Anda di halaman 1dari 29

UNIVERSITAS JEMBER

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HEPATITIS B


DI RUANG 28 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

OLEH:
Nilam Ganung Permata Mahardita, S. Kep
NIM 182311101025

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
November, 2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan


Hepatitis B di Ruang 28 RSUD Dr. Syaiful Anwar Malang telah disetujui dan
disahkan pada :

Hari, Tanggal : Jum’at, 16 November 2018

Tempat: Ruang 28

Malang, 16 November 2018

Mahasiswa

Nilam Ganung Permata Mahardita, S.Kep.


NIM 182311101025

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


Fakultas Keperawatan Ruang 28
Universitas Jember RSUD Dr. Syaiful Anwar Malang

Murtaqib, S.Kp., M.Kep. Fitria Khoirun Nisak., S.Kep., Ners


NIP. 19740813 200112 1 002 NIP. 19891130 201403 2 001
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Teori tentang Penyakit


1. Review Anatomi Fisiologi
Hati merupakan organ tubuh yang terbesar dengan berat 1200 -1500 gram.
Pada orang dewasa ±1/50 dari berat badannya, sedangkan pada bayi kurang lebih
1/18 dari berat bayi. Posisi organ hati sebagian besar terletak di perut bagian
kanan atas dibawah diaphragma. Hepar secara anatomis dibagi menjadi pars
hepatic dexter dan sinister oleh bidang yang melalui batas perlekatan ligamentum
falciforme pada facies diaphragmatica dan oleh fisurra atau fossa sagitalis sinistra
pada facies visceralis. Lobus hepatic dexter terbagi menjadi lobus quadratus yang
terletak antara vena cava inferior dan ligamentum venosum. Bagian kanan dan kiri
hepar dipisahkan oleh bidang anteroposterior yang melalui fossa sagitalis dextra
di sebelah kanan bidang tengah ligamnetum falciforme. Dengan demikian lobus
quadratus dan separuh lobus caudatus akan termasuk pars hepatic sinistra yang di
lurus oleh pembuluh darah dan saluran empedu sebelah kiri (Wibowo, 2009).

Gambar 1. Anatomi Hepar

Hati di suplai oleh dua pembuluh darah yaitu :


a. Vena porta hepatica yang berasal dari lambung dan usus, yang kaya akan
nutrisi seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air dan
mineral.
b. Arteri hepatica cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen. Cabang-
cabang pembuluh darah vena porta hepatica dan arteri hepatica mengalirkan
darahnya ke sinusoid. Hepatosit menyerap nutrien, oksigen dan zat racun dari
darah sinusoid. Di dalam hepatosit zat racun akan di netralkan sedangkan
nutrien akan ditimbun atau di bentuk zat baru, dimana zat tersebut akan
disekresikan ke peradaran darah tubuh (Wibowo, 2009)
Hati memiliki fungsi:
a. untuk metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat. Bergantung kepada
kebutuhan tubuh, ketiganya dapat saling dibentuk.
a. Untuk tempat penyimpanan berbagai zat seperti mineral (Cu, Fe) serta vitamin
yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K), glik ogen dan berbagai racun
yang tidak dapat dikeluarkan dari tubuh (contohnya : pestisida DDT).
b. Untuk detoksifikasi dimana hati melakukan inaktivasi hormon dan
detoksifikasi toksin dan obat.
c. Untuk fagositosis mikroorganisme, eritrosit, dan leukosit ya ng sudah tua atau
rusak.
d. Untuk sekresi, dimana hati memproduksi empedu yang berperan dalam
emulsifikasi dan absorbsi lemak.
Hepar mensekresi kurang lebih satu liter cairan empedu ke dalam saluran
empedu yang terdiri dari pigmen empedu dan asam empedu. yang termasuk
pigmen emepedu adalah bilirubin dan biliverdin yang memberi warna tertentu
pada feses. Asam empedu yang di bentuk dari kolesterol membantu pencernaan
lemak (Wibowo, 2009). Sel hati biasanya membelah diri untuk mengganti sel
yang terluka atau mati karena usia. Semua proses ini berlangsung secara ketat dan
rapi di atur oleh gen yang ada dalam tiap sel. Sel kanker di mulai dari sebuah sel
yang menyimpang dari pola tersebut di atas. Sel tidak lagi membelah diri secara
teratur/rapi, tetapi tumbuh tidak teratur atau tumbuh liar yaitu tumbuh tidak
normal (abnormal).
Sel abnormal ini kemudian membuat jutaan penggandaan atau
menggandakan dirinya sendiri atau “cloning”. Sel-sel ini tidak menjalankan
fungsinya secara normal sehingga mengakibatkan fungsi liver menjadi tidak
normal karena sel-sel ini hanya bergerak untuk memperbanyak diri yang akhirnya
membentuk gumpalan. Gumpalan itu bisa jadi tumor jinak (yang hanya tumbuh
secara lokal dan tidak menyebar) (Misnadiarly, 2007).

2. Definisi
Hepatitis B merupakan penyakit nekroinflamasi hepar yang
disebabkaninfeksi virus hepatitis B. Virus hepatitis B menyerang hati, masuk
melalui darahataupun cairan tubuh dari seseorang yang terinfeksi seperti halnya
virus HIV. Virus hepatitis B adalah virus nonsitopatik, yang berarti virus tersebut
tidak menyebabkan kerusakan langsung pada sel hepar. Sebaliknya, adalah reaksi
yang bersifat menyerang sistem kekebalan tubuh yang biasanya menyebabkan
radang dan kerusakan pada hepar. Hepatitis B akut jika perjalanan penyakit
kurang dari 6 bulan sedangkan Hepatitis B kronis bila penyakit menetap, tidak
menyembuh secara klinis atau laboratorium atau pada gambaran patologi anatomi
selama 6 bulan (Mustofa & Kurniawaty, 2013).
3. Epidemiologi
Hepatitis B tersebar di seluruh dunia, WHO memperkirakan lebih dari 2
milyar orang terinfeksi HBV (termasuk 240 juta dengan infeksi kronis). Setiap
tahun diperkirakan sekitar 1.000.000 orang meninggal akibat infeksi HBV. Pada
negara dengan VHB endemis tinggi (prevalensi HbsAg berkisar di atas 8%),
infeksi dapat terjadi pada semua golongan usia. Prevalensi terjadinya infeksi
Hepatitis B kronik pada anak-anak jauh lebih tinggi dibandingkan pada orang
dewasa. Penularan Hepatitis B terutama terjadi selama masa kehamilan dari ibu
dengan Hepatitis B ke anak (penyebaran perinatal).
Pada negara dengan endemisitas Hepatitis B rendah (prevalensi HBsAg
kurang dari 2%), sebagian besar infeksi terjadi pada dewasa muda, khususnya
pada kelompok berisiko. Tingkat prevalensi Hepatitis B di Indonesia sangat
bervariasi yaitu berkisar dari 2,5% di daerah Banjarmasin hingga 25,61% di
Kupang, sehingga Indonesia termasuk dalam kelompok negara dengan
endemisitas sedang hingga tinggi. Sebelum kebijakan skrining terhadap darah
donor ditetapkan, penderita yang menerima darah dari donor carrier Hepatitis B
mempunyai risiko tinggi tertular penyakit ini. Namun saat ini sebagian besar
negara di dunia menyediakan fasilitas skrining untuk HBsAg terhadap darah
donor sebelum diberikan kepada penderita yang memerlukan.

4. Etiologi
Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). Virus ini pertama
kali ditemukan oleh Blumberg pacta tahun 1965 dan di kenal dengan nama
antigen Australia. Virus Hepatitis B merupakan virus DNA dan sampai saat ini
terdapat 8 genotip VHB yang telah teridentifikasi, yaitu genotip A–H. VHB
memiliki 3 jenis morfologi dan mampu mengkode 4 jenis antigen, yaitu HBsAg,
HBeAg, HBcAg, dan HBxAg. Virus Hepatitis B yang menginfeksi manusia bisa
juga menginfeksi simpanse. Virus dari Hepadnavirus bisa juga ditemukan pada
bebek, marmut dan tupai tanah, namun virus tersebut tidak bisa menginfeksi
manusia. Virus hepatitis B berupa partikel dua lapis berukuran 42 nm yang disebut
"Partikel Dane". Lapisan luar terdiri atas antigen HBsAg yang membungkus
partikel inti (core). Pada inti terdapat DNA VHB Polimerase. Pada partikel
inti terdapat Hepatitis B core antigen (HBcAg) dan Hepatitis B e antigen
(HBeAg). Antigen permukaan (HBsAg) terdiri atas lipo protein dan menurut sifat
imunologik proteinnya virus Hepatitis B dibagi menjadi 4 subtipe yaitu adw,
adr, ayw dan ayr. Subtipe ini secara epidemiologis penting, karena
menyebabkan perbedaan geogmfik dan rasial dalam penyebarannya. Virus
hepatitis B mempunyai masa inkubasi 45-80 hari, rata-rata 80-90 hari.
Etiologi hepatitis B adalah virus jenis DNA hepadnavirus. Virus Hepatitis
B ditularkan melalui darah atau cairan tubuh lainnya dari individu yang terinfeksi
virus hepatitis B. Infeksi terjadi melalui pajanan perkutan (parenteral) atau
permukosal. Contoh pajanan perkutan adalah penggunaan jarum suntik,
penggunaan bergantian alat-alat medis atau bedah, transfusi, hemodialisis, tato
dan tindik. Pajanan permukosal terjadi pada penularan perinatal atau aktifitas
seksual. Pajanan perkutan dan permukosal dapat terjadi di laboratorium maupun
sarana pelayanan kesehatan lainnya. Penularan tersebut mendukung penularan
horisontal di masyarakat (Chin, 2000; CDC, 1997).

5. Patofisiologi
Sel hati manusia merupakan target organ bagi virus Hepatitis B.
Virus Hepatitis B mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel
hepar kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Virus
melepaskan mantelnya di sitoplasma, sehingga melepaskan nukleokapsid.
Selanjutnya nukleokapsid akan menem bus sel dinding hati. Asam nukleat VHB
akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel pada DNA hospes dan
berintegrasi pada DNA tersebut. Proses selanjutnya adalah 17 DNA VHB
memerintahkan sel hati untuk membentuk protein bagi virus baru. Virus Hepatitis
B dilepaskan ke peredaran darah, terjadi mekanisme kerusakan hati yang kronis
disebabkan karena respon imunologik penderita terhadap infeksi (Mustofa &
Kurniawaty, 2013).
Proses replikasi virus tidak secara langsung bersifat toksik terhadap
sel, terbukti banyak carrier VHB asimtomatik dan hanya menyebabkan kerusakan
hati ringan. Respon imun host terhadap antigen virus merupakan faktor penting
terhadap kerusakan hepatoseluler dan proses klirens virus, makin lengkap
respon imun, makin besar klirens virus dan semakin berat kerusakan sel
hati. Respon imun host dimediasi oleh respon seluler terhadap epitop protein
VHB, terutama HBsAg yang ditransfer ke permukaan sel hati. Human
Leukocyte Antigen (HLA) class I-restricted CD8+cell mengenali fragmen
peptida VHB setelah mengalami proses intrasel dan dipresentasikan ke
permukaan sel hati oleh molekul Major Histocompability Complex (MHC) kelas
I. Proses berakhir dengan penghancuran sel secara langsung oleh Limfosit T
sitotoksik CD8+ (Hardjoeno, 2007).

6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi VHB pada pasien hepatitis akut cenderung
ringan. Kondisi asimtomatis ini terbukti dari tingginya angka pengidap tanpa
adanya riwayat hepatitis akut. Apabila menimbulkan gejala hepatitis,
gejalanya menyerupai hepatitis virus yang lain tetapi dengan intensitas yang
lebih berat (Juffrie et al, 2010). Gejala hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap yaitu:
a. Fase Inkubasi
Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau
ikterus. Fase inkubasi Hepatitis B berkisar antara 15-180 hari dengan rata-rata
60-90 hari
b. Fase prodromal (pra ikterik)
Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya gejala
ikterus. Awitannya singkat atau insidous ditandai dengan malaise umum,
mialgia, artalgia, mudah lelah, gejala saluran napas atas dan anoreksia.
Diare atau konstipasi dapat terjadi. Nyeri abdomen biasanya ringan dan
menetap di kuadran kanan atas atau epigastrum, kadang diperberat dengan
aktivitas akan tetapi jarang menimbulkan kolestitis.
c. Fase ikterus
Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan
dengan munculnya gejala. Banyak kasus pada fase ikterus tidak terdeteksi.
Setelah timbul ikterus jarang terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi
justru akan terjadi perbaikan klinis yang nyata.
d. Fase konvalesen (penyembuhan)
Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain, tetapi
hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul perasaan
sudah lebih sehat dan kembalinya nafsu makan. Sekitar 5-10% kasus
perjalanan klinisnya mungkin lebih sulit ditangani, hanya <1% yang
menjadi fulminan (Sudoyo et al, 2009).
Hepatitis B kronis didefinisikan sebagai peradangan hati yang berlanjut lebih dari
enam bulan sejak timbul keluhan dan gejala penyakit. Perjalanan hepatitis B
kronik dibagi menjadi tiga fase penting yaitu :
a. Fase Imunotoleransi
Sistem imun tubuh toleren terhadap VHB sehingga konsentrasi virus tinggi
dalam darah, tetapi tidak terjadi peradangan hati yang berarti. Virus Hepatitis B
berada dalam fase replikatif dengan titer HBsAg yang sangat tinggi.
b. Fase Imunoaktif (Clearance)
Sekitar 30% individu persisten dengan VHB akibat terjadinya replikasi virus
yang berkepanjangan, terjadi proses nekroinflamasi yang tampak dari kenaikan
konsentrasi ALT. Fase clearance menandakan pasien sudah mulai kehilangan
toleransi imun terhadap VHB.
c. Fase Residual
Tubuh berusaha menghancurkan virus dan menimbulkan pecahnya sel-sel hati
yang terinfeksi VHB. Sekitar 70% dari individu tersebut akhirnya dapat
menghilangkan sebagian besar partikel virus tanpa ada kerusakan sel hati yang
berarti. Fase residual ditandai dengan titer HBsAg rendah, HbeAg yang
menjadi negatif dan anti-HBe yang menjadi positif, serta konsentrasi ALT
normal (Sudoyo et al, 2009).

7. Klasifikasi
Dibawah ini adalah klasifikasi yang berhubungan dengan Hepatitis B,
yaitu sebagai berikut.
Berdasarkan gejala klinis dan petunjuk serologis, manifestasi klinis
hepatitis B dibagi 2 yaitu:
a. Hepatitis B akut yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap
individu yang sistem imunologinya matur sehingga berakhir dengan
hilangnya virus hepatitis B dari tubuh kropes. Hepatitis B akut terdiri atas 3
yaitu :
1. Hepatitis B akut yang khas
Hepatitis B akut yang khas Bentuk hepatitis ini meliputi 95 % penderita
dengan gambaran ikterus yang jelas. Gejala klinis terdiri atas 3 fase yaitu :
a) Fase Praikterik (prodromal)
Gejala non spesifik, permulaan penyakit tidak jelas, demam tinggi,
anoreksia, mual, nyeri didaerah hati disertai perubahan warna air kemih
menjadi gelap. Pemeriksaan laboratorium mulai tampak kelainan hati
(kadar bilirubin serum, SGOT dan SGPT, Fosfatose alkali, meningkat).
b) Fase lkterik
Gejala demam dan gastrointestinal tambah hebat disertai hepatomegali
dan splenomegali. timbulnya ikterus makin hebat dengan puncak pada
minggu kedua. Setelah timbul ikterus, gejala menurun dan pemeriksaan
laboratorium tes fungsi hati abnormal.
c) Fase Penyembuhan
Fase ini ditandai dengan menurunnya kadar enzim
aminotransferase. pembesaran hati masih ada tetapi tidak terasa
nyeri, pemeriksaan laboratorium menjadi normal.
2. Hepatitis Fulminan
Bentuk ini sekitar 1 % dengan gambaran sakit berat dan sebagian
besar mempunyai prognosa buruk dalam 7-10 hari, lima puluh persen
akan berakhir dengan kematian. Adakalanya penderita belum menunjukkan
gejala ikterus yang berat, tetapi pemeriksaan SGOT memberikan hasil yang
tinggi pada pemeriksaan fisik hati menjadi lebih kecil, kesadaran cepat
menurun hingga koma, mual dan muntah yang hebat disertai gelisah, dapat
terjadi gagal ginjal akut dengan anuria dan uremia.
3. Hepatitis Subklinik
b. Hepatitis B kronis yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu
dengan sistem imunologi kurang sempurna sehingga mekanisme, untuk
menghilangkan VHB tidak efektif dan terjadi koeksistensi dengan VHB.

8. Komplikasi
Komplikasi hepatitis menurut FKUI (2006) adalah:
a) Ensefalopati hepatic terjadi pada kegagalan hati berat yang disebabkan oleh
akumulasi amonia serta metabolik toksik merupakan stadium lanjut
ensefalopati hepatik.
b) Kerusakan jaringan paremkin hati yang meluas akan menyebabkan sirosis
hepatis, penyakit ini lebih banyak ditemukan pada alkoholik.
c) Komplikasi yang sering adalah sesosis, pada serosis kerusakan sel hati akan
diganti oleh jaringan parut (sikatrik) semakin parah kerusakan, semakin beras
jaringan parut yang terbentuk dan semakin berkurang jumlah sel hati yang
sehat.

9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui keadaan
hepatitis B yaitu:
a) Laboratorium
Pemeriksaan pigmen
1) Urobilirubin direk
2) Bilirubun serum total
3) Bilirubin urine
4) Urobilinogen urine
5) Urobilinogen feses
b) Pemeriksaan protein
1) Protein totel serum
2) Albumin serum
3) Globulin serum
4) HbsAG
c) Waktu protombin: waktu yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati
1) Respon waktu protombin terhadap vitamin K
2) Pemeriksaan serum transferase dan transaminase
3) AST atau SGOT: akibat kebocoran dari sel-sel yang rusak (tidak meningkat
pada sirosis inaktif).
4) ALT atau SGPT
5) LDH
6) Amonia serum
d) Radiologi
1) Foto rontgen abdomen
2) Pemindahan hati denagn preparat technetium, emas, atau rose bengal yang
berlabel radioaktif
3) Kolestogram dan kalangiogram: memperlihatkan penyakit duktus empedu
yang mungkin sebagai factor predisposisi.
4) Arteriografi pembuluh darah seliaka
e) Pemeriksaan tambahan
1) Laparoskopi
2) Biopsi hati: mendeteksi infiltrate lemak, fibrosis, kerusakan jaringan hati
10. Penatalaksanaan
Menurut Syaifuddin (2002) penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada
pasien dengan Hepatitis antara lain:
a) Pada periode akut dan keadaan lemah diberikan cukup istirahat. Istirahat
mutlak tidak terbukti dapat mempercepat penyembuhan tetapi banyak pasien
akan merasakan lebih baik dengan pembatas aktifitas fisik, kecuali diberikan
pada mereka dengan umur orang tua dan keadaan umum yang buruk.
b) Obat-obatan
1) Kortikosteroid tidak diberikan bila untuk
mempercepat penurunan bilirubin darah. Pemberian bila untuk
menyelamatkan nyawa dimana ada reaksi imun yang berlebihan.
2) Berikan obat-obatan yang bersifat melindungi hati.
Contoh obat : Asam glukoronat/ asam asetat, Becompion, kortikosteroid.
3) Vitamin K pada kasus dengan kecenderungan
perdarahan.
4) Obat-obatan yang memetabolisme hati hendaknya
dihindari.
Karena terbatasnya pengobatan terhadap hepatitis maka penekanan lebih
dialirkan pada pencegahan hepatitis, termasuk penyediaan makanan dan air bersih
dan aman. Higiene umum, pembuangan kemih dan feses dari pasien yang
terinfeksi secara aman, pemakaian kateter, jarum suntik dan spuit sekali pakai
akan menghilangkan sumber infeksi. Semua donor darah perlu disaring terhadap
HAV, HBV, dan HCV sebelum diterima menjadi panel donor.
B. Clinical Pathway

Virus hepatis,
Alkoholik
toksin

Penekanan vena Peradangan


porta hepatika parenkim hati
Gangguan fungsi hati

Gangguan Nekrosis
sirkulasi portal jaringan hati
Gg. Gg. Ubah Kelainan Amonia ke Gg. Peregangan kapsul Gg.
Penurunan Metabolisme estrogen & metabolism sel otak Metabolism hati Pembentuka
Hipertensi
volume bilirubin derivatnya amonia vitamin n empedu
portal
intravaskular
Nyeri ulu hati
Kesulitan Hiperstrogenis Ensefalopati
Varises konjugasi Penurun Lemak
Gangguan me hepatikum
esofagus Perubahan an tidak dapa
perfusi ginjal
kondisi tubuh sintesis Nyeri diemulsi
Spider nervi,
Tekanan Pengeluaran Penurunan vit. A, akut
Bilirubin alopesia,
Retensi Na oleh meningkat masuk ikut bilirubin tidak kesadaran B12
amenore
aldosteron aliran darah sempurna melalui
Anxietas hati Anorexia
Pecah pembuluh Koma Peristal
darah Retensi & regurgitasi tik usus
bilirubin pada duktuli hepatikum
Cairan masuk Ikterus Ekskresi naik
Gg. BB turun
rongga interstitial Hematemesis/ bilirubin ke
Sintesis
dan ekstraselular melena dalam kemih
Risiko jatuh vit.K
Perubahan Diare
kondisi
Urin berwarna
tubuh
gelap
Ascites/ edema Ketidakseimba
Gg.
perifer ngan nutrisi
Malu Sterkobilin masuk Peningkatan Eliminasi
garam empedu urin kurang dari
pada bercampur ke feses
dalam darah kebutuhan
orang
Kelebihan volume tubuh
sekitar
cairan
Tinja pucat
(abolis) Eritema
Penekanan Harga diri
diafragma rendah
Gg. Faktor
Gg. Pruritus pembekuan
Eliminasi darah
Gg. ekspansi alvi
paru Kehilangan Kerusakan integritas
darah massif kulit
Dispneu Risiko
Penurunan Hb Anemia perdarahan

Gg. Pola
napas Penurunan Intoleransi aktivitas
oksihemoglobin

Penurunan suplai oksigen


ke jaringan

Gg. Perfusi
jaringan
perifer
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor rekam medis, tanggal
masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Biasanya pasien mengeluh nyeri pada abdomen dan abdomen membesar
(ascites).
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Kaji kronologi terjadinya hepatitis B bagaimana mekanisme terjadinya,
kronologi hingga dibawa ke rumah sakit dan keluhan yang dirasakan apa
saja.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji apakah pasien pernah sebagai pengguna alkohol dalam jangka waktu
yang lama disamping asupan makanan dan perubahan dalam status
jasmani serta rohani pasien. Kaji juga apakah pasien memiliki penyakit
hepatitis, obstruksi empedu, atau bahkan pernah mengalami gagal jantung
kanan
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji adakah penyakit-penyakit dalam keluarga sehingga membawa
dampak berat pada keadaan atau yang menyebabkan Sirosis hepatis,
seperti keadaan sakit DM, hipertensi, dan ginjal. Hal ini penting dilakukan
bila ada gejala-gejala yang memang bawaan dari keluarga pasien.
f) Pola Kebiasaan
1) Pola Nutrisi
Dapat ditemukan berat badan berlebih akibat asites atau status gizi
yang memerlukan diet tertentu yang disebabkan adanya penyakit
penyerta pada hepatitis B.
2) Pola Eliminasi
Pasien dapat cenderung mengalami gangguan eliminasi BAB seperti
konstipasi atau diare.
3) Pola Istirahat/ Aktivitas
Kelemahan dan atau keletihan, perubahan pada pola istirahat & jam
kebiasaan tidur pada malam hari, pekerjaan mempengaruhi tidur,
misal nyeri, ansietas, berkeringat malam, serta Keterbatasan
partisipasi dalam melakukan kegiatan, pekerjaan dengan pemajanan
karsinogen lingkungan, tingkat stress tinggi.

4) Personal Hygiene
Pasien umumnya membutuhkan bantuan dari orang lain, aktivitas ini
sering dilakukan pasien ditempat tidur.
5) Riwayat Psikologis
Biasanya dapat timbul rasa takut dan cemas karena perubahan pada
body image, jika terjadi ikterik pada kulit serta terkadang mengalami
kulit kering dan bersisik karena gangguan balance cairan.
6) Riwayat Spiritual
Berkaitan dengan riwayat spiritual pasien kanker tidak mengalami
gangguan yang berarti, pasien masih tetap bisa bertoleransi terhadap
agama yang dianut, masih bisa mengartikan makna dan tujuan serta
harapan pasien terhadap penyakitnya.
7) Riwayat Sosial
Dampak sosial adalah malu dengan kondisi kakinya utamanya karena
penuh dengan pus dan bau.
g) Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breathing): sesak, keterbatasan ekspansi dada karena hidrotoraks
dan asites.
2) B2 (Blood): pendarahan, anemia, menstruari menghilang. Obstruksi
pengeluaran empedu mengakibatkan absorpsi lemak menurun,
sehingga absorpsi vitamin K menurun. Akibatnya, factor-faktor
pembekuan darah menurun dan menimbulkan pendarahan. Produksi
pembekuan darah menurun yang mengakibatkan gangguan
pembekuan darah, selanjutnya cenderung mengalami pendarahan dan
mengakibatkan anemia. produksi albumin menurun mengakibatkan
penurunan tekanan osmotic koloid, yang akhirnya menimbulkan
edema dan asites. Gangguan system imun : sistesis protein secara
umum menurun, sehingga menggangu system imun, akhirnya
penyembuhan melambat.
3) B3 (Brain): Kesadaran dan keadaan umum pasien Perlu dikaji tingkat
kesadaran pasien dari sadar – tidak sadar (composmentis – coma)
untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien,
kekacuan fungsi dari hepar salah satunya membawa dampak yang
tidak langsung terhadap penurunan kesadaran, salah satunya dengan
adanya anemia menyebabkan pasokanO2 ke jaringan kurang termasuk
pada otak.
4) B4 (Bladder): urine berwarna kuning tua dan berbuih. Bilirubin tak-
terkonjugasi meningkat bilirubin dalam urine dan ikterik serta pruritus
5) B5 (Bowel): anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen. Vena-vena
gastrointestinal menyempit, terjadi inflamasi hepar, fungsi
gastrointestinal terganggu. Sintetis asam lemak dan trigliserida
meningkat yang mengakibatkan hepar berlemak, akhirnya menjadi
hepatomegali. Oksidasi asam lemak menurun yang menyebabkan
penurunan produksi tenaga. Akibatnya, berat badan menurun.
6) B6 (Bone): keletihan, metabolism tubuh meningkat produksi energy
kurang. Glikogenesis meningkat, glikogenolisis dan glikoneogenesis
meningkat yang menyebabkan gangguan metabolisme glukosa.
Akibatnya terjadi penurunan tenaga (Marry, 2008).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut (00132)
Definisi: Pengalaman, sensori dan emosional tidak menyenangkan berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau yang digambarkan
sebagai kerusakan (Internasional Assosiation for the Study of Pain); awitan
yang tiba-tiba atatau lambat dengan intensitas ringan hingga berat, dengan
berakhirnya dengan dapat diantisipasi atau diprediksi, dan dengan durasi
kurang dari 3 bulan .
Batasan karakteristik:
1) Perubahan selera makan
2) Perubahan pada parameter fisiologis
3) Diaforesis
4) Perilaku distraksi
5) Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa nyeri untuk pasien
yang tidak dapat mengungkapkannya
6) Perilaku ekspresif
7) Ekspresi wajah nyeri
8) Sikap tubuh melindungi
9) Putus asa
10) Fokus menyempit
11) Sikap melindungi area nyeri
12) Perilaku proktektif
13) Laporan tentang perilaku nyeri atau perubahan aktivitas
14) Dilatasi pupil
15) Fokus pada diri sendiri
16) Keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri
17) Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan standar
instrumen nyeri
Faktor yang berhubungan:
1) Agens cedera biologis
2) Agens cedera kimiawi
3) Agens cedera fisik
Kondisi terkait:
1) Gangguan muskuluskeletal
2) Gangguan neuromuscular
3) Agens farmaseutika

b. Kerusakan Integritas Kulit (00046)


Definisi:Kerusakan pada epidermis dan/atau dermis
Batasan karakteristik:
1) Nyeri akut
2) Gangguan integritas kulit
3) Perdarahan
4) Benda asing menusuk permukaan kulit
5) Hematoma
6) Area panas lokal
7) Kemerahan
Faktor yang berhubungan:
1) External:
a) Agens cidera kimiawi
b) Ekskresi
c) Kelembapan
d) Hipertermia
e) Hipotermia
f) Lembap
g) Area panas lokal
h) Sekresi
2) Internal :
a) Gangguan volume cairan
b) Nutrisi tidak adekuat
c) Faktor psikogenik
Populasi beresiko
Usia eksterm
Kondisi terkait:
1) Gangguan metabolisme
2) Gangguan pigmentasi
3) Gangguan sensasi
4) Gangguan turgor kulit
5) Pungsi arteri
6) Perubahan hormonal
7) Imunodefisiensi
8) Gangguan sirkulasi
9) Agens farmaseutika
10) Terapi radiasi
11) Trauma vaskuler

c. Risiko Infeksi
Definisi: Rentan mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogenik yang
dapat menggangu kesehatan
Faktor risiko:
1) Gangguan peristalis
2) gangguan integritas kulit
3) vaksinasi tidak adekuat
4) kurang pengetahuan untuk menghindari pemajan patogen
5) mal nutrisi atau obesitas
6) merokok
7) stasis cairan tubuh
Populasi berisiko: terpajan pada wabah
Kondisi terkait:
1) Perubahan pH sekresi
2) penyakit kronis
3) Penurunan kerja siliaris
4) penurunan hemoglobin
5) imunosepresi
6) prosedur invasive
7) leukopenia
8) supresi respons inflamasi

d. Konstipasi
Definisi: Penurunan frekuensi normal defekasi yang disertai kesulitan atau
pengeluaran feses tidak tuntas dan/ feses yang keras, kering dan banyak
Batasan karakteristik:
1) Nyeri abdomen
2) Nyeri tekan abdomen dengan teraba resistensi otot
3) Nyeri tekan abdomen tanpa teraba resistensi otot
4) Anoreksia
5) Penampilan tidak khas pada lansia
6) Borborigmi
7) Darah merah pada feses
8) Perubahan pada pola defekasi
9) Penurunan frekuensi defekasi
10) Penurunan volume feses
11) Distensi abdomen
12) Keletihan
13) Feses keras dan berbentuk
14) Sakit kepala
15) Bising usus hiperaktif
16) Bising usus hipoaktif
17) Tidak dapat defekasi
18) Peningkatan tekanan intraabdomen
19) Tidak dapat makan
20) Feses cair
21) Nyeri pada saat defekasi
22) Massa abdomen yang dapat diraba
23) Massa rektal yang dapat diraba
24) Perkusi abdomen pekak
25) Rasa penuh dan/atau tekanan rektal
26) Sering flatus
27) Adanya feses lunak, seperti pasta di dalam rektum
28) Mengejan pada saat defekasi
29) Muntah
Faktor yang berhubungan:
1) Kelemahan otot abdomen
2) Rata-rata aktivitas fisik harian kurang dari yang dianjurkan menurut
gender dan usia
3) Konfusi
4) Penurunan motilitas traktus gastrointestinal
5) Dehidrasi
6) Depresi
7) Perubahan kebiasaan makan
8) Kebiasaan menekan dorongan defekasi
9) Kebiasaan makan buruk
10) Hygiene oral tidak adekuat
11) Asupan serat kurang dan/atau cairan kurang
12) Kebiasaan defekasi tidak teratur
13) Penyalahgunaan laksatif
14) Obesitas
15) Perubahan lingkungan baru
Kondisi terkait:
1) Ketidakseimbangan elektrolit
2) Hemoroid
3) Penyakit Hirschprung
4) Ketidakadekuatan gigi geligi
5) Garam besi
6) Gangguan neurologis
7) Obstruksi usus pasca bedah
8) Kehamilan
9) Pembesaran prostat
10) Abses rektal
11) Fisura anal rektal
12) Striktur anal rektal
13) Prolaps rektal
14) Ulkus rektal
15) Tumor

