PENENTUAN KARBOHIDRAT
Disusun Oleh :
NIM : 200703110015
Kelas : Farmasi A
2020
BAB I
PENDAHULUAN
Karbohidrat menjadi bahan yang sangat penting dalam dunia farmasi, seperti
pada pembuatan obat sirup, tambahan pada obat tablet, sebagai bahan suspensi, kultur
media bakteri dan berbagai industri lainnya. Berdasarkan penjelasan diatas, bahwa
sebagian besar karbohidrat dapat ditemukan pada makanan yang biasa dikonsumsi oleh
kebanyakan orang. Namun saat ini tidak banyak yang mengetahui tentang jenis-jenis
karbohidrat, apa saja yang biasa dikonsumsi, serta sifat dari karbohidrat itu sendiri dan
fungsi atau manfaat karbohidrat. Oleh karena itu, kami melakukan uji karbohidrat pada
berbagai sampel, agar kita bisa mengetahui apakah sampel tersebut mengandung
karbohidrat atau tidak. Serta bisa mengetahui termasuk golongan karbohidrat yang
mana.
1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan dilakukannya praktikum ini yaitu agar praktikan dapat
mengidentifikasi sampel karbohidrat dengan serangkaian uji kimiawi karbohidrat
sebagai dasar analisis kualitatifnya.
1. Praktikan dapat Untuk membuktikan adanya karbohidrat secara kualitatif. (uji
molisch)
2. Praktikan dapat membuktikan adanya polisakarida (amilum, glikogen, dan
dekstrin). (uji iodium)
3. Praktikan dapat membuktikan adanya gula reduksi. (uji benedict)
4. Praktikan dapat membedakan antara monosakarida dan polisakarida. (uji
barfoed)
5. Praktikan dapat membuktikan adanya kentosa (fruktosa). (uji seliwanoff)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3.2 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
a. Tabung reaksi (untuk mencampur, menampung dan memanaskan
bahan-bahan kimia cair atau padat, utamanya untuk uji kualitatif)
b. Rak tabung reaksi (sebagai tempat menyimpan tabung reaksi,
mengeringkan dan menjaga tabung reaksi agar tidak berjamur)
c. Pipet volume (untuk mengambil larutan dengan volume yang tepat dan
sesuai dengan label yang tertera pada bagian yang menggelembung
tersebut)
d. Pipet tetes (untuk memindahkan cairan dalam jumlah yang sangat kecil
yaitu berupa tetesan)
e. Pipet ukur 1 ml (untuk memindahkan larutan secara terukur sesuai
dengan volume)
f. Kaki tiga (sebagai penahan kawat kasa dan penyangga ketika proses
pemanasan)
g. Pemanas spirtus (untuk memanasi larutan atau membakar zat proses
percobaan kimia)
h. Kasa asbes (untuk menahan beaker atau labu ketika proses pemanasan
menggunakan pemanas bunsen atau pemanas spiritus)
i. Waterbath (untuk menciptakan suhu konstan air di kisaran 30-100°C,
untuk kemudian digunakan pada proses pemanasan reagen atau cairan
lainnya)
j. Beaker glass 250 ml (alat laboratorium yang berfungsi sebagai
penampung)
k. Penjepit kayu (untuk menjepit tabung reaksi disaat proses pemanasan)
3.3 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini aalah sebagai berikut:
a. Larutan karbohidrat 1% (glukosa, fruktosa, sukrosa)
b. Reagen molisch
c. H₂SO₄ pekat
d. Reagen Iodium
e. Reagn Benedict
f. Reagen Barfoed
g. Reagen Seliwanof
Hasil
3.4.2 Tes Iodium
Larutan karbohidrat
- Dimasukkan 3 tetes larutan karbohidrat 1% ke dalam tabung reaksi.
- Ditambahkan 1 tetes larutan Iodium.
- Diamati larutan hingga menjadi warna biru.
Hasil
Larutan karbohidrat
- Diambil larutan karbohidrat 1% sebanyak 5 tetes.
- Dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
- Ditambahkan 10 tetes larutan Benedict.
- Dikocok larutan tersebut.
- Di didihkan larutan tersebut selama 2 menit atau dimasukkan ke dalam
penangas air selama 2 menit.
- Diamati larutan apakah ada endapan yang terbentuk dan bagaimana
warna endapan tersebut.
Hasil
Larutan karbohidrat
- Diambil 5 tetes larutan Barfoed.
- Dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
- Ditambahkan 2 tetes larutan karbohidrat 1%.
- Dipanaskan di atas api selama 1 menit atau dipanaskan dalam penangas
air selama 3-4 menit.
- Diamati reaksi yang terjadi warna atau endapan yang terbentuk. Reaksi
positif ditandai terbentuknya endapan Cu2O berwarna merah bata.
Hasil
3.4.5 Tes Seliwanof
Larutan karbohidrat
- Diambil pereaksi Seliwanof sebanyak 5 tetes.
- Ditambahkan 1 tetes larutan karbohidrat.
- Di didihkan larutan di atas api selama 20 detik atau dalam penangas
air mendidih selama 20 detik.
- Diamati reaksi yang terjadi hingga terbentuk larutan berwarna orange.
Hasil
BAB IV
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
praktikan mampu mengidentifikasi sampel karbohidrat dengan serangkaian uji
kimiawi karbohidrat sebagai dasar analisis kualitatifnya. Identifikasi karbohidrat
dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa test, diantaranya adalah test
molisch untuk mengidentifikasi karbohidrat, test iodium untuk mengidentifikasi
adanya pati atau polisakarida, test Benedict untuk mengidentifikasi adanya gula
pereduksi, test Barfoed untuk mengidentifikasi adanya monosakarida dan
disakarida, serta test Seliwanoff untuk mengidentifikasi adanya ketosa.
5.2 Saran
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, saran untuk praktikum
selanjutnya yaitu lebih diberkan variasi larutan karbohidrat dalam praktikum, serta
lebih disiapkan lebih matang lagi dalam pembuatan video pembelajaran praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Andarwulan, N., Kusnandar, F & Herawati, D. 2011. Analisis Pangan. Dian Rakyat.
Jakarta.
Fessenden, R.J., dan J.S. Fessenden., 1986, Kimia Organik Dasar Edisi Ketiga Jilid 2,
Terjemahan Oleh A.H. Pudjaatmaka, Erlangga, Jakarta.
Kaminska, A.S., Matysik, G., Kosior, M.W., Donica, H., & Sowa, I. 2009. Thin Layer
Chromatography Of Sugars In Plant Material. Annales Universitatis
Mariaecurie Sklodowska, 22(42).
Mustakin, F. and Tahir, M. M. (2019) ‘Analisis Kandungan Glikogen Pada Hati, Otot,
Dan Otak Hewan’, Canrea Journal: Food Technology, Nutritions, and
Culinary Journal, 2(2), pp. 75–80. doi: 10.20956/canrea.v2i2.174.
