Anda di halaman 1dari 30

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Aplikasi ilmu forensik dalam membantu proses penyidikan di bidang hukum tidak
hanya menggunakan ilmu kedokteran namun juga menggunakan ilmu kedokteran gigi.
Forensik dengan ilmu kedokteran gigi disebut ilmu kedokteran gigi forensik. Pada
forensik kedokteran gigi, digunakan rekam medis dental individu yang diperiksa, baik
sebagai korban maupun tersangka, yang sangat membantu menentukan keputusan akhir
dari kasus yang ada (Bowers, 2004).
Dokter gigi forensik seringkali terlibat dalam identifikasi korban yang telah
meninggal. Perbandingan ciri-ciri khusus yang terdapat pada gigi asli maupun gigi palsu
serta restorasi-restorasi gigi memungkinkan korban yang telah membusuk, terbakar, atau
termutilasi dapat diindentifikasi sebagai individu spesifik. Identifikasi korban yang telah
meninggal merupakan tugas yang paling sering dilakukan dokter gigi forensik namun
bidang ilmu kedokteran gigi forensik yang paling menantang adalah analisis bite mark
manusia atau hewan yang ditemukan pada kulit atau objek-objek pada tempat kejadian
perkara. Perbandingan ciri-ciri unik yang ditemukan dengan ciri-ciri pada gigi tersangka
dapat mengungkapkan hubungan penting antara tersangka dan korban (Brogdon, 1998).
Proses membandingkan bite mark dengan gigi-geligi tersangka mencakup analisis
dan pengukuran ukuran, bentuk, dan posisi gigi individual (van der Velden, dkk., 2006).
Ketidaksempurnaan atau irregularitas unik yang teridentifikasi baik pada perlukaan
maupun gigi tersangka merupakan indikator yang penting untuk menentukan kesesuaian
bite mark dengan gigi tersangka (Brogdon, 1998).
Teknik dasar untuk pemeriksaan bitemark didasarkan pada interpretasi bukti
fotografi bitemark dibandingkan dengan model dari gigi tersangka. Odontologi forensik
memerlukan kualitas dan sudut pengambilan foto pada bitemark dan tersangka yang baik
. Rawson menyelidiki keunikan gigi manusia menggunakan metode matematis dengan
perhitungan yang tepat. Bitemarks dapat mengungkapkan dental print individu.
Bitemarks tampak sebagai pola melengkung ganda, atau homogen. Bitemark dapat
terdistorsi oleh sifat elastis dari jaringan kulit atau oleh anatomi lokasi. Juga tekanan dari

1|Page
gigitan dan sudut Maxilla dan mandibula, dapat mempengaruhi bentuk dari bitemarks.
Jadi lokasi dari bitemark juga memiliki peran pada analisa bitemark. Metode
perbandingan bite mark dengan gigi-geligi tersangka yang paling banyak digunakan
mencakup fabrikasi overlay. Terdapat beberapa cara untuk menghasilkan overlay dari
gigi-geligi tersangka, yaitu hand-tracing dari model studi gigi, hand-tracing dari wax
impressions, hand-tracing dari gambar xerografis, serta metode berbasis komputer. Studi
menunjukkan bahwa overlay yang diperoleh dengan metode berbasis komputer memiliki
keakuratan dan reproduksibilitas yang lebih tinggi (van der Velden, dkk., 2006).

Bite mark manusia umumnya tampak sebagai daerah kontusi atau abrasi
berbentuk bulat atau elips. Pada beberapa kasus, permukaan kulit dapat juga mengalami
laserasi atau potongan jaringan dapat terlepas seutuhnya (Brogdon, 1998). Analisis bite
mark manusia merupakan bagian ilmu kedokteran gigi forensik yang sulit karena
elastisitas kulit, lokasi anatomis, dan tekanan gigitan dapat menyebabkan berubahnya
penampakan bite mark (van der Velden, dkk., 2006).

1.2 TUJUAN
Mengetahui dan membedakan penyebab bite mark dan identifikasi dan
pemeriksaan bitemark dengan alat bantu software dental print dan adobe
photoshop maupun tanpa alat bantu software.
.

1.3.1 MANFAAT

Untuk menambah wawasan tentang identifikasi dan analisis bitemark.

BAB II

2|Page
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI Bite Mark


Bite mark adalah bekas gigitan dari pelaku yang tertera pada kulit korban dalam
bentuk luka, jaringan kulit maupun jaringan ikat di bawah kulit sebagai pola akibat dari
pola permukaan gigitan dari gigi-gigi pelaku melalui kulit korban.

2.2 DEFINISI Adobe Photoshop


Adobe Photoshop, atau biasa disebut Photoshop, adalah perangkat lunak editor
citra buatan Adobe Systems yang dikhususkan untuk pengeditan foto/gambar dan
pembuatan efek.

2.3 Sejarah Analisis Bite Mark

Dalam pertengkaran antara penyerang dan korban, ada kecenderungan untuk gigi
yang akan digunakan sebagai senjata. Sometimes it is the only defensive tactic for a
victim to inflict serious injury on the assailant.Kadang-kadang hanya taktik defensif
korban untuk menimbulkan cedera serius pada si penyerang misalnyaIt is a well known
fact, that in sexual attacks including sexual homicide, rape and child sexual abuse, the
assailants more often than not bite their victims. dalam serangan seksual, termasuk
pembunuhan seksual, perkosaan dan pelecehan seksual anak, para penyerang lebih sering
menggigit korban mereka. This can be viewed as an expression of dominance, rage and
animalistic behaviour. Hal ini dapat dilihat sebagai ekspresi dominasi, kemarahan dan
perilaku kebinatangan Not many people have the view that teeth can be such violent
weapons (Sweet & Pretty, 2001).tidak banyak orang memiliki pandangan bahwa gigi
dapat menjadi senjata kekerasan sehingga identifikasi melaui bekas gigitan jarang
digunakan sampai Five bite marks were found on her arm. pada tahunThe bite mark
evidence did not hold and Robinson was acquitted. Despite the negative outcome of the
Robinson case, by 1890 bite mark evidence started to be recognized in scientific circles
(Vale as cited Dorion, 2004).1890 mulai diakui di kalangan ilmiah. Sebuah
perkembangan dalam penyelidikan bekas gigitan di AS dimulai pada 1962 ketika
diadakannya pelatihan khusus dalam forensik odontolgy di Armed Forces Institute of

3|Page
Pathology (AFIP) di Washington DC.Then in 1970, forensic became a department in the
AAFS, and became recognized as a specialty in forensic science. Kemudian pada tahun
1970, ilmu gigi forensik menjadi bagian sebuah departemen di American Academy of
Forensic Sciences (AAFS), dan diakui khusus dalam ilmu forensik. In 1976, the
American Board of Forensic (ABFO) was organized. Pada tahun 1976, American Board
of odontologi Forensik (ABFO) diselenggarakan. This was a step towards
professionalism in the sector of forensic . Ini merupakan langkah menuju
profesionalisme di bidang odontologi forensik. The ABFO started to provide a
programme of certification in forensic .

2.2 Sejarah Adobe Photoshop

Pada tahun 1987, Thomas Knoll, mahasiswa PhD di Universitas Michigan, mulai
menulis sebuah program pada Macintosh Plus-nya untuk menampilkan gambar grayscale
pada layar monokrom. Program ini, yang disebut Display, menarik perhatian saudaranya
John Knoll, seorang karyawan di Industrial Light & Magic, yang merekomendasikan
Thomas agar mengubah programnya menjadi program penyunting gambar penuh.
Thomas mengambil enam bulan istirahat dari studi pada tahun 1988 untuk berkolaborasi
dengan saudaranya pada program itu, yang telah diubah namanya menjadi ImagePro.
Setelah tahun itu, Thomas mengubah nama programnya menjadi Photoshop dan bekerja
dalam jangka pendek dengan produsen scanner Barneyscan untuk mendistribusikan
salinan dari program tersebut dengan slide scanner; "total sekitar 200 salinan Photoshop
telah dikirimkan" dengan cara ini.

Selama waktu itu, John bepergian ke Silicon Valley di California dan memberikan
demonstrasi program itu kepada insinyur di Apple Computer Inc. dan Russell Brown,
direktur seni di Adobe. Kedua demonstrasi itu berhasil, dan Adobe memutuskan untuk
membeli lisensi untuk mendistribusikan pada bulan September 1988. Sementara John
bekerja pada plug-in di California, Thomas tetap di Ann Arbor untuk menulis kode
program. Photoshop 1.0 dirilis pada 1990 khusus untuk Macintosh

4|Page
2.3 POLA GIGITAN

2.3.1 Klasifikasi Pola Gigitan


Pola gigitan mempunyai derajat perlukaan sesuai dengan kerasnya
gigitan, pada pola gigitan manusia terdapat 6 kelas yaitu:
1. Kelas I : pola gigitan terdapat jarak dari gigi insisive dan kaninus.
2. Kelas II : pola gigitan kelas II seperti pola gigitan kelas I tetapi terlihat
pola gigitan cusp bukalis dan palatalis maupun cusp bukalis dan cusp
lingualis tetapi derajat pola gigitannya masih sedikit.
3. Kelas III : pola gigitan kelas III derajat luka lebih parah dari kelas II yaitu
permukaan gigi insisive telah menyatu akan tetapi dalamnya luka gigitan
mempunyai derajat lebih parah dari pola gigitan kelas II.
4. Kelas IV : pola gigitan kelas IV terdapat luka pada kulit dan otot di bawah
kulit yang sedikit terlepas atau rupture sehingga terlihat pola gigitan
irreguler.
5. Kelas V : pola gigitan kelas V terlihat luka yang menyatu pola gigitan
insisive, kaninus dan premolar baik pada rahang atas maupun bawah.
6. Kelas VI : pola gigitan kelas VI memperlihatkan luka dari seluruh gigitan
dari rahang atas, rahang bawah, dan jaringan kulit serta jaringan otot
terlepas sesuai dengan kekerasan oklusi dan pembukaan mulut.

2.3.2 Pola Gigitan Pada Manusia

Pola gigitan pada jaringan manusia sangatlah berbeda tergantung


organ tubuh mana yang terkena, apabila pola gigitan pelaku seksual
mempunyai lokasi tertentu, pada penyiksaan anak mempunyai pola gigitan
pada bagian tubuh tertentu pula akan tetapi pada gigitan yang dikenal sebagai
child abuse maka pola gigitannya hampir semua bagian tubuh.

1. Pola gigitan heteroseksual.


Pola gigitan pada pelaku-pelaku hubungan intim antar lawan jenis
dengan perkataan lain hubungan seksual antara pria dan wanita terdapat
penyimpangan yang sifatnya sedikit melakukan penyiksaan yang
menyebabkan lawan jenis sedikit kesakitan atau menimbulkan rasa sakit.

2. Pola gigitan pada penyiksaan anak.


5|Page
Pola gigitan ini dapat terjadi pada seluruh lokasi atau di sekeliling
tubuh anak-anak atau balita yang dilakukan oleh orang dewasa. Hal ini
disebabkan oleh suatu aplikasi dari pelampiasan gangguan psikis oleh
karena kenakalan, kerewelan ataupun kebandelan dari anak.
Lokasi pola gigitan dapat terjadi di bagian tubuh manapun, namun
lokasi yang sering terdapat bite mark yaitu daerah lengan, bahu, pantat,
genitalia atau pipi.

