Jurnal Reading Mata Putri Sahara Ok (Dr. Putri Sahara)
Jurnal Reading Mata Putri Sahara Ok (Dr. Putri Sahara)
Keratektomi
Oleh :
Putri Sahara
18174007
Pembimbing :
Jurnal Reading
Diajukan dalam rangka memenuhi syarat dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada
Bagian Ilmu Oftalmologi Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama Rumah Sakit Umum
Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh
FAKULTASKEDOKTERANUNIVERSITAS ABULYATAMA
2018
KATA PENGANTAR
Puji beserta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas izinnya penulis dapat
menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul “ASTIGMATISME”. Jurnal reading ini dibuat untuk
melengkapi persyaratan dalam mengikuti kegiatan kepaniteraan klinik dibagian Ilmu oftalmologi
Pada kesempatan ini saya mengucapkan banyak terimakasih kepada dokter pembimbingdr.
Hasnawati Sp.M yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan dan
Besar harapan penulis agar Laporan Kasus ini dapat bermanfaat bagi para pembaca serta
dapat memberikan suatu pengetahuam baru bagi mahasiswa untuk meningkatkan keilmuannya.
Penulis
BAB I
ABSTRAK
1.1 Abstrak
JUDUL :
TUJUAN:
METODE:
Ini adalah serangkaian kasus dua pasien yang menjalani PTP transepitelial untuk tidak
teratur tidak teratur astigmatisme. Dalam kasus pertama, pasien mengeluh diplopia karena
jaringan parut kornea yang disebabkan oleh logam cedera tubuh asing. Topografi
menunjukkan astigmatisme irregular dengan asimetri yang signifikan di sumbu
inferotemporal ke superonasal. Dalam kasus kedua, pasien mengeluh penglihatan kabur dan
ghosting yang disebabkan oleh pertumbuhan epitel sentral yang signifikan melalui flap
LASIK lubang kancing, yang menyebabkan ketidakteraturan lokal pada topografi. Karena
lokalisasi sifat ketidak beresan, pengobatan PTP transepitelial lebih disukai untuk ablasi
kustom diberikan derajat hadiah masking epitel.
HASIL:
Transepithelial PTK efektif dalam mengobati kasus-kasus lokal yang tidak teratur ini
tidak teratur astigmatisme, mencapai perbaikan obyektif dan subyektif dalam visi. Renovasi
epitel kompensatori lebih dari penyimpangan memungkinkan pendekatan PTP transepithelial
untuk menargetkan penyimpangan permukaan stroma.
BAB II
ISI
2.1 PENDAHULUAN
Kelainan refraksi merupakan salah satu kelainan mata yang paling sering terjadi. Saat
ini kelainan refraksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia. Tiga kelainan
refraksi yang paling sering dijumpai yaitu miopia, hipermetropia, dan astigmatisma. Jenis
kelainan refraksi yang keempat yaitu presbiopia. (1) Di Indonesia prevalensi kelainan refraksi
menempati urutan pertama pada penyakit mata. Kasus kelainan refraksi dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan. Jumlah pasien yang menderita kelainan refraksi di Indonesia hampir
25% dari populasi atau sekitar 55 juta jiwa. (2) Berdasarkan data dari WHO pada 2004
prevalensi kelainan refraksi pada umur 5-15 tahun sebanyak 12,8 juta orang (0,97%). (3) Dari
data tersebut ditemukan bahwa kelainan yang timbul akibat kelainan refraksi yang tidak di
koreksi. Melihat situasi yang ada WHO merekomendasikan untuk dilakukannya skrining
penglihatan dan pelayanan kesehatan yang ditujukan bagi anak sekolah. (4) Kelainan refraksi
adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina, dimana terjadi ketidakseimbangan
sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak
dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan/ atau tidak
terletak pada satu titik fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan terjadinya kelainan
kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang sumbu bola
mata. Gangguan refraksi masih merupakan salah satu penyebab kebutaan di dunia. World
Health Organization (WHO) menyatakan, terdapat 45 juta orang yang menjadi buta di
seluruh dunia, dan 135 juta dengan low vision. Diperkirakan gangguan refraksi menyebabkan
sekitar 8 juta orang (18% dari penyebab kebutaan global) mengalami kebutaan. Angka
kebutaan anak di dunia masih belum jelas, namun diperkirakan ada sekitar 1,4 juta kasus
kebutaan pada anak, dan 500.000 kasus baru terjadi tiap tahunnya. Sebagian besar anak-anak
ini meninggal beberapa.
2.2 Metodelogi
Ini adalah serangkaian kasus dua pasien yang menjalani PTP transepitelial untuk tidak
teratur tidak teratur astigmatisme. Dalam kasus pertama, pasien mengeluh diplopia karena
jaringan parut kornea yang disebabkan oleh logam cedera tubuh asing. Topografi
menunjukkan astigmatisme irregular dengan asimetri yang signifikan di sumbu
inferotemporal ke superonasal. Dalam kasus kedua, pasien mengeluh penglihatan kabur dan
ghosting yang disebabkan oleh pertumbuhan epitel sentral yang signifikan melalui flap
LASIK lubang kancing, yang menyebabkan ketidakteraturan lokal pada topografi. Karena
lokalisasi sifat ketidak beresan, pengobatan PTP transepitelial lebih disukai untuk ablasi
kustom diberikan derajat hadiah masking epitel.
2.4 Diskusi
DISKUSI
Definisi
Astigmatisme adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan garis
pandang oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi lebih dari satu titik.
Astigmatisme mencegah berkas cahaya jatuh sebagai suatu fokus titik di retina karena
perbedaan derajat refraksi di berbagai meridian kornea atau lensa kristalina.
Epidemiologi
Prevalensi global kelainan refraksi diperkirakan sekitar 800 juta sampai 2,3 milyar. Di
Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan pertama pada penyakit mata. Kasus
kelainan refraksi dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Ditemukan jumlah
penderita kelainan refraksi di Indonesia hampir 25% populasi penduduk atau sekitar 55 juta
jiwa.
Menurut Maths Abrahamsson dan Johan Sjostrand tahun 2003, angka kejadian
astigmat bervariasi antara 30%-70%.
Etiologi
Klasifikasi
Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina Astigmatisme dibagi sebagai berikut:
1) Astigmatisme Reguler
Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua bidang yang
saling tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah satu bidang memiliki daya
bias yang lebih kuat dari pada bidang yang lain. Astigmatisme jenis ini, jika mendapat
koreksi lensa cylindris yang tepat, akan bisa menghasilkan tajam penglihatan normal.
Tentunya jika tidak disertai dengan adanya kelainan penglihatan yang lain.
Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisme regular ini dibagi
menjadi 2 golongan, yaitu:
a. Astigmatisme With the Rule
Bila pada bidang vertical mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang
horizontal.sering ditemukan pada anak-anak dan orang muda.
b. Astigmatisme Against the Rule
Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang
vertikal. Serinng ditemukan pada orang tua.
2) Astigmatisme Irreguler
Dimana titik bias didapatkan tidak teratur.
Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal pada retina, astigmatisme dibagi sebagai
berikut:
1. Astigmatisme Miopia Simpleks
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada tepat
pada retina (dimana titik A adalah titik fokus dari daya bias terkuat sedangkan titik B
adalah titik fokus dari daya bias terlemah). Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme
jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl -Y atau Sph -X Cyl +Y di mana X dan Y memiliki angka
yang sama.
-X Cyl -Y.
Gambar : Astigmatisme Miopia Kompositus
5. Astigmatisme Mixtus
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di
belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph +X Cyl
-Y, atau Sph -X Cyl +Y, di mana ukuran tersebut tidak dapat ditransposisi hingga nilai
X menjadi nol, atau notasi X dan Y menjadi sama - sama + atau -.
Diagnosis
Selain dari anamnesis, diagnosis astigmatisme dapat dilakukan dengan melakukn beberapa
pemeriksaan diantaranya :
1) Pemeriksaan Pin Hole
Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya tajam penglihatan
diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media penglihatan, atau kelainan retina
lainnya. Bila ketajaman penglihatan bertambah setelah dilakukan pin hole berarti pada pasien
tersebut terdapat kelainan refraksi yang belum dikoreksi baik. Bila ketajaman penglihatan
berkurang berarti pada pasien terdapat kekeruhan media penglihatan atau pun retina yang
menggangu penglihatan.
2) Uji Refraksi
a. Subjektif
Optotipe dari Snellen & Trial lens
Metode yang digunakan adalah dengan Metoda ‘trial and error’ Jarak pemeriksaan 6
meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata
penderita, Mata diperiksa satu persatu dibiasakan mata kanan terlebih dahulu
Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-masing mata. Bila visus tidak 6/6
dikoreksi dengan lensa sferis positif, bila dengan lensa sferis positif tajam penglihatan
membaik atau mencapai 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien dikatakan menderita
hipermetropia, apabila dengan pemberian lensa sferis positif menambah kabur
penglihatan kemudian diganti dengan lensa sferis negatif memberikan tajam
penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien menderita miopia. Bila setelah
pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak tercapai tajam penglihatan maksimal mungkin
pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat. Pada keadaan ini lakukan uji
pengaburan (fogging technique).
b. Objektif
- Autorefraktometer
Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan menggunakan
komputer. Penderita duduk di depan autorefractor, cahaya dihasilkan oleh alat dan
respon mata terhadap cahaya diukur. Alat ini mengukur berapa besar kelainan
refraksi yang harus dikoreksi dan pengukurannya hanya memerlukan waktu
beberapa detik.
- Keratometri
Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius kelengkungan
kornea.11 Keratometer dipakai klinis secara luas dan sangat berharga namun
mempunyai keterbatasan.
3) Uji Pengaburan
Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam penglihatannya dikaburkan
dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan berkurang 2 baris pada kartu Snellen,
misalnya dengan menambah lensa spheris positif 3. Pasien diminta melihat kisi-kisi
juring astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat. Bila garis juring
pada 90° yang jelas, maka tegak lurus padanya ditentukan sumbu lensa silinder, atau
lensa silinder ditempatkan dengan sumbu 180°. Perlahan-lahan kekuatan lensa silinder
negatif ini dinaikkan sampai garis juring kisi-kisi astigmat vertikal sama tegasnya atau
kaburnya dengan juring horizontal atau semua juring sama jelasnya bila dilihat dengan
lensa silinder ditentukan yang ditambahkan. Kemudian pasien diminta melihat kartu
Snellen dan perlahan-lahan ditaruh lensa negatif sampai pasien melihat jelas.
4) Keratoskop
Keratoskop atau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan astigmatisme. Pemeriksa
memerhatikan imej “ring” pada kornea pasien. Pada astigmatisme regular, “ring”
tersebut berbentuk oval. Pada astigmatisme irregular, imej tersebut tidak terbentuk
sempurna.
5) Javal ophtalmometer
Boleh digunakan untuk mengukur kelengkungan sentral dari kornea, diaman akan
menentukan kekuatan refraktif dari kornea.
Diagnosis Banding
1. Miopia
2. Hipermetropia
3. Katarak
4. Age Related Macular Degeneration (ARMD)
Terapi
1) Koreksi Lensa
Astigmatismus dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa silinder. Karena dengan
koreksi lensa cylinder penderita astigmatismus akan dapat membiaskan sinar sejajar tepat
diretina, sehingga penglihatan akan bertambah jelas.
2) Orthokeratology
Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak, lebih dari satu
minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan menurunkan myopia.
Kekakuan lensa kontak yang digunakan sesuai dengan standar. Pada astigmatismus
irregular dimana terjadi pemantulan dan pembiasan sinar yang tidak teratur pada dataran
permukaan depan kornea maka dapat dikoreksi dengan memakai lensa kontak. Dengan
memakai lensa kontak maka permukaan depan kornea tertutup rata dan terisi oleh film air
mata.
3) Bedah Refraksi
Methode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari:
· Radial keratotomy (RK)
Dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah diinsisi di parasentral. Bagian yang
lemah dan curam pada permukaan kornea dibuat rata. Jumlah hasil perubahan tergantung
pada ukuran zona optik, angka dan kedalaman dari insisi.
Gambar : Radial Keratotomy
· Photorefractive keratectomy (PRK)
Adalah prosedur dimana kekuatan kornea ditekan dengan ablasi laser pada pusat kornea.
Kornea yang keruh adalah keadaan yang biasa terjadi setelah photorefractive
keratectomy dan setelah beberapa bulan akan kembali jernih. Pasien tanpa bantuan
koreksi kadang-kadang menyatakan penglihatannya lebih baik pada waktu sebelum
operasi.
Gambar : LASIK
LASEK
LASEK (Laser Epithelial Keratomileusis) adalah sebuah bedah refraktif di mana
epitel dipotong dengan pisau halus, yang disebut trefin, dan melibatkan penggeseran
lapisan epitel kornea dan kemudian menggantinya untuk bertindak sebagai perban
alami.
KOMPLIKASI
Astigmatisme yang tidak dirawat pada orang dewasa dapat menyebabkan
ketidaknyamanan pada mata, mata menjadi penat dan terkadang sakit kepala. Rabun pada
anak-anak memerlukan perhatian khusus dan penjagaan mata benar. Hal ini disebabkan
karena apabila mata tidak dirawat dengan benar dapat menyebabkan terjadinya ambliopia
(mata malas).
PROGNOSIS
Sekitar 30 % dari semua orang memiliki Silindris . Dalam sebagian besar kasus,
kondisi tidak berubah banyak setelah usia 25 tahun. Astigmatisme progresif dapat terjadi
pada trauma kornea , infeksi berulang dari kornea, dan penyakit degeneratif seperti
keratoconus.
Dalam bedah refraktif terapeutik, saat ini kami miliki dua pendekatan laser excimer
untuk memperbaiki kornea ketidak beresan: ablasi kustom (dipandu topografi1 atau
wavefront-guided2) dan keratectomy phototherapeutic transepithelial (PTK) .3 Selama
hampir 20 tahun pengalaman dengan ablasi kustom, telah menjadi jelas kebiasaan itu ablasi
adalah pilihan efektif untuk penyimpangan "global" (Astigmatisme teratur tidak teratur)
seperti desentralisasi dan zona optik kecil, tetapi berkinerja buruk untuk "lokal"
penyimpangan (astigmatisme irregular tidak teratur) .1 Ini telah terbukti karena mekanisme
kompensasi dari epithelial remodeling menutupi proporsi stroma ketidakteraturan permukaan
dari topografi kornea permukaan depan (atau dari muka gelombang) .3-7 Jika ada stroma
yang tidak teratur permukaan, epitel akan menjadi lebih tipis relatif puncak dan lebih tebal di
atas palung relatif, dengan jumlah remodeling epitel berkorelasi dengan gradien
kelengkungan stroma lokal.6,8-10 Dalam kasus-kasus penyimpangan lokal, di mana
mayoritas ketidakteraturan stroma telah ditutupi oleh renovasi epitel, PTK transepithelial
menawarkan solusi dengan menggunakan epitelium sebagai agen masking alami untuk
memfokuskan ablasi ke puncak relatif di permukaan stroma. Reinstein et al.3-6
mendeskripsikan penggunaan peta ketebalan epitel untuk mendiagnosa dan merencanakan
PTK transepitel menggunakan digital subtraction pachymetry maps.
Namun, mereka memilikinya juga menunjukkan bahwa pada kornea yang sangat
kelainan, epitelium akan lebih tipis dari 51 μm pada saat tertipis. titik dan lebih tebal dari 60
µm pada titik yang paling tebal, mewakili "jendela terapeutik" yang dapat digunakansebagai
referensi untuk mengobati kasus-kasus astigmatisme tidak teratur dengan tidak adanya peta
ketebalan epitelDalam protokol ini, ablasi PTP transepithelial pertama direncanakan berada
dalam jendela terapeutik,setelah itu lebih lanjut PTK ablasi dapat dilakukandalam langkah-
langkah kecil sampai epitel diangkat. Inimetode ini memungkinkan jaringan stroma untuk
dikonservasi karena ablasi apapun setelah pengangkatan epiteltidak akan memiliki efek
penghalusan.Dua laporan kasus berikut menggambarkan dua contoh pasien dengan
astigmatisme irregular yang tidak teratur yang berhasil diobati oleh PTK transepitelial saja
tanpa adanya epitel peta ketebalan, berdasarkan pengetahuan bahwa ganti rugi epitel
pengganti akan menyediakan sebuah agen masking alami.
DISKUSI
Diberikan ablasi dangkal dan lokal, risiko rendah kabut setelah PTK transepithelial,
jadi kami hanya akan menggunakan mitomycin C dalam kasus di mana kabut sudah terbukti
(namun, ini mungkin berbeda di negara lain dengan lebih banyak sinar ultraviolet langsung).
Kelemahan PTP transepithelial adalah bahwa pergeseran bias saat ini tidak dapat diprediksi,
seperti yang ditunjukkan oleh hasil populasi yang dilaporkan oleh Reinstein et al.6;
pergeseran rabun sama kemungkinannya seperti hiperopia pergeseran, dan perubahan
pembiasan setara bola berada dalam ± 0,50 dioptri (D) hanya dalam 41% kasus setelahnya
PTK transepithelial saja. Ini terbukti dalam dua kami kasus yang disajikan, di mana ada
pergeseran bias +2,00 D dalam kasus pertama (meskipun ini termasuk +1,00 Ablasi refraksi)
dan +1,125 D pada kasus kedua. Pendekatan lain, dijelaskan oleh Chen et al., 11,12 adalah
untuk menggabungkan PTP transepitelial dengan ablasi topografi sebagai pengobatan
tunggal.
TELAAH KRITIS
Keuntungan lain adalah bahwa tidak ada kekhawatiran tentang sentrasi karena ablasi
PTK adalah kedalaman yang seragam di seluruh diameter. Sebaliknya, jika ablasi yang
dipandu oleh topografi adalah sedikit tidak sejajar, ini dapat meningkatkan ketidakteraturan,
khususnya dalam kasus-kasus ketidakberaturan lokal .
BAB IV
KESIMPULAN
Transepithelial PTK efektif dalam mengobati kasus-kasus lokal yang tidak teratur ini
tidak teratur astigmatisme, mencapai perbaikan obyektif dan subyektif dalam visi. Renovasi
epitel kompensatori lebih dari penyimpangan memungkinkan pendekatan PTP transepithelial
untuk menargetkan penyimpangan permukaan stroma.
AUTHOR CONTRIBUTIONS
Study concept and design (SG, DZR); data collection (SG, AK);
analysis and interpretation of data (SG, AK, DZR, GIC, TJA); writing
the manuscript (SG, AK, DZR, TJA); critical revision of the manu
script (SG, GIC)
DAFTAR PUSTAKA
1. Reinstein DZ, Archer TJ, Gobbe M. Combined corneal topography and corneal wavefront
data in the treatment of corneal irreg ularity and refractive error in LASIK or PRK using
the Carl Zeiss Meditec MEL80 and CRS Master. J Refract Surg. 2009;25:503-515.
2. Reinstein DZ, Archer TJ, Couch D, Schroeder E, Wottke M. A new night vision
disturbances parameter and contrast sensitivity as indicators of success in wavefront-
guided enhancement. J Refract Surg. 2005;21:S535-540.
4. Reinstein DZ, Archer TJ, Gobbe M. Refractive and topographic errors in topography-
guided ablation produced by epithelial compensation predicted by three-dimensional
Artemis very high-frequency digital ultrasound stromal and epithelial thick ness mapping.
J Refract Surg. 2012;28:657-663.
7. Reinstein DZ, Gobbe M, Archer TJ, Youssef G, Sutton HF. Stromal surface topography-
guided custom ablation as a repair toolfor corneal irregular astigmatism. J Refract Surg.
2015;31:54-59.
8. Reinstein DZ, Archer TJ, Gobbe M. Rate of change of curvatureof the corneal stromal
surface drives epithelial compensatory changes and remodeling. J Refract Surg.
2014;30:799-802.
10. Vinciguerra P, Roberts CJ, Albe E, et al. Corneal curvature gradient map: a new corneal
topography map to predict the cornealhealing process. J Refract Surg. 2014;30:202-207.
11. Chen X, Stojanovic A, Zhou W, Utheim TP, Stojanovic F, Wang Q. Transepithelial,
topography-guided ablation in the treatment of visual disturbances in LASIK flap or
interface complications. J Refract Surg. 2012;28:120-126.
12. Chen X, Stojanovic A, Nitter TA. Topography-guided transepi thelial surface ablation in
treatment of recurrent epithelial in growths. J Refract Surg. 2010;26:529-532