e. Kelebihan volume cairan (00026)


Definisi: Peningkatan asupan dan/atau retensi cairan
Batasan karakteristik:
1) Bunyi nafas tambahan
2) Gangguan tekanan darah
3) Perubahan status mental
4) Perubahan tekanan arteri pulmonal
5) Gangguan pola nafas
6) Perubahan berat jenis urine
7) Anasarka
8) Ansietas
9) Azotemia
10) Penurunan hematokrit
11) Penurunan hemoglobin
12) Dispneu
13) Edema
14) Ketidakseimbangan elektrolit
15) Hepatomegali
16) Peningkatan tekanan vena sentral
17) Asupan melebihi haluaran
18) Distensi vena jugularis
19) Oliguria
20) Ortopneu
21) Dipsneu nokturnal paroksismal
22) Efusi pleura
23) Refleks hepatojugular positif
24) Ada bunyi jantung S3
25) Kongesti pulmonal
26) Gelisah
27) Penambahan berat badan dalam waktu singkat
Faktor yang berhubungan:
1) Kelebihan asupan cairan
2) Kelebihan asupan natrium
Kondisi terkait:
Gangguan mekanisme regulasi

a. Ketidakefektifan pola nafas (00032)


Definisi: inspirasi dari/atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat.
Batasan Karakteristik:
1) Pola napas abnormal
2) Perubahan ekskursi dada
3) Bradipnea
4) Penurunan tekanan ekspirasi
5) Penurunan tekanan ekspirasi
6) Penurunan tekanan inspirasi
7) Penurunan ventilasi semenit
8) Penurunan kapasitas vital
9) Dispnea
10) Peningkatan diameter enterior-posterior
11) Pernapasan cuping hidung
12) Ortopnea
13) Fase ekspirasi memanjang
14) Pernapasan bibir
15) Takipnea
16) Penggunaan otot bantu pernapasan
17) Penggunaan posisi tiga titik
Faktor yang berhubungan:
1) Ansietas
2) Posisi tubuh yang menghambat
3) Ekspansi paru
4) Keletihan
5) Hiperventilasi
6) Obesitas
7) Nyeri
8) Keletihan otot pernapasan

Kondisi terkait:
1) Deformitas tulang
2) Deformitas dinding dada
3) Sindrom hipoventilasi
4) Gangguan muskuloskeletal
5) Imaturitas neurologis
6) Gangguan neurologis
7) Disfungsi neuromuskular
8) Cedera medula spinalis
3. Intervensi Keperawatan
No. Masalah Tujuan & Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
1. Nyeri akut (00132) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 NIC: Manajemen Nyeri (1400)
x 24 jam pasien menunjukkan hasil: a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif yang meliputi
lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
Kepuasan Klien: Menejemen Nyeri (3016) beratnya nyeri dan faktor pencetus;
Tujuan b. Observasi adanya petunjuk nonverbalmengalami
No. Indikator Awal
1 2 3 4 ketidaknyamanan terutama pada mereka yang tidak dapat
1. Nyeri terkontrol 3 berkomunikasi secara edektif
2. Tingkat nyeri 3
Mengambil tindakkan untuk
c. Gunakan strategi komunikasi terapuetik untuk mengetahui
3. 3 pengalaman nyeri dan sampaikan penerimaan pasien terhadap
: mengurangi nyeri
Mengambil tindakkan untuk nyeri
4. 1
: memberi kenyamanan d. Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai nyeri
Pendekatan preventif e. Ajarkan prinsip-prinsip menejemen nyeri
5. 3
menejemen nyeri f. Kolaborasi pemberian analgesik guna pengurangi nyeri
Manejemen nyeri sesuai
6. 2
budaya budaya
Keterangan: NIC: Terapi relaksasi (6040)
1. Keluhan ekstrime 1. Gambarkan rasionalisasi dan manfaat relaksasi serta jenis
2. Keluhan berat relaksasi yang tersedia
3. Keluhan sedang 2. Pertimbangkan keinginan pasien untuk berpartisipasi,
4. Keluhan ringan kemampuan berpartisipasi, pilihan, pengalaman masa lalu dan
5. Tidak ada keluhan kontraindikasi sebelum memilih strategi tertentu
3. Dorong klien untuk mengambil posisi yang nyaman dengan
- Nyeri terkontrol (301601) pakaian longgar dan mata tertutup
- Tingkat nyeri berkurang (301602) 4. Minta klien untuk rileks dan merasakan sensasi yang terjadi
- Mengambil tindakkan untuk : dapat mengurangi 5. Dorong klien untuk mengulangi [praktik teknis relaksasi,
nyeri menggunakan terapi farmakologis dan jikamemungkinkan
non farmakologis (301604) 6. Evaluasi dan dokumentasi respon terhadap terapi relaksasi
- Mengambil tindakkan untuk : dapat mengatur
posisi yang nyaman (301605)
- Pendekatan preventif menejemen nyeri : dapat
mengetahui tentang nyeri dan cara
mengatasinya menggunakan terapi
farmakologis maupun non farmakologis
(301610)
- Menejemen nyeri sesuai budaya budaya : dapat
melakukan terapi relaksasi untuk mengurangi
nyeri (301609)
2. Kerusakan NOC: NIC: Pressure Management
integritas kulit Status Kerusakan integritas kulit (00046) a. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
(00046) b. Hindari kerutan pada tempat tidur
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 a. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
x 24 jam pasien menunjukkan hasil: b. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap 2 jam sekali
Tujuan c. Monitor kulit akan adanya kemerahan
No. Indikator Awal
1 2 3 4 d. Oleskan lotionatau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan
Suhu, elastisitas hidrasi dan e. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
1. 3
sensasi
2. Perfusi jaringan 3
f. Monitor status nutrisi pasien
3. Keutuhan kulit 3 g. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
4. Eritema kulit sekitar 1
5. Luka berbau busuk 3
6. Granulasi 2
7. Pembentukan jaringan parut 4
8. Penyusutan luka 3
Keterangan:
1. Gangguan eksterm
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada gangguan

Status penyembuhan luka primer


Tujuan
No. Indikator Awal
1 2 3 4
1. Penyatuan kulit 3
2. Penyatuan ujung luka 3
3. Pembentukan jaringan parut 3
Keterangan:
1. Tidak ada
2. Sedikit
3. Sedang
4. Banyak
5. Sangat banyak

- Menunjukkan rutinitas perawatan kulit atau


perawatan luka yang optimal)
- Drainase purulen atau bau luka minimal
- Tidak ada lepuh atau maserasi pada kulit
- Nekrosis,selumur,lubang perluasan luka ke
jaringan dibawah kulit,atau pembentukan
saluran sinus berkurang atau tidak ada
- Eritema kulit dan eritema disekitar luka
minimal
3. Resiko infeksi NOC: NIC
(00004) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 Kontrol infeksi (6540)
x 24 jam pasien menunjukkan hasil: 1. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah dipakai setiap pasien
No. Indikator Awal Tujuan 2. Ganti perawatan peralatan setiap pasien sesuai SOP rumah sakit
1 2 3 4 5 3. Batasi jumlah pengunjung
1. Tekanan darah sistolik 2 √ 4. Ajarkan cara mencuci tangan
2. Tekanan darah diastolic 2 √
3. Stabilitas hemodinamik 2 √
Perlindungan infeksi (6550)
4. Suhu tubuh 2 √ 5. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi
5. Laju nadi radialis 2 √ 6. Berikan perawatan kulit yang tepat
6. Irama nadi radialis 2 √ Manajemen nutrisi (1100)
7. Laju pernafasan 3 √ 7. Tentukan status gizi pasien
8. Kedalaman inspirasi 2 √ 8. Identifikasi adanya alergi
9. Keluaran urin 2 √
Identifikasi resiko (6610)
10. Bisin usus
1
√ 9. Kaji ulang riwayat kesehatan masa lalu
11. Kesadaran 2 √ 10. Identifikasi strategi koping yang digunakan
Keterangan:
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang-kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Secara konsisten menunjukkan
4. Konstipasi NOC: Manajemen Konstipasi/lmpaksi (0450)
Eliminasi Usus (0501) 1. Monitor tanda dan gejala konstipasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 2. Monitor hasil produksi pergerakan usus (feses), meliputi:
x 24 jam pasien menunjukkan hasil : frekuensi, konsistensi, bentuk, volume, dan warna, dengan cara
No. Indikator Awal Tujuan yang tepat
1 2 3 4 5 3. Monitor bising usus
1. Pola eliminasi 2 √ 4. Timbang berat badan pasien secara teratur
2. Kontrol gerakan usus 2 √ 5. Evaluasi jenis pengobatan yang memiliki efek samping pada
3. Warna feses 2 √
gastrointestinal lnstruksikan pasien/keluarga untuk mencatat
4. Jumlah feses untuk 1 √
warna, volume, frekuensi, dan konsistensi dari feses
diet 6. Sarankan penggunaan laksatif, dengan cara yang tepat
5. Feses lembut dan Informasikan pada pasien mengenai prosedur untuk
2 √
berbentuk mengeluarkan feses secara manual, jika diperlukan
6. Kemudahan BAB 1 √ 7. Lakukan enema atau irigasi, dengan tepat
7. Tekanan sfingter 2 √ 8. Jelaskan penyebab dari masalah dan rasionalisasi tindakan pada
8. Otot untuk
2 √ pasien Identifikasi faktor-faktor (misalnya, pengobatan, tirah
mengeluarkan feses baring, dan diet) yang menyebabkan atau berkontribusi pada
9. Pengeluaran feses
2 √ terjadinya konstipasi
tanpa bantuan
10.
9. Ajarkan pasien atau keluarga mengenai proses pencernaan
Suara bising usus 2 √
11. Pola eliminasi 1 √ normal
10. Berikan petunjuk pada pasien untuk dapat berkonsultasi
Keterangan : dengan dokter jika konstipasi masih tetap terjadi
1. Sangat terganggu 11. Konsultasikan dengan dokter mengenai penurunan/peningkatan
2. Banyak terganggu frekuensi bising usus
3. Cukup terganggu Manajemen Saluran Cerna (0430)
4. Sedikit terganggu 1. Monitor buang air besar termasuk frekuensi, konsistensi,
5. Tidak terganggu bentuk, volume, dan warna, dengan cara yang tepat
2. Monitor bising usus
- Pola eliminasi normal, 2-3 kali/hari (050101) 3. Monitor adanya tanda dan gejala diare, konstipasi, dan impaksi
- Kontrol gerakan usus (050102) 4. Catat tanggal buang air besar terakhir
- Warna feses: feses berwarna coklat/ tidak 5. Catat masalah BAB yang sudah ada sebelumnya, BAB rutin,
berwarna hitam atau merah (050103) dan penggunaan laksatif
- Jumlah feses untuk diet, 0,25-1 pound per hari 6. Masukkan supositoria rektal, sesuai dengan kebutuhan
(050104) 7. Instruksikan pasien mengenai makanan tinggi serat, dengan
- Feses lembut dan berbentuk (050105) cara yang tepat
- Kemudahan BAB: tidak mengejan, tidak 8. Berikan cairan hangat setelah makan, dengan cara yang tepat
menggunakan stimulus jari (050112) 9. Ajarkan pasien mengenai makanan-makanan tertentu yang
- Tekanan sfingter normal (050118) membantu mendukung keteraturan aktivitas usus
- Tidak menggunakan otot tambahan untuk 10. Anjurkan anggota pasien/keluarga untuk mencatat warna,
mengeluarkan feses (mengejan) (050119) volume, frekuensi, dan konsistensi tinja
- Pengeluaran feses tanpa bantuan (050121)
- Suara bising usus normal, 5-30 kali/menit
(050129)

Kelebihan volume Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 NIC: Manajemen Elektrolit (2080)
cairan (00026) x 24 jam pasien menunjukkan hasil : a. Pantau kadar serum elektrolit abnormal;
NOC: Keseimbangan cairan (0601) b. Pantau tanda dan gejala retensi cairan;
No. Indikator Awal Tujuan c. Timbang BB harian dan pantau gejala;
1 2 3 4 5 d. Batasi cairan yang sesuai;
1. Hipotensi ortostatik 2 √ e. Amati membran bukal pasien, sklera, dan kulit terhadap indikasi
2. Suara nafas adventif 2 √
3. Asites 3 √
perubahan cairan dan keseimbangan elektrolit
4. Distensi vena leher 2 √ f. Monitor kehilangan cairan
5. Edema perifer 3 √ g. Intruksikan pasien dan keluarga mengenai alasan untuk
6. Bola mata cekung dan
2 √
pembatasan cairan, tindakan hidrasi, seperti yang ditunjukkan;
lembek h. Jaga pencatatan intake/asupan dan output yang akurat
7. Konfusi 4 √
8. Kehausan 3 √
NIC: Manajemen Cairan (4120)
9. Kram otot 2 √
10. Pusing 3 √ a. Timbang BB tiap hari & monitor status pasien;
Keterangan: b. Jaga intake dan catat output cairan;
1. Keluhan berat c. Monitor status hidrasi;
2. Keluhan cukup berat d. Monitor TTV;
3. Keluhan sedang e. Terapi IV
4. Keluhan ringan f. Dukung pasien keluarga untuk membantu dalam pemberian
5. Tidak ada keluhan makanan yang baik
- Tekanan darah normal (060101)
- Denyut nadi normal (060122) NIC: Monitor Cairan (4130)
a. Monitor berat badan;
b. Monitor intake dan output dan catat;
c. Monitor seum dan elektrolit urin;
d. Tentukan jumlah dan jenis intake cairan serta kebiasaan
eliminasi
e. Tentukan faktor resiko yang mungkin menyebabkan
ketidakseimbangan cairan;
f. Tentukan apakah pasien mengalami dehidrasi;
g. Periksa turgor kulit, membran mukosa;
h. Monitor tanda-tanda gejala asites;
i. Monitor warna, kuantitas, dan berat urin;
Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 NIC: Monitor Pernafasan (3350)
pola napas (00032) x 24 jam pasien menunjukkan hasil: a. Monitor tingkat, irama kedalaman dan kesulitan bernafas;
Status Pernafasan (0415) b. Catat pergerakan dada, kesimetrisan, dan penggunaan otot bantu
No. Indikator Awal Tujuan pernafasan;
1 2 3 4 5 c. Monitor suara nafas tambahan;
1. Frekuensi pernafasan 3 √
d. Monitor pola nafas;
2. Irama pernafasan 3 √
3. Kedalaman inspirasi 3 √
e. Auskultasi suara nafas;
4. Suara auskultasi nafas 3 √ f. Buka jalan napas;
5. Kepatenan jalan nafas 2 √ g. Berikan terapi oksigen.
6. Penggunaan otot bantu
3 √
pernafasan NIC: Terapi Oksigen (3320)
7. Pernafasan bibir dengan h. Pertahankan kepatenan jalan nafas;
4 √
mulut mengerucut
8. Dyspnea saat istirahat 4 √
i. Berikan oksigen seperti yang diperintahkan;
9. Dyspnea dengan j. Monitor aliran oksigen;
3 √ k. Periksa perangkat (alat) pemberian oksigen secara berkala untuk
aktivitas ringan
10. Pernafasan cuping
2 √
memastikan bahwa konsentrasi (yang telah) ditentukan telah
hidung diberikan;
l. Monitor peralatan oksigen untuk memastikan bahwa alat
Keterangan: tersebut tidak mengganggu upaya pasien untuk bernapas.
1. Keluhan ekstrime
2. Keluhan berat NIC: Manajemen Jalan Nafas (3140)
3. Keluhan sedang a. Posisikan pasien semi fowler;
4. Keluhan ringan b. Motivasi pasien untuk melakukan batuk efektif;
5. Tidak ada keluhan c. Auskultasi suara nafas, mendengarkan ada atau tidak ada adanya
suara tambahan;
- Frekuensi pernafasan dalam batas normal (16- d. Berikan pendidikan kesehatan mengenai fisioterapi dada.
24x/menit) (041501)
- Irama pernafasan reguler (041502)
- Kedalaman inspirasi maksimal (041503)
- Suara auskultasi kembali normal (041504)
- Jalan nafas paten (041532)
- Tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan
(041510)
- Tidak ada pernafasan dengan bibir (041512)
- Tidak dyspnea saat istirahat (041015)
- Tidak dyspnea saat aktivitas ringan (041016)
- Tidak ada pernafasan cuping hidung (041528)
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing


Interventions Classification (NIC). Edisi 6. Jakarta: EGC.
Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing
Outcomes Classification (NOC). Edisi 6. Jakarta: EGC.
Carpenito, L.J. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 13. Jakarta: EGC.
Cranendonk, D.R., A.P.M. Lavrijsen, J.M. Prins, W.J. Wiersinga. 2017. Cellulitis:
Current Insights into Pathophysiology and Clinical Management. The
Netherlands Journal of Medicine. 75(9): 366-378.
Krenke R, Maskey-Warzechowska M, Korczynski P, Zielinska-Krawcyzk M,
Klimiuk J. 2015. Pleural Effusion in Meigs’ Syndrome--Transudate or
Exuudate?. US Natl Libr Med Natl Institutes Heal.
Hagos G, T.Micheal T. 2015. Meigs’ Syndrome: A Case Report and Literature
Review. J Eritrean Med Assoc.
Herdman, T.H. dan S. Kamitsuru. (Ed). 2018. NANDA Internasional Diagnosis
Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2018-2020, Ed. 11. Terjemahan
oleh Budi Anna Keliat et al. Jakarta: EGC.
Liao Q, Hu S. Meigs’ Syndrome and Pseudo-Meigs’ Syndrome: Report of Four
Cases and Literature Reviews. J Cancer Ther. 6:293–301.
Loizzi V., Cormio G., Resta L. 2005. Pseudo-Meigs Syndrome and Elevated CA125
Associated with Struma Ovarii. Gynecol Oncol.
Moorhead., Johnson., Maas., & Swanson. 2013. Nursing Outcomes Classification
(NOC). Fifth Edition. USA: Mosby.
Nurafif, A. H. dan H. Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Bersarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC. Edisi MediAction. Yogyakarta.
Smeltzer, S. C., dan Bare, B. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai