2040 - Sumber Mata Air Dan Pelestarian Manfaatnya
2040 - Sumber Mata Air Dan Pelestarian Manfaatnya
Air adalah zat atau materi atau unsur yang penting bagi semua bentuk
kehidupan yang diketahui sampai saat ini di bumi. Tubuh manusia terdiri dari 55%
sampai 78% air, tergantung dari ukuran badan. Agar dapat berfungsi dengan baik, tubuh
manusia membutuhkan antara satu sampai tujuh liter air setiap hari untuk menghindari
dehidrasi (jumlah pastinya bergantung pada tingkat aktivitas, suhu, kelembaban, dan
beberapa faktor lainnya).
Sebagian besar orang percaya bahwa manusia membutuhkan 8–10 gelas
(sekitar dua liter) per hari. Namun hasil penelitian yang diterbitkan Universitas
Pennsylvania pada tahun 2008 menunjukkan bahwa konsumsi sejumlah 8 gelas
tersebut tidak terbukti banyak membantu dalam menyehatkan tubuh. Malah kadang-
kadang untuk beberapa orang, jika meminum air lebih banyak atau berlebihan dari yang
dianjurkan dapat menyebabkan ketergantungan. Literatur medis lainnya menyarankan
konsumsi satu liter air per hari, dengan tambahan bila berolahraga atau
pada cuaca yang panas. Manusia diperkirakan hanya bertahan hidup tanpa
mengkonsumsi air atau menahan haus sekitar tiga sampai lima hari. Sementara tanpa
makan, dengan tetap mengkonsumsi air, manusia masih mampu bertahan hidup hingga
delapan minggu. Namun dengan meminum air dari sumber air yang bagus dan kondisi
fisiknya baik, seseorang akan bisa bertahan hidup lebih dari delapan minggu.
Dari volume air tawar yang ada, ternyata tidak semua air tawar baik dikonsumsi
oleh manusia dan makhluk hidup. Hal ini karena terjadinya pencemaran. Dahulu kala,
sebelum terjadinya pencemaran, air permukaan tanah seperti yang ada di sungai,
danau, layak dikonsumsi. Secara alamiah air permukaan tanah masih mampu
menetralisir dari berbagai muatan yang merugikan bila dikonsumsi, seperti racun dan
kotoran, sehingga tetap layak dikonsumsi. Sekarang ini, air yang masih layak untuk
dikonsumsi tinggal air tanah. Itupun tidak semua air tanah, karena sudah terjadi
pencemaran dan mulai terkontaminasinya air tanah dengan air laut yang merembes jauh
ke dalam tanah. Para ahli hidrogeologi berpendapat, sumber mata air yang paling layak
dan paling bagus dikonsumsi adalah sumber air yang berasal dari mata air pegunungan
vulkanik.
Dari hasil penelitian para ahli hidrogeologi menemukan fakta bahwa mata air
pegunungan vulkanik memenuhi ketiga syarat karakteristik sumber air tanah, yaitu
kualitas, kuantitas, dan kontinuitas. Kuantitas dipengaruhi oleh curah hujan, siklus air
dan kondisi hidrogeologis area di sekitar sumber daya air tersebut. Kualitas dipengaruhi
oleh faktor alami (kondisi serta komposisi tanah dan batuan) maupun aktivitas manusia
(pertanian, pencemaran rumah tangga, industri, dan lain sebagainya). Sedangkan
kontinuitas memberi keseimbangan antara pemakaian dan pengisian ulang.
Terbentuknya air tanah bermula dari siklus hidrologi, dimana awan tersusun oleh
jutaan tetes kecil air, yang sangat ringan, sehingga tetesan ini dapat melayang di udara,
kemudian terangkat oleh aliran udara hangat dari darat dan akhirnya dapat berubah
menjadi air hujan yang jatuh ke bumi. Air tersebut meresap dan tersimpan ke bawah
permukaan tanah, yang kemudian karena pengaruh gaya gravitasi bergerak secara
vertikal menembus lapisanlapisan tanah hingga mencapai zona jenuh air dan akhirnya
tersimpan di dalam lapisan batuan pembawa air yang disebut akuifer.
Pengertian air
Secara alamiah air merupakan kekayaan alam yang dapat diperbaharui dan
mempunyai daya regenerasi yaitu selalu mengalami sirkulasi dan mengikuti daur.
Daur hidrologi diberi batasan sebagai tahapan-tahapan yang dilalui air dari
atmosfer, penguapan dari tanah atau laut, kondensasi untuk membentuk awan,
presipitasi akumulasi di dalam tanah maupun tubuh air dan menguap kembali.
Menurut Undang-undang tentang sumber daya air pada pasal 1, yang dimaksud
dengan air adalah semua air yang terdapat pada, diatas, ataupun di bawah permukaan
tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut
yang berada di darat.
Air adalah salah satu di antara pembawa penyakit yang berasal dari tinja untuk
sampai kepada manusia. Supaya air yang masuk ketubuh manusia baik berupa
makanan dan minuman tidak menyebabkan penyakit, maka pengolahan air baik berasal
dari sumber, jaringan transmisi atau distribusi adalah mutlak diperlukan untuk mencegah
terjadinya kontak antara kotoran sebagai sumber penyakit dengan air yang diperlukan.
Air memiliki karakteristik yang tidak dimiliki oleh senyawa kimia lain, karakteristik
tersebut antara lain :
1. Pada kisaran suhu yang sesuai bagi kehidupan, yakni 00 C (320 F) - 1000 C,
air berwujud cair.
2. Perubahan suhu air berlangsung lambat sehingga air memiliki sifat sebagai
penyimpan panas yang sangat baik.
3. Air memerlukan panas yang tinggi pada proses penguapan. Penguapan
adalah proses perubahan air menjadi uap air.
4. Air merupakan pelarut yang baik.
5. Air memiliki tegangan permuakaan yang tinggi.
6. Air merupakan satu-satunya senyawa yang merenggang ketika membeku.
Air kita perlukan untuk proses hidup dalam tubuh kita, tumbuhan dan juga
hewan. Sebagian besar tubuh kita, tumbuhan dan hewan terdiri atas air. Air juga kita
perlukan untuk berbagai keperluan rumah tangga, pengairan pertanian, industri, rekreasi
dan lain-lain.
Dengan tidak tersedianya air dan sanitasi yang baik, biasanya golongan
masyarakat yang berpenghasilan rendah adalah yang paling menderita, karena bukan
saja disebabkan oleh kurang adanya pengertian bagaiamana caranya untuk mengurangi
pengaruh negatif yang disebabkan untuk tempat tinggal yang tidak memenuhi syarat
akibat pengaruh yang melemahkan dari kondisi hidup yang kurang sehat, sehingga
mempengaruhi produktivitas dari mereka yang tidak mampu membiayai penyediaan
sarana air bersih tersebut.
Sumber air bermacam-macam, ada tiga sumber air yang paling banyak
ditemukan, yakni air hujan, air permukaan, dan air tanah.
1. Air Permukaan
Air permukaan adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi. Pada
umumnya air permukaan ini mendapat pengotoran selama pengalirannya, misalnya oleh
lumpur, batang-batang kayu, daun-daun, dan sebagainya. Air permukaan dapat
diklasifikasikan menjadi dua kelompok utama, yaitu : (1). Perairan tergenang, dan (2).
Badan air mengalir.
2. Air Tanah
Air tanah merupakan air yang berada di bawah permukaan air tanah. Air tanah
merupakan sumber utama, tapi bukan satu-satunya sumber air minum. Maka kelayakan
air tanah tersebut menjadi persoalan utama. Air tanah adalah air yang keluar dengan
sendirinya kepermukaan tanah. Mata air yang berasal dari tanah dalam, hampir tidak
terpengaruh oleh musim dan kuantitas/ kualitasnya sama dengan keadaan air dalam
(Totok Sutrisno, 2004).
Menurut direktorat penyehatan air Ditjen PPM dan PLP departemen Kesehatan
Republik Indonesia (1997), mata air/ air tanah adalah air yang berada di dalam tanah
untuk memperolehnya dengan cara menggali/ dibor atau secara alamiah keluar ke
permukaan tanah (mata air).
Pada dasarnya, air tanah dapat berasal dari air hujan, baik melalui proses
infiltrasi secara langsung maupun tidak langsung dari ais sungai, danau rawa, dan
genangan air lainnya. Pada saat infiltrasi kedalam tanah, air permukaan mengalami
kontak dengan mineral-mineral yang terdapat didalam tanah dan melarutkannya,
sehingga kualitas air mengalami perubahan karena terjadi reaksi kimia. Kadar oksigen
yang masuk ke dalam tanah menurun, digantikan oleh karbondioksida yang berasal dari
proses biologis, yaitu dekomposisi bahan organik yang terlarut dalam air tanah.
3. Mata air
Adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya kepermukaan tanah. Mata
air yang berasal dari tanah dalam, hampir tidak terpengaruh oleh musim dan
kuantitas/ kualitasnya sama dengan keadaan air dalam.
Menurut direktorat penyehatan air Ditjen PPM dan PLP departemen
Kesehatan Republik Indonesia (1997:6) mata air/ air tanah adalah air yang
berada di dalam tanah untuk memperolehnya dengan cara menggali/ dibor
atau secara alamiah keluar ke permukaan tanah (mata air).
4. Air Hujan
Hujan terjadi karena penguapan, terutama air pemukaan laut yang naik ke
atmosfer dan mengalami pendinginan kemudian jatuh kepermukaan bumi.
Proses penguapan tersebut terus berlangsung., misalnya pada saat butiran
hujan jatuh ke permukaan bumi, sebagian akan menguap sebelum mencapai
permukaan bumi.
Sebagian akan tertahan tanaman-tanaman dan oleh matahari diuapkan
kembali ke atmosfer. Air hujan yang sampai di permukaan bumi, akan
mengisi cekungan, kubangan dipermukaan bumidan sebagian akan mengalir
pada permukaan bumi (Benyamin, 1997).
Pengelolaan Sumberdaya Air
Kelayakan air
Kelayakan air dapat diukur secara kualitas dan kuantitas. Kualitas air adalah sifat
air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain dalam air.
Kualitas air
1. Persyaratan Fisik
Menurut Kusnaedi (2004), syarat-syarat sumber mata air yang bisa digunakan
sebagai air bersih adalah sebagai berikut :
a. Kekeruhan
Air yang berkualitas harus memenuhi persyaratan fisik seperti berikut jernih
atau tidak keruh. Air yang keruh disebabkan oleh adanya butiran-butiran
koloid dari bahan tanah liat. Semakin banyak kandungan tanah liat maka air
semakin keruh. Derajat kekeruhan dinyatakan dengan satuan unit.
b. Tidak berwarna
Air untuk keperluan rumah tangga harus jernih. Air yang berwarna berarti
mengandung bahan-bahan lain yang berbahaya bagi kesehatan.
c. Rasanya tawar
Secara fisika, air bisa dirasakan oleh lidah. Air yang terasa asam, manis,
pahit, atau asin menunjukan bahwa kualitas air tersebut tidak baik. Rasa asin
disebabkan adanya garam-garam tertentu yang larut dalam air, sedangkan
rasa asam diakibatkan adanya asam organik maupun asam anorganik.
d. Tidak berbau
Air yang baik memiliki ciri tidak berbau bila dicium dari jauh maupun dari
dekat. Air yang berbau busuk mengandung bahan-bahan organik yang
sedang mengalami dekomoposisi (penguraian) oleh mikroorganisme air.
e. Temperaturnya normal
Air yang baik harus memiliki temperatur sama dengan temperatur udara (20-
26 C). Air yang secara mencolok mempunyai temperatur di atas atau di
bawah temperatur udara berarti mengandung zat-zat tertentu yang
mengeluarkan atau menyerap energi dalam air.
f. Tidak mengandung zat padatan
Bahan padat adalah bahan yang tertinggal sebagai residu pada penguapan
dan pengeringan pada suhu 103 -105oC (Totok Sutrisno, 2004).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/
MENKES/ SK/VII/2002, persyaratan fisik air adalah sebagai berikut :
Parameter Satuan
Kadar Maksimum yang Keterangan
diperbolehkan
Paraneter fisik Tidak
Warna TCU 15 berbau dan
Rasa dan bau - - berasa
Temperatur 0C Suhu udara 3oC
Kekeruhan NTU 5
Sumber : Departemen Kesehatan RI ( 2002:14)
2. Persyaratan kimia
Kualiats air tergolong baik bila memenuhi persyaratan kima sebagai berikut :
a. pH netral.
pH adalah merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas
keadaan asam atau basa suatu larutan. Skala pH diukur dengan pH meter
atau lakumus. Air murni mempunyai pH 7. Apabila pH di bawah 7 berarti air
bersifat asam, sedangkan bila di atas 7 bersifat basa (rasanya pahit).
b. Tidak mengandung bahan kimia beracun.
Air yang berkualitas baik tidak mengandung bahan kimia beracun seperti
sianida sulfida, fenolik
c. Tidak mengandung garam-garam atau ion-ion logam.
Air yang berkualitas baik tidak mengandung garam atau ion-ion logam seperti
Fe, Mg, Ca, K, Hg, Zn, Cl, Cr, dan lain-lain.
d. Kesadahan rendah.
Kesadahan adalah merupakan sifat air yang disebabkan oleh adanya ion-ion
(kation) logam valensi dua. Tingginya kesadahan berhubungan dengan
garam-garam yang terlarut di dalam air terutama garam Ca dan Mg.
e. Tidak mengandung bahan organik.
3. Persyaratan Bakteriologis
Air tidak boleh mengandung Coliform. Air yang mengandung golongan Coli
dianggap telah terkontaminasi dengan kotoran manusia (Totok Sutrisno, 2004).
Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 907/ MENKES/ SK/VII/2002, persyaratan Bakteriologis air adalah sebagai berikut
:
Kuantitas Air
Kuantitas adalah jumlah atau banyaknya sesuatu ( EM Zul Fjri, dkk. 2000).
Menurut I Wayan Sudiarsa (2004:27), permasalahan kuantitas air lebih menjurus pada
kemampuan merosotnya daya dukung yang mengecil karena hal-hal berikut :
1. Eksploitasi berlebihan
Eksploitasi air yang berlebihan dapat mengakibatkan imbangan air
melampaui daya dukungnya.
2. Eksploitasi yang tidak tepat sasaran
Eksploitasi penggunaan air yang tidak tepat sasaran dan hanya mengejar
kepentingan jangka pendek, misalnya pengeboran air tanah untuk irigasi.
3. Pengrusakan daerah resapan air
Pengrusakan daerah resapan air, seperti hutan, yang menimbulkan puncak
hidrograf yang tinggi dan berakibat menurunnya infiltrasi air untuk menjadi air
tanah.
4. Belum adanya konsistensi dan komitmen yang tinggi dari usaha-usaha
konservasi air, walaupun dengan cara-cara yang sederhana
Kebutuhan Air
Di Indonesia, penduduk yang masih tergantung pada air alam masih banyak
tersebar diseluruh pelosok. Bahkan ada diantara mereka juga menggunakan air yang
tidak berkualitas. Hal ini terpaksa mereka lakukan karena keterbatasan pengetahuan
dan sarana penunjang penyediaan air bersih (Kusnaedi, 2004).
Semakin maju tingkat hidup seseorang, maka akan semakin tinggi pula tingkat
kebutuhan air dari masyarakat tersebut (Totok Sutrisno, 2004). Menurut Undang-undang
Republik Indonesia nomor 7 tahun 2004 tentang sumber daya air, yang dimaksud
dengan kebutuhan pokok sehari-hari adalah air untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari yang digunakan pada atau diambil dari sumber air untuk keperluan sendiri
guna mencapai kehidupan yang sehat, bersih dan produktif.
Menurut Wisnu Arya Wardhana (2001) keperluan air per orang per hari terdiri
dari keperluan air minum, keperluan air untuk memasak, air untuk Mandi Cuci Kakus
(MCK), air untuk mencuci pakaian, air untuk wudhu, air untuk kebersihan rumah, air
untuk menyiram tanaman, dan air untuk keperluan yang lainnya.
2. Melakukan pengamanan terhadap sumber air baku yang dikelola dari segala
bentuk pencemaran sesuai denga peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Indonesia yang dahulu dikenal sebagai negara yang "gemah ripah loh jinawi, ijo
royo-royo" sebentar lagi akan menjadi wilayah yang gersang, kering kerontang, tandus
dan tidak produktif apabila tidak ada usaha konkrit dalam perbaikan pengelolaan
sumberdaya air menurut ruang (spatial) dan waktu (temporal). Mengapa demikian?
Argumentasinya sangat kuat, karena saat ini pemerintah, apalagi masyarakat terlihat
tidak berdaya, masa bodoh, bahkan tidak merasa berkepentingan untuk mencegah
apalagi memperbaiki pengelolaan sumberdaya air dan sumber mata air yang semakin
memburuk ini. Indikatornya sangat jelas yaitu jumlah sumber mata air dan kemampuan
pasokan airnya terus merosot tajam, sementara kebutuhan air antar sektor terus
meningkat kuantitas, kualitas maupun kontinyuitasnya. Beruntung, di tengah suasana
dan sikap apatis sebagian besar masyarakat dan pemerintah terhadap pengelolaan
sumberdaya air, pemerintah secara khusus memberikan perhatian tentang fenomena
penurunan jumlah sumber mata air dan kondisi lokasinya di daerah aliran sungai utama
nasional. Mengapa penurunan jumlah mata air dan kemampuan pasokan air sampai
mendapatkan perhatian dan penekanan pemerintah. Ancaman terjadinya gurun pasir
(desertification) dan ambruknya perekonomian nasional adalah jawabannya.
Desertification
Meskipun pertanyaan itu membuat kalang kabut banyak pihak, namun harus
jujur diakui bahwa perhatian pemerintah sangat penting untuk ditindaklanjuti (followup)
agar masalah desertification dapat ditekan laju dan dampaknya. Signal klimatologis,
hidrologis dan agronomis yang memicu terjadinya gurun (desert) di beberapa wilayah
Indonesia sudah dapat dilihat langsung dan dirasakan dampaknya. Signal klimatologis
terjadinya gurun pasir dapat dijelaskan melalui konsep neraca energi (energy balance).
Berdasarkan konsep tersebut terlihat, bahwa energi yang diterima permukaan bumi
pertama kali akan digunakan untuk menguapkan air tanah (soil water) dan lengas tanah
(soil moisture) (LE), baru kemudian untuk memanaskan tanah (S) dan sisanya untuk
memanaskan udara (A). Kandungan air tanah dan lengas tanah yang sangat rendah
(energi untuk LE kecil) akan menyebabkan radiasi matahari (solar radiation) yang jatuh
ke permukaan dalam bentuk radiasi netto sebagian besar akan digunakan untuk
memanaskan tanah dan udara sehingga suhunya meningkat. Dalam kondisi ekstrem,
akan berdampak terhadap pengurasan cadangan air tanah (water storage) dan
meningkatkan konsumsi air tanaman melalui transpirasi. Menurunnya kemampuan
pasokan air tanah dan meningkatnya laju transpirasi akan menyebabkan defisit air
meningkat dan pemanasan permukaan tanah dan atmosfer tidak bisa dihindari.
Pemanasan atmosfer dalam jangka panjang akan menurunkan kelembaban
udara, sehingga dua syarat terjadinya kondensasi yaitu (suhu udara yang rendah dan
kelembaban udara yang tinggi) menjadi tidak favorable. Inilah salah satu penjelasan
mengapa Bogor yang sebelumnya dikenal sebagai kota hujan, sekarang tinggal
kenangan. Diprediksi dalam jangka menengah kota-kota yang berhawa sejuk seperti:
Malang, Tawangmangu, Brastagi dan lainnya akan mengalami hal serupa, apabila tidak
dilakukan pencegahan secara dini.
Sementara itu signal hidrologi sudah tidak terbantahkan, jumlah mata air yang
terus merosot, demikian juga kemampuan pasokan airnya menunjukkan bahwa ada
ketimpangan (gap) antara pemasukan (recharge) dan pengambilan (exploitation).
Pengambilan air bumi (ground water) untuk keperluan minum dan industri serta irigasi
yang overexploited akan menyebabkan cadangan air bumi merosot, sehingga debit
mata air menurun tajam. Kondisi ini diperburuk dengan matinya tanaman utama
pelindung mata air akibat penebangan yang tidak terkendali. Signal agronomi juga
sangat signifikan terlihat di lapangan, karena berdasarkan pemantauan di lapangan
terlihat bahwa ada penurunan jenis tanaman dan populasinya baik tahunan maupun
musiman, akibat penurunan pasokan air, suhu udara yang terus meningkat dengan
kelembaban udara yang terus menurun. Dalam budidaya pertanian implikasi signal
agronomi terlihat dari menurunnya indek pertanaman (cropping intensity), luas areal
tanam (area of planting) dan produktivitas (productivity). Itulah salah satu sebab
mengapa upaya peningkatan produksi pangan nasional yang sangat sensitive terhadap
ketersediaan air terkesan jalan di tempat dan tidak menyelesaikan masalah esensialnya.
Dalam jangka panjang kondisi ini akan menurunkan kualitas, kuantitas dan
kontinyuitas keragaman hayati (biodiversity) kita yang tidak ternilai harganya.
Fenomena ini juga sekaligus meruntuhkan berlakunya “natural recorvery theory”
yang menyatakan alam akan me-recovery dirinya sendiri apabila dalam jangka waktu
tertentu tidak terganggu. Sementara itu, faktanya: intensitas, frekuensi dan durasi
gangguan terhadap alam jauh melebihi kemampuan pemulihannya (recovery). Dalam
jangka panjang meluasnya wilayah gurun menurut ruang dan waktu akan berdampak
terhadap pertumbuhan perekonomian dan kinerja pembangunan nasional. Pertanyaan
selanjutnya: bagaimana antisipasinya agar dampak yang ditimbulkan dapat
diminimalkan?
Penebangan Liar Ancam Sumber Mata Air Baumata
Jika musim kemarau tiba, debit air turun drastis sehingga tidak mampu
mensuplai kebutuhan air minum bagi masyarakat dan sekitarnya secara total.
Semuanya ini terjadi akibat adanya aksi perusakan hutan di daerah hulu yang menjadi
daerah resapan air.
Masyarakat desa di wilayah sumber mata air sudah lama memotong dan
menebang kayu usia muda berdiameter antara 5-10 cm untuk dijual kepada para
kontraktor sebagai tiang penyangga bangunan. Hampir semua ruas jalan dalam wilayah
kecamatan, terlihat batangan pohon muda dengan ukuran panjang antara 4-6 meter,
bertengger di sepanjang jalan tersebut.
Satu batang (pohon ukuran kecil dengan diameter sekitar lima centimer, red),
kami jual dengan harga sekitar Rp3.000. Jika ukurannya agak lebih besar (diameter
sekitar 10 cm, red), kami jual dengan harga lebih dari Rp 4.000/batang.
Para penjual kayu gelondongan usia muda itu mengaku bahwa setiap kali
melewati pos penjagaan selalu dikenakan pungutan senilai Rp200/batang. Menurut pos
jaga, "Setiap kendaraan yang lewat memuat kayu atau batangan kayu tetap dipungut
retribusi sebesar Rp200/batang.
PDAM mengakui bahwa sumber mata air yang memberi kontribusi terbesar bagi
PDAM dalam melayani kebutuhan air minum bagi masyarakat Kota dan sekitarnya,
terus mengalami ancaman. Jika musim kemarau tiba, debit air turun drastis sehingga
tidak mampu melayani kebutuhan masyarakat secara total.
Diharapkan masyarakat di sekitar sumber mata air untuk menghentikan
kebiasaan menebang pohon di sekitar itu, karena akan mengganggu debit air pada
musim kemarau. Kelestarian hutan di daerah hulu harus tetap dijaga guna menghindari
kemerosotan ekosistem yang menjadi sumber resapan air.
Penebangan Pohon :
Sebanyak 119 Sumber Mata Air di Kulon Progo Terancam Hilang
Sedikitnya 119 sumber mata air di daerah Kabupaten Kulon Progo dinyatakan
dalam kondisi kritis dan terancam akan hilang. Hal ini diakibatkan makin berkurangnya
jumlah areal hutan dan berubah fungsi lahan yang ada di sekitar sumber mata air
tersebut. Hal ini diakui peneliti Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai ((BPDAS)
Yogyakarta, dalam kegiatan penyuluhan “Penyelamatan dan Pemanfaatan Air Bagi
Kepentingan Masyarakat Banjaroya,” di Balai Desa Banjaroya.
Tingkat kekritisan sumber mata air ini disebabkan semakin hilangnya tanaman
keras pepohonan dalam radius 200 meter dari sumber mata air tersebut. Tanaman keras
pepohonan berfungsi sebagai vegetasi penutup tanah yang berperan dalam menyimpan
air. Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya tanaman ini menyababkan
kurangnya vegetasi pada suatu wilayah sehingga berdampak pada bencana banjir,
kelangkaan mata air dan air sungai selama mujsim kemarau.
Di Kulon Progo, ketergantungan masyarakat sekitar kepada sumber mata air ini
cukup tinggi yang biasa digunakan memenuhi kebutuhan rumah tangga dan pertanian.
Dari 119 sumber mata air ini, termasuk tiga diantaranya, sumber mata air Semawung,
Tonogoro dan Semagung yang berada di lokasi Desa Banjarharjo, Kecamatan
Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo.
Berkuranngnya sumber mata air ini dikarenakan menurunnya muka air tanah.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh para peneliti teknik geodesi dari UGM,
menunjukkan bahwa menyusutnya muka air tanah di Yogyakarta berkisar 0,5 meter per
tahun. Sedangkan, di Sleman, tingkat penyusustan sekitar 20-30 cm per tahun.
Teknik yang dapat dilakukan untuk konservasi sumber daya alam dengan cara
membuat tanah resapan, sumur resapan, biopori, dan kolam tampungan air hujan.
Teknik-teknik ini sangat bagus untuk menampung air hujan dan menyimpannya dalam
tanah. Sedikitnya 80 persen air hujan dapat disimpan di dalam tanah. Sebaliknya
dengan dibuatnya sistem plaster pada jalan dan halaman, maka hanya 10 persen air
yang tertampung, sisanya akan masuk ke sungai dan kembali ke laut.
Pemetaan Sumber Mata Air
Pemetaan jumlah, posisi/lokasi, potensi dan kondisi sumber mata air aktual
merupakan langkah awal yang harus dilakukan. Mengapa demikian, karena
berdasarkan pengalaman, maka peningkatan ketersediaan air secara spatial dan
temporal memungkinkan masyarakat melakukan improvisasi apa saja untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya? Selanjutnya berdasarkan informasi tersebut, maka dapat
dirancang skenario pengembangan, peningkatan dan pemantapan sumber mata air.
Pengembangan sumber mata air dilakukan apabila di wilayah tersebut belum ditemukan
sumber mata air, namun secara potensial wilayah tersebut mempunyai peluang
terjadinya. mata air. Peningkatan kuantitas dan durasi aliran dasar (base flow) dengan
memasukkan air hujan dan aliran permukaan sebanyak mungkin menurut ruang dan
waktu yang diikuti penanaman tanaman tahunan permanen merupakan tahap awal yang
perlu diimplementasikan.
Dengan demikian dalam jangka panjang kebutuhan air insitu diharapkan dapat
dipenuhi sendiri (self sufficient) dengan memanfaatkan sumberdaya air setempat.
Sementara itu peningkatan sumber mata air difokuskan pada wilayah yang sudah
memiliki sumber mata air, namun kuantitas, kualitas dan kontinyuitas pasokannya
menurun. Untuk itu upaya peningkatan jenis dan kualitas vegetasi serta perlindungan
sumberdaya alam yang mendukungnya harus diintensifkan. Sementara pemantapan
sumber mata air dapat dilakukan dengan mempertahankan model pengelolaan yang
sudah ada. Pekerjaan karakterisasi sumber mata air ini sangat penting karena
berdasarkan prediksi, diprakirakan kekeringan cenderung terus meluas wilayah,
intensitas dan durasinya, sehingga fenomena desertification harus mendapatkan
perhatian khusus, agar besaran (magnitude): luas dan intensitas dapat dideteksi lebih
dini serta diminimalkan dampaknya.
Pelestarian Sumber Mata Air
Di lokasi sumber mata air ini kegigihan masyarakat setempat sangat luar biasa
dalam melestarikan sumber mata air. Meski tidak ada dana perbaikian, upaya warga
untuk kerja bakti membersihkan kedung dan sumber mata air dari sedimen lumpur.
Warga dapat membuat proposal pengajuan bentuk-bentuk kegunaan dana untuk
mempertahankan sumber mata air yang punya debit air sangat tinggi itu. Jika tidak,
luapan airnya sangat mubazir. Mengingat, manfaat dan kegunaan sumber mata air ini
sangat besar bagi warga Donomulyo dan sekitarnya. Dengan cara ini dana bantuan
dimungkinkan untuk diperoleh dari pemerintah daerah.
Menimbang:
a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya kehidupan dan
perencanaan serta pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan juga
mengandung fungsi pelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam,
sumber daya buatan serta nilai sejarah dan budaya bangsa, yang memerlukan
pengaturan bagi pengelolaan dan perlindungannya;
b. bahwa dengan semakin terbatasnya ruang, maka untuk menjamin terselenggaranya
kehidupan dan pembangunan yang berkelanjutan dan terpeliharanya fungsi
pelestarian, upaya pengaturan dan perlindungan di atas perlu dituangkan dalam
kebijaksanaan pengembangan pola tata ruang;
c. bahwa dalam rangka kebijaksanaan pengembangan pola tata ruang tersebut perlu
ditetapkan adanya kawasan lindung dan pedoman pengelolaan kawasan lindung
yang memberi arahan bagi badan hukum dan perseorangan dalam merencanakan
dan melaksanakan program pembangunan.
Mengingat:
1. Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945;
2. Monumenten Ordonantie Tahun 1931 (Staatsblad Tahun 1931 Nomor 238);
3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
(Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2043);
4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2823);
5. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2831);
6. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok-pokok
Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38. Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3037);
7. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pengairan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3046);
8. Undang-undang Nomor 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan (lembaran
Negara Tahun 1985 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3294);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1986 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3338);
11. Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1989 tentang Tim Koordinasi Pengelolaan
Tata Ruang Nasional.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG
PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Keputusan Presiden ini yang dimaksud dengan :
1. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber
daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan
pembagunan berkelanjutan.
2. Pengelolaan Kawasan Lindung adalah upaya penetapan, pelestarian dan
pengendalian pemanfaatan kawasan lindung.
3. Kawasan Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang
mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun bawahannya
sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta memelihara kesuburan
tanah.
4. Kawasan Bergambut adalah kawasan yang unsur pembentuk tanahnya sebagian
besar berupa sisa-sisa bahan organik yang tertimbun dalam waktu yang lama.
5. Kawasan Resapan air adalah daerah yang mempunyai kemampuan tinggi untuk
meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akifer) yang
berguna sebagai sumber air.
6. Sempadan Pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai
manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai.
7. Sempadan Sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai, termasuk sungai
buatan/kanal/saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi sungai.
8. Kawasan sekitar Danau/Waduk adalah kawasan tertentu disekeliling danau/waduk
yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi
danau/waduk.
9. Kawasan Sekitar Mata Air adalah kawasan di sekeliling mata air yang mempunyai
manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi mata air.
10. Kawasan Suaka Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu baik di darat
maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan
keragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.
11. Kawasan Suaka Alam Laut dan Perairan Lainnya adalah daerah yang mewakili
ekosistem khas di lautan maupun perairan lainnya, yang merupakan habitat alami
yang memberikan tempat maupun perlindungan bagi perkembangan
keanekaragaman tumbuhan dan satwa yang ada.
12. Kawasan Pantai Berhutan Bakau adalah kawasan pesisir laut yang merupakan
habitat alami hutan bakau (mangrove) yang berfungsi memberikan perlindungan
kepada perikehidupan pantai dan lautan
13. Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang dikelola dengan sistem
zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan,pendidikan,pariwisata dan rekreasi.
14. Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian yang terutama dimanfaatkan
untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau satwa, alami atau buatan, jenis asli
dan/atau bukan asli, pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan latihan,
budaya pariwisata dan rekreasi.
15. Taman wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam di darat maupun di laut yang
terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.
16. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan adalah kawasan yang merupakan
lokasi bangunan hasil budaya manusia yang bernilai tinggi maupun bentukan
geologi alami yang khas.
17. Kawasan Rawan Bencana adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi
mengalami bencana alam.
Pasal 2
(1) Pengelolaan kawasan lindung bertujuan untuk mencegah timbulnya kerusakan
fungsi lingkungan hidup.
(2) Sasaran pengelolaan kawasan lindung adalah :
a. Meningkatkan fungsi lindung terhadap tanah, air, iklim, tumbuhan dan satwa
serta nilai sejarah dan budaya bangsa;
b. Mempertahankan keanekaragaman tumbuhan, satwa, tipe ekosistem, dan
keunikan alam.
Pasal 3
Kawasan lindung yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 meliputi :
1. Kawasan yang Memberikan Perlindungan Kawasan Bawahannya.
2. Kawasan perlindungan Setempat.
3. Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya.
4. Kawasan Rawan Bencana Alam.
Pasal 4
Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahanya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 terdiri dari :
1. Kawasan Hutan Lindung.
2. Kawasan Bergambut
3. Kawasan Resapan Air.
Pasal 5
Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 terdiri dari :
1. Sempadan Pantai
2. Sempadan Sungai
3. Kawasan Sekitar Danau/Waduk.
4. Kawasan Sekitar mata Air.
Pasal 6
Kawasan suaka alam dan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 terdiri
dari :
1. Kawasan Suaka Alam.
2. Kawasan Suaka Alam Laut dan Perairan Lainnya.
3. Kawasan Pantai Berhutan Bakau.
4. Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan taman Wisata Alam.
5. Kawasan Cagar Budaya Ilmu Pengetahuan.
BAB IV
POKOK-POKOK KEBIJAKSANAAN KAWASAN LINDUNG
Bagian Pertama
Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Kawasan Bawahannya
Pasal 7
Perlindungan terhadap kawasan hutan lindung dilakukan untuk mencegah terjadinya
erosi, bencana banjir, sedimentasi, dan menjaga fungsi hidroologis tanah untuk
menjamin ketersediaan unsur hara tanah, air tanah, dan air permukaan.
Pasal 8
Kriteria kawasan hutan lindung adalah:
a. Kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng lapangan, jenis tanah, curah
hujan yang melebihi nilai skor 175, dan/atau;
b. Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40% atau lebih, dan/atau;
c. Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian diatas permukaan laut 2.000
meter atau lebih.
Pasal 9
Perlindungan terhadap kawasan bergambut dilakukan untuk mengendalikan hidrologi
wilayah, yang berfungsi sebagai penambat air dan pencegah banjir, serta melindungi
ekosistem yang khas di kawasan yang bersangkutan.
Pasal 10
Kriteria kawasan bergambut adalah tanah bergambut dengan ketebalan 3 meter atau
lebih yang terdapat di bagian hulu sungai dan rawa.
Pasal 11
Perlindungan terhadap kawasan resapan air dilakukan untuk memberikan ruang yang
cukup bagi peresapan air hujan pada daerah tertentu untuk keperluan penyediaan
kebutuhan air tanah dan penaggulangan banjir, baik untuk kawasan bawahannya
maupun kawasan yang bersangkutan.
Pasal 12
Kriteria kawasan resapan air adalah curah hujan yang tinggi, struktur tanah yang mudah
meresapkan air dan bentuk geomorfologi yang mampu meresapkan air hujan secara
besar-besaran.
Bagian Ke dua
Kawasan Perlindungan Setempat
Pasal 13
Perlindungan terhadap sempadan pantai dilakukan untuk melindungi wilayah pantai dari
kegiatan yang menggangu kelestarian fungsi pantai.
Pasal 14
Kriteria sempadan pantai adlah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional
dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke
arah darat.
Pasal 15
Perlindungan terhadap sempadan sungai dilakukan untuk melindungi sungai dari
kegiatan manusia yang dapat menganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik
pinggir dan dasar sungai serta mengamankan aliran sungai.
Pasal 16
Kriteria sempadan sungai adalah :
a. Sekurang-kurangnya 100 meter di kiri kanan sungai besar dan 50 meter di
kiri kanan sungai anak sungai yang berada di luar pemukiman.
b. Untuk sungai di kawasan permukiman berupa sempadan sungai yang
diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10-15 meter.
Pasal 17
Perlindungan terhadap kawasan sekitar danau/waduk dilakukan untuk melindungi
danau/waduk dari kegiatan budi daya yang dapat menggangu kelestarian fungsi
danau/waduk.
Pasal 18
Kriteria kawasan sekitar danau/waduk adalah daratan sepanjang tepian danau/waduk
yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik danau/waduk antara 50-100
meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
Pasal 19
Perlindungan terhadap kawasan sekitar mata air dilakukan untuk melindungi mata air
dari kegiatan budi daya yang dapat merusak kualitas air dan kondisi fisik kawasan
sekitarnya.
Pasal 20
Kriteria kawasan sekitar mata air asalah sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter
disekitar mata air.
Bagian Ke tiga
Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya
Pasal 21
Perlindungan terhadap kawasan suaka alam silakukan untuk melindungi
keanekaragaman biota, tipe ekosistem, gejala dan keunikan alam bagi kepentingan
plasma nutfah, ilmu pengetahuan dan pembangunan pada umumnya.
Pasal 22
Kawasan suaka alam terdiri dari cagar alam, suaka margasatwa, hutan wisata, daerah
perlindungan plasma nutfah dan daerah pengungsian satwa.
Pasal 23
(1) Kriteria cagar alam adalah :
a. Kawasan yang ditunjuk mempunyai keanekaragam jenis tumbuhan dan
satwa dan tipe ekosistemnya;
b. Mewakili formasi biota tertentu dan/atau unit-unit penyusun;
c. Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan
tidak atau belum diganggu manusia;
d. Mempunyai luas dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang
efektif dengan daerah penyangga yang cukup luas;
e. Mempunyai ciri khas dan dapat merupakan satu-satunya contoh di suatu
daerah serta keberadaannya memerlukan upaya konservasi.
(2) Kriteria suaka marga satwa adalah :
a. Kawasan yang ditunjuk merupakan tempat hidup dan perkembangbiakan dari
suatu jenis satwa yang perlu dilakukan upaya koservasinya;
b. Memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi;
c. Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu.
d. Mempunyai luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan.
(3) Kriteria hutan wisata adalah :
a. Kawasan yang ditunjuk memiliki keadaan yang menarik dan indah baik
secara alamiah maupun buatan manusia.
b. Memenuhi kebutuhan manusia akan rekreasi dan olah raga serta terletak
dekat pusat-pusat permukiman penduduk;
c. Mengandung satwa buru yang dapat dikembangbiakkan sehingga
memungkinkan perburuan secara teratur dengan mengutamakan segi
rekreasi, olah raga dan kelestarian satwa;
d. Mempunyai luas yang cukup dan lapangannya tidak membahayakan.
(4) Kriteria daerah perlindungan plasma nutfah adalah :
a. Areal yang ditunjuk memiliki jenis plasma nutfah tertentu yang belum terdapat
di dalam kawasan konservasi yang telah ditetapkan;
b. Merupakan areal tempat pemindahan satwa yang merupakan tempat
kehidupan baru bagi satwa tersebut;
c. Mempunyai luas cukup dan lapangannya tidak membahayakan.
(5) Kriteria daerah pengungsian satwa adalah:
a. Areal yang ditunjuk merupakan wilayah kehidupan satwa yang sejak semula
menghuni areal tersebut;
b. Mempunyai luas tertentu yang memungkinkan berlangsungnya proses hidup
dan kehidupan serta berkembangbiaknya satwa tersebut.
Pasal 24
Perlindungan terhadap kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya dilakukan untuk
melindungi keanekaragaman biota, tipe ekosistem, gejala dan keunikan alam bagi
kepentingan plasma nuftah, keperluan pariwisata dan ilmu pengetahuan.
Pasal 25
Kriteria kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya adalah kawasan berupa perairan
laut, perairan laut, perairan darat, wilayah pesisir, muara sungai, gugusan karang dan
atol yang mempunyai ciri khas berupa keragaman dan/atau keunikan ekosistem.
Pasal 26
Perlindungan terhadap kawasan pantai berhutan bakau dilakukan untuk melestarikan
hutan bakau sebagai pembentuk ekosistem hutan bakau dan tempat
berkembangbiaknya berbagai biota laut di samping sebagai pelindung pantai dan
pengikisan air laut serta pelindung usaha budi daya di belakangnya.
Pasal 27
Kriteria kawasan pantai berhutan bakau adalah minimal 130 kali nilai rata-rata
perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis air surut terendah
ke arah darat.
Pasal 28
Perlindungan terhadap taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam
dilakukan untuk pengembangan pendidikan, rekreasi dan pariwisata, serta peningkatan
kualitas lingkungan sekitarnya dan perlindungan dari pencemaran.
Pasal 29
Kriteria taman nasional, taman hutan raya dan taman nasional dan wisata alam adalah
kawasan berhutan atau bervegetasi tetap yang memiliki tumbuhan dan satwa yang
beragam, memiliki arsitektur benteng alam yang baik dan memiliki akses yang baik
untuk keperluan pariwisata.
Pasal 30
Perlindungan terhadap kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan dilakukan untuk
melindungi kekayaan budaya bangsa berupa peninggalan-peninggalan sejarah,
bangunan arkeologi dan monumen nasional, dan keragaman bentukan geologi, yang
berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan dari ancaman kepunahan yang
disebabkan oleh kegiatan alam maupun manusia.
Pasal 31
Kriteria kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan adalah tempat serta ruang di
sekitar bangunan bernilai budaya tinggi, situs purbakala dan kawasan dengan bentukan
geologi tertentu yang mempunyai manfaat tinggi untuk pengembangan ilmu
pengetahuan.
Bagian Ke empat
Kawasan Rawan Bencana Alam
Pasal 32
Perlindungan terhadap kawasan rawan bencana alam dilakukan untuk melindungi
manusia dan kegiatannya dari bencana yang disebabkan oleh alam maupun secara
tidak langsung oleh perbuatan manusia.
Pasal 33
Kriteria kawasan rawan bencana alam adalah kawasan yang diidentifikasi sering dan
berpotensi tinggi mengalami bencana alam seperti letusan gunung berapi, gempa bumi,
dan tanah longsor.
Pasal 34
(1) Pemerintah Daerah Tingkat I menetapkan wilayah-wilayah tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 sebagai kawasan lindung daerah masing-masing dalam
suatu Peraturan Daerah Tingkat I, disertai dengan lampiran penjelasan dan peta
dengan tingkat ketelitian minimal skala 1:250.000 serta memperhatikan kondisi
wilayah yang bersangkutan.
(2) Dalam menetapkan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
Pemerintah Daerah Tingkat I harus memperhatikan peraturan perundangundangan
yang berkaitan dengan penetapan wilayah tertentu sebagai bagian dari kawasan
lindung.
(3) Pemerintah Daerah Tingkat II menjabarkan lebih lanjut kawasan lindung
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) bagi daerahnya ke dalam peta
dengan tingkat ketelitian minimal skala 1: 100.000, dalam bentuk Peraturan
Daerah Tingkat II.
(4) Pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara terpadu dan
lintas sektoral dengan mempertimbangkan masukan dari Pemerintah Daerah
Tingkat II.
Pasal 35
Apabila dalam penetapan wilayah tertentu terjadi perbenturan kepentingan antar sektor,
Pemerintah Daerah Tingkat I dapat mengajukan kepada Tim Pengelolaan Tata Ruang
Nasional untuk memperoleh saran penyelesaian.
Pasal 36
(1) Pemerintah Daerah Tingkat II mengupayakan kesadaran masyarakat akan
tanggungjawabnya dalam pengelolaan kawasan lindung.
(2) Pemerintah Daerah Tingkat I dan Tingkat II mengumumkan kawasan-kawasan
lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 kepada masyarakat.
Pasal 37
(1) Di dalam kawasan lindung dilarang melakukan kegiatan budi daya, kecuali yang
tidak mengganggu fungsi lindung.
(2) Di dalam kawasan suaka alam dan kawasan cagar budaya dilarang melakukan
kegiatan budi daya apapun, kecuali kegiatan yang berkaitan dengan fungsinya dan
tidak mengubah bentang alam, kondisi penggunaan lahan, serta ekosistem alami
yang ada.
(3) Kegiatan budi daya yang sudah ada di kawasan lindung yang mempunyai dampak
penting terhadap lingkungan hidup dikenakan ketentuan-ketentuan yang berlaku
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 tentang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
(4) Apabila menurut Analisis Mengenai Dampak Lingkungan kegiatan budi daya
mengganggu fungsi lindung harus dicegah perkembangannya, dan fungsi sebagai
kawasan lindung dikembalikan secara bertahap.
Pasal 38
(1) Dengan tetap memperhatikan fungsi lindung kawasan yang bersangkutan di dalam
kawasan lindung dapat dilakukan penelitian eksplorasi mineral dan air tanah, serta
kegiatan lain yang berkaitan dengan pencegahan bencana alam.
(2) Apabila ternyata di kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
terdapat indikasi adanya deposit mineral atau air tanah atau kekayaan alam
lainnya yang bila diusahakan dinilai amat berharga bagi Negara, maka kegiatan
budi daya di kawasan lindung tersebut dapat diizinkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Pengelolaan kegiatan budi daya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan
dengan tetap memelihara fungsi lindung kawasan yang bersangkutan.
(4) Apabila penambangan bahan galian dilakukan, penambang bahan galian tersebut
wajib melaksanakan upaya perlindungan terhadap lingkungan hidup dan
melaksanakan rehabilitasi daerah bekas penambangannya, sehingga kawasan
indung dapat berfungsi kembali.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4),
diatur lebih lanjut oleh Menteri yang berwenang, setelah mendapat pertimbangan
dari Tim Koordinasi Pengelolaan Tata Ruang Nasional.
Pasal 39
(1) Pemerintah Daerah Tingkat II wajib mengendalikan pemanfaatan ruang di
kawasan lindung.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi kegiatan
pemantauan,pengawasan dan penertiban.
(3) Apabila Pemerintah Daerah Tingkat II tidak dapat menyelesaikan pengendalian
pemanfaatan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2), wajib diajukan kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I untuk diproses
langkah tindak lanjutnya.
(4) Apabila Gubernur Kepala Daerah Tingkat I tidak dapat menyelesaikan
pengendalian pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), wajib diajukan
kepada Tim Koordinasi Pengelolaan Tata Ruang Nasional.
Pasal 40
(1) Selambat-lambatnya dua tahun setelah Keputusan Presiden ini ditetapkan, setiap
Pemerintah Daerah Tingkat I sudah harus menetapkan Peraturan Daerah tentang
penetapan kawasan lindung, dan segera sesudah itu Pemerintah Daerah Tingkat II
menjabarkannya lebih lanjut bagi daerah masing-masing.
(2) Penetapan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), apabila
dipandang perlu dapat disempurnakan dalam waktu setiap lima tahun sekali.
Pasal 41
Keputusan Preseiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 25 Juli 1990
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO
DAFTAR PUSTAKA
Agnis Purwitasari, Mardiana dan Oktia Woro. 2006. Studi Kelayakan Sumber Mata Air
Kali Bajak Sebagai Pemenuhan Kebutuhan Air Bersih Warga Di Wilayah
Kelurahan Karanganyar Gunung Kecamatan Candisari Semarang Tahun 2006.
Skripsi. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan,
Universitas Negeri Semarang.
Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Laboratorium Kesehatan. 2002.
Pedoman Pemeriksaan Fisika Air Minum/ Air Bersih. Jakarata : DepKes RI
Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Laboratorium Kesehatan. 2002.
Pedoman Pemeriksaan Kimia Air Minum/ Air Bersih. Jakarata : DepKes RI
Gatot Irianto. 2004. Hilangnya Sumber Mata Air dan Dampaknya terhadap
Desertification. Penulis dari Puslitbangtanak, Bogor, Tabloid Sinar Tani, 30 Juni
2004.
Hefni Effendi. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta : Kanisius
I Wayan Sudiarsa. 2004. Air Untuk Masa Depan. Jakarta : PT. Rieneka Cipta
KepMenKes RI No. 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan
Kualitas Air Minum. 2002. Jakarta
Kusnaedi. 2004. Mengolah Air Gambut dan Air Kotor Untuk Air Minum. Jakarta : Puspa
Swara
Nana Sudjana. 2001. Tuntunan Penulisan Karya Ilmiah. Bandung : Sinar Baru
Algaesindo
Onny Untung. 2004. Menjernihkan Air Kotor. Jakarta : Puspa Swara
Rismunandar. 2001. Air Fungsi dan Kegunaannya Bagi Pertanian. Bandung : Sinar Baru
Algaesindo.