Anda di halaman 1dari 32

DEFISIENSI KARBOHIDRAT

DAN PROTEIN PADA KEJADIAN


GIZI BURUK BALITA

OLEH :

Dr. Dra. Nurhaedar Jafar, Apt,M.Kes

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2012

1
DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i

SURAT KETERANGAN ............................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

A. Pendahuluan .......................................................................................................... 1

B. Karbohidrat (pengertian, fungsi dan metabolisme) .............................................. 2

C. Protein (pengertian, fungsi dan metabolisme) ...................................................... 5

D. Defisiensi Karbohidrat dan Protein pada Kejadian Gizi Buruk Balita……. .............. 14

E.. Pengaruh KEP Terhadap Beberapa Organ.............................................................. 16

F. . Penanganan dan Pencegahan ................................................................................ 17

G. Kesimpulan ............................................................................................................ 18

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I. PENDAHULUAN

Masalah gizi pada hakekatnya adalah masalah kesehatan masyarakat,

namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis

dan pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah

multifactor, karena itu penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor

yang terkait.(Boid, 2012). Secara umum masalah gizi di Indonesia, terutama

KEP masih lebih tinggi dari pada negara ASEAN lainnya.( Sediaoetama, 2009)

KEP merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. KEP

disebabkan karena defisiensi macro nutrient (zat gizi makro). Meskipun

sekarang ini terjadi pergeseran masalah gizi dari defisiensi macro nutrient

kepada defisiensi micro nutrient, namun beberapa daerah di Indonesia

prevalensi KEP masih tinggi (> 30%) sehingga memerlukan penanganan

intensif dalam upaya penurunan prevalensi KEP. (Sediaoetama, 2009)

Adapun yang menjadi penyebab langsung terjadinya KEP adalah

konsumsi yang kurang dalam jangka waktu yang lama. Pada balita, KEP

timbul pada anggota keluarga rumahtangga miskin oleh karena kelaparan

akibat gagal panen atau hilangnya mata pencaharian kepala keluarga..

Marasmus sering dijumpai pada anak < 1 tahun, di daerah urban, sedangkan

kwasiorkor sering dijumpai pada usia > 2 tahun di daerah yang kumuh dan

padat penduduk.( Abbott, R. A, 2009)

KEP adalah manifestasi dari kurangnya asupan protein dan energi, dalam

makanan sehari-hari yang tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG), dan

3
biasanya juga diserta adanya kekurangan dari beberapa nutrisi lainnya. Disebut

malnutrisi primer bila kejadian KEP akibat kekurangan asupan nutrisi, yang

pada umumnya didasari oleh masalah sosial ekonomi, pendidikan serta

rendahnya pengetahuan dibidang gizi. (Grover, Z. and L. C. Ee, 2009)

Malnutrisi sekunder bila kondisi masalah nutrisi seperti diatas disebabkan

karena adanya penyakit utama, seperti kelainan bawaan, infeksi kronis ataupun

kelainan pencernaan dan metabolik, yang mengakibatkan kebutuhan nutrisi

meningkat, penyerapan nutrisi yang turun dan/meningkatnya kehilangan

nutrisi.Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai

cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup,

dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak

serta protein dengan melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres katabolik

(infeksi) maka kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga dapat

menyebabkan defisiensi protein yang relatif, kalau kondisi ini terjadi pada saat

status gizi masih diatas -3 SD (-2SD–3SD), maka terjadilah kwashiorkor

(malnutrisi akut/decompensated malnutrition) (Grover, Z. and L. C. Ee

2009)

Berdasarkan uraian tersebut, maka tulisan ini mencoba menjelaskan

kekurangan karbohidrat dan protein pada kejadian gizi buruk balita

Karbohidrat (pengertian, fungsi dan metabolisme)

Karbohidrat merupakan komponen organic yang paling banyak terdapat

pada buah-buahan, sayur-sayuran, legume, gandum, dan memberikan tekstur

dan rasa pada makanan-makanan olahan. Karbohidrat merupakan sumber

4
energi utama manusia bagi pencernaan dan penyerapan pada usus kecil serta

pada tingkat yang lebih rendah dilakukan oleh fermentasi mikroba dalam usus

besar. Makanan yang mengandung karbohidrat sering diklasifikasikan sebagai

karbohidrat yang tersedia atau tidak tersedia. (Retno Sri Iswari, 2006)

Karbohidrat yg tersedia merupakan karbohidrat-karbohidrat yang

dihidrolisis oleh enzim pada saluran pencernaan manusia menjadi

monosakarida yang diserap dalam usus halus dan melalui jalur metabolism

karbohidrat. Karbohidrat yang tidak tersedia tidak dihidrolisis oleh enzim

pencernaan manusia, tetapi mereka dapat difermentasi oleh bakteri dalam usus

besar menjadi berbagai tingkatan, susunan rantai-pendek asam lemak yang

dapat diserap dan berkontribusi bagi kebutuhan energi tubuh. Glukosa

merupakan sumber energi penting bagi jaringan tubuh manusia: beberapa

macam sel seperti sel darah merah tidak dapat menggunakan bahan bakar lain.

Karbohidrat juga diperlukan untuk metabolisme lemak yang normal. Pada

keadaan kekurangan karbohidrat, jumlah lemak yang digunakan untuk energi

lebih besar dari jumlah yang tersedia dalam tubuh sehingga terjadi proses

oksidasi yang tidak sempurna. Total keseluruhan asam yang terbentuk dapat

menyebabkan asidosis dan akhirnya terjadi ketidakseimbangan sodium dan

dehidrasi. Karbohidrat dan turunannya berfungsi sebagai prekursor senyawa

seperti asam nukleus, matriks jaringan penyambung dan galaktosida pada

jaringan syaraf.(Hadju, 2003)

Glukosa bagi kebutuhan tubuh dapat diperoleh pada bahan makanan

pati/zat tepung, sukrosa, laktosa; dari cadangan glikogen dalam tubuh; atau dari

5
sintesis in vivo dari gluconeogenic precursors seperti rangka karbon asam

amino. Glukosa juga berfungsi sebagai precursor bagi sintesis semua

karbohidrat termasuk laktosa yang diproduksi oleh kelenjar susu; kebutuhan

ribose untuk sintesis asam nukleat; dan residu gula yang diyang ditemukan

sebagai unsur yang terikat secara kovalen dengan glikoprotein, glikolipid, dan

proteoglikan dalam tubuh. (Hadju, 2003)

Klasifikasi

Karbohidrat didefinisikan sebagai polyhydrixy aldehyde (aldoses) dan

ketone (ketoses) serta turunan dari gula ini. Definisi ini menekankan sifat

hidrofilik dari sebagian besar karbohidrat serta memungkinkan disertakan gula

alcohol (alditol), asam gula (asam uronic, aldonic, dan aldaric), glikosida dan

hasil-hasil polimerisasi (oligosakarida dan polisakarida yang memiliki

hubungan dari tipe asetal) di antara jenis-jenis karbohidrat. Gugusan hidroksil

dari karbohidrat dapat dimodifikasi oleh pergantian dengan gugusan-gugusan

lain untuk menghasilkan ester dan ether atau diganti untuk menghasilkan gula

deoxy dan amino. Karbohidrat juga terikat secara kovalen dengan banyak

protein dan lipid. glycoconjugate ini terdiri atas glikoprotein, proteoglikan, dan

glikolipid. (Hadju, 2003)

Jenis-jenis Karbohidrat

Monosakarida atau sisa monosakarida dimodifikasi atau diperoleh dari

berbagai macam cara. Gugusan karbonil dapat direduksi atau dioksidasi, dan

gugusan akhir –CH2OH dapat dioksidasi. Gugusan hidroksil pada beberapa

atom karbon merupakan subjek dari banyak modifikasi.

6
1. Alditol

Alditol (polyols) (gbr 4-8) yang muncul secara alami pada tumbuhan dan

organism lain, merupakan hasil reduksi dari aldoses dan ketoses dimana

karbonil telah direduksi menjadi alcohol. Reduksi pada ketoses menghasilkan

sepasang epimeric alditol kecuali reaksi merupakan enzim yang dikatalisasi

dan oleh karena itu menjadi stereospecific. Alditol, seperti gula, dapat larut

dalam air dan berubah-ubah sesuai dengan tingkatan kemanisannya. Xylitol,

yang paling manis, mendekati tingkat kemanisan sukrosa. Antara D-Glucitol

dan xylitol diabsorpsi secara pasif di dalam usus kecil dan dimetabolisme

dalam hati. Penambahan jumlah alditol yang melewati kolon dapat

menyebabkan diare karena sakit karena gerak osmotic. (catatan bahwa xylitol,

wlaupun alditol memiliki tiga karbon kiral, merupakan suatu molekul yang

simetris dan tidak mempengaruhi aktivitas optic).

2. Asam Glucoronic, Glyconic, Dan Glycaric

Asam uronic merupakan asam gula lemah yang memiliki sebuah gugusan

karbonil (–COOH) sebagai pengganti sambungan –CH2OH (gbr 4-9). Asam D-

Glucuronic merupakan unsur pokok yang penting glycosaminoglycans pada

sistem mamalia, dan epimer C-5 - nya, asam L-Iduronic, kurang menghasilkan

penambahan. Asam Glucuronic (dan 4-O methyl ether - nya). Asam D-

galacturonic, asam D-mannuronic, dan sedikit asam L-Guluronic umum

merupakan unsur pokok polisakarida yang tdak dapat dicerna pada tumbuhan

dan alga, yang berkontribusi sebagai serat makanan. Asam glycaric merupakan

asam dicarboxylic yang diantara gugusan akhir aldose telah dioksidasi menjadi

7
gugusan karboksil. Asam glyconic mudah melakukan lactonize menjadi

lactones cyclic netral.

3. Gula Deoxy Dan Amino

Beberapa gula yang umum melemahkan pelengkap sempurna dari gugusan

hydroxyl; sebagai contoh yang terlihat pada gambar 4-10. Gula deoxy, yaitu

suatu gugusan hydroxyl diubah oleh hydrogen, termasuk 2-deoxy- D-ribose, L-

fucose (6-deoxy- L-Mannose). L-Fucose merupakan unsur pokok dari banyak

glycoprotein dan melayani sebagai epitope yang mmeberikan signal untuk

tindakan fisiologis (misalnya dalam respon inflammatory).

4. Disakarida Dan Oligosakarida Serta Sifat-Sifatnya

Oligosakarida diubah oleh monosakarida secara kovalen yang

dihubungkan oleh ikatan glycosidic. Mereka bersifat mereduksi ataupun tidak

mereduksi. Suatu oligosakarida yang berhubungan dengan residu/sisa yang

memiliki anomeric -OH yang tidak dapat digantikan sedang mereduksi.

Pengurangan oligosakarida melalui semua reaksi kimmiawi dari gula aldose,

termasuk reduksi, oksidasi dan epimerisasi yang telah dikatalisasi serta

isomerisasi pada akhir proses reduksinya. Oligosakarida siap dihidrolisis

menjadi unsur pokok monosakarida oleh asam atau katalisis enzim, dengan

enzim-enzim yang memperlihatkan spesifisitas kuat pada kumpulan gula dan

hubungan anomericnya. Sebagai hasil dari spesifisitas ini, manusia mencerna 2

tipe oligosakarida: beberapa yang termasuk α-D-glukosa atau β- D-galaktosa

pada akhir nonreduksi.

8
Sukrosa, suatu disakarida nonreduksi, diubah oleh α-D-glucopyranosyl dan

kumpulan β-D-fructofuranosyl yang secara kovalen terhubung melalui karbon

anomeric pada setiap kumpulan gula untuk membentuk α-D-glucopyranosyl-

(12)-β- D-fructofuranoside. Sukrosa secara luas didistribusikan pada

tumbuhan dan diproduksi secara komersil dari gula tebu dan gula bit (secara

khusus dinamakan gula tebu, tanpa menghiraukan sumbernya). Sukrosa mudah

dihidrolisis menjadi glukosa dan fruktosa sebagai larutan asam dan cepat

dicerna oleh sukrase, yaitu suatu α-glucosidase dari villi usus. Sukrosa

merupakan pemanis utama dengan kalori untuk penggunanaan rumah tangga

atau komersil, dan kata “gula” pada kemasan makanan berarti sukrosa.

Laktosa (β- D-galactopyranosyl-(14)- D-glucopyranose, gula susu) disintesis

dalam kelenjar susu mamalia. Konsentrasi susu berubah dengan spesies dan

unsur pokok sekitar 4 g/100 mL susu sapi dibandingkan dengan 6,4 g/100 mL

ASI (Newburg dan Neubauer, 1995).laktosa disajikan dalam produk susu dan

makanan jadi yang terdiri atas produk air dadih yang dibentuk dari bagian

encer susu yang tersisa dari pembuatan keju. Laktosa memiliki kurang lebih

1⁄ pemanis yang berasal dari sukrosa. Laktosa siap dicerna menjadi glukosa
3

dan galaktosa oleh β-galactosidase (laktase) pada villi usus. Laktosa

merupakan disakarida yang mereduksi dan oleh karena itu rentan berrekasi

dengan gugusan karbonil glukosa, termasuk reaksi Maillard. Isomerisasi

alkaline pada laktosa menghasilkan lactulose, dimana kumpulan glukosa telah

diisomerisasi menjadi fruktosa. Isomerisasi ini juga memunculkan beberapa

penambahan selama memanaskan susu. Lactulose tidak dicerna ataupun

9
diserap dalam tubuh dan dia muncul untuk meningkatkankan pertumbuhan

spesies bifidobacteria dan lactobacilli dalam kolon. Kolonisasi oleh bakteri-

bakteri ini efektif dalam pencegahan diare akut. Produksi asam lemak dengan

rantai pendek dari lactulose dan serat makanan polisakarida menghasilkan

penurunan pH kolon dan batas-batas potensial pertumbuhan bakteri patogenis.

Laktulose juga digunakan sebagai agen terapeutik pada perawatan hepati/zat

tepungc encephalopathy.

Protein (pengertian, fungsi dan metabolisme)

Protein adalah substansi pertama yang dikenal sebagai bahan vital bagi

kehidupan. Protein berasal dari bahasa Yunani yang berarti “yang paling

penting”Protein mengandung karbon, hidrogen dan oksigen. Protein termasuk

substansi yang unik karena juga mengandung sekitar 16% nitrogen juga sulfur

dan bahan lain seperti fosfor, besi dan kobalt. Adanya nitrogen membuat

protein memiliki berbagai macam bentuk yang menunjukkan ciri-ciri

kehidupan

Protein adalah salah satu bio-makromolekul yang penting perananya

dalam makhluk hidup. Fungsi dari protein itu sendiri secaramgaris besar dapat

dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu sebagai bahan struktural dan

sebagai mesin yang bekerja pada tingkat molekular. Apabila tulang dan kitin

adalah beton, maka protein struktural adalah dinding batu-batanya. Beberapa

protein struktural, fibrous protein, berfungsi sebagai pelindung, sebagai contoh

α dan β- keratin yang terdapat pada kulit, rambut, dan kuku. Sedangkan protein

struktural lain ada juga yang berfungsi sebagai perekat, seperti kolagen.

10
Protein dapat memerankan fungsi sebagai bahan struktural karena seperti

halnya polimer lain, protein memiliki rantai yang panjang dan juga dapat

mengalami cross-linking dan lain-lain. Selain itu protein juga dapat berperan

sebagai biokatalis untuk reaksi-reaksi kimia dalam sistem makhluk hidup.

Makromolekul ini mengendalikan jalur dan waktu metabolisme yang kompleks

untuk menjaga kelangsungan hidup suatu organisma. Suatu sistem

metabolisme akan terganggu apabila biokatalis yang berperan di dalamnya

mengalami kerusakan

Unit dasar penyusun struktur protein adalah asam amino. Dengan kata lain

protein tersusun atas asam-asam amino yang saling berikatan.

Struktur Asam Amino

Suatu asam amino-α terdiri atas:

1. Atom C α. Disebut α karena bersebelahan dengan gugus karboksil (asam).

2. Atom H yang terikat pada atom C α.

3. Gugus karboksil yang terikat pada atom C α.

4. Gugus amino yang terikat pada atom C α.

5. Gugus R yang juga terikat pada atom C α.

Ada 20 macam asam amino, yang masing-masing ditentukan oleh jenis gugus

R atau rantai samping dari asam amino. Jika gugus R berbeda maka jenis asam

amino berbeda.

11
Gugus R dari asam amino bervariasi dalam hal ukuran, bentuk, muatan,

kapasitas pengikatan hidrogen serta reaktivitas kimia. Keduapuluh macam

asam amino ini tidak pernah berubah. Asam amino yang paling sederhana

adalah glisin dengan atom H sebagai rantai samping. Berikutnya adalah alanin

dengan gugus metil (-CH3) sebagai rantai samping.

1. Alanin (Ala)

Alanin (Ala) atau asam 2-aminopropanoat merupakan salah satu asam amino

bukan esensial. Bentuk yang umum di alam adalah L-alanin (S-alanin)

meskipun terdapat pula bentuk D-alanin (R-alanin) pada dinding sel bakteri dan

sejumlah antibiotika. L-alanin merupakan asam amino proteinogenik yang

paling banyak dipakai dalam protein setelah leusin. Gugus metil pada alanina

sangat tidak reaktif sehingga jarang terlibat langsung dalam fungsi protein

(enzim). Alanina dapat berperan dalam pengenalan substrat atau spesifisitas,

khususnya dalam interaksi dengan atom nonreaktif seperti karbon. Dalam

proses pembentukan glukosa dari protein, alanina berperan dalam daur alanina.

2. Arginin (Arg)

Asam amino arginin memiliki kecenderungan basa yang cukup tinggi akibat

eksesi dua gugus amina pada gugus residunya. Asam amino ini tergolong

setengah esensial bagi manusia dan mamalia lainnya, tergantung pada tingkat

perkembangan atau kondisi kesehatan. Bagi anak-anak, asam amino ini

esensial. Pangan yang menjadi sumber utama arginin adalah produk-produk

12
peternakan (dairy products) seperti daging, susu (dan olahannya), dan telur.

Dari produk tumbuhan dapat disebutkan cokelat dan biji kacang tanah.

3. Asparagin (Asn)

Asparagin adalah analog dari asam aspartat dengan penggantian gugus

karboksil oleh gugus karboksamid. Asparagin bersifat netral (tidak bermuatan)

dalam pelarut air. Asparagina merupakan asam amino pertama yang berhasil

diisolasi. Namanya diambil karena pertama kali diperoleh dari jus asparagus.

Fungsi biologi: Asparagina diperlukan oleh sistem saraf untuk menjaga

kesetimbangan dan dalam transformasi asam amino. Ia berperan pula dalam

sintesis amonia. Sumber: Daging (segala macam sumber), telur, dan susu (serta

produk turunannya) kaya akan asparagina

4. Asam aspartat (Asp)

Asam aspartat merupakan satu dari 20 asam amino penyusun protein.

Asparagin merupakan asam amino analognya karena terbentuk melalui aminasi

aspartat pada satu gugus hidroksilnya. Asam aspartat bersifat asam, dan dapat

digolongkan sebagan asam karboksilat. Bagi mamalia aspartat tidaklah

esensial. Fungsinya diketahui sebagai pembangkit neurotransmisi di otak dan

saraf otot. Diduga, aspartat berperan dalam daya tahan terhadap kepenatan.

Senyawa ini juga merupakan produk dari daur urea dan terlibat dalam

glukoneogenesis.

5. Sistein (Cys)

13
Sistein merupakan asam amino bukan esensial bagi manusia yang memiliki

atom S, bersama-sama dengan metionin. Atom S ini terdapat pada gugus tiol

(dikenal juga sebagai sulfhidril atau merkaptan). Karena memiliki atom S,

sisteina menjadi sumber utama dalam sintesis senyawa-senyawa biologis lain

yang mengandung belerang. Sisteina dan metionin pada protein juga berperan

dalam menentukan konformasi protein karena adanya ikatan hidrogen pada

gugus tiol. Sumber utama sisteina pada makanan adalah cabai, bawang putih,

bawang bombay, brokoli, haver, dan inti bulir gandum (embrio). L-sistein juga

diproduksi secara industri melalui hidrolisis rambut manusia dan babi serta

buluunggas.

6. Glutamine (Gln)

Glutamin adalah satu dari 20 asam amino yang memiliki kode pada kode

genetik standar. Rantai sampingnya adalah suatu amida. Glutamina dibuat

dengan mengganti rantai samping hidroksil asam glutamat dengan gugus

fungsional amina. Glutamina merupakan bagian penting dari asimilasi nitrogen

yang berlangsung pada tumbuhan. Amonia yang diserap tumbuhan atau hasil

reduksi nitrit diikat oleh asam glutamat menjadi glutamina dengan bantuan

enzim glutamin sintetase atau GS. Glutamina dijadikan suplemen atlet binaraga

untuk mengganti kerusakan otot dengan segera akibat latihan beban yang berat.

7. Asam glutamate (Glu)

14
Asam glutamat termasuk asam amino yang bermuatan (polar) bersama-sama

dengan asam aspartat. Ini terlihat dari titik isoelektriknya yang rendah, yang

menandakan ia sangat mudah menangkap elektron (bersifat asam menurut

Lewis). Asam glutamat dapat diproduksi sendiri oleh tubuh manusia sehingga

tidak tergolong esensial. Ion glutamat merangsang beberapa tipe saraf yang ada

di lidah manusia. Sifat ini dimanfaatkan dalam industri penyedap. Garam

turunan dari asam glutamat, yang dikenal sebagai mononatrium glutamat (

dikenal juga sebagai monosodium glutamat, MSG, vetsin atau micin), sangat

dikenal dalam dunia boga Indonesia maupun Asia Timur lainnya sebagai

penyedap masakan.

8. Glisin (Gly)

Glisina atau asam aminoetanoat adalah asam amino alami paling sederhana.

Rumus kimianya C2H5NO2. Asam amino ini bagi manusia bukan merupakan

asam amino esensial karena tubuh manusia dapat mencukupi kebutuhannya.

Glisina merupakan asam amino yang mudah menyesuaikan diri dengan

berbagai situasi karena strukturnya sederhana. Secara umum protein tidak

banyak mengandung glisina. Pengecualiannya ialah pada kolagen yang dua per

tiga dari keseluruhan asam aminonya adalah glisina. Glisina merupakan asam

amino nonesensial bagi manusia. Tubuh manusia memproduksi glisina dalam

jumlah mencukupi. Glisina berperan dalam sistem saraf sebagai inhibitor

neurotransmiter pada sistem saraf pusat (CNS).

9. Histidin (His)

15
Histidina merupakan satu dari 20 asam amino dasar yang ada dalam protein.

Bagi manusia histidina merupakan asam amino yang esensial bagi anak-anak.

Fungsi Histidina menjadi prekursor histamin, suatu amina yang berperan dalam

sistem saraf, dan karnosin, suatu asam amino.

10. Isoleusin (Ile)

Isoleusina adalah satu dari asam amino penyusun protein yang dikode oleh

DNA. Rumus kimianya sama dengan leusinhidrofobik (tidak larut dalam air)

dan esensial bagi manusia. tetapi susunan atom-atomnya berbeda. Ini berakibat

pada sifat yang berbeda. Walaupun berdasarkan strukturnya ada empat

kemungkinan stereoisomer seperti treonin, isoleusina alam hanya tersedia

dalam satu bentuk saja.

11. Leusin (Leu)

Leusina merupakan asam amino yang paling umum dijumpai pada protein. Ia

mutlak diperlukan dalam perkembangan anak-anak dan dalam kesetimbangan

nitrogen bagi orang dewasa. Ada dugaan bahwa leusina berperan dalam

menjaga perombakan dan pembentukan protein otot. Leusina tergolong asam

amino esensial bagi manusia.

12. Lisin (Lys)

Lisina (bahasa Inggris lysine) merupakan asam amino penyusun protein yang

dalam pelarut air bersifat basa, seperti juga histidin. Lisina tergolong esensial

16
bagi manusia dan kebutuhan rata-rata per hari adalah 1- 1,5 g. Lisina menjadi

kerangka bagi niasin (vitamin B1). Kekurangan vitamin ini dapat menyebabkan

pelagra. Lisina juga dilibatkan dalam pengobatan terhadap penyakit herpes.

Biji-bijian serealia terkenal miskin akan lisina. Sebaliknya, biji polong-

polongan kaya akan asam amino ini.

13. Metionin (Met)

Metionina, bersama-sama dengan sistein, adalah asam amino yang memiliki

atom S. Asam amino ini penting dalam sintesis protein (dalam proses

transkripsi, yang menerjemahkan urutan basa nitrogen di DNA untuk

membentuk RNA) karena kode untuk metionina sama dengan kode awal (start)

untuk suatu rangkaian RNA. Biasanya, metionina awal ini tidak akan terikut

dalam protein yang kelak terbentuk karena dibuang dalam proses

pascatranskripsi. Asam amino ini bagi manusia bersifat esensial, sehingga

harus dipasok dari bahan pangan. Sumber utama metionina adalah buah-

buahan, daging (ayam, sapi, ikan), susu (susu murni, beberapa jenis keju),

sayuran (spinach, bayam, bawang putih, jagung), serta kacang-kacangan

(kapri, pistacio, kacang mete, kacang merah, tahu, tempe).

14. Fenilalanin (Phe)

Fenilalanina adalah suatu asam amino penting dan banyak terdapat pada

makanan, yang bersama-sama dengan asam amino tirosin dan triptofan

merupakan kelompok asam amino aromatik yang memiliki cincin benzena.

17
Fenilalanina bersama-sama dengan taurin dan triptofan merupakan senyawa

yang berfungsi sebagai penghantar atau penyampai pesan (neurotransmitter)

pada sistem saraf otak. Dalam keadaan normal, fenilalanina diubah menjadi

tirosin dan dibuang dari tubuh. Gangguan dalam proses ini (penyakitnya

disebut fenilketonuria atau fenilalaninemia atau fenilpiruvat oligofrenia,

disingkat PKU) menyebabkan fenilalanina tertimbun dalam darah dan dapat

meracuni otak serta menyebabkan keterbelakangan mental. Penyakit ini

diwariskan secara genetik: tubuh tidak mampu menghasilkan enzim pengolah

asam amino fenilalanina, sehingga menyebabkan kadar fenilalanina yang tinggi

di dalam darah, yang berbahaya bagi tubuh.

15. Prolin (Pro)

Prolina merupakan satu-satunya asam amino dasar yang memiliki dua gugus

samping yang terikat satu-sama lain (gugus amino melepaskan satu atom H

untuk berikatan dengan gugus sisa). Akibat strukturnya ini, prolina hanya

memiliki gugus amina sekunder (-NH-). Beberapa pihak menganggap prolina

bukanlah asam amino karena tidak memiliki gugus amina namun imina namun

pendapat ini tidak tepat. Fungsi terpenting prolina tentunya adalah sebagai

komponen protein. Sel tumbuh-tumbuhan tertentu yang terpapar kondisi

lingkungan yang kurang cocok (misalnya kekeringan) akan menghasilkan

prolina untuk menjaga keseimbangan osmotik sel. Prolina dibuat dari asam L-

glutamat dengan prekursor suatu asam imino. Prolina bukan merupakan asam

amino esensial bagi manusia.

18
16. Serine (Ser)

Serina merupakan asam amino penyusun protein yang umum ditemukan pada

protein hewan. Protein mamalia hanya memiliki L-serin. Serina bukan

merupakan asam amino esensial bagi manusia. Namanya diambil dari bahasa

Latin, sericum (berarti sutera) karena pertama kali diisolasi dari protein serat

sutera pada tahun 1865. Strukturnya diketahui pada tahun 1902. Fungsi biologi

dan kesehatan: Serina penting bagi metabolisme karena terlibat dalam

biosintesis senyawa-senyawa purin dan pirimidin, sistein, triptofan (pada

bakteria), dan sejumlah besar metabolit lain. Sebagai penyusun enzim, serina

sering memainkan peran penting dalam fungsi katalisator enzim. Ia diketahui

berada pada bagian aktif kimotripsin, tripsin, dan banyak enzim lainnya.

Berbagai gas-gas perangsang saraf dan senyawa aktif yang dipakai pada

insektisida bekerja melalui residu serina pada enzim asetilkolin esterase,

sehingga melumpuhkan enzim itu sepenuhnya. Akibatnya, asetilkolin (suatu

neurotransmiter) yang seharusnya segera diuraikan oleh enzim itu segera

setelah bekerja malah menumpuk di sel dan mengakibatkan kekejangan dan

kematian.

Sebagai penyusun protein non-enzim, rantai sampingnya dapat mengalami

glikolisasi yang dapat menjelaskan gangguan akibat diabetes. Serina juga

merupakan satu dari tiga asam amino yang biasanya terfosforilasi oleh enzim

kinase pada saat transduksi signal pada eukariota

17. Treonin (Thr)

19
Treonina merupakan salah satu dari 20 asam amino penyusun protein. Bagi

manusia, treonina bersifat esensial. Tubuh manusia tidak memiliki enzim

pembentuk treonina namun manusia memerlukannya, sehingga treonina

esensial (secara gizi) bagi manusia. Kehadiran enzim treonina-kinase dapat

menyebabkan fosforilasi pada treonina, menghasilkan fosfotreonina, senyawa

antara penting pada biosintesis metabolit sekunder. Treonina banyak

terkandung pada produk-produk dari susu, daging, ikan, dan biji wijen.

18. Tritofan (Trp)

Triptofan merupakan satu dari 20 asam amino penyusun protein yang bersifat

esensial bagi manusia. Bentuk yang umum pada mamalia adalah, seperti asam

amino lainnya, L-triptofan. Meskipun demikian D-triptofan ditemukan pula di

alam (contohnya adalah pada bisa ular laut kontrifan). ugus fungsional yang

dimiliki triptofan, indol, tidak dimiliki asam-asam amino dasar lainnya.

Akibatnya, triptofan menjadi prekursor banyak senyawa biologis penting yang

tersusun dalam kerangka indol. Triptofan adalah prekursor melatonin (hormon

perangsang tidur), serotonin (suatu transmiter pada sistem saraf) dan niasin

(suatu vitamin).

19. Tirosin (Tyr)

Tirosina (dari bahasa Yunani tyros, berarti keju, karena ditemukan pertama kali

dari keju) merupakan satu dari 20 asam amino penyusun protein. Ia memiliki

satu gugus fenol (fenil dengan satu tambahan gugus hidroksil). Bentuk yang

20
umum adalah L-tirosin (S-tirosin), yang juga ditemukan dalam tiga isomer

struktur: para, meta, dan orto. Pembentukan tirosina menggunakan bahan baku

fenilalanin oleh enzim Phe-hidroksilase. Enzim ini hanya membuat para-

tirosina. Dua isomer yang lain terbentuk apabila terjadi “serangan” dari radikal

bebas pada kondisi oksidatif tinggi (keadaan stress)

Dalam transduksi signal, tirosina memiliki peran kunci dalam pengaktifan

beberapa enzim tertentu melalui proses fosforilasi (membentuk fosfotirosina).

Bagi manusia, tirosina merupakan prekursor hormon tiroksin dan triiodotironin

yang dibentuk di kelenjar tiroid, pigmen kulit melanin, dan dopamin,

norepinefrin dan epinefrin. Tirosina tidak bersifat esensial bagi manusia. Oleh

enzim tirosina hidroksilase, tirosina diubah menjadi DOPA yang merupakan

bagian dari manajemen terhadap penyakit Parkinson. Tanaman opium

(Papaver somniferum) menggunakan tirosina sebagai bahan baku untuk

menghasilkan morfin, suatu alkaloid.

20. Valin (Val)

Valina adalah salah satu dari 20 asam amino penyusun protein yang dikode

oleh DNA. Dalam ilmu gizi, valina termasuk kelompok asam amino esensial.

Namanya berasal dari nama tumbuhan valerian (Valeriana officinalis). Sifat

valina dalam air adalah hidrofobik (‘takut air’) karena ia tidak bermuatan. Pada

penyakit anemia “bulan sabit” (sel-sel eritrosit tidak berbentuk seperti pil tetapi

seperti bulan sabit, sickle-cell anaemia), valina menggantikan posisi asam

glutamat, asam amino lain yang hidrofilik (‘suka air’), pada hemoglobin.

21
Akibatnya bentuk sel berubah dan kehilangan kemampuan mengikat oksigen

secara efektif. Valina diproduksi dengan menggunakan treonin sebagai bahan

baku. Sumber pangan yang kaya akan valina mencakup produk-produk

peternakan (daging, telur, susu, keju) dan biji-bijian yang mengandung minyak

(misalnya kacang tanah, wijen, dan lentil).

Protein dapat diperoleh dari berbagai sumber bahan makanan. Berdasarkan

asalnya, protein dapat dibedakan menjadi dua sebagai berikut.

a. Protein hewani, berasal dari hewan. Umumnya mengandung protein yang

lengkap, terdapat pada ikan, daging, susu, telur, larva serangga, lebah,

belalang, laron, kepompong, dan lainlain.

b. Protein nabati, berasal dari tumbuh-tumbuhan. Protein nabati terdapat pada

kacang-kacangan, sayuran, dan biji-bijian. Pada umumnya protein nabati

mengandung protein yang tidak lengkap, kecuali pada kacang-kacangan yaitu

kedelai.

Di dalam tubuh, protein diubah menjadi asam amino oleh beberapa reaksi

hidrolisis serta enzim-enzim yang bersangkutan.Enzim-enzim yang bekerja

pada proses hidrolisis protein antara lain pepsin, tripsin, kemotripsin,

karboksipeptidase, dan aminopeptidase.

Protein yang telah dipecah menjadi asam amino kemudian diarbsorbsi oleh

dinding usus halus dan sampai ke pembuluh darah. Asam amino tersebut

sebagaian besar langsung digunakan oleh jaringan dan sebagian mengalami

pelepasan gugus amin (gugus yang mengandung N) di hati. Proses pelepasan

gugus amin ini disebut dengan deaminasi. Protein tidak dapat disimpan

22
didalam tubuh sehingga bila kelebihan akan segera dibuang atau diubah

menjadi zat lain. Zat sisa hasil penguraian protein yang mengandung nitrogen

akan dibuang bersama air seni dan yang tidak mengandung nitrogen akan

diubah menjadi karbohidrat dan lemak. Oksidasi 1 gram protein dapat

menghasilkan energi 4,2 kalori. Kelebihan protein dalam tubuh dapat

mengakibatkan pembengkakan hati dan ginjal karena beban kerja organ-organ

tersebut lebih berat dalam menguraikan protein dan mengeluarkannya melalui

air seni. Kekurangan protein juga tidak baik bagi tubuh. Gangguan kekurangan

protein biasanya terjadi bersamaan dengan kekurangan karbohidrat. Gangguan

tersebut dinamakan busung lapar

Defisiensi Karbohidrat dan Protein pada Kejadian Gizi Buruk Balita

Interaksi antara faktor-faktor keberadaan zat gizi (faktor penyebab),

cadangan zat gizi dalam tubuh, penyakit infeksi, infestasi cacing, aktifitas

(faktor penjamu), pantangan, cara pengolahan (faktor lingkungan) sangat

penting dipertahankan dalam keadaan seimbang dan optimal. Bila

keseimbangan ini tidak terjaga maka akan terjadi perubahan dalam tubuh,

yakni terjadinya pemakaian cadangan zat gizi yang tersimpan dalam tubuh.

Bila hal ini berlangsung lama maka berangsur-angsur cadangan tubuh akan

berkurang dan akhirnya akan habis. Hal tersebut dilakukan untuk

mempertahankan metabolisme kehidupan sehari-hari. Diawali dengan

terjadinya mobilisasi zat-zat gizi yang berasal dari jaringan tubuh. Sebagai

akibat hal tersebut, tubuh akan mengalami penyusutan jaringan tubuh, kelainan

metabolisme oleh karena kekurangan zat-zat gizi, kelainan fungsional, dan

23
akhirnya kerusakan organ tubuh dengan segala keluhan, gejala-gejala dan

tanda-tanda yang timbul sesuai dengan jenis zat gizi yang menjadi pangkal

penyebabnya, bila protein penyebabnya akan terjadi kwasiorkor, bila energi

penyebanya akan terjadi marasmus atau keduanya sebagai penyebab akan

terjadi marasmus kwasiorkor.

Dimulai dengan perubahan yang paling ringan sampai berat, dimulai hanya

dengan kekurangan cadangan zat gizi (belum ada perubahan biokemik dan

fisiologi), kelainan gizi potensial (sudah ada perubahan biokemik dan

fisiologi), kelainan gizi laten (gejala, dan tanda klinis masih terbatas dan belum

khas) sampai terjadi kelainan gizi klinik (gejala, dan tanda klinis khas dan

jelas).

Malnutrisi sekunder disebabkan karena adanya penyakit utama, seperti

kelainan bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan pencernaan dan metabolik,

yang mengakibatkan kebutuhan nutrisi meningkat, penyerapan nutrisi yang

turun dan/meningkatnya kehilangan nutrisi.Makanan yang tidak adekuat, akan

menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan makanan untuk menghasilkan

kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan pembakaran cadangan

karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein dengan melalui proses

katabolik. Kalau terjadi stres katabolik (infeksi) maka kebutuhan akan protein

akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relatif,

kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD–3SD),

maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut/decompensated malnutrition).

Secara klinis KEP terdapat dalam 3 tipe yaitu :

24
1. Marasmus

Marasmus sering sekali terjadi pada bayi di bawah 12 bulan. Terdapat

beberapa tanda khusus pada marasmus ialah kurangnya (bahkan tidak ada)

jaringan lemak di bawah kulit (Forrester, T. E., A. V. Badaloo, et al. 2012)..

Sehingga seperti bayi yang memakai pakaian yang terlalu besar ukurannya.

Selain itu terdapat pula beberapa tanda khusus bayi terkena marasmus,

diantaranya:

a) Bayi akan merasa lapar dan cengeng.

b) Oedema (bengkak) tidak terjadi ( Escoda, S., H. Chappuy, et al. 2010)

c) Warna rambut tidak berubah.

d) Wajahnya tampak menua (old man/monkey face).

e) Atrofi jaringan, otot lemah terasa kendor/lembek ini dapat dilihat pada

paha dan pantat bayi yang seharusnya kuat dan kenyal dan tebal.

Pada marasmus tingkat berat, terjadi retardasi pertumbuhan, berat badan

dibanding usianya sampai kurang 60% standar berat normal. Sedikitnya

jaringan adipose pada marasmus berat tidak menghalangi homeostatis,

oksidasi lemak tetap utuh namun menghabiskan cadangan lemak tubuh.

Keberadaan persediaan lemak dalam tubuh adalah faktor yang menentukan

apakah bayi marasmus dapat bertahan/survive.

2. Kwashiorkor

Kwashiorkor bisanya terjadi pada anak usia 1-3 tahun. Pertumbuhannya

terhambat, jaringan otot lunak dan kendor (Manary, M. J., G. T. Heikens, et

25
al. 2009). Namun jaringan lemak dibawah kulit masih ada dibanding bayi

marasmus. Beberapa tanda khusus dari kwashiorkor adalah:

a) Rambut berubah menjadi warna kemerahan atau abu-abu, menipis dan

mudah rontok, apabila rambut keriting menjadi lurus.

b) Kulit tampak pucat dan biasanya disertai anemia.

c) Selalu ada oedema (bengkak), terutama pada kaki dan tungkai bawah.

Sifatnya “pitting oedema”. Bayi tampak gemuk, muka membulat (moon

face), karena oedema. Cairan oedema sekitar 5-20% dari jumlah berat

badan yang diperhitungkan dari penurunan berat badan ketika tidak

oedema lagi (pada masa penyembuhan).

d) Terjadi dispigmentasi dikarenakan habisnya cadangan energi atau

protein. Pada kulit yang terdapat dispigmentasi akan tampak pucat.

Sering terjadi dermatitis (radang pada kulit). Kulit mudah luka karena

tidak adanya tryptophan dan nicotinamide, meskipun kekurangan zinc

bisa juga menjadi penyebab dermatitis. Pada kasus kwashiorkor tingkat

berat kulit akan mengeras seperti keripik terutama pada persendian

utama. Bibir retak-retak, lidah pun menjadi lunak dan gampang luka.

e) Pada kwashiorkor, pengaruh terhadap sistem neurologi dijumpai adanya

tremor seperti Parkinson yang berpengaruh terhadap jaringan (cabang)

syaraf tunggal maupun syaraf kelompok pada otot. Seperti otot mata

sering terjadi terus berkedip, atau pada pita suara yang menghasilkan

suara getar serak/cengeng.

26
3. Marasmik – Kwashiorkor

Anak/bayi yang menderita marasmik-kwashiorkor mempunyai gejala

(sindroma) gabungan kedua hal di atas. Seorang bayi yang menderita

marasmus lalu berlanjut menjadi kwashiorkor atau sebaliknya tergantung

dari makanan/gizinya dan sejauh mana cadangan energi dari lemak dan

protein akan berkurang/habis terpakai.

Pengaruh KEP Terhadap Beberapa Organ

a. Saluran Pencernaan

Malnutrisi berat menurunkan sekresi asam dan melambatkan gerak

lambung. Mukosa usus halus mengalami atrofi. Vili pada mukosa usus lenyap,

permukaannya berubah menjadi datar dan diinfiltrasi oleh sel-sel limfosit.

Pembaruan sel-sel epitel, indeks mitosis, kegiatan disakarida berurang. Pada

hewan percobaan, kemampuan untuk mempertahankan kandungan normal

mucin dalam mukosa terganggu dan laju penyerapan asam amino serta lemak

berkurang.

b. Pankreas

Malnutrisi menyebabkan atrofi dan fibrosis sel-sel asinar yang akan

mengganggu fungsi pankreas sebagi kelenjar eksokrin. Gangguan fungsi

pankreas bersama dengan intoleransi disakarida akan menimbulkan sindrom

malabsorpsi, yang selanjutnya berlanjut sebagai diare.

c. Hati

Pengaruh malnutrisi pada hati bergantung pada lama, serta jenis zat gizi

yang berkurang. Glikogen pada penderita marasmus cepat sekali terkuras

27
sehingga zat lemak kemudian tertumpuk dalam sel-sel hati. Manakala

kelaparan terus berlanjut, hati mengerut sementara kandungan lemak menyusut

dan protein habis meskipun jumlah hepatosit relative tidak berubah.

d. Sistem Hematologik

Perubahan pada sistem hematologic meliputi anemia, leucopenia,

trombotopenia, pembentuan akantosit, serta hipoplasia sel-sel sumsum tulang

yang berkaitan dengan transformasi substansi dasa, tempat nekrosis sering

terlihat. Derajat kelainan ini bergantung pada berat serta lamanya kekurangan

energy berlangsung (Sunita Matsier, 2009)

Anemia pada kasus demikian biasanya bersifat normokromik dantidak

disertai oleh retikulositosis meskipun cadangan zat besi cukup adekuat.

Penyebab anemia pasien yang asupan proteinnya tidak adekuat ialah

menurunnya sintesis eritropoietin, sementara anemia pada mereka yang sama

sekali tidak makan protein timbul karena stem cell dalam sumsum tulang tidak

berkembang, di samping sintesis eritropoietin juga menurun (Sunita Matsier,

2009).

Malnutrisi berat berkaitan dengan leucopenia dan hitung jenis yang

normal. Morfologi neutrofil juga kelihatan normal. Namun, jika infeksi terjadi,

jumlah neutrofil biasanya (namun tidak selalu) meningkat. Simpanan neutrofil

yang dinyataan sebagai hitung neutrofil tertinggi setelah 3-5 jam pemberian

hidrokortison pada malnutrisi juga berkurang, dan fungsinya tidak normal.

Sebagai tambahan, jumlah trombosit turut pula menurun (Sunita Matsier,

2009).

28
Penanganan dan Pencegahan

Pengobatan terhadap KEP adalah ditujukan untuk menambah zat gizi yang

kurang, namun dalam prosesnya memerlukan waktu dan harus secara bertahap,

oleh karenanya harus di rawat inap di rumah sakit. Secara garis besar

penanganan KEP adalah sebagai berikut :

 Pada tahap awal harus diberikan cairan intra vena, selanjutnya dengan

parenteral dengan bertahap, dan pada tahap akhir dengan diet tinggi kalori dan

tinggi protein.

 Komplikasi penyakit penyerta seperti infeksi, anemia, dehidrasi dan

defiseiensi vitamin diberikan secara bersamaan.

 Penanganan terhadap perkembangan mental anak melalui terapi tumbuh

kembang anak.

 Penanganan kepada keluarga, melalui petunjuk terapi gizi kepada ibu

karena sangat penting pada saat akan keluar rumah sakit akan mempengaruhi

keberhasilan penanganan KEP di rumah.

Pencegahan dari KEP pada dasarnya adalah bagaimana makanan yang

seimbang dapat dipertahankan ketersediannya di masyarakat. Langkah-

langkah nyata yang dapat dilakukan untuk pencegahan KEP adalah :

 Mempertahankan status gizi anak yang sudah baik tetap baik dengan

menggiatkan kegiatan surveilance gizi di institusi kesehatan terdepan

(Puskesmas, Puskesmas Pembantu).

29
 Mengurangi resiko untuk mendapat penyakit, mengkoreksi konsumsi

pangan bila ada yang kurang, penyuluhan pemberian makanan pendamping

ASI.

 Memperbaiki/mengurangi efek penyakit infeksi yang sudah terjadi supaya

tidak menurunkan status gizi.

 Merehabilitasi anak yang menderita KEP pada fase awal/BGM.

 Meningkatkan peran serta masyarakat dalam program keluarga berencana.

 Meningkatkan status ekonomi masyarakat melalui pemberdayaan segala

sektor ekonomi masyarakat (pertanian, perdagangan, dan lain-lain).

Kesimpulan

Defisiensi karbohidrat dan protein yang terus menerus terjadi pada balita akan

menyebabkan gizi buruk, baik itu berupa marasmus, kwashiorkhor maupun

marasmus-kwashiorkhor. Defisiensi tersebut akan berawal pada tingkat sel,

jaringan dan organ sampai akhirnya akan menimbulkan gejala klinis. Gejala

klinis yang terjadi tidak terlepas dari fungsi dan peran penting yang dimiliki

oleh karbohidrat dan protein bagi balita. Karbohidrat sebagai energi utama dan

protein sebagai zat pembangun yang sangat dibutuhkan oleh balita. KEP perlu

dicegah dan ditanggulangi dengan memperbaiki asupan karbohidrat dan protein

agar sesuai dengan kebutuhan balita

30
DAFTAR PUSTAKA

Abbott, R. A., A. Robson, et al. (2009). "Acquired loss of hair pigment associated
with a flexural dermatosis." Clin Exp Dermatol 34(6): 735-736.

Ahmed, T., S. Rahman, et al. (2009). "Oedematous malnutrition." Indian J Med


Res 130(5): 651-654.

Akuyam, S. A., H. S. Isah, et al. (2009). "Relationship between age and serum
lipids in malnourished and well-fed pre-school children in Zaria, Nigeria." Niger J
Clin Pract 12(3): 273-276.

Almatsier, Sunita dkk. 2011. Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.

Al-Mubarak, L., S. Al-Khenaizan, et al. (2010). "Cutaneous presentation of


kwashiorkor due to infantile Crohn's disease." Eur J Pediatr 169(1): 117-119.

Al Sharkawy, I., D. Ramadan, et al. (2010). "'Refeeding syndrome' in a Kuwaiti


child: clinical diagnosis and management." Med Princ Pract 19(3): 240-243.

Arisman. 2010. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC

Atalabi, O. M., I. A. Lagunju, et al. (2010). "Cranial magnetic resonance imaging


findings in kwashiorkor." Int J Neurosci 120(1): 23-27.

Behar, M. (2010). "Reflections on the legacy of INCAP." Food Nutr Bull 31(1):
173-175.

Boyd, K. P., A. Andea, et al. (2012). "Acute Inpatient Presentation of


Kwashiorkor: Not Just a Diagnosis of the Developing World." Pediatr Dermatol
3(10): 1525-1470.

Creek, T. L., A. Kim, et al. (2010). "Hospitalization and mortality among


primarily nonbreastfed children during a large outbreak of diarrhea and
malnutrition in Botswana, 2006." J Acquir Immune Defic Syndr 53(1): 14-19.

Escoda, S., H. Chappuy, et al. (2010). "An unusual cause of extensive edema."
Pediatr Emerg Care 26(5): 378-379.

Demonet, G. (2012). "[Rice milk and risk of malnutrition]." Soins Pediatr Pueric
264: 8.

31
Diamanti, A., S. Pedicelli, et al. Iatrogenic Kwashiorkor in three infants on a diet
of rice beverages, Pediatr Allergy Immunol. 2011 Dec;22(8):878-9. doi:
10.1111/j.1399-3038.2011.01180.x.

El-Hodhod, M. A., E. K. Emam, et al. (2009). "Serum ghrelin in infants with


protein-energy malnutrition." Clin Nutr 28(2): 173-177.

Forrester, T. E., A. V. Badaloo, et al. (2012). "Prenatal factors contribute to the


emergence of kwashiorkor or marasmus in severe undernutrition: evidence for the
predictive adaptation model." PLoS One 7(4): 30.

Galler, J. R., C. P. Bryce, et al. (2010). "Early childhood malnutrition predicts


depressive symptoms at ages 11-17." J Child Psychol Psychiatry 51(7): 789-798

Grover, Z. and L. C. Ee (2009). "Protein energy malnutrition." Pediatr Clin North


Am 56(5): 1055-1068.

Hadju, Veni. Dasar-dasar Gizi. FKM Unhas : 2003.

Kimutai, D., E. Maleche-Obimbo, et al. (2009). "Hypo-phosphataemia in children


under five years with kwashiorkor and marasmic kwashiorkor." East Afr Med J
86(7)

Manary, M. J., G. T. Heikens, et al. (2009). "Kwashiorkor: more hypothesis


testing is needed to understand the aetiology of oedema." Malawi Med J 21(3):
106-107.

Retno Sri Iswari dkk, Biokimia, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2006


Sediaoetama achmad djaeni. 2009. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi.
Jakarta: Dian Rakyat.

Sunita, Almatsier. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.

32

Anda mungkin juga menyukai