3. Pola gigitan hewan


Pola gigitan hewan umumnya terjadi sebagai akibat dari
penyerangan hewan peliharaan kepada korban yang tidak disukai oleh
hewan tersebut. Kejadian tersebut dapat terjadi tanpa instruksi dari
pemeliharanya atau dengan instruksi dari pemeliharanya. Beberapa hewan
yang menyerang korban karena instruksi dari pemeliharanya biasanya
berjenis herder atau doberman yang memang secara khusus dipelihara
pawang anjing di jajaran kepolisian untuk menangkap pelaku atau
tersangka. Pola gigitan hewan juga disebabkan sebagai mekanisme
pertahanan diri maupun sebagai pola penyerangan terhadap mangsanya

i. Bentuk Bite Mark


Bite mark dapat mengungkapkan tanda gigi masing-masing individu,
dan dapat tampak sebagai pola lengkungan ganda maupun memar yang sama.
Kebanyakan bite mark menunjukkan beberapa dari enam gigi atas dan atau
enam gigi bawah bagian depan, walaupun dalam beberapa kejadian karena
ditemukan bekas gigitan gigi geraham. Gigitan yang disebabkan oleh
manusia, dan lebih sering dilakukan oleh hewan, mengakibatkan luka
goresan, maupun cabikan pada permukaan kulit atau jaringan-jaringan di
bawahnya.

Menurut Bowers (2004), dalam analisis bite mark seringkali dijumpai


variasi berupa penambahan, pengurangan, atau distorsi. Beberapa variasi yang
dijumpai yaitu:

6|Page
1. Central ecchymosis (pusat memar), dapat disebabkan oleh:
a. Tekanan positif dari gangguan penutupan gigi
b. Tekanan negatif akibat hisapan lidah
2. Partial bite mark
3. Bite mark yang tidak jelas
4. Multiple bites
5. Avulsive bites

 Bite mark yang disertai tanda tambahan :


- Ekimosis sentral (contusio sentral), jika ada, hal ini dapat
disebabkan oleh dua kemungkinan, yaitu :
 Tekanan positif akibat penutupan gigi disetai pecahnya
pembuluh darah kecil
 Tekanan negatif akibat hisapan dan dorongan lidah
- Abrasi linier, kontusi, ataupun striasi. Bisa disebabkan oleh
gesekan gigi dengan kulit atau cetakan permukaan lingual gigi.
- Gigitan ganda, terjadi saat kulit tergeser setelah kontak pertama
dengan gigi, sehingga terjadi kontak lagi untuk kedua kalinya.
- Ekimosis perifer, karena memar yang berlebih.

Gambar 2.3 Bite mark dengan pola lengkungan ganda dan


terdapat memar

 Bekas gigitan parsial


- Satu lengkungan (separuh gigitan)

7|Page
- Satu atau beberapa gigi
- Unilateral (satu sisi), karena susunan gigi yang tidak lengkap atau
tekanan yang tidak teratur.

Gambar 2.4 Bekas gigitan parsial, satu lengkungan

PEMERIKSAAN

2.4 PEMERIKSAAN
2.4.1 Pemeriksaan Awal ( Inspeksi )
Gigitan biasanya tampak sebagai luka oval atau melingkar disertai
goresan, abrasi, kadang-kadang laserasi, indentasi, dan avulsi yang
disebabkan oleh gigi tertentu bisa tampak dipermukaan kulit.
Bekas gigitan menggambarkan bentuk susunan gigi dari seseorang.
Sering kali tampak sebagai bentuk busur ganda atau kadang goresan tidak
terpola. Paling sering bekas gigitan berasal dari enam gigi depan atas atau
enam gigi depan bawah, kadang juga terdapat juga bekas gigitan yang berasal
dari gigi geraham belakang.
Pada gigitan hewan (lebih besar dari pada serangan gigitan manusia)
mengakibatkan laserasi yang parah pada permukaan kulit bahkan
pengelupasan seluruh lapisan kulit. Papila mamma dan beberapa daerah atau
lokasi lain pada payudara, perut, bahu, hidung, telinga, dan jari sering
menjadi target gigitan manusia. Ekstremitas seperti kaki atau tungkai, lengan,
dan tangan sering menjadi serangan atau gigitan binatang.
8|Page
Bekas gigitan akan terbentuk bila suatu benda keras (dalam hal ini
gigi) menekan benda yang lebih lunak (dalam hal ini kulit dan daging).
Dalam kasus bekas gigitan, gigi yang keras meninggalkan bekas berupa
abrasi, laserasi, dan indentasi atau luka trauma yang lain pada permukaan
kulit yang halus pada lokasi yang digigit.
Dalam investigasi, ciri utama atau karakteristik utama luka bekas
gigitan merupakan sumber atau alat identifikasi yang umum digunakan.
Menurut odontologi, bekas sirkuler atau melingkar di kulit yang terdiri dari
beberapa laserasi kecil dengan area pusat berupa ekimosis merupakan
karakteristik utama dari gigitan. Ciri ini berbeda dari kasus-kasus luka yang
diakibatkan oleh hal lain. Selain itu, ciri-ciri khusus dari suatu bekas gigitan
juga bisa menentukan bekas gigitan itu diakibatkan oleh karena gigitan anak
atau orang dewasa, dengan membandingkan ukuran gigi, bentuk, dan lebar
dari busur gigi. Odontologi juga bisa membedakan dimensi dari goresan,
abrasi, dan laserasi sehingga dapat membantu membedakan bekas gigitan
tersebut merupakan gigitan manusia atau bukan.
Ciri, bentuk, atau anatomis dari gigi seperti patahan enamel, batas
gigitan yang tidak sesuai merupakan ciri susunan gigi perorangan yang bisa
dijadikan ciri gigi seseorang yang merupakan data berharga bagi
odontologist. Dengan demikian, jika informasi yang tersedia minimal, jenis
luka atau pola luka kadang tidak dapat diidentifikasi.
Ketika bekas gigitan ditemukan dan odontologist diminta untuk
melakukan pemeriksaan awal pada bekas gigitan tersebut biasanya yang
berwajib (pihak berwajib) menjadikannya sebagai bukti forensik penting.
Pemeriksaan awal pada bekas gigitan yang harus ditanyakan adalah sebagai
berikut:
1. Apakah luka tersebut merupakan bekas gigitan ?
2. Jika itu adalah gigitan, apakah gigitan tersebut disebabkan oleh gigitan
manusia ?
3. Apakah penampilan dari bekas gigitan sesuai dengan umur dari tersangka
yang dianggap melakukan kriminalitas atau kejahatan dan waktu
terjadinya ?

