Anda di halaman 1dari 40

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Sampul......................................................................................... i
Lembar Pengesahan.................................................................................... ii
Daftar Isi.....................................................................................................iii
Ringkasan................................................................................................... iv
BAB I. Pendahuluan.................................................................................. 1
A. Latar Belakang.................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah.............................................................................5

BAB II. Tinjauan Pustaka .......................................................................... 6


A. Laboratorium Klinik.....................................................................6
B. Tahapan Pemeriksaan Laboratorium.............................................6
C. Pemeriksaan Hematologi Rutin....................................................7
D. Darah.............................................................................................8
E. Jenis Antikoagulan.........................................................................9
F. Hematokrit....................................................................................10
G. Pemeriksaan Hematokrit..............................................................11
H. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Pemeriksaan Ht.........12
I. Nilai Normal Hematokrit..............................................................13
J. Hematologi Analyzer....................................................................14
K. Kerangka Teori............................................................................15

BAB III. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................16


A. Tujuan Penelitian ........................................................................16
B. Manfaat Penelitian........................................................................16

BAB IV Metode Pelaksanaan.....................................................................17


A. Tahapan Penelitian ......................................................................17
B. Lokasi Penelitian..........................................................................18
C. Variabel Penelitian ......................................................................18
D. Populasi dan Sampel ...................................................................18
E. Rancangan Penelitian ..................................................................19
F. Teknik Pengumpulan Data...........................................................20
G. Analisis Data ...............................................................................23

BAB V. Hasil Yang Dicapai......................................................................24


A. Hasil ............................................................................................24
B. Pembahasan .................................................................................29

BAB VI. Rencana Tahapanan Berikutnya.................................................34


A. Rencana Berikutnya.....................................................................34

BAB VII. Kesimpulan dan Saran ..............................................................35


A. Kesimpulan .................................................................................35
B. Saran.............................................................................................35
Daftar Pustaka............................................................................................36
Lampiran....................................................................................................38
RINGKASAN

Kesalahan tahap pra-analitik memberikan kontribusi paling besar pada kesalahan


laboratorium (46-77,1%). Beberapa hal yang termasuk kesalahan pra analitik
antara lain hemolisis (53,2%), volume spesimen yang kurang (7,5%), tulisan
tangan yang tidak bisa dibaca (7,2%), salah spesimen, spesimen ada bekuan,
kesalahan vacuum container atau jenis antikoagulan, rasio volume specimen dan
antikoagulan yang tidak sesuai. Pada beberapa pemeriksaan hematologi
diperlukan antikoagulan untuk mencegah membekunya darah di luar tubuh,
Ethylene Diamine Tetraacetic Acid (EDTA) merupakan antikoagulan yang
dianjurkan untuk pemeriksaan hematologi karena tidak mempengaruhi morfologi
dari komponen darah, sehingga baik dalam pemeriksaan hematologi, seperti
pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, LED, hitung lekosit, hitung trombosit,
retikulosit, dan lainnya. K2EDTA adalah yang paling baik dan dianjurkan oleh
ICSH (International Council for St andardization in Hematology) dan CLSI
(Clinical and Laboratory Standards Institute). Tabung EDTA tersedia dalam
bentuk tabung hampa udara (vacutainer tube) dengan tutup lavender (purple) atau
pink seperti yang diproduksi oleh Becton Dickinson. Penelitian bertujuan untuk
mengetahui pengaruh volume sampel darah dengan antikoagulan K2EDTA
terhadap Kadar Hematokrit. Penelitian dilakukan di laboratorium Hematologi
IKesT Muhammadiyah dan RS. Bunda Palembang pada bulan Februari – Maret
2023. Penelitian menggunakan sampel darah EDTA yang berasal dari mahasiswi
tingkat 2 dan 3 DIV Teknologi Laboratorium Medis IKesT Muhammadiyah
Palembang. Teknik pengambilan sampel menggunakan Nonprobability dalam
bentuk Purprosive sampling. Hasil rata- rata pemeriksaan hematokrit dengan
volume darah EDTA 3CC yaitu 54,1 % dan darah EDTA 1CC yaitu 42,3%.
Kesimpulan penelitian yaitu terdapat pengaruh volume sampel darah dengan
antikoagulan K2EDTA terhadap kadar hematokrit.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam tahapan kegiatan laboratorium terdiri dari yaitu tahap pra analitik,
analitik dan pasca analitik. Tahap pra analitik adalah semua proses yang
terjadi sebelum sampel diproses dalam autoanalyzer termasuk permintaan tes-
tes yang tidak tepat, tulisan tangan tidak terbaca pada formulir permintaan,
mempersiapkan pasien, menerima spesimen, memberi identitas spesimen,
pengambilan sampel yang tidak benar, penundaan transportasi, dan kesalahan
pengolahan sampel. Tahap analitik yaitu tahap mulai kalibrasi peralatan
laboratorium, sampai dengan menguji ketelitian-ketepatan dan uji spesimen.
Tahap pasca analitik yaitu tahap mulai dari mencatat hasil pemeriksaan,
interpretasi hasil sampai dengan pelaporan. tahap pra analitik merupakan
salah satu fase penting dari pemeriksaan laboratorium. Fase ini meliputi
pengumpulan sampel, penanganan dan pengelolaan sampel serta faktor pasien
(Manik & Haposan, 2021).
Pada tahap pra analitik yang menyumbang kontribusi yang paling besar
dalam menentukan kualitas hasil pemeriksaan. Untuk meminimalisir
kesalahan itu dibuatlah instruksi kerja sesuai Standar Operasional Prosedur
(SOP) agar dimengerti dan diterapkan ke semua pihak terkait. Standar
Operasional Prosedur (SOP) adalah serangkaian instruksi tertulis yang
mendokumentasikan kegiatan rutin atau berulang yang diikuti olah suatu
organisasi. Manfaat SOP pengembangan dan penggunaan SOP meninimalkan
variasi dan mempromosikan kualitas melalui penerapan proses atau prosedur
yang konsisten dalam organisasi (Amalia et al., 2019).
Pada tahapan pra analitik inilah yang menentukan apakah akan diperoleh
sampel yang baik untuk pemeriksaan laboratorium tersebut, sehingga fase ini
sangat berpengaruh terhadap kualitas sampel walaupun tidak dapat
dinyatakan secara kuantitas (Manik & Haposan, 2021). Kesalahan tahap pra-
analitik memberikan kontribusi paling besar pada kesalahan laboratorium
(46-77,1%). Beberapa hal yang termasuk kesalahan pra analitik antara lain
hemolisis (53,2%), volume spesimen yang kurang (7,5%), tulisan tangan
yang tidak bisa dibaca (7,2%), salah spesimen, spesimen ada bekuan,
kesalahan vacuum container atau jenis antikoagulan, rasio volume specimen
dan antikoagulan yang tidak sesuai (Manik & Haposan, 2021).
Pemeriksaan Darah Lengkap atau Complete Blood Count (CBC)
merupakan suatu pemeriksaan untuk menunjang diagnosa suatu penyakit dan
atau untuk melihat bagaimana respon tubuh terhadap suatu penyakit.
Pemeriksaan darah lengkap terdiri dari beberapa jenis parameter pemeriksaan,
salah satu di antaranya yaitu pemeriksaan hematokrit (Jiwintarum et al.,
2020). Pemeriksaan hematokrit merupakan salah satu pemeriksaan yang
sering diminta oleh dokter, untuk mendiagnosa suatu penyakit yang berkaitan
dengan jumlah sel darah merah (eritrosit). Meskipun pemeriksaan ini tidak
dapat menentukan jenis penyakit secara langsung, tetapi sebagai penunjang
diagnosa awal dan sebagai indikator pada keadaan dehidrasi (Saleh et al.,
2019).
Pada beberapa pemeriksaan hematologi diperlukan antikoagulan untuk
mencegah membekunya darah di luar tubuh, Ethylene Diamine Tetraacetic
Acid (EDTA) merupakan antikoagulan yang dianjurkan untuk pemeriksaan
hematologi karena tidak mempengaruhi morfologi dari komponen darah,
sehingga baik dalam pemeriksaan hematologi, seperti pemeriksaan
hemoglobin, hematokrit, LED, hitung lekosit, hitung trombosit, retikulosit,
dan lainnya (Syuhada et al., 2021). K2EDTA adalah yang paling baik dan
dianjurkan oleh ICSH (International Council for St andardization in
Hematology) dan CLSI (Clinical and Laboratory Standards Institute). Tabung
EDTA tersedia dalam bentuk tabung hampa udara (vacutainer tube) dengan
tutup lavender (purple) atau pink seperti yang diproduksi oleh Becton
Dickinson (Cahya, 2021).
Setiap 1 mg EDTA dapat mencegah pembekuan 1 ml darah dan digunakan
dalam keadaan kering (serbuk). Melihat pernyataan tersebut sangat berbeda
sekali dengan EDTA yang ada pada tabung vacutainer yang berbentuk gel,
dan diperuntukkan harus 3 ml darah . Namun dalam praktiknya, teknisi di
laboratorium sering mencabut tabung dari jarumnya sebelum tercapai volume
3 ml (Dewi & Kusuma, n.d.).
Volume sampel darah yang kurang dapat meningkatkan masa pembekuan.
Namun dikarenakan berbagai sebab dan sulitnya mendapatkan spesimen,
pengambilan darah tidak selalu mencapai volume yang diinginkan.
Pengambilan sampel harus dilakukan dengan benar sesuai dengan standar
operasional prosedur yang ada. Proteksi volume darah pada pasien sering
menjadi perhatian, terutama pada penderita anemia, bayi baru lahir, dan
pengambilan darah pada pasien dengan vena kecil juga dapat menyebabkan
pengumpulan volume darah yang tidak mencukupi (Syuhada et al., 2021).
Beberapa faktor pra-analitis mengubah hasil yang diperoleh setelah
analisis. Kelebihan EDTA dapat menurun nilai hematokrit dan mean
corpuscular volume (MCV) karena hipertonisitas plasma dengan peningkatan
konsentrasi ion, menyebabkan peningkatan konsentrasi hemoglobin
corpuscular rata-rata (MCHC), tanpa mengubah konsentrasi hemoglobin;
perubahan lebih terasa dengan penggunaan K3EDTA (Riba et al., 2020).
Perbandingan jumlah darah dengan antikoagulan yang dipakai harus tepat
untuk menghindari kesalahan hasil pemeriksaan. Bila volume darah lebih
banyak dari seharusnya maka darah akan membeku karena terdapat fibrin
akan terjadi agregasi trombosit atau platelet clump dalam penampung yang
akan menyebabkan hitung trombosit lebih rendah. Bila dipakai darah yang
lebih sedikit sehingga antikoagulan yang ada berlebihan keadaan ini
mengakibatkan eritrosit mengerut sehingga nilai hematokrit lebih rendah nilai
MCV menurun dan MCHC meningkat sedangkan trombosit membesar dan
mengalami desintegrasi. Dengan demikian ketepatan pemberian takaran
EDTA dengan volume darah harus dengan benar diperhatikan (Permana et
al., 2020).
Apabila pemberian antikoagulan EDTA dan volume darah sesuai maka
akan memberikan hasil yang tepat. Oleh sebab itu, lebih dianjurkan
pemakaian antikoagulan EDTA dengan volume darah 3 cc karena sesuai
dengan takaran. Jika dalam pemakaian antikoagulan kurang dari yang
ditentukan darah dapat membeku sedangkan apabila pemakaian berlebih dari
yang ditentukan akan menyebabkan eritrosit mengkerut dan sebaliknya jika
konsentrasi antikoagulan yang digunakan lebih kecil dari konsentrasi yang
ditentukan maka dapat menyebabkan eritrosit membesar (Permana et al.,
2020).
Prosedur penggunaan tabung K3EDTA untuk pemeriksaan hematologi
volume darah yang diambil harus sampai tanda batas, sedangkan kasus yang
terdapat di Rumah Sakit volume darah yang diambil tidak sampai tanda batas
(< 1 mL) sehingga dapat mempengaruhi pemeriksaan hematologi (Cahya,
2021). Penambahan antikoagulan yang terlalu sedikit yang dapat
menimbulkan sel eritrositnya membesar dan jika pemberian antikoagulan
terlalu banyak akan menyebabkan sel eritrositnya dapat mengecil. Sehingga
dapat mempengaruhi nilai hematokrit tersebut menjadi tinggi. Jika nilai
hematokritnya tinggi maka dapat menyebabkan penyakit polisetemia,
penyakit jantung, penyakit paru-paru dan dehidrasi. Begitu dengan sebaliknya
jika nilai hematokritnya rendah maka dapat menyebabkan penyakit anemia,
leukimia, dan gagal ginjal. Akan tetapi nilai hematokrit perempuan lebih
rendah dari laki-laki karena disebabkan oleh proses kehamilan, menyusui dan
menstruasi (Rosidah & Wibowo, 2018).
Berdasarkan fenomena diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang “Pengaruh Volume Sampel Darah dengan Antikoagulan K 2EDTA
terhadap Kadar Hematokrit”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, untuk mengetahui
bagaimanakah pengaruh volume sampel darah dengan antikoagulan K2EDTA
terhadap kadar hematokrit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Laboratorium Klinik
Laboratorium adalah sarana kesehatan yang melaksanakan pengukuran,
penetapan dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusia atau
bahan bukan berasal dari manusia untuk penentuan jenis penyakit, penyebab
penyakit, kondisi kesehatan atau faktor yang dapat berpengaruh pada
kesehatan perorangan dan kesehatan masyarakat. Laboratorium kesehatan
merupakan sarana penunjang upaya pelayanan kesehatan, khususnya bagi
kepentingan preventif dan kuratif, bahkan promotif dan rehabilitative (Manik
& Haposan, 2021).
Pemeriksaan laboratorium merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk
kepentingan klinik. Tujuan pemeriksaan laboratorium adalah untuk
membantu menegakkan diagnosis penyakit pada penderita atau dapat
digunakan untuk follow up terapi. sebelum hasil pemeriksaan laboratorium
dikeluarkan haruslah diperhatikan secara memadai supaya dapat dicegah hasil
yang tidak sesuai dengan keadaan penderita (Permana et al., 2020).
Laboratorium klinik merupakan laboratorium yang melaksanakan
pelayanan pemeriksaan spesimen klinik di bidang hematologi, kimia klinik,
mikrobiologi klinik, parasitologi klinik, dan imunologi klinik. Kegiatan di
laboratorium Klinik, antara lain melakukan sampling darah pasien
(Flebotomi), melakukan pemeriksaan sampel kimia darah, hematologi darah,
imunologi darah, dan lain-lain (Sari, 2022). Laboratorium klinik menempati
posisi penting dalam pelayanan kesehatan. Pemeriksaan laboratorium penting
untuk penapisan awal, diagnosis, pemantauan penyakit dan pemantauan
pengobatan. Ada tiga tahap dalam pemeriksaan laboratorium, yaitu tahap pra
analitik, analitik, dan pasca analitik (Syuhada et al., 2021).

B. Tahapan Pemeriksaan Laboratorium


Pada pemeriksaan laboratorium tedapat tiga tahap pemeriksaan, yakni
tahap pra analitik, analitik, dan pasca analitik. Ketiganya berhubungan satu
sama lain sehingga penting untuk diperhatikan. survey yang didapatkan,
faktor pra analitik menjadi faktor tersering penyebab terjadinya kesalahan
pemeriksaan laboratoirum (Cahya, 2021). Tahap pra-analitik terdiri atas
permintaan tes, identifikasi spesimen, flebotomi, pengumpulan, penanganan
dan transportasi spesimen ke laboratorium. Kesalahan Pra-analitik ini
termasuk kesalahan dalam persiapan spesimen yang melibatkan semua
aktivitas untuk membuat sampel sesuai untuk analisis.
Hasil pemeriksaan laboratorium sangat dipengaruhi oleh tahap pra
analitik, analitik dan pasca analitik. Kontribusi kesalahan terbesar
dilaboratorium yaitu pada tahap pra-analitik terjadi sebesar 77,1% diikuti
pasca analitik 15% dan analitik 7,9%. Salah satu pelayanan kesehatan yang
berada digaris depan pelayanan laboratorium adalah flebotomi (Sari,
2022).Tahapan pra analitik pemeriksaan laboratorium diantaranya meliputi
pengambilan spesimen dan penanganannya termasuk pemberian antikoagulan
merupakan hal yang mutlak harus diperhatikan untuk mendapatkan hasil yang
baik (Permana et al., 2020).

C. Pemeriksaan Hematologi Rutin


Hematologi adalah ilmu yang mempelajari tentang heme (darah).
Pemeriksaan hematologi dalam praktiknya seringkali menggunakan
antikoagulan untuk mencegah terjadinya pembekuan darah. Pemeriksaan
hitung jumlah eritrosit biasanya menggunakan darah vena yang ditambah
dengan antikoagulan berupa Ethylene Diamine Tetraacetic Acid (EDTA) .
EDTA merupakan asam karboksilat poliamino, berbentuk padat yang dapat
larut dalam air. Nama resmi EDTA adalah singkatan dari
Ethylenediaminetetraacetic Acid. Pemberian EDTA dilakukan untuk
mencegah terjadinya pembekuan darah (gumpalan) (Dewi & Kusuma, n.d.).
Pemeriksaan hematologi adalah pemeriksaan laboratorium yang terdiri
dari beberapa pemeriksaan contoh, pemeriksaan darah khusus, pemeriksaan
darah rutin dan pemeriksaan darah lengkap. Pemeriksaan darah khusus
meliputi gambaran darah tepi, jumlah eritrosit, hematokrit, indeks eritrosit,
jumlah retikulosit dan jumlah trombosit. Pemeriksaan darah rutin meliputi
hemoglobin, jumlah leukosit, hitung jenis leukosit, laju endapan darah.
Pemeriksaan darah lengkap merupakan pemeriksaan yang sering dilakukan di
rumah sakit maupun laboratorium klinik yang di kenal dengan istilah
complete blood count (CBC) yang merupakan pemeriksaan dasar dari
komponen sel darah (Rosidah & Wibowo, 2018).
Pemeriksaan hematologi rutin adalah jenis pemeriksan yang memberikan
informasi tentang sel-se darah dan merupakan tes laboratorium yang paling
umum dilakukan. pemeriksaan ini digunakan sebagai tes skrining yang luas
untuk memeriksa gangguan seperti anemia,infeksi, dan banyak penyakit
lainnya (Permana et al., 2020). Beberapa parameter hematologi terdiri atas
hitung darah lengkap (CBC), hemoglobin (Hb), hematokrit (Hct), leukosit
(WBC) dan trombosit (Kartikasari et al., 2020).

D. Darah
Darah adalah cairan yang beredar melalui jantung, arteri, kapiler, dan vena
yang berfungsi mengangkut nutrien dan oksigen menuju sel-sel tubuh, serta
berperan untuk mengeluarkan produk sisa dan karbon dioksida yang
didalamnya terdapat bagian cair yaitu plasma, dan unsur-unsur padat seperti
eritrosit, leukosit dan trombosit. Lebih dari 99% sel adalah eritrosit,
hematokrit, atau packed cell volume (Syuhada et al., 2020).
Spesimen untuk pemeriksaan hematologi paling baik diambil dari darah
vena dengan pemberian antikoagulan EDTA (ethylenediamine tetra-acetic
acid) agar tidak membeku. EDTA umumnya tersedia dalam bentuk garam
sodium (natrium) atau pottasium (kalium) bertujuan untuk mencegah
koagulasi dengan cara mengikat kalsium. EDTA memiliki keunggulan
dibanding dengan antikoagulan yang lain yaitu tidak mempengaruhi sel-sel
darah karena pH EDTA mendekati pH darah sehingga ideal untuk pengujian
hematologi seperti pemeriksaan hemoglobin, hitung leukosit, hematokrit, laju
endap darah,hitung trombosit,retikulosit,apusan darah dan sebagainya
(Permana et al., 2020).
E. Jenis Antikoagulan
Pemeriksaan hematologi pada pemeriksaan hematokrit biasanya memakai
darah vena yang di campurkan dengan antikoagulan EDTA maupun
antikoagualan heparin untuk mencegah pembekuan darah.
1. EDTA
Ada tiga bentuk EDTA yang tersedia: disodium (Na2EDTA),
dipotassium (K2EDTA), dan tripotassium EDTA (K3EDTA). K3EDTA
ditempatkan di dalam tabung dalam bentuk cair, apa yang menyebabkan
A sedikit pengenceran sampel. Dalam kasus penyimpanan
berkepanjangan atau perubahan rasio antikoagulan / darah menggunakan
K3EDTA, satu dapat melihat perubahan dalam ukuran eritrosit rata-rata.
K2EDTA adalah dibagikan sebagai bubuk, sehingga tidak menyebabkan
variasi volume / pengenceran dari sampel yang dikumpulkan, menjadi
pilihan yang direkomendasikan untuk koleksi sampel (Riba et al., 2020).
Beberapa laboratorium baik itu laboratorium klinik maupun rumah
sakit diketahui lebih banyak laboratorium yang menggunakan tabung
K3EDTA dibandingkan dengan tabung K2EDTA, karena dari segi harga
tabung K3EDTA lebih murah dibandingkan tabung K2EDTA. Tabung
K2EDTA biasanya digunakan dalam bentuk kering, sedangkan tabung
K3EDTA biasanya digunakan dalam bentuk cair selain itu juga terdapat
beberapa perbedaan lain diantara kedua tabung tersebut diantaranya pada
tabung K2EDTA tidak bersifat adiktif dan K3EDTA bersifat adiktif,
K2EDTA tidak meningkatkan volume sel setelah 4 jam sedangkan
K3EDTA meningkatkan volume sel setelah 4 jam (Cahya, 2021).
K2EDTA adalah antikoagulan yang paling baik dan dianjurkan oleh
ICSH dan NCCL karena perbandingan antara dosis antikoagulan dengan
volume darah dapat dipertanggungjawabkan. Pada saat proses
penampungan darah, volume darah yang di masukan pada tabung
vacutainer harus sama dengan volume antikoagulan yang tertulis di
tabung. Jika tidak sebanding baik lebih ataupun kurang maka akan
berpotensi mempengaruhi keakuratan hasil pemeriksaan. Jika volume
darah kurang dari pada volume antikoagulan, maka akan terjadi
hipertonisitas pada darah, hipertonisitas yang tinggi akan mengakibatkan
cairan yang ada di dalam sel keluar untuk mempertahankan tekanan
osmotik, sedangkan jika volume darah melebihi volume antikoagulan
maka darah akan koagulasi (beku) (Cahya, 2021).
2. Heparin
Antikoagulan heparin dapat digunakan dalam dua bentuk, yaitu berupa
larutan atau cair dan berupa zat kering atau padat. Ada beberapa
antikoagulan yang biasa dipakai dalam pemeriksaan hematologi yaitu,
EDTA, Heparin, dan Na Citrat. Antikoagulan yang sering di pakai pada
pemeriksaan hematologi adalah EDTA sampai saat ini yang sering
digunakan adalah EDTA dalam bentuk serbuk (EDTA kovensional)
begitu pula dengan antikoagulan heparin yang fungsinya sama (Rosidah
& Wibowo, 2018).

F. Hematokrit
Hematokrit adalah volume eritrosit dalam 100 mL (1 dL) darah dan
dinyatakan dalam persen. Pemeriksaan hematokrit digunakan untuk
mengukur konsentrasi eritrosit dalam darah dan merupakan salah satu
pemeriksaan yang berguna dalam membantu diagnosa beberapa penyakit
seperti Demam berdarah, anemia, polisitemia, dan diare berat (Meilanie,
2019) (Syuhada et al., 2020).
Hematokrit merupakan suatu hasil pengukuran yang menyatakan
perbandingan sel darah merah terhadap volume darah dalam satuan persen.
Sel darah merah memiliki peranan vital karena bertugas untuk mengangkut
oksigen dan nutrisi ke berbagai lokasi tubuh. Supaya tubuh terjaga
kesehatannya, maka tubuh kita memerlukan proporsi jumlah sel-sel darah
merah yang mencukupi sebagai standar nilai normal. Nilai hematokrit
digunakan untuk mengetahui nilai rata-rata dan untuk mengatahui ada
tidaknya anemia. Penetapan nilai hematokrit dapat dilakukan dengan cara
mikro dan makro.Hematokrit merupakan salah satu metode yang paling teliti
dan sederhana dalam mendeteksi dan mengukur derajat anemia dan
polistemia. Nilai hematokrit juga digunakan untuk menghitung jumlah
eritrosit rata-rata. Nilai hematokrit adalah volume semua eritrosit dalam 100
ml darah yang dinyatakan dalam % volume darah itu, biasanya nilai itu
ditentukan dengan darah vena atau darah kapiler (Rosidah & Wibowo, 2018).

G. Pemeriksaan Hematokrit
Nilai hematokrit dapat ditentukan dengan metode manual dan metode
otomatis. Pada pemeriksaan Pada pemeriksaan metode manual sampel diolah
berdasarkan prinsip sentrifugal, dimana alat sentrifus yang digunakan
memiliki kekurangan yaitu saat dilakukan sentrifugasi yang tidak optimal
maka menyebabkan nilai hematokrit terlalu tinggi. Pemeriksaan hematokrit
secara otomatis menggunakan hematology analyzer. Metode ini memiliki
prinsip flow cytometry yang dibaca dengan menggunakan alat, salah satunya
adalah alat hematology analyzer (Meilanie, 2019).
1. Pemeriksaan Metode Manual
a) Metode Mikrohematokrit
Sampel pada metode mikro menggunakan sampel darah kapiler
atau darah vena dengan antikoagulan, hasil pemeriksaan dibaca
dengan menggunakan alat khusus dan dinyatakan dalam bentuk
persen ( % ). Metode pengukuran secara makro di gunakan di tabung
khusus, digunakan sampel sampel darah vena dengan antikoagualan
Ethylene Diamine Tetra Acetate (EDTA) (Rosidah & Wibowo, 2018).
Pemeriksaan dengan metode mikro, sampel darah dimasukkan ke
dalam tabung kapiler dan disentrifugasi dengan centrifuge
mikrohematokrit dengan gaya 3000g (kecepatan sekitar 5000 rpm)
atau dalam referensi lainnya dikatakan 15000 rpm. Selanjutnya tinggi
endapan eritrosit diukur menggunakan skala pembaca hematokrit.
Metode ini lebih sering digunakan karena lebih cepat dan bisa juga
dikerjakan dengan sampel darah kapiler (Jiwintarum et al., 2020).
Pemeriksaan hematokrit metode mikrohematokrit memiliki
beberapa kelebihan yaitu memiliki teknik pemeriksaan yang lebih
sederhana, waktu pemeriksaan lebih cepat dan sampel yang digunakan
sedikit. Kekurangan jika menggunakan metode mikrohematokrit
adalah penutupan ujung tabung kapiler yang tidak rapat dapat
menyebabkan kebocoran tabung kapiler saat disentrifus sehingga
dapat menyebabkan nilai hematokrit menurun (Meilanie, 2019).
b) Metode Makrohematokrit
Pada metode makro, pengukuran dilakukan dengan memasukkan
darah ke dalam tabung berskala khusus (tabung wintrobe) lalu
disentrifugasi dengan gaya 2300g (kecepatan sekitar 3000 rpm) untuk
mengendapkan eritrosit. Tinggi endapan eritrosit diukur langsung
dengan skala pada tabung (Jiwintarum et al., 2020). Pemeriksaan
hematokrit dengan cara wintrobe sangat ditunjang oleh centrifuge
untuk mengendapan eritrosit, dimana pada proses centrifugasi tersebut
sangat tergantung pada kecepatan dan waktu centrifugasi (Saleh et al.,
2019). Pada cara makro di gunakan tabung wintrobe, sedangkan pada
cara mikro digunakan mikropipet kapiler.

2. Pemeriksaan Metode Automatic


Pemeriksaan hematokrit secara otomatis dapat dilakukan dengan
menggunakan Sysmex XT-1800i dengan prinsip menggunakan
flowcytometry. Pada pemeriksaan hematokrit menggunakan Sysmex XT-
1800i nilai hematokrit dihitung dari jumlah eritrosit (RBC) dan volume
sel rata-rata eritrosit (MCV) dengan menggunakan persamaan berikut:
Hematokrit = jumlah RBC X MCV/10 dan dinyatakan dalam persen (%).
Beberapa kelebihan dari hasil pemeriksaan hematokrit metode otomatis
diantaranya adalah hasil pemeriksaan akan dibaca secara otomatis pada
alat dan hasil pemeriksaan dapat langsung diketahui secara cepat dan
mempunyai derajat ketepatan yang tinggi (Meilanie, 2019).

H. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Pemeriksaan Hematokrit


Menurut (Meilanie, 2019) dan (Syuhada et al., 2020) terdapat beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi pemeriksaan hematokrit diantaranya adalah:
a. Kelainan bentuk eritrosit (poikilositosis) akan mengakibatkan terjadinya
plasma trap yaitu plasma yang terperangkap sehingga mengakibatkan nilai
hematokrit meningkat, ukuran eritrosit dapat mempengaruhi viskositas
darah sehingga viskositas darah yang tinggi dapat menyebabkan nilai
hematokrit juga tinggi
b. Waktu sentrifugasi juga berpengaruh terhadap nilai hematokrit. Waktu
sentrifugasi harus diatur secara tepat. Kecepatan putaran sentrifus dan
pengaturan waktu dimaksudkan agar eritrosit dapat memadat dengan
sempurna.
c. Batas waktu penyimpanan sampel EDTA untuk pemeriksaan hematokrit
yang disimpan dalam suhu kamar adalah 6 jam. Jika sampel darah EDTA
melebihi batas penyimpanan maka akan merubah bentuk morfologi dari
eritrosit yang menyebabkan nilai hematokrit meningkat. Kesulitan dalam
melakukan pembacaan dan kesalahan dalam menentukan tinggi kolom
eritrosit yang kemudian dibandingkan dengan dengan alat
mikrohematokrit reader yang kurang tepat akan mempengaruhi hasil yang
didapatkan
d. faktor in vivo terdiri atas eritrosit, viskositas darah, dan plasma
e. faktor in vitro terdiri atas pemusingan/sentrifugasi, antikoagulan, suhu dan
waktu penyimpanan sampel, bahan pemeriksaan, keadaan tabung,
pembacaan yang tidak tepat, dan bahan darah yang digunakan
f. Sampel yang tidak homogen akan menyebabkan kesalahan pembacaan
nilai hematokrit.

I. Nilai Normal Hematokrit


Nilai hematokrit merupakan volume semua eritrosit dalam 100 ml darah yang
dinyatakan dalam persen (%), biasanya ditentukan dengan darah kapiler dan
vena. Nilai ini dapat dinyatakan sebagai persentase (konvensional) atau
sebagai pecahan desimal (unit SI), dan liter/liter (L/L). Nilai normal
hematokrit pada laki-laki berbeda dengan wanita. Nilai hematokrit pada laki–
laki yaitu 40–48% sedangkan pada wanita 37– 43%. Umumnya nilai
hematokrit pada wanita lebih rendah dari pada laki–laki. Nilai hematokrit
yang dinyatakan g/L adalah sekitar tiga kali kadar Hb. Nilai hematokrit
menunjukkan kekentalan darah yang sebanding dengan oksigen yang
dibawanya (Syuhada et al., 2020).
J. Hematologi Analyzer
Prinsip dari alat ini adalah pengukuran dan penyerapan dari sinar akibat
interaksi sinar yang mempunyai panjang gelombang tertentu dengan larutan
dan sampel yang dilewatinya. Alat ini bekerja dengan prinsip flow cytometer,
yaitu metode pengukuran jumlah sifat-sifat sel yang dibungkus atau dibalut
oleh aliran cairan melalui celah sempit. Ribuan sel dialirkan melalui celah
tersebut sedemikian rupa sehingga sel dapat lewat satu persatu, kemudian
dilakukan perhitungan kadar dan ukurannya.
Prinsip impedansi listrik berdasarkan pada variasi impendansi yang
dihasilakan oleh sel-sel darah diadalam mikrooperture (celah chamber mikro).
Sampel darahnya di encerkan akan melalui mikrooperture yang dipasangi dua
elektroda pada dua sisinya (sisi sekumdan 17 konstan) yang dimana pada
masing arus listrik berjalan secara continue maka akan terjadi peningkatan
resistensi listrik (impendansi) pada kedua elektroda sesuai dengan volume sel
(ukuran sel) yang melewati impulst /voltage yang dihasilkan oleh amplifier
circuit ditingkatkan dan dianalisa oleh elektronik system (Puspitasari, 2016).

Gambar 2.1 Alat Hematologi Analyzer (Boule Medikal, 2015)


K. Kerangka Teori
Kerangka teori adalah konsep-konsep teori yang digunakan atau
berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan (Notoatmodjo, 2019).

Faktor-faktor yang
Flebotomi
mempengaruhi:
1) Volume Sampel
Darah
2) Rasio Darah dan
Antikoagulan
Whole Blood

Volume Darah 1 ml Volume Darah 3 ml


dalam Tabung EDTA dalam Tabung EDTA
(Vacutainer tube) (Vacutainer tube)

Pemeriksaan Hematokrit menggunakan


Alat Hematologi Analyzer

Kadar Hematokrit

Gambar 2.2. Kerangka Teori


Sumber: (Manik & Haposan, 2021); (Cahya, 2021); (Dewi & Kusuma, n.d.).
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh volume sampel darah dengan antikoagulan
K2EDTA terhadap Kadar Hematokrit.
2. Tujuan Khusus
a. Menganalisis kadar hematokrit menggunakan volume darah 1 ml
dengan antikoagulan K2EDTA
b. Menganalisis kadar hematokrit menggunakan volume darah 3 ml
dengan antikoagulan K2EDTA
c. Mengetahui perbedaan kadar rata-rata hematokrit menggunakan
volume darah 1 ml dan 3 ml dengan antikoagulan K2EDTA

B. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
Manfaat dari penelitian ini yaitu memberikan pengetahuan tentang
pengaruh volume sampel darah dengan antikoagulan K2EDTA terhadap
Kadar Hematokrit.
2. Praktis
Hasil dari penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menambah
informasi bahwa rasio antara volume darah antikoagulan dapat
mempengaruhi kadar hematokrit.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan sesuai dengan alur berikut ini:

Proposal Penelitian

Izin Penelitian

Informed Concent

Pemeriksaan laboratorium

Praanalitik Flebotomi

Analitik Whole Blood dalam Tabung


K2EDTA (Vacutainer tube)

Perlakuan sampel:
1. Volume Sampel darah 1 ml
2. Volume Sampel darah 3 ml

Pemeriksaan Hamatokrit menggunakan


Hematologi Analyzer

Pasca analitik Interpretasi Hasil

Gambar 4.1. Alur Penelitian


B. Lokasi dan Waktu Penelitan
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di laboratorium Hematologi IKesT
Muhammadiyah Palembang dan RS. Bunda Palembang.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan Bulan Februari – Maret 2023.

C. Variabel yang diamati/ diukur


Variabel Independen : Volume Darah dan Antikoagulan K2EDTA
Variabel Dependen : Kadar Hematokrit

D. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi target penelitian ini adalah mahasiswa IKesT Muhammadiyah
Palembang yang dilakukan observasi dengan beberapa kriteria yang telah
ditentukan.
2. Besar Sampel
Sampel penelitian adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut. Pada peneliti ini sampel yang akan diambil
adalah mahasiswi tingkat 2 dan 3 DIV Teknologi Laboratorium Medis
IKesT Muhammadiyah Palembang. Teknik pengambilan pada penelitian
ini menggunakan Nonprobability dalam bentuk Purprosive sampling yaitu
teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Pengambilan
sampel dengan memilih secara sengaja dengan menyesuaiakan tujuan
penelitian (Siswanto, 2018).
Besar sampel jika N diketahui menurut taro Yamane dan slovin
apabila jumlah populasi (N) diketahui maka teknik pengambilan sampel
dapat mengunakan rumus sebagai berikut:
N
n=
N . d 2 +1
Keterangan:

n : Jumlah Sampel

N : Jumlah Populasi

d2 : Presisi (ditetapkan 10% dengan tingkat kepercayaan 95%)

Jumlah sampel ditentukan berdasarkan rumus:

N
n= 2
N . d +1
44
n=
44 .(10 %)2 +1
44
n= 2
10
44.( ) +1
100
44
n=
10
44.( )2
100 +1
44
n=
44. ( 0,01 )+1
44
n=
0,44+1
44
n=
1,44
n=30,5
n=30

Dari perhitungan rumus diatas didapatkan besar sampel Minimal

30,5 yang dibulatkan menjadi 30 sampel. Jadi jumlah sampel yang

digunakan sebanyak 30 sampel x 2 perlakuan = 60 sampel.

E. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain experimental- static group comparison

D1 D2
H1 H2

Keterangan:
P : Pemeriksaan Hematokrit
D1 : Volume Darah 1 ml
D2 : Volume Darah 3 ml
H1 : Hasil Pemeriksaan Hematokrit menggunakan Volume Darah 1 ml
H2 : Hasil Pemeriksaan Hematokrit menggunakan Volume Darah 2 ml

F. Teknik Pengumpulan Data


1. Pengambilan Sampel Darah Vena
a) Alat
1). Spuit 3 cc, 2). Tabung EDTA, 3). Tourniquet, 4). Alkohol swab,
5).Kapaskering, 6).Tabung reaksi,7).Mikropipet 8). Blue tip, 9).Yellow
tip, 10). Beaker glass, 11). Rak tabung.

b) Prosedur kerja Flebotomi (Modul Pelatihan Flebotomi DPW Patelki


lampung, 2018)
1. Persiapan
a. Persiapan administrasi, b. Nama pasien lengkap, c. Tanggal
lahir, jenis klamin, d. Alamat, No telp, No hp, e. Tanggal / Jam
pengambilan, d. Nama pengambil bahan
2. Persiapan Punksi
a. Pilih Tabung vacum yang sesuai, b. Beri label pada tabung,
c. Persiapkan alat dan bahan sebelum punksi
3. Personal Hygiene
a. Cuci Tangan
b. Gunakan sarung Tangan
4. Pemeliharaan Darah Punksi Vena
Vena yang tepat untuk pengambilan darah vena mediana cubiti
(terbaik), vena cephalica atau vena basilica (besar, elastis, bentuk
lurus dan rangsang sakit kurang

5. Pemasangan Tourniquet
Torniqut dipasang 2-3 inchi di atas vena yang akan dipungsi (5-10
cm / 4-5 jari di atas vena yang akan dipungsi). Pemasangan jangan
terlalu kencang, tidak lebih dari 1 menit dan tepat waktu, sebaiknya
dilepas dulu dan dipasang kembali sebelum dilakukan pungsi
6. Desinfeksi Daerah Punksi
Menggunakan kapas atau kasa yang mengandung alkohol 70%.
Cara pelayanan harus diperhatikan. Ditunggu sampai alkohol
kering sebelum dilakukan pungsi.
a. Memegang spuit menggunakan tangan kanan
b. Memeriksa jarum, pegang spuit dengan tangan kanan dan ujung
telunjuk pada pangkal jarum
c. Tegangkan kulit dengan jari telunjuk dan ibu jari kiri di
pembuluh darah pembuluh darah tidak bergerak
d. Kedalaman jarum masuk pembuluh darah sekitar 1-1,5 cm
Tusukkan ujung jarum pada vena yang dikchendaki dengan
sudut 15-30 derajat
e. Bila darah sudah tampak mengailir kedalam spuit, fiksasilah
Lepas torniquet segera setelah darah mengalir, lalu spuit
sejumlah yang dikebendaki.
f. Letakkan kapas kering pada tempat pungsi, jarum ditarik pelan-
pelan.
g. Lepaskan jarum dari sempritnya dan alirkan kedalam tabung
yang tersedia melalui dindingnya
7. Pengambilan darah vena menggunakan vacutainer
a. Pegang jarum pada bagian tutup yang berwarna dengan satu
tangan, kemudian putar dan lepaskan bagian berwarna putih
dengan tangan lainnya
b. Pasangkan jarum pada holder, biarkan tutup yang berwarna
tetap pada jarum
c. posisi pungsi telah siap, lepaskan tutup jarum yang berwarna.
Lakukanlah pungsi vena seperti biasa
d. Masukkan tabung ke holder, Tempatkan jari telunjuk dan
tengah pada pinggiran pemegang dan ibu jari pada dasar tabung
mendorong tabung sampai ujung holder
e. Lepaskan tourniquet saat darah mulai mengalir ke tabung
f. Bila kevakuman habis maka pengaliran darah akan terhenti
secara otomatis.
8. Pasca flebotomi
a. Membuang jarum bekas ke dalam wadah pembuangan khusus
untuk jarum
b. Memberi label identitas sampel pada masing-masing tabung
vakum
c. Memperhatikan petunjuk khusus spesimen
d. Mengucapkan ucapan terimakasih kepada pasien
e. Melepaskan sarung tangan dan cuci tangan dengan antiseptic
f. Mendistribusikan spesimen sesuai dengan pemeriksaan yang
akan dılakukan.

2. Pemeriksaan Menggunakan Alat Hematologi Analyzer


a) Reagensia : Diluent reagen dan Lyse reagen
b) Bahan pemeriksaan : Whole Blood
c) Prosedur kerja Hematologi Analyzer (Boule Medikal, 2015):
1) Hidupkan alat dengan menekan tombol power yang ada pada bagian
kiri belakang alat
2) Tunggu hingga monitor pada posisi menu awal
3) Kemudian lakukan dengan cara pilih lambang bintang (*)” kemudian
pilih PRIME
4) Setelah prime selesai lakukan BACKROUND
5) Pilih lambang “ segi tiga ►” pilih profil BACKROUND dan tekan
plat 1:1 pada alat setelah backround ke CONTROL
6) Cara control pilih “pilih lambang ►” pilih profil Blood Posisikan
sampel pada needle
7) Kemudian tekan plete 1:1
8) Akhiri prose penghisapan sampel setelah alat berbunyi “beep”
9) Alat akan mulai menghitung, tunggu hasil pada monitor, control
“pilih lambang ►”
10) Pilih profil BLOOD, isi sampel ID, posisikan sampel pada needle,
kemudian tekan plete 1:1
11) akhiri proses penghisapan sampel setelah alat berbunyi “beep”, alat
akan menghitung, tunggu hasil tampil pada monitor.

G. Pengolahan dan Analisa Data


Data yang diperoleh dari pemeriksaan laboratorium, diolah secara elektronik
dengan program SPSS. Tes normalitas menggunkan Uji Shapiro-wilk karena
jumlah sampelnya terbatas yaitu jumlah data <50. Hasil yang didapatkan
dilihat dari nilai sig. yang diperoleh, apabila sig >0,05 maka dinyatakan
berdistribusi normal sedangkan apabila sig. <0,05 maka dinyatakan tidak
berdistribusi normal. Bila hasil terdistribusi normal maka dilanjutkan dengan
Uji-t berpasangan (Paired sampel T test) uji t dua sampel berpasangan
digunakan untuk membandingkan selisi dua mean dari dua sampel yang
berpasangan dengan asumsi data berdistribusi normal (Priyatno, 2016). Jika
pada uji normalitas data tidak terdistribusi dengan normal maka dilanjutkan
dengan uji alternatif lain t-test yaitu Wilcoxon (Dahlan, 2014).
BAB V
HASIL YANG DICAPAI

A. Hasil Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Hematologi Fakultas Ilmu
Teknologi Institut Ilmu Kesehatan dan Teknologi Muhammadiyah
Palembang selama Februari – Maret 2023. Objek penelitian ini adalah
mahasiswa IKesT Muhammadiyah Palembang. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh volume sampel darah dengan antikoagulan K2EDTA
terhadap Kadar Hematokrit.

Pemeriksaan hematokrit merupakan salah satu pemeriksaan yang sering


diminta oleh dokter, untuk mendiagnosa suatu penyakit yang berkaitan
dengan jumlah sel darah merah (eritrosit). Meskipun pemeriksaan ini tidak
dapat menentukan jenis penyakit secara langsung, tetapi sebagai penunjang
diagnosa awal dan sebagai indikator pada keadaan dehidrasi (Saleh et al.,
2019).
Pada beberapa pemeriksaan hematologi diperlukan antikoagulan untuk
mencegah membekunya darah di luar tubuh, Ethylene Diamine Tetraacetic
Acid (EDTA) merupakan antikoagulan yang dianjurkan untuk pemeriksaan
hematologi karena tidak mempengaruhi morfologi dari komponen darah,
sehingga baik dalam pemeriksaan hematologi, seperti pemeriksaan
hemoglobin, hematokrit, LED, hitung lekosit, hitung trombosit, retikulosit,
dan lainnya (Syuhada et al., 2021).
Setiap 1 mg EDTA dapat mencegah pembekuan 1 ml darah dan digunakan
dalam keadaan kering (serbuk). Melihat pernyataan tersebut sangat berbeda
sekali dengan EDTA yang ada pada tabung vacutainer yang berbentuk gel,
dan diperuntukkan harus 3 ml darah . Namun dalam praktiknya, teknisi di
laboratorium sering mencabut tabung dari jarumnya sebelum tercapai volume
3 ml (Dewi & Kusuma, n.d.).

B. Hasil Pemeriksaan Golongan Darah Metode Absorpsi Elusi


Pemeriksaan hematokrit menggunakan darah EDTA 3CC dan 1CC
digunakan untuk mengetahui pengaruh volume sampel darah dengan
antikoagulan K2EDTA terhadap Kadar Hematokrit. Hasil pemeriksaan dapat
dilihat pada table sebagai berikut:

Tabel 5.1
Hasil Pemeriksaan Hematokrit Menggunakan Darah EDTA 3CC dan 1CC

No Sampel Darah EDTA 3CC Darah EDTA 1CC


1 1AB 61 44
2 2AB 57 39
3 3AB 50 52
4 4AB 37 47
5 5AB 67 41
6 6AB 60 40
7 7AB 45 44
8 8AB 62 41
9 9AB 79 44
10 10AB 73 45
11 11AB 44 42
12 12AB 45 45
13 13AB 47 45
14 14AB 58 36
15 15AB 61 57
16 16AB 40 41
17 17AB 77 42
18 18AB 58 41
19 19AB 60 41
20 20AB 39 40
21 21AB 70 41
22 22AB 76 43
23 23AB 69 43
24 24AB 41 41
25 25AB 34 33
26 26AB 43 42
27 27AB 41 39
28 28AB 44 44
29 29AB 46 38
30 30AB 39 38
Rata-rata 54,1 42,3

Berdasarkan tabel 5.1 diatas didapatkan hasil pemeriksaan hematokrit


terhadap pengaruh volume sampel darah EDTA 3CC dan darah EDTA 1CC,
Volume darah EDTA 3CC didapatkan nilai rata-rata 5,1% sedangkan darah
EDTA 1CC didapatkan nilai rata-rata 42,3%. Adapun Untuk melihat
pengaruh volume sampel darah EDTA 3CC dan darah EDTA 1CC dapat
dilihat pada gambar 5.1.sebagai berikut:

Gambar 5.1
Grafik Rata-rata Pemeriksaan Hematokrit DarahEDTA 3CC dan 1CC

Berdasarkan gambar 5.1 diatas merupakan hasil pemeriksaan hematokrit


terhadap pengaruh volume sampel darah EDTA 3CC dan darah EDTA 1CC,
mendapatkan hasil pengaruh volume sampel darah mendapatkan hasil relatif
tidak berbeda. Namun hasil pemeriksaan nilai hematokrit darah EDTA 3CC
dan darah EDTA 1CC harus dilanjutkan dengan analisis menggunakan
program SPSS.

C. Analisis data
Data yang didapatkan dari penelitian, selanjutnya diolah dan diaanalisis
menggunakan SPSS 22 untuk mengetahui apakah hipotesis statistitik di
terima atau ditolak. Hipotesis dipenelitian ini sebagai Berikut:
H0 : Tidak Ada Pengaruh Volume Sampel Darah Dengan
Antikoagulan K2EDTA Terhadap Kadar Hematokrit
H1 : Adanya Pengaruh Volume Sampel Darah Dengan Antikoagulan
K2EDTA Terhadap Kadar Hematokrit

Dalam menentukan Hipotesis maka menggunakan uji T-Test Dependent


dengan syarat dilakukan uji normalitas terlebih dahulu. Untuk mengetahui
perbedaan nilai pengaruh volume sampel darah dengan antikoagulan
K2EDTA terhadap kadar hematokrit dilakukan dengan uji statiska yaitu data
harus berdistribusi normal. Sehingga harus dilakukan uji normalitas data.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data yang
diperoleh dari populasi berdistribusi normal atau tidak. Hasil penelitian
ini dilakukan uji normalitas menggunakan uji Shapiro wilk untuk
mengetahui data berdistribusi normal atau tidak dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.

Tabel 4.2
Hasil Uji Normalitas (Test of Normality)

Sampel Sig Batas Kesimpulan


Keberterterimaan

DarahEDTA 0.049 Data Tidak


3CC Normal
p < 0,005*
DarahEDTA 0.006 Data Tidak
1CC Normal
Berdasarkan tabel 4.2 hasil uji normalitas nilai hematokrit darah
EDTA volume darah 3CC 0.049 dan darah EDTA volume darah 1CC
0.006. Berdasarkan ketentuan uji normalitas data yang dikatakan normal
apabila diperoleh secara statistic didapatkan nilai signifikan p > α
(α=0,05) tetapi jika data tidak terdtribusi normal diperoleh secara statistic
didapatkan nilai signifikan p < α (α=0,05). Maka hasil uji normalitas,
data tersebut terdistribusi tidak normal karena secara statistic didapatkan
nilai signifikan p < α (α=0,05). Selanjutnya dilanjutkan dengan uji
Transformasi Data.

2. Uji Transformasi Data


Transformasi data bertujuan untuk menormalkkan distribusi data.
Hasil transformasi data pengaruh volume sampel dengan pemeriksaan
hematokrit pada pengamatan ini dilakukan karena data sebelumnya tidak
terdistribusi normal dapat dilihat pada tabel 4.3 sebagai berikut:
Tabel 4.3
Hasil uji Transformasi Data

Sampel Sig Batas Kesimpulan


Keberterterimaan

DarahEDTA 0.101 Data Normal


3CC
p < 0.005*
DarahEDTA 0.042 Data Tidak
1CC Normal

Berdasarkan tabel 4.3 Dari hasil uji statistik Transformasi Data


menunjukkan nilai signifikan DarahEDTA 3CC sebesar 0.101 dan
DarahEDTA 1CC sebesar 0.042 adalah < 0.05 maka H0 diterima dan HI
ditolak, yang berarti Ada Pengaruh Volume Sampel Darah Dengan
Antikoagulan K2EDTA Terhadap Kadar Hematokrit.
3. Uji Wilcoxon
Tujuan uji wilcoxon adalah untuk mengetahui adakah pengaruh yang
bermakna pada rata-rata antara dua kelompok berbeda yang tidak
berdistirbusi normal yaitu volume darahEDTA sebanyak 3CC dan
darahEDTA sebanyak 1CC. Hasil uji Wilcoxon dapat dilihat pada tabel
4.4 sebagai berikut.
Tabel 4.4
Uji Wilcoxon
Sampel Sig Batas Kesimpulan
Keberterterimaan

DarahEDTA
3CC 0.000 Terdapat Pengaruh
p < 0.005*
DarahEDTA
1CC

Berdasarkan tabel 4.4 mendapatkan hasil uji wilcoxon didapatkan nilai


signifikan ρ = 0,000. Hal ini menunjukan bahwa hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini tidak diterima karena Ada Pengaruh Volume Sampel
Darah Dengan Antikoagulan K2EDTA Terhadap Kadar Hematokrit. Pada
nilai di atas di dapatkan Nilai p (Sig 2 Tailed) = 0.000, p < α dengan ini nilai
signifikan HI diterima yaitu Ada Pengaruh Volume Sampel Darah Dengan
Antikoagulan K2EDTA Terhadap Kadar Hematokrit.

D. Pembahasan
Pemeriksaan darah lengkap adalah suatu tes darah yang diminta oleh
dokter untuk mengetahui sel darah pasien. Terdapat beberapa tujuan dari
pemeriksaan darah lengkap, diantaranya adalah sebagai pemeriksaan
penyaring untuk diagnosa, untuk melihat bagaimana respon tubuh terhadap
suatu penyakit dan untuk melihat kemajuan atau respon terapi sedangkan
Antikoagulan adalah zat yang mencegah penggumpalan darah dengan cara
mengikat kalsium atau dengan menghambat pembentukan trombin yang
diperlukan untuk mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin dalam proses
pembekuan (Ramdhani et al., 2019).
Pada beberapa pemeriksaan diperlukan antikoagulan untuk mencegah
membekunya darah di luar tubuh, Ethylene Diamine Tetraacetic Acid
(EDTA) merupakan antikoagulan yang dianjurkan untuk pemeriksaan
hematologi karena tidak mempengaruhi morfologi dari komponen darah,
sehingga baik dalam pemeriksaan hematologi, seperti pemeriksaan
hemoglobin, hematokrit, LED, hitung lekosit, hitung trombosit, retikulosit,
dan lainnya (Syuhada et al., 2021).
Ada beberapa jenis EDTA namun jenis EDTA yang direkomendasikan
oleh World Health Organization (WHO), International Council for
Standardization in Hematology (ICSH) dan Clinical and Laboratory
Standards Institute (CLSI) untuk pemeriksaan hematologi adalah tabung
vacutainer adalah K2EDTA. K2EDTA yang direkomendasi oleh BD
vacuitaner company yaitu 1,8 mg/mL (Tominik, 2017).
K2EDTA adalah yang paling baik dan dianjurkan oleh ICSH
(International Council for St andardization in Hematology) dan CLSI
(Clinical and Laboratory Standards Institute). Tabung EDTA tersedia dalam
bentuk tabung hampa udara (vacutainer tube) dengan tutup lavender (purple)
atau pink seperti yang diproduksi oleh Becton Dickinson (Cahya, 2021).
Pada penelitian ini dilakukan Pengaruh Volume Sampel Darah
Dengan Antikoagulan K2EDTA Terhadap Kadar Hematokrit. Subjek
penelitian mahasiswa DIV Teknologi Laboratorium Medis dengan
pemeriksaan hematokrit didapatkan rata-rata volume darah EDTA 3 CC
54,1% dan 1 CC 42,3%, kemudian setelah didapatkan data tersebut lalu
dianalisis menggunakan program SPSS.

Hasil uji normalitas didapatkan bahwa pemeriksaan hematokrit


dengan volume darah EDTA 3CC didapatkan hasil sig 0.049 sedangkan
pemeriksaan hematokrit dengan volume darah EDTA 1CC didapatkan hasil
sig 0.006, karena nilai yang didapatkan sig < 0.005*. Maka dapat dinyatakan
bahwa normalitas data terdistributi tidak normal, kemudian dilanjutkan
dengan uji transformasi data. Uji transfomasi data bertujuan untuk
menormalkkan distribusi data didapatkan pemeriksaan hematokrit dengan
volume darah EDTA 3CC yaitu dengan nilai sig 0.101 dan pemeriksaan
hematokrit dengan volume darah EDTA 1CC didapatkan hasil sig 0.042, dan
dilanjutkan dengan uji nonparametrik uji Wilcoxon.

Uji Wilcoxon bertujuan untuk melihat adakah pengaruh yang


bermakna pada rata-rata antara dua kelompok berbeda yang tidak
berdistirbusi normal yaitu volume darahEDTA sebanyak 3CC dan
darahEDTA sebanyak 1CC. Setelah dilakukan perhitungan didapatkan hasil
pemeriksaan hematokrit dengan volume darah EDTA sebanyak 3CC dan
darahEDTA sebanyak 1CC yaitu sig 0.000. Pada nilai di atas di dapatkan
Nilai p (exact Sig) = 0.000 p < α dengan ini nilai signifikan HI diterima yaitu
terdapat pengaruh pemeriksaan hematokrit dengan volume sampel darah
terhadap Teknik flebotomi.

Hemolysis sampel merupakan penyebab paling sering ketidaksesuaian


spesimen di laboratorium klinis (40-70%), diikuti oleh volume sampel yang
tidak mencukupi atau tidak sesuai (10-20%), sampel biologis dikumpulkan
dalam wadah yang salah (5–15%) dan pembekuan yang tidak semestinya (5-
10%) (Lippi et al., 2019).

Dalam proses melakukan penampungan darah maka volume darah


yang dimasukkan ke dalam tabung harus sesuai dengan volume yang tertera
pada tabung vacutainer tersebut. Namun kenyataan di lapangan karena
kondisi – kondisi tertentu darah yang didapat kadang tidak mencukupi
sehingga volume darah tersebut tidak sesuai dengan yang seharusnya
(Tominik, 2017).

Volume darah yang dimasukkan ke dalam tabung pada proses


penampungan harus sebanding dengan volume yang tertera pada tabung
vacutainer. Apabila volume darah kurang atau berlebih dari volume yang
ditunjukkan pada batas tabung vacutainer maka hal tersebut berpotensi
mempengaruhi keakuratan hasil pemeriksaan. Efek yang terjadi jika darah
yang akan di periksa kurang dari jumlah normalnya maka dapat terjadi
hipertonisitas, namun apabila berlebihan dapat menyebabkan darah
menggumpal atau koagulasi (Syuhada et al., 2022).
Efek yang akan terjadi bila volume darah yang dimasukkan ke dalam
tabung vacutainer kurang dari jumlah antikoagulan yang terdapat didalam
tabung vacutainer tersebut hal ini akan mengakibatkan terjadi hipertonisitas
terhadap darah. Hipertonisitas yang tinggi akan menyebabkan cairan yang
terdapat dalam sel akan keluar untuk mempertahankan tekanan osmotik.
Akibat cairan yang keluar menyebabkan sel darah mengalami pengerutan
(krenasi) dan terjadi hemodilusi yang mengakibatkan konsentrasi cairan
plasma lebih tinggi dibandingkan konsentrasi sel darah sehingga kadar
leukosit mengalami penurunan (Tominik, 2017).

Apabila volume darah berlebih dibandingkan dengan jumlah


antikoagulan dalam tabung dapat menyebabkan darah mengalami koagulasi
(membeku) karena darah tidak seluruhnya dihambat dari faktor pembekuan
(Tominik, 2017).

Penambahan antikoagulan yang terlalu sedikit yang dapat menimbulkan


sel eritrositnya membesar dan jika pemberian antikoagulan terlalu banyak
akan menyebabkan sel eritrositnya dapat mengecil. Sehingga dapat
mempengaruhi nilai hematokrit tersebut menjadi tinggi. Jika nilai
hematokritnya tinggi maka dapat menyebabkan penyakit polisetemia,
penyakit jantung, penyakit paru-paru dan dehidrasi. Begitu dengan sebaliknya
jika nilai hematokritnya rendah maka dapat menyebabkan penyakit anemia,
leukimia, dan gagal ginjal (Rosidah & Wibowo, 2018).
Penelitian ini bertentangan dengan Sutaji, (2020) yang mengungkapan
tidak terdapat perbedaan secara signifikan antara pengaruh perbedaan volume
darah pada tabung vacutainer K2EDTA terhadap nilai hematokrit metode
otomatis. Penelitian tersebut berbeda dengan penelitian ini yang juga mencari
pengaruh hematokrit dengaan volume yang berbeda pada Teknik flebotomi.
Namun pada penelitian lainnya oleh Syuhada, Tusy Triwahyuni, (2021)
tentang pengaruh perbedaan volume darah pada tabung vacutainer K 2EDTA
terhadap nilai hemoglobin memiliki hasil yang sama, adanya pengaruh yang
bermakna antara volume darah pada tabung vacutainer K2EDTA.
Menurut penelitian Atna Permana, Zuraida, (2020) tentang Gambaran
Pemeriksaan Volume Darah 1 CC Dan 3 CC Dengan Konsentrasi
Antikoagulan EDTA Terhadap Kadar Hemoglobin menunjukan Terdapat
perbedaan kadar hemoglobin (Hb) yang diperiksa dari nilai darah EDTA 1
CC dengan 3 CC disebabkan karena homogenisasi sampel yang tidak
sempurna dapat menyebabkan hasil yang tidak tepat karena antara darah dan
antikoagulan tidak sebanding. Setelah darah dimasukkan dalam tabung segera
lakukan pencampuran atau homogenisasi dengan cara membolak-balikan
tabung dengan lembut sebanyak 8 - 10 kali untuk menghindari penggumpalan
trombosit dan pembentukan bekuan darah.
Apabila pemberian antikoagulan EDTA dan volume darah sesuai maka
akan memberikan hasil yang tepat. Oleh sebab itu, lebih dianjurkan
pemakaian antikoagulan EDTA dengan volume darah 3 cc karena sesuai
dengan takaran.
BAB VI

RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA

Rencana Tahapan Berikutnya: .

1. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan metode pemeriksaan hematokrit


volume darah EDTA yang berbeda seperti volume darah menggunakan
koagulan lainnya
2. Penelitian ini dapat dilakukan untuk pemeriksaan parameter laboratorium lain
3. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk penelitian
selanjutnya dan laporan hasil penelitian ini juga dapat dipublikasikan di jurnal
terakreditasi, atau dipublikasikan di seminar nasional/internasional, sehingga
dapat diperoleh masukan-masukan untuk kesempurnaan penelitian
selanjutnya.
BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan tentang “Pengaruh Volume Sampel
Darah Dengan Antikoagulan K2EDTA Terhadap Kadar Hematokrit” dapat
disimpulkan bahwa:
1. Hasil rata- rata pemeriksaan hematokrit dengan volume darah EDTA 3CC
yaitu 54,1 %
2. Hasil rata- rata pemeriksaan hematokrit dengan volume darah EDTA 1CC
yaitu 42,3%
3. Terdapat Pengaruh Volume Sampel Darah Dengan Antikoagulan K2EDTA
Terhadap Kadar Hematokrit.

B. Saran
Adapun saran penelitian yang sudah dilakukan tentang “Pengaruh
Volume Sampel Darah Dengan Antikoagulan K2EDTA Terhadap Kadar
Hematokrit” adalah :
1. Dapat dilakukan pemeriksaan hematokrit volume darah EDTA dengan
metode pemeriksaan hematokrit lainnya atau pemeriksaan laboratorium
lain.
2. Dapat dilakukan pengujian untuk mengetahui pemeriksaan hematokrit
dengan volume darah berbeda pada sampel Darah EDTA dan koagulan
lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, P., Kurniawan, E., Rahayu, I. G., & Noviar, G. (2019). Analisis Faktor-
Faktor Kepatuhan Penerapan Standar Operasional Prosedur Pengambilan
Darah Vena. Jurnal Riset Kesehatan Poltekkes Depkes Bandung, 11(2), 211–
217. https://doi.org/10.34011/juriskesbdg.v11i2.751

Cahya, F. N. (2021). Perbandingan Jumlah Eritrosit pada Sampel Darah 3 mL, 2


mL, dan 1 mL dengan Antikoagulan K2EDTA. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Media Husada, 10(1), 59–64. https://doi.org/10.33475/jikmh.v10i1.258

Dewi, L. S., & Kusuma, D. P. (n.d.). MENGGUNAKAN EDTA KONVENSIONAL


DAN VACUTAINER Comparison Of Erythrocyte Count Examination Results
Using Conventional Edta And Vacutainer. 1–4.

Jiwintarum, Y., Srigede, L., & Asyhaer, R. K. (2020). Hematocrite Values With
High Measurement Of Eritrosit After Centrifugation On Serum Making.
Jurnal Analis Medika Biosains (JAMBS), 7(2), 112.
https://doi.org/10.32807/jambs.v7i2.193

Kartikasari, N. D., Notopuro, P. B., Widodo, W., & Hernaningsih, Y. (2020).


Hemoglobin, Hematocrit, Leukocyte, and Platelet Changes Due To
Ultrafiltrationhemodialysis in Chronic Kidney Disease Patients. Indonesian
Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, 26(3), 340–343.
https://doi.org/10.24293/ijcpml.v26i3.1565

Lippi, G., Von Meyer, A., Cadamuro, J., & Simundic, A. M. (2019). Blood
sample quality. Diagnosis, 6(1), 25–31. https://doi.org/10.1515/dx-2018-
0018
Manik, S. E., & Haposan, Y. (2021). Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science
Kesehatan ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FLEBOTOMI PADA
PEMERIKSAAN TROMBOSIT. 13(1), 126. https://jurnal.stikes-aisyiyah-
palembang.ac.id/index.php/Kep/article/view/

Meilanie, A. D. R. (2019). Different of Hematocrit Value Microhematocrit


Methods and Automatic Methods in Dengue Hemorrhagic Patients With
Hemoconcentration. Journal of Vocational Health Studies, 3(2), 67.
https://doi.org/10.20473/jvhs.v3.i2.2019.67-71

Permana, A., Zuraida, Z., & Sindarama, S. H. (2020). Gambaran Pemeriksaan


Volume Darah 1 cc Dan 3 cc Dengan Konsentrasi Antikoagulan EDTA
Terhadap Kadar Hemoglobin Di Klinik Dewi Sartika. Anakes : Jurnal Ilmiah
Analis Kesehatan, 6(1), 77–81. https://doi.org/10.37012/anakes.v6i1.358

Ramdhani, R., Mentari, I. N. ., & Atfal, B. (2019). Variasi Volume Sampel Darah
Pada Tabung Vacutainer Edta Terhadap Pemeriksaan Darah Lengkap. Media
of Medical Laboratory Science, 3(2), 80–86.
http://www.lppm.poltekmfh.ac.id/index.php/mmls/article/view/203

Riba, V. C. J., Pessini, P. G. S., Chagas, C. S., Neves, D. S., Gascón, T. M.,
Fonseca, F. L. A., & Silva, E. B. (2020). Interference of blood storage
containing K2EDTA and K3EDTA anticoagulants in the automated analysis
of the hemogram. Jornal Brasileiro de Patologia e Medicina Laboratorial,
56, 1–6. https://doi.org/10.5935/1676-2444.20200037

Rosidah, & Wibowo, C. (2018). Perbedaan Antara Pemeriksaan Antikoagulan


Edta Dan Heparin Terhadap Nilai Hematokrit (Hct). Jurnal Sains, 8(16), 16–
21. http://journal.unigres.ac.id/index.php/Sains/article/view/800/671

Saleh, R., Dwiyana, A., & Parno. (2019). Pengaruh Variasi Waktu Centrifugasi
Terhadap Hasil Pemeriksaan Hematokrit Metode Makro Pada Mahasiswa
Program Studi D-Iii Analis Kesehatan. Jurnal Media Laboran, 9(2), 39–43.
https://uit.e-journal.id/MedLAb/article/view/583/427
Sari, I. (2022). Flebotomy Education To Indo Health School Students in
Palembang Department of Medical Laboratory Technology. Khidmah, 3(2),
320–325. https://doi.org/10.52523/khidmah.v3i2.349

Sutaji, R. (2020). Pengaruh perbedaan volume darah pada tabung vacutainer k 2


edta terhadap nilai hematokrit metode otomatis karya tulis ilmiah. D.

Syuhada, Tusy Triwahyuni, A. D. N. (2021). PERBANDINGAN INDEKS


ERITROSIT PADA SAMPEL DARAH 3 mL, 2 mL, DAN 1 mL DENGAN
ANTIKOAGULAN K2EDTA DI RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK BANDAR
LAMPUNG. 5, 1–7.

Syuhada, Ladyani, F., Nur Fauziah, N., & Negsih, C. (2022). Perbandingan
Indeks Eritrosit pada Sampel Darah 3 ML, 2 ML, & 1 ML dengan
Antikoagulan K2EDTA setelah Ditunda 4 Jam. Syntax Literate: Jurnal
Ilmiah Indonesia, 7(3), 3010–3017.

Syuhada, S., Aditya, A., & Candrawijaya, I. (2020). Perbedaan Hematokrit Darah
Segar dan Darah Simpan (30 Hari) DI UTD RSAM Bandar Lampung. Jurnal
Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 12(2), 646–653.
https://doi.org/10.35816/jiskh.v12i2.379

Syuhada, S., Izzuddin, A., & Yudhistira, H. (2021). Perbandingan Trombosit


dengan Antikoagulan K2EDTA. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada,
10(1), 170–176. https://doi.org/10.35816/jiskh.v10i1.575

Tominik, V. I. (2017). Dampak volume darah dalam tabung K2EDTA dengan


hasil jumlah leukosit. Masker Medika, 5(Vol. 5 No. 2 (2017): Masker
Medika), 1–5.
https://jmm.ikestmp.ac.id/index.php/maskermedika/issue/view/1

Anda mungkin juga menyukai