Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

Keperawatan Sistem Trauma


“Asuhan Keperawatan Trauma Abdomen”

Oleh : Kelompok 5

1. Cahaya Intani Putri 1210321004


2. Febrija Nofri Yanti 1210323015
3. Fitria Ananda Putri 1210322012
4. Fitriani 1210321020
5. Ganda Harissa Ahmar 1210322005
6. Khairani Heri Putri 1210323012
7. Lina Annisa Fauziyah 1210323032
8. Syerli Lidya 1210323009

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2014

14
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Abdomen adalah sebuah rongga besar yang dililingkupi oleh otot-otot
perut pada bagian ventral dan lateral, serta adanya kolumna spinalis di sebelah
dorsal. Bagian atas abdomen berbatasan dengan tulang iga atau costae. Cavitas
abdomninalis berbatasan dengan cavitas thorax atau rongga dada melalui otot
diafragma dan sebelah bawah dengan cavitas pelvis atau rongga panggul.
Antara cavitas abdominalis dan cavitas pelvis dibatasi dengan membran serosa
yang dikenal dengan sebagai peritoneum parietalis. Membran ini juga
membungkus organ yang ada di abdomen dan menjadi peritoneum visceralis.
Pada vertebrata, di dalam abdomen terdapat berbagai sistem organ, seperti
sebagian besar organ sistem pencernaan, sistem perkemihan. Berikut adalah
organ yang dapat ditemukan di abdomen: komponen dari saluran cerna:
lambung (gaster), usus halus, usus besar (kolon), caecum, umbai cacing atau
appendix; Organ pelengkap dai saluran cerna seperti: hati (hepar), kantung
empedu, dan pankreas; Organ saluran kemih seperti: ginjal, ureter, dan
kantung kemih (vesica urinaria); Organ lain seperti limpa (lien). (Workman,
2006)
Istilah trauma abdomen atau gawat abdomen menggambarkan keadaan
klinik akibat kegawatan dirongga abdomen yang biasanya timbul mendadak
dengan nyeri sebagian keluhan utama. Keadaan ini memerlukan
penanggulangan segera yang sering berlaku tindakan yang berbeda, misalnya
pada obstruksi, perforasi atau perdarahan, infeksi, obstruksi atau strangulasi
jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi
rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis. Evaluasi
awal sangat bermanfaat tetapi terkadang cukup sulit karena adanya jejas yang
tidak jelas pada area lain yang terkait. Jejas pada abdomen dapat disebabkan
oleh trauma tumpul atau trauma tajam. Pada trauma tumpul dengan velisitas
rendah (misalnya akibat tinju) biasanya menimbulkan kerusakan satu organ.
Sedangkan trauma tumpul velositas tinggi sering menimbulkan kerusakan

15
organ multipel. Aktivitas dalam kehidupan sehari-hari memungkin seseorang
untuk terkena injury yang bisa saja merusak keutuhan integritas kulit, selama
ini kita mungkin hanya mengenal luka robek atau luka sayatan saja namun
ternyata di luar itu masih banyak lagi luka/trauma yang dapat terjadi pada
daerah abdomen. Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun.
Mortalitas biasanya lebih tinggi pada trauma tumpul abdomen dari pada
trauma tusuk. Walaupun tehnik diagnostik baru sudah banyak dipakai,
misalnya Computed Tomografi, namun trauma tumpul abdomen masih
merupakan tantangan bagi ahli klinik. Diagnosa dini diperlukan untuk
pengelolaan secara optimal. (Hudak & Gallo, 2001)
Trauma abdomen akan ditemukan pada 25 % penderita multi-trauma,
gejala dan tanda yang ditimbulkannya kadang-kadang lambat sehingga
memerlukan tingkat kewaspadaan yang tinggi untuk dapat menetapkan
diagnosis. (Workman, 2006)

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari abdomen ?
2. Apa pengertian trauma abdomen ?
3. Bagaiamana epidemiologi trauma abdomen ?
4. Bagaiamana etiologi trauma abdomen ?
5. Bagaiamana patofisiologi trauma abdomen ?
6. Apa saja manifestasi klinis trauma abdomen ?
7. Bagaimana mekanisme terjadinya trauma abdomen ?
8. Apa saja komplikasi dari trauma abdomen ?
9. Apa saja pemeriksaan diagnostik trauma abdomen ?
10. Bagaimana penatalaksaan khusus untuk trauma abdomen ?
11. Bagaimana penatalaksanaan trauma abdomen ?
12. Bagaiamana asuhan keperawatan trauma abdomen ?