9|Page
4. Apakah bekas gigitan tersebut menampakkan ciri khusus, unik, individual,
dari gigi penggigit tersebut ?
5. Dapatkah gambaran gigitan tersebut dibandingkan dengan bekas gigitan
tersangka lain yang diduga turut melakukan gigitan ?

Odontologi harus berhati-hati dalam menganalisa luka bekas gigitan


untk mendapatkan kesimpulan yang akurat sebagai bukti yang membantu
dalam pengadilan. Harus ada juga cukup data untuk menegakkan dugaan
terhadap bukti gigitan tersebut cocok atau sesuai dengan keadaan fisik gigi
seseorang.

2.4.2 Pemeriksaan Khusus


2.4.2.1 Pemeriksaan Bekas Gigitan Pada Korban
Ketika suatu keputusan untuk meneliti bekas gigitan sebagai
barang bukti ditegakkan, harus segera ditetapkan tindakan untuk
memulai bekerja. Pengenalan dini dan pengawetan bekas gigitan
selanjutnya adalah hal yang terpenting mengingat penampilan luka
bekas gigitan tersebut dapat berubah dengan cepat khususnya pada
korban hidup sehingga sangat penting untuk mempunyai protokol
penanganan bekas gigitan segera di TKP.
Hampir sebagian besar dokter gigi forensik menyetujui bahawa
protokol standartnya meliputi swab saliva pada luka bekas gigitan,
fotografi luka, dan membuat model permukaan gigi dengan
mengambil impressi dari kulit. Pada kasus di mana korban meninggal,
juga dapat dilakukan pengambilan kulit pada luka bekas gigitan
sehingga dapat dilakukan pemeliharaan jangka panjang terhadap
bekas gigitan tersebut. Oleh karena protokol ini sangat penting dalam
penegakan hukum, maka seorang dokter gigi forensik diharuskan
untuk mencatat prosedur pengumpulan dan pengawetan bekas gigitan
secara detail dan lengkap sehingga dapat menggambarkan secara tepat
apa yang terjadi saat pemeriksaan berlangsung.

10 | P a g e
Setelah foto, swab, impressi, dan bahan lain diambil dari
korban, dokter gigi forensik harus pula membuat catatan detail
mengenai prosedur dan bahan yang digunakan bersama dengan batas
tanggal akhir berlakunya dan nomor seri pabrik yang membuatnya.
Sebagai contoh, mencatat waktu diambilnya impressi gigi, oleh siapa,
bagaimana prosedurnya, jumlah bahan yang dipakai, berat dan tipe
batu gigi yang digunakan.
Berdasarkan standart protokol yang disetujui diatas, maka
berikut ini akan dijelaskan secara singkat mengenai masing-masing
tahap dalam protokol tersebut.

1. Salivary Trace Evidence (Bukti Jejak Saliva)


Para ahli serologi memperkirakan bahwa 80-85% dari
seluruh populasi manusia, mensekresi agglutinin yang identik
dengan golongan darah ABO pada cairan tubuh mereka (saliva
atau air liur, cairan seminalis, air mata, keringat) sehingga dapat
digunakan untuk menentukan klasifikasi golongan darah ABO
masing masing individu. Pada penampilan luka yang meragukan,
penemuan enzim amilase pada luka dapat memastikan bahwa luka
tersebut merupakan bekas gigitan. Sebagai tambahan, penelitian
terakhir menunjukkan bahwa saliva juga mengandung sel sel epitel
dari permukaan dalam bibir dan mukosa mulut, serta leukosit dari
cairan atau jaringan gusi. Sel-sel ini dapat menjadi sumber bukti
DNA.
Sebuah gigitan tidak akan terjadi tanpa meninggalkan jejak
saliva sehingga langkah pertama pengambilan bukti, sebelum
tubuh korban dibersihkan,adalah melakukan swab secara hati-hati
pada area gigitan dengan menggunakan kapas swab yang agak
basah untuk mengambil saliva dan atau sel-sel mukosa permukaan
kulit. Sebelum melakukan swab, harus ditanyakan dahulu pada
orang-orang di TKP apakah area luka tersebut belum pernah
dibersihkan, disentuh, atau diubah dengan cara apapun.
 Bahan bahan yang digunakan :

11 | P a g e
 Kapas swab steril sepanjang 6 inchi yang tidak mengadung
bahan pengawet.
 Air destilasi steril atau cairan normal saline steril.
 Amplop kertas berpori untuk membungkus bukti.
 Sarung tangan steril.

 Teknik :
1. Mengambil foto untuk merekam keadaan luka pada awal
sebelum diperiksa.
2. Cuci tangan dan pakai sarung tangan steril.
3. Basahi ujung kapas swab dengan air destilasi steril atau
cairan normal saline steril dan kibaskan untuk
menghilangkan kelebihan air.
4. Mulai swab pada bagian tengah bekas gigitan lalu lanjutkan
dengan memutar mutar ujung kapasterus sampai bagian tepi
luka. Hati hati jangan sampai mengkontaminasi sample
dengan darah atau debris dari jaringan sekitar luka.
5. Berikan tanda pengenal pada pegangan kapas dan catat pada
catatan kasus.
6. Ulangi prosedur no.4 untuk mendapatkan swab control dari
sisi anatomi sama yang tidak digigit lalu beri tanda
pengenal dan catat pada catatan kasus.
7. Keringkan kedua kapas swab (kira-kira 30-40 menit) lalu
masukkan dalam kotak melalui lubang untuk menghindari
kontak dengan objek lain.
8. Setelah kering, masukkan kedua kapas swab secara terpisah
ke dalam amplop kertas berpori untuk dikirim ke serologist.
Bubuhkan label pada tiap amplop dengan disertakan
keterangan asal sample, tanggal, waktu.

