PENDAHULUAN
Sebelum mulai belajar Histologi, seorang mahasiswa kedokteran yang masih “fresh” pertama-tama harus
mengenal struktur umum sebuah Mikroskop dan bagaimana menggunakannya dengan betul. Mahasiswa juga
harus mengerti prinsip dasar dalam proses pembuatan serta pengecatan daripada jaringan sehingga ia akan
mampu menginterpretasikan sediaan-sediaan histologis secara lebih akurat.
MIKROSKOP SINAR
Suatu mikroskop sederhana memiliki sebuah lensa tunggal dan hanya menghasilkan gambar obyek belajar
dengan pembesaran sedang. Suatu mikroskop “compound” terdiri dari seseri lensa dan menghasilkan
pembesaran yang lebih kuat. Selama mempelajari histologi akan digunakan compound microscope ini.
Mikroskop “compound” terdiri dari bagian mekanis dan bagian optis. Bagian
mekanis memiliki suatu dasar, yang merupakan tempat pijakan yang stabil bagi mikroskop, suatu pilar, yang
menjulang ke atas dari dasarnya, dan suatu tempat dimana obyek belajar ditempatkan. Bagian optisnya
dilekatkan pada pilar di atas dan di bawah dari tempat obyek ini. Bagian ini terdiri dari bagian-bagian untuk
mata atau okuler, obyektif, kondensor dan cermin. Pada banyak mikroskop, cermin dan iluminator (lampu
khusus mikroskop) dengan aman terletak di bagian dasar alat ini.
Okuler terdiri dari kombinasi lensa-lensa yang diinsersikan di ujung atas tabung pada mikroskop. Angka yang
tergrafir, seperti ‘12.5x’, mengindikasikan pembesaran okuler itu. Obyektifnya, biasanya ada tiga, empat atau
lima, merupakan kombinasi lensa-lensa yang dilekatkan pada ujung bawah tabung. Angka yang tergrafir, seperti
‘10x’, mengindikasikan pembesaran obyektif itu. Suatu obyektif 10x yang digunakan dengan suatu okuler 12.5x
menghasilkan total pembesaran 125x. Bermacam-macam obyektif diletakkan pada “bagian hidung” yang
dilekatkan pada ujung bawah tabung mikroskop. Kita mengubah satu obyektif ke obyektif lain dengan cara
memutar “bagian hidung” sehingga satu obyektif akan dijauhkan sedangkan obyektif lain akan bergerak ke
posisinya.
Kondensor adalah kombinasi lensa-lensa yang terletak di bawah tempat obyek. Ia akan memproyeksi sinar
kerucut pada obyek yang dipelajari. Kondensor ini dapat diturun-naikkan sehingga sinar dapat difokuskan pada
obyeknya. Bagian sinar yang tidak diperlukan akan terhalang masuk kondensor oleh adanya iris diafragma.
Cermin yang terletak di bawah kondensor memantulkan berkas sinar yang datang dari sumber cahaya.
Biasanya di antara cermin dan kondensor ada tempat untuk filter sinar.
Bagaimana cara kerja mikroskop sinar ?
Obyek yang dipelajari dilekatkan pada sebuah “slide” kaca y.i.obyek-glass, yang diletakkan pada tempat obyek
pada mikroskop. Obyek dapat digerakkan ke posisinya di bawah obyetif dengan tangan kita atau dengan
menggunakan tatakan mekanisnya. Obyek difokuskan dengan benar dengan cara menaikkan atau menurunkan
tabung mikroskop tempat melekatnya okuler dan obyektif. Berkas sinar yang berasal dari bola lampu di dalam
iluminator direfleksikan dari cermin menembus kondensor. Disini sinar itu dibelokkan sehingga berkonvergensi
pada obyeknya. Berkas sinar itu kemudian memasuki obyektif dan menembusi lensa-lensanya yang
menyebabkannya berkonvergensi dan menyilang. Dari titik ini berkas sinar itu menembusi lensa-lensa okuler,
dimana sinar itu dibelokkan lagi. Muncul dari okuler, berkas sinar diarahkan ke pupil mata kita; kemudian
membias pada retina. Bila mata dalam keadaan relax, seperti sewaktu melihat jauh, suatu bayangan yang jernih
daripada obyek akan terlihat waktu obyektif ada pada posisi fokus yang tepat. Posisi lensa untuk menyesuaikan
dengan obyeknya dapat diubah-ubah dengan memutar makrometer (‘knop’ besar) dan mikrometer (‘knop’
kecil). Makrometer akan menghasilkan gerakan berjarak jauh, sedangkan mikrometer adalah mekanisme halus
yang menghasilkan gerakan kecil.
Jadi, mikroskop sinar ‘compound’ adalah suatu sistim pembesar 2 tahap. Pertama-tama obyek diperbesar
oleh lensa-lensa pada obyektif dan kemudian lagi oleh perangkat lensa di dalam okuler. Mikroskop ini akan
menghasilkan gambar yang terbalik atas-bawah dan kiri-kanan. Jadi, bila kita mendorong sediaan ke sisi kiri
misalnya, gambar yang kita lihat akan bergerak ke kanan, dan sebaliknya, demikian pula bila kita mendorong
sediaan ke atas misalnya, gambar yang kita lihat akan bergerak ke bawah, dan sebaliknya.
2
refraksi dan disebut ‘bi-refringent’. Pada mikroskop ini, sinar dipolarisasikan di bagian bawah mikroskop oleh
prisma quartz dari Nicol yang disebut ‘polarizer’. Sinar yang terpolarisasi kemudian menembus sediaan. Prisma
kedua yang disebut ‘analyzer’, diletakkan di sebelah okuler di dalam tabung mikroskop. Bila posisi kedua prisma
tersebut diatur sedemikian rupa sehingga kedua berkas sinar polarisasi itu berjalan secara paralel, maka suatu
gambar normal akan terlihat pada okuler. Bila suatu obyek amorf (mono-refringent) diletakkan pada tatakan
mikroskop dengan posisi prisma-prisma yang saling tegak lurus, tidak akan terlihat apa-apa, sebab berkas
sinarnya belum dipisahkan oleh obyek ini. Bila sekarang diletakkan obyek kristal / ’bi-refringent’ pada tatakan
obyek, maka bayangan sinar akan muncul pada latar belakang (background) yang gelap. Jadi, untuk bahan-
bahan biologis yang mengubah arah sinar polarisasi, dan dengan demikian terlihat dengan mikroskop polarisasi,
struktur mikroskopisnya harus terdiri dari molekul-molekul yang asimetris dan berbeda tempat. Sabut-sabut
otot, sabut-sabut jaringan ikat dan butri-butir lemak / ’lipid droplets’ memperlihatkan sifat ‘bi-refringent’ dan
telah dipelajari lebih banyak dengan menggunakan mikroskop polarisasi.
MIKROSKOP FLUORESENSI
Pada mikroskop bentuk ini, sinar UV digunakan untuk menyinari sediaan. Substansi biologis tertentu
memancarkan sinar yang kelihatan bila mereka mengabsorbsi sinar UV dan disebut mengeluarkan fluoresensi.
Gambar yang kelihatan menampakkan sifat fluoresensi diri sendiri. Fluoresensi dapat terbentuk pada senyawa-
senyawa yang bersifat alami seperti Vitamin A. Juga zat-zat warna fluoresens dapat dimasukkan kedalam
sediaan, dimana mereka akan berikatan dengan senyawa-senyawa yang spesifik atau melekat pada antibodi
yang spesifik.
‘TRANSMISSION ELECTRON MICROSCOPE’ (T.E.M.)
T.E.M. berbeda dengan mikroskop sinar karena menggunakan berkas-berkas elektron dan bukan berkas sinar
yang terlihat. Salah satu kerugian besar daripada mikroskop sinar adalah panjang gelombang sinarnya yang
membatasi kekuatan ‘resolusi’/ menguraikan sinarnya maximum sampai 0.2 um. Berkas elektron memiliki
panjang gelombang yang sangat pendek dan, resolusi sampai 0.2 nm. bisa didapatkan dengan E.M. yang
modern.
Dalam alat E.M., elektronnya dipancarkan oleh katoda y.i. filamen tungsten yang dipanaskan. Karena elektron
adalah partikel-partikel yang dipancarkan dan akan bertabrakan dengan molekul-molekul udara dan dengan
demikian dapat diabsorbsi dan dibelokkan, maka seluruh sistim optik daripada suatu E.M. harus bekerja dalam
keadaan vakum. Anoda-nya adalah suatu plat baja dengan lubang kecil di bagian tengahnya. Suatu beda
potensial sebesar 40 - 100 kV antara katoda dan anoda mempercepat elektron yang bergerak dari katoda ke
anoda. waktu sampai di anoda, banyak elektron melewati lubang di tengahnya dan membentuk sebuah berkas.
Berkas elektron ini kemudian melewati seseri lensa-lensa elektromagnetik yang mirip dengan lensa-lensa kaca
pada mikroskop sinar. Lensa-lensa elektromagnetik ini bekerja untuk memfokuskan berkas elektron, dan
kekuatan medan magnit yang dihasilkan lensa-lensa ini dapat diubah-ubah dengan mengatur jumlah gelombang
yang melewati kumparan kabel di dalam lensa-lensa ini. Dengan cara ini kondensor memfokuskan berkas pada
obyek. Sewaktu elektron meninggalkan obyek, mereka difokuskan oleh lensa-lensa obyektif dan didapatkan
bayangan / gambar yang diperbesar. Gambar ini diperbesar lagi oleh 1 atau 2 lensa proyeksi. Karena berkas
elektron tidak terlihat dengan mata, gambar ditimbulkan dengan memproyeksi elektron pada layar atau pada
film fotografi yang bersifat fluoresen.
Sayangnya, berkas elektron memiliki kekuatan penetrasi yang kecil, sehingga sediaan harus dipotong sangat
tipis (0.02 - 0.1 um). Karena potongan-potongan tipis ini sangat kecil kontrasnya, maka harus diwarnai dengan
bahan-bahan metal yang sangat mengabsorsi elektron (seperti Uranium dan Plumbum) untuk menambah
kontras.
Kekuatan penetrasi elektron diperbesar dengan menambah voltase akselerasi. Sekarang mungkin dengan
voltase akselerasi sebesar 1 juta Volts menggunakan potongan jaringan yang lebih tebal (1 - 5 um.) dan sekaligus
mendapatkan resolusi yang lebih besar pula.
‘SCANNING ELECTRON MICROSCOPE’ (S.E.M.)
S.E.M. memeriksa permukaan jaringan; berkas elektron tidak menembus sediaan. Suatu berkas elektron yang
tipis diarahkan ke permukaan jaringan dan ‘scans’ / memeriksa secara maju-mundur dengan teratur. Sewaktu
berkas elektron mengenai permukaan sediaan, elektron sekunder akan memancar dari permukaan. Elektron
sekunder ini akan ditangkap oleh detektor-detektor, membentuk sinyal elektrik, yang akan ditampilkan pada
suatu layar televisi. Mikrograf-mikrograf dapat diambil dengan memotret gambar-gambar tersebut.
Jaringan disiapkan untuk S.E.M. pertama-tama dengan fiksasi dan kemudian dengan proses dehidrasi yang
hati-hati. Permukaan sediaan kemudian dilapisi dengan selapis tipis metal, seperti Emas, ‘Gold-palladium’ atau
Carbon, untuk membantu menyebarkan elektronnya.
3
PEMBUATAN JARINGAN UNTUK PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS
Pengambilan sediaan.
Jaringan manusia yang akan diperiksa biasanya dari sediaan operasi yang termasuk jaringan sehat maupun sakit.
Contoh-contoh kecil jaringan normal dengan tebal beberapa milimeter dipotong secara hati-hati dari sediaan
operasi tersebut menggunakan pinset ataupun silet yang masih baru. Penting bahwa dalam keadaan ini
jaringannya jangan sampai rusak atau berubah, akibat terlalu banyak dipegang-pegang atau karena penggunaan
alat pemotong yang tumpul.
Fixasi jaringan.
Potongan jaringan itu segera dimasukkan dalam larutan kimia untuk mengawetkan protoplasma. Larutan kimia
ini disebut sebagai fixatif. Fixatif ini menyebabkan presipitasi / pengendapan protein dan paling menonaktifkan
enzim-enzim sel serta menghambat autolisis. Jaringan menjadi keras sebagai akibat proses fixasi. Jaringan-
jaringan yang diambil dari tubuh manusia harus segera difixir, dan ini terlaksana paling baik bila digunakan
potongan jaringan yang kecil dan dengan fixatif dalam jumlah besar. Keadaan ini menjamin penetrasi bahan
fixatif yang cepat kedalam jaringan. Kegagalan memfixir jaringan secara adequat memungkinkan enzim-enzim
intrasel meneruskan fungsinya dan menghancurkan struktur seluler, suatu kondisi yang dikenal sebagai
‘posmortem degeneration’.
Ada banyak macam fixatif, dan dipilih sesuai dengan struktur-struktur khusus yang ingin kita pelajari. Tidak
semua fixatif cocok dengan semua metoda pewarnaan. Suatu fixatif dapat mempertajam pewarnaan, sedangkan
fixatif lainnya justru menghambat pewarnaan. Fixatif yang mengawetkan glikogen dan memungkinkannya
diwarnai adalah alkohol absolut; sedangkan fixatif pilihan untuk lemak adalah formalin. Fixatif yang paling
umum dipakai adalah 10% larutan formalin dalam ‘saline’/ NaCl.
Pemrosesan jaringan.
Setelah jaringan diawetkan, langkah selanjutnya adalah mempersiapkannya untuk pemeriksaan mikroskopis.
Agar supaya sinar dapat melewati jaringan sediaan, harus dibuat irisan-irisan yang sangat tipis. Sayangnya,
walaupun proses fixasi telah mengeraskan jaringan, namun belum cukup kuat untuk dilakukan irisan-irisan yang
sangat tipis. Untuk mendapatkan jaringan yang cukup kuat untuk diiris demikian, jaringan itu harus samasekali
dipenuhi dengan media penyangga yang akan dapat menahan sel-sel dan struktur-struktur inter-seluler tetap
menyatu. Bahan-bahan penyangga yang digunakan ini disebut ‘embedding materials’.
Beberapa bahan ‘embedding’/ pengeras, seperti Carbowax dan Gelatin sifatnya larut dalam air, dan jaringan
tidak perlu didehidrasi sebelum menggunakannya. Bahan pengeras yang paling umum digunakan adalah bahan-
bahan sejenis parafin yang tidak dapat bercampur dengan air; bila bahan ini akan digunakan, jaringan harus
didehidrasi lebih dulu sebelum diimpregnasi. Contoh bahan-bahan seperti itu: Paraplast & Tissue Prep.
Dehidrasi.
Sebelum bahan pengeras seperti parafin bisa mempenetrasi jaringan yang terfixir, kandungan airnya harus
dibuang dahulu. Dehidrasi ini didapatkan dengan memasukkan potongan jaringan kedalam etil alkohol dengan
konsentrasi yang semakin tinggi. Penggunaan alkohol dengan konsentrasi yang semakin tinggi ini secara
bertahap mengeluarkan air dari jaringan tanpa menyebabkan kerusakan jaringan dan menggantikan air dengan
alkohol. Alkohol akan dapat lebih mengeraskan jaringan
‘Clearing’.
Memasukkan media pengeras kedalam jaringan dalam keadaan ini tidak mungkin, sebab bahan sejenis parafin
yang digunakan untuk pengeras adalah tidak larut dalam alkohol. Karena itu jaringan harus dimasukkan dalam
bahan kimia dimana baik alkohol maupun parafin dapat melarut. Pada umumnya digunakan bahan kimia
xylene. Bahan kimia seperti ini sering disebut ‘clearing agent’/ penjernih, karena ia akan membuat jaringan
menjadi transparan sebagai akibat dari tingginya index refraksinya. Potongan jaringan dikeluarkan dari alkohol
absolut dan dicelupkan berturut-turut dalam xylene dengan konsentrasi semakin tinggi sehingga alkoholnya
digantikan semua oleh xylene.
‘Embedding’.
Segera setelah dipenuhi bahan penjernih, potongan jaringan ini dimasukkan dalam parafin cair. Jaringan
dimasukkan 2x ke dalam parafin cair tersebut untuk memastikan bahwa semua bahan penjernih sudah
digantikan dengan parafin. Kemudian parafin cair bersama dengan potongan jaringannya dituangkan kedalam
cetakan dan dibiarkan mengeras. Kelebihan parafin kemudian dibersihkan.
Pemotongan jaringan.
Blok parafin yang berisi potongan jaringan itu kemudian dilekatkan pada suatu alat yang digunakan untuk
memotong jaringan menjadi lembaran-lembaran tipis. Alat pemotong ini disebut microtome dan memiliki pisau
baja yang sangat tajam yang mampu secara teratur membuat lembaran parafin setebal 4-6 um. Lembaran
4
parafin yang biasanya menggulung ini dibuat lurus dengan cara mengapungkannya di atas air hangat; kemudian
setiap lembar diambil dengan obyek-glass yang sudah diberi adhesive (~putih telur).
Pewarnaan jaringan.
Jaringan yang tidak diwarnai kebanyakan hampir transparan, sukar untuk mengenali struktur-strukturnya di
bawah mikroskop sinar, bahkan mungkin samasekali tidak dapat. Metoda-metoda pewarnaan diperkenalkan
pada pertengahan abad 19, dan penggunaannya segera membawa keuntungan besar dalam ilmu pengetahuan
histologi ini.
Teknik pewarnaan yang berbeda-beda menghasilkan pewarnaan atau pelapisan metalik yang berbeda-beda
juga pada bermacam-macam komponen jaringan. Sayangnya, proses kimia yang terjadi pada kebanyakan teknik
ini tidak dimengerti, dan banyak teknik pewarnaan yang ditemukan secara kebetulan. Terdapat 3 kelompok
besar pewarnaan biologis. Yang pertama terdiri dari pewarnaan jaringan secara umum, yang menggunakan 1
atau 2 zat warna untuk membedakan nukleus dari sitoplasma sel-sel. Yang kedua mengikut sertakan prosedur
pewarnaan khusus, misalnya, yang digunakan untuk memperlihatkan kolagen dan elastin dalam jaringan ikat.
Kelompok ketiga termasuk metoda-metoda impregnasi logam berat, dimana garam-garam logam diendapkan
pada jaringan dan garam-garam ini kemudian dikonversikan ke logam. Pada tabel 1 dan 2 disarikan beberapa
teknik pewarnaan umum yang digunakan dalam pembuatan sediaan-sediaan mikroskopis, dan penampilan
pewarnaannya.
Kombinasi zat warna yang umumnya digunakan untuk histologi dan histopatologi adalah hematoxylin dan
eosin (H&E). Hematoxylin adalah zat warna alam yang didapatkan dari kulit kayu pohon ‘logwood’. Untuk
menjadi zat warna, bahan ini harus dioksidasikan dengan hematein dulu. Selain itu, zat warna yang dihasilkan
(hematoxylin-hematein) tidak memiliki afinitas untuk jaringan. Suatu bahan pemertajam warna seperti
aluminium atau iron, harus digunakan dengan campuran itu baru dapat mewarnai jaringan. Campuran zat
warna itu memberi warna biru-ungu. Eosin adalah zat warna sintetis dan memberi warna merah muda sampai
merah.
Pada sel-sel yang diwarnai dengan HE, asam-asam nukleat yang terdapat di dalam nukleus diwarnai oleh
hematoxylin, memberi nukleus warna biru tua-ungu. Eosin ditarik oleh elemen dasar protein dalam sitoplasma
memberi warna merah muda-merah. Komponen-komponen jaringan yang langsung terwarnai dengan zat-zat
warna basa disebut basofilik, yang mempunyai afinitas untuk zat-zat warna asam disebut asidofilik.
Hematoxylin bersifat sebagai zat basa dan karenanya mewarnai nukleus secara basofilik. Eosin adalah zat warna
asam dan mewarnai elemen dasar protein dalam sitoplasma secara asidofilik.
Metachromasia.
Zat-zat warna tertentu bereaksi dengan komponen-komponen jaringan dan mewarnainya menjadi warna yang
berbeda dari zat warnanya. Perubahan warna pada zat warna ini disebut metachromasia. Contoh zat warna
tunggal yang memperlihatkan sifat ini ialah methylene blue, toluidin blue dan thionin. Dengan zat-zat warna
biru, perubahan warnanya adalah menjadi merah. Satu contoh yang bagus adalah pewarnaan mast cells
dengan methylene blue. Granula sitoplasmiknya akan berwarna ungu-merah, sedangkan sisa jaringan lainnya
akan berwarna biru. Penyebab metachromasia ini tidak sepenuhnya dimengerti, tetapi diduga bahwa
polimerisasi molekul-molekul zat warnalah yang bertanggung jawab. Adanya makromolekul dalam jaringan yang
radikal-radikalnya bersifat elektronegatif, diduga memudahkan polimerisasi dan menghasilkan perubahan zat
warna.
5
Weigert's elastic stain Blue: elastic fibers
Silver stain Black: reticular fibers
Iron hematoxylin Black: striations of muscle, nuclei, erythrocytes
Periodic acid-Schiff Magenta: glycogen and carbohydrate-rich molecules
Wright's and Giemsa stains (used for Pink: erythrocytes, eosinophil granules Blue: cytoplasm of
differential staining of blood cells) monocytes and lymphocytes
Iron hematoxylin Black: striations of muscle, nuclei, erythrocytes
6
Metoda pengecatan histokimia adalah didasarkan reaksi-reaksi kimia organik dan anorganik yang sepenuhnya
dimengerti, sedangkan metoda pengecatan morfologis yang telah digunakan secara tradisional untuk
memperlihatkan struktur-struktur seperti nukleus, Golgi-komplex dan sabut-sabut saraf adalah melibatkan
berbagai fenomena fisikokimia dan memberikan reaksi pewarnaan yang tidak selalu dimengerti.
IMMUNOSITOKIMIA
Ini adalah metoda yang sangat sensitif untuk melokalisir protein-protein atau polisakharida-polisakharida
spesifik. Metodanya berdasarkan fakta bahwa tubuh memproduksi protein-protein spesifik yang disebut
antibodi (Ab), sebagai respons terhadap diinjeksikannya protein-protein asing yang disebut antigen (Ag).
Antibodi ini kemudian akan bereaksi dengan antigen dan menginaktivasikannya. Molekul-molekul zat warna
fluoresensi dapat dirangkaikan secara kimiawi pada molekul-molekul antibodi sehingga tempat dimana Ab
bereaksi dengan Ag dapat dilokalisir dengan mikroskop fluorensi.
Teknik imunositokimia ini sangat sukses untuk menentukan tempat miosin dalam sabut-sabut otot dan tempat
asal sel-sel yang menghasilkan hormon pada kelenjar-kelenjar endokrin. Juga telah dimungkinkan untuk
mengikatkan protein Ab pada suatu protein yang kaya zat besi / Fe yang disebut ferritin untuk menggantikan zat
warna fluoresens. Bahan ini bersifat elektron-dense dan reaksi Ab-Ag itu akan berikatan dengan ferritin ini yang
kemudian dapat dilokalisir secara akurat dengan EM.
7
2. Peganglah sediaan di udara dan periksa dengan mata telanjang, perhatikan bentuk dan ukuran potongan
jaringan tersebut. Banyak organ dan struktur-struktur tubuler memiliki bentuk yang khas yang membuat
Saudara dapat mengenalinya sebelum Saudara benar-benar menggunakan mikroskopnya; dan diwarnai dengan
pewarnaan apa?
3. Mengertilah bahwa Saudara akan melihat sepotong jaringan berpenampang hanya beberapa milimeter dan
dengan ketebalan + 7 um.; dimana pada kebanyakan kasus, potongan sediaan tersebut tebalnya kurang dari
ketebalan 1 sel. Sadarlah Saudara bahwa potongan jaringan itu dipotong dengan mesin melalui satu bidang saja
dan arah potongnya ditentukan teknisi agar didapatkan hasil terbaik untuk melihat struktur-struktur tertentu
saja. Cobalah Saudara membayangkan bagaimana gambaran potongan-potongan sediaan yang diambil sebelum
dan yang sesudah potongan jaringan pada sediaan Saudara. Struktur seperti pembuluh darah dan saraf
seringkali berjalan turun naik dalam suatu jaringan, sehingga bila diidentifikasi pada satu bidang tertentu saja
maka pembuluh itu akan tampak terpotong beberapa kali, kadang terpotong melintang, kadang terpotong
oblique (=miring) dan kadang terpotong longitudinal (=memanjang).
4. Mengertilah bahwa bila Saudara memeriksa sediaan yang terpotong melewati suatu sel, bidang potongnya
dapat tidak mengenai inti selnya sehingga sel tampak seolah-olah kosong; hal ini seperti bila Saudara mengiris-
iris sebutir telur matang, maka ada irisan-irisan yang mengenai kuning telurnya ada yang tidak.
5. Potongan-potongan yang mengenai struktur tubuler seperti pembuluh darah dan saluran udara seringkali
sukar diinterpretasikan, terutama bila mengenai bagian-bagian yang melengkung dari tubulus itu atau bila
dinding tubulus itu memiliki lipatan-lipatan.
6. Cobalah membayangkan gambaran tiga demensi daripada gambaran dua demensi yang Saudara lihat di
bawah mikroskop itu. Dengan kata lain, kombinasikan apa yang Saudara lihat di bawah mikroskop itu dengan
teorinya sehingga Saudara akan memperoleh gambaran tiga demensi dari jaringan atau organ yang Saudara
pelajari itu.
7. Perhatikan perbandingan ukuran daripada setiap komponen yang membentuk jaringan atau organ yang
Saudara pelajari. Suatu sel darah merah (eritrosit) yang dapat dijumpai di hampir seluruh sediaan,
berpenampang sekitar 7 um dan berguna sebagai ukuran pembanding.
8. Bacalah label pada sediaan Saudara dan tentukan pewarnaan apa yang digunakan. Bertanyalah pada diri
Saudara sendiri struktur-struktur khas apa yang diwarnai dengan pewarnaan tersebut. Apakah telah terjadi
metakhromasia?
9. Jangan pernah beranggapan bahwa Saudara akan melihat gambaran potongan jaringan mati yang bagus.
Ingatlah bahwa gambaran pada sediaan Saudara itu menggambarkan keadaan pada saat jaringan difiksir dan
semua aktifitas metabolik terhenti secara tiba-tiba. Satu atau dua detik sebelum difiksasi, aktifitas sel dapat saja
berbeda, akibatnya sel-sel dapat memberikan penampilan yang berbeda juga; misalnya, jumlah granula
sekretorisnya dapat lebih banyak atau lebih sedikit. Anggaplah sediaan Saudara sebagai jaringan yang hidup.
Identifikasikan setiap struktur yang terlihat pada preparat Saudara dengan teliti dan bertanyalah pada diri
sendiri apa fungsi struktur tersebut.
10. Sebelum menyimpan kembali preparat histologis Saudara, pastikan bahwa Saudara sudah mengenali tiga
atau empat struktur tertentu yang dengan pasti mengidentifikasi jaringan atau organ yang bersangkutan.
Tanyalah diri Saudara, misalnya, mengapa ini adalah sediaan appendix dan bukannya sediaan tonsil, thymus,
lymph node atau lien? Bila Saudara melakukan hal ini pada setiap preparat, Saudara akan dengan cepat dapat
mengenali jaringan tertentu bila Saudara melihatnya kembali.
11. Bila pada suatu waktu Saudara memeriksa preparat histologis Saudara dan Saudara merasa bahwa Saudara
tidak dapat mengenali apapun pada preparat Saudara, janganlah panik. Hal ini umum terjadi pada mahasiswa
pemula tetapi juga pada mahasiswa dengan kondisi kesehatan yang tidak prima. Semua orang pernah
mengalaminya sesekali dalam hidupnya. Pelan-pelan dan secara teratur periksalah preparat Saudara dengan
obyektif kecil kemudian dengan obyektif medium. Identifikasikan struktur-struktur yang mudah Saudara kenali,
seperti pembuluh darah, saraf atau duktus-duktus (saluran-saluran keluar). Kumpulkan dan tata data Saudara,
maka secara tak terduga, dengan tiba-tiba Saudara akan mengenali jaringan atau organ tersebut.
Sewaktu praktikum Saudara harus selalu mengikuti prosedur ini. Jangan biasakan mengangkat tangan
untuk bertanya sebelum Saudara menggunakan mata dan otak Saudara. Pengenalan akan suatu jaringan atau
organ yang Saudara lakukan dengan jerih payah Saudara sendiri, akan memberikan keuntungan tersendiri; tidak
hanya Saudara dapat mengerti struktur dan fungsi dari jaringan atau organ tersebut, terlebih lagi Saudara tidak
akan melupakannya.
DAFTAR KEPUSTAKAAN:
1. Basic Histology, Text and Atlas, L.C.Junqueira and J.Carnairo, 11 th Ed. MacGraw-Hill’s Acces Medicine
2. Wheater’s, Functional Histology, A Text And Colour Atlas by Young, Lowe, Stevens, Heath. 2005. CHURCHILL
LIVINGSTONE, ELSEVIER