Referat Sudden Deafness DR Abla
Referat Sudden Deafness DR Abla
PENDAHULUAN
1
gangguan yang heterogen dan dengan patologi yang berbeda. Selain itu, peneliti
menetapkan seleksi pasien berdasarkan kriteria yang berbeda dan tatalaksana
diberikan pada waktu yang berbeda setelah onset gejala. Pemulihan dari tuli
mendadak bergantung pada banyak faktor seperti waktu onset, usia, adanya
vertigo, derajat ketulian, kecepatan pemberian obat, respon 2 minggu pengobatan
pertama, dan adanya faktor-faktor predisposisi.1,2,3 Berdasarkan uraian di atas,
penulis tertarik untuk membahas tuli mendadak dalam tinjauan pustaka ini karena
peran dokter umum dalam penanganan kasus tuli mendadak sebagai salah satu
keadaan darurat otologi sehingga sangat penting untuk mencegah agar tidak
terjadi tuli permanen.
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Telinga
2.1.1 Anatomi Telinga
Telinga manusia terdiri atas tiga bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah
dan telinga dalam.4
Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula) dan liang telinga
(kanalis akustikus eksterna) sampai membran timpani. Daun telinga
terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga terbentuk
huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar,
sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang.
Selama masa anak-anak, kanalis ini lurus namun pada usia 9 tahun menjadi
berbentuk S. Panjangnya kira-kira 24 mm dengan volum 1-2 ml.4,6
3
Gambar 2. Anatomi daun telinga6
2.1.1.2 Anatomi
Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan:
4
Batas luar : membran timpani
Batas depan : tuba eustachius
Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
Batas belakang : aditus ad antrum dan kanalis fasialis pars
vertikalis.
Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi
sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval
window), tingkap bundar (round window) dan promontorium.4
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari
arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga.
Bagian atas disebut pars flaksida (membran Shrapnell), sedangkan
bagian bawah pars tensa (membran propia). Pars flaksida hanya
berlapis dua manakala pars tensa mempunyai satu lapis lagi ditengah.4
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran
timpani disebut umbo. Terdapat 2 macam serabut di membran timpani,
sirkuler dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya reflek
cahaya yang berupa kerucut. Membran timpani dibagi dalam 4
kuadran dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus
dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga
didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta
bawah belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani. 4
Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran
yang tersusun dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes.
Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan.
Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus
melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak
pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan
antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. 4
Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Ditempat
ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan
telinga tengah dengan antrum mastoid. Tuba eustachius termasuk
5
dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan
telinga tengah. 4
6
2.1.1.3 Anatomi Telinga Dalam
Bentuk telinga dalam sedemikian kompleksnya sehingga disebut
sebagai labirin. Labirin terletak di pars petrosa os temporalis, medial dari
telinga tengah. Telinga dalam dibagi menjadi labirin tulang dan labirin
membran. Labirin tulang dan membran memiliki bagian vestibular dan
bagian koklear. Bagian vestibular (pars superior) berhubungan dengan
keseimbangan, sementara bagian koklearis (pars inferior) merupakan organ
pendengaran.7,8,9
Labirin tulang (osseous labyrinth, bony labyrinth or otic capsule)
terdiri dari vestibulum, kanalis semisirkularis dan koklea (Gambar 6;
Gambar 7). Tulang yang membentuk koklea dan vestibuli adalah tulang yang
paling keras (hardest bone) di dalam tubuh. Labirin tulang dilapisi oleh
endosteum dan mengandungi cairan perilimfe yang mengelilingi labirin
membran.7,8,10
Vestibulum, yang merupakan bagian sentral dari labirin tulang,
terletak di posterior dari koklea dan anterior dari kanalis semisirkularis.
Fenestra vestibuli (oval window) dan fenestra koklearis (round window)
ditemukan di dinding lateral dari vestibuli. Fenestra koklearis tertutup oleh
membran timpani sekunder (secondary tympanic membrane) manakala
fenestra ovalis tertutup oleh basis dari tulang stapes dan ligamentum
anularisnya. Sakkulus (saccule) dan utrikulus (utricle) adalah bagian dari
labirin membran yang terletak dalam vestibulum (Gambar 6; Gambar 7;
Gambar 8).7
Kanalis semisirkularis yang terdapat dalam tubuh manusia adalah
sebanyak tiga buah, yaitu superior, posterior dan lateral yang berhubungan
dengan bagian posterior dari vestibulum (Gambar 6; Gambar 7; Gambar 8).