2. Fotografi
Daerah luka harus difoto dengan menggunakan film
berwarna dan film hitam-putih. Fotografi adalah bagian termurah
dari protokol ini, tetapi pada beberapa kasus dapat menjadi bukti
yang paling berguna. Bekas gigitan dan luka memar dan berubah

12 | P a g e
dalam beberapa waktu, terutama pada korban hidup, tetapi juga
terjadi pada korban mati, sehingga penting untuk melakukan
fotografi serial tiap interval waktu tertentu. Interval 24 jam dalam
periode 3-5 hari telah terbukti efektif untuk merekam fenomena
kematangan luka memar. Kegunaan fotografi ini secara umum
adalah merekam lokasi gigitan pada tubuh korban sehubungan
dengan letak anatomis. Fotografi close-up bertujuan untuk
merekam hal-hal spesifik dari bekas gigitan tersebut.

3. Cetakan Permukaan Kulit


Pada kasus yang melibatkan baik korban hidup maupun
korban mati, suatu cetakan akurat permukaan kulit dapat diperoleh
dengan menggunakan bahan-bahan impresi gigi. Kekakuan dan
stabilitas adalah kriteria utama bahan ideal mengingat
kegunaannya untuk mempertahankan kontur anatomis impresi
ketika dilepaskan dari kulit. Bahan-bahan seperti dental laboratory
stone, acrylic dental tray material, thermoplastic tray material,
dan thermoplastic orthopedic mesh adalah yang secara luas
dipakai.

4. Pelepasan Jaringan
Pada kasus yang melibatkan korban meninggal, kulit
korban dapat diambil dan diawetkan. Hal ini sangat penting untuk
mempertahakan kulit dalam bentuk anatomis aslinya dan
menghindari distorsi atau kerusakan pada pola bekas gigitan
tersebut. Para dokter gigi forensik, menyetujui bahwa penggunaan
cincin acrylic yang dapat mempertahankan bentuk anatomis tubuh
pada area gigitan adalah metode terbaik untuk meminimalisasi
pengerutan dan distorsi kulit

2.4.2.2 Pemeriksaan Pada Tersangka


Saat memperoleh bekas gigitan yang tidak diketahui dari
korban atau tersangka, odontologist tetap membutuhkan informed

13 | P a g e
consent, untuk memberikan perlindungan pada odontologist. Dan
meningkatkan kemungkinan bahwa bukti itu dapat diterima secara
sah.

1. Pemeriksaan Fisik
Penting untuk ditanyakan kepada tersangka mengenai
riwayat perawatan gigi untuk membantu identifikasi. Pengamatan
dan rekaman dari jaringan keras dan lunak yang signifikan,
dinamika dari gigitan dari tersangka atau kemampuan untuk
membuka mulut atau menggerakkan rahang, seperti keadaan
temporo mandibular junction, asimetris dari wajah dan tonus otot,
dan massa otot mungkin cukup signifikan. Pembukaan maksimal
dari mulut juga harus dicatat, begitu juga beberapa deviasi pada
saat membuka atau menutup mulut secara oklusi. Adanya luka
pada wajah atau bekas pembedahan sebelumnya dan keadaan bulu-
bulu wajah juga harus dicatat.
Pada rongga mulut, ukuran dan fungsi lidah harus dicatat,
begitu juga abnormalitas dari gerakannya, kesehatan jaringan
sekitar gigi yang berhubungan gigi yang goyang, daerah meradang
atau hipertrofi, dan gigi yang lepas juga harus dicatat. Gigi yang
patah juga harus dicatat secara akurat untuk mengetahui berapa
lama kondisi itu telah terjadi.

2. Saliva swab
Jika saliva swab telah diambil dari luka gigitan,
odontologist perlu untuk mengambil sampel saliva dari pelaku.
Gunakan cotton swab steril. Langkah yang terbaik yang bisa
dilakukan adalah dengan memutar swab di dalam vestibulum dan
sepanjang mukosa pada daerah buccal dengan tekanan yang cukup
untuk mengambil saliva dan melepas sel epitel. Jika dilakukan
dengan benar, saliva dan DNA dari saliva pelaku dapat

14 | P a g e
dibandingkan (dianalisa) dengan hasil swab yang diambil dari luka
gigitan pada korban.

3. Fotografi
Fotografi serial pada tersangka yang ideal adalah merekam
posisi gigi dan dagu dalam berbagai sudut, ketajaman dan kontur
gigi. Foto pertama adalah foto seluruh wajah dan profil dari
tersangka. Selanjutnya semua foto harus diambil sesuai dengan
referensi skala yang ada dan disesuaikan dengan informasi yang
ada. Skala yang digunakan adalah referensi skala ABFO no. 2.
Dengan menggunakan retraktor bibir dan foto close-up
dari lateral, foto dari gigi diambil dari tiap sisi dalam keadaan gigi
menutup pada posisi menggigit secara normal. Kemudian prosedur
pengambilan foto dari frontal untuk gigi bagian anterior dalam
keadaan oklusi normal dan dalam posisi permukaan masing-
masing gigi bersentuhan, seolah-olah sedang menggigit dengan
kuat. Pengambilan foto lengkung gigi atas untuk memperlihatkan
tepi gigi bagian atas. Untuk melengkapi foto dilakukan
pengambilan lengkung gigi bagian bawah dengan cara yang sama.
Dengan menggunakan permukaan cermin bagian depan dapat
membantu untuk mendapatkan foto dari sudut yang lain.

4. Impresi Gigi (Dental Impression)


Impresi gigi bagian atas dan bawah secara menyeluruh
harus diperoleh menggunakan bahan impresi yang paling akurat
dan stabil. Bahan Vinyl PolySiloxane (VPS) menghasilkan model
gigi yang sangat akurat. Bahan ini seharusnya digunakan jika
memungkinkan, bagaimanapun juga, karena pemakaian VPS
membutuhkan waktu lama, khususnya untuk tersangka yang tidak
koopertaif, sebaiknya digunakan bahan lain yang penggunaannya

15 | P a g e
lebih cepat, contohnya Alginate, bahan ini dapatdigunakan dengan
cepat sehingga dapat menggantikan VPS.
Tiga model gigi harus dibuat. Model pertama dibuat
sebagai arsip. Model kedua digunakan sebagai analisa gigitan dan
model yang ketiga digunakan sebagai cadangan. Dengan
menggunakan VPS dapat dibuat beberapa model sekaligus.,
sendangkan dengan Alginate hanya dapat untuk satu model. Jika
dipilih bahan ini, tiga set impresi gigi atas dan bawah harus dibuat
untuk membuat tiga set model.
Seluruh impresi dan hasil pemeriksaan dari model harus
difoto, ditandai, dan disegel sebagai data yang akan
direkomendasikan pada rangkaian pemeriksaan.

2. Analisis Bite Marks dengan Adobe Photosop dan Dental print


Prosedur software analisis
Sebuah foto dari bitemark dibuka dengan software pengolah gambar, dan daerah
yang diinginkan dipilih .

16 | P a g e
Fig.1: Selected region of interest from original photograph

Setelah pemilihan tersebut, ditambahkan warna untuk daerah abu-abu yang berbeda
dari gambar. Untuk mempertegas gambar pemeriksa dapat menambahkan warna abu
abu untuk menghasilkan perbedaan bekas gigit dan daerah yang tidak terkena gigitan.
Mata manusia hanya bisa membedakan sekitar 40 warna abu-abu pada gambar
monokrom, tetapi software n dapat membedakan ratusan warna yang berbeda, hal
ini dapat membuat lebih mudah untuk membedakan daerah yang intensitas pixel
adalah bagian dari bitemarks dan mana yang tidak. Dengan menghilangkan intensitas
pixel pada daerah tertentu,dapat mengisolasi wilayah gambar yang menunjukkan
bitemark.

Setelah didapat sebuah gambar bitemark yg detail (Gbr.2),

17 | P a g e
resolusi gambar tersebut kemudian diubah menjadi kompatibel dengan resolusi
asli foto. Kebanyakan gambar bitemarks dipindai menggunakan scanner
berkepadatan 300dpi. Bagian dari skala ABFO No.2 harus terlihat pada
penempatan gambar. Gambar bitemarks yang telah diwarnai kini ditempatkan
pada layer diatas foto gigitan mark asli menggunakan Photoshop ® dari Adobe
Systems ® (Gbr.3).

18 | P a g e
Opacity tiap layer dapat ditingkatkan atau diturunkan sesuai dengan kebutuhan.
Gambar tersebut sekarang dapat digunakan untuk membandingkan dengan hasil
gigitan pada korban. Dengan bantuan teknik informatika dapat membantu untuk
membedakan aspek yang sebelumnya tak terlihat pada gambat tersebut (Figs.4A
dan 4B).

Dengan software pengolah gambar dapat merubah gambar 2-D menjadi objek
3-D. dari gambar tersebut terdapat terkandung 256 intensitas warna,dimulai dari
hitam (intensitas = 0) menjadi putih (intensitas = 256). Skala sumbu z dapat
disesuaikan untuk menciptakan gambaran bayangan 3-D terbaik yang terlihat.
Gambar 3-D dapat bebas bergerak, diputar, atau diperbesar untuk setiap wilayah
tertentu yang sesuai kehendak untuk mendapatkan gambar yang paling mendekati
gambar aslinya.
Kedokteran Forensik kini dapat menggabungkan
informasi dari analisis konvensional dan aplikasi ini yang untuk menyelidiki tanda
gigitan yang dapat menghasilkan bayangan 3-D usulnya dengan lebih tinggi
tingkat kepastian daripada menggunakan metode lain (Gbr.5).

19 | P a g e
Fig.5: Pseudo 3-D image with visible bite mark detail

Perlu dilakukan analisis bite marks tersebut untuk identifikasi dan memudahkan
dalam mengenali siapa pelakunya, oleh karena itu analisis yang akurat sangatlah penting
untuk menghindari terjadinya kesalahan tuduhan terhadap pelaku kekerasan yang
meninggalkan jejak bite marks.
Validasi tentang software digital dental print didapatkan dengan melakukan
eksperimen pada kulit babi, kemudian difoto dengan pedoman ABFO untuk
pengumpulan bukti. Dental casts used in the experiment were scanned in 3D and 2D,
tahap selanjutnya dilakukan scan dalam 3D dan 2D and comparison overlays were
generated using DentalPrintdan dibandingkan dengan overlays menggunakan software
Dental Print dan Adobe PhotoshopDigitized photographs of the Digital fotografi dari bite
marks eksperimental dibandingkan oleh dua pemeriksa yang berbeda untuk menganalisa
efek kedepannya dengan dua metode tersebut. experimental bite marks and the biting
edges obtained in the overlays were compared by two different examiners to analyze the
impact of trainingReceiver operating characteristic (ROC) analysis, sensitivity,
specificity, and 95% confidence intervals forReceiver karakteristik operasi (ROC) untuk
analisis, sensitivitas, spesifisitas, dan 95% percaya interval untuk penghitungan each
cutoff point were calculated.setiap titik potong. The expert examiner using
DentalPrintPemeriksa ahli menggunakan DentalPrint
robtained the best results, with an area under the ROC curve of 0.76memperoleh hasil
terbaik, dengan luas di bawah kurva ROC 0,76 (SE 5 0.057; CI at 95% 5 0.652–0.876).

20 | P a g e
(SE 5 0,057; CI at 95% = 0,652-0,876). Fairly high specificity values were found for
DentalPrint Nilai spesifisitas yang cukup tinggi ditemukan untuk Dental Printr , and the
best results were obtained for theTherefore, the results presented here indicate that
DentalPrint Oleh karena itu, hasil yang disajikan disini menunjukkan bahwa Dental Print
ris a useful, accurate tool for forensic purposes, although further research adalah alat,
yang berguna akurat untuk tujuan forensik, meskipun diperlukan penelitian lebih lanjut
on the comparison process is needed to enhance the validity of bite mark analysis. pada
proses perbandingan untuk meningkatkan validitas analisis bite marks.

KEYWORDS: forensic science, forensic odontology, bite marks, 3D images, DentalPrint


Gambar : , accuracy, effectivenessperbandingan overlay generation dari
gambar 3D dental cast
dengan software Dental Print
Departemen Kedokteran Forensik dan ilmu gigi Forensik Universitas Granada
Spanyolversity of Granada, Granada, Spain) was described in detail in a menggambarkan
prosesnya. Briefly, the procedure was as follows:Secara singkat, prosedurnya sebagai
berikut : dental casts were scanned with a 3D contact-type scanner (Picza 3Dcetakan gigi
discan dengan scanner kontak-jenis 3D (3D Picza ScannerScanner) smodel PIX-3,

21 | P a g e
Roland DG Corp., Shizuoka, Japan).Model PIX-3, Roland DG Corp, Shizuoka, Jepang).
The3D images were imported to the DentalPrintGambar 3D tersebut dikonversikan ke
dalam software Dental Print dan dilakukan pemrosesan. Perbandingan overlays gambar
3D dari dental cast were obtained in three steps.diperoleh dalam tiga langkah. First, the
teeth involved in the bite Pertama, gigi yang terlibat dalam gigitan mark were
identified.diidentifikasi. In the second step, a contact plane was cre-Langkah kedua,
kontak plane ated from the three highest points detected in areas defined in thediperoleh
dari tiga poin tertinggi yang terdeteksi di daerah yang ditetapkan dalam 3D images of the
dental casts.gambar 3D dari dental cast. Finally, biting edges were obtained Akhirnya,
gigitan yang tajam dapat diperoleh dengan Dental Print dan kemudian can be printed on
transparent acetate film or converted into a bmp dapat dicetak pada film asetat transparan
atau dikonversi menjadi bmpfile. file. Comparison overlays were also generated with
Adobe Perbandingan overlay juga dihasilkan dengan AdobesPho-Photoshoptoshop.

22 | P a g e
Gambar : Experimental studi bite mark. Satu contoh bite mark fotografi ( a) overlay
generation gambar 3D dari dental cast dengan Dental Print (b dan c) dan proses
perbandingan yang akhir (d).

Untuk analisis statistiknya, menggunakan Receiver operating characteristic


(ROC) analysis was used toReceiver karakteristik operasi (ROC) analisis untukdetermine
the accuracy of the method. menentukan akurasi dari metode ini. The ROC curve
combinesKurva ROC menggabungkan the concepts of sensitivity and specificity into a
single measure ofkonsep sensitivitas dan spesifisitas ke dalam ukuran tunggalaccuracy,
defined as the area under the ROC curve. akurasi, didefinisikan sebagai area di bawah
kurva ROC. This wastherefore considered to reflect the examiner's ability to
recognizeKarena itu dianggap mencerminkan kemampuan pemeriksa untuk mengenali
correctly the dentition that made the bite mark.dengan benar gigi yang membuat bekas
gigitan. Sensitivity, also Sensitivitas, jugacalled the true positive fraction (TPF), was
defined as the propor- disebut fraksi positif benar (TPF), didefinisikan sebagai proportion
of correct identifications of dentitions that made the bitetion identifikasi gigi-gigi yang
membuat tanda gigitan. mark.Specificity was the proportion of correct identifications
ofthe dentition that did not make the bite mark.In ROC analysis, theDalam analisis ROC,
terdapat fraksi false-positive fraction (FPF), ie, the number of incorrect identi-positif
palsu (FPF), yaitu, jumlah yang salah diidentifikasi fications, is the complement of
specificity (1-specificity).dan merupakan komplemen dari spesifisitas. When
In bite mark analysis, two different experimental materials can used ROC analysis to
graph the reciprocal relationship between ROC digunakan analisis untuk grafik hubungan
timbal balik antara sensitivity and specificity calculated from all possible
thresholdsensitivitas dan spesifisitas dihitung dari semua ambang batas yang
mungkinvalues.Results from the 128 comparisons by an expert examiner Hasil dari
perbandingan oleh pemeriksa ahli who used DentalPrint yang menggunakan DentalPrintr
to produce comparison overlays areuntuk menghasilkan perbandingan shown in Table 2,
and the ROC curve is shown in Fi3.Thearea under the ROC curve is 0.76, a fairly high
value according toarea di bawah kurva ROC The area under the curve Daerah di bawah
kurva provides an objective parameter of diagnostic accuracy of the testmenyediakan

23 | P a g e
parameter yang obyektif akurasi diagnostik dari ujithat is far superior to comparing single
combinations of sensitivity yang jauh lebih unggul untuk membandingkan kombinasi
tunggal sensitivitasand specificity. dan spesifisitas. The results presented in this study
indicate thatIn bite mark analysis, two different experimental materials canDalam analisis
tanda gigitan, dua bahan eksperimen yang berbeda dapat be used to study the
effectiveness: real forensic cases or simulated digunakan untuk mempelajari efektivitas
kasus forensik nyata atau simulasi cases. kasus.In this study, we decided to use simulated
bite marks.rsoftware generates comparison overlays and Perangkat lunak menghasilkan
overlay perbandingan danavoids the bias inherent in observer subjectivity, as the entire
menghindari bias yang melekat dalam subjektivitas pengamat, sebagaimana seluruh
procedure for generating overlays is automatic (17). prosedur untuk overlay
menghasilkan secara otomatis.

24 | P a g e
Contoh Kasus
ssoftware as described previously (12–14).
Pada November 2004, seorang wanita berusia 25 tahun diperiksa karena serangan seksual
yang dituduhkan. cedera yang dialami : ada luka parah pada wajah, lengan dan punggung.
Dalam pertengahan scapula terdapat pola memar setengah lingkaran berukuran sekitar 30
x45 mm, menunjukkan karakteristik gigitan manusia (Gambar 1). Swab saliva dan foto-
foto cedera telah diambil.

Impresi seorang tersangka diperoleh melalui


persetujuan di bawah Kategori 3 dari Hukum
Pidana Australia Selatan(Prosedur Forensik)
dalam bentuk cetakan putih gigi. Overlays
digital didapatkan menggunakan teknik oleh
Johansen dan Bowers(Gbr.2) dan
dibandingkan dengan cedera(Gbr.3).

25 | P a g e
Lebar lengkung yang didapat, baik atas dan bawah, mirip dengan cedera. Susunan
spasial gigi rahang atas tidak khas, tetapi ada kekhasan pada lengkung rahang bawah.
Gigi 41 terdorong ke arah bibir dan gigi 33 berputar searah jarum jam. Hal ini dapat jelas
terlihat dalam pola cedera.
26 | P a g e
Namun, pola gigi pada rahang bawah tersebut tudak jarang terdapat pada gigi-geligi
orang australia, dan frekuensi terjadinya pola gigi tersebut dalam populasi tidak
diketahui, Sekarang tinggal tugas hakim untuk menentukan apakah bitemark tersebut
dibuat oleh tersangka atau bukan.

KESIMPULAN
1. Cedera ini memiliki pola gigitan manusia dewasa, dan tidak dalam posisi untuk
melakukan gigitan sendiri secara sengaja.
2. Tidak dapat untuk mengatakan dengan pasti siapa yang menimbulkan cedera.
3. Tersangka dapat menimbulkan bitemark tersebut.
4. Ada kemiripan antara pola cedera dan keselarasan spasial dari gigi tersangka.

BAB III

27 | P a g e
PENUTUP

3.1 RINGKASAN
Bitemark atau bekas gigitan adalah bekas yang disebabkan oleh gigi saja
atau bersamaan dengan bagian mulut yang lain. Juga dapat didefinikan sebagai pola
yang dibentuk oleh gigi manusia atau binatang dan struktur yang berkaitan yang
menyebabkan bekas gigitan.
Bekas gigitan dapat disebabkan oleh gigitan manusia atau binatang, oleh
karena itu dokter gigi forensik harus dapat membedakannya. Apabila ditemukan
bekas gigitan pada suatu kasus, perlu segera dilakukan pemeriksaan baik pada
korban, tersangka, maupun pada benda mati yang ada bekas gigitan. Karena gigitan
yang disebabkan oleh manusia atau hewan dapat dibedakan dengan melihat pola
yang berbeda dalam hal bentuk kelengkungan dan morfologi gigi dari spesies yang
menyebabkannya.
Pemeriksaan-pemeriksaan menggunakan beberapa prosedur yang harus
dilakukan secara benar oleh dokter gigi forensik. Pemeriksaan korban meliputi
mengambil foto dari bekas gigitan, mengambil dan mempertahankan bukti saliva,
serta membuat impresi bekas gigitan. Pemerisaan untuk tersangka meliputi
pengambilan foto dan membuat cetakan gigi tersangka, sedangkan pemeriksaan
terhadap benda mati meliputi pengumpulan dan pengawetan barang bukti, benda
mati antara lain benda yang tidak tahan lama, benda yang tahan lama, pengawetan
jangka panjang, fotografi dan model. Setelah semua prosedur pemeriksaan ini
dilakukan, kemudian dilakukan analisis. Analisis dapat menggunakan beberapa
macam metode yang dianggap paling benar dan akurat, sehingga didapatkan
kejelasan yang semakin membantu penyidik untuk dapat mengidentifikasi
tersangka atau pelaku berdasarkan keunikan dari susunan gigi secara individual.
Analisis bite mark dengan menggunakan dental print dan adobe photoshop
software dengan menggabungkan informasi dari analisis konvensional dan aplikasi
ini yang bertujuan untuk menyelidiki tanda gigitan yang dapat menghasilkan
bayangan 3-D mempunyai hasil yang lebih tinggi tingkat kepastian dari pada
menggunakan metode lain. Nilai spesifisitas yang cukup tinggi ditemukan untuk
software ini. Oleh karena itu, hasil yang disajikan disini menunjukkan bahwa
Dental Print ris a useful, accurate tool for forensic purposes, although further

28 | P a g e
research dan Adobe Photoshop adalah alat, yang berguna akurat untuk tujuan
forensik, meskipun diperlukan penelitian lebih lanjut on the comparison process is
needed to enhance the validity of bite mark analysis. pada proses perbandingan
untuk meningkatkan validitas analisis bite marks.

3.2 SARAN
Supaya mahasiswa kedokteran dapat dibekali ilmu tentang bite mark dan
dapat mengaplikasikannya.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Bowers, Michael: Forensic Dental Evidence: An Investigator’s Hand Book first


edition, Elsevier Academic Press, 2004: 67-105.

2. Lukman, Djohansyah, 2006, Buku Ajar Ilmu Kedokteran Gigi Forensik, jilid
1, Sagung Seto, Jakarta.

29 | P a g e
3. Van der Velden A., Spiessens M., and Willems G., 2006, Bite Mark Analysis
and Comparison Using Image Perception Technology, The Journal of
Forensic Odonto-Stomatolog.

4. Lessig R, Wenzel V, Weber M, 2006, Bite mark analysis in forensic routine case
work EXCLI Journal 2006;5:93-102 – ISSN 1611-2156

5. S.V. Tedeschi-Oliveira, M. Trigueiro, R.N. Oliveira, R.F.H. Melani INTERCANINE


DISTANCE IN THE ANALYSIS OF BITE MARKS: A COMPARISON OF HUMAN
AND DOMESTIC DOG DENTAL ARCHES Social Dentistry Department, Faculty of
Dentistry, Universidade de São Paulo, Brazil http://www.iofos.eu/Journals/JFOS
%20Jun11/5_INTERCANINE%20DISTANCE%20IN%20THE
%20ANALYSIS%20OF%20BITE%20MARKS.pdf diunduh : 12 maret 2013
pukul 16.00

6. Pretty, Iain, 2008, Forensic Dentistry: Bitemarks and Bite Injuries


http://www.forensic-dentistry.info/wp/wp-content/uploads/2010/05/3501048-
Dental-Update-Article-on-Bitemarks.pdf diunduh : 12 maret 2013 pukul
16.00

7. Stella,Martin, M.D.,Ph.D.,B.D.S; Aurora,Valenzuela,M.D,2007, Effectiveness


of Comparison Overlays Generated with DentalPrint Software in Bite Mark
Analysis, J Forensic Sci, January 2007, Vol. 52, No. 1 P:151-157

30 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai