LP Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Stroke Hemoragik
LP Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Stroke Hemoragik
HEMORAGIK
1. DEFINISI/PENGERTIAN STROKE
· Definisi stroke menurut WHO Task Force in Stroke and other Cerebrovascular Disease (1989) adalah
suatu gangguan disfungsi neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah, dan
terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya secara cepat (dalam
beberapa jam) dengan gejala-gejala dan tanda-tanda yang sesuai dengan daerah fokal otak yang
terganggu (WHO, 1989).
· Stroke secara umum merupakan defisit neurologis yang mempunyai serangan mendadak dan
berlangsung 24 jam sebagai akibat dari terganggunya pembuluh darah otak (Hudak dan Gallo,
1997) .
· Sedangkan stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh darah
pada otak. Stroke hemoragik terjadi bila pembuluh darah di dalam otak pecah. Otak sangat sensitif
terhadap perdarahan dan kerusakan dapat terjadi dengan sangat cepat. Pendarahan di dalam otak
dapat mengganggu jaringan otak, sehinga menyebabkan pembengkakan, mengumpul menjadi
sebuah massa yang disebut hematoma. Pendarahan juga meningkatkan tekanan pada otak dan
menekan tulang tengkorak.
· EPIDEMIOLOGI
Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan keganasan. Stroke
diderita oleh ± 200 orang per 100.000 penduduk per tahunnya. Stroke merupakan penyebab utama
cacat menahun. Pengklasifikasiannya adalah 65-85% merupakan stroke non hemoragik (± 53%
adalah stroke trombotik, dan 31% adalah stroke embolik) dengan angka kematian stroke trombotik
± 37%, dan stroke embolik ± 60%. Presentase stroke non hemoragik hanya sebanyak 15-35%. ±
10-20% disebabkan oleh perdarahan atau hematom intraserebral, dan ± 5-15% perdarahan
subarachnoid. Angka kematian stroke hemoragik pada jaman sebelum ditemukannya CT scan
mencapai 70-95%, setelah ditemukannya CT scan mencapai 20-30%.
Prevalensi stroke di USA adalah 200 per 1000 orang pada rentang usia 45-54 tahun, 60 per 1000
pada rentang usia 65-74 tahun, dan 95 per 1000 orang pada rentang usia 75-84 tahun. Dengan
presentase kematian mencapai 40-60%
· PENYEBAB/FAKTOR PREDISPOSISI
Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi yang menekan dinding arteri
sampai pecah. Penyebab lain terjadinya stroke hemoragik adalah :
· Aneurisma, yang membuat titik lemah dalam dinding arteri, yang akhirnya dapat pecah.
· Cerebral amyloid angiopathy, yang membentuk protein amiloid dalam dinding arteri di otak, yang
membuat kemungkinan terjadi stroke lebih besar.
· PATOFISIOLOGI
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-arteri yang
membentuk sirkulus Willisi : arteria karotis interna dan sistem vertebrobasilar atau semua cabang-
cabangnya. Apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15-20 menit maka akan terjadi
infark atau kematian jaringan. Akan tetapi dalam hal ini tidak semua oklusi di suatu arteri
menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Mungkin terdapat
sirkulasi kolateral yang memadai di daerah tersebut. Dapat juga karena keadaan penyakit pada
pembuluh darah itu sendiri seperti aterosklerosis dan trombosis atau robeknya dinding pembuluh
darah dan terjadi peradangan, berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah misalnya
syok atau hiperviskositas darah, gangguan aliran darah akibat bekuan atau infeksi pembuluh
ektrakranium dan ruptur vaskular dalam jaringan otak. (Sylvia A. Price dan Wilson, 2006)
· GEJALA KLINIS
Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan dan jumlah jaringan otak
yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa peringatan, dan sering selama aktivitas.
Gejala mungkin sering muncul dan menghilang, atau perlahan-lahan menjadi lebih buruk dari
waktu ke waktu.
· Kesulitan menelan.
· Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk, batuk, atau
kadang terjadi secara tiba-tiba.
· Kehilangan koordinasi.
· Kehilangan keseimbangan.
· Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan menggerakkan salah satu
bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik.
· Mual atau muntah.
· Kejang.
· Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi, baal atau
kesemutan.
PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum
· Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara.
b. Pemeriksaan integument
· Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka
turgor kulit akan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama
pada daerah yang menonjol karena klien stroke harus bed rest 2-3 minggu
d. Pemeriksaan dada
· Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara
nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
e. Pemeriksaan abdomen
· Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat
kembung.
g. Pemeriksaan ekstremitas
g. Pemeriksaan neurologi:
· Pemeriksaan motorik
· Pemeriksaan sensorik
· Pemeriksaan reflex
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari
refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan refleks patologis.
· PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan laboratorium
· Pungsi Lumbal
b. Pemeriksaan Radiologi
· CT Scan
· Angiografi serebral
membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau
obstruksi arteri
· MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik ( masalah sistem arteri
karotis ( aliran darah / muncul plak ) arteriosklerotik ).
· DIAGNOSIS/KRITERIA DIAGNOSIS
Pada diagnosis penyakit serebrovaskular, maka tindakan arteriografi adalah esensial untuk
memperlihatkan penyebab dan letak gangguan. CT Scan dan MRI merupakan sarana diagnostik
yang berharga untuk menunjukan adanya hematoma, infark atau perdarahan. EEG dapat membantu
dalam menentukan lokasi.
· THERAPY/TINDAKAN PENANGANAN
a) Lakukan penatalaksanaan jalan napas yang agresif. Pertimbangkan pra-terapi dengan pemberian
lidokain 1-2 mg/kg secara intravena jika diintubasi diindikasikan untuk menjaga adanya
peningkatan TIK.
d) Pertimbangkan deksametason 200-100mg IV : mulai timbulnya efek lebih lambat dari pada
tindakan intubasi atau manitol.
e) Pemantauan tekanan intrakranial secara noninvasif seperti MRI, CT scan, tomografi emisi
positron, single-photon emission computed tomografi, evoked potential, dan oksimetri.
Terapi umum:
Untuk merawat keadaan akut perlu diperhatikan faktor – faktor kritis sebagai berikut :
· Kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan masing – masing individu; termasuk usaha
untuk memperbaiki hipotensi maupun hipertensi.
3. Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin jangan memasang kateter tinggal; cara ini telah
diganti dengan kateterisasi “keluar – masuk” setiap 4 sampai 6 jam.
· Penderita harus dibalik setiap jam dan latihan gerakan pasif setiap 2 jam
· Dalam beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif penuh sebanyak 50 kali per
hari; tindakan ini perlu untuk mencegah tekanan pada daerah tertentu dan untuk
mencegah kontraktur (terutama pada bahu, siku dan mata kaki)
Terapi khusus:
Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti agregasi dan
neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin, tielopidin, low heparin, TPA.
1. Pentoxifilin:
2. Neuroprotektan:
Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan sintesis glikogen
Terapi Medis
1. Neuroproteksi
Berfungsi untuk mempertahankan fungsi jaringan. Cara kerja metode ini adalah menurunkan
aktifitas metabolisme dan kebutuhan sel-sel neuron.
2. Antikoagulasi
Diperlukan antikoagulasi dengan derajat yang lebih tinggi (INR 3,0 – 4,0) untuk pasien stroke
yang memiliki katup prostetik mekanik. Bagi pasien yang bukan merupakan kandidat untuk
terapi warvarin (coumadin), maka dapat digunakan aspirin tersendiri atau dalam kombinasi
dengan dipiridamol sebagai terapi anti trombotik awal untuk profilaksis stroke.
3. Trombolisis Intravena
Satu-satunya obat yang telah disetujui oleh US Food and Drug Administration(FDA) untuk
terapi stroke iskemik akut adalah aktivator plasminogen jaringan (TPA) bentuk rekombinan.
Terapi dengan TPA intravena tetap sebagai standar perawatan untuk stroke akut dalam 3 jam
pertama setelah awitan gejala. Risiko terbesar menggunakan terapi trombolitik adalah
perdarahan intraserebrum.
4. Trombolisis Intraarteri
Pemakaian trombolisis intraarteri pada pasien stroke iskemik akut sedang dalam penelitian,
walaupun saat ini belum disetujui oleh FDA. Pasien yang beresiko besar mengalami
perdarahan akibat terapi ini adalah yang skor National Institute of Health Stroke
Scale (NIHSS)-nya tinggi, memerlukan waktu lebih lama untuk rekanalisasi pembuluh, kadar
glukosa darah yang lebih tinggi, dan hitung trombosit yang rendah.
Terapi Perfusi
Untuk memulihkan sirkulasi otak pada kasus vasospasme saat pemulihan dari perdarahan
subarakhnoid.
Oedema otak terjadi pada sebagian besar kasus infark kasus serebrum iskemik, terutama pada
keterlibatan pada pembuluh besar di daerah arteria serebri media. Terapi konservatif dengan
membuat pasien sedikit dehidrasi, dengan natrium serum normal atau sedikit meningkat.
Terapi Bedah
Dekompresi bedah adalah suatu intervensi drastis yang masih menjalani uji klinis yang
dicadangkan untuk stroke yang paling masif.
1. PENGKAJIAN
· Data Subjektif
- klien mengeluh mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot).
· Data Objektif
- Hipertensi arterial
- Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan faktor fisiologis: disfungsi
neuromuscular ditandai dengan klien tampak tidak sadar, suara napas ronchi (+), napas
irreguler, dan memakai alat bantu oksigen.
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler ditandai dengan klien
tampak tidak sadar, kondisi lemah, dan hemiparese
e. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol otot facial atau oral
ditandai dengan klien tampak tidak mampu berbicara
1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan aliran darah sekunder akibat
peningkatan tekanan intracranial ditandai dengan klien tampak tidak sadar, dan kondisi lemah
Tujuan :
Setelah diberikan askep selama …x 24 jam, diharapkan Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara
optimal dengan kriteria hasil :
- Klien tidak gelisah
- Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
- GCS 456
- Pupil isokor, reflek cahaya (+)
- Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C,
INTERVENSI
Mandiri :
a. Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan akibatnya
Rasional :
Rasional :
Untuk mencegah perdarahan ulang
c. Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap dua Jam
Rasional :
Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk
d. Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung ( beri bantal tipis)
Rasional :
Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainage vena dan memperbaiki sirkulasi
serebral
Rasional :
Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi
perdarahan ulang
Rasional :
Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan
ketenangan mingkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke
hemoragik / perdarahan lainnya
Kolaborasi :
Rasional :
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol otot facial atau oral
ditandai dengan klien tampak tidak mampu berbicara
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan kerusakan komunikasi verbal klien dapat
teratasi, dengan kriteria hasil :
- Menerima pesan-pesan melalui metode alternatif (mis; komunikasi tertulis, bahasa isyarat, bicara
dengan jelas pada telinga yang baik).
Intervensi
Mandiri:
a. Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak memahami kata atau mengalami
kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri.
Rasional : Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang terjadi dan
kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh tahap proses komunikasi. Pasien mungkin
mempunyai kesulitan memahami kata yang diucapkan; mengucapkan kata-kata dengan benar;
atau mengalami kerusakan pada kedua daerah tersebut.
Rasional : Intervensi yang dipilih tergantung pada tipe kerusakannya. Afasia adalah gangguan
dalam menggunakan dan menginterpretasikan simbol-simbol bahasa dan mungkin melibatkan
komponen sensorik dan/atau motorik, seperti ketidakmampuan untuk memahami
tulisan/ucapan atau menulis kata, membuat tanda, berbicara. Seseorang dengan disartria dapat
memahami, membaca, dan menulis bahasa tetapi mengalami kesulitan
membentuk/mengucapkan kata sehubungan dengan kelemahan dan paralisis dari otot-otot
daerah oral.
Rasional : Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau ucapan yang keluar dan
tidak menyadari bahwa komunikasi yang diucapkannya tidak nyata. Umpan balik membantu
pasien merealisasikan kenapa pemberi asuhan tidak mengerti/berespon sesuai dan
memberikan kesempatan untuk mengklarifikasikan isi/makna yang gterkandung dalam
ucapannya.
d. Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana (seperti “buka mata,” “tunjuk ke pintu”)
ulangi dengan kata/kalimat yang sederhana.
e. Tunjukkan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda tersebut.
Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik (afasia motorik), seperti
pasien mungkin mengenalinya tetapi tidak dapat menyebutkannya.
f. Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti “Sh” atau “Pus”
Rasional : Mengidentifikasikan adanya disartria sesuai komponen motorik dari bicara (seperti
lidah, gerakan bibir, kontrol napas) yang dapat mempengaruhi artikulasi dan mungkin juga
tidak disertai afasia motorik.
g. Minta pasien untuk menulis nama dan/atau kalimat yang pendek. Jika tidak dapat menulis,
mintalah pasien untuk membaca kalimat yang pendek
Rasional : Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan dalam membaca yang
benar (aleksia) yang juga merupakan bagian dari afasia sensorik dan afasia motorik.
h. Tempatkan tanda pemberitahuan pada ruang perawat dan ruangan pasien tentang adanya
gangguan bicara. Berikan bel khusus bila perlu.
i. Berikan metode komunikasi alternative, seperti menulis di papan tulis, gambar. Berikan petunjuk
visual (gerakan tangan, gambar-gambar, daftar kebutuhan, demonstrasi).
j. Katakan secara langsung dengan pasien, bicara perlahan, dan dengan tenang. Gunakan
pertanyaan terbuka dengan jawaban “ya/tidak,” selanjutnya kembangkan pada pertanyaan
yang lebih kompleks sesuai dengan respons pasien.
k. Hargai kemampuan pasien sebelum terjadi penyakit; hindari “pembicaraan yang merendahkan”
pada pasien atau membuat hal-hal yang menentang kebanggaan pasien.
Rasional : Kemampuan pasien untuk merasakan harga diri, sebab kemampuan intelektual
pasien seringkali tetap baik
Kolaborasi
Tujuan:
Setelah diberikan askep ....x 24 jam diharapkan mobilisasi klien mengalami peningkatan, dengan
kriteria hasil:
- mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terserang hemiparesis dan
hemiplagia.
Intervensi
Mandiri:
a. Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan dengan cara yang teratur.
b. Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang,miring) dan sebagainya dan jika memungkinkan
bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu.
c. Letakkan pada posisi telungkup satu kali atau dua kali sekali jika pasien dapat mentoleransinya.
d. Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas saat masuk.
Anjurkan melakukan latihan sepeti latihan quadrisep/gluteal, meremas bola karet, melebarkan
jari-jari kaki/telapak.
e. Sokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan kaki (foot board) seelama
periode paralisis flaksid. Pertahankan posisi kepala netral.
Rasional : Mencegah kontraktur/footdrop dan memfasilitasi kegunaannya jika berfungsi
kembali. Paralisis flaksid dapat mengganggu kemampuannya untuk menyangga kepala, dilain
pihak paralisis spastik dapat meengarah pada deviasi kepala ke salah satu sisi.
g. Tempatkan ”handroll’ keras pada teelapak tangan dengan jari – jari dan ibu jari saling
berhadapan.
Rasional : Alas/dasar yang keras menurunkan stimulasi fleksi jari-jari, mempertahankan jari-
jari dan ibu jari pada posisi normal (posisi anatomis).
i. Bantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk (seperti meninggikan bagian kepala tempat
tidur, bantu untuk duduk di sisi tempat tidur, biarkan pasien menggunakan kekuatan tangan
untuk menyokong berta badan dan kaki yang kuat untuk memindahkan kaki yang sakit;
meningkatkan waktu duduk) dan keseimbangan dalam berdiri (seperti letakkan sepatu yang
datar;sokong bagian belakang bawah pasien dengan tangan sambil meletakkan lutut penolong
diluar lutut pasien;bantu menggunakan alat pegangan paralel dan walker).
Rasional : Membantu dalam melatih kembali jaras saraf, meningkatkan respon proprioseptik
dan motorik.
j. Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan ekstremitas yang
tidak sakit untuk menyokong/ menggerakkan daerah tubuh yang mengalami kelemahan.
Kolaborasi
a. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latiahn resistif, dan ambualsi pasien.
c. Berikan obat relaksan otot, antispasmodik sesuai indikasi seperti baklofen dan trolen.
(Doenges, 1999)
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta. EGC.
Doenges, Marilynn E., Moorhouse, Mary Frances dan Geissler, Alice C. 2000. Edisi 3. Rencana Asuhan
Keperawatan. Jakarta.EGC.
Mansjoer, arief, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid Pertama. Jakarta. Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Price, Sylvia A. 1995.Edisi 4. Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta. EGC