Setiap kanalis semisirkularis mempunyai bagian pada ujungnya yang disebut
sebagai ampula, dan terbuka ke dalam vestibulum sebagai lima buah
orifisium yang mengandung duktus semisirkularis di dalamnya (Gambar 9).7
Koklea melingkar seperti rumah siput dan terbuka ke dalam pars
anterior dari vestibulum. Koklea mempunyai tulang pusat yang disebut
sebagai modiolous, yang beraksi sebagai sumbu dimana koklea melingkar
dengan dua dan satu-setengah putaran. Modiolus berisi berkas saraf dan
7
suplai arteri dari arteri vertebralis. Serabut saraf kemudian berjalan
menerobos suatu lamina tulang yaitu lamina spiralis oseus untuk mencapai
sel-sel sensorik organ Corti. 7,9,10,11,12
Rongga koklea dibagi menjadi tiga bagian oleh duktus koklearis yang
panjangnya 35 mm. Bagian atas adalah skala vestibuli, berisi perilimfe dan
dipisahkan dari duktus koklearis oleh membran Reissner yang tipis. Bagian
bawah adalah skala timpani juga mengandung perilimfe dan dipisahkan dari
duktus koklearis oleh lamina spiralis oseus dan membran basilaris (Gambar
9). Perilimfe pada kedua skala berhubungan apeks koklea spiralis tepat
setelah ujung buntu duktus koklearis melalui suatu celah yang dikenal
sebagai helikotrema. Membran basilaris sempit pada basisnya (nada tinggi)
dan melebar pada apeks (nada rendah). 1,9,10,11,12
Labirin membran terletak di dalam labirin tulang. Labirin ini berisi
cairan endolimfe, satu-satunya cairan ekstraseluler dalam tubuh yang tinggi
kalium dan rendah natrium dan dikelilingi oleh cairan perilimfe (tinggi
natrium, rendah kalium) yang terdapat dalam kapsula otika bertulang.
Labirin membran terdiri dari sakulus dan utrikel yang terletak di dalam
vestibulum, tiga buah duktus semisirkularis yang terletak di dalam kanalis
semisirkularis dan duktus koklearis yang terletak di dalam koklea. Semua
struktur ini berhubungan dengan satu sama lain (Gambar 8).7
Utrikel adalah kantung ventrikuli yang terbesar dan dihubungkan
secara langsung dengan sakulus dan duktus endolimfatikus oleh duktus
utrikulosakularis. Dinding dari utrikel dan sakulus megandung reseptor
sensorik yang sensitif terhadap orientasi dari kepala terhadap gravitasi dan
gerakan. Duktus semisirkularis berdiameter kecil dari kanalis semisirkularis.
Endolimfe dalam duktus ini berubah tergantung dengan gerakan kepala.
Perubahan ini dideteksi oleh reseptor sensorik dalam ampula duktus
semisirkularis. Duktus koklearis berbentuk segitiga pada potongan lintang
dan dihubungkan dengan sakulus oleh duktus reunions. Epitel pada
membran basilaris membentuk spiral organ of Corti yang mengandung
reseptor sensorik yang berpengaruh penting dalam proses pendengaran
(Gambar 10; Gambar 11).7
8
Gambar 6. Gambaran anterolateral dari labirin tulang kanan (otic capsule). 5
9
Gambar 7. Gambaran labirin tulang kanan (otic capsule) yang diseksi. 5
10
Gambar 8. Gambaran labirin membran dengan persarafannya. 5
11
(a (b
Gambar 10. Gambaran skematik dari (a) Sel rambut koklea; (b) Organ korti. 11
12
Tuli mendadak didefinisikan menurut beberapa kriteria yakni
berdasarkan derajat keparahan, waktu, spektrum frekuensi yang tidak
dapat didengar, dan kriteria audiometri tertentu. Beberapa ahli
mendefinisikan tuli mendadak sebagai penurunan pendengaran
sensorineural 30 dB atau lebih, paling sedikit tiga frekuensi berturut-
turut pada pemeriksaan audiometri dan berlangsung dalam waktu
kurang dari 3 hari. Tuli mendadak (sudden hearing loss) dikenal juga
dengan istilah tuli mendadak sensorik (sudden sensory hearing loss)
dan tuli mendadak sensorineural (sudden sensorineural hearing loss)
disebabkan oleh kerusakan akut terutama di koklea dan/atau
retrokoklea. Oleh karena itu, tuli mendadak sensorineural adalah
istilah yang paling tepat untuk menggambarkan keadaan klinis ini.
Tuli mendadak biasanya terjadi pada satu telinga, secara tiba-tiba dan
penyebabnya tidak dapat langsung diketahui. Kelainan ini dimasukkan
ke dalam keadaan darurat neurotologi.2,3
2.2.2 Kekerapan
Insidensi terjadinya tuli mendadak bervariasi antara 5 sampai 20
kasus per 100.000 orang. Hal ini disebabkan banyak pasien yang tidak
mencari pengobatan akibat adanya resolusi spontan dan terjadinya
misdiagnosis. Distribusi kasus tuli mendadak sama pada laki-laki
maupun perempuan. Beberapa penelitian menunjukkan adanya sedikit
dominasi laki-laki sekitar 53% (1.530/2864); akan tetapi penelitian
lain menunjukkan adanya sedikit dominasi perempuan tanpa jumlah
yang spesifik pada 1.220 pasien. Jenis kelamin tidak menjadi faktor
risiko terjadinya tuli mendadak.
Beberapa penelitian belum menggambarkan jelas keterlibatan
telinga kanan maupun kiri melainkan hanya untuk menunjukkan
distribusi. Penelitian gabungan menunjukkan bahwa tuli mendadak
lebih sering terjadi pada telinga kiri (55%). Tuli mendadak bilateral
terjadi pada 1-5% kasus. Tuli mendadak bisa terjadi pada usia
berapapun, akan tetapi beberapa kasus dilaporkan pada anak-anak dan
13
lanjut usia. Usia pertengahan dan dewasa muda memiliki insiden yang
sama. Usia rata-rata pada penelitian 40-54 tahun. Tinitus akut
menyertai tuli mendadak pada sebagian besar kasus dan gejala
vestibular terjadi pada seperempat hingga setengah pasien.3
2.2.3 Etiologi
Tuli mendadak dikategorikan menjadi tuli mendadak dengan
penyebab yang diketahui dan tuli mendadak idiopatik (idiopathic
sudden sensorineural hearing loss). Penyebab pasti tuli mendadak
bervariasi dan sangat jarang, hanya 10-15% kasus yang etiologinya
dapat diidentifikasi. Tiga teori utama yang menjelaskan tentang tuli
mendadak idiopatik adalah infeksi virus, gangguan pembuluh darah,
serta ruptur membran intrakoklea dan ada bukti tambahan yang
mendukung penjelasan keempat yakni penyakit autoimun pada telinga
dalam. Proses penyakit dapat melibatkan berbagai teori dengan tuli
mendadak sebagai gejalanya. Setiap teori dapat menjelaskan sejumlah
episode dari tuli mendadak sensorineural.3
14
2.2.5 Patogenesis
Teori yang dijelaskan sebagai kemungkinan penyebab tuli
mendadak adalah infeksi virus, gangguan vaskuler, ruptur membran
intrakoklea dan penyakit telinga dalam yang berhubungan dengan
imun. Suatu proses penyakit yang melibatkan salah satu dari teori ini
dapat menyebabkan tuli mendadak, namun tidak satupun yang dapat
menjelaskan secara pasti.3
Penelitian terhadap penderita tuli mendadak menunjukkan
infeksi virus sebagai salah satu kemungkinan penyebabnya
berdasarkan prevalensi tinggi dari riwayat infeksi virus yang terbaru,
serokonversi virus dan histopatologi dari os temporalis. Berdasarkan
beberapa penelitian, sebanyak 17-33% dari penderita tuli mendadak
menderita penyakit virus. Pada pemeriksaan histopatologis os
temporalis dari pasien dengan tuli mendadak didapatkan kehilangan
sel rambut dan sel penyokong,atrofi membran tektoria,atrofi stria
vaskularis dan kehilangan neuron sesuai dengan kerusakan akibat
virus. Pola kerusakan ini mirip dengan gambaran yang ditemukan
pada tuli sekunder akibat cacar,campak dan rubella maternal. Infeksi
virus bisa dianggap sebagai penyebab dari tuli mendadak, tetapi
dibuktikan dengan pasti.3
Teori kedua adalah berkaitan dengan gangguan vaskular yang
terjadi pada koklea. Koklea mendapatkan suplai darahnya dari arteri
labirintin, tanpa vaskular kolateral. Fungsi koklea sensitif terhadap
perubahan suplai darah sehingga gangguan vaskuler koklea akibat
trombosis, emboli, penurunan aliran darah atau vasospasme
menyebabkan tuli mendadak. Penurunan oksigenasi koklea
kemungkinan akibat dari perubahan aliran darah koklea. Perdarahan
intrakoklea merupakan manifestasi awal yang diikuti fibrosis dan
osifikasi koklea. Pada beberapa studi dilaporkan hubungan antara tuli
mendadak dan penyakit kardiovaskuler, walaupun belum dibuktikan
dengan pasti. Hubungan antara tuli mendadak dan hiperkolesterolemia
juga dilaporkan pada beberapa penelitian kasus kontrol. Tuli
15
mendadak dilaporan lebih sering pada pasien dengan diabetes
melitus.3
Teori lain terjadinya tuli adalah akibat ruptur membran
intrakoklea. Membran ini memisah telinga tengan dan telinga dalam,
di dalam koklea juga terdapat membran halus yang memisahkan ruang
perilimfe dan endolimfe. Secara teoritis, ruptur dari salah satu atau
kedua jenis membran ini dapat mengakibatkan tuli mendadak.
Kebocoran cairan perilimfe ke telinga tengah lewat oval window telah
diyakini sebagai mekanisme penyebab tuli. Ruptur membran
intrakoklea membolehkan bercampurnya perilmfe dan endolimfe dan
merubah potensi endokoklea secara efektif. 3
Teori yang terakhir adalah penyakit autoimun pada telinga
dalam. Ketulian sensorineural yang disebabkan oleh proses autoimun
telinga dalam masih belum jelas, tapi aktivitas imunologik koklea
menunjukkan fakta yang tinggi. Hubungan ketulian dan autoimun
dijelaskan pada kasus sindroma Cogan, lupus eritematosus sistemik,
dan gangguan autoimun rheumatologi yang dilaporkan.3
2.2.6 Diagnosis
Diagnosis tuli mendadak ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan THT, audiologi dan laboratorium serta
pemeriksaan penunjang lainnya.
Pada anamnesis, pasien biasanya mengeluhkan kehilangan
pendengaran tiba-tiba pada satu telinga yang tidak jelas penyebabnya
berlangsung dalam waktu kurang dari 3 hari. Gejala pertama adalah
berupa tinitus, beberapa jam bahkan beberapa hari sebelumnya bisa
didahului oleh infeksi virus, trauma kepala, obat-obat ototoksik, dan
neuroma akustik. Pusing mendadak (vertigo) merupakan gejala awal
terbanyak dari tuli mendadak yang disebabkan oleh iskemik koklear
dan infeksi virus, dan vertigo akan lebih hebat pada penyakit meniere,
tapi vertigo tidak ditemukan atau jarang pada tuli mendadak akibat
neuroma akustik, obat ototoksik. Pasien juga dapat mengeluh mual
dan muntah, demam tinggi dan kejang. Pada anamnesis, harus
16
ditanyakan adanya riwayat infeksi virus seperti mumps, campak,
herpes zooster, CMV, influenza B.12, riwayat hipertensi, riwayat
penyakit metabolik seperti DM, telinga terasa penuh, biasanya pada
penyakit meniere, riwayat berpergian dengan pesawat atau menyelam
ke dasar laut, serta riwayat trauma kepala dan bising keras.2
Pada pemeriksaan fisik dengan otoskop, tidak ditemukan
kelainan pada telinga yang sakit. Sementara dengan pemeriksaan
pendengaran didapatkan hasil sebagai berikut:
Tes penala: Rinne positif, Weber lateralisasi ke telinga yang sehat,
Schwabach memendek. Kesan: tuli sensorieural
Audiometri nada murni: Tuli sensorineural ringan sampai berat.2
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah audiometri
khusus, audiometri tutur (speech audiometry), audiometri impedans,
BERA (Brainstem Evolved Responce Audiometry), pemeriksaan laboratorium, tes
keseimbangan ENG, dan pemeriksaan tomografi komputer. Pada audiometri khusus
didapatkan tes SISI (Short Increment Sensitivity Index) dengan skor
100% atau kurang dari 70%, kesan dapat ditemukan rekrutmen dan tes
tone decay atau reflek kelelahan negatif didapati kesan bukan tuli
retrokoklea. Audiometri tutur (speech audiometry) didapatkan SDS
(speech discrimination score) kurang dari 100% dengan kesan tuli
sensorineural. Audiometri impedans didapatkan timpanogram tipe A
(normal) reflek stapedius ipsilateral negatif atau positif sedangkan
kolateral positif dengan kesan sensorineural koklea, BERA (Brainstem
Evolved Responce Audiometry) menunjukkan tuli sensori neural ringan
sampai berat. 2
Pemeriksaan laboratorium dapat digunakan untuk memeriksa
kemungkinan infeksi virus, bakteri, hiperlipidemia, hiperfibrinogen,
hipotiroid, penyakit autoimun, dan faal hemostasis. Tes Keseimbangan
ENG (electro nystagmography) mungkin terdapat paresis kanal.
Pemeriksaan tomografi komputer (CT-scan) dan pencitraan resonansi
magnetik (MRI) dengan kontras diperlukan untuk menyingkirkan
diagnosis seperti neuroma akustik dan malformasi tulang temporal.
Bila diduga kemungkinan adanya neuroma akustik, pasien
17
dikonsulkan ke bagian Saraf. Pemeriksaan arteriografi diperlukan
untuk kasus yang diduga akibat thrombosis.2
2.2.7 Penatalaksanaan
Pengobatan untuk tuli mendadak sampai saat ini merupakan
suatu hal yang kontroversi, tingginya angka perbaikan secara spontan
ke arah normal maupun mendekati normal menyulitkan evaluasi
pengobatan untuk tuli mendadak. Tak ada studi terkontrol yang
dilakukan yang dapat membuktikan bahwa suatu obat secara
bermakna menyembuhkan tuli mendadak. Seperti diketahui
angka penyembuhan secara spontan tuli mendadak terjadi antara 40-
70% kasus. Ada pendapat ahli menyatakan bahwa sebagian besar
kasus tuli mendadak mengalami proses penyembuhan secara partial
terutama selama 14 hari pertama setelah onset penyakit.2
Terapi untuk tuli mendadak adalah:
1. Tirah baring sempurna (total bed rest) istirahat fisik dan mental
selama 2 minggu untuk menghilangkan atau mengurangi stress
yang besar pengaruhnya pada keadaan kegagalan neovaskular.
2. Vasodilatansia yang cukup kuat misalnya dengan pemberian
complamin injeksi.
- 3x 1200 mg (4 ampul) selama 3 hari
- 3x 900 mg (3 ampul) selama 3 hari
- 3x 600 mg (2 ampul) selama 3 hari
- 3x 300 mg (1 ampul) selama 3 hari
Disertai dengan pemberian tablet vasodilator oral tiap hari. Perlu
dipertimbangkan pemberian vasodilator jenis lain mengingat
Complamin sudah kurang diproduksi
3. Prednison 4 x 10 mg (2 tablet), tappering off tiap 3 hari (hati– hati
pada penderita DM).
4. Vitamin C 500 mg 1x1 tablet/hari, vitamin E 1x1 tablet
5. Neurobion 3x1 tablet /hari
6. Diit rendah garam dan rendah kolesterol
7. Inhalasi oksigen 4x15 menit (2 liter/menit),
8. Obat antivirus sesuai dengan virus penyebab.
9. Terapi oksigen hiperbarik (OHB)2
Terapi oksigen hiperbarik adalah adminisitrasi oksigen dengan
tekanan sebesar 100% di suatu ruang tertutup (chamber) dengan
18
tekanan udara yang tiga kali lebih tinggi dari tekanan udara
normal.13,14,15
Terapi oksigen hiperbarik dapat memperbaiki kondisi iskemia
koklea pada kasus tuli sensorineural mendadak. Iskemia/hipoksia
mengakibatkan terbentuknya asam laktat sebagai hasil respirasi
anaerob. Penurunan pH intraseluler mengganggu proses metabolisme
sel sehingga terjadi kerusakan sel. Efek hiperoksigenasi dapat
memperbaiki kerusakan sel akibat iskemia. Oksigen yang cukup dapat
menstimulasi respirasi aerob sehingga proses metabolisme sel dapat
kembali normal.2,13,14
Iskemia mengkibatkan vasodilatasi dan peningkatan
permeabilitas kapiler sebagai respon inflamasi. Penumpukan cairan di
intersisial menghasilkan edema jaringan. Terapi oksigen hiperbarik
mengakibatkan vasokontriksi sehingga mengurangi edema akibat
proses iskemia. Terapi oksigen hiperbarik meningkatkan kemampuan
difusi oksigen. Pada tekanan 3 atmosfer absolut (ATA), kemampuan
difusi oksigen mencapai 4 kali dibandingkan tekanan 1 atm. Meskipun
terjadi edema, oksigen mampu mencapai sel-sel.2
Hipoksia menginduksi ekspresi intercellular adhesion
molecule-1 (ICAM-1) sehingga terjadi adesi lekosit pada endotel.
Pemberian OHB dapat mengurangi ekspresi ICAM-1 ini. Mekanisme
penghambatan ICAM-1 adalah melalui induksi eNOS. OHB
menginduksi sintesis endothelial nitric oxide synthase (eNOS).
Ekspresi ICAM-1 dihambat oleh eNOS. Batas ambang PO2 untuk
penghambatan ICAM-1 adalah 2-2,5 ATA. O2 normobarik tidak
mempengaruhi ICAM-1. Terapi oksigen hiperbarik mempunyai
manfaat menghambat proses inflamasi.2
Pada pasien diabetes perlu diperhatikan, sebaiknya diberikan
kortikosteroid injeksi dan bila perlu dilakukan pemeriksaan gula darah
secara rutin setiap hari serta konsultasi ahli penyakit dalam. Apabila
hasil konsultasi dengan sub bagian hematologi penyakit dalam dan
19
bagian kardiologi ditemukan kelainan, terapi ditambah sesuai dengan
nasehat bagian tersebut. 13,14
Tuli mendadak akibat infeksi virus dapat ditatalaksana dengan
terapi oksigen hiperbarik. Mekanisme pertahanan tubuh terhadap
infeksi virus lebih banyak melibatkan imunitas seluler yaitu lekosit.
Terapi oksigen hiperbarik dapat meningkatkan fungsi fagositosis
lekosit sehingga meningkatkan imunitas. Trauma mengakibatkan
kerusakan sel. Terapi oksigen hiperbarik dapat menghasilkan efek
hiperoksigenasi dan menghambat inflamasi sehingga kerusakan sel
dihambat. Kerusakan jaringan dapat diperbaiki melalui proses
angiogenesis. Efek terapi oksigen hiperbarik adalah meningkatkan
angiogenesis sehingga memperbaiki vaskularisasi area trauma.2
20
2.2.8 Evaluasi
Evaluasi fungsi pendengaran dilakukan setiap minggu selama 1
bulan. Kallinen et al (1997) mendefinisikan perbaikan pendengaran
pada tuli mendadak adalah sebagai berikut:
1. Sangat baik, apabila perbaikan >30 dB pada 5 frekuensi.
2. Sembuh, apabila perbaikan ambang pendengaran <30 dB pada
frekuensi 250 Hz, 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz dan dibawah 25 dB
pada frekuensi 4000 Hz.
3. Baik, apabila rerata perbaikan 10- 30 dB pada 5 frekuensi.
4. Tidak ada perbaikan, apabila terdapat perbaikan <10 dB pada 5
frekuensi.
Bila gangguan pendengaran tidak sembuh dengan pengobatan di
atas,dapat dipertimbangkan pemasangan alat bantu dengar (hearing
aid). Apabila dengan alat bantu dengar juga masih belum dapat
berkomunikasi secara adekuat perlu dilakukan psikoterapi dengan
tujuan agar pasien dapat menerima keadaan. Rehabilitasi pendengaran
agar dengan sisa pendengaran yang ada dapat digunakan secara
maksimal bila memakai alat bantu dengar dan rehabilitasi suara agar
dapat mengendalikan volume, nada dan intonasi oleh karena
pendengarannya tidak cukup untuk mengontrol hal tersebut.2
2.2.9 Prognosis
Prognosis tuli mendadak tergantung pada beberapa faktor,
antaranya waktu onset, usia, adanya vertigo dan derajat ketulian,
kecepatan pemberian obat, respon 2 minggu pengobatan pertama, dan
adanya faktor- faktor predisposisi. Semakin beratnya derajat ketulian,
semakin buruknya prognosis pada pasien dengan tuli mendadak.8
Penelitian menunjukkan bahwa semakin cepat pasien diobati
maka semakin baik pula pemulihan yang dicapai. Bila lebih 2 minggu
kemungkinan sembuh menjadi lebih kecil. Sebesar 30-65% kasus tuli
mendadak dilaporkan mengalami penyembuhan total atau sebagian tanpa
diberi pengobatan. Berdasarkan kebanyakan penelitian, anak-anak dan
dewasa berusia lebih dari 40 tahun memiliki prognosis yang buruk
dibandingkan yang lain. Penderita dengan vertigo berat menunjukkan
21
prognosis buruk dibanding pasien tanpa gejala vertigo. Semakin
beratnya derajat ketulian, semakin buruknya prognosis pada pasien
dengan tuli mendadak. Speech discrimination yang menurun pada
pasien menjelaskan prognosis yang buruk.8
Menurut Soepardi, dkk. (2012), pada umumnya makin cepat
diberikan pengobatan makin besar kemungkinan untuk sembuh, bila
sudah lebih dari 2 minggu kemungkinan sembuh menjadi lebih kecil.
Penyembuhan dapat sebagian atau lengkap, tetapi dapat juga tidak
sembuh, hal ini disebabkan oleh karena faktor konstitusi pasien seperti
pasien yang pernah mendapat pengobatan obat ototoksik yang cukup
lama, pasien diabetes melitus, pasien dengan kadar lemak darah yang
tinggi, pasien dengan viskositas darah yang tinggi dan sebagainya,
walaupun pengobatan diberikan pada stadium yang dini. Pasien yang
cepat mendapat pemberian kortikosteroid dan atau vasodilator
mempunyai angka kesembuhan yang lebih tinggi, demikian pula
dengan kombinasi pemberian steroid dengan heparinisasi dan
karbogen serta steroid dengan obat fibrinolisis.2
22
BAB III
KESIMPULAN
23
C, vitamin E, Neurobion, diet rendah garam dan rendah kolesterol, inhalasi
oksigen, obat antivirus sesuai dengan virus penyebab, terapi oksigen hiperbarik
(OHB).
Prognosis tuli mendadak tergantung pada waktu onset, usia, adanya vertigo
dan derajat ketulian, kecepatan pemberian obat, respon 2 minggu pengobatan
pertama, dan adanya faktor- faktor predisposisi.
Pada umumnya semakin cepat diberikan pengobatan semakin
besar kemungkinan untuk sembuh, bila telah lebih dari 2 minggu kemungkinan
sembuh menjadi lebih kecil. Penyembuhan dapat sebagian atau lengkap, tetapi
dapat juga tidak sembuh.
24
DAFTAR PUSTAKA
25
9. Liston, Stephen L, Duvall, Arndt J. 1997. Embriologi, Anatomi, dan
Fisiologi Telinga, Chapter 2 pada Adams, George L., MD., Boies,
Lawrence R., Jr., MD., Higler, Peter A., MD.; alih bahasa, Caroline
Wijaya; editor, Harjanto Efendi; Buku Ajar Penyakit THT (Boies
Fundamentals of Otolaryngology), Edisi 6. Jakarta : EGC. Pp 30-38.
10. Kahle W, Frotscher M. Nervous System and Sensory Organs, Volume 3.
In: Color Atlas and Textbook of Human Anatomy. 5th revised edition.
New York: Thieme; 2003. pp 361-382.
11. Probst R. Ear: Anatomy and physiology of the ear, Anatomy and function
of the cochlea. In: Probs R, Grevers G, Iro H, editors. Basic Otorhino-
laryngology. New York: Thieme; 2006. p 153, 160-1
12. Netter H.F, Craig A.J, Perkins J. Atlas of Neuroanatomy and
Neurophysiology. USA: Icon Custom Communications. 2002.
13. Latham,E., dkk. 2016. Hyperbaric Oxygen Therapy. Diakses di URL:
26