16
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui lebih lanjut tentang asuhan keperawatan yang baik untuk
pasien trauma abdomen
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui anatomi dan fisiologi dari abdomen
2. Mengetahui pengertian trauma abdomen.
3. Mengetahui epidemiologi trauma abdomen.
4. Mengetahui etiologi trauma abdomen.
5. Mengetahui patofisiologi trauma abdomen.
6. Mengetahui manifestasi klinis trauma abdomen.
7. Mengetahui mekanisme trauma abdomen
8. Mengetahui komplikasi trauma abdomen.
9. Mengetahui pemeriksaan diagnostik trauma abdomen.
10. Mengetahui penatalaksaan khusus trauma abdomen
11. Mengetahui penatalaksanaan trauma abdomen.
12. Mengetahui asuhan keperawatan trauma abdomen.

17
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Anatomi dan Fisiologi Abdomen


Abdomen adalah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuknya lonjong dan
meluas dari atas dari drafragma sampai pelvis di bawah. Rongga abdomen
dilukiskan menjadi dua bagian, abdomen yang sebenarnya yaitu rongga
sebelah atas dan yang lebih besar dari pelvis yaitu rongga sebelah bawah dan
lebih kecil. Batas-batas rongga abdomen adalah di bagian atas diafragma, di
bagian bawah pintu masuk panggul dari panggul besar, di depan dan di kedua
sisi otot-otot abdominal, tulang-tulang illiaka dan iga-iga sebelah bawah, di
bagian belakang tulang punggung dan otot psoas dan quadratus lumborum.
(Suddarth & Brunner, 2002)

Kuadran Abdomen (Mansjoer, 2001)

Keterangan :

1. Hipokhondriak kanan
2. Epigastrik
3. Hipokhondriak kiri

18
4. Lumbal kanan
5. Pusar (umbilikus)
6. Lumbal kiri
7. Ilium kanan
8. Hipogastrik
9. Ilium kiri

Rongga Abdomen Bagian Depan (Mansjoer, 2001)

Keterangan :

A. Diafragma
B. Esofagus
C. Lambung
D. Kaliks kiri
E. Pankreas
F. Kolon desenden
G. Kolon transversum
H. Usus halus

19
I. Kolon sigmoid
J. Kandung kencing
K. Apendiks
L. Sekum
M. Illium
N. Kolon asenden
O. Kandung empedu
P. Liver
Q. Lobus kanan
R. Lobus kiri

Menurut Suddarth & Brunner, 2002 isi dari rongga abdomen adalah
sebagian besar dari saluran pencernaan, yaitu lambung, usus halus dan usus
besar

a. Lambung

Lambung terletak di sebelah atas kiri abdomen, Fundus lambung,


mencapai ketinggian ruang interkostal (antar iga) kelima kiri. Corpus,
bagian terbesar letak di tengah. Pylorus, suatu kanalis yang
menghubungkan corpus dengan duodenum

Fungsi lambung:

1) Tempat penyimpanan makanan sementara


2) Melunakkan makanan
3) Mencampurkan makanan.
4) Mendorong makanan ke distal.
5) Protein diubah menjadi pepton.
6) Faktor antianemi dibentuk.
b. Usus halus

Usus halus adalah tabung yang kira-kira sekitar dua setengah meter
panjang dalam keadaan hidup. Usus halus memanjang dari lambung
sampai katup ibo kolika tempat bersambung dengan usus besar. Usus
halus terletak di daerah umbilicus dan dikelilingi usus besar. Fungsi usus

20
halus adalah mencerna dan mengabsorpsi khime dari lambung isi
duodenum adalah alkali.

Usus halus dapat dibagi menjadi beberapa bagian :

1) Duodenum : bagian pertama usus halus yang panjangnya 25cm.


2) Yeyenum : menempati dua per lima sebelah atas dari usus halus.
3) Ileum : menempati tiga pertama akhir.
c. Usus besar

Usus besar adalah sambungan dari usus halus dan dimulai dari katup
ileokdik yaitu tempat sisa makanan. Panjang usus besar kira-kira satu
setengah meter.

Fungsi usus besar adalah:

1. Absorpsi air, garam dan glukosa.


2. Sekresi musin oleh kelenjer di dalam lapisan dalam.
3. Penyiapan selulosa.
4. Defekasi (pembuangan air besar)
d. Hati

Hati adalah kelenjer terbesar di dalam tubuh yang terletak di bagian teratas
dalam rongga abdomen di sebelah kanan di bawah diafragma.

Fungsi hati adalah:

1. Bersangkutan dengan metabolisme tubuh, khususnya mengenai


pengaruhnya atas makanan dan darah.
2. Hati merupakan pabrik kimia terbesar dalam tubuh/sebagai pengantar
matabolisme.
3. Hati mengubah zat buangan dan bahan racun.
4. Hati juga mengubah asam amino menjadi glukosa.
5. Hati membentuk sel darah merah pada masa hidup janin.
6. Hati sebagai penghancur sel darah merah.
7. Membuat sebagian besar dari protein plasma.
8. Membersihkan bilirubin dari darah

21
e. Kandung Empedu

Kandung empedu adalah sebuah kantong berbentuk terong dan merupakan


membran berotot. Letaknya di dalam sebuah lekukan di sebelah
permukaan bawah hati, sampai di pinggiran depannya. Kandung empedu
terbagi dalam sebuah fundus, badan dan leher.

f. Pankreas

Pankreas adalah kelenjar majemuk bertandan, strukturnya sangat mirip


dengan kelenjar ludah. Panjangnya kurang lebih lima belas centimeter.

Fungsi pankreas adalah :

1. Fungsi exokrine dilaksanakan oleh sel sekretori lobulanya, yang


membentuk getah pankreas dan yang berisi enzim dan elektrolit.
2. Fungsi endokrine terbesar diantara alvedi pankreas terdapat
kelompok-kelompok kecil sel epitelium yang jelas terpisah dan nyata.
3. Menghasilkan hormon insulin yang mengubah gula darah menjadi
gula otot
g. Ginjal

Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal


di sebelah kanan dari kiri tulang belakang, di belakang peritoneum.
Panjang ginjal 6 sampai 7½ centimeter. Pada orang dewasa berat kira-kira
140 gram. Ginjal terbagi menjadi beberapa lobus yaitu : lobus hepatis
dexter, lobus quadratus, lobus caudatus, lobus sinistra.

Fungsi ginjal adalah :

1) Mengatur keseimbangan air.


2) Mengatur konsentrasi garam dalam darah dan keseimbangan asam
basa darah.
3) Ekskresi bahan buangan dan kelebihan garam.
h. Limpa

Terletak di regio hipokondrium kiri di dalam cavum abdomen diantara


fundus ventrikuli dan diafragma.

22
Limpa dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :

1. Dua facies yaitu facies diafragmatika dan visceralis.


2. Dua kutub yaitu ekstremitas superior dan inferior.
3. Dua margo yaitu margo anterior dan posterior

Fungsi limpa adalah :

1. Pada masa janin dan setelah lahir adalah penghasil eritrosit dan
limposit
2. Setelah dewasa adalah penghancur eritrosit tua dan pembentuk
homoglobin dan zat besi bebas.

2.2 Definisi Trauma Abdomen


Trauma abdomen didefinisikan sebagai trauma yang melibatkan daerah
antara diafragma atas dan panggul bawah (Guilon, 2011 dalam Andila, Y
2014).
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang
terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau
yang menusuk (Ignativicus & Workman, 2006).

2.3 Epidemiologi
Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas
biasanya lebih tinggi pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk.
Jejas pada abdomen dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam.
Pada trauma tumpul dengan velositas rendah (misalnya akibat tinju) biasanya
menimbulkan kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul velositas tinggi
sering menimbulkan kerusakan organ multipel. Pada intraperitoneal, trauma
tumpul abdomen paling sering menciderai organlimpa (40-55%), hati (35-
45%), dan usus halus (5-10%) (Cho et al, 2012). Sedangkan pada
retroperitoneal, organ yang paling sering cedera adalah ginjal, dan organ yang
paling jarang cedera adalah pankreas dan ureter (Demetriades, 2000). Pada
trauma tajam abdomen paling sering mengenai hati(40%), usus kecil (30%),

23
diafragma (20%), dan usus besar (15%) (American College of Surgeons
Committee on Trauma, 2008).

2.4 Etiologi Trauma Abdomen


Kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya banyak
diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor,
kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang
menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda
tumpul lainnya. (Suddarth & Brunner, 2002)
Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang
menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak,
trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka
tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.
Kunci sukses untuk penanganan trauma abdomen adalah “high index
suspicion” “Should be assumed” (harus dianggap) menderita trauma organ
visceral. Dokter pemeriksa harus menentukan ada trauma organ intra abdomen
atau tidak, dan harus menentukan apakah perlu intervensi operasi segera atau
tidak 75 – 90% “abdominal gunshot wounds” membutuhkan laparotomy
segera, 25 – 35% dengan “abdominal stab wounds”, hanya 15 – 20% dengan
“blunt abdominal trauma”. Trauma merupakan penyebab tertinggi kematian
pada orang dewasa yang berusia dibawah 40 tahun dan menduduki peringkat
ke 5 penyebab kematian pada semua orang dewasa. (Mansjoer, 2001)

Menurut Mansjoer, 2001 trauma pada abdomen disebabkan oleh dua kekuatan
yang merusak, yaitu :

1. Paksaan /benda tumpul

Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga


peritoneum. Luka tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh,
kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera
akibat berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk
pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.

24
2. Trauma tembus/ benda tajam

Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga


peritoneum. Luka tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan benda
tajam atau luka tembak.

Organ pada abdomen yang terkena kerusakan terbagi atas dua (Swearingen
& Kose, 1999), yaitu :

1. Organ Padat / solid yaitu : hati, limpa dan pancreas

2. Organ berlubang (hollow) yaitu : lambung, usus dan kandung kemih

2.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis trauma abdomen menurut Smeltzer,2001, antara lain :

1. Nyeri (khususnya karena gerakan)


2. Nyeri tekan dan lepas (mungkin menandakan iritasi peritonium karena
3. Cairan gastrointestinal atau darah)
4. Distensi abdomen
5. Demam
6. Anoreksia
7. Mual dan muntah
8. Takikardi
9. Peningkatan suhu tubuh
Manifestasi Klinis berdasarkan jenis trauma menurut FK UI, 1995 :

a. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi ke dalam rongga


peritonium):
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel-sel
b. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi ke dalam rongga
peritonium)

25
1. Memar/jejas pada dinding perut
2. Kehilangan darah
3. Kerusakan organ-organ
4. Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kelakuan (rigidity) dinding
perut
5. Iritasi cairan usus

2.6 Patofisiologi
Trauma tumpul pada abdomen disebabkan oleh pengguntingan,
penghancuran atau kuatnya tekanan yang menyebabkan rupture pada usus atau
struktur abdomen yang lain. Luka tembak dapat menyebabkan kerusakan pada
setiap struktur didalam abdomen. Tembakan menyebabkan perforasi pada
perut atau usus yang menyebabkan peritonitis dan sepsis.
Patofisiologi yang terjadi berhubungan dengan terjadinya trauma abdomen
adalah :

1. Terjadi perpindahan cairan berhubungan dengan kerusakan pada


jaringan, kehilangan darah dan shock.

2. Perubahan metabolic dimediasi oleh CNS dan system makroendokrin,


mikroendokrin.

3. Terjadi masalah koagulasi atau pembekuan dihubungkan dengan


perdarahan massif dan transfuse multiple

4. Inflamasi, infeksi dan pembentukan formasi disebabkan oleh sekresi


saluran pencernaan dan bakteri ke peritoneum

5. Perubahan nutrisi dan elektrolit yang terjadi karena akibat kerusakan


integritas rongga saluran pencernaan.

Patofisiologi organ yang terlibat :

1. Limpa
Merupakan organ yang paling sering terkena kerusakan yang diakibatkan
oleh trauma tumpul. Sering terjadi hemoragi atau perdarahan masif yang

26
berasal dari limpa yang ruptur sehingga semua upaya dilakukan untuk
memperbaiki kerusakan di limpa.
2. Liver
Karena ukuran dan letaknya, hati merupakan organ yang paling sering
terkena kerusakan yang diakibatkan oleh luka tembus dan sering kali
kerusakan disebabkan oleh trauma tumpul. Hal utama yang dilakukan
apabila terjadi perlukaan dihati yaitu mengontrol perdarahan dan
mendrainase cairan empedu.
3. Esofagus bawah dan lambung
Kadang-kadang perlukaan esofagus bawah disebabkan oleh luka tembus.
Karena lambung fleksibel dan letaknya yang mudah berpindah, sehingga
perlukaan jarang disebabkan oleh trauma tumpul tapi sering disebabkan
oleh luka tembus langsung.
4. Pankreas dan duodenum
Walaupun trauma pada pankreas dan duodenum jarang terjadi. Tetapi
trauma pada abdomen yang menyebabkan tingkat kematian yang tinggi
disebkan oleh perlukaan di pankreas dan duodenum, hal ini disebabkan
karena letaknya yang sulit terdeteksi apabila terjadi kerusakan.

2.7 Mekanisme Trauma


Trauma pada abdomen dibagi menjadi trauma tumpul dan tembus. Trauma
tumpul abdomen disebabkan kompresi dan deselerasi. Kompresi rongga
abdomen oleh benda-benda terfiksasi, seperti sabuk pengaman atau setir
kemudi akan meningatkan tekanan intraluminal dengan cepat, sehingga
mungkin menyebabkan ruptur usus, atau pendarahan organ padat. Gaya
deselerasi (perlambatan) akan menyebabkan tarikan atau regangan antara
struktur yang terfiksasi dan yang dapat bergerak. Deselerasi dapat
menyebabkan trauma pada mesenterium, pembuluh darah besar, atau kapsul
organ padat, seperti ligamentum teres pada hati. Organ padat, seperti limpa
dan hati merupakan jenis organ yang tersering mengalami terluka setelah
trauma tumpul abdomen terjadi (Demetriades,2000). Luka tembak adalah
penyebab paling umum (64%) dari trauma tembus abdomen, diikuti oleh luka
tusukan (31%) dan luka senapan (5%)(Todd, 2004).Luka tusuk dan luka

27
tembak kecepatan rendah menyebabkan kerusakan jaringan dengan laserasi
dan memotong.Kecepatan tinggi pada luka tembak mentransferenergi kinetic
lebih ke abdomen visera (American College of Surgeons Committee on
Trauma, 2008)

2.8 Komplikasi Trauma Abdomen


1. Perdarahan
2. Peritonitis
3. Ruptur limfa
4. Syok septik
5. Infeksi
6. Gagal ginjal akut (GGA)
7. Syok Hemoragik akibat perdarahan masif
8. Syok Hipovolemik akibat kehilangan cairan fisiologis

2.9 Pemeriksaan diagnostik

1. Foto thoraks : Untuk melihat adanya trauma pada thorax.

2. Pemeriksaan darah rutin

Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi


perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit.
Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi
menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura
lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya
trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase
menunjukkan kemungkinan trauma pads hepar.

3. Plain abdomen foto tegak

Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas


retroperineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran
usus.

28
4. Pemeriksaan urine rutin

Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai


hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma
pada saluran urogenital.

5. VP (Intravenous Pyelogram)

Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan


trauma pada ginjal.

6. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)

Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam


rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat
diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).

Indikasi untuk melakukan DPL sbb.:

a. Nyeri Abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya

b. Trauma pada bagian bawah dari dada

c. Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas

d. Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat,alkohol,


cedera otak)

e. Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang


belakang)

f. Patah tulang pelvis

Kontra indikasi relatif melakukan DPL sbb.:

a. Hamil

b. Pernah operasi abdominal

c. Operator tidak berpengalaman

d. Bila hasilnya tidak akan merubah penata-laksanaan

29
7. Ultrasonografi dan CT Scan

Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi


dan disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.

2.10 Pemeriksaan khusus

1. Abdominal paracentesis

Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk


menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari
100.000 eritrosit/mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga
peritoneum setelah dimasukkan 100–200 ml larutan NaCl 0.9% selama
5 menit, merupakan indikasi untuk laparotomi.

2. Pemeriksaan laparoskopi

Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung


sumber penyebabnya.

3. Bila dijumpai perdarahan pada anus, maka perlu dilakukan


rektosigmoidoskopi

2.11 Penatalaksanaan Medis

1. Abdominal paracentesis : menentukan adanya perdarahan dalam


rongga peritonium, merupakan indikasi untuk laparotomi

2. Pemeriksaan laparoskopi : mengetahui secara langsung peneyebab


akut abdomen

3. Pemasangan NGT : memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada


trauma abdomen

4. Pemberian antibiotic : mencegah infeksi

5. Laparotomi : Sebelum operasi à pemasangan NGT, pemasangan dauer-


katheter, pemberian antibiotic.

30
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Kasus

Tn. T berusia 45 tahun di bawa ke RS akibat mengalami kecelakaan lalu


lintas. Klien mengendarai motor dengan kondisi mengantuk. Lalu menabrak
mobil yang sedang parker di depannya. Klien jatuh dengan posisi terlentang.
Pada abdomen sebelah kanan atas terdapat luka tusuk akibat serpihan kaca
mibil yang ditabraknya. Klien terlihat sesak nafas dengan RR : 30 x/menit,
TD 80/50 mmHg, nadi 128 x/menit, suhu 39,5 C. Klien mengerang sakit
akibta luka tusuk yang terdapat pada abdomennya. Berdasarkan hisl
pemeriksaan GCS pasien 12.

3.2 Primary Survey

a. Airway
Bebas, tidak ada sumbatan. Pada tindakan airway ini diikuti dengan chest
pain
b. Breathing
Klien terlihat sesak dengan RR : 30 x/menit. Berikan terapi O2 pada
pasien
c. Circulasi
TD : 80/50 mmHg
N : 128x/menit
Terdapat perdarahan pada abdomen kanan atas akibat trauma tajam.
Berikan resusitasi cairan pada pasien karena ditakutkan pasien
mengalami syok hipovolemik
d. Disability
GCS : 12. Kesadaran : somnolen
e. Exposure
Terdapat trauma tajam pada abdomen kanan atas.

31
3.3 Secondary Survey

3.3.1 Pemeriksaan Fisik Head To Toe

a. Kepala
Bentuk simetris, rambut dan kulit kepala tampak cukup bersih. Kepala
dapat digerakkan kesegala arah, pupil isokor, sklera tidak ikhterik,
konjungtiva tidak anemis. Hidung simetris tidak ada secret.
b. Leher
Tidak ada kaku kuduk
c. Paru
a) Inspeksi : bentuk simetris
b) Palpasi : fremitus vokal kanan dan kiri sama
c) Perkusi : sonor
d) Auskultasi : vesikuler
d. Abdomen
a) Inspeksi : terdapat trauma tajam pada abdomen kanan atas
b) Auskultasi : tidak terdapat bising usus
c) Palpasi : tidak ada pembesaran hati
e. Ekstremitas
Ekstermitas atas dan bawah tidak ada oedem, turgor kulit baik. Kekuatan
otot ektermitas atas dan bawah dalam batas normal.

3.3.2 Pemeriksaan Penunjang

a. Hemoglobin (menurun) : 7 g/dl (n : 14-17,5 g/dl)


b. Eritrosit : 4,00 106/ul (n : 4,5-5,9 106/ul)
c. Leukosit (meningkat) : 12,1 103/ul (n : 4,0-11,3 103/ul)
d. Hematokrit : 43,8% (n : 40-52%)
e. Trombosit : 200.000
f. Suhu : 39,5 C

3.4 Diagnosa Keperawatan

1. Pola nafas tidak efektif b. d penurunan ekspansi paru


2. Kekurangan volume cairan b.d syok hipovolemik

32
3. Resiko tinggi infeksi b. d kontaminasi bakteri

3.5 Aplikasi NANDA, NOC, dan NIC

Diagnosa
No. NOC NIC
Keperawatan

1. Pola nafas tidak Status Respirasi : Triase : Pusat Emergensi


efektif b.d Kepatenan Jalan Aktivitas :
penurunan Napas
1. Memonitor pernapasan dan sirkulasi
ekspansi paru Indikator : 2. Melakukan intervensi krisis, yang
DS :
 Tingkat sesuai
- Klien pernapasan 3. Menjelaskan proses triage untuk
mengerang  Irama pernapasan mereka menghadirkan layanan
sakit pada saat  Kedalaman 4. Memonitor tanda-tanda vital
bernafas inspirasi 5. Melakukan pemeriksaan fisik yang

 Kegelisahan relevan dengan keluhan utama

 Rasa takut 6. Kontrol perdarahan


DO :
 Dyspnea saat 7. Melakukan tes diagnostik, yang sesuai
- Inspeksi : 8. Meyakinkan pasien dan keluarga
istirahat
Klien terlihat
sesak bernapas
- RR = 30 Status Respirasi : Bantuan Ventilasi

x/menit Ventilasi Aktivitas :

Indikator : 1. Mempertahankan kepatenan jalan


napas
 Suara perkusi
2. Posisi untuk mengurangi dyspnea
 Volume tidal
3. Posisi untuk meminimalkan upaya
 Penemuan X-Ray
pernapasan (misalnya, mengangkat
dada
kepala tempat tidur dan memberikan
 Tes fungsi paru
meja overbed bagi pasien untuk
 Penggunaan otot
bersandar)

33
aksesoris 4. Memonitor efek perubahan posisi
pada oksigenasi: ABG, SaO2, SvO2,
akhir - tidal CO2, Qsp / Qt, tingkat A-
aDO2
5. Auskultasi suara napas, catat daerah
menurun atau tidak ada ventilasi, dan
kehadiran suara adventif
6. Memantau kelelahan otot pernafasan
7. Memonitor pernapasan dan oksigenasi
status
8. Mengajarkan teknik pernapasan, yang
sesuai

2. Kekurangan Keseimbangan Manajemen cairan


volume cairan elektrolit dan asam Aktivitas:
b.d syok basa 1. Monitor tanda-tanda vital
hipovolemik Indikator: 2. Monitor status hidrasi
DO :  Laju jantung 3. Monitor tanda kelebihan cairan atau
irama jantung retensi
- TD = 80/50
mmHg  Laju pernafasan 4. Kaji apakah ada edema
DBN 5. Monitor status nutrisi
- Nadi 128
x/menit  Irama Pernafasan 6. Berikan cairan bila diperlukan
7. Monitor intake dan output.
- Terdapat
trauma tajam Keseimbangan
pada abdomen cairan Monitor cairan
kanan atas
Indikator: Aktivitas:
- Hb = 7
 TD DBN 1. Menentukan jumlah dan tipe intake
 Denyut nadi cairan dan eliminasi
DBN 2. Menentukan factor resiko yang
 Hidrasi kulit mungkin muncul dari
 Tidak muncul ketidakseimbangan cairan

34
edema peripheral 3. Monitor BB
4. Monitor intake dan output
5. Monitor TD, RR, Nadi, dan suhu
6. Jaga keakuratan intake dan output
Hidrasi

Indikator:

 Hidrasi kulit
 Kelembapan
membran mukosa
 Tidak ada edema
peripheral

3. Resiko tinggi Kontrol Risiko Kontrol Infeksi


infeksi b.d Indikator : Aktivitas :
kontaminasi
 Mengetahui 1. Membersihkan lingkungan tepat
bakteri
faktor risiko setelah setiap kali digunakan pasien
DO :
 Memonitor faktor 2. Membatasi jumlah pengunjung, yang
- Hasil risiko lingkungan sesuai
pemeriksaan  Mengembangkan 3. Mencuci tangan sebelum dan sesudah
leukosit strategi setiap kegiatan perawatan pasien
meningkat pengendalian 4. Lembaga kewaspadaan universal
yaitu 12,1 risiko yang 5. Mendorong asupan cairan, yang
103/ul. efektif sesuai
- Terjadi  Menghindari
peningkatan paparan ancaman
Perlindungan terhadap Infeksi
suhu = 39,5 C kesehatan
Aktivitas :
 Memantau
perubahan status 1. Memantau tanda-tanda dan gejala
kesehatan infeksi sistemik dan lokal
2. Memonitor jumlah granulosit, WBC,
dan hasil diferensial
3. Mempertahankan asepsis untuk pasien

35
Kontrol Risiko : berisiko
Proses Infeksi 4. Mendorong asupan cairan, yang sesua
5. Mendorong istirahat
Indikator :

 Mencari validasi
risiko infeksi
yang dirasakan
 Memonitor
lingkungan untuk
faktor yang
terkait dengan
risiko infeksi
 Mempertahankan
lingkungan yang
bersih
 Menggunakan
kewaspadaan
universal
 Memantau
perubahan status
kesehatan umum

36
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma
tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja.
Prioritas keperawatan tertuju pada menghentikan perdarahan, menghilangkan/
mengurangi nyeri, menghilangkan cemas pasien, mencegah komplikasi dan
memberikan informasi tentang penyakit dan kebutuhan pasien. Prinsip–prinsip
pengkajian pada trauma abdomen harus berdasarkan A (Airway), B
(Breathing), C (Circulation). Pada kasus di atas Tn. M mengalami Trauma
tumpul akibat dari tabrakan kendaraan sehingga dada dan perut kanannya
membentur aspal. Masalah keperawatan yang timbul pada klien antara lain:
pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, nyeri
berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen
serta resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kontaminasi bakteri.

4.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini juga penulis menyadari bahwa dalam
pembuatan makalah masih terdapat banyak kesalahan, kekurangan serta
kejanggalan baik dalam penulisan maupun dalam pengonsepan materi. Untuk
itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar
kedepan lebih baik dan penulis berharap kepada semua pmbaca mahasiswa
khususnya, untuk lebih ditingkatkan dalam pembuatan makalah yang akan
datang.

37
DAFTAR PUSTAKA

Andila, Y. 2014. Trauma Abdomen. Diakses tanggal 4 Maret 2015 melalui


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40343/4/Chapter%20II.pdf.

Black, Joyce M. 1997. Medical Surgical Nursing fifth edition : clinical


managemen for continuity of care. Philadelfia : WB. Saunders company

Ignativicus, Donna D ; Workman. 2006. Medical Surgical Nursing Critical


Thinking for Collaborative Care. USA : Elsevier Saunders.

Hary, Eljau. 2012. Trauma Tumpul Abdomen. Diakses tanggal 4 Maret 2015
melalui https://eljauhary.files.wordpress.com/2012/12/trauma-tumpul-
abdomen-lecture.docx.

Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI :


Jakarta

Olisa, Jita. 2012. Manifestasi Klinis dan Komplikasi Trauma Abdomen. Diakses
tanggal 5 Maret 2015 melalui https://id. scribd.com/doc/87626839/
Manifestasi-Klinis-Dan-Komplikasi-Trauma-Abdomen

Suddarth & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC

Universitas Airlangga. 2011. Anatomi Fisiologi Abdomen. Diakses tanggal 4


Maret 2015 melalui
https://www.academia.edu/7630784/Makalah_BURST_ABDOMEN_edit

38

Anda mungkin juga menyukai