Anda di halaman 1dari 36

1

PROPOSAL

KARYA TULIS ILMIAH

UJI STABILITAS POOLED SERA YANG DISIMPAN DI FREEZER


DAN REFRIGERATOR PADA PEMERIKSAAN KOLESTEROL

Muhammad Aziz Wicaksono


20.72.022464

PROGRAM STUDI DIII ANALIS KESEHATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA
2023
1

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................i
DAFTAR TABEL.................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................3
1.3 Batasan masalah...............................................................................3
1.4 Tujuan Penelitian.............................................................................3
1.5 Manfaat Penelitian...........................................................................3
1.5.1 Manfaat Teoritis....................................................................3
1.5.2 Manfaat Praktis......................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pemantapan Mutu Laboratorium.....................................................4
2.2 Uji Ketelitian dan Ketepatan............................................................6
2.3 Bahan Kontrol................................................................................11
2.4 Serum Kumpulan (Pooled Sera).....................................................12
2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pooled Sera..........................13
2.6 Kolesterol.......................................................................................14
2.6.1 Pengertian Kolesterol...........................................................14
2.6.2 Metabolisme Kolesterol.......................................................14
2.6.3 Anabolisme Kolesterol........................................................15
2.6.4 Katabolisme Kolesterol.......................................................15
2.7 Metode Pemeriksaan Kadar Kolesterol.........................................16
27.1 Metode CHOD-PAP............................................................16
2.8. Nilai Rujukan Kadar Kolesterol.....................................................16

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Metode Penelitian..........................................................................17
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian 17

i
3

3.2.1 Waktu Penelitian..................................................................17


3.2.2 Tempat Penelitian................................................................17
3.3 Populasi dan Sampel......................................................................17
3.4 Variabel Penelitian.........................................................................19
3.5 Teknik Pengumpulan Data.............................................................19
3.5.1 Prosedur Kerja ................................................................. 19
3.5.2 Instrumen Alat ................................................................. 19
3.5.3 Pengambilan Darah Vena ................................................ 19
3.5.4 Pembuatan Serum Kumpulan .......................................... 20
3.5.3 Pengambilan Darah Vena ................................................ 19
3.5.4 Pembuatan Serum Kumpulan .......................................... 20
3.6 Analisis Data..................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................22

ii
4

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Nilai Rujukan Kadar Kolesterol............................................................16

iii
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemeriksaan laboratorium klinik sangat diperlukan untuk membantu


menegakkan diagnosa suatu penyakit dengan menetapkan penyebab penyakit dan
menunjang sistem kewaspadaan dini. Dimana pada pelaksanaannya melaksanakan
pelayanan pemeriksaan, pengukuran, penetapan, dan pengujian terhadap bahan
yang berasal dari manusia atau bahan bukan berasal dari manusia untuk penentuan
jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi kesehatan atau faktor-faktor yang
dapat berpengaruh pada kesehatan individu dan masyarakat serta adanya
monitoring pengobatan, pemeliharaan kesehatan dan pencegahan timbulnya
penyakit. Oleh karena itu, dibutuhkan pengendalian terhadap pelaksanaan pada
pemeriksaan yang akan dilakukan baik pra analatik, analitik dan post analitik
untuk menjamin mutu laboratorium sebagai tujuan kegiatan pemeriksaan
laboratorium sehari-hari (Siregar et al, 2018).
Pemantapan mutu (quality assurance) laboratorium klinik adalah semua
kegiatan yang ditujukan untuk menjamin kualitas, ketelitian dan ketepatan hasil
suatu pemeriksaan laboratorium klinik agar dapat dipercaya. Mutu pelayanan
laboratorium tidak hanya penting bagi pelanggan, melainkan juga bagi pemasok.
Rendahnya mutu hasil pemeriksaan pada akhirnya akan menimbulkan
penambahan biaya untuk kegiatan pengerjaan ulang dan klaim dari pelanggan
(Siregar et al., 2018). Pemantapan mutu yang dilakukan oleh laboratorium terdiri
dari pemantapan mutu internal dan pemantapan mutu eksternal laboratorium.
Pemantapan mutu internal (Internal Quality Control) adalah kegiatan
pencegahan dan pengawasan yang dilaksanakan oleh masing-masing laboratorium
itu sendiri secara terus menerus agar tidak terjadi atau mengurangi kejadian error
atau penyimpangan sehingga diperoleh hasil pemeriksaan yang tepat. Pemantapan
mutu internal meliputi aktivitas pra analitik, analitik dan pasca analitik yang
apabila ada penyimpangan dapat diperbaiki dengan benar sehingga dapat
meningkatkan mutu presisi dan akurasi di laboratorium yaitu dengan adanya
bahan kontrol (Permenkes RI,2013).
Bahan kontrol adalah bahan yang digunakan untuk memantau ketepatan
suatu pemeriksaan dilaboratorium atau untuk mengawasi kualitas hasil
pemeriksaan sehari-hari. Bahan kontrol bisa didapatkan dengan cara buat sendiri
atau bisa dibeli dalam bentuk sudah jadi yang berasal dari manusia, binatang atau
bahan merupakan bahan kimia murni (tertulusur ke Standar Refrence
Material/SRM). Bahan kontrol bisa dalam bentuk cair, bentuk padat bubuk atau
bentuk strip harus dilarutkan terlebih dahulu sebelum digunakan (Permenkes RI,
2013).
Bahan kontrol yang biasanya digunakan pada saat pemeriksaan di
laboratorium kimia klinik berupa serum kontrol komersial. Dalam buku pedoman
Good Laboratory Practