Anda di halaman 1dari 62

LAPORAN PRAKTIKUM

BLOK ILMU BIOMEDIK DASAR

PENENTUAN KARBOHIDRAT

Disusun Oleh :

Nama : Rayhan Bakhrul Ulum

NIM : 200703110015

Kelas : Farmasi A

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Karbohidrat sangat akrab dengan kehipuan manusia karena sebagai sumber
energi utama manusia. Contoh makanan sehari-hari yang mengandung karbohidrat
adalah pada jagung, gandum, tepung, beras, kentang dan sayur-sayuran. Karbohidrat
yang berasal dari makanan dalam tubuh mengalami perubahan atau metabolisme. Hasil
metabolismea karbohidrat antara lain glukosa yang terdapat dalam darah, sedangkan
glikogen adalah karbohidrat yang disintesis dalam hati dan digunakan oleh sel-sel pada
jaringan otot sebagai sumber energi. Pada umumnya karbohidrat merupakan zat padat
berwarna putih yang sukar larut dalam pelarut organik tetapi larut dalam air (kecuali
beberapa polisakarida).

Karbohidrat termasuk dalam senyawa aldehid atau keton beserta turunannya


yang megikat banyak gugus hidroksil atau dengan kata lain karbohidrat adalah senyawa
polihidroksil dari aldehid atau keton. Rumus empiris dari karbohidrat dapat ditulis
sebagai CH2O. Penyusun utama karbohidrat adalah C, H, dan O, dengan perbandingan
jumlah atom H dan O adalah 2 : 1 seperti dalam air. Bentuk molekul karbohidrat yang
paling sederhana terdiri dari satu molekul gula sederhana.

Karbohidrat menjadi bahan yang sangat penting dalam dunia farmasi, seperti
pada pembuatan obat sirup, tambahan pada obat tablet, sebagai bahan suspensi, kultur
media bakteri dan berbagai industri lainnya. Berdasarkan penjelasan diatas, bahwa
sebagian besar karbohidrat dapat ditemukan pada makanan yang biasa dikonsumsi oleh
kebanyakan orang. Namun saat ini tidak banyak yang mengetahui tentang jenis-jenis
karbohidrat, apa saja yang biasa dikonsumsi, serta sifat dari karbohidrat itu sendiri dan
fungsi atau manfaat karbohidrat. Oleh karena itu, kami melakukan uji karbohidrat pada
berbagai sampel, agar kita bisa mengetahui apakah sampel tersebut mengandung
karbohidrat atau tidak. Serta bisa mengetahui termasuk golongan karbohidrat yang
mana.
1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan dilakukannya praktikum ini yaitu agar praktikan dapat
mengidentifikasi sampel karbohidrat dengan serangkaian uji kimiawi karbohidrat
sebagai dasar analisis kualitatifnya.
1. Praktikan dapat Untuk membuktikan adanya karbohidrat secara kualitatif. (uji
molisch)
2. Praktikan dapat membuktikan adanya polisakarida (amilum, glikogen, dan
dekstrin). (uji iodium)
3. Praktikan dapat membuktikan adanya gula reduksi. (uji benedict)
4. Praktikan dapat membedakan antara monosakarida dan polisakarida. (uji
barfoed)
5. Praktikan dapat membuktikan adanya kentosa (fruktosa). (uji seliwanoff)
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori


2.1.1 Pengertian Karbohidrat
Karbohidrat merupakan salah satu zat gizi yang diperlukan oleh
manusia yang befungsi untuk menghasilkan energi bagi tubuh manusia.
Karbohidrat sebagai zat gizi merupakan nama kelompok zat-zat organik yang
mempunyai struktur molekul yang berbeda-beda, meski terdapat persamaan-
persamaan dari sudut kimia dan fungsinya. Semua karbohidrat terdiri atas unsur
Carbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O). (Siregar, 2014)
Karbohidrat itu sendiri merupakan senyawa karbon, hidrogen dan
oksigen yang terdapat di alam. Senyawa ini pernah disangka “hidrat dari
karbon”, sehingga disebutlah karbohidrat. Pada tahun 1880 dinyatakan bahwa
gagasan “hidrat dari karbon” merupakan gagasan yang salah dan sebenarnya
karbohidrat adalah polihidroksi aldehida dan keton atau turunan keduanya
(Fessenden 1986).
Karbohidrat didefinisikan secara umum sebagai senyawa dengan rumus
molekul Cn(H2O)n. Karbohidrat adalah turunan aldehid atau keton dari alcohol
polihidroksi atau senyawa turunan sebagai hasil hidrolisis senyawa kompleks
(Girinda, 1986).
Karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan merupakan cadangan
makanan yang disimpan dalam akar, batang, dan biji sebagai pati (amilum).
Karbohidrat dalam tubuh manusia dan hewan dibentuk dari beberapa asam
amino, gliserol lemak, dan sebagian besar diperoleh dari makanan yang berasal
dari tumbuh-tumbuhan. (Sirajuddin dan Najamuddin 2011). Karbohidrat
ditemukan pada setiap sel makhluk hidup yang berperan antara lain sebagai alat
komunikasi sel (Winarno, 2008).
Pada umumnya, karbohidrat berupa serbuk putih yang mempunyai sifat
sukar larut dalam pelarut nonpolar, tetapi mudah larut dalam air. Kecuali
polisakarida bersifat tidak larut dalam air. Amilum dengan air dingin akan
membentuk suspensi dan bila dipanaskan akan terbentuk pembesaran berupa
pasta dan bila didinginkan akan membentuk koloid yang kental semacam gel
(Sirajuddin dan Najamuddin, 2011).
2.1.2 Jenis-Jenis Karbohidrat
2.1.2.1 Karbohidrat Sederhana
Karbohidrat sederhana terdiri atas monosakarida yang merupakan
molekul dasar dari karbohidrat, disakarida yang terbentuk dari dua monosa
yang dapat saling terikat, dan oligosakarida yaitu gula rantai pendek yang
dibentuk olh galaktosa, glukosa dan fruktosa. (Siregar, 2014)
a. Monosakarida. Ada tiga jenis monosakarida yang mempunyai arti gizi
yaitu glukosa, fruktosa dan galaktosa. Glukosa, dinamakan juga sebagai
gula anggur, terdapat luas di alam dalam jumlah sedikit yaitu dlama
sayur, buah, sirup jagung, sari pohon dan bersamaan dengan fruktosa
dalam madu. Glukosa memegang peranan sangat penting dalam ilmu
gizi. Glukosa merupakan hasil akhir pencernaan pati, sukrosa, maltosa
dan laktosa pada hewan dan manusia. Dalam proses metabolisme,
glukosa merupakan bentuk karbohidrat yang beredar di dalam tubuh dan
di dalam sel merupakan sumber energi. Fruktosa, dinamakan sebagai
gula buah yang merupakan gula paling manis. Gula ini terutama
terdapat dalam madu bersama glukosa dalam buah, nektar bunga dan
juga di dalam sayur. Galaktosa, terdapat di dalam tubuh sebagai hasil
pencernaan laktosa. (Siregar, 2014)
b. Disakarida. Ada tiga jenis yang mempunyai arti gizi yaitu sukrosa,
maltosa dan laktosa. Sukrosa, dinamakan juga gula tebu atau gula bit.
Gula pasir terdiri atas 99 % sukrosa dibuat dai kedua macam bahan
makanan tersebut melalui proses penyulingan dan kristalisasi. Gula
merah dibuat dari kelapa, tebu atau enau melalui proses penyulingan
tidak sempurna. Sukrosa juga banyak terdapat di dalam buah, sayuran
dan madu. Bila dihidrolisis atau dicernakan, sukrosa pecah menjadi satu
unit glukosa dan fruktosa.Maltosa (gula malt) tidak terdapat bebas di
alam. Maltosa terbentuk pada setiap pemecahan pati. Bila dicernakan
atau dihidrolisis, maltosa pecah menjadi dua unit glukosa. Laktosa (gula
susu) hanya terdapat dalam susu dan terdiri atas satu unit glukosa dan
satu unit galaktosa. Banyak orang, terutama yang berkulit berwarna
(termasuk orang Indonesia) tidak tahan tehadap susu sapi, karena
kekurangan enzim laktase yang dibentuk di dalam dinding usu dan
diperlukan untuk pemecahan laktosa menjadi glukosa dan galaktosa.
Kekurangan laktase ini menyebabkan ketidaktahanan terhadap laktosa.
Laktosa yang tidak dicerna tidak dapat diserap dan tetap tinggal dalam
saluran pencernaan. Hal ini mempengaruhi jenis mikroorganisme yang
tumbuh, yang menyebabkan gejala kembung, kejang perut dan diare.
Ketidaktahanan terhadap laktosa lebih banyak terjadi pada orangtua.
(Siregar, 2014)
c. Oligosakarida. Oligosakarida terdiri atas polimer dua hingga sepuluh
monosakarida. Sebetulnya disakarida termasuk dalam oligosakarida,
tetapi karena peranannya dalam ilmu gizi sangat penting maka dibahas
secara terpisah. (Siregar, 2014)
2.1.2.2 Karbohidrat Kompleks
Karbohidrat kompleks terdiri atas polisakarida yang terdiri atas lebih
dari dua ikatan monosakarida dan serat yang dinamakan juga polisakarida
nonpati. Karbohidrat selain berfungsi untuk menghasilkan energi, juga
mempunyai fungsi yang lain bagi tubuh. Fungsi lain karbohidrat yaitu
pemberi rasa manis pada makanan, penghemat protein, pengatur
metabolisme lemak, membantu pengeluaran feses. (Siregar, 2014)
a. Polisakarida. Jenis polisakarida yang penting dalam ilmu gizi adalah
pati, dekstrin, glikogen dan polisakarida nonpati.Pati, merupakan
karbohidrat utama yang dimakan manusia yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan. Pati terutama terdapat dalam padi-padian, biji-bijian dan
umbi-umbian. Beras, jagung dan gandum mengandung 70-80 % pati,
kacang-kacang kering sepeti kacang kedelai, kacang merah dan kacang
hijau mengandung 30-60% pati, sedangkan ubi, talas, kentang dan
singkong mengandung 20-30% pati. Proses pemasakan pati disamping
menyebabkan pembentukan gel juga akan melunakkan dan memecah
sel, sehingga memudahkan pencernaannya. Dalam proses pencernaan
semua bentuk pati dihidrolisis menjadi glukosa. Pada tahap petengahan
akan dihasilkan dekstin dan maltosa. Dekstrin, merupakan produk
antara pada pencernaan pati atau dibentuk melalui hidrolisis parsial pati.
Glikogen, dinamakan juga pati hewan karena merupakan bentuk
simpanan karbohidat di dalam tubuh manusia dan hewan, yang terutama
terdapat di dalam hati dan otot. Dua pertiga bagian dari glikogen
disimpan di dalam otot dan selebihnya dalam hati. Glikogen dalam otot
hanya dapat digunakan untuk keperluan energy di dalam otot tersebut,
sedangkan glikogen dalam hati dapat digunakan sebagaisumber energi
untuk keperluan semua sel tubuh. (Siregar, 2014)
b. Polisakarida nonpati/ Serat. Serat mendapat perhatian kaena peranannya
dalam mencegah bebagai penyakit. (Siregar, 2014)
2.1.3 Uji Karbohidrat
Analisis kualitatif karbohidrat umumnya didasarkan atas reaksi- reaksi
warna yang dipengaruhi oleh produk- produk hasil penguraian gula dalam
asam-asam kuat dengan berbagai senyawa organik, sifat mereduksi dari gugus
karbonil dan sifat oksidasi dari gugusan hidroksil yang berdekatan. Reaksi
dengan asam-asam kuat seperti asam sulfat, hidroklorat dan fosfat pada
karbohidrat menghasilkan pembentukan produk terurai yang berwarna.
Beberapa analisis kualitatif karbohidrat yang sering dilakukan adalah uji
Molish, uji Seliwanof, uji Antrone, dan uji Fenol (Andarwulan et al., 2011).
Analisis kuantitatif karbohidrat dalam suatu bahan yaitu dengan cara
kimiawi, cara fisik, cara enzimatik atau biokimiawi dan cara kromatografi.
Penentuan karbohidrat yang termasuk polisakarida maupun oligosakarida
memerlukan perlakuan pendahuluan yaitu dihidrolisa terlebih dahulu sehingga
diperoleh monosakarida. Penentuan karbohidrat dengan cara kromatografi
adalah dengan mengisolasi dan mengidentifikasi karbohidrat dalam suatu
campuran. Isolasi karbohidrat ini berdasarkan prinsip pemisahan suatu
campuran berdasarkan atas perbedaan distribusi rationya pada fase diam dan
fase gerak (Sudarmaji, 2004 ).
Untuk mengidentifikasi adanya polisakarida dapat digunakan
kromatografi lapis tipis dengan cara menghidrolisis terlebih dahulu dengan
asam. Hal ini dikarenakan polisakarida perlu diderivatisasi agar dapat terlihat
pada lempeng kromatografi dan sulit larut dalam metanol. Karbohidrat terikat
kuat pada fase diam sehingga fase gerak yang digunakan harus sangat polar.
Fase gerak yang sering digunakan adalah butanol:piridin:air (Kaminska et al.,
2009:42).

Beberapa analisis kualitatif karbohidrat yang sering dilakukan adalah:

2.1.3.1 Uji Molisch


Uji Molisch ini adalah tes kimia sensitif untuk kehadiran karbohidrat,
berdasarkan dehidrasi karbohidrat oleh asam sulfat atau asam klorida untuk
menghasilkan aldehida, yang mengembun dengan dua molekul fenol
(biasanya α- naftol, meskipun fenol lainnya (misalnya resorsinol, timol)
juga memberikan produk berwarna), menghasilkan senyawa merah- atau
ungu berwarna. Gula reduksi dioksidasi oleh ion tembaga dalam larutan
untuk membentuk asam karboksilat dan endapan kemerahan tembaga (I)
oksida dalam waktu tiga menit. Mengurangi disakarida menjalani reaksi
yang sama, tetapi melakukannya pada tingkat lebih lambat. (Anonymmous,
2014)
Uji molisch dilakukan untuk membuktikan adanya karbohidrat secara
kuantitatif. Karbohidrat oleh asam anorganik pekat akan dihidrolisis
menjadi monosakarida. Dehidrasi monosakarida jenis pentosa oleh asam
sulfat pekat menjadi furfural dan golongan heksosa menghasilkan hidroksi-
metilfurfural. Peraksi molisch yang terdiri atas β-naftol dalam alkohol akan
bereaksi dengan furfural membentuk senyawa kompleks berwarna ungu
(Yazid and Nursanti, 2006).

2.1.3.2 Uji Iodium


Uji iodium dilakukan untuk melihat adanya polisakarida ( amilum,
glikogen, dan dekstrin). Polisakarida dengan penambahan iodium akan
membentuk kompleks adsorpsi dengan warna spesifik. Amilum (pati)
dengan iodium mengahsilkan warna biru, dekstrin menghasilkan warna
merah anggur, sedangkan glikogen dan sebagian pati yang terhidrolisis
bereaksi dengan iodium membentuk warna merah coklat ( Yazid and
Nursanti, 2006)
2.1.3.3 Uji Benedict
Uji benedict adalah untuk membuktikan adanya gula pereduksi. Gula
pereduksi adalah gula yang mengalami reaksi hidrolisis dan bisa diurai
menjadi sedikitnya dua buah monosakarida. Karateristiknya tidak bisa larut
atau bereaksi secara langsung dengan benedict. Misalnya semua golongan
monosakarida, sedangkan gula non pereduksi struktur gulanya berbentuk
siklik yang berarti bahwa hemiasetal dan hemiketalnya tidak berada dalam
kesetimbangannya, contohnya fruktosa dan sukrosa. Dengan prinsip
berdasarkan reduksi Cu2+ menjadi Cu+ yang mengendap sebagai Cu2O
berwarna merah bata. Untuk menghindari pengendapan CuCO3 pada
larutan natrium karbonat (reagen benedict), maka ditambahkan asam sitrat.
Larutan tembaga alkalis dapat direduksi oleh karbohidrat yang mempunyai
gugus aldehid atau monoketon bebas, sehingga sukrosa yang tidak
mengandung aldehid atau keton bebas tidak dapat mereduksi larutan
benedict. (Windaaryanir, 2015)
2.1.3.4 Uji Barfoed
Pada uji Barfoed untuk mendeteksi karbohidrat yang tergolong
monosakarida. Endapan berwarna merah orange menunjukkan adanya
monosakarida dalam sampel. Ion Cu2+ dari pereaksi Barfoed dalam
suasana asam akan direduksi lebih cepat oleh gula reduksi monosakarida
dari pada disakarida dan menghasilkan Cu2O (kupro oksida) berwarna
merah bata. Hal inilah yang mendasari uji Barfoed. Pada uji Barfoed, yang
terdeteksi monosakarida membentuk endapan merah bata karena terbentuk
hasil Cu2O (Kusbandari, 2015).
2.1.3.5 Uji Seliwanoff
Uji Seliwanoff adalah sebuah uji kimia yang membedakan gula aldosa
dan ketosa. Ketosa dibedakan dari aldosa via gugus fungsi keton/aldehida
gula tersebut. Jika gula tersebut mempunyai gugus keton, ia adalah ketosa.
Sebaliknya jika ia mengandung gugus aldehida, ia adalah aldosa. Uji ini
didasarkan pada fakta bahwa ketika dipanaskan, ketosa lebih cepat
terdehidrasi daripada aldosa. (Seliwanoff T, 1887)
2.2 Tinjauan Bahan

Material Safety Data Sheet (MSDS)

NO Nama Bahan Sifat Fisika Sifat Kimia Bahaya Penanggulangan


1. H₂SO₄ pekat - Tidak berwarna - Larut dalam air - Mudah terbakar - Terkena kulit: cuci
- Tidak berbau - Larut dalam etil - Korosif dengan sabun desinfektan
- Titik didih 270°C alkohol - Sebabkan iritasi - Terhirup: pindahkan
korban ke tempat terbuka,
beri nafas buatan
2. Reagen molisch - Titik didih 77°C - Larut dalam air - Bersifat korosif - Terkena kulit: cuci
- Titik beku -80°C - Bereaksi dengan - Sebabkan iritasi dengan air dan sabun
- Tidak berwarna karbohidrat - Menyebabkan - Terkena mata: cuci
dan tampak jernih kerusakan mata dengan air selama
beberapa menit
3 Reagen Iodium - Berbentuk cairan - Bereaksi dengan - Iritan - Terkena kulit: bilas
- Mudah menguap karbohidrat - Berbahaya dengan air mengalir
- Tidak berasa - Larut dalam air apabila tertelan - Tertelan: hindrai muntah
4 Reagen Benedict - Titik didih - Dapat bereaksi - Iritasi mata dan - Terkena mata dan kulit:
terendah 100°C dengan kulit bilas dengan air selama
- Berbentuk cairan karbohidrat ±15 menit
- Tidak berasa - Larut dalam air - Gangguan alat - Terhirup: pindahkan
- Tidak berbau pencernaan dan korban ke tempat terbuka,
pernafasan beri nafas buatan
5 Reagen Barfoed - Titik didih 212°C - Larut dalam air - Iritasi mata dan - Terkena mata dan kulit:
- Titik beku 32°C - Dapat bereaksi kulit bilas dengan air selama
- Berwarna biru dengan - Gangguan alat ±15 menit
kehijauan karbohidrat pencernaan dan - Terhirup: pindahkan
- Berbentuk cairan pernafasan korban ke tempat terbuka,
beri nafas buatan
6 Reagen Seliwanof - Titik didih - Larut dalam air - Dapat - Terkena mata dan kulit:
-85°C - Dapat bereaksi menyebabkan bilas dengan air selama
- Titik lebur - dengan Iritasi mata dan ±15 menit
114°C karbohidrat kulit - Terhirup: pindahkan
- Bau menyengat - Berbahaya korban ke tempat terbuka,
- Berbentuk cairan apabila tertelan beri nafas buatan
- Gangguan alat
pencernaan dan
pernafasan
7 Glukosa - Padatan putih - kelarutan dalam - apabila - berikan air dalam jumlah
(C6H12O6) - Tidak berbau air 1000 g/l pada dikonsumsi banyak, dan segera
- Titik lebur 146°C 20°C dalam jumlah hubungi dokter
- masa molar - pH 6-7 banyak dapat
180.16 gram per mengakibatkan
mol kerusakan
gastrointestinal
8 Fruktosa - padatan kristal - larut dalam air - iritan terhadap - terkena mata: bilas
(C6H12O6) putih - reaktif mata, kulit, dengan air
- rasa manis - stabil pernafasan, dan - terkena kulit: segera cuci
- titik leleh 103°C pencernaan dengan air dan sabun
9 Sukrosa - Kristal padatan - tidak mereduksi - tidak bersifat - bilas dengan air dan
(C12H22O11) - BM: 342,3 g/mol pereaksi benedict korosif keringkan dengan tissue
- titik lebur 186°C - larut dalam air
- akan berubah
menjadi caramel
(200°C)
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum yang berjudul ‘Penentuan Karbohidrat’ dilaksanakan pada
hari Senin, 30 November 2020 pukul 08.10 – selesai di Laboratorium Analisis
Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang secara virtual.

3.2 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
a. Tabung reaksi (untuk mencampur, menampung dan memanaskan
bahan-bahan kimia cair atau padat, utamanya untuk uji kualitatif)
b. Rak tabung reaksi (sebagai tempat menyimpan tabung reaksi,
mengeringkan dan menjaga tabung reaksi agar tidak berjamur)
c. Pipet volume (untuk mengambil larutan dengan volume yang tepat dan
sesuai dengan label yang tertera pada bagian yang menggelembung
tersebut)
d. Pipet tetes (untuk memindahkan cairan dalam jumlah yang sangat kecil
yaitu berupa tetesan)
e. Pipet ukur 1 ml (untuk memindahkan larutan secara terukur sesuai
dengan volume)
f. Kaki tiga (sebagai penahan kawat kasa dan penyangga ketika proses
pemanasan)
g. Pemanas spirtus (untuk memanasi larutan atau membakar zat proses
percobaan kimia)
h. Kasa asbes (untuk menahan beaker atau labu ketika proses pemanasan
menggunakan pemanas bunsen atau pemanas spiritus)
i. Waterbath (untuk menciptakan suhu konstan air di kisaran 30-100°C,
untuk kemudian digunakan pada proses pemanasan reagen atau cairan
lainnya)
j. Beaker glass 250 ml (alat laboratorium yang berfungsi sebagai
penampung)
k. Penjepit kayu (untuk menjepit tabung reaksi disaat proses pemanasan)

3.3 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini aalah sebagai berikut:
a. Larutan karbohidrat 1% (glukosa, fruktosa, sukrosa)
b. Reagen molisch
c. H₂SO₄ pekat
d. Reagen Iodium
e. Reagn Benedict
f. Reagen Barfoed
g. Reagen Seliwanof

3.4 Cara Kerja


3.4.1 Tes Molisch
Larutan karbohidrat

- Diambil larutan karbohidrat sebanyak 15 tetes (1,5 ml).


- Dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
- Ditambah 3 tetes pereaksi molisch.
- Dikocok larutan tersebut.
- Dimiringkan tabung reaksi hingga 45° dengan hati hati.
- Dialirkan 1 mL H₂SO₄ pekat secara perlahan melalui dinding tabung.
- Diamati hingga terbentuk warna pada interface atau bidang batas
cairan (cincin).

Hasil
3.4.2 Tes Iodium

Larutan karbohidrat
- Dimasukkan 3 tetes larutan karbohidrat 1% ke dalam tabung reaksi.
- Ditambahkan 1 tetes larutan Iodium.
- Diamati larutan hingga menjadi warna biru.

Hasil

3.4.3 Tes Benedict

Larutan karbohidrat
- Diambil larutan karbohidrat 1% sebanyak 5 tetes.
- Dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
- Ditambahkan 10 tetes larutan Benedict.
- Dikocok larutan tersebut.
- Di didihkan larutan tersebut selama 2 menit atau dimasukkan ke dalam
penangas air selama 2 menit.
- Diamati larutan apakah ada endapan yang terbentuk dan bagaimana
warna endapan tersebut.

Hasil

3.4.4 Tes Barfoed

Larutan karbohidrat
- Diambil 5 tetes larutan Barfoed.
- Dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
- Ditambahkan 2 tetes larutan karbohidrat 1%.
- Dipanaskan di atas api selama 1 menit atau dipanaskan dalam penangas
air selama 3-4 menit.
- Diamati reaksi yang terjadi warna atau endapan yang terbentuk. Reaksi
positif ditandai terbentuknya endapan Cu2O berwarna merah bata.

Hasil
3.4.5 Tes Seliwanof

Larutan karbohidrat
- Diambil pereaksi Seliwanof sebanyak 5 tetes.
- Ditambahkan 1 tetes larutan karbohidrat.
- Di didihkan larutan di atas api selama 20 detik atau dalam penangas
air mendidih selama 20 detik.
- Diamati reaksi yang terjadi hingga terbentuk larutan berwarna orange.

Hasil
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Pengamatan


4.1.1 Test Molisch
NO PERLAKUAN HASIL KARBOHIDRAT
(+/-)
1. Diambil 15 tetes glukosa, Positif, +
ditambah 3 tetes pereaksi terbentuk cincin
molisch, ditambah 1 mL ungu.
H₂SO₄ pekat.
2. Diambil 15 tetes fruktosa, Positif, +
ditambah 3 tetes pereaksi terbentuk cincin
molisch, ditambah 1 mL ungu.
H₂SO₄ pekat.
3. Diambil 15 tetes sukrosa, Positif, +
ditambah 3 tetes pereaksi terbentuk cincin
molisch, ditambah 1 mL ungu.
H₂SO₄ pekat.

4.1.2 Test Iodium


NO PERLAKUAN HASIL POLISAKARIDA
(+/-)
1. Diambil 3 tetes glukosa, Negatif, warna -
ditambah 1 tetes pereaksi tetap.
iodium.
2. Diambil 3 tetes fruktosa, Negatif, warna -
ditambah 1 tetes pereaksi tetap.
iodium.
3. Diambil 3 tetes sukrosa, Negatif, warna -
ditambah 1 tetes pereaksi tetap.
iodium.

4.1.3 Test Benedict


NO PERLAKUAN HASIL GULA
REDUKSI (+/-)
1. Diambil 5 tetes glukosa, Positif, larutan +
ditambah 10 tetes berwarna hijau.
pereaksi Benedict.
2. Diambil 5 tetes fruktosa, Positif, larutan +
ditambah 10 tetes berwarna hijau.
pereaksi Benedict.
3. Diambil 5 tetes sukrosa, Negatif, tidak -
ditambah 10 tetes terbentuk
pereaksi Benedict. endapan.

4.1.4 Test Barfoed


NO PERLAKUAN HASIL MONOSAKARIDA
(+/-)
1. Diambil 5 tetes pereaksi Positif, +
Barfoed, ditambah 2 terbentuk
tetes glukosa. endapan.
2. Diambil 5 tetes pereaksi Positif, +
Barfoed, ditambah 2 terbentuk
tetes fruktosa. endapan.
3. Diambil 5 tetes pereaksi Positif, +
Barfoed, ditambah 2 terbentuk
tetes sukrosa. endapan.
4.1.5 Tes Seliwanof
NO PERLAKUAN HASIL KETOSA
(+/-)
1. Diambil 5 tetes pereaksi Negatif, warna -
seliwanof, ditambah 1 tetap.
tetes glukosa.
2. Diambil 5 tetes pereaksi Positif, larutan +
seliwanof, ditambah 1 berwarna merah
tetes fruktosa. orange.
Diambil 5 tetes pereaksi Positif, larutan +
seliwanof, ditambah 1 berwarna merah
tetes sukrosa. orange.

4.2 Analisa Prosedur dan Hasil


Praktikum Biokimia mengenai Penentuan Karbohidrat dilaksanakan
pada hari Senin, 30 November 2020 pukul 08.10 – selesai di Laboratorium
Analisis Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang secara virtual. Tujuan praktikum ini
adalah agar praktikan dapat mengidentifikasi sampel karbohidrat dengan
serangkaian uji kimiawi karbohidrat sebagai dasar analisis kualitatifnya.
Beberapa uji kimiawi karbohidrat yang dilakukan antara lain: Test Molisch,
Test Iodium, Test Benedict, Test Barfoed, dan Test Seliwanof. Bahan-bahan
yang diujikan pada praktikum ini antara lain: glukosa, fruktosa, dan sukrosa
dengan kadar masing-masing 1%.
Karbohidrat adalah komponen bahan pangan yang tersusun oleh 3 unsur
utama, yaitu karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O). Susunan atom-atom
tersebut dan ikatannya membedakan karbohidrat satu dengan yang lainnya,
sehingga ada karbohidrat yang masuk kelompok struktur sederhana seperti
monosakarida dan disakarida dan dengan struktur kompleks atau polisakarida
seperti pati, glikogen, selulosa dan hemiselulosa. Analisis kualitatif karbohidrat
umumnya didasarkan atas reaksi- reaksi warna yang dipengaruhi oleh produk-
produk hasil penguraian gula dalam asam-asam kuat dengan berbagai senyawa
organik, sifat mereduksi dari gugus karbonil dan sifat oksidasi dari gugusan
hidroksil yang berdekatan. Reaksi dengan asam-asam kuat seperti asam sulfat,
hidroklorat dan fosfat pada karbohidrat menghasilkan pembentukan produk
terurai yang berwarna. Beberapa analisis kualitatif karbohidrat yang sering
dilakukan adalah uji Molish, uji Seliwanof, uji Antrone, dan uji Fenol
(Andarwulan et al., 2011).
Analisis kualitatif bertujuan untuk mengetahui dan membuktikan
adanya senyawa – senyawa tertentu dalam sampel. Penelitian ini menggunakan
uji tabung berupa uji Benedict, uji barfoed dan uji seliwanoff. Uji Kualitatif
lainnya yang digunakan untuk mengetahui jenis sakarida dalam sampel adalah
Kromatografi Lapis Tipis. (Kusbandari, 2015)

4.2.1 Test Molisch


Pengamatan ini bertujuan untuk menetukan kandungan karbohidrat
secara umum. Uji Kelarutan dan Percobaan Molisch dilakukan pengujian
Monosakarida. Pada monosakarida, dilakukan banyak uji pada sampel
diantaranya larutan glukosa, sukrosa, dan fruktosa. Pada pengamatan larutan
tersebut, semua reaksinya positif yaitu menghasilkan cincin berwarna ungu, hal
ini sesusai dengan teori.
Berdasarkan Poedjiadi (2007), pereaksi molisch terdiri atas larutan α
naftol dengan alkohol. Apabila pereaksi ini apabila ditambahkan pada larutan
glukosa, kemudian secara hati-hati ditambahkan asam sulfat pekat, akan
terbentuk dua lapisan zat cair. Pada batas antara kedua lapisan itu akan terjadi
warna ungu karena terjadi reaksi kondensasi antara furfural dengan α naftol.
Berdasarkan Hala dan Hartono (2012), larutan amilum apabila dibubuhi
dengan beberapa tets alkohol/α naftol dan asam sulfat pekat, sehingga terjadi
pembatasan cincin. Adanya karbohidrat memberikan cincin berwarna merah
atau ungu. Pada selulosa adanya karbohidrat memberikan cincin berwarna ungu
dan pada monosakarida adanya cincin ungu menunjukan adanya karbohidrat.
Pada uji ini Pereaksi molisch terdiri dari α-naftol dalam alkohol yang
akan bereaksi dengan furfural membentuk senyawa kompleks berwarna ungu
yang disebabkan oleh daya dehidrasi asam sulfat pekat terhadap karbohidrat
dan akan membentuk cincin berwarna ungu pada larutan glukosa, sukrosa, dan
fruktosa. Hal ini menunjukkan bahwa uji molisch sangat spesifik untuk
membuktikan adanya karbohidrat. Tujuan ditambahkannya asam sulfat pekat
adalah untuk menghidrolisis ikatan pada sakarida agar menghasilkan furfural.
Sehingga apabila asam sulfat yang diberikan berlebih, kemungkinan tidak
dihasilkan reaksi positif ungu tetapi warna cokelat samapai hitam karena
sakaridanya rusak.
Tujuan diberikan α-naftol sebelum asam sulfat yaitu agar reaksi berjalan
dengan baik yaitu α-naftol sebagai Iindikator pewarna dengan terbentuknya
senyawa kompleks berwarna ungu. Jika diberikan asam sulfat pekat terlebih
dahulu maka tidak akan terlihat pembentukan senyawa kompleksnya karena
reaksi ini berlangsung cepat. Larutan uji yang telah dicampurkan dengan
pereaksi Molisch, dialirkan dengan larutan asam sulfat pekat dengan cara
memiringkan tabung reaksi. Hal ini dilakukan agar larutan asam sulfat tidak
bercampur dengan larutan yang ada dalam tabung.
Hasil reaksi yang positif menunjukkan bahwa larutan yang diuji
mengandung karbohidrat, sedangkan hasil reaksi yang negatif menunjukkan
bahwa larutan yang diuji tidak mengandung karbohidrat. Terbentuknya cincin
ungu menyatakan reaksi positif, pada percobaan yang memberikan reaksi
positif adalah glukosa, sukrosa,dan fruktosa. Dalam hasil percobaan, seluruh
larutan karbohidrat yang direaksikan dengan asam sulfat pekat memebentuk
larutan menjadi dua lapisan dan pada bidang batas kedua lapisan tersebut akan
terbentuk cincin ungu yang disebut kwnoid. Terbentuknya kompleks berwarna
ungu ini karena pengaruh hasil dehidrasi monosakarida (furfural) dengan α-
naftol dari pereaksi Molisch.(Sudarmadji,1986)

Reaksi yang berlangsung adalah sebagai berikut :

4.2.2 Test Iodium


Uji iod dilakukan dengan tujuan untuk melihat adanya polisakarida
(amilum, glikogen ,dan dekstrin). Penamabahan iod bertujuan untuk memberi
warna khas pada sampel. Reaksi positif yang terjadi pada sampel adalah
perubahan warna menjadi biru. Warna biru menunjukkan adanya amilum ( pati)
dalam sampel.
Pada uji iodium yang bertujuan untuk membuktikan adanya
polisakarida (amilum, glikogen, dan dekstrin) dalam suatu zat diperoleh hasil
bahwa, larutan glukosa, fruktosa, dan sukrosa bukan merupakan polisakarida.
Polisakarida dengan penambahan iodium akan membentuk kompleks adsorpsi
berwarna yang spesifik. Prisip dari pengujian iodin yaitu karbohidrat golongan
polisakarida akan memberikan reaksi dengan larutan iodin akan memberikan
warna spesifik bergantung pada jenis karbohidratnya. Amilosa dan iodin akan
berwarna biru, amilopektin dengan iodin akan berwarna merah violet, glikogen
maupun dekstrin dengan iodin akan berwarna merah coklat. Kelebihan dari
metode iodin yaitu proses pengujiannya mudah dan biaya yang dikeluarkan
lebih sedikit dibanding metode yang lain. kelemahan dari meode iodin yaitu
hasil yang diperoleh tidak akurat. Ketidak akuratan pengujian dengan metode
iodin disebabkan karena pengujian bersifat subjektif. Hal ini sesuai dengan
(Musta, 2018), yang menyatakan bahwa uji iodin digunakan untuk
membedakan polisakarida dari disakarida dan monosakarida. Larutan uji yang
diujikan pada praktikum sat ini tidak mengalami perubahan warna.
Langkah pertama yang dilakukan adalah disiapkan 3 tabung reaksi,
kemudian masing masing diberi label sesuai dengan nama bahan. Selanjutnya
masing-masing tabung reaksi diisi dengan 3 tetes larutan karbohidrat 1% sesuai
dengan label. Setelah itu ditambahkan 1 tetes larutan iodium pada masing-
masing tabung untuk kemudian diamati apa yang terjadi. Fungsi penambahan
larutan iodium disini adalah sebagai indicator yang nantinya menunjukkan
perubahan warna untuk mengidentifikasi adanya polisakarida sebagaimana
tujuan yang ingin dicapai pada test iodium.
Hasil yang diperoleh dari praktikum ini adalah pada larutan glukosa,
fruktosa, dan sukrosa hasilnya negatif yaitu tidak terjadi perubahan warna.
Dengan kata lain, kelima larutan karbohidrat tersebut tidak mengandung pati
atau bukan gula dalam bentuk polisakarida. Apabila merujuk pada jurnal
referensi, dapat disimpulkan bahwa amilum atau pati dengan iodium
menghasilkan warna biru, dekstrin menghasilkan warna merah anggur,
sedangkan glikogen dan sebagian pati yang terhidrolisis bereaksi dengan
iodium membentuk warna merah coklat. Menurut (Petrus Lapus, 2013),
perubahan warna larutan terjadi karena dalam larutan pati terdapat unit-unit
glukosa yang membentuk rantai heliks karena adanya ikatan dengan
konfigurasi pada tiap unit glukosanya. Bentuk ini yang menyebabkan amilum
dapat membentuk kompleks dengan molekul yodium yang dapat masuk
kedalam spiralnya. Begitupun dengan dekstrin dan glikogen yang juga
memiliki ikatan heliks. Adapun reaksi antara amilum dengan iodine
digambarkan sebagai berikut:

KIO3 + 5KI + 6H+ à 3I2 + 3H2O + 6K+

4.2.3 Test Benedict


Uji identifikasi karbohidrat yang ketiga adalah test Benedict. Menurut
(Nurjannah et al., 2017) pengamatan ini bertujuan untuk menentukan adanya
kandungan aldosa dan ketosa / gula pereduksi. Prinsip dari uji Benedict ini
adalah berdasarkan adanya gugus karbonil bebas yang mereduksi Cu2+dalam
kondisi basa membentuk Cu2O (endapan warna merah bata atau kuning
kehijauan). Pada gula pereduksi terdapat gugus aldehid dan OH laktol. OH
laktol ini merupakan OH yang terikat pada atom C pertama yang menentukan
karohidrat sebagai gula pereduksi atau bukan. (Winarno, 2004)
Menurut Hala dan Hartono (2012), prinsip percobaan Benedict yaitu
larutan-larutan tembaga yang basa bila direduksi oleh karbohidrat yang
mempunyai gugus aldehid atau keton bebas akan membentuk cupro oksida
(Cu2O) yang berwarna kuning sampai merah.
Percobaan Benedict berupa larutan yang mengandung kuprisulfat,
natriumkarbonat dan natriumsitrat. Adanya natriumkarbonat dan natriumsitrat
membuat pereaksi benedict bersifat asam lemah. Endapan yang terbentuk dapat
berwarna hijau, kuning atau merah bata. Warna endapan ini tergantung pada
konsentrasi karbohidrat yang diperiksa (Poedjiadji, 2007).

Adapun persamaan reaksinya yaitu :

Pada uji benedict, suatu gula reduksi dapat dibuktikan dengan


terbentuknya endapan yang berwarna merah bata. Akan tetapi tidak selamanya
warna larutan atau endapan yang terbentuk berwarna merah bata, hal ini
bergantung pada konsentrasi atau kadar gula reduksi yang dikandung oleh tiap-
tiap larutan uji . Fungsi dari CuSO4 adalah sebagai oksidator yang bersifat basa
lemah, fungsi Na-sitrat adalah sebagai zat pencegah pembentukan Cu(OH) 2.
Gula pereduksi bereaksi dengan pereaksi menghasilkan endapan merah
bata (Cu2O). Terbentuknya endapan merah bata ini sebagai hasil reduksi ion
Cu2+ menjadi ion Cu+ oleh suatu gugus aldehid atau keton bebas yang
terkandung dalam gula reduksi yang berlangsung dalam suasana alkalis (basa).
Sifat basa yang dimilki oleh pereaksi Benedict ini dikarenakan adanya senyawa
natrium karbonat. Pada gula pereduksi terdapat gugus aldehid dan OH laktol.
OH laktol adalah OH yang terikat pada atom C pertama yang menentukan
karbohidrat sebagai gula pereduksi atau bukan. Gula pereduksi struktur adalah
linier dengan adanya elektron bebas yang berupa gugus aldehid atau keton
bebas. Keton akan lebih reaktif dari pada aldehid karena keton memiliki daya
reduksi yang lebih kuat dari aldehid.
Pada percobaan ini langkah yang dilakukan yaitu dengan menyiapkan
3 buah tabung reaksi yang telah diberi label sesuai dengan masing masing
sampel. Selanjutnya yaitu masing-masing tabung diisi dengan 5 tetes larutan
karbohidrat 1% sesuai dengan label. Setelah itu ditambahkan 10 tetes larutan
benedict pada masing masing tabung reaksi. Fungsi dari penambahan larutan
benedict adalah sebagai indikator yang akan menunjukkan adanya gula
pereduksi pada sampel. Setelah ditambahkan larutan benedict, ketiga sampel
dimasukkan dalam penangas air selama ±2 menit. Fungsi dari pemanasan yaitu
sebagai pemercepat laju reaksi, sehingga pembentukan endapan semakin cepat.
Hal ini sesuai dengan pendapat (Fakhry, 2016) yang menyatakan bahwa salah
satu factor yang mempengaruhi laju reaksi adalah suhu. Suhu yang lebih tinggi
meningkatkan konstanta laju reaksi. Selanjutnya, diamati perubahan yang
terjadi.
Hasil yang diperoleh dari ketiga larutan karbohidrat 1% yaitu, larutan
glukosa dan fruktosa hasilnya positif dengan adanya perubahan warna menjadi
hijau. Sedangkan pada larutan sukrosa menunjukkan hasil negatif dengan tidak
terbentuknya endapan. Dari data diatas dapat diambil informasi bahwa larutan
glukosa dan fruktosa adalah gula pereduksi, sedangkan sukrosa bukan
merupakan gula pereduksi. (Wildan, 2003)
Pada sukrosa, walaupun tersusun oleh glukosa dan fruktosa, namun
atom karbon anomerik keduanya saling terikat, sehingga pada setiap unit
monosakarida tidak lagi terdapat gugus aldehida atau keton yang dapat
bermutarotasi menjadi rantai terbuka, hal ini menyebabkan sukrosa tak dapat
mereduksi pereaksi benedict. Pada pati, sekalipun terdapat glukosa rantai
terbuka pada ujung rantai polimer, namun konsentrasi yang dihasilkan sangat
kecil (Wildan, 2003).
4.2.4 Test Barfoed

Pengamatan ini bertujuan untuk menentukan adanya kandungan


monosakarida. Larutan sukrosa, laktosa, fruktosa, maltosa dan galaktosa
menghasilkan warna biru sehingga dianggap sebagai disakarida. Prinsip dari uji
Barfoed ini adalah berdasarkan adanya gugus karbonil bebas mereduksi Cu2+
dalam suasana asam membentuk Cu2O (endapan warna merah bata). Artinya
prinsipnya berdasarkan reduksi Cu2+ menjadi Cu+. (Kusbandari, 2015).
Metode yang digunakan dalam uji barfoed sama dengan uji benedict,
pereaksi barfoed bersifat asam. Pereaksi tersebut dibuat dengan melarutkan
13,3 gram kristal kupri sulfatnetral dalam 200 ml air. Setelah disaring, filtrat
ditambah dengan 1,8 ml asam asetat glacial. Pemanasan karbohidrat denga
pereaksi barfoed, terjadi reaksi oksidasi karbohidrat pereduksi menjadi asam
karboksilat dan reduksi pereaksi barfoed menjadi ion kupri (Cu 2+) menjadi
endapan kupro oksida. Suasana asam pada pereaksi barfoed dapat
mengakibatkan waktu terjadinya pengendapan Cu2O pada reaksi dengan
monosakarida dan disakarida berbeda. Pada konsentrasi dan kondisi yang sama,
disakarida memberikan endapan merah bata lebih lambat daripada
monosakarida, sehingga warna yang dihasilkan menjadi biru. Berdasarkan hal
tersebut, uji barfoed dapat digunakan untuk membedakan disakarida dan
monosakarida (Sumardjo 2006).
Uji Barfoed digunakan untuk membedakan disakarida pereduksi
dengan monosakarida produksi pada tetes tebu. Uji Barfoed mengandung kupri
asetat yang dilarutkan dalam akuades dan ditambahkan dengan asam laktat.
Pereaksi Barfoed dalam suasana asam akan direduksi lebih cepat oleh gula
pereduksi monosakarida daripada disakarida dan menghasilkan Cu2O (kupro
oksida) berwarna merah bata (Bintang, 2010). Pereaksi yang digunakan pada
uji kali ini adalah larutan Barfoed yang merupakan campuran dari kupri asetat
dan asam asetat. Adapun fungsi dari cupri asetat dan asam asetat pada larutan
Barfoed adalah untuk memberikan suasana asam sehingga reaksi berjalan
cepat. (Nurjannah et al., 2017)
Langkah yang dilakukan saat praktikum yaitu disiapkan 3 buah tabung
reaksi dan diberi label sesuai nama bahan masing masing. Selanjutnya, berbeda
dengan ketiga uji sebelumnya, kali ini ketiga tabung reaksi di tetesi pereaksi
Barfoed terlebih dahulu masing masing sebanyak 5 tetes baru kemudian
ditambahkan 2 tetes larutan karbohidrat 1% sesuai pada label yang tertera.
Pereaksi barfoed disini berfungsi sebagai indicator adanya monosakarida dan
disakarida pada sampel yang ditunjukkan dengan terbentuknya endapan
berwana merah bata. Setelah ditambahkan larutan karbohidrat, ketiga tabung
reaksi dipanaskan dalam penangas air selama ±1 menit. Setelah itu diamati
perubahan yang terjadi.
Hasil yang diperoleh pada uji kali ini adalah larutan glukosa, fruktosa,
dan sukrosa ketiganya terbentuk endapan merah bata. Dari data tersebut dapat
diperoleh informasi bahwa glukosa, fruktosa, dan sukrosa masuk kedalam gula
golongan monosakarida dan disakarida. Untuk membedakan antara gula
golongan monosakarida dengan disakarida dapat dilihat dari warna endapan
yang terbentuk. Glukosa dan fruktosa membetuk endapan merah yang sangat
jelas terlihat hanya dengan pemanasan selama 1 menit. Sedangkan endapan
merah pada sukrosa hanya terlihat secara samar-samar.
Hal ini sesuai dengan pendapat (Sudarmadji, 1989) bahwa larutan
Barfoed akan bereaksi dengan gula reduksi (monosakarida) sehingga dihasilkan
endapan merah kuprioksida. Dalam suasana asam ini gula reduksi yang
termasuk dalam golongan disakarida memberikan reaksi yang sangat lambat
dengan larutan Barfoed, sehingga tidak memberikan endapan merah, kecuali
waktu pemanasan diperlama. Dapat dibedakan bahwa glukosa dan fruktosa
adalah golongan monosakarida, sukrosa merupakan golongan disakarida.
Adapun mekanisme yang terjadi tergambar pada reaksi berikut ini:
Dari reaksi tersebut dapat dilihat bahwa gugus aldehid atau keton dalam
monosakarida mengalami oksidasi oleh ion Cu 2+ sehingga membentuk gugus
karboksilat dan endapan tembaga (I) oksida.
4.2.5 Test Seliwanof
Uji selliwanof adalah dalam pengujian ini golongan aldosa bereaksi,
sedangkan ketosa mengalami proses dehidrasi untuk membentuk 4-hidroksi
metil furfural yang kemudian mengalami kondensasi dengan resorsinol, dan
akan mengalami kondensasi membentuk senyawa kompleks berwarna merah
orange atau uji yang spesifik dalam mengindentifikasi gula ketoheksosa.
Pereaksi Selliwanof terdiri dari 0,5% resorsinol dan HCl pekat. Dilakukannya
pemanasan pada bahan uji yang telah diberi pereaksi Selliwanof adalah untuk
mempercepat laju reaksi ketika dehidrasi dan kondensasi pembentukan
senyawa kompleks berwarna. Reaksi positif terjadi jika, larutan berwarna
merah. (Nurjannah et al., 2017)
Berdasarkan literatur, fruktosa dan sukrosa yang memberikan hasil
positif, yakni warna merah orange yang mengidentifikasikan adanya
kandungan ketosa dalam karbohidrat jenis monosakarida itu. HCl yang
terkandung dalam pereaksi Seliwanoff ini mendehidrasi fruktosa menghasilkan
hidroksi furfural sehingga furfural mengalami kondensasi setelah penambahan
resorsinol membentuk larutan yang berwarna merah orange. Akan tetapi
sukrosa apabila dipanaskan terlalu lama dapat menunjukkan hasil yang positif
terhadap pereaksi Seliwanoff. Hal ini terjadi karena adanya pemanasan berlebih
menyebabkan sukrosa terhidrolisis menghasilkan fruktosa dan glukosa
sehingga fruktosa inilah yang nantinya akan bereaksi dengan pereaksi
Seliwanoff menghasilkan larutan berwarna merah orange (Setiawan, 2004).
Menurut Hala dan Hartono (2012), pada percobaan scliwanoff, fruktosa
akan bereaksi cepat dengan membentuk warna merah. Zat-zat lain juga akan
bereaksi seperti fruktosa apabila pemanasan dilakukan lebih lama. Prinsip
reaksinya berdasarkan atas pembentukan 4- hidroksi metal fulfural yang
membentuk senyawa berwarna ungu dengan adanya resolsinol (1,3 –dihidroksi
benzena). Reaksi positif menunjukan adanya warna merah. Adapun reaksi dari
percobaan Seliwanoff yaitu :

Pada uji seliwanoff yang memiliki prinsip konversi fruktosa menjadi


asam levulinat dan hidroksimetilfurfural yang kemudian dikondensasikan
dengan resorsinol. Pada percobaan ini digunakan larutan glukosa, sukrosa dan
fruktosa sebanyak 1 tetes yang dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah
diisi dengan 5 mL reagen seliwanoff dan didapatkan hasil larutan fruktosa dan
sukrosa berwarna kuning keoranyean atau berwarna jingga. Hal ini berbanding
terbalik dengan glukosa yang tidak mengalami perubahan warna. Hal itu terjadi
karena fruktosa dan sukrosa merupakan ketosa sehingga ketika bereaksi dengan
reagen seliwanoff akan menghasilkan larutan berwarna jingga, warna jingga
tersebut muncul disebabkan oleh senyawa kompleks. Kemudian tabung
tersebut dsimpan dipenangas air selama 60 detik, dan didapatkan hasil larutan
menjadi berwarna merah. Larutan merah yang didapatkan berasal dari
kondensasi antara hidroksimetilfurfural dengan resorsinol yang menghasilkan
suatu senyawa yang berwarna merah.
Uji seliwanoff sendiri berfungsi untuk membedakan gula aldosa dan
ketosa. Ketosa dibedakan dari aldosa karena adanya gugus keton. Gula tersebut
digolongkan kedalam ketosa, sedangkan gula yang mengandung gugus aldehid
digolongkan kedalam aldosa. Reaksi positif yang ditunjukkan pada uji
seliwanoff ini menunjukkan bahwa kemungkinan larutan tersebut merupakan
ketosa sedangkan yang menunjukkan hasil negatif kemungkinan adalah aldosa.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
praktikan mampu mengidentifikasi sampel karbohidrat dengan serangkaian uji
kimiawi karbohidrat sebagai dasar analisis kualitatifnya. Identifikasi karbohidrat
dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa test, diantaranya adalah test
molisch untuk mengidentifikasi karbohidrat, test iodium untuk mengidentifikasi
adanya pati atau polisakarida, test Benedict untuk mengidentifikasi adanya gula
pereduksi, test Barfoed untuk mengidentifikasi adanya monosakarida dan
disakarida, serta test Seliwanoff untuk mengidentifikasi adanya ketosa.
5.2 Saran
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, saran untuk praktikum
selanjutnya yaitu lebih diberkan variasi larutan karbohidrat dalam praktikum, serta
lebih disiapkan lebih matang lagi dalam pembuatan video pembelajaran praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Aisjah Girindra. 1986. Biokimia I. Jakarta: PT. Gramedia

Andarwulan, N., Kusnandar, F & Herawati, D. 2011. Analisis Pangan. Dian Rakyat.
Jakarta.

Anonymous, 2014. Molisch's Test. https://en.wikipedia.org/wiki/Molisch's test

Bintang, M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Erlangga, Jakarta

Fakhry, M. N. and Rahayu, S. S. (2016) ‘Pengaruh Suhu pada Esterifikasi Amil


Alkohol dengan Asam Asetat Menggunakan Asam Sulfat sebagai Katalisator’,
Jurnal Rekayasa Proses, 10(2), p. 64. doi: 10.22146/jrekpros.33339.

Fessenden, R.J., dan J.S. Fessenden., 1986, Kimia Organik Dasar Edisi Ketiga Jilid 2,
Terjemahan Oleh A.H. Pudjaatmaka, Erlangga, Jakarta.

Ginting, M. H., Rosidi, A. and Noor, Y. (2015) ‘Perbedaan tingkat kecukupan


karbohidrat dan status gizi (BB/TB) dengan kejadian bronkopneumonia pada
balita usia 1-5 tahun di Puskemas Purwoyoso Semarang’, J. Gizi Universitas
Muhammadiyah Semarang, 4(2), pp. 16–21. Available at:
https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/jgizi/article/view/1759/1801.

Hala, Yusminah & Hartono. 2012. Penuntun Praktikum Pengantar Bioteknologi.


Makassar: Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Makassar.

Kaminska, A.S., Matysik, G., Kosior, M.W., Donica, H., & Sowa, I. 2009. Thin Layer
Chromatography Of Sugars In Plant Material. Annales Universitatis
Mariaecurie Sklodowska, 22(42).

Kusbandari, A. (2015) ‘ANALISIS KUALITATIF KANDUNGAN SAKARIDA DALAM


TEPUNG DAN PATI UMBI GANYONG (Canna edulis Ker.)’, Pharmaciana,
5(1), pp. 35–42. doi: 10.12928/pharmaciana.v5i1.2284.
Musta, R. (2018). Waktu Optimum Hidrolisis Pati Limbah Hasil Olahan Ubi Kayu
(Manihot esculenta Crantz var. Lahumbu) Menjadi Gula Cair Menggunakan
Enzim α-Amilase Dan Glukoamilase. Indonesian Journal of Chemical
Research, 5(2), 498–507.

Mustakin, F. and Tahir, M. M. (2019) ‘Analisis Kandungan Glikogen Pada Hati, Otot,
Dan Otak Hewan’, Canrea Journal: Food Technology, Nutritions, and
Culinary Journal, 2(2), pp. 75–80. doi: 10.20956/canrea.v2i2.174.

Nurjannah, L. et al. (2017) ‘Produksi Asam Laktat oleh Lactobacillus delbrueckii


subsp. bulgaricus dengan Sumber Karbon Tetes Tebu’, Jurnal Teknologi dan
Industri Pertanian Indonesia, 9(1), pp. 1–9. doi: 10.17969/jtipi.v9i1.5903.

Petrus Lapus, I. T. (2013) ‘Analyzed the Resistant Starch Content of Some Types of
Sago Starch in Embarrassment With Heating Temperature Variations’,
Analisis Kandungan Pati Resisten Dari Beberapa Jenis Pati SaguDi Maluku
DenganVariasi Suhu Pemanansan, (1), pp. 6–14.

Poedjiadji, A. 2007. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Setiawan, Dedi. 2004. Karbohidrat sebagai sumber energi. Jakarta : Erlangga.

Siregar, N. S. (2014) ‘Karbohidrat’, Jurnal Ilmu Keolahragaan, 13(2), pp. 38–44.

Sudarmadji, S., Haryono, B., & Suhardi. 2004. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

Sudarmadji, S; B. Haryono dan Suhardi. (1989). Analisa Bahan Makanan dan


Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta.

Sumardjo Damin. 2006. Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah Mahasiswa


Kedokteran. Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC
Theodor Seliwanoff, Berichte der deutschen chemischen Gesellschaft, 1887, 20 (1),
181–182.

Wardiana A dan Santoso A. 2011.PURIFICATION AND CARBOHYDRATE


ANALYSIS OF RECOMBINANT HUMAN ERYTHROPOIETIN EXPRESSED
IN YEAST SYSTEM Pichia pastoris.Jurnal MAKARA. Sains15: 75-78.

Wildan, Yatim. 2003. Kamus Biologi. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Yazid, E. Dan Nursanti, L. 2006. Penuntun Praktikum Biokimia Mahasiswa Analisis.


-Penerbit Andi, Yogyakarta
Analisis Kualitatif Sakarida Dalam Tepung Dan Pati Umbi Ganyong ... (Aprilia Kusbandari) 35

ANALISIS KUALITATIF KANDUNGAN SAKARIDA DALAM TEPUNG


DAN PATI UMBI GANYONG (Canna edulis Ker.)

QUALITATIVE ANALYSIS OF CONTENT SACCHARIDE IN THE


POWDER AND STARCH OF CANNA TUBERS (Canna edulis Ker.)

Aprilia Kusbandari
Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
JL. Prof. Dr. Soepomo, Janturan Yogyakarta Telp. (0274) 379418
Email: kusbandari80@yahoo.com

ABSTRAK

Umbi ganyong (Canna edulis Ker.) merupakan salah satu tanaman penghasil karbohidrat.
Umbi ini juga mengandung protein, lemak, vitamin, mineral selain itu juga mengandung fosfor, besi
dan kalsium yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kandungan gula yang
terdapat dalam tepung dan pati umbi ganyong baik yang sudah mengalami hidrolisis maupun yang
belum dihidrolisis. Metode yang digunakan untuk uji ini berupa uji tabung dan kromatografi lapis tipis
(KLT). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tepung ganyong yang belum dihidrolisis
mengandung sukrosa (Rf=0,45) dan mannosa (Rf=0,51), setelah dihidrolisis menghasilkan glukosa
(Rf=0,44), fruktosa (Rf=0,61) dan mannose (Rf=0,51), sedangkan pati ganyong mengandung glukosa
(Rf=0,44) dan maltosa (Rf=0,35).

Kata kunci: Canna edulis Ker, sakarida , KLT

ABSTRACT

Canna Tubers (Canna edulis Ker.) is one of the plants producing carbohydrates. Its also
contains of protein, fat, vitamins, minerals, phosphorus, iron and more calciums. The purpose of this
study is to identify of sugar in the powder and starch from canna tuber is a
hydrolysis. The method of qualitative analysis with tube test and Thin Layer Chromatography (TLC).
The result indicated that before hydrolysis canna powder gave sucrose (Rf = 0.45) and mannose
(Rf=0.51), while after hydrolysis it gave glucose (Rf=0.44), fructose (Rf=0.61) and mannose
(Rf=0.51). In addition, canna starch gave glucose (Rf=0.44) and maltose (Rf=0.35).

Keywords: Canna edulis Ker. saccharides, TLC.

karbohidrat, umbi ganyong juga mengandung


PENDAHULUAN zat-zat lain seperti protein, lemak, vitamin dan
mineral. Penelitian yang dilakukan oleh
Indonesia kaya akan plasma nutfah, salah Thitipranphunkul et al (2003) menyebutkan
satu diantaranya adalah umbi umbian. Ganyong kandungan gula pereduksi umbi ganyong hanya
merupakan jenis umbi yang mengandung sekitar 0,77%, pada penelitian tersebut tidak
karbohidrat. Umbi Ganyong sangat baik untuk disebutkan mengenai varietas ganyong yang
pertumbuhan anak balita karena karena digunakan. Menurut Krisnayudha (2007) umbi
mengandung fosfor, besi dan kalsium yang tinggi ganyong memiliki jenis monosakarida berupa
(Damayanti, 2007). Menurut Richana dan fruktosa dan oligosakarida yang dapat
Sunarti, 2004, umbi ganyong memiliki mendukung pertumbuhan bakteri asam laktat
kandungan karbohidrat 84,47%. Selain kaya akan untuk menghasilkan prebiotik. Selain itu
36 Vol. 5, No. 1, 2015: 35-42

kandungan kimia berupa gula pereduksi melalui terikat kuat pada fase diam sehingga fase gerak
hidrolisis asam daapat menjadi bioetanol (Putri yang digunakan harus sangat polar. Fase gerak
dan sukanda, 2008). Umbi ganyong juga yang sering digunakan adalah butanol:piridin:air
mengandung flavonoid sehingga memiliki (Kaminska et al, 2009).
aktivitas anti ulserogenik dan perasan umbi
ganyong terbukti sebagai anti ulser (Lestari, Penelitian ini bertujuan untuk
2008). mengidentifikasi adanya kandungan sakarida
yang terkandung dalam tepung dan pati umbi
Karbohidrat adalah komponen bahan ganyong (Canna edulis Ker.). Hasil penelitian ini
pangan yang tersusun oleh 3 unsur utama, yaitu diharapkan dapat memberikan informasi dan
karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O). dapat dijadikan referensi untuk membuat bahan
Susunan atom-atom
atom atom tersebut dan ikatannya
ikata pangan dari umbi ganyong.
membedakan
embedakan karbohidrat satu dengan yang
lainnya, sehingga ada karbohidrat yang masuk METODE PENELITIAN
kelompok struktur sederhana seperti
Bahan Penelitian
monosakarida dan disakarida dan dengan struktur
kompleks atau polisakarida seperti pati, glikogen,
Umbi ganyong yang digunakan berupa
selulosa dan hemiselulosa. Analisis kualitatif
karbohidrat umumnya didasarkan atas reaksi- reaksi campuran ganyong merah dan putih diambil dari
reaksi warna yang dipengaruhi oleh produk- produk daerah Patuk, Gunung Kidul, Yogyakarta.
produk hasil penguraian gula dalam asam-asam
kuat dengan berbagai senyawa organik, sifat Jalannya Penelitian
mereduksi dari gugus karbonil dan sifat oksidasi
dari gugusan hidroksil yang berdekatan. n. Reaksi 1. Pembuatan tepung umbi ganyong
dengan asam-asam
asam asam kuat seperti asam sulfat,
hidroklorat dan fosfat pada karbohidrat Proses pembuatan tepung umbi ganyong
menghasilkan pembentukan produk terurai yang yaitu ganyong yang sudah terkumpul dikupas dan
berwarna. Beberapa analisis kualitatif karbohidrat dicuci hingga bersih kemudian diiris tipis-tipis
yang sering dilakukan adalah uji Molish, uji seperti membuat keripik. Irisan dilakukan secara
Seliwanof,
wanof, uji Antrone, dan uji Fenol melintang kemudian dipanaskan dengan oven
(Andarwulan et al., 2011). pada suhu 60°C hingga mudah dipatahkan. Irisan
ditepung dan diayak dengan ayakan ukuran
Analisis kuantitatif karbohidrat dalam 80/100 mesh. Kemudian dihitung rendemennya.
suatu bahan yaitu dengan cara kimiawi, cara
fisik, cara enzimatik atau biokimiawi dan cara 2. Pembuatan pati
kromatografi. Penentuan karbohidrat yang
termasuk polisakarida maupun oligosakarida Pembuatan pati ganyong dilakukan
memerlukan perlakuan pendahuluan yaitu dengan mengupas kulit ari umbi ganyong,
dihidrolisa terlebih dahulu sehingga diperoleh kemudian dicuci dan diparut. Hasil parutan
monosakarida. Penentuan karbohidrat dengan kemudian diremas remas dan dilarutkan dalam
cara kromatografi adalah dengan mengisolasi dan air kemudian disaring. Suspensi diambil
mengidentifikasi karbohidrat dalam suatu kemudian dienapkan. Bagian padatan dicuci
campuran. Isolasi karbohidrat ini berdasarkan dengan air dan dienapkan (4-5 kali). Hasil
prinsip pemisahan suatu campuran berdasarkan
endapan disebut pati. Pati basah kemudian
atas perbedaan distribusi rationya pada fase diam
dan fase gerak (Sudarmaji, 2004 ). Untuk dikeringkan dalam oven 60°C hingga kering dan
mengidentifikasi adanya polisakarida dapat diayak dengan ayakan berukuran 80/100 mesh,
digunakan kromatografi lapis tipis dengan cara kemudian dihitung rendemennya.
menghidrolisis terlebih dahulu dengan asam. Hal
ini dikarenakan polisakarida perlu diderivatisasi
agar dapat terlihat pada lempeng kromatografi
dan sulit larut dalam metanol. Karbohidrat
Analisis Kualitatif Sakarida Dalam Tepung Dan Pati Umbi Ganyong ... (Aprilia Kusbandari) 37

3. Pembuatan ekstrak senyawa gula apa saja yang ada dalam ekstrak
sampel dengan menghitung harga Rf dan
Timbang masing-masing 5,0 gram membandingkan dengan masing masing standart
sampel tepung simplisia dan pati ganyong
dan sampel.
kemudian dilarutkan dalam aquadest 100,0 ml
tambahkan HCl sampai pH 1, kemudian direfluk
dan disaring denga corong Buchner untuk HASIL DAN PEMBAHASAN
mendapatkan ekstrak bebas endapan. Setelah itu
1. Pembuatan Tepung
disentrifuse untuk memaksimalkan pencampuran,
ambil fase atas sebagai larutan uji.
Proses pembuatan tepung umbi ganyong
yaitu ganyong yang sudah terkumpul dikupas dan
4. Analisis kandungan sakarida
a. Uji Benedict dicuci dengan alir mengalir. Pencucian ini
Sebanyak 1 ml larutan sampel hasil bertujuan untuk membersihkan kotoran seperti
ekstraksi dimasukan dalam tabung reaksi tanah, cacing dan kotoran lain yang menempel.
kemudian tambahkan reagen Benedict, gojog, Umbi ganyong yang telah dicuci kemudian
kemudian didihkan dengan api kecil selanjutnya dikupas untuk menghilangkan kulit arinya,
didinginkan. Hasil akhir yaitu terbentuk endapan kemudian ditimbang dan diiris tipis-tipis untuk
warna merah bata jika sampel mengandung gula mempercepat dalam pengeringan. Irisan gayong
pereduksi. dipanaskan dengan oven pada suhu 60°C (2 hari)
b. Uji Barfoed hingga irisan ganyong mudah dipatahkan. Irisan
Sebanyak 1 ml larutan sampel hasil diserbuk, lalu diayak tepung yang dihasilkan
ekstraksi dimasukan dalam tabung reaksi dengan ayakan ukuran 80/100 mesh. Kemudian
kemudian tambahkan reagen Barfoed campur dihitung rendemennya.
dengan baik, kemudian didihkan dengan api
kecil, perhatikan endapan merah yang terbentuk Rendemen dihitung dengan cara
(Poedjiadi, 2009). menimbang hasil serbuk yang sudah diayak (g)
c. Uji Seliwanoff dibagi dengan jumlah jumlah simplisia basah
Sebanyak 1 ml larutan sampel hasil yang sudah dihilangkan kotoran dan kulit arinya
ekstraksi dimasukan dalam tabung reaksi dikalikan 100%. Pada penelitian ini umbi
kemudian tambahkan reagen Seliwanoff campur ganyong yang digunakan untuk membuat tepung
dengan baik, kemudian didihkan dengan api 5,0 kg menghasilkan tepung sebesar 875,50 gram
kecil, hasil positif ditandai dengan adanya larutan sehingga rendemen yang diperoleh sebesar
berwarna merah oranye. 17,51%.
d. KLT
Larutan ekstrak sampel dibuat 2. Pembuatan Pati
konsentrasi 2 mg/ml kemudian sebagai
pembanding digunakan standart glukosa, Pembuatan pati terdiri dari proses
mannosa, maltosa, dan fruktosa, galaktosa. pengupasan, pencucian, pemarutan, peremasan,
Kemudian filtrat dan standar ditotolkan 0,5µL pengendapan dan pengeringan. Proses
pada lempeng KLT kemudian dielusi sampai pengupasan dan pencucian bertujuan untuk
batas tertentu. membersihkan kulit dan kotoran yang menempel
5. Analisis data pada kulit luarnya, sedangkan proses pemarutan
bertujuan untuk merusak jaringan umbi dan sel-
Pada uji kualitatif untuk memastikan
sel umbi rusak dan agar pati dapat keluar. Dalam
bahwa ekstrak yang diperoleh mengandung zat Hal ini dilakukan peremasan adalah untuk
yang dianalisis. Data yang diperoleh kemudian menyempurnakan kerusakaan jaringan dan
dibandingkan dengan data yang ada pada teori. dengan adanya tekanan dan penambahan air pada
Sedangkan pada uji dengan KLT menunjukan hasil parutan maka pati akan keluar.
38 Vol. 5, No. 1, 2015: 35-42

a b
Gambar 1. a. tepung umbi ganyong ; b. pati umbi ganyong

Tabel I. Rendemen tepung dan pati umbi ganyong


Sampel Bobot umbi segar (kg) Hasil (g) Rendemen (%)
Tepung 5,0 875,50 17,51 %
Pati 5,0 270,80 5,41%

Rendemen dihitung dengan cara Prinsip dari uji ini adalah gugus aldehid atau
menimbang hasil pati kering yang diperoleh (g) keton bebas pada gula reduksi yang terkandung
dibagi dengan jumlah jumlah simplisia basah dalam sampel mereduksi ion Cu2+ dari
yang sudah bersih dan dibuang kulit arinya CuSO4.5H2O dalam suasana alkalis menjadi Cu+
dikalikan 100%. Pada penelitian ini umbi yang mengendap menjadi Cu2O. Suasana alkalis
ganyong yang digunakan untuk membuat diperoleh dari Na2CO3 dan Na sitrat yang
pati sebanyak 5,0 kg menghasilkan pati terdapat pada reagen Benedict.
sebesar 270,80 gram sehingga rendemen yang
diperoleh sebesar 5,41%. Tepung dan pati umbi Pada uji ini menghasilkan endapan merah
ganyong dapat dilihat pada Gambar I, sedangkan bata yang menandakan adanya gula pereduksi
rendemen Hasil rendemen tepung dan pati umbi pada sampel. Endapan yang terbentuk dapat
ganyong dapat dilihat pada Tabel I. berwarna hijau, kuning atau merah bata
tergantung pada konsentrasi gula reduksinya.
3. Hasil Ekstraksi semakin berwarna merah bata maka gula
reduksinya semakin banyak. Pada Tabel II
Proses ekstraksi dilakukan untuk terlihat bahwa pati ganyong yang sudah
mengambil senyawa sakarida yang akan diteliti. dihidrolisis berwarna merah bata dibandingkan
Pelarut yang digunakan adalah air panas. tepung, hal ini menandakan bahwa pati yang
Pemberian air panas ini bertujuan untuk terhidrolisis mengandung gula reduksi yang lebih
melarutkan kandungan gula dalam sampel karena banyak. Hal ini terlihat pada Gambar 2.
sifat gula yang polar larut dalam air. b. Uji Barfoed
4. Uji Kualitatif Pada uji Barfoed untuk mendeteksi
karbohidrat yang tergolong monosakarida.
Analisis kualitatif bertujuan untuk Endapan berwarna merah orange menunjukkan
mengetahui dan membuktikan adanya senyawa adanya monosakarida dalam sampel. Ion Cu2+
senyawa tertentu dalam sampel. Penelitian ini dari pereaksi Barfoed dalam suasana asam akan
menggunakan uji tabung berupa uji Benedict, uji direduksi lebih cepat oleh gula reduksi
barfoed dan uji seliwanoff. Uji Kualitatif lainnya
monosakarida dari pada disakarida dan
yang digunakan untuk mengetahui jenis sakarida
menghasilkan Cu2O (kupro oksida) berwarna
dalam sampel adalah Kromatografi Lapis Tipis.
merah bata. Hal inilah yang mendasari uji
a. Uji Benedict. Barfoed. Pada uji Barfoed, yang terdeteksi
monosakarida membentuk endapan merah bata
Uji Benedict bertujuan untuk mengetahui karena terbentuk hasil Cu2O. Hal ini terlihat pada
adanya gula pereduksi dalam larutan sampel. Gambar 3.
(Analysis Of Glicogen Content On Heart, Muscle, And Animal Brain)

Fatmawati Mustakin1*) and Mulyati M Tahir2)


1*)
Sekolah Menengah Atas Negeri 12 Makassar
2)
Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Departemen Teknologi Pertanian Universitas Hasanuddin
Makassar
*)
Email Penulis Korespondensi: fatmawatimustakim99@gmail.com

ABSTRAK

Glikogen adalah jenis utama karbohidrat tersimpan yang ditemukan pada hewan.
Glikogen terbentuk sebagai deposit glukosa berlebih di dalam tubuh yang digunakan sebagai
cadangan energi. Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui prosedur untuk ekstraksi glikogen
dan untuk menentukan kandungan glikogen dalam beberapa bahan makanan. Metode yang
digunakan adalah ekstraksi dan pengujian yodium. Bahan yang digunakan adalah TCA,
etanol, NaCl, yodium, hati ayam, hati sapi, otak sapi, sapi, dan daging ayam. Hasil yang
diperoleh yaitu terjadi perubahan warna dan reandemen terhadap sampel setelah pengujian
yaitu hati ayam berwarna oranye kecoklatan, hati dan daging sapi berwarna coklat sedangkan
otak sapi berwarna coklat jernih dan kadar rendemen tertinggi, yaitu pada hati sapi sebesar
55%, hati ayam sebesar 32,64%, daging ayam sebesar 9,5%, daging sapi sebesar 9,5% dan
terendah ditemukan pada otak sapi yaitu 0%.

Kata kunci: Glikogen, rendemen, daging sapi, daging ayam, warna

ABSTRACT

Glycogen is the main type of stored carbohydrate found in animals. Glycogen is formed as excess glucose
deposits in the body which are used as energy reserves. The purpose of this analysis is to find out the
procedure for glycogen extraction and to determine the glycogen content in some food
ingredients. The method used is iodine extraction and testing. The materials used are TCA,
ethanol, NaCl, iodine, chicken liver, beef liver, beef brain, beef, and chicken meat. The results
obtained are a change in color and revision of the sample after testing, namely brownish-
brown chicken liver, brown liver and beef, while the cow's brain is clear brown and the
highest yield, namely in beef liver by 55%, chicken liver by 32, 64%, chicken meat at 9.5%,
beef at 9.5% and the lowest is found in cow brains at 0%.

Keywords : Glycogen, rendemen, beef, chicken, color

I. PENDAHULUAN Karbohidrat tersusun atas unsur karbon (C),


hidrogen (H), dan oksigen (H). Salah satu
Terdapat beberapa komponen bahan jenis karbohidrat yaitu glikogen
pangan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh Glikogen adalah bentuk karbohidrat
salah satunya adalah karbohidrat. yang tersimpan dalam sel hewan.
Karbohidrat merupakan polihidroksi Kadar glukosa yang terlalu tinggi akan
aldehid dan keton yang meliputi kondensat disimpan sebagai cadangan energi dalam
polimer-polimer yang terbentuk. bentuk glikogen. (Haryati, Nahdifa,
Humairah, & Abdullah, 2019; Laras, Arista iodin sebanyak satu tetes dan diamati
Dwi, Suloi, & Laga, 2019; Suarsana, Pontjo, perubahan warna yang terjadi (Suarsana et
Wresdiyati, & Bintang, 2006). Glikogen al., 2006).
dapat kembali dipecah menjadi
glukosa apabila sewaktu-waktu tubuh 2.3.2 Ekstraksi glikogen
kekurangan energi. Glikogen banyak Sisa filtrat yang berisi TCA dan sampel
terdapat pada hati dan otot (Genisa, dipipet sebanyak 10 ml lalu dihomogenkan
Rahman, & Tajuddin, 2019). dan disaring sehingga diperoleh filtrat.
Salah satu metode untuk menguji Filtrat ditambahkan etanol sebanyak 20 ml
adanya glikogen pada bahan pangan yaitu dan dihomogenkan. Apabila belum
dengan uji iodin. Prisip dari pengujian iodin terbentuk endapan, maka sampel
yaitu amilum atau pati yang bereaksi b ditambahkan NaCl lalu di sentrifuge selama
dengan iodin akan membentuk warna biru, 10 menit pada kecepatan
dekstrin membentuk warna merah 3000 rpm. Selanjutnya, endapan yang
keunguan, dan glikogen akan membentuk diperoleh di oven pada suhu 60oC, hingga
warna merah kecoklatan. Hal inilah sampel mencapai berat konstan
yang melatarbelakangi dilakukannya
penelitian karbohidrat-glikogen.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. METODOLOGI PENELITIAN Hasil yang diperoleh dari pengujian


karbohidrat-glikogen, yaitu:
2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam pengujian Tabel 1. Hasil Pengujian Glikogen
karbohidrat-glikogen, yaitu aluminium foil, Warna Warna
bulb (Qinuo), cawan schott (Pyrex), Sampel sebelum Setelah + Rendemen
erlenmeyer (Pyrex) gelas ukur 100 ml + Iodin Iodin
(Pyrex), kertas saring, mortar (Airtack), Hati Kuning Orange
16,4%
oven (Memmert), pipet volume (Pyrex), ayam jernih kecoklatan
Hati Kuning
timbangan analitik (Sartorius), sendok sapi jernih
Cokelat 55%
tanduk, dan wadah. Daging
Bening Cokelat 1,7%
ayam
2.2 Bahan Daging
Putih keruh Cokelat -1%
Bahan yang digunakan dalam pengujian sapi
Otak Cokelat
karbohidrat-glikogen, yaitu TCA, etanol, sapi
Bening
Bening
0%
NaCl, iodin, hati ayam, hati sapi, otak sapi,
daging sapi, dan daging ayam. 3.1 Glikogen
Glikogen merupakan polisakarida
2.3 Prosedur Penelitian simpanan utama yang terdapat pada hewan.
Glukosa apabila tidak segera dimetabolisasi
2.3.1 Pengujian Glikogen untuk menghasilkan energi dapat disimpan
Pengujian glikogen dilakukan dengan di hati atau otot sebagai glikogen. Sekitar
cara sampel ditimbang sebanyak 5 gram tiga-perempat glikogen tubuh total berada
dan dihaluskan menggunakan mortar di otot. Biosentesis glikogen dari glukosa
kemudian ditambahkan TCA sebanyak 20 disebut glikogenesis. Glikogen dalam tubuh
ml. Selanjutnya sampel disaring sehingga berfungsi sebagai sumber energi untuk
diperoleh filtrat. Filtrat yang diperoleh sebagian besar fungsi sel dan jaringan.
dipipet sebanyak 0,5 ml dan ditambahkan Glikogen dalam hati berfungsi untuk
mempertahankan kadar normal glukosa pengendap glikogen sehingga lebih mudah
dalam darah sehingga dapat digunakan oleh dipisahkan antara glikogen dan senyawa
semua organ yang ada di dalam tubuh. lain yang terdapat pada sampel. Hal ini
Glikogen dalam otot berfungsi untuk sesuai dengan (Marnoto, Haryono,
menghasilkan glukosa yang akan digunakan Gustinah, & Putra, 2016), yang menyatakan
oleh sel otot sendiri (Zulma, 2018), yang bahwa etanol memiliki kepolaran yang
menyatakan bahwa glikogen pada hati tinggi karena banyak mengandung air.
berfungsi untuk mempertahankan kadar
normal glukosa dalam darah yang akan 3.4 Natrium Klorida (NaCl)
dipakai oleh semua organ yang ada di Natrium Klorida (NaCl) merupakan
dalam tubuh, sedangkan glikogen pada otot senyawa kimia berbentuk padat dan
digunakan untuk menghasilkan glukosa berwarna putih. NaCl memiliki sifat yang
yang akan digunakan oleh sel otot sendiri. mudah larut dalam air. NaCl sering
Glukosa yang berlebih dapat disimpan digunakan sebagai bumbu sekaligus
sebagai cadangan energy dalam bentuk pengawet makanan. NaCl memiliki tingkat
glikogen. osmotik yang tinggi sehingga NaCl
memiliki tingkat konsentrasi tinggi saat
3.2 Asam trikloroasetat (TCA) dilarutkan dalam air. Struktur NaCl
Asam trikloroasetat (TCA) adalah meliputi anion di tengah dan kation
analog (sama) dari asam asetat, dengan menempati pada rongga octahedral. Larutan
ketiga atom hidrogen dari gugus metil garam merupakan suatu elektrolit, yang
digantikan oleh atom-atom klorin. TCA mempunyai gerakan brown dipermukaan
merupakan suatu bahan kaustik yang yang lebih besar dari gerakan brown pada
merusak dengan cara koagulasi kimiawi air murni sehingga bisa menurunkan air dan
protein. Penambahan trikloroasetat (TCA) larutan ini menembah gaya kohesi antar
pada otak sapi berfungsi untuk melarutkan partikel sehingga ikatan partikel menjadi
kandungan kandungan protein, lemak, dan lebih rapat. Gerakan brown adalah gerakan
asam nukleat sehingga diperoleh glikogen terus menerus dari partikel zat cair ataupun
saja. Hal ini sesuai dengan, yang gas. Penambahan NaCl berfungsi untuk
menyatakan bahwa TCA merupakan bahan menurunkan kelarutan glikogen pada air
yang bersifat merusak, salah satunya sehingga glikogen akan mengendap. Hal ini
protein dengan cara koagulasi kimiawi sesuai dengan (Sudjianto, 2007), yang
protein. menyatakan bahwa NaCl dapat
menurunkan air dan larutan ini menembah
3.3 Etanol gaya kohesi antar partikel sehingga ikatan
Etanol merupakan pelarut organik partikel menjadi lebih rapat. Hal ini
bersifat polar yang banyak digunakan dijelaskan pula oleh (Ahmad, 2016), yang
dalam berbagai pengolahan pangan. Pelarut menyatakan bahwa NaCl merupakan
etanol memiliki titik didih 78,4 oC, bersifat senyawa kimia berbentuk padat dan
mudah menguap, tidak beracun, tidak berwarna putih yang mudah larut dalam air.
berwarna, dan mudah larut dalam air.
Fungsi penambahan etanol yaitu sebagai 3.5 Uji Iodin
pelarut dalam ekstraksi karena etanol Uji iodin merupakan salah satu metode
mempunyai kepolaran yang tinggi sehingga pengujian yang digunakan untuk
senyawa resin, lemak, karbohidrat, dan membedakan polisakarida dari disakarida
senyawa organik lainnya mudah untuk dan monosakarida. Perubahan warna
dilarutkan. Selain itu, etanol dalam larutan terjadi karena dalam larutan pati
ekstraksi glikogen berfungsi sebagai terdapat unit-unit glukosa yang membentuk
rantai heliks karena adanya ikatan dengan sangat kecil. Hal ini sesuai dengan Guslina
konfigurasi pada tiap unit glukosanya. (2008), yang menyatakan bahwa otak sapi
Bentuk ini yang menyebabkan pati dapat mengandung kadar lemak sebesar 9,3%,
membentuk kompleks dengan molekul kadar air sebesar 78,3%, kadar protein
yodium yang dapat masuk kedalam sebesar 9,8%, dan karbohidrat hanya
spiralnya. Larutan iodin yang direaksikan sebesar 3%. Hal ini dijelaskan pula oleh
dengan glikogen akan membentuk warna (Kusnadi, Bintoro, & Al-Baarrii, 2012),
merah sampai cokelat yang disebabkan yang menyatakan bahwa otak sapi memiliki
karena adanya penyerapan iodin pada kadar lemak sebesar 9,3%, kadar air sebesar
struktur cincin glikogen yang saling 78,3%, kadar protein sebesar 9,8%,
berikatan sehingga membentuk komples
berwarna merah kecoklatan. Prisip dari 3.7 Hasil Pengujian Glikogen
pengujian iodin yaitu karbohidrat golongan Berdasarkan hasil yang diperoleh pada
polisakarida akan memberikan reaksi pengujian karbohidrat-glikogen yaitu terjadi
dengan larutan iodin akan memberikan perubahan warna setelah penambahan iodin
warna spesifik bergantung pada jenis pada sampel. Hati ayam setelah
karbohidratnya. Amilosa dan iodin akan penambahan iodin akan membentuk warna
berwarna biru, amilopektin dengan iodin orange kecoklatan yang menandakan bahwa
akan berwarna merah violet, glikogen mengandung sedikit glikogen, hati sapi,
maupun dekstrin dengan iodin akan daging ayam, dan daging sapi membentuk
berwarna merah coklat. Kelebihan dari warna cokelat yang menandakan
metode iodin yaitu proses pengujiannya
peng mengandung sedikit glikogen, dan otak sapi
mudah dan biaya yang dikeluarkan lebih membentuk warna bening yang
sedikit dibanding metode yang lain. menandakan tidak terdapat glikogen.
kelemahan dari meode iodin yaitu hasil Glikogen yang terdapat di otak tidak
yang diperoleh tidak akurat. Ketidak terdeteksi disebabkan oleh kadar glikogen
akuratan pengujian dengan metode iodin yang terdapat di otak sangat kecil dan
disebabkan karena pengujian bersifat sampel otak yang digunakan sangat sedikit.
subjektif. Hal ini sesuai
sesuai dengan Larutan iodin yang direaksikan dengan
(Musta, 2018), yang menyatakan bahwa uji glikogen akan membentuk warna merah
iodin digunakan untuk membedakan sampai cokelat yang disebabkan karena
polisakarida dari disakarida dan adanya penyerapan iodin pada struktur
monosakarida. cincin glikogen yang saling berikatan
sehingga membentuk komples berwarna
3.6 Otak Sapi merah kecoklatan. Hal ini sesuai dengan
Otak sapi termasuk salah satu hasil (Musta, 2018), yang menyatakan bahwa
ikutan ternak yang memiliki kadar lemak glikogen yang bereaksi dengan glikogen
yang cukup tinggi. otak sapi memiliki akan membentuk warna merah kecoklatan.
tekstur yang sangat lembut dengan cita rasa
yang khas. Otak sapi memiliki kadar lemak 3.8 Hasil Pengujian Rendemen
sebesar 9,3%, kadar air sebesar 78,3%, Berdasarkan hasil yang diperoleh dari
kadar protein sebesar 9,8%, dan karbohidrat pengujian karbohidrat-glikogen diperoleh
dengan jumlah yang sangat sedikit yaitu nilai rendemen pada beberapa sampel.
sebesar 3%. Komponen terbesar penyusun Sampel hati sapi sebesar 55%, hati ayam
otak adalah fosfolipida sebesar 6 % yang menghasilkan rendemen sebesar 32,64 %,
memiliki gugus polar (fosfat) dan gugus daging ayam sebesar 9,5 %, otak sapi
nonpolar (lipid). Otak sapi juga sebesar 0%, dan daging sapi sebesar -1%.
mengandung glikogen dalam jumlah yang Kadar rendemen tertinggi yaitu pada hati
KARBOHIDRAT

Nurhamida Sari Siregar*

Abstrak : Karbohidrat merupakan salah satu zat gizi yang


diperlukan oleh manusia yang berfungsi untuk menghasilkan
energi bagi tubuh manusia. Karbohidrat secara garis besar
dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu karbohidrat sederhana
dan karbohidrat kompleks. Karbohidrat sederhana terdiri atas
monosakarida, disakarida dan oligosakarida. Karbohidrat
kompleks terdiri atas polisakarida dan polisakarida non pati
(serat). Pencernaan karbohidrat dimulai dari mulut, kemudian
terhenti sebentar di lambung dan dilanjutkan ke usus halus
kemudian di serap oleh dinding usus, masuk ke cairan limpa,
kemudian ke pembuluh darah kapiler dan dialirkan melalui
vena portae ke hati dan sebagian pati yang tidak dicerna
masuk ke usus besar. Sisa karbohidrat yang masih ada,
dibuang menjadi tinja. Fungsi lain karbohidrat bagi tubuh
yaitu pemberi rasa manis pada makanan, penghemat protein,
pengatur metabolisme lemak dan membantu mengeluarkan
feces. Sumber karbohidrat adalah padi-padian atau serealia,
umbi-umbian, kacang-kacang kering dan gula. Penyakit-
penyakit yang berhubungan dengan karbohidrat yaitu penyakit
kurang kalori protein, obesitas dan diabetes mellitus.

Kata Kunci: Karbohidrat

PENDAHULUAN
Karbohidrat merupakan salah satu zat gizi yang diperlukan oleh manusia
yang befungsi untuk menghasilkan energi bagi tubuh manusia. Karbohidrat sebagai
zat gizi merupakan nama kelompok zat-zat organik yang mempunyai struktur
molekul yang berbeda-beda, meski terdapat persamaan-persamaan dari sudut kimia
dan fungsinya. Semua karbohidrat terdiri atas unsur Carbon (C), hidrogen (H), dan
oksigen (O).
Karbohidrat yang penting dalam ilmu gizi dibagi menjadi dua golongan
yaitu karbohidrat sederhana dan karbohidrat kompleks. Karbohidrat sederhana
terdiri atas monosakarida yang merupakan molekul dasar dari karbohidrat,
disakarida yang terbentuk dari dua monosa yang dapat saling terikat, dan
oligosakarida yaitu gula rantai pendek yang dibentuk olh galaktosa, glukosa dan
fruktosa. Karbohidrat kompleks terdiri atas polisakarida yang terdiri atas lebih dari
dua ikatan monosakarida dan serat yang dinamakan juga polisakarida nonpati.
Karbohidrat selain berfungsi untuk menghasilkan energi, juga mempunyai
fungsi yang lain bagi tubuh. Fungsi lain karbohidrat yaitu pemberi rasa manis pada
makanan, penghemat protein, pengatur metabolisme lemak, membantu pengeluaran
feses.

Penulis adalah Staf Edukatif Fakultas Ilmu Keolahragaan UNIMED

38
Nurhamida Sari Siregar: Karbohidrat

KARBOHIDRAT
1. Jenis-jenis Karbohidrat
1.1. Karbohidrat Sederhana
Karbohidrat sederhana terdiri atas:
a. Monosakarida. Ada tiga jenis monosakarida yang mempunyai arti gizi yaitu
glukosa, fruktosa dan galaktosa. , dinamakan juga sebagai gula
anggur, terdapat luas di alam dalam jumlah sedikit yaitu dlama sayur, buah,
sirup jagung, sari pohon dan bersamaan dengan fruktosa dalam madu. Glukosa
memegang peranan sangat penting dalam ilmu gizi. Glukosa merupakan hasil
akhir pencernaan pati, sukrosa, maltosa dan laktosa pada hewan dan manusia.
Dalam proses metabolisme, glukosa merupakan bentuk karbohidrat yang
beredar di dalam tubuh dan di dalam sel merupakan sumber energi. ,
dinamakan sebagai gula buah yang merupakan gula paling manis. Gula ini
terutama terdapat dalam madu bersama glukosa dalam buah, nektar bunga dan
juga di dalam sayur. , terdapat di dalam tubuhsebagai hasil
pencernaan laktosa.
b. Disakarida. Ada tiga jenis yang mempunyai arti gizi yaitu sukrosa, maltosa dan
laktosa. , dinamakan juga gula tebu atau gula bit. Gula pasir terdiri atas
99 % sukrosa dibuat dai kedua macam bahan makanan tersebut melalui proses
penyulingan dan kristalisasi. Gula merah dibuat dari kelapa, tebu atau enau
melalui proses penyulingan tidak sempurna. Sukrosa juga banyak terdapat di
dalam buah, sayuran dan madu. Bila dihidrolisis atau dicernakan, sukrosa
pecah menjadi satu unit glukosa dan fruktosa. (gula malt) tidak
terdapat bebas di alam. Maltosa terbentuk pada setiap pemecahan pati. Bila
dicernakan atau dihidrolisis, maltosa pecah menjadi dua unit glukosa.
(gula susu) hanya terdapat dalam susu dan terdiri atas satu unit glukosa dan
satu unit galaktosa. Banyak orang, terutama yang berkulit berwarna (termasuk
orang Indonesia) tidak tahan tehadap susu sapi, karena kekurangan enzim
laktase yang dibentuk di dalam dinding usu dan diperlukan untuk pemecahan
laktosa menjadi glukosa dan galaktosa. Kekurangan laktase ini menyebabkan
ketidaktahanan terhadap laktosa. Laktosa yang tidak dicerna tidak dapat
diserap dan tetap tinggal dalam saluran pencernaan. Hal ini mempengaruhi
jenis mikroorganisme yang tumbuh, yang menyebabkan gejala kembung,
kejang perut dan diare. Ketidaktahanan terhadap laktosa lebih banyak terjadi
pada orangtua.
c. Oligosakarida. Oligosakarida terdiri atas polimer dua hingga sepuluh
monosakarida. Sebetulnya disakarida termasuk dalam oligosakarida, tetapi
karena peranannya dalam ilmu gizi sangat penting maka dibahas secara
terpisah.

1.2. Karbohidrat Kompleks


Karohidrat kompleks terdiri atas:
a. Polisakarida. Jenis polisakarida yang penting dalam ilmu gizi adalah pati,
dekstrin, glikogen dan polisakarida nonpati. , merupakan karbohidrat utama
yang dimakan manusia yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Pati terutama
terdapat dalam padi-padian, biji-bijian dan umbi-umbian. Beras, jagung dan

39
gandum mengandung 70-80 % pati, kacang-kacang kering sepeti kacang
kedelai, kacang merah dan kacang hijau mengandung 30-60% pati, sedangkan
ubi, talas, kentang dan singkong mengandung 20-30% pati. Proses pemasakan
pati disamping menyebabkan pembentukan gel juga akan melunakkan dan
memcah sel, sehingga memudahkan pencernaannya. Dalam proses pencernaan
semua bentuk pati dihidrolisis menjadi glukosa. Pada tahap petengahan akan
dihasilkan dekstin dan maltosa. , merupakan produk antara pada
pencernaan pati atau dibentuk melalui hidrolisis parsial pati. ,
dinamakan juga pati hewan karena merupakan bentuk simpanan karbohidat di
dalam tubuh manusia dan hewan, yang terutama terdapat di dalam hati dan
otot. Dua pertiga bagian dari glikogen disimpan di dalam otot dan selebihnya
dalam hati. Glikogen dalam otot hanya dapat digunakan untuk keperluan energi
di dalam otot tersebut, sedangkan glikogen dalam hati dapat digunakan sebagai
sumber energi untuk keperluan semua sel tubuh.
b. Polisakarida nonpati/ Serat. Serat mendapat perhatian kaena peranannya dalam
mencegah bebagai penyakit.

2. Metabolisme Kabohidrat
2.1. Pencernaan karbohidrat
Pencernaan kabohidrat dimulai dari mulut. Bolus makanan yang berasal
dari makanan yang dikunyah akan bercampur dengan ludah yang mengandung
enzim amilase. Enzim amilase ini menghidrolisis pati atau amilum menjadi bentuk
karbohidrat lebih sederhana yaitu dekstrin.Enzim amilase ludah bekerja paling baik
pada pH ludah yang bersifat netral. Makanan yang dikunyah di mulut tinggal di
situ hanya sebentar, sehingga pemecahan amilum oleh amilase hanya sedikit saja.
Bolus kemudian ditelan ke dalam lambung. Amilase ludah yang ikut masuk ke
lambung dicernakan oleh asam klorida dan enzim pencerna protein yang terdapat
di lambung, sehingga pencernaan karbohidrat di dalam lambung terhenti.
Makanan yang hanya terdiri dari karbohidrat saja akan tinggal di lambung
sebentar atau kurang dari dua jam, dan segera diteruskan ke usus halus. Pada usus
halus, enzim amilase yang dikeluarkan oleh pankreas, mencernakan amilum
menjadi dekstrin dan maltosa. Penyelesaian pencernaan kabohidrat dilakukan oleh
enzim-enzim disakaridase yang dikeluarkan oleh sel-sel mukosa usus halus berupa
maltase, sukrase dan laktase. Hidrolisis disakarida oleh enzim-enzim ini terjadi di
mikrovili dan monosakarida yang diahasilkan adalah maltase memecah maltosa
menjadi dua mol glukosa, sukrase memecah sakarosa menjadi satu mol glukosa
dan satu mol fruktosa, laktase memecah laktosa menjadi 1 mol glukosa dan satu
mol galaktosa.
Glukosa, fruktosa dan galaktosa kemudian di serap oleh dinding usus,
masuk ke cairan limpa, kemudian ke pembuluh darah kapiler dan dialirkan melalui
vena portae ke hati. Dalam waktu 1-4 jam setelah selesai makan, pati
nonkarbohidrat atau serat makanan ini seperti selulosa, galaktan dan pentosan dan
sebagian pati yang tidak dicerna masuk ke usus besar. Di usus besar jenis
karbohidrat ini dipecah sebagian oleh mikroba yang terdapat di usus, melalui
proses fermentasi dan menghasilkan energi untuk keperluan mikroba tersebut dan
bahan sisa seperti air dan karbondioksida. Fermentasi yang meningkat di usus besar
menghasilkan banyak gas karbondioksida yang kemudian dikeluarkan sebagai
flatus (kentut). Sisa karbohidrat yang masih ada, dibuang menjadi tinja.

40
Nurhamida Sari Siregar: Karbohidrat

2.2. Penyimpanan Glukosa


Peranan utama karbohidrat di dalam tubuh adalah untuk menyediakan
glukosa bagi sel-sel tubuh, yang kemudian akan diubah menjadi energi. Kelebihan
glukosa akan disimpan di hati dalam bentuk glikogen. Salah satu fungsi hati adalah
menyimpan dan mengeluarkan glukosa sesuai kebutuhan tubuh. Bila persediaan
glukosa darah menurun, hati akan mengubah sebagian dari glikogen menjadi
glukosa dan mengeluarkannya ke aliran darah. Glukosa ini akan di bawa oleh darah
ke seluruh bagian tubuh yang memerlukan seperti otak, sistem saraf, jantung, dan
organ tubuh lain. Sel-sel otot dan sel-sel lain di samping menggunakan glukosa
juga menggunakan lemak sebagai sumber energi. Sel-sel otot juga menyimpan
glukosa dalam bentuk glikogen. Glikogen ini hanya digunakan sebagai energi
untuk keperluan otot saja dan tidak dapat dikembalikan sebagai glukosa ke dalam
aliran darah.
Kelebihan karbohidrat di dalam tubuh juga dapat diubah menjadi lemak.
Perubahan ini terjadi di dalam hati. Lemak ini kemudian dibawa ke sel-seln lemak
yang dapat menyimpan lemak dalam jumlah tidak terbatas.

2.3. Penggunaan glukosa untuk energi


Bila glukosa memasuki sel, enzim-enzim akan memecahnya menjadi
bagian-bagian kecil yang pada akhirnya akan menghasilkan energi, karbon
dioksida dan air. Bagian-bagian kecil ini dapat pula disusun kembali menjadi
lemak. Tubuh manusia selalu membutuhkan glukosa untuk keperluan energi,
sehingga kita harus mengkonsumsi makanan sumber karbohidrat setiap harinya,
karena persediaan glikogen hanya bertahan untuk keperluan beberapa jam.

3. Fungsi Karbohidrat
Fungsi karbohidrat di dalam tubuh adalah
a. Sumber energi. Satu gram karbohidrat menghasilkan 4 kkalori. Karbohidrat di
dalam tubuh sebagian berada dalam sirkulasi darah sebagai glukosa untuk
keperluan energi segera, dan sebagian lagi disimpan sebagai glikogen dalam
hati dan otot, dan sebagian diubah menjadi lemak untuk kemudian disimpan
sebagai cadangan energi dalam jaringan lemak. Sistem saraf sentral dan otak
sama sekali tergantung pada glukosa untuk keperluan energinya.
b. Pemberi rasa manis pada makanan. Karbohidrat memberi rasa manis pada
makanan, khususnya monosakarida dan disakarida. Gula tidak mempunyai rasa
manis yang sama. Fruktosa adalah gula paling manis.
c. Penghemat protein. Protein akan digunakan sebagai sumber energi, jika
kebutuhan karbohidrat tidak terpenuhi, dan akhirnya fungsi protein sebagai zat
pembangun akan terkalahkan.
d. Pengatur metabolisme lemak. Karbohidrat mencegah terjadinya oksidasi lemak
yang tidak sempurna.
e. Membantu pengeluaran feses. Karbohidrat membantu pengeluaran feses
dengan cara mengatur peristaltik usus dan memberi bentuk pada feses. Selulosa
dan serat makanan mengatur peristaltik usus, sedangkan hemiselulosa dan
pektin mampu menyerap banyak air dalam usus besar sehingga memberi
bentuk pada sisa makanan yang akan dikeluarkan. Serat makanan mencegah

41
Perbedaan Tingkat Kecukupan Karbohidrat dan Status Gizi (BB/TB) dengan
Kejadian Bronkopneumonia Pada Balita Usia 1-5 Tahun di Puskesmas
Purwoyoso Semarang

Marim Hartati Ginting1, Ali Rosidi2, Yuliana Noor S.U3


1, 2, 3
Program Studi S1 Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Semarang

ABSTRAK
Zat gizi makro, yaitu karbohidrat, protein dan lemak dibutuhkan manusia dalam jumlah
yang besar. Karbohidrat merupakan salah satu zat gizi makanan yang paling banyak dibutuhkan
balita, sebagai sumber energi utama bagi tubuh untuk melakukan berbagai aktivitas. Hasil
observasi mengungkapkan bahwa jumlah anak balita di Puskesmas Purwoyoso adalah 276 orang.
Ditemukan 5 anak balita menderita Bronkopnemonia pada tahun 2011, 12 anak pada tahun 2012
dan 15 anak pada tahun 2013. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbedaan tingkat
kecukupan karbohidrat dan status gizi antara kelompok anak balita penderita dengan kelompok
anak balita bukan penderita Bronkopneumonia di Puskesmas Purwoyoso Semarang.
Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan metode survey dan pendekatan cross
sectional. Populasi penelitian adalah semua balita usia 1-5 tahun di Puskesmas Purwoyoso
Semarang, yang jumlahnya 276 orang. Jumlah sampel penelitian adalah 74 orang. Perbedaan
tingkat kecukupan energy dan status gizi anak penderita bronkopnemonia dengan bukan penderita
bronkopnemonia diuji dengan menggunakan t-test.
Rata-rata tingkat kecukupan karbohidrat anak balita di Puskesmas Purwoyoso Semarang
yang menderita bronkopnemonia adalah 58,60% AKG dengan SD 9,131 %. Sedang yang bukan
penderita bronkopnemonia adalah 65,33% AKG dengan SD 7,205 %. Rata-rata Z-score status gizi
(indicator BB/TB) anak balita penderita bronkopnemonia adalah – 1,079 dengan SE 0,24224,
sedang pada anak balita bukan penderita bronkopnemonia adalah – 0,8956 dengan SE 0,11048.
Hasil t-test menunjukkan ada perbedaan tingkat kecukupan karbohidrat antara kelompok anak balita
penderita Bronkopneumonia dengan kelompok anak balitayang tidak menderita bronkopnemonia di
Puskesmas Purwoyoso Semarang (p= 0,010). Hasil t-test tidak membuktikan adanya perbedaan
status gizi antara kelompok anak balita penderita Bronkopneumonia dengan kelompok anak balita
bukan penderita bronkopnemonia di Puskesmas Purwoyoso Semarang (p = 0,537).
Ada perbedaan tingkat kecukupan karbohidrat antara kelompok anakbalita penderita dengan
kelompok bukan penderita Bronkopneumonia di Puskesmas Purwoyoso Semarang. Tidak ada
perbedaan status gizi antara kelompok anak balita penderita dengan kelompok bukan penderita
Bronkopneumonia di Pukesmas Purwoyoso Semarang.
Perlu peningkatan pelayanan kesehatan terhadap anak balita. terutama yang menderita
bronkopnemonia. Perlu upaya menambah pengetahuan ibu tentang makanan terutama manfaat
karbohidrat yang merupakan sumber energi utama bagi tubuh.

Kata Kunci : Tingkat Kecukupan Karbohidrat, Status Gizi, Bronkopneumonia


PENDAHULUAN lama. Status gizi adalah hasil akhir dari
Tingkat konsumsi makanan balita dapat keseimbangan antara makanan yang masuk ke
mermpengaruhi status gizi balita yang dalam tubuh (nutrition intake) dengan
selanjutnya dapat mempengaruhi kejadian kebutuhan tubuh (nutrition output) akan zat gizi
penyakit infeksi pada balita. Salah satu penyakit tersebut. Balita yang makanannya tidak cukup
infeksi yang cukup sering diderita oleh anak baik maka daya tahan tubuhnya akan melemah
balita adalah penyakit infeksi akut pada bronkus dan akan lebih mudah terserang penyakit
atau Bronkopneumonia (Depkes, 2004). (Hasna, 2000).
Konsumsi gizi dapat dinilai secara kuantitatif Data di Puskesmas Purwoyoso
yaitu dari kandungan zat-zat gizi dalam mengungkapkan bahwa jumlah anak balita pada
makanan yang dikonsumsi, seperti energi, bulan Juli – September 2013 di wilayah kerja
protein, vitamin A, besi dan iodium (Hasna, Puskesmas tersebut adalah 276 orang. Jumlah
2000). Karbohidrat, protein dan lemak termasuk anak balita yang menderita Bronkopneumonia
dalam kelompok zat gizi makro, yang pada tahun 2011 adalah 5 orang, tahun 2012
dibutuhkan tubuh manusia dalam jumlah adalah 12 orang dan tahun 2013 meningkat
banyak.. Sedangkan berbagai jenis mineral dan menjadi 15 orang. Hasil observasi
vitamin termasuk dalam kelompok zat gizi mengungkapkan bahwa lingkungan di sekitar
mikro, yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah pemukiman para penderita bronkopnemonia
kecil. atau sedikit (Depkes, 2004). merupakan kawasan pabrik, yang diduga dapat
Karbohidrat merupakan salah satu jenis menurunkan kualitas kesehatan lingkungan. Di
zat gizi yang paling banyak dibutuhkan balita duga pula, pengetahuan gizi ibu yang masih
yang berfungsi sebagai sumber energi utama kurang mengakibatkan asupan gizi balita
bagi tubuh untuk melakukan berbagai aktivitas. menjadi kurang. Hal ini akan mengakibatkan
Setiap 1 gram karbohidrat menghasilkan energi status gizi balita yang kurang baik,sehingga
sebesar 4 kilo kalori. Manusia membutuhan menghambat pertumbuhan dan perkembangan
energi, rata-rata 1200-2000 kilo kalori perhari, anak balita. Tujuan penelitian adalah untuk
dimana 45 - 60% dari seluruh kebutuhan kalori mengetahui perbedaan tingkat kecukupan
tersebut disarankan diperoleh dari Karbohidrat karbohidrat dan status gizi antara kelompok
(Irawan, 2009). anak balita penderita dengan kelompok anak
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai balita bukan penderita Bronkopneumonia di
akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat- Puskesmas Purwoyoso Semarang.
zat gizi pada anak dalam jangka waktu yang
64 Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 10, No. 2, 2016, hal. 64-69

JURNAL REKAYASA PROSES


Volume 10 No.2, 2016, hal. 64-69

Journal homepage: http://journal.ugm.ac.id/jrekpros

Pengaruh Suhu pada Esterifikasi Amil Alkohol dengan Asam


Asetat Menggunakan Asam Sulfat sebagai Katalisator
Muhammad Naufal Fakhry* dan Suprihastuti Sri Rahayu
Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada
Jl. Grafika No. 2 Kampus UGM, Yogyakarta, 55281
*Alamat korespondensi: naufalfakhry@gmail.com

A B S T R A CT
Ester compounds are widely used as solvents, artificial aroma materials, and precursors of
pharmaceutical ingredients. One of the ester compounds widely used in the chemical industry is amyl
acetate. Amyl acetate can be synthesized by esterification of amyl alcohol and acetic acid, which is a
liquid-liquid heterogeneous reaction. This study aims to study the kinetics of this particular reaction
focusing on the effect of temperature. The catalyst used in this study was sulfuric acid. The mole ratio
of acetic acid to amyl alcohol used was 2: 5. Reaction was run at constant temperature in a three-
neck flask as a batch reactor. The acetic acid and sulfuric acid were first put into the reactor and
heated while stirring. After reaching a certain temperature, the preheated amyl alcohol was added
into the reactor. During reaction, the temperature was maintained at the desired temperature. The
reactants and products involved in this reaction were immiscible. The product phases were separated
and then the remaining acetic acid content in the water-soluble phase was analyzed by volumetric
method. The study was carried out in 4 variations of temperature i.e. 70, 80, 90, and 100oC. The
results of experimental data analysis showed that the reaction will be faster when the temperature is
higher. The mass transfer from the acetic acid phase to the amyl alcohol phase increased with the
increase of temperature. The value of the reaction rate constant, the overall mass transfer coefficient,

program. Based on the evaluation at the highest reaction temperature 100oC, the rate constant was
0,0134 mL.mole-2s-1, the mass transfer coefficient was 0,3180 L s-1
0,0174 (mole/L)A in phase II/(mole/L)A in phase I.
Keywords: esterification, immiscible, amyl acetate, mass transfer

ABSTRAK
Senyawa ester banyak dipakai sebagai solven, bahan aroma buatan, dan prekursor bahan-bahan
farmasi. Salah satu senyawa ester yang banyak digunakan dalam industri kimia dalah amil asetat. Ester
amil asetat dapat disintesis melalui reaksi esterifikasi dengan bahan baku amil alkohol dan asam
asetat. Reaksi ini merupakan reaksi heterogen cair-cair. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari
kinetika reaksi tersebut, terutama pengaruh variabel suhu. Untuk mempercepat laju reaksi
ditambahkan asam sulfat. Perbandingan mol pereaksi asam asetat:amil alkohol yang digunakan
sebesar 2:5. Reaksi dijalankan dalam reaktor batch dan suhu dijaga konstan. Reaktan dan katalisator
dicampur dalam labu leher tiga. Asam asetat dan asam sulfat dituangkan ke dalam reaktor, dipanaskan
dan diaduk sampai suhu tertentu. Selanjutnya amil alkohol yang telah dipanaskan sebelumnya hingga
suhu tertentu dituangkan. Selama reaksi suhu dipertahankan konstan. Reaktan dan produk yang terlibat

e-ISSN 2549-1490 p-ISSN 1978-287X


Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 10, No. 2, 2016, hal. 64-69 65

dalam reaksi ini berupa campuran immiscible. Produk yang terdiri dari dua fase dipisahkan antar
fasenya kemudian fase yang larut dalam air dianalisis kadar asam asetat sisanya dengan metode
volumetri. Reaksi dilakukan masing-masing pada suhu 70, 80, 90, dan 100oC. Hasil analisis
menunjukkan bahwa reaksi akan semakin cepat apabila suhu semakin tinggi. Transfer massa dari fase
asam asetat ke fase amil alkohol semakin besar pula dengan adanya kenaikan suhu. Nilai konstanta
kecepatan reaksi, koefisien transfer massa overall, dan konstanta Henry dievaluasi dengan metode
fitting parameter menggunakan program MATLAB. Berdasarkan evaluasi pada suhu reaksi tertinggi
yaitu 100oC diperoleh nilai konstanta kecepatan reaksi sebesar 0,0134 mL.mol-2s-1, koefisien transfer
massa overall sebesar 0,318 mL s-1, dan konstanta Henry sebesar 0,0174 (mol/L)A di fase II/(mol/L)A di fase I.

Kata kunci: esterifikasi, immiscible, amil asetat, transfer massa

1. Pendahuluan menghilangkan air dari campuran dengan


menambahkan benzene sebagai cosolvent dan
Esterifikasi merupakan reaksi untuk
mendistilasi campuran azeotrop air dan benzene
membentuk senyawa ester. Ester-ester organik
(Carey, 2000), serta mengatur suhu reaksi
banyak digunakan di industri, yaitu sebagai
esterifikasi hingga kesetimbangan bergeser ke
solven, bahan parfum, bahan aroma buatan, dan
arah produk.
prekursor bahan-bahan farmasi. Salah satu
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
senyawa ester yang banyak dipakai dalam
Swandana (2004) mengenai esterifikasi amil
industri adalah amil asetat. Amil asetat
alkohol dengan asam asetat menggunakan asam
merupakan salah satu ester yang memiliki rumus
sulfat sebagai katalisator, diperoleh hasil yang
kimia CH3COOC5H11. Ester ini banyak digunakan
menunjukkan bahwa pada rentang suhu 69-
sebagai solven dalam industri pembuatan selulosa
112oC, konversi yang dihasilkan mencapai 40-
nitrat. Amil asetat dapat diproduksi dengan reaksi
67% dalam rentang waktu 1-6 jam. Pada
esterifikasi asam asetat dengan amil alkohol.
penelitian tersebut digunakan perbandingan mol
Reaksi esterifikasi merupakan reaksi yang
reaktan amil alkohol dengan asam asetat 1:1
berjalan lambat sehingga membutuhkan katalis
untuk volume total reaktan sebesar 420 mL dan
untuk menunjang kecepatan reaksi. Maka dari itu
kecepatan pengaduk sebesar 240 rpm.
banyak penelitian dilakukan untuk mempelajari
Untuk mempelajari kinetika reaksi esterifikasi
kinetika reaksi, baik dengan katalis homogen
pembuatan amil asetat ini digunakan katalis asam
maupun heterogen. Katalis homogen yang biasa
sulfat, sedangkan di antara variabel yang
digunakan dalam industri adalah asam sulfat. Ion
berpengaruh, penelitian ini mempelajari pengaruh
H+ dari asam sulfat sebagai asam kuat
suhu. Reaksi esterfikasi amil alkohol dengan
mendorong asam karboksilat untuk terprotonasi
asam asetat ini merupakan reaksi immiscible di
sehingga reaksi dapat terjadi. Oleh karena itu
mana reaktan tidak saling larut sehingga produk
asam sulfat memiliki aktivitas yang lebih tinggi
juga tidak saling larut. Oleh karena itu, pada
dibandingkan dengan katalis heterogen seperti
penelitian ini juga akan dipelajari pengaruh suhu
resin atau zeolit.
terhadap transfer massa antar reaktan.
Reaksi esterifikasi adalah reaksi bolak-balik
Pada sistem heterogen cair-cair untuk amil
sehingga konversi dibatasi oleh konversi
alkohol dan asam asetat, dianggap hanya asam
kesetimbangan. Peneliti-peneliti sebelumnya
asetat yang berpindah ke fase amil alkohol,
seperti Leyes dan Othmer (1945) umumnya
sedangkan transfer massa amil alkohol ke fase
mengambil perbandingan komposisi pereaksi
asam asetat diabaikan. Dengan asumsi tersebut,
dengan jumlah alkohol berlebihan dengan
reaksi hanya terjadi di fase alkohol. Dan
maksud memperbesar konversi kesetimbangan.
mekanisme reaksi dapat digambarkan dengan
Untuk menggeser kesetimbangan ke arah produk,
teori 2 lapisan yang digabung, sehingga diperoleh
dilakukan berbagai cara, yaitu dengan
menggunakan reaktan yang berlebih (excess),

e-ISSN 2549-1490 p-ISSN 1978-287X


66 Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 10, No. 2, 2016, hal. 64-69

persamaan-persamaan sebagai berikut (Sediawan 0,817 gram/ cm3, dan asam sulfat 98% (H2SO4)
dan Prasetya, 1997): dengan rapat massa 1,840 gram/cm3.
Perubahan konsentrasi asam asetat (xA, mol/L)
di fase asam asetat (fase I) terhadap waktu 2.2 Alat penelitian
dinyatakan dalam Persamaan (1) dengan t= Esterifikasi dijalankan dalam labu leher tiga
waktu (s), VI = volume cairan fase I, VII = volume sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 1.
cairan fase II, xA* = konsentrasi jenuh asam
asetat pada kesetimbangan (mol/L), dan KXA.a= Keterangan :
koefisien transfer massa overall (mL/s-1) 1. Labu leher tiga 500 mL
2. Pemanas mantel
3. Pendingin balik
(1a)
4. Motor pengaduk
5. Pengatur kecepatan putar
Nilai xA* dikorelasikan dengan nilai pengaduk
konsentrasi asam asetat di fase amil alkohol (yA, 6. Pengaduk merkuri
7. Termometer
mol/L) sebagai Persamaan (1b), dengan 8. Pengambil sampel
HA=konstanta Henry (mol/L)A di fase II/(mol/L)A di fase I. 9. Pengatur skala pemanas mantel

(1b) Gambar 1. Rangkaian alat percobaan


Perubahan konsentrasi asam asetat (yA, mol/L)
di fase amil alkohol (fase II) terhadap waktu 2.3 Cara penelitian
dinyatakan dalam Persamaan (2) dengan t = Sebanyak 72 mL asam asetat dan sebanyak
waktu (s), VI = volume cairan fase I, VII = volume 2%vol asam sulfat dimasukkan ke dalam labu
cairan fase II, yB = konsentrasi amil alkohol leher tiga kemudian pengaduk dan pemanas
(mol/L), dan kII = konstanta kecepatan reaksi mantel dinyalakan. Amil alkohol sebanyak 378
(mLmol-2s-1). mL (sehingga rasio mol asam asetat:alkohol =
2:5) dipanaskan terpisah, menggunakan kompor
(2) listrik. Ketika amil alkohol mencapai suhu 90oC,
dimasukkan ke dalam campuran asam asetat dan
Perubahan konsentrasi amil alkohol (yB, asam sulfat di labu leher tiga yang suhunya sudah
mol/L) di fase amil alkohol (fase II) terhadap mencapai 90oC. Selanjutnya sampel diambil.
waktu dinyatakan dalam Persamaan (3). Pengambilan sampel dilakukan setiap rentang
(3) waktu tertentu. Sampel kemudian dianalisis
dengan titrasi menggunakan NaOH 0,1 N dan
Persamaan (1), (2), dan (3) diselesaikan secara indikator pp. Percobaan dilakukan juga pada suhu
simultan menggunakan program MATLAB 70, 80, dan 100 oC.
dengan kondisi batas pada saat t = 0; xA = xA0 ; yA
= 0 ; yB = yB0. Dari penyelesaian persamaan yang 2.4 Analisis Data
memberikan kesesuaian terbaik dengan data 2.4.1 Perhitungan Konversi
eksperimen, diperoleh nilai konstanta-konstanta Konversi asam asetat dihitung dengan
pada kecepatan transfer massa dan kecepatan Persamaan (4).
reaksi.
(4)
2. Metode Penelitian dengan XA= Konversi asam asetat (%), NA,t=0=
2.1 Bahan penelitian Normalitas asam pada saat t= 0 (mg ek/mL), dan
Asam asetat (CH3COOH) glasial yang rapat NA,t=t= Normalitas asam pada saat t = t (mg
massanya = 1,049 gram/cm3. Amil Alkohol ek/mL). Normalitas asam dihitung dengan
(C5H11OH) dengan kadar 99% dan rapat massa mengukur volume larutan NaOH standar yang

e-ISSN 2549-1490 p-ISSN 1978-287X


Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 10, No. 2, 2016, hal. 64-69 67

dibutuhkan untuk titrasi asam dalam larutan


T=70 T=80
0,3
sampel. T=90 T=100
0,25
2.4.2 Penentuan Konstanta Laju Reaksi (k),
0,2
Konstanta Henry (HA) dan Koefisien
Transfer Massa Overall (KxA) 0,15
Dengan program MATLAB menggunakan
0,1
fitting parameter methods, koefisien-koefien
pada Persamaan (1a), (1b), (2) dan (3), yaitu 0,05
konstanta laju reaksi, konstanta Henry dan 0
koefisien transfer massa overall dapat dihitung. 0 20 40 60 80 100 120 140
Waktu, menit

3. Hasil dan Pembahasan Gambar 2. Hubungan antara konversi asam asetat


terhadap waktu
Salah satu faktor yang mempengaruhi laju
reaksi adalah suhu.. Suhu yang lebih tinggi Berdasarkan Tabel 1 maupun Gambar 2 dapat
meningkatkan konstanta laju reaksi. Pada sistem dilihat bahwa konversi asam asetat meningkat
reaksi heterogen cair cair,
cair-cair, suhu juga seiring dengan berjalannya waktu. Selain itu,
mempengaruhi koefisien transfer massa dan dapat dilihat bahwa perubahan kenaikan konversi
konstanta Henry. Oleh karena itu, untuk asam asetat juga mengalami penurunan seiring
mengetahui hubungan suhu dengan masing- berjalannya waktu. Hal ini disebabkan karena
masing konstanta dilakukan analisis terhadap jumlah asam asetat yang ada pada reaktan
data perubahan konsentrasi (normalitas) asam semakin sedikit jumlahnya sehingga kenaikan
asetat terhadap waktu yang diperoleh dari reaksi konversi menjadi relatif tidak signifikan
esterifikasi amil alkohol dengan asam asetat dibandingkan dengan sebelumnya.
menggunakan asam sulfat sebagai katalisator. Pengaruh suhu terhadap konversi asam asetat
Pada Tabel 1 ditunjukkan bahwa banyaknya dapat dilihat juga pada Gambar 2. Konversi
asam asetat yang terkonversi semakin meningkat semakin meningkat seiring dengan kenaikan
seiring dengan kenaikan suhu reaksi. Konversi suhu. Hal ini disebabkan oleh pengaruh suhu
tertinggi dicapai pada suhu reaksi 100oC. Hal ini pada energi internal molekul, sehingga pada suhu
mengindikasikan bahwa kecepatan reaksi akan yang semakin tinggi molekul-molekul dalam
semakin bertambah seiring dengan kenaikan suhu reaktor akan bergerak semakin cepat dan
reaksi. intensitas tumbukan semakin tinggi. Akibatnya,
reaksi dapat berjalan dengan lebih cepat. Namun,
Tabel 1. Konversi asam asetat dengan rasio mol asam
kenaikan suhu ini tidak selamanya akan
asetat:amil alkohol=2:5, N=530 rpm, dan Ck
2%vol meningkatkan konversi asam asetat dikarenakan
Waktu, Konversi pada suhu, oC reaksi esterifikasi ini merupakan reaksi
menit 70 80 90 100 eksotermis. Terdapat titik optimum dimana
0 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 kenaikan suhu justru menurunkan
5 0,0066 0,0490 0,0319 0,0360
kesetimbangan, sehingga tidak meningkatkan
10 0,0182 0,0695 0,0574 0,0854
15 0,0430 0,0742 0,0897 0,1375 konversi asam asetat.
30 0,0496 0,0758 0,1440 0,1977 Terjadinya kenaikan kecepatan reaksi juga
60 0,0545 0,0869 0,1780 0,2223 mengindikasi bahwa nilai konstanta-kontanta
90 0,0612 0,0900 0,1797 0,2485 yang terlibat dalam proses juga mengalami
120 0,0711 0,1027 0,1950 0,2539
kenaikan. Konstanta-konstanta itu adalah
konstanta kecepatan reaksi, koefisien transfer
Hasil perhitungan pada Tabel 1 dalam bentuk
massa, dan konstanta Henry. Untuk memperoleh
grafik disajikan pada Gambar 2.
nilai ketiga konstanta tersebut dilakukan

e-ISSN 2549-1490 p-ISSN 1978-287X


Ind. J. Chem. Res, 2013, 1, 6 - 14

ANALYZED THE RESISTANT STARCH CONTENT OF SOME TYPES OF SAGO


STARCH IN EMBARRASSMENT WITH HEATING TEMPERATURE VARIATIONS

Analisis Kandungan Pati Resisten Dari Beberapa Jenis Pati Sagu Di Maluku Dengan
Variasi Suhu Pemanansan

Petrus Lapu 1, I. Telussa 2


1
Biology Department, 2Chemistry Department, Faculty of Mathematics and Natural Sciences
Pattimura University, Kampus Poka, Jl. Ir. M. Putuhena, Ambon 97134

Received: Juni 2013 Published: July 2013

ABSTRACT

Analyzed the resistant starch content of some types of sago starch in embarrassment with heating temperature
variations have been conducted. In this analysis was done processing sago starch suspension, determination of
the fat content of flour, qualitative test and analysis of starch digestibility and resistant starch manufacture of
some types of sago starch in Maluku (sago ihur, sashes, molat) by varying the temperature of the heating
method. The results were obtained moisture content of the sample base for this type of sago ihur 49.61%,
45.85% and sashes molat 47.77% while for the corn starch to the type ihur 9.329%, 6,245% and Molat sashes
5,793% while the tannin-free corn starch to type ihur 5.362%, 5,407% and molat sashes 4,719% and ash content
of corn starch to the type ihur 0.09656%, 0.0761% and molat sashes 0.07146%. Fat content of corn starch of
type ihur 0.222%, 0.225% and molat sashes 0.218%, while the tannin-free starch of the ihur 0206%, 0182% and
molat sashes 0.209%. Glucose levels in samples of corn starch (type ihur, sashes and Molat) is hydrolyzed by the
enzyme pancreatin is greater than the resistant starch glucose levels ranged from 1-1.4 mg / mL whereas for
resistant starch samples with smaller temperature variation which is equal to 0.6-1.0 mg / mL. The difference is
due to the significant levels of starch which are being subjected to the temperature structure of the starch has
been changed because it has undergone a process gelatinasi.

Keywords : Analyzed, resistant starch, qualitatif, digestibility, enzyme.

PENDAHULUAN karakteristik pemasakan, meningkatkan stabilitas


selama proses dan pembekuan, menurunkan
Saat ini, pati dan turunannya digunakan retrogradasi, dan mengembangkan sifat
secara luas dalam berbagai industri, baik industri pembentukan film (Richardson, Gorton, 2003).
pangan seperti pada makanan beku, sereal dan Salah satu bahan baku pembuatan pati adalah
kue, minuman dingin dan flavor, roti, produk sagu.
susu, pengalengan, maupun industri non-pangan Daerah Maluku dikenal sebagai daerah asal
seperti industri tekstil, kertas, kosmetik dan agihan sagu (Lubis, 1953 dalam Louhenapessy,
farmasi, pertambangan, perekat (Morton, 2012). J. L., 1997), dimana hampir di seluruh daerahnya
Berbagai macam nilai tambah aplikasi pati ini ditemukan sagu. Beberapa jenis sagu di Maluku
membutuhkan karakteristik fungsional khusus. antara lain : Sagu Tuni (M. Rumphii Mart), Sagu
Persoalannya, penggunaan pati alami (native) Ihur (M. Sylvester Mart), Sagu Molat (M. Sagu
menyebabkan beberapa permasalahan yang Root), Sagu Makanaru (M. Microcanthum Mart),
berhubungan dengan retrogradasi, kestabilan Sagu Duri Rotan (M. Microcanthum Mart)
rendah, dan ketahanan pasta yang rendah (Louhenapessy, J. L., 1997). Terdapat 51.146 ha
terhadap pH dan perubahan suhu. Hal tersebut tanaman sagu di Maluku dengan jumlah 100
menjadi alasan dilakukan modifikasi pati secara pohon/ha dengan persentase panen sebesar 40 %
fisik, kimia, dan enzimatik atau kombinasi dari pohon/ha. Tiap pohon yang dipanen dapat
cara-cara tersebut (Fortuna, Juszczak, menghasilkan 400 kg tepung pati basah (sagu
Palansinski, 2001). Alasan utama pati tomang) atau setara dengan 250 kg tepung sagu
dimodifikasi adalah untuk memodifikasi kering. Sehingga potensi produksi tepung sagu

6
P. Lapu, dkk / Ind. J. Chem. Res, 2013, 1, 6 - 14

kering di Maluku diperkirakan sebesar 818.000 pertumbuhan lainnya. Pati resisten meningkatkan
ton tepung sagu basah setara dengan 511.250 ton kesehatan usus dengan efek laksatif (pencahar)
tepung sagu kering (Bank Indonesia-Ambon, yang lebih rendah daripada serat pangan. Di
2011). Permasalahan yang dihadapi oleh petani dalam kolon, fermentasi pati resisten
dan pengolah industri rumah tangga sagu di meningkatkan kekambaan fekal (fecal bulk) dan
Maluku adalah minimnya penguasaan teknologi menurunkan pH kolon. Pati resisten juga
pengolahan berbahan dasar tepung sagu dalam meningkatkan kesehatan kolon dengan
rangka diversifikasi produk olahan (BPTP meningkatkan kecepatan produksi sel crypt, atau
Maluku, 2011). Pati sagu digunakan sebatas juga menurunkan atropi epitelial kolon
sebagai makanan pokok (papeda, sagu lempeng) dibandingkan makanan yang tidak berserat. Juga
dan makanan jajanan (sagu gula, sagu tumbuk, ditemukan indikasi bahwa pati resisten dapat
kue sarut, sagu mutiara, bagea). Selain itu, harga mempengaruhi tumorigenesis.
pati sagu sangat rendah. Dengan kemajuan Aplikasi pati resisten di dalam suatu produk
teknologi pangan, tepung sagu dapat pangan secara teknis jauh lebih menguntungkan
dimodifikasi menjadi tepung pati resisten dibandingkan jika menggunakan serat pangan
sehingga memberikan lebih banyak manfaat, konvensional seperti biji-bijian, buah atau
diantaranya pada produksi makanan khusus buta dedak. Tidak seperti serat makanan
penderita Dibetes Melitus. Hingga saat ini, konvensional, pati resisten dapat meningkatkan
belum dilakukan penelitian tentang pembuatan kandungan serat produk dengan hanya sedikit
pati resisten dari pati sagu Maluku. mempengaruhi karakteristik sensori produk, dan
Pati resisten merupakan fraksi pati yang memiliki sifat fungsional seperti kapasitas
tahan terhadap hidrolisis enzim pencernaan pembengkakan, viskositas, pembentukan gel dan
amylase dan perlakukan pullulanase secara in kapasitas mengikat air, yang cocok untuk
vitro. Seperti halnya pangan, pati resisten juga diaplikasikan pada beberapa produk
mengalami fermentasi oleh mikroflora pada tertentu. Selain itu, Pemanfaatan pati resisten
dinding kolon menghasilkan asam lemak rantai sebagai serat pangan sangat diperlukan bagi
pendek (short chain fatty acid atau SCFA) penderita diabetes melitus, Oleh karena itu, perlu
(Prangdimurti,2007). Secara analitik, pati dikembangkan pengolahan pati sagu yang
resisten bersifat sebagai serat tak larut. Tetapi, merupakan salah satu potensi sumber daya alam
secara fisiologis pati resisten memiliki sifat-sifat yang melimpah di Maluku menjadi pati resisten
fisiologis serat larut. Beberapa efek fisiologis yang dapat aplikasikan untuk pembuatan bahan
potensial dari pati resisten adalah menjaga makanan salah satunya yaitu biskuit untuk
kesehatan usus besar, sebagai prebiotik yang penderita diabetes melitus.
membantu menjaga kesehatan kolon, mengontrol
gilkemik dan respon insulin, memberi rasa METODOLOGI
kenyang dan menurunkan intake energy, serta
memperbaiki profil lipid darah. Seperti serat Bahan
Bahan-bahan yang akan digunakan dalam
larut, pati resisten merupakan substrat untuk
penelitian ini adalah tiga jenis pati sagu (sagu
mikroflora kolon. Pati resisten bersifat prebiotik
Ihur, Tuni dan Molat), aquades, enzim
yang secara selektif akan meningkatkan populasi
pancreatic, pereaksi DNS (3,5-asam
bakteri kolonik yang menguntungkan yaitu
dinitrosalisilat, Na-K tartarat, NaOH), glukosa
bifidobacteria dan lactobacilli. Bifidobacteria
anhidrat, larutan standar karbohidrat (glukosa
dan lactobacilli adalah bakteri kolonik yang
dan maltose), larutan eluen (campuran butanol,
paling menguntungkan pada manusia sebagai
etanol, aquades (5:5:3)), iodium, alfa – naftol,
inangnya. Peningkatan jumlah bifidobacteria
NaCl, CaCl2, buffer fosfat pH 7 (K2HPO4 dan
dan lactobacilli di dalam saluran cerna bisa
KH2PO4), dan kertas saring whatman No. 4.
menekan kanker kolorektal dengan cara
meningkatkan kecepatan produksi SCFA Alat
(terutama asetat, propionat dan butirat),
Alat-alat yang akan digunakan adalah :
menurunkan pH lingkungan usus, bersifat
beaker glas, labu takar, gelas ukur,
proapotopsis dan menekan pertumbuhan patogen
pipet,pengaduk, thermometer, pH meter, ayakan,
dengan meningkatkan kemampuan kompetisinya
neraca, pengaduk motor, waterbath, oven,
terhadap ketersediaan nutrisi, reseptor dan faktor
seperangkat alat eksraksi, seperangkat alat

7
P. Lapu, dkk / Ind. J. Chem. Res, 2013, 1, 6 - 14

hidrolisis, spektrofotometer UV/VIS, chamber, µL akuades dan 2 tetes larutan iodium (I2). 1000
Plat KLT, Hot plate, orbital shaker dan aotuklaf. µL akuades yang yang ditambahkan 2 tetes
larutan iodiumbsebagaikontrol.perubahan warna
Prosedur Kerja pada setiap sampel menunjukkan secara
Pengolahan suspensi pati sagu menjadi kualitatif kadar pati yang terkandung dalam tiap
tepung sagu dengan variasi jenis sagu di larutan pati. Uji kualitatif yang kedua yaitu uji
Maluku (Sagu Ihur, Tuni, Molat) bebas molisch yang merupakan uji umum untuk
protein dan lemak. mengidentifikasi adanya karbohidrat secara
kualitatif. Sebanyak 500 µL larutan pati 1% dan
Bubur sagu disaring dengan kain saring
akuades (control) ditambahkan dengan 3 tetes
sehingga pati lolos dari saringan sebagai
larutan alfa-naftol, kemudian dikocok dan
suspensi pati, dan serat tertinggal pada kain
ditambahkan 2 mL asam sulfat pekat. Jika ada
saring. Suspensi pati ini ditampung pada wadah
terbentuk cicin ungu antara lapisan larutan dan
pengendapan. Penyaringan juga dapat dilakukan
asam sulfat pekat menandakan adanya
dengan mesin penyaring mekanis.Pengendapan
karbohidrat.
pati. Suspensi pati dibiarkan mengendap di
dalam wadah pengendapan selama 12 jam. Pati
Analisa daya cerna
akan mengendap sebagai pasta. Cairan diatas
1 gram tepung pati sagu bebas protein dan
endapan dibuang. Pasta pati dijemur diatas
lemak ditambahkan dengan 100 mL buffer fosfat
tampah, atau dikeringkan dengan alat pengering
pH 6 dan 200 µL alfa amylase dalam Erlenmeyer
sampai kadar air dibawah 14%. Hasil
250 mL. proses hidrolisis terjadi di atas hot plate
pengeringan ini disebut dengan tepung kasar.
dengan keadaan stirrer pada suhu ruang selama
Tepung kasar selanjutnya ditumbuk atau digiling
20 jam. Setelah 20 jam, sampel direndam dalam
sampai halus menjadi tepung sagu. Tepung sagu
air panas, didinginkan dan disaring filtratnya.
yang dihasilkan kemudian dianalisis untuk
Filtrate larutan tepung sampel hasil hidrolisis di
mengetahui mutunya. Variabel yang diamati
uji kadar glukosa dengan metode DNS.
adalah kadar air, kadar abu, warna, dan pH.
Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan
Pembuatan pati resisten dari beberapa pati
persyaratan tepung sagu SNI 01-3729-1995.
jenis sagu di Maluku (Sagu Ihur, Tuni, Molat)
dengan metode pemanasan yang
Penentuan kandungan lemak tepung pati memvariasikan suhu
sagu dari beberapa jenis pati sagu di Maluku
20 gram pati sagu ditambahkan dengan 100
Tepung pati sagu dari beberapa dengan
mL buffer fosfat pH 7 dalam Erlenmeyer 250
variasi jenis sagu di Maluku, masing-masing
mL, kemudian dipanaskan dalam autoklaf
ditimbang 30 gram diekstraksi dengan 100 mL
dengan suhu 70oC selama 20 menit, selanjutnya
petroleum benzene selama semalam. Hasil
didinginkan pada suhu ruang. Setelah dingin,
ekstraksi kemudian disaring dan dikeringkan
masukkan dalam freezer bersuhu -17oC selama
dalam oven suhu 70oC kemudian dihitung kadar
semalaman. Dipindahkan sebagian sampel pati
lemaknya.
pada cawan petri, lalu dikeringkan dalam oven
pada suhu 70 oC. Hal yang sama juga dilakukan
Uji kualitatif dan analisa daya cerna tepung
dengan memvariasikan suhu pemanasan autoklaf
pati sagu tepung sagu
dengan suhu 105, 110, 115 dan 120oC.
Uji kualitatif
Sebanyak 0.5 gram tepung pati sagu dari
HASIL DAN PEMBAHASAN
beberapa jenis sagu di maluku ditambahkan 50
mL akuades dipanaskan dan do stirer di atas Tiga jenis sagu di Maluku (sagu Tuni, Ihur
hotplate pada suhu 160oC sampai semua tepung dan Molat) diperoleh dari 3 lokasi yang berbeda
larut. Hasilnya merupakan larutan pati 1%. yaitu Sagu Ihur diperoleh di daerah Leihitu, Sagu
Larutan pati 1% dilakukan uji iodium untuk Tuni diperoleh di daerah Saparua, Sagu Molat
membedakan polisakarida dari disakarida dan diperoleh di daerah Tulehu. Tiga jenis sagu ini
monosakarida. 100 µL larutan pati 1% dari yaitu sagu Tuni, Ihur dan Molat diolah menjadi
beberapa pati jenis sagu di Maluku (Sagu Ihur, tepung sagu dengan hasil yang dapat dilihat pada
Tuni, Molat) masing-masing ditambahkan 900 gambar 5.1.

8
P. Lapu, dkk / Ind. J. Chem. Res, 2013, 1, 6 - 14

Uji Kualitatif Karbohidrat Sampel Tepung


Sagu
Uji Yodium
Uji yodium dilakukan untuk
mengidentifikasi adanya polisakarida (pati)
a b c dalam sampel tepung sagu. Hasilnya dapat
Gambar 5.1 Sampel pati sagu; a. pati sagu dilihat pada Gambar 5.3
basah, b. pati sagu hasil pengeringan,
c. tepung sagu
Tepung sagu umumnya mengandung tannin
yang diduga dapat menghambat hidrolisis enzim,
maka pada pembuatan tepung sagu dibuat juga
tepung sagu bebas tannin dengan cara tepung
pati sagu yang diperoleh dicampur dengan etanol
dan distirer selama 6 jam. Hasilnya dapat dilihat
pada gambar 5.2
Gambar 5.3 Hasil uji yodium

Dari gambar tampak secara kualitatif bahwa


sampel tepung sagu (sgu ihur, tuni, dan molat)
mengandung pati yang cukup banyak. Perubahan
warna larutan terjadi karena dalam larutan pati
Molat bebas tannin Tuni bebas tannin Ihur bebas tanin terdapat unit-unit
unit unit glukosa yang membentuk
rantai heliks karena adanya ikatan dengan
Gambar 5.2 Tepung sagu bebas tannin konfigurasi pada tiap unit glukosanya. Bentuk ini
yang menyebabkan pati dapat membentuk
Analisa Sifat Fisiko-kimia Tepung Sagu kompleks dengan molekul yodium yang dapat
Tiga jenis Pati sagu yang digunakan dalam masuk kedalam spiralnya.
pembuatan tepung sagu ditentukan kadar air dari
masing-masing pati sagu tersebut, yang hasilnya
dapat dilihat pada Tabel 5.1. Uji Molisch
Uji molisch secara kualitatif menentukan
Tabel 5.1 Hasil analisa kadar air dari pati sagu adanya karbohidrat dalam sampel tepung sagu.
basah Hasilnya positif pada sampel tepung sagu dan
Pati Sagu basah
tepung sagu bebas tannin yang ditandai dengan
KOMPONEN terbentuknya cincin ungu antara sampel dan
Ihur Tuni Molat asam sulfat. Hasil diperlihat pada Gambar 5.4
Kadar air (%) 49.61 45.85 47.77
Tepung sagu yang diperoleh dari 3 jenis sagu
ini di analisa sifat fisiko-kimia antara lain kadar
lemak, kadar air, kadar abu, warna, dan pH
dengan hasil dapat dilihat pada Tabel 5.2

Tabel 5.2 Hasil analisa sifat fisikokimia antara


lain kadar lemak, kadar air, kadar abu, kadar Gambar 5.4 Hasil uji molisch; (kiri ke kanan)
Sampel ihur bebas tannin, molat bebas tannin, tuni bebas
glukosa, kadar maltosa, warna, dan pH tannin, kontrol (aguades), sampel tepung tuni, sampel
TEPUNG SAGU molat, dan sampel ihur.
KOMPONEN Ihur Tuni Molat
Ihur Bebas Tuni Bebas Molat Bebas Dari gambar 5.4 terlihat adanya cincin
Tanin Tanin Tanin
Kadar air
9.329 5.362 6.245 5.407 5.793 4.719
furfural diantara kedua larutan (interface) pada
(%)
kadar Lemak
sampel yang merupakan indikator adanya
(%)
0.222 0.206 0.225 0.182 0.218 0.209
kandungan karbohidrat namun tidak terlihat pada
kadar abu 0.076 0.0714
(%)
0.09656 t.a
1
t.a
6
t.a kontrol (k).
Putih Putih
Warna kekuninga kekuninga Putih Putih Putih Putih
n n

Anda mungkin juga menyukai