Petrus Lapus, I. T. (2013) ‘Analyzed the Resistant Starch Content of Some Types of
Sago Starch in Embarrassment With Heating Temperature Variations’,
Analisis Kandungan Pati Resisten Dari Beberapa Jenis Pati SaguDi Maluku
DenganVariasi Suhu Pemanansan, (1), pp. 6–14.
Sudarmadji, S., Haryono, B., & Suhardi. 2004. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Aprilia Kusbandari
Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
JL. Prof. Dr. Soepomo, Janturan Yogyakarta Telp. (0274) 379418
Email: kusbandari80@yahoo.com
ABSTRAK
Umbi ganyong (Canna edulis Ker.) merupakan salah satu tanaman penghasil karbohidrat.
Umbi ini juga mengandung protein, lemak, vitamin, mineral selain itu juga mengandung fosfor, besi
dan kalsium yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kandungan gula yang
terdapat dalam tepung dan pati umbi ganyong baik yang sudah mengalami hidrolisis maupun yang
belum dihidrolisis. Metode yang digunakan untuk uji ini berupa uji tabung dan kromatografi lapis tipis
(KLT). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tepung ganyong yang belum dihidrolisis
mengandung sukrosa (Rf=0,45) dan mannosa (Rf=0,51), setelah dihidrolisis menghasilkan glukosa
(Rf=0,44), fruktosa (Rf=0,61) dan mannose (Rf=0,51), sedangkan pati ganyong mengandung glukosa
(Rf=0,44) dan maltosa (Rf=0,35).
ABSTRACT
Canna Tubers (Canna edulis Ker.) is one of the plants producing carbohydrates. Its also
contains of protein, fat, vitamins, minerals, phosphorus, iron and more calciums. The purpose of this
study is to identify of sugar in the powder and starch from canna tuber is a
hydrolysis. The method of qualitative analysis with tube test and Thin Layer Chromatography (TLC).
The result indicated that before hydrolysis canna powder gave sucrose (Rf = 0.45) and mannose
(Rf=0.51), while after hydrolysis it gave glucose (Rf=0.44), fructose (Rf=0.61) and mannose
(Rf=0.51). In addition, canna starch gave glucose (Rf=0.44) and maltose (Rf=0.35).
kandungan kimia berupa gula pereduksi melalui terikat kuat pada fase diam sehingga fase gerak
hidrolisis asam daapat menjadi bioetanol (Putri yang digunakan harus sangat polar. Fase gerak
dan sukanda, 2008). Umbi ganyong juga yang sering digunakan adalah butanol:piridin:air
mengandung flavonoid sehingga memiliki (Kaminska et al, 2009).
aktivitas anti ulserogenik dan perasan umbi
ganyong terbukti sebagai anti ulser (Lestari, Penelitian ini bertujuan untuk
2008). mengidentifikasi adanya kandungan sakarida
yang terkandung dalam tepung dan pati umbi
Karbohidrat adalah komponen bahan ganyong (Canna edulis Ker.). Hasil penelitian ini
pangan yang tersusun oleh 3 unsur utama, yaitu diharapkan dapat memberikan informasi dan
karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O). dapat dijadikan referensi untuk membuat bahan
Susunan atom-atom
atom atom tersebut dan ikatannya
ikata pangan dari umbi ganyong.
membedakan
embedakan karbohidrat satu dengan yang
lainnya, sehingga ada karbohidrat yang masuk METODE PENELITIAN
kelompok struktur sederhana seperti
Bahan Penelitian
monosakarida dan disakarida dan dengan struktur
kompleks atau polisakarida seperti pati, glikogen,
Umbi ganyong yang digunakan berupa
selulosa dan hemiselulosa. Analisis kualitatif
karbohidrat umumnya didasarkan atas reaksi- reaksi campuran ganyong merah dan putih diambil dari
reaksi warna yang dipengaruhi oleh produk- produk daerah Patuk, Gunung Kidul, Yogyakarta.
produk hasil penguraian gula dalam asam-asam
kuat dengan berbagai senyawa organik, sifat Jalannya Penelitian
mereduksi dari gugus karbonil dan sifat oksidasi
dari gugusan hidroksil yang berdekatan. n. Reaksi 1. Pembuatan tepung umbi ganyong
dengan asam-asam
asam asam kuat seperti asam sulfat,
hidroklorat dan fosfat pada karbohidrat Proses pembuatan tepung umbi ganyong
menghasilkan pembentukan produk terurai yang yaitu ganyong yang sudah terkumpul dikupas dan
berwarna. Beberapa analisis kualitatif karbohidrat dicuci hingga bersih kemudian diiris tipis-tipis
yang sering dilakukan adalah uji Molish, uji seperti membuat keripik. Irisan dilakukan secara
Seliwanof,
wanof, uji Antrone, dan uji Fenol melintang kemudian dipanaskan dengan oven
(Andarwulan et al., 2011). pada suhu 60°C hingga mudah dipatahkan. Irisan
ditepung dan diayak dengan ayakan ukuran
Analisis kuantitatif karbohidrat dalam 80/100 mesh. Kemudian dihitung rendemennya.
suatu bahan yaitu dengan cara kimiawi, cara
fisik, cara enzimatik atau biokimiawi dan cara 2. Pembuatan pati
kromatografi. Penentuan karbohidrat yang
termasuk polisakarida maupun oligosakarida Pembuatan pati ganyong dilakukan
memerlukan perlakuan pendahuluan yaitu dengan mengupas kulit ari umbi ganyong,
dihidrolisa terlebih dahulu sehingga diperoleh kemudian dicuci dan diparut. Hasil parutan
monosakarida. Penentuan karbohidrat dengan kemudian diremas remas dan dilarutkan dalam
cara kromatografi adalah dengan mengisolasi dan air kemudian disaring. Suspensi diambil
mengidentifikasi karbohidrat dalam suatu kemudian dienapkan. Bagian padatan dicuci
campuran. Isolasi karbohidrat ini berdasarkan dengan air dan dienapkan (4-5 kali). Hasil
prinsip pemisahan suatu campuran berdasarkan
endapan disebut pati. Pati basah kemudian
atas perbedaan distribusi rationya pada fase diam
dan fase gerak (Sudarmaji, 2004 ). Untuk dikeringkan dalam oven 60°C hingga kering dan
mengidentifikasi adanya polisakarida dapat diayak dengan ayakan berukuran 80/100 mesh,
digunakan kromatografi lapis tipis dengan cara kemudian dihitung rendemennya.
menghidrolisis terlebih dahulu dengan asam. Hal
ini dikarenakan polisakarida perlu diderivatisasi
agar dapat terlihat pada lempeng kromatografi
dan sulit larut dalam metanol. Karbohidrat
Analisis Kualitatif Sakarida Dalam Tepung Dan Pati Umbi Ganyong ... (Aprilia Kusbandari) 37
3. Pembuatan ekstrak senyawa gula apa saja yang ada dalam ekstrak
sampel dengan menghitung harga Rf dan
Timbang masing-masing 5,0 gram membandingkan dengan masing masing standart
sampel tepung simplisia dan pati ganyong
dan sampel.
kemudian dilarutkan dalam aquadest 100,0 ml
tambahkan HCl sampai pH 1, kemudian direfluk
dan disaring denga corong Buchner untuk HASIL DAN PEMBAHASAN
mendapatkan ekstrak bebas endapan. Setelah itu
1. Pembuatan Tepung
disentrifuse untuk memaksimalkan pencampuran,
ambil fase atas sebagai larutan uji.
Proses pembuatan tepung umbi ganyong
yaitu ganyong yang sudah terkumpul dikupas dan
4. Analisis kandungan sakarida
a. Uji Benedict dicuci dengan alir mengalir. Pencucian ini
Sebanyak 1 ml larutan sampel hasil bertujuan untuk membersihkan kotoran seperti
ekstraksi dimasukan dalam tabung reaksi tanah, cacing dan kotoran lain yang menempel.
kemudian tambahkan reagen Benedict, gojog, Umbi ganyong yang telah dicuci kemudian
kemudian didihkan dengan api kecil selanjutnya dikupas untuk menghilangkan kulit arinya,
didinginkan. Hasil akhir yaitu terbentuk endapan kemudian ditimbang dan diiris tipis-tipis untuk
warna merah bata jika sampel mengandung gula mempercepat dalam pengeringan. Irisan gayong
pereduksi. dipanaskan dengan oven pada suhu 60°C (2 hari)
b. Uji Barfoed hingga irisan ganyong mudah dipatahkan. Irisan
Sebanyak 1 ml larutan sampel hasil diserbuk, lalu diayak tepung yang dihasilkan
ekstraksi dimasukan dalam tabung reaksi dengan ayakan ukuran 80/100 mesh. Kemudian
kemudian tambahkan reagen Barfoed campur dihitung rendemennya.
dengan baik, kemudian didihkan dengan api
kecil, perhatikan endapan merah yang terbentuk Rendemen dihitung dengan cara
(Poedjiadi, 2009). menimbang hasil serbuk yang sudah diayak (g)
c. Uji Seliwanoff dibagi dengan jumlah jumlah simplisia basah
Sebanyak 1 ml larutan sampel hasil yang sudah dihilangkan kotoran dan kulit arinya
ekstraksi dimasukan dalam tabung reaksi dikalikan 100%. Pada penelitian ini umbi
kemudian tambahkan reagen Seliwanoff campur ganyong yang digunakan untuk membuat tepung
dengan baik, kemudian didihkan dengan api 5,0 kg menghasilkan tepung sebesar 875,50 gram
kecil, hasil positif ditandai dengan adanya larutan sehingga rendemen yang diperoleh sebesar
berwarna merah oranye. 17,51%.
d. KLT
Larutan ekstrak sampel dibuat 2. Pembuatan Pati
konsentrasi 2 mg/ml kemudian sebagai
pembanding digunakan standart glukosa, Pembuatan pati terdiri dari proses
mannosa, maltosa, dan fruktosa, galaktosa. pengupasan, pencucian, pemarutan, peremasan,
Kemudian filtrat dan standar ditotolkan 0,5µL pengendapan dan pengeringan. Proses
pada lempeng KLT kemudian dielusi sampai pengupasan dan pencucian bertujuan untuk
batas tertentu. membersihkan kulit dan kotoran yang menempel
5. Analisis data pada kulit luarnya, sedangkan proses pemarutan
bertujuan untuk merusak jaringan umbi dan sel-
Pada uji kualitatif untuk memastikan
sel umbi rusak dan agar pati dapat keluar. Dalam
bahwa ekstrak yang diperoleh mengandung zat Hal ini dilakukan peremasan adalah untuk
yang dianalisis. Data yang diperoleh kemudian menyempurnakan kerusakaan jaringan dan
dibandingkan dengan data yang ada pada teori. dengan adanya tekanan dan penambahan air pada
Sedangkan pada uji dengan KLT menunjukan hasil parutan maka pati akan keluar.
38 Vol. 5, No. 1, 2015: 35-42
a b
Gambar 1. a. tepung umbi ganyong ; b. pati umbi ganyong
Rendemen dihitung dengan cara Prinsip dari uji ini adalah gugus aldehid atau
menimbang hasil pati kering yang diperoleh (g) keton bebas pada gula reduksi yang terkandung
dibagi dengan jumlah jumlah simplisia basah dalam sampel mereduksi ion Cu2+ dari
yang sudah bersih dan dibuang kulit arinya CuSO4.5H2O dalam suasana alkalis menjadi Cu+
dikalikan 100%. Pada penelitian ini umbi yang mengendap menjadi Cu2O. Suasana alkalis
ganyong yang digunakan untuk membuat diperoleh dari Na2CO3 dan Na sitrat yang
pati sebanyak 5,0 kg menghasilkan pati terdapat pada reagen Benedict.
sebesar 270,80 gram sehingga rendemen yang
diperoleh sebesar 5,41%. Tepung dan pati umbi Pada uji ini menghasilkan endapan merah
ganyong dapat dilihat pada Gambar I, sedangkan bata yang menandakan adanya gula pereduksi
rendemen Hasil rendemen tepung dan pati umbi pada sampel. Endapan yang terbentuk dapat
ganyong dapat dilihat pada Tabel I. berwarna hijau, kuning atau merah bata
tergantung pada konsentrasi gula reduksinya.
3. Hasil Ekstraksi semakin berwarna merah bata maka gula
reduksinya semakin banyak. Pada Tabel II
Proses ekstraksi dilakukan untuk terlihat bahwa pati ganyong yang sudah
mengambil senyawa sakarida yang akan diteliti. dihidrolisis berwarna merah bata dibandingkan
Pelarut yang digunakan adalah air panas. tepung, hal ini menandakan bahwa pati yang
Pemberian air panas ini bertujuan untuk terhidrolisis mengandung gula reduksi yang lebih
melarutkan kandungan gula dalam sampel karena banyak. Hal ini terlihat pada Gambar 2.
sifat gula yang polar larut dalam air. b. Uji Barfoed
4. Uji Kualitatif Pada uji Barfoed untuk mendeteksi
karbohidrat yang tergolong monosakarida.
Analisis kualitatif bertujuan untuk Endapan berwarna merah orange menunjukkan
mengetahui dan membuktikan adanya senyawa adanya monosakarida dalam sampel. Ion Cu2+
senyawa tertentu dalam sampel. Penelitian ini dari pereaksi Barfoed dalam suasana asam akan
menggunakan uji tabung berupa uji Benedict, uji direduksi lebih cepat oleh gula reduksi
barfoed dan uji seliwanoff. Uji Kualitatif lainnya
monosakarida dari pada disakarida dan
yang digunakan untuk mengetahui jenis sakarida
menghasilkan Cu2O (kupro oksida) berwarna
dalam sampel adalah Kromatografi Lapis Tipis.
merah bata. Hal inilah yang mendasari uji
a. Uji Benedict. Barfoed. Pada uji Barfoed, yang terdeteksi
monosakarida membentuk endapan merah bata
Uji Benedict bertujuan untuk mengetahui karena terbentuk hasil Cu2O. Hal ini terlihat pada
adanya gula pereduksi dalam larutan sampel. Gambar 3.
(Analysis Of Glicogen Content On Heart, Muscle, And Animal Brain)
ABSTRAK
Glikogen adalah jenis utama karbohidrat tersimpan yang ditemukan pada hewan.
Glikogen terbentuk sebagai deposit glukosa berlebih di dalam tubuh yang digunakan sebagai
cadangan energi. Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui prosedur untuk ekstraksi glikogen
dan untuk menentukan kandungan glikogen dalam beberapa bahan makanan. Metode yang
digunakan adalah ekstraksi dan pengujian yodium. Bahan yang digunakan adalah TCA,
etanol, NaCl, yodium, hati ayam, hati sapi, otak sapi, sapi, dan daging ayam. Hasil yang
diperoleh yaitu terjadi perubahan warna dan reandemen terhadap sampel setelah pengujian
yaitu hati ayam berwarna oranye kecoklatan, hati dan daging sapi berwarna coklat sedangkan
otak sapi berwarna coklat jernih dan kadar rendemen tertinggi, yaitu pada hati sapi sebesar
55%, hati ayam sebesar 32,64%, daging ayam sebesar 9,5%, daging sapi sebesar 9,5% dan
terendah ditemukan pada otak sapi yaitu 0%.
ABSTRACT
Glycogen is the main type of stored carbohydrate found in animals. Glycogen is formed as excess glucose
deposits in the body which are used as energy reserves. The purpose of this analysis is to find out the
procedure for glycogen extraction and to determine the glycogen content in some food
ingredients. The method used is iodine extraction and testing. The materials used are TCA,
ethanol, NaCl, iodine, chicken liver, beef liver, beef brain, beef, and chicken meat. The results
obtained are a change in color and revision of the sample after testing, namely brownish-
brown chicken liver, brown liver and beef, while the cow's brain is clear brown and the
highest yield, namely in beef liver by 55%, chicken liver by 32, 64%, chicken meat at 9.5%,
beef at 9.5% and the lowest is found in cow brains at 0%.
PENDAHULUAN
Karbohidrat merupakan salah satu zat gizi yang diperlukan oleh manusia
yang befungsi untuk menghasilkan energi bagi tubuh manusia. Karbohidrat sebagai
zat gizi merupakan nama kelompok zat-zat organik yang mempunyai struktur
molekul yang berbeda-beda, meski terdapat persamaan-persamaan dari sudut kimia
dan fungsinya. Semua karbohidrat terdiri atas unsur Carbon (C), hidrogen (H), dan
oksigen (O).
Karbohidrat yang penting dalam ilmu gizi dibagi menjadi dua golongan
yaitu karbohidrat sederhana dan karbohidrat kompleks. Karbohidrat sederhana
terdiri atas monosakarida yang merupakan molekul dasar dari karbohidrat,
disakarida yang terbentuk dari dua monosa yang dapat saling terikat, dan
oligosakarida yaitu gula rantai pendek yang dibentuk olh galaktosa, glukosa dan
fruktosa. Karbohidrat kompleks terdiri atas polisakarida yang terdiri atas lebih dari
dua ikatan monosakarida dan serat yang dinamakan juga polisakarida nonpati.
Karbohidrat selain berfungsi untuk menghasilkan energi, juga mempunyai
fungsi yang lain bagi tubuh. Fungsi lain karbohidrat yaitu pemberi rasa manis pada
makanan, penghemat protein, pengatur metabolisme lemak, membantu pengeluaran
feses.
38
Nurhamida Sari Siregar: Karbohidrat
KARBOHIDRAT
1. Jenis-jenis Karbohidrat
1.1. Karbohidrat Sederhana
Karbohidrat sederhana terdiri atas:
a. Monosakarida. Ada tiga jenis monosakarida yang mempunyai arti gizi yaitu
glukosa, fruktosa dan galaktosa. , dinamakan juga sebagai gula
anggur, terdapat luas di alam dalam jumlah sedikit yaitu dlama sayur, buah,
sirup jagung, sari pohon dan bersamaan dengan fruktosa dalam madu. Glukosa
memegang peranan sangat penting dalam ilmu gizi. Glukosa merupakan hasil
akhir pencernaan pati, sukrosa, maltosa dan laktosa pada hewan dan manusia.
Dalam proses metabolisme, glukosa merupakan bentuk karbohidrat yang
beredar di dalam tubuh dan di dalam sel merupakan sumber energi. ,
dinamakan sebagai gula buah yang merupakan gula paling manis. Gula ini
terutama terdapat dalam madu bersama glukosa dalam buah, nektar bunga dan
juga di dalam sayur. , terdapat di dalam tubuhsebagai hasil
pencernaan laktosa.
b. Disakarida. Ada tiga jenis yang mempunyai arti gizi yaitu sukrosa, maltosa dan
laktosa. , dinamakan juga gula tebu atau gula bit. Gula pasir terdiri atas
99 % sukrosa dibuat dai kedua macam bahan makanan tersebut melalui proses
penyulingan dan kristalisasi. Gula merah dibuat dari kelapa, tebu atau enau
melalui proses penyulingan tidak sempurna. Sukrosa juga banyak terdapat di
dalam buah, sayuran dan madu. Bila dihidrolisis atau dicernakan, sukrosa
pecah menjadi satu unit glukosa dan fruktosa. (gula malt) tidak
terdapat bebas di alam. Maltosa terbentuk pada setiap pemecahan pati. Bila
dicernakan atau dihidrolisis, maltosa pecah menjadi dua unit glukosa.
(gula susu) hanya terdapat dalam susu dan terdiri atas satu unit glukosa dan
satu unit galaktosa. Banyak orang, terutama yang berkulit berwarna (termasuk
orang Indonesia) tidak tahan tehadap susu sapi, karena kekurangan enzim
laktase yang dibentuk di dalam dinding usu dan diperlukan untuk pemecahan
laktosa menjadi glukosa dan galaktosa. Kekurangan laktase ini menyebabkan
ketidaktahanan terhadap laktosa. Laktosa yang tidak dicerna tidak dapat
diserap dan tetap tinggal dalam saluran pencernaan. Hal ini mempengaruhi
jenis mikroorganisme yang tumbuh, yang menyebabkan gejala kembung,
kejang perut dan diare. Ketidaktahanan terhadap laktosa lebih banyak terjadi
pada orangtua.
c. Oligosakarida. Oligosakarida terdiri atas polimer dua hingga sepuluh
monosakarida. Sebetulnya disakarida termasuk dalam oligosakarida, tetapi
karena peranannya dalam ilmu gizi sangat penting maka dibahas secara
terpisah.
39
gandum mengandung 70-80 % pati, kacang-kacang kering sepeti kacang
kedelai, kacang merah dan kacang hijau mengandung 30-60% pati, sedangkan
ubi, talas, kentang dan singkong mengandung 20-30% pati. Proses pemasakan
pati disamping menyebabkan pembentukan gel juga akan melunakkan dan
memcah sel, sehingga memudahkan pencernaannya. Dalam proses pencernaan
semua bentuk pati dihidrolisis menjadi glukosa. Pada tahap petengahan akan
dihasilkan dekstin dan maltosa. , merupakan produk antara pada
pencernaan pati atau dibentuk melalui hidrolisis parsial pati. ,
dinamakan juga pati hewan karena merupakan bentuk simpanan karbohidat di
dalam tubuh manusia dan hewan, yang terutama terdapat di dalam hati dan
otot. Dua pertiga bagian dari glikogen disimpan di dalam otot dan selebihnya
dalam hati. Glikogen dalam otot hanya dapat digunakan untuk keperluan energi
di dalam otot tersebut, sedangkan glikogen dalam hati dapat digunakan sebagai
sumber energi untuk keperluan semua sel tubuh.
b. Polisakarida nonpati/ Serat. Serat mendapat perhatian kaena peranannya dalam
mencegah bebagai penyakit.
2. Metabolisme Kabohidrat
2.1. Pencernaan karbohidrat
Pencernaan kabohidrat dimulai dari mulut. Bolus makanan yang berasal
dari makanan yang dikunyah akan bercampur dengan ludah yang mengandung
enzim amilase. Enzim amilase ini menghidrolisis pati atau amilum menjadi bentuk
karbohidrat lebih sederhana yaitu dekstrin.Enzim amilase ludah bekerja paling baik
pada pH ludah yang bersifat netral. Makanan yang dikunyah di mulut tinggal di
situ hanya sebentar, sehingga pemecahan amilum oleh amilase hanya sedikit saja.
Bolus kemudian ditelan ke dalam lambung. Amilase ludah yang ikut masuk ke
lambung dicernakan oleh asam klorida dan enzim pencerna protein yang terdapat
di lambung, sehingga pencernaan karbohidrat di dalam lambung terhenti.
Makanan yang hanya terdiri dari karbohidrat saja akan tinggal di lambung
sebentar atau kurang dari dua jam, dan segera diteruskan ke usus halus. Pada usus
halus, enzim amilase yang dikeluarkan oleh pankreas, mencernakan amilum
menjadi dekstrin dan maltosa. Penyelesaian pencernaan kabohidrat dilakukan oleh
enzim-enzim disakaridase yang dikeluarkan oleh sel-sel mukosa usus halus berupa
maltase, sukrase dan laktase. Hidrolisis disakarida oleh enzim-enzim ini terjadi di
mikrovili dan monosakarida yang diahasilkan adalah maltase memecah maltosa
menjadi dua mol glukosa, sukrase memecah sakarosa menjadi satu mol glukosa
dan satu mol fruktosa, laktase memecah laktosa menjadi 1 mol glukosa dan satu
mol galaktosa.
Glukosa, fruktosa dan galaktosa kemudian di serap oleh dinding usus,
masuk ke cairan limpa, kemudian ke pembuluh darah kapiler dan dialirkan melalui
vena portae ke hati. Dalam waktu 1-4 jam setelah selesai makan, pati
nonkarbohidrat atau serat makanan ini seperti selulosa, galaktan dan pentosan dan
sebagian pati yang tidak dicerna masuk ke usus besar. Di usus besar jenis
karbohidrat ini dipecah sebagian oleh mikroba yang terdapat di usus, melalui
proses fermentasi dan menghasilkan energi untuk keperluan mikroba tersebut dan
bahan sisa seperti air dan karbondioksida. Fermentasi yang meningkat di usus besar
menghasilkan banyak gas karbondioksida yang kemudian dikeluarkan sebagai
flatus (kentut). Sisa karbohidrat yang masih ada, dibuang menjadi tinja.
40
Nurhamida Sari Siregar: Karbohidrat
3. Fungsi Karbohidrat
Fungsi karbohidrat di dalam tubuh adalah
a. Sumber energi. Satu gram karbohidrat menghasilkan 4 kkalori. Karbohidrat di
dalam tubuh sebagian berada dalam sirkulasi darah sebagai glukosa untuk
keperluan energi segera, dan sebagian lagi disimpan sebagai glikogen dalam
hati dan otot, dan sebagian diubah menjadi lemak untuk kemudian disimpan
sebagai cadangan energi dalam jaringan lemak. Sistem saraf sentral dan otak
sama sekali tergantung pada glukosa untuk keperluan energinya.
b. Pemberi rasa manis pada makanan. Karbohidrat memberi rasa manis pada
makanan, khususnya monosakarida dan disakarida. Gula tidak mempunyai rasa
manis yang sama. Fruktosa adalah gula paling manis.
c. Penghemat protein. Protein akan digunakan sebagai sumber energi, jika
kebutuhan karbohidrat tidak terpenuhi, dan akhirnya fungsi protein sebagai zat
pembangun akan terkalahkan.
d. Pengatur metabolisme lemak. Karbohidrat mencegah terjadinya oksidasi lemak
yang tidak sempurna.
e. Membantu pengeluaran feses. Karbohidrat membantu pengeluaran feses
dengan cara mengatur peristaltik usus dan memberi bentuk pada feses. Selulosa
dan serat makanan mengatur peristaltik usus, sedangkan hemiselulosa dan
pektin mampu menyerap banyak air dalam usus besar sehingga memberi
bentuk pada sisa makanan yang akan dikeluarkan. Serat makanan mencegah
41
Perbedaan Tingkat Kecukupan Karbohidrat dan Status Gizi (BB/TB) dengan
Kejadian Bronkopneumonia Pada Balita Usia 1-5 Tahun di Puskesmas
Purwoyoso Semarang
ABSTRAK
Zat gizi makro, yaitu karbohidrat, protein dan lemak dibutuhkan manusia dalam jumlah
yang besar. Karbohidrat merupakan salah satu zat gizi makanan yang paling banyak dibutuhkan
balita, sebagai sumber energi utama bagi tubuh untuk melakukan berbagai aktivitas. Hasil
observasi mengungkapkan bahwa jumlah anak balita di Puskesmas Purwoyoso adalah 276 orang.
Ditemukan 5 anak balita menderita Bronkopnemonia pada tahun 2011, 12 anak pada tahun 2012
dan 15 anak pada tahun 2013. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbedaan tingkat
kecukupan karbohidrat dan status gizi antara kelompok anak balita penderita dengan kelompok
anak balita bukan penderita Bronkopneumonia di Puskesmas Purwoyoso Semarang.
Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan metode survey dan pendekatan cross
sectional. Populasi penelitian adalah semua balita usia 1-5 tahun di Puskesmas Purwoyoso
Semarang, yang jumlahnya 276 orang. Jumlah sampel penelitian adalah 74 orang. Perbedaan
tingkat kecukupan energy dan status gizi anak penderita bronkopnemonia dengan bukan penderita
bronkopnemonia diuji dengan menggunakan t-test.
Rata-rata tingkat kecukupan karbohidrat anak balita di Puskesmas Purwoyoso Semarang
yang menderita bronkopnemonia adalah 58,60% AKG dengan SD 9,131 %. Sedang yang bukan
penderita bronkopnemonia adalah 65,33% AKG dengan SD 7,205 %. Rata-rata Z-score status gizi
(indicator BB/TB) anak balita penderita bronkopnemonia adalah – 1,079 dengan SE 0,24224,
sedang pada anak balita bukan penderita bronkopnemonia adalah – 0,8956 dengan SE 0,11048.
Hasil t-test menunjukkan ada perbedaan tingkat kecukupan karbohidrat antara kelompok anak balita
penderita Bronkopneumonia dengan kelompok anak balitayang tidak menderita bronkopnemonia di
Puskesmas Purwoyoso Semarang (p= 0,010). Hasil t-test tidak membuktikan adanya perbedaan
status gizi antara kelompok anak balita penderita Bronkopneumonia dengan kelompok anak balita
bukan penderita bronkopnemonia di Puskesmas Purwoyoso Semarang (p = 0,537).
Ada perbedaan tingkat kecukupan karbohidrat antara kelompok anakbalita penderita dengan
kelompok bukan penderita Bronkopneumonia di Puskesmas Purwoyoso Semarang. Tidak ada
perbedaan status gizi antara kelompok anak balita penderita dengan kelompok bukan penderita
Bronkopneumonia di Pukesmas Purwoyoso Semarang.
Perlu peningkatan pelayanan kesehatan terhadap anak balita. terutama yang menderita
bronkopnemonia. Perlu upaya menambah pengetahuan ibu tentang makanan terutama manfaat
karbohidrat yang merupakan sumber energi utama bagi tubuh.
A B S T R A CT
Ester compounds are widely used as solvents, artificial aroma materials, and precursors of
pharmaceutical ingredients. One of the ester compounds widely used in the chemical industry is amyl
acetate. Amyl acetate can be synthesized by esterification of amyl alcohol and acetic acid, which is a
liquid-liquid heterogeneous reaction. This study aims to study the kinetics of this particular reaction
focusing on the effect of temperature. The catalyst used in this study was sulfuric acid. The mole ratio
of acetic acid to amyl alcohol used was 2: 5. Reaction was run at constant temperature in a three-
neck flask as a batch reactor. The acetic acid and sulfuric acid were first put into the reactor and
heated while stirring. After reaching a certain temperature, the preheated amyl alcohol was added
into the reactor. During reaction, the temperature was maintained at the desired temperature. The
reactants and products involved in this reaction were immiscible. The product phases were separated
and then the remaining acetic acid content in the water-soluble phase was analyzed by volumetric
method. The study was carried out in 4 variations of temperature i.e. 70, 80, 90, and 100oC. The
results of experimental data analysis showed that the reaction will be faster when the temperature is
higher. The mass transfer from the acetic acid phase to the amyl alcohol phase increased with the
increase of temperature. The value of the reaction rate constant, the overall mass transfer coefficient,
program. Based on the evaluation at the highest reaction temperature 100oC, the rate constant was
0,0134 mL.mole-2s-1, the mass transfer coefficient was 0,3180 L s-1
0,0174 (mole/L)A in phase II/(mole/L)A in phase I.
Keywords: esterification, immiscible, amyl acetate, mass transfer
ABSTRAK
Senyawa ester banyak dipakai sebagai solven, bahan aroma buatan, dan prekursor bahan-bahan
farmasi. Salah satu senyawa ester yang banyak digunakan dalam industri kimia dalah amil asetat. Ester
amil asetat dapat disintesis melalui reaksi esterifikasi dengan bahan baku amil alkohol dan asam
asetat. Reaksi ini merupakan reaksi heterogen cair-cair. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari
kinetika reaksi tersebut, terutama pengaruh variabel suhu. Untuk mempercepat laju reaksi
ditambahkan asam sulfat. Perbandingan mol pereaksi asam asetat:amil alkohol yang digunakan
sebesar 2:5. Reaksi dijalankan dalam reaktor batch dan suhu dijaga konstan. Reaktan dan katalisator
dicampur dalam labu leher tiga. Asam asetat dan asam sulfat dituangkan ke dalam reaktor, dipanaskan
dan diaduk sampai suhu tertentu. Selanjutnya amil alkohol yang telah dipanaskan sebelumnya hingga
suhu tertentu dituangkan. Selama reaksi suhu dipertahankan konstan. Reaktan dan produk yang terlibat
dalam reaksi ini berupa campuran immiscible. Produk yang terdiri dari dua fase dipisahkan antar
fasenya kemudian fase yang larut dalam air dianalisis kadar asam asetat sisanya dengan metode
volumetri. Reaksi dilakukan masing-masing pada suhu 70, 80, 90, dan 100oC. Hasil analisis
menunjukkan bahwa reaksi akan semakin cepat apabila suhu semakin tinggi. Transfer massa dari fase
asam asetat ke fase amil alkohol semakin besar pula dengan adanya kenaikan suhu. Nilai konstanta
kecepatan reaksi, koefisien transfer massa overall, dan konstanta Henry dievaluasi dengan metode
fitting parameter menggunakan program MATLAB. Berdasarkan evaluasi pada suhu reaksi tertinggi
yaitu 100oC diperoleh nilai konstanta kecepatan reaksi sebesar 0,0134 mL.mol-2s-1, koefisien transfer
massa overall sebesar 0,318 mL s-1, dan konstanta Henry sebesar 0,0174 (mol/L)A di fase II/(mol/L)A di fase I.
persamaan-persamaan sebagai berikut (Sediawan 0,817 gram/ cm3, dan asam sulfat 98% (H2SO4)
dan Prasetya, 1997): dengan rapat massa 1,840 gram/cm3.
Perubahan konsentrasi asam asetat (xA, mol/L)
di fase asam asetat (fase I) terhadap waktu 2.2 Alat penelitian
dinyatakan dalam Persamaan (1) dengan t= Esterifikasi dijalankan dalam labu leher tiga
waktu (s), VI = volume cairan fase I, VII = volume sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 1.
cairan fase II, xA* = konsentrasi jenuh asam
asetat pada kesetimbangan (mol/L), dan KXA.a= Keterangan :
koefisien transfer massa overall (mL/s-1) 1. Labu leher tiga 500 mL
2. Pemanas mantel
3. Pendingin balik
(1a)
4. Motor pengaduk
5. Pengatur kecepatan putar
Nilai xA* dikorelasikan dengan nilai pengaduk
konsentrasi asam asetat di fase amil alkohol (yA, 6. Pengaduk merkuri
7. Termometer
mol/L) sebagai Persamaan (1b), dengan 8. Pengambil sampel
HA=konstanta Henry (mol/L)A di fase II/(mol/L)A di fase I. 9. Pengatur skala pemanas mantel
Analisis Kandungan Pati Resisten Dari Beberapa Jenis Pati Sagu Di Maluku Dengan
Variasi Suhu Pemanansan
ABSTRACT
Analyzed the resistant starch content of some types of sago starch in embarrassment with heating temperature
variations have been conducted. In this analysis was done processing sago starch suspension, determination of
the fat content of flour, qualitative test and analysis of starch digestibility and resistant starch manufacture of
some types of sago starch in Maluku (sago ihur, sashes, molat) by varying the temperature of the heating
method. The results were obtained moisture content of the sample base for this type of sago ihur 49.61%,
45.85% and sashes molat 47.77% while for the corn starch to the type ihur 9.329%, 6,245% and Molat sashes
5,793% while the tannin-free corn starch to type ihur 5.362%, 5,407% and molat sashes 4,719% and ash content
of corn starch to the type ihur 0.09656%, 0.0761% and molat sashes 0.07146%. Fat content of corn starch of
type ihur 0.222%, 0.225% and molat sashes 0.218%, while the tannin-free starch of the ihur 0206%, 0182% and
molat sashes 0.209%. Glucose levels in samples of corn starch (type ihur, sashes and Molat) is hydrolyzed by the
enzyme pancreatin is greater than the resistant starch glucose levels ranged from 1-1.4 mg / mL whereas for
resistant starch samples with smaller temperature variation which is equal to 0.6-1.0 mg / mL. The difference is
due to the significant levels of starch which are being subjected to the temperature structure of the starch has
been changed because it has undergone a process gelatinasi.
6
P. Lapu, dkk / Ind. J. Chem. Res, 2013, 1, 6 - 14
kering di Maluku diperkirakan sebesar 818.000 pertumbuhan lainnya. Pati resisten meningkatkan
ton tepung sagu basah setara dengan 511.250 ton kesehatan usus dengan efek laksatif (pencahar)
tepung sagu kering (Bank Indonesia-Ambon, yang lebih rendah daripada serat pangan. Di
2011). Permasalahan yang dihadapi oleh petani dalam kolon, fermentasi pati resisten
dan pengolah industri rumah tangga sagu di meningkatkan kekambaan fekal (fecal bulk) dan
Maluku adalah minimnya penguasaan teknologi menurunkan pH kolon. Pati resisten juga
pengolahan berbahan dasar tepung sagu dalam meningkatkan kesehatan kolon dengan
rangka diversifikasi produk olahan (BPTP meningkatkan kecepatan produksi sel crypt, atau
Maluku, 2011). Pati sagu digunakan sebatas juga menurunkan atropi epitelial kolon
sebagai makanan pokok (papeda, sagu lempeng) dibandingkan makanan yang tidak berserat. Juga
dan makanan jajanan (sagu gula, sagu tumbuk, ditemukan indikasi bahwa pati resisten dapat
kue sarut, sagu mutiara, bagea). Selain itu, harga mempengaruhi tumorigenesis.
pati sagu sangat rendah. Dengan kemajuan Aplikasi pati resisten di dalam suatu produk
teknologi pangan, tepung sagu dapat pangan secara teknis jauh lebih menguntungkan
dimodifikasi menjadi tepung pati resisten dibandingkan jika menggunakan serat pangan
sehingga memberikan lebih banyak manfaat, konvensional seperti biji-bijian, buah atau
diantaranya pada produksi makanan khusus buta dedak. Tidak seperti serat makanan
penderita Dibetes Melitus. Hingga saat ini, konvensional, pati resisten dapat meningkatkan
belum dilakukan penelitian tentang pembuatan kandungan serat produk dengan hanya sedikit
pati resisten dari pati sagu Maluku. mempengaruhi karakteristik sensori produk, dan
Pati resisten merupakan fraksi pati yang memiliki sifat fungsional seperti kapasitas
tahan terhadap hidrolisis enzim pencernaan pembengkakan, viskositas, pembentukan gel dan
amylase dan perlakukan pullulanase secara in kapasitas mengikat air, yang cocok untuk
vitro. Seperti halnya pangan, pati resisten juga diaplikasikan pada beberapa produk
mengalami fermentasi oleh mikroflora pada tertentu. Selain itu, Pemanfaatan pati resisten
dinding kolon menghasilkan asam lemak rantai sebagai serat pangan sangat diperlukan bagi
pendek (short chain fatty acid atau SCFA) penderita diabetes melitus, Oleh karena itu, perlu
(Prangdimurti,2007). Secara analitik, pati dikembangkan pengolahan pati sagu yang
resisten bersifat sebagai serat tak larut. Tetapi, merupakan salah satu potensi sumber daya alam
secara fisiologis pati resisten memiliki sifat-sifat yang melimpah di Maluku menjadi pati resisten
fisiologis serat larut. Beberapa efek fisiologis yang dapat aplikasikan untuk pembuatan bahan
potensial dari pati resisten adalah menjaga makanan salah satunya yaitu biskuit untuk
kesehatan usus besar, sebagai prebiotik yang penderita diabetes melitus.
membantu menjaga kesehatan kolon, mengontrol
gilkemik dan respon insulin, memberi rasa METODOLOGI
kenyang dan menurunkan intake energy, serta
memperbaiki profil lipid darah. Seperti serat Bahan
Bahan-bahan yang akan digunakan dalam
larut, pati resisten merupakan substrat untuk
penelitian ini adalah tiga jenis pati sagu (sagu
mikroflora kolon. Pati resisten bersifat prebiotik
Ihur, Tuni dan Molat), aquades, enzim
yang secara selektif akan meningkatkan populasi
pancreatic, pereaksi DNS (3,5-asam
bakteri kolonik yang menguntungkan yaitu
dinitrosalisilat, Na-K tartarat, NaOH), glukosa
bifidobacteria dan lactobacilli. Bifidobacteria
anhidrat, larutan standar karbohidrat (glukosa
dan lactobacilli adalah bakteri kolonik yang
dan maltose), larutan eluen (campuran butanol,
paling menguntungkan pada manusia sebagai
etanol, aquades (5:5:3)), iodium, alfa – naftol,
inangnya. Peningkatan jumlah bifidobacteria
NaCl, CaCl2, buffer fosfat pH 7 (K2HPO4 dan
dan lactobacilli di dalam saluran cerna bisa
KH2PO4), dan kertas saring whatman No. 4.
menekan kanker kolorektal dengan cara
meningkatkan kecepatan produksi SCFA Alat
(terutama asetat, propionat dan butirat),
Alat-alat yang akan digunakan adalah :
menurunkan pH lingkungan usus, bersifat
beaker glas, labu takar, gelas ukur,
proapotopsis dan menekan pertumbuhan patogen
pipet,pengaduk, thermometer, pH meter, ayakan,
dengan meningkatkan kemampuan kompetisinya
neraca, pengaduk motor, waterbath, oven,
terhadap ketersediaan nutrisi, reseptor dan faktor
seperangkat alat eksraksi, seperangkat alat
7
P. Lapu, dkk / Ind. J. Chem. Res, 2013, 1, 6 - 14
hidrolisis, spektrofotometer UV/VIS, chamber, µL akuades dan 2 tetes larutan iodium (I2). 1000
Plat KLT, Hot plate, orbital shaker dan aotuklaf. µL akuades yang yang ditambahkan 2 tetes
larutan iodiumbsebagaikontrol.perubahan warna
Prosedur Kerja pada setiap sampel menunjukkan secara
Pengolahan suspensi pati sagu menjadi kualitatif kadar pati yang terkandung dalam tiap
tepung sagu dengan variasi jenis sagu di larutan pati. Uji kualitatif yang kedua yaitu uji
Maluku (Sagu Ihur, Tuni, Molat) bebas molisch yang merupakan uji umum untuk
protein dan lemak. mengidentifikasi adanya karbohidrat secara
kualitatif. Sebanyak 500 µL larutan pati 1% dan
Bubur sagu disaring dengan kain saring
akuades (control) ditambahkan dengan 3 tetes
sehingga pati lolos dari saringan sebagai
larutan alfa-naftol, kemudian dikocok dan
suspensi pati, dan serat tertinggal pada kain
ditambahkan 2 mL asam sulfat pekat. Jika ada
saring. Suspensi pati ini ditampung pada wadah
terbentuk cicin ungu antara lapisan larutan dan
pengendapan. Penyaringan juga dapat dilakukan
asam sulfat pekat menandakan adanya
dengan mesin penyaring mekanis.Pengendapan
karbohidrat.
pati. Suspensi pati dibiarkan mengendap di
dalam wadah pengendapan selama 12 jam. Pati
Analisa daya cerna
akan mengendap sebagai pasta. Cairan diatas
1 gram tepung pati sagu bebas protein dan
endapan dibuang. Pasta pati dijemur diatas
lemak ditambahkan dengan 100 mL buffer fosfat
tampah, atau dikeringkan dengan alat pengering
pH 6 dan 200 µL alfa amylase dalam Erlenmeyer
sampai kadar air dibawah 14%. Hasil
250 mL. proses hidrolisis terjadi di atas hot plate
pengeringan ini disebut dengan tepung kasar.
dengan keadaan stirrer pada suhu ruang selama
Tepung kasar selanjutnya ditumbuk atau digiling
20 jam. Setelah 20 jam, sampel direndam dalam
sampai halus menjadi tepung sagu. Tepung sagu
air panas, didinginkan dan disaring filtratnya.
yang dihasilkan kemudian dianalisis untuk
Filtrate larutan tepung sampel hasil hidrolisis di
mengetahui mutunya. Variabel yang diamati
uji kadar glukosa dengan metode DNS.
adalah kadar air, kadar abu, warna, dan pH.
Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan
Pembuatan pati resisten dari beberapa pati
persyaratan tepung sagu SNI 01-3729-1995.
jenis sagu di Maluku (Sagu Ihur, Tuni, Molat)
dengan metode pemanasan yang
Penentuan kandungan lemak tepung pati memvariasikan suhu
sagu dari beberapa jenis pati sagu di Maluku
20 gram pati sagu ditambahkan dengan 100
Tepung pati sagu dari beberapa dengan
mL buffer fosfat pH 7 dalam Erlenmeyer 250
variasi jenis sagu di Maluku, masing-masing
mL, kemudian dipanaskan dalam autoklaf
ditimbang 30 gram diekstraksi dengan 100 mL
dengan suhu 70oC selama 20 menit, selanjutnya
petroleum benzene selama semalam. Hasil
didinginkan pada suhu ruang. Setelah dingin,
ekstraksi kemudian disaring dan dikeringkan
masukkan dalam freezer bersuhu -17oC selama
dalam oven suhu 70oC kemudian dihitung kadar
semalaman. Dipindahkan sebagian sampel pati
lemaknya.
pada cawan petri, lalu dikeringkan dalam oven
pada suhu 70 oC. Hal yang sama juga dilakukan
Uji kualitatif dan analisa daya cerna tepung
dengan memvariasikan suhu pemanasan autoklaf
pati sagu tepung sagu
dengan suhu 105, 110, 115 dan 120oC.
Uji kualitatif
Sebanyak 0.5 gram tepung pati sagu dari
HASIL DAN PEMBAHASAN
beberapa jenis sagu di maluku ditambahkan 50
mL akuades dipanaskan dan do stirer di atas Tiga jenis sagu di Maluku (sagu Tuni, Ihur
hotplate pada suhu 160oC sampai semua tepung dan Molat) diperoleh dari 3 lokasi yang berbeda
larut. Hasilnya merupakan larutan pati 1%. yaitu Sagu Ihur diperoleh di daerah Leihitu, Sagu
Larutan pati 1% dilakukan uji iodium untuk Tuni diperoleh di daerah Saparua, Sagu Molat
membedakan polisakarida dari disakarida dan diperoleh di daerah Tulehu. Tiga jenis sagu ini
monosakarida. 100 µL larutan pati 1% dari yaitu sagu Tuni, Ihur dan Molat diolah menjadi
beberapa pati jenis sagu di Maluku (Sagu Ihur, tepung sagu dengan hasil yang dapat dilihat pada
Tuni, Molat) masing-masing ditambahkan 900 gambar 5.1.
8
P. Lapu, dkk / Ind. J. Chem. Res, 2013, 1, 6 - 14