulkan kesulitan dalam operasi,
sedangkan kandungan sulfur dapat menimbulkan persoalan pencemaran
lingkungan. Oleh karena itu diperlukan unit tambahan yang digunakan untuk
perlakuan awal (pretreatment) sebelum diolah di unit utamanya.
Suatu proses khusus yang disebut "LC-Fining" telah dirancang untuk menangani
heavy crude, proses tersebut adalah hidrogenasi heavy crude, residue dan heavy
oil. Dengan lisensi dari CE Lummus Company, proses tersebut dirancang mampu
menghilangkan metal dan sulfur dalam heavy crude, reduced crude, vacuum
bottom, deasphalted bottom, tar, dsb. Proses tersebut didasarkan pada teknologi
yang dikembangkan pada tahun 1963 oleh Cities Service yang pertama kali untuk
residual hydrocracker yang berlokasi di Lake Charles, Lousiana.
Reactor semacam expanded-bed yang digunakan dalam proses tersebut
ditunjukkan dalam gambar (10-23). Feed dan hidrogen diumpankan melalui
bagian dasar reactor, kemudian bergerak keatas bercampur dengan katalis yang
diekspansikan (expanded catalyst). Effluent product meninggalkan reactor melalui
recycle pump yang ada di dasar reactor. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan
kecepatan yang cukup agar expansi katalis yang dikehendaki dapat dicapai.
Campuran feed dan hidrogen memasuki reactor pada suhu 100oF atau lebih tetapi
masih dibawah suhu reactor. Panas reaksi yang cukup tinggi akan menaikkan suhu
feed secara cepat di dalam reactor. Sementara operasi tetap berjalan, katalis dapat
dimasukkan dan dikeluarkan dari reactor. Ukuran katalis yang digunakan untuk
proses ini sekitar 1/32 inci. Hidrogenasi heavy hydrocarbon sesungguhnya suatu
proses difusi. Penggunaan partikel-partikel kecil mempunyai beberapa
keuntungan sepanjang laju reaksinya diperhatikan. Oil feed memasuki heater
untuk mendapatkan pemanasan kemudian keluar dari heater menuju ke reactor
bertemu dengan hidrogen yang datang dari heater yang lain, perhatikan gambar
(10-24).
Produk dari reactor kemudian menuju ke high pressure separator. Hasil pemisahan
di high pressure separator, minyak yang keluar dari bagian dasar masih dalam
keadaan panas dan tekanan diturunkan sebelum memasuki low pressure separator.
Sedangkan uap yang keluar melalui bagian puncak high pressure separator
didinginkan didalam heat exchanger (biasanya didinginkan dengan hidrogen
sebelum memasuki heater. Uap didinginkan lebih lanjut dan menuju ke separator
terakhir dimana kondensat akan dipisahkan. Hidrogen yang dihasilkan dari
separator terakhir sebagian digunakan untuk menghilangkan senyawa sulfur,
sedangkan sebagian lainnya ditekan dan dikembalikan lagi menuju ke heat
exchanger kemudian ke hydrogen heater. Produk yang keluar dari dasar low
pressure separator dipisahkan fraksi-fraksinya di dalam fractionator.
BAB 11
REFORMING
1. U M U M
Reforming adalah proses untuk memperlakukan sraight-run gasoline atau naphtha
yang mempunyai angka oktan rendah sehingga menjadi gasoline yang mempunyai
angka oktan tinggi dengan maksud untuk memperbaiki kwalitas pembakarannya
(ignation performance). Didalam memperbaiki kwalitas gasoline tidak hanya dari
segi angka oktan saja, tetapi juga menaikkan daya penguapannya (volatility),
karena melalui proses ini normal-paraffin dikonversikan menjadi iso-araffin,
aromatik dan olefin, disamping itu juga naphthene dikonversi menjadi aromatik.
Berbagai reaksi akan terjadi dalam proses reforming seperti:
Proses reforming dapat dilakukan secara thermal ataupun secara catalytic yang
sering disebut Thermal Reforming dan Catalytic Reforming.
2. THERMAL REFORMING
Di dalam proses pengolahan minyak, upaya untuk meningkatkan jumlah gasoline
dilakukan dengan perengkahan (cracking), sedangkan untuk peningkatan mutu
pembakaran bahan bakar (angka oktan) gasoline adalah merupakan sasaran utama
dari proses reforming. Paraffin dengan rantai panjang akan direngkah menjadi
paraffin dengan rantai lebih pendek dan olefin yang titik didihnya lebih rendah
dari pada sebelumnya. Bahkan bisa juga reaksi yang terjadi tidak hanya
perengkahan saja tetapi juga dibarengi dengan reaksi dehidrogenasi sehingga hasil
reaksinya berupa molekul-molekul olefin pendek yang lebih reaktif untuk
berpolimerisasi. Sebagai contoh heptane (C7H16) dipanaskan pada suhu dan
tekanan yang cukup tinggi akan dikonversi menjadi amylene (C5H10) yang
mempunyai angka oktan 92, ethylene (C2H4) dengan angka oktan 81 dan hidrogen
(H2) yang banyak digunakan di dalam proses treating.
Produk dari hasil reaksi tersebut mempunyai rantai pendek dan ikatannya tidak
jenuh. Amylene adalah komponen gasoline yang baik sedangkan ethylene dan
propylene sebagai monomer yang banyak digunakan sebagai feedstock dalam
pabrik pembuatan produk petrokimia (petrochemical plant) khususnya untuk
pembuatan polymer seperti polyethylene. Reaksi lain yang dapat terjadi adalah
isomerisasi yaitu pembentukan senyawa hidrokarbon bercabang, misalnya normal
hexane menjadi iso-hexane.
Dalam pembentukan senyawa siklis (rantai cincin) juga akan terjadi misalnya
reaksi dehidrogenasi dan siklisasi dari normal heptane menjadi methyl
cyclohexane dan hidrogen seperti berikut:
Hidrodealkilasi juga dapat terjadi, yaitu reaksi penghilangan gugus alkil dengan
bantuan hidrogen, sebagai contoh misalnya toluene (methyl benzene) akan
dikonversi menjadi benzene melalui proses hidrodealkilasi yang reaksinya dapat
dilihat sebagai berikut:
Operasi thermal reforming memerlukan suhu yang lebih tinggi dan waktu reaksi
lebih lama jika dibandingkan dengan apa yang dilakukan dalam operasi thermal
cracking. Perbedaan tersebut dikarenakan molekul-molekul hidrokarbon dalam
feed untuk thermal reforming lebih kecil dan lebih stabil dibandingkan feed untuk
thermal cracking.
Skema sederhana proses thermal reforming ditunjukkan dalam gambar (11-1) dan
salah satu tipe diagram alir proses thermal reforming ditunjukkan dalam gambar
(11-2). Feedstock yang berupa straight-run naphtha atau gasoline diumpankan
melalui heater dimana reaksi reforming terjadi. Produk meninggalkan heater
langsung didinginkan secara tiba-tiba dengan menggunakan quenching oil
sebelum dipisahkan fraksi-fraksinya didalam fractionator. Pendinginan yang
3. CATALYTIC REFORMING
Sejak tahun 1940 catalytic reforming telah digunakan untuk menggantikan
thermal reforming. Proses ini memperbaiki kwalitas gasoline yang dihasilkan dari
cracking yang masih mempunyai angka oktan rendah.
Catalytic reforming jauh lebih efisien dari pada thermal reforming. Penggunaan
katalis akan mempercepat reaksi dan lebih mudah pengendalian operasinya.
Hydroforming unit telah digunakan pada awal perang dunia kedua, catalytic
reforming tersebut untuk menghasilkan aviation gasoline yang banyak digunakan
untuk keperluan militer. Sekitar tahun 1955, Universal Oil Product (UOP) telah
mendemonstrasikan bahwa katalis platiunum dapat mendorong reaksi
dehidrogenasi, khususnya dalam pembentukan aromat dalam skala komersial.
Dengan demikian sejak tahun itu hampir seluruh thermal reforming digantikan
dengan catalytic reforming.
Tujuan utama catalytic reforming adalah untuk mengkonversi hidrokarbon
menjadi aromatik yang reaksi utamanya adalah dehidrogenasi naphthene.
Senyawa aromat tidak hanya berfungsi sebagai komponen bahan bakar motor
tetapi juga banyak digunakan sebagai bahan baku industri petrokimia.
Didalam straight-run naphtha pada umumnya masih banyak impurities yang dapat
meracuni katalis. Agar supaya tidak meracuni katalis, maka terlebih dahulu
dilakukan hydrotreating terhadap naphtha tersebut. Hydrotreating adalah proses
penghilangan impurities seperti senyawa sulfur, nitrogen dan arsenik dengan
melalui proses hidrogenasi. Hidrogen yang digunakan untuk keperluan treating ini
berasal dari reforming unit itu sendiri.
dipahami lebih dalam lagi dengan melihat gambar (11-3) yang menunjukkan
perbedaan hasil reforming secara thermal dan catalytic. Kelihatan dari sini bahwa
senyawa aromat lebih banyak dihasilkan pada catalytic reforming dan olefin
hanya ada pada hasil thermal reforming.
Di dalam catalyic reforming, hidrogen dihasilkan sebagai hasil samping. Sebagian
dari hidrogen yang dihasilkan disirkulasikan kembali untuk menjaga tekanan
didalam reactor dan mencegah terjadinya pembentukan coke. Disamping itu
hidrogen ini banyak dimanfaatkan untuk proses yang lain seperti hydrotreating,
hydrocracking dan isomerization plant, bahkan tidak sedikit yang digunakan
untuk keperluan industri petrokimia. Meskipun reaksi isomerisasi juga
kemungkinan terjadi, namun tidak banyak mempengaruhi kenaikan angka oktan
karena jumlahnya relatif kecil.
3.1. Katalis
Katalis mempunyai peranan yang sangat penting di dalam proses catalytic
reforming. Mengapa demikian, karena beberapa kondisi yang dibutuhkan untuk
mendapatkan aromatik dari hidrokarbon lain tanpa menggunakan katalis ternyata
hasil-hasilnya relatif rendah, oleh karena itu katalis dehidrogenasi digunakan
untuk memperbaiki hasil dan kondisi reaksi.
Beberapa macam katalis yang banyak digunakan untuk keperluan ini dintaranya
adalah:
• Platinum on alumina
• Platinum on silica-alumina
• Chromia on alumina
• Molybdena on alumina
Katalis yang paling disukai adalah katalis yang memacu produksi aromatik dan
menekan terjadinya proses hidrocracking.
Jika katalis lain yang dikenal dengan nama bimetallic catalyst adalah katalis yang
mengandung platinum dan metal promotor lain seperti misalnya rhenium. Katalis
semacam ini umumnya untuk operasi pada tekanan rendah dan suhu tinggi dengan
siklus regenerasi menengah.
Selectivity adalah merupakan bentuk persaingan kecepatan reaksi yaitu
dehidrogenasi untuk menghasilkan aromatik dan hidrocracking untuk
menghasilkan paraffin yang lebih ringan. Katalis platiunum umumnya yang paling
aktif dan juga sangat mahal harganya. Katalis seperti ini mempunyai fungsi
ganda, platinum beraksi sebagai dehydrogenating agent, dan zat asam seperti
fluorine atau chlorine beraksi sebagai isomerization agent.
Olefin merupakan hasil reaksi intermediate, meskipun demikian pada kondisi
reforming hanya sedikit sekali olefin yang ada. Variabel operasi yang sangat
penting adalah tekanan, sedangkan variabel-variabel lain yang perlu diperhatikan
adalah suhu, space velocity, recycle gas rate, dan ukuran partikel katalis. Space
velocity dinyatakan sebagai perbandingan feed rate yang masuk terhadap jumlah
katalis didalam reactor. Satuan space velocity dinyatakan sebagai wt/hr/wt atau
vol/hr/vol.
Operasi catalytic reforming biasanya terjadi pada tekanan tinggi dan hidrogen
yang dihasilkan disirkulasikan kembali ke dalam reactor. Kondisi operasi untuk
katalis tertentu ditunjukkan dalam tabel (11-1).
Feedstock untuk catalytic reforming biasanya adalah naphtha atau straight-run
gasoline yang mempunyai angka oktan rendah, konversi naphtha paling tidak
adalah menjadi butane dan bahan-bahan yang lebih ringan. Lebih baik lagi jika
naphtha banyak mengandung naphthene karena dapat menghasilkan aromat yang
tinggi.
Butane yang dihasilkan dari catalytic reforming mengandung isobutane sekitar 40
- 50%, dan pentane mengandung iso-pentane sekitar 50 - 65%.
Pretreatment terhadap feedstock mutlak diperlukan untuk operasi yang
menggunakan katalis platinum. Katalis tersebut sangat sensitif terhadap nitrogen,
chloride, sulfur, air (water), lead dan arsenic. Proses yang digunakan untuk
termasuk juga disolved oxygen dan H2O. Disamping itu prefractionator ini juga
unuk mengatur boiling range. Boiling range yang dikehendaki adalah 100 - 360oF
yang selanjutnya bercampur dengan recycle hydrogen gas dan bersama-sama
memasuki heater pertama. Recycle gas rate sekitar 8.000 scf/bbl of feed. Dari
heater pertama kemudian memasuki reactor pertama dan keluar dipanasi lagi pada
heater kedua, begitu seterusnya sampai tiga tingkat.
Reactor berupa bejana berbentuk silinder yang di dalamnya berisi katalis. Uap
mengalir melalui setiap reactor dan kontak dengan katalis kemudian bereaksi
sebagaimana yang diinginkan. Karena reaksinya menyerap panas, maka setiap
akan memasuki reactor dipanasi terlebih dahulu di dalam reheater. Aliran
Regenerasi katalis yang dilakukan ketika keaktifan katalis turun hingga dibawah
batas yang telah ditetapkan. Meskipun keaktifan katalis dapat dipulihkan dengan
cara regenerasi, namun lama-kelamaan katalis akan mengalami degradasi, dan
meskipun dapat diregenerasi tetapi hasilnya akan berada di bawah batas
ekonomis. Oleh karena itu katalis yang demikian harus diganti dengan yang baru.
Proses dengan cara konvensional ini, untuk melakukan regenerasi harus
menghentikan operasi. Dewasa ini banyak dilakukan inovasi terhadap proses yang
dapat dioperasikan secara kontinyu dan tanpa menghentikan proses sewaktu
regenerasi.
Ultra forming proses seperti yang terlihat dalam gambar (11-7) merupakan lisensi
dari Standard Oil of California, dalam proses ini menggunakan beberapa reactor
dan swing reactor dengan suatu fixed bed catalyst. Swing reactor adalah pusat
untuk meregenerasikan katalis. Ultraforming dapat menhasilkan produk yang
mempunyai angka oktan 95 - 103 (research octane number). Xylene dengan
kemurnian tinggi juga dapat dihasilkan melalui fraksinasi ultraformate. Di dalam
ultraforming, katalis yang digunakan dapat diregenerasi sampai 600 kali atau
lebih tanpa kehilangan selektivitasnya yang signifikan dan tanpa diperlukan
penggantian dalam jangka waktu pendek.
Proses lain yang sangat populer disebut houdriforming berlisensi dari Houdry
Division of Air Product and Chemicals seperti yang terlihat dalam gambar (11-8)
menggunakan dua buah atau lebih fixed bed reactor yang masing-masing
dilengkapi dengan heater. Dan naphtha yang diumpankan bercampur dengan
recycle gas yang banyak mengandung hidrogen.
Jika kandungan sulfur di dalam naphtha tinggi, maka sebelumnya harus dilakukan
hidrodesulfurisasi yang hidrogennya dapat diperoleh secara langsung dari
houdriforming. Disamping dengan cara tersebut, sulfur juga dapat dihilangkan
dengan cara absorpsi dengan menggunakan ethanolamine sebagai solvent-nya.
Houdriforming menggunakan katalis platinum dalam alumina atau bimetallic. Jika
houdriforming digunakan untuk menghasilkan aromatik, konversi naphtha
menjadi benzene, toluene dan xylene mendekati 100% dari harga teoritis benzene.
Kondisi operasi proses ini suhunya berkisar antara 900 - 1.000oF dan tekanan 100
- 400 psig.
BAB 12
POLIMERISASI DAN ALKILASI
1. U M U M
Seperti diketahui proses perengkahan selain menghasilkan bahan-bahan dengan
berat molekul yang diinginkan, juga menghasilkan bahan-bahan yang lebih ringan
(gas) dan fraksi-fraksi yang lebih berat. Gas-gas yang dihasilkan umumnya
banyak mengandung hidrokarbon tak jenuh seperti olefin yang mempunyai berat
molekul rendah. Karena ikatan strukturnya tidak jenuh maka bersifat reaktif,
artinya mudah bersenyawa (bergabung) satu sama lain atau dengan senyawa lain
untuk membentuk senyawa baru.
Jika senyawa-senyawa tersebut bergabung akan membentuk molekul-molekul
yang lebih besar dan titik didihnya sebagaimana trayek titik didih gasoline.
Pemilihan feedstock dan operasi yang cermat akan membuatnya layak untuk
menghasilkan gasoline dengan kwalitas pembakaran tinggi. Dengan bantuan
proses polimerisasi dan alkilasi entah secara langsung atau tak langsung akan
menaikkan kwalitas dan jumlah gasoline dan dapat menghasilkan bahan baku
untuk industri petrokimia.
2. POLIMERISASI
Penggabungan dua atau lebih molekul-molekul kecil untuk membentuk kelompok
molekul kompleks disebut polimerisasi. Istilah ini berasal dari kata poly yang
berarti banyak dan meric (meros) yang berarti bagian. Dengan demikian polimeric
berarti suatu bagian yang berulang-ulang. Didalam proses ini sebagai ganti dari
penambahan molekul-molekul yang berbeda atau sama (suatu molekul sederhana
ditambahkan ke suatu molekul yang lain).
Hidrokarbon seperti alkene (olefin) yang mengalami reaksi penggabungan dirinya
sendiri dinyatakan sebagai reaksi polimerisasi. Sebagai contoh, molekul-molekul
ethylene dapat saling menggabung dan penggabungannya dapat berulang-ulang
tergantung pada produk akhir yang dikehendaki. Molekul ethylene dikenal
sebagai monomer karena secara sederhana ia merupakan satu bagian yang dapat
diduplikasikan dalam proses. Produk akhir dari proses ini disebut polymer.
Beberapa produk dapat diperoleh tetapi tergantung dari titik pemberhentian reaksi
(termination point).
Penggabungan dua molekul monomer sederhana akan membentuk dimer, tiga
molekul monomer membentuk trimer, dan begitu seterusnya untuk banyak
molekul monomer membentuk polymer. Di dalam reaksi tersebut, jika reaksi
polimerisasi membentuk molekul lurus, maka polymer yang terbentuk disebut
linear polymer. Tetapi jika rantai cincin dibentuk dari reaksi polimerisasi maka
polymer yang dihasilkan disebut cyclic polymer. Demikian pula jika polymer
yang terbentuk mempunyai ikatan rantai yang tersusun dalam tiga dimensi disebut
cross linked polymer. Dalam hal tertentu, ribuan molekul monomer dapat
bergabung membentuk molekul besar, maka produk tersebut disebut
macromolecule. Secara umum kekomplekan polymer dapat dikendalikan oleh
kondisi operasi seperti suhu, tekanan dan konsentrasi katalis yang digunakan.
Dalam era perang dunia kedua, polimerisasi dan alkilasi memberikan kontribusi
yang besar dalam menyediakan aviation gasoline dalam jumlah yang sangat besar.
Disamping itu polimerisasi adalah suatu proses yang penting di dalam industri
petrokimia, khususnya dalam pembuatan polymeric solid seperti plastik dan karet.
Sebagai contoh polimerisasi sederhana dari ethylene dapat dinyatakan dalam
persamaan reaksi seperti berikut:
Ethylenen dipanaskan pada suhu sekitar 200 - 750oF pada tekanan lebih dari 1.000
atm dengan kandungan oksigen maksimum 0,01%. Tergantung dari kondisi
operasi proses, berat molekul produk dapat mencapai sekitar 2.000 - 20.000.
Sebagai contoh misalnya reaksi antara dua molekul isobutylene menjadi satu
molekul di-isobutylene.
Pada kondisi tertentu dan katalis dalam jumlah tertentu, olefin mengalami
penggabungan dengan sendirinya yang dikenal dengan istilah association
polymerization atau addition polymerization. Dalam hal seperti ini produk yang
terbentuk mempunyai berat molekul beberapa kali dari berat molekul semula.
Berat molekul polymer secara sederhana selalu merupakan kelipatan berat
molekul monomernya. Sebagai contoh benzene (C6H6) adalah sebuah cyclic
trimer dari acetylene (C2H2). Karet dengan rumus umum (C5H8)n adalah sebuah
polymer dari isoprene (C5H8).
Isoprene adalah monomer yangdigunakan untuk membuat 90% dari karet alam
(C5H8)n. Meskipun n tidak diketahui secara pasti, namun berat molekul karet
berkisar antara 130.000 - 400.000.
Satuan-satuan isoprene menggabung melalui ujung-ujungnya membentuk sebuah
polymer lurus (linear polymer) dan rantai panjang seperti berikut.
peranannya selama perang dunia kedua, dan sampai sekarang masih digunakan
untuk mempersiapkan feedstock untuk pembuatan butadiene.
Sebuah skema diagram alir untuk sulfuric acid process ditunjukkan dalam gambar
(12-1). Suatu campuran butane-butene (sebagai feed) memasuki unit ekstraksi
tingkat pertama. Ekstraksi dilakukan dalam dua tingkat dengan 65% sulfuric acid
pada suhu antara 70 - 100oF. Polimerisasi terjadi pada suhu sekitar 220oF dengan
konversi menjadi isobutene sekitar 90%, dan produk dipisahkan dari acid catalyst
dengan cara pengendapan (settling). Produk akhir sekitar 75% adalah
di-isobutene.
aliran yang meninggalkan reactor. Sebuah reheater akan menaikkan suhu hingga
mencapai batas yang diinginkan. Dari sini kemudian feed memasuki catalytic
reactor.
Reaksi polimerisasi adalah exothermis, dan panas yang dihasilkan dimanfaatkan
untuk membuat steam yang akan digunakan sebagai media pemanas di dalam
preheater. Aliran yang meninggalkan reactor menuju ke menara depropanizer
dimana propan yang tidak terkonversi akan dipisahkan. Propane keluar dari
bagian puncak depropanizer, sedangkan yang berupa cairan keluar melalui bagian
dasar depropanizer terus menuju ke menara debutanizer. Disini butane yang tidak
terkonversi keluar melalui bagian puncak debutanizer, sedangkan polymer
gasoline keluar melalui bagian dasar. Sisa propane -propylene dapat digunakan
sebagai liquified petroleum gas (LPG). Suhu dan tekanan dalam operasi ini
berkisar antara 300 - 440oF dan 900 - 1.200 psig tergantung pada produk yang
diinginkan.
Jika cairan phosphoric acid yang digunakan sebagai katalis, maka khusus bahan
konstruksi yang digunakan harus tahan terhadap serangan korosi. Umur katalis
rata-rata adalah 100 - 200 gal polymer/ lb of phosphoric acid. Konversi olefin
menjadi gasoline sekitar 85%, dan panas reaksi yang dihasilkan sekitar 400 Btu/lb
butene yang bereaksi atau sekitar 670 Btu/lb propene yang bereaksi.
Feed untuk proses ini terlebih dahulu harus di-treat untuk menghilangkan
hidrogen sulfida dan mercaptan. Jika zat-zat ini tidak dihilangkan dapat berakibat
menurunnya angka oktan dan pencemaran lingkungan. Untuk menghilangkan
senyawa-senyawa ini biasanya dilakukan pencucian dengan menggunakan caustic
soda yang kemudian dicuci dengan air untuk menghilangkan zat-zat organik yang
terbawa oleh caustic soda. Karena oksigen dapat menimbulkan deposit dan tar
pada katalis, maka feed dan air yang digunakan untuk pencucian harus bebas dari
okasigen. Kadang-kadang untuk treating ini digunakan regenerative absorbent
sebagai ganti caustic soda washing. Regenerative absorbent yang digunakan
biasanya terdiri dari ethanolamine dan tripotasium phosphate.
Meskipun sederetan olefin dapat dipolimerisasikan menjadi gasoline, namun
hanya butene dan yang lebih ringan saja yang digunakan. Olefin yang lebih berat
(sampai C10) dapat dicampur secara langsung menjadi gasoline. Butene sebagai
3. ALKILASI
Alkilasi dapat diartikan sebagai reaksi penambahan gugus alkil ke suatu senyawa
tertentu. Tetapi di dalam industri pengolahan minyak bumi istilah tersebut
mengacu pada reaksi antara olefin dan isoparaffin yang rantainya lebih panjang.
Reaksi alkilasi tersebut dapat terjadi tanpa menggunakan katalis, tetapi
memerlukan suhu dan tekanan tinggi, disamping itu peralatan yang digunakan
cukup mahal. Karena alasan tersebut, maka sekarang banyak dikembangkan
proses alkilasi yang menggunakan bantuan katalis. Katalis yang digunakan untuk
proses ini biasanya sulfuric acid dan hydrogen fluoride jika feed-nya berupa
isobutane dengan propene dan butene. Aluminum chloride juga digunakan sebagai
katalis dalam proses alkilasi jika feed-nya berupa isobutane dan ethylene. Reaksi
alkilasi adalah reaksi exothermis yang dapat menghasilkan panas sekitar 700
Btu/lb isobutane.
Proses alkilasi telah diterapkan semenjak tahun 1938. Di dalam proses ini suatu
alkylate bercabang atau isoparaffin ditambahkan ke olefin yang mempunyai
ikatan rangkap akan menghasilkan gasoline yang berangka oktan tinggi. Sumber
utama olefin pada umumnya adalah dari cracking unit atau dari dehidrogenasi
paraffin. Dengan demikian butane dapat didehidrogenasi untuk membuat feed
dalam proses alkilasi. Butane juga dapat di isomerisasikan menjadi isobutane
yang kemudian direngkah untuk feed dalam proses alkilasi. Disamping dari proses
yang disebutkan tadi, isobutane juga dapat diperoleh crude oil langsung, cracking,
catalytic reformer dan gas alam.
Pada tekanan atmosfir proses alkilasi dapat berlangsung pada suhu rendah jika
menggunakan bantuan katalis. Katalis akan berperan sebagai pemacu reaksi
sehingga kecepatan reaksi menjadi lebih besar. Dengan sulfuric acid atau
anhydrous hydrogen fluoride isobutane bereaksi dengan campuran isobutylene
akan menghasilkan campuran iso octane (C8H18) yang biasanya mempunyai angka
oktan berkisar 92 - 94. Reaksi tersebut adalah seperti berikut:
Proses alkilasi adalah proses yang dipandang sangat penting di dalam petroleum
processing karena senyawa-senyawa yang dihasilkan dari proses tersebut
mempunyai angka oktan tinggi sebagai bahan bakar motor.
Reaksi yang terjadi juga sama, perbedaannya adalah ada pada cara penanganan
katalis. Anhydrous hydrofluoric acid dalam kondisi biasa adalah gas, tetapi ia
digunakan dalam bentuk dicairkan. Spent hydrofluoric acid dapat diregenerasi
secara kontinyu dan mudah dengan cara distilasi sederhana. Penanganan
hydrofluoric acid lebih sulit karena sifatnya yang sangat korosif, oleh karena itu
diperlukan perhatian khusus dan lebih berhati-hati. Suhu reaksinya lebih tinggi
dibanding jika menggunakan sulfuric acid, yaitu sekitar 75 - 115oF.
4. ISOMERISASI
Karena isobutane sebagai bahan dasar yang digunakan di dalam proses alkilasi
maka penyediaan isobutane yang cukup harus dapat dipenuhi. Gas-gas yang
dihasilkan dari catalytic cracking tidak banyak mengandung isobutane sehingga
perbandingannya terhadap butylene dan propylene yang diharapkan tidak dapat
memadai. Oleh karena karena kendala tersebut, maka diperlukan suatu proses
yang dapat menghasilkan isobutane lebih banyak.
Suhu reactor untuk reaksi ini berkisar antara 200 - 300oF, dan tekanan sekitar 200
- 300 psig. Isomerisasi pentane memberikan konversi sekitar 60% dengan
selektivitas sekitar 97%. Selektivitas dalam hal ini dinyatakan seperti persamaan
berikut:
Light, straight naphtha diketahui mempunyai angka oktan rendah yaitu rata-rata
sekitar 70. Angka oktan ini dapat dinaikkan hingga lebih dari 80 dengan
menambahkan TEL. Tetapi, proses isomerisasi adalah salah satu alternatif yang
lebih baik untuk menaikkan angka oktan karena normal pentane dan normal
hexane dapat diisomerisasikan sehingga membentuk senyawa isoparaffin yang
mempunyai angka oktan lebih tinggi.
Dengan berbagai feedstock, melalui proses ini dapat menaikkan angka oktan
seperti berikut:
FEEDSTOC RON
Pentane 86,5
Hexane 81,0
Pentane - Hexane 84,5
Gambar (12-7) adalah suatu diagram alir untuk proses sekali jalan (once through
process).
UOP Molex Process adalah cocok untuk memisahkan n-C5 dan n-C6. Molex
process memisahkan komponen-komponen dengan selektive adsorption di dalam
sebuah fixed solid adsorbent.
METODA RON
No recycle 83
Recycle of n-C5 86
Recycle of n-C5 dan n-C6 89
Penex system biasanya menggunakan dua buah reactor yang tersusun seri dengan
beban katalis sama untuk setiap reactor. Diantara kedua vessel dilengkapi dengan
perpipaan dan valve yang memungkinkan untuk mengoperasikan secara timbal
balik dan penggantian katalis secara parsial.
Proses isomerisasi lain diantaranya adalah Dimersol Process dan Total
Isomerization Process (TIP). Dimersol Pocess dikembangkan oleh Institute
Français du Pétrole (IFP). Dimersol Process mendemerisasikan propylene menjadi
isohexane atau dimate yang mempunyai angka oktan 97. Total Isomerization
Process (TIP) dikembangkan oleh Union Carbide, menggunakan molecular-sieve
adsorbent dan katalis.
BAB 13
HYDROTREATING
1. U M U M
Proses hydrotreating bertujuan untuk membersihkan kontaminan yang terlarut
didalm suatu fraksi minyak tertentu. Karena pada umumnya yang dibersihkan
adalah fraksi naphthene maka sering disebut dengan nama Naphthene
Hydrotreating (NHT).
Ada enam dasar reaksi yang terjadi selama proses hydrotreating berlangsung,
yakni:
• Desulfurisasi.
• Denitrifikasi.
• Pemisahan oksigen.
• Penjenuhan olefin.
• Pemisahan halida.
• Pemisahan logam.
2. DESULFURISASI
Untuk melindungi katalis pada catalytic platforming dari keracunan maka kadar
belerang yang terkandung didalam napthnene harus diturunkan hingga maksimum
0,5 ppm, agar diperoleh hasil optimal selektivitas dan stabilitas katalis.
Senyawa-senyawa seperti sulfida, mercaptan, disulfida, sulfida siklik, theophenik
terdapat pada distillate yang mempunyai titik didih sekitar 200 oC.
Reaksi desulfurisasi yang terjadi pada proses hydrotreating adalah seperti berikut:
(1). Sulfida:
(2). Mercaptan:
(3). Disulfida:
(5). Thiophenik:
3. DENITRIFIKASI
Naphtha yang mengandung sedikit senyawa Nitrogen dijaga maksimum 0,5 ppm.
Nitrogen yang terbawa ke platformer akan menimbulkan endapan atau deposit
ammonium chlorida pada aliran recovery gas atau dalam sistem stabilizer
overhead, karena itu akan mengganggu operasi.
Reaksi denitrifikasi adalah sebagai berikut:
(1). Pyridine:
(2). Quinoline:
(3). Pyrine:
4. PEMISAHAN OKSIGEN
Oksigen pada senyawa organik seperti phenol dihilangkan pada hydrotreating
dengan cara hydrogenasi ikatan karbon hydroksil menjadi air dan aromat.
Reaksi pemisahan oksigen seperti berikut:
5. PENJENUHAN OLEFIN
Crack naphtha mengandung lebih banyak olefin, sehingga proses ini digunakan
untuk menjenuhkan olefin menjadi olefin jenuh yang reaksinya seperti berikut:
6. PEMISAHAN HALIDA
Senyawa organik halida dalam proses NHT dapat terurai menjadi hidrogen halida
yang akan larut dalam aliran air pencuci atau akan terbawa stripper gas ke
overhead.
Penghilangan senyawa halida maksimum yang dapat dicapai 90 %.
Reaksinya adalah sebagai berikut:
DAFTAR PUSTAKA