Oleh:
APRILLA LIANI
NIM: 1813453041
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan semua rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah Flebotomi yang berjudul “The Clinical and Laboratory
Standard Institute (CLSI)” ini tepat pada waktunya.
Selama proses pembuatan makalah ini penulis banyak mendapatkan
bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak, baik secara moral mau
pun secara material. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini, penulis ingin
mengucapkan terimakasih, sehingga penulisan makalah ini tersusun dengan baik.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih belum
sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan makalah ini dan semoga makalah ini ada
manfaatnya bagi orang banyak. Demikian makalah ini penulis sajikan. Akhir kata
penulis berharap semoga makalah ini dapat memberi arti dan manfaat bagi
pembaca, Amin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penggunaan alat analitik modern saat ini sangat membantu dalam
pemeriksaan laboratorium dengan hasil yang akurat. Pemantapan mutu
internal dan eksternal yang dilakukan dengan baik diharapkan dapat
mengurangi kesalahan pada proses analitik.
Adanya hasil tes yang tidak tepat dalam pemeriksaan hemostasis dapat
disebabkan oleh keadaan diluar pemeriksaan itu sendiri terutama dalam proses
pre analitik. Keadaan yang dapat menyebabkan kesalahan misalnya dari
penanganan sampel yang tidak tepat, atau dari proses pengambilan sampel itu
sendiri. Pada keadaan ini maka hasil tes tidak menggambarkan keadaan
sampel sesuai keadaan klinis pasien tersebut secara akurat.
Pada makalah ini akan dibahas tentang hal yang perlu diperhatikan pada
pemeriksaan pre analitik hemostasis terutama saat pengambilan darah vena
antara lain identifikasi pasien, pemilihan lokasi vena, antikoagulan, cara
pengambilan dan urutan penampungan. Selain itu juga dibahas tentang
stabilitas dan penyimpanan.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Alat yang diperlukan untuk pengambilan darah vena antara lain adalah
jarum, torniket, kapas alkohol, sarung tangan, tabung dan tube holder. Jarum
yang digunakan harus sesuai dengan diameter vena. Jarum dengan diameter
besar (16–18 gauge) digunakan untuk mengambil darah dalam jumlah besar
seperti donor darah sehingga umumnya digunakan jarum ukuran 19–21 gauge.
Penggunaan torniket adalah untuk membantu melihat lokasi vena lebih jelas.
Jika penggunaan torniket > 1 menit maka kadar F VIII, faktor von willebrand
dan tissue plasminogen activator akan meningkat, dan fibrinolisis akan
teraktivasi. Selain itu juga terdapat hemokonsentrasi yang akan meningkatkan
semua protein dalam darah sehingga torniket tidak boleh terlalu kencang dan
harus dipasang tidak lebih dari 1 menit, saat darah sudah mengalir ke dalam
tabung maka secepatnya torniket harus dilepas.
Sampel sebaiknya diambil tanpa bendungan sehingga darah dapat
mengalir ke semprit dengan aliran kontinyu tanpa tahanan atau dengan adanya
tekanan negatif dari tabung hampa udara (vakum), karena adanya bendungan
yang terlalu lama pada vena dapat menyebabkan hemokonsentrasi,
peningkatan aktivitas fibrinolitik, dan aktivasi sejumlah faktor pembekuan.2
Pembuluh vena besar di lengan daerah lipat siku lebih direkomendasi-
kan, karena pembuluh dengan diameter yang kecil dapat menjadi kolaps
sehingga menyebabkan aliran darah menjadi terhambat dan/atau pengisian
tabung menjadi tidak tepat. Pemilihan lengan juga harus diperhatikan.
Pengambilan vena harus membuat trauma seminimal mungkin. Darah tidak
boleh diambil dari lengan yang terpasang infus. Kontaminasi sampel dengan
cairan infus (terutama yang mengandung heparin) merupakan penyebab paling
umum kesalahan pra analitik di rumah sakit.
3
Jenis, volume dan pH antikoagulan, rasio volume darah dan hematokrit
merupakan beberapa hal yang termasuk variabel pra analitik dan dapat
mempengaruhi tes koagulasi. Sebelum 2003, NCCLS (sekarang The Clinical
and Laboratory Standard Institute (CLSI)) merekomendasikan bahwa 5 ml
darah pertama sebaiknya digunakan untuk pemeriksaan lain yang bukan
hemostasis karena satu ml darah pertama dapat terkontaminasi oleh tissue
factor, namun kini hal tersebut tidak berlaku lagi karena tidak ada bukti
adanya perubahan efek pada pemeriksaan koagulasi. Saat ini CLSI
memperkenalkan ‘coagulation before serum’, tes koagulasi yang sebaiknya
tidak dilakukan setelah sampling pada tabung yang mengandung aktivator atau
tabung yang mengandung antikoagulan lain seperti heparin dan EDTA karena
dikhawatirkan dapat terjadi efek carry over dari bahan tambahan dari tabung
sebelumnya ke tabung berikutnya yang kemudian akan mempengaruhi hasil.
Carry over terjadi jika jarum yang digunakan untuk mengisi sebuah tabung
memindahkan sedikit darah atau campuran antikoagulan dari darah tersebut ke
tabung yang diisi berikutnya. Antikoagulan dan zat aditif lainnya pada tabung
dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan pada tabung lainnya walaupun dari
penelitian Fukugawa ditemukan bahwa efek carryover dari clot activators
dalam tabung serum minimal. Urutan pengambilan tabung juga serupa pada
penggunaan semprit. Jika 2 atau 3 tabung digunakan maka diisi volumenya
sampai batas yang dianjurkan, selain itu CLSI juga menyatakan bahwa hasil
tes PT dan APTT tidak terpengaruh bila dari tabung pertama.
Sampel untuk pemeriksaan koagulasi harus menggunakan tabung yang
mengandung antikoagulan yaitu sitrat. Adanya sitrat akan menyingkirkan
kalsium sehingga tidak akan terjadi proses pembekuan. Konsentrasi sitrat yang
direkomendasikan adalah 0.105–0.109 M (biasanya 3.2%) dengan rasio 9
volume darah dengan 1 volume antikoagulan, sehingga penting untuk mengisi
tabung sedikitnya 90% dari kapasitas tabung atau mencapai batas yang
terdapat pada tabung untuk tercapainya rasio antar volume darah dan
antikoagulan tersebut selain itu tabung juga harus dicampur merata dengan
dibolak balik perlahan sebanyak 5–6 kali dan jangan dikocok supaya darah
dengan antikoagulan menjadi homogen.
4
Gambar 2. Tube holder8
5
jam, sedangkan untuk pemeriksaan APTT pada sampel yang diduga
mengandung unfractioned heparin disimpan pada suhu 2–4oC atau 18–24oC
yang harus dikerjakan dalam waktu 1 jam karena potensi netralisasi heparin
oleh adanya pelepasan isi trombosit. Sampel untuk pemeriksaan lain (Trombin
Time, Protein C, F V, F VIII) disimpan pada suhu 2–4oC atau 18–24oC,
disentrifugasi dan diperiksa dalam waktu 4 jam.4
Suhu yang ekstrim harus dihindari dan keterlambatan dalam transportasi
dapat mempengaruhi faktor yang labil (FV, FVIII), sehingga menyebabkan
waktu pembekuan memanjang dan hilangnya aktivitas faktor tersebut. Pada
kasus tersebut, melakukan sentrifugasi dan pemisahan plasma yang diikuti
dengan transpor plasma yang beku dapat dipertimbangkan. Umumnya, untuk
mempertahankan integritas sampel, sampel harus dikerjakan secepatnya
(idealnya dalam waktu 1 jam setelah pengambilan) dan tes dilakukan dalam
waktu 4 jam (atau diproses dengan dilakukan sentrifugasi lebih dahulu dan
plasma dibekukan). Selama disimpan dalam waktu yang singkat, sampel harus
tetap tertutup dan berada dalam suhu kamar. Jika pemeriksaan belum akan
dilakukan dalam waktu 4 jam untuk APTT dan 24 jam untuk PT, maka plasma
sebaiknya dipisahkan dari fraksi seluler dengan satu atau dua kali sentrifugasi,
tanpa menganggu pellet sel. Plasma yang sudah terpisah dapat disimpan dalam
keadaan beku untuk dikerjakan tes selanjutnya. Plasma yang terpisah
umumnya dapat disimpan pada suhu ruangan atau dalam lemari es selama
beberapa jam tanpa ada efek pada koagulasi.
Ketika menyimpan plasma, semakin rendah suhu freezer, semakin lama
spesimen dapat disimpan. Umumnya tes pada sampel yang disimpan pada
suhu di bawah -20oC dapat dikerjakan dalam waktu 2–4 minggu sedangkan tes
pada sampel yang disimpan pada suhu -80oC dapat dikerjakan dalam waktu
beberapa bulan dan terkadang beberapa tahun dalam freezer yang tidak
mempunyai defrost cycle yang dapat mencairkan dan membekukan kembali
sampel secara periodik selama penyimpanan. Sebelum pemeriksaan, sampel
yang beku harus dicairkan pada 37oC selama 5–10 menit atau sudah mencair
seluruhnya dan diperiksa secepatnya. Jika pemeriksaan tidak dapat dilakukan
6
secepatnya maka sampel yang sudah dicairkan dapat disimpan dalam suhu 5–
15oC selama 2 jam.
7
5. Kontaminasi kaolin/platelet substitute reagent dengan sisa thromboplastin
(dapat menyebabkan APTT memendek).
6. Penundaan analisis sampel
7. Pipetting yang tidak akurat
8. Malfungsi alat.
9. Suhu waterbath tidak tepat
10. Kalsium klorida tidak tepat konsentrasinya atau tidak segar.
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemeriksaan hemostasis memerlukan perhatian khusus, dimana pre
analitiknya memegang peranan penting yang dapat mempengaruhi hasil tes
secara keseluruhan. Beberapa hal yang harus diperhatikan seperti saat
pengambilan sampel yaitu identifikasi pasien, urutan pengambilan tabung dan
penggunaan antikoagulan. Tabung harus terisi penuh 90%, menggunakan
antikoagulan yang tepat seperti sitrat. Kini CLSI merekomendasikan
‘coagulation before serum’ karena dikhawatirkan efek carry over yang akan
terjadi meskipun penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna PT
dan APTT yang diambil dari tabung pertama maupun kedua. Transportasi dan
penyimpanan sampel juga memegang peranan penting tergantung dari tes apa
yang akan dikerjakan seperti APTT yang harus diperiksa dalam waktu 4 jam,
sedangkan PT dalam waktu 24 jam bila didiamkan dalam suhu kamar. Hal lain
seperti hematokrit dan cara sentrifugasi juga harus diperhatikan. Bila pre
analitik dilakukan dengan baik maka pada pemeriksaan hemostasis akan
diperoleh hasil yang akurat dan sesuai klinis pasien.
9
DAFTAR PUSTAKA
Arkin CF, Adcock DM, Ernst DJ, Marlar RA, Parish GT, Szamosi DI and
Warunek DJ. Collection, Transport, and Processing of Blood Specimens
for testing Plasma-Based Coagulation Assays; Approved Guideline-Fourth
Edition. Clinical and Laboratory Standards Institute. 2003;H21-A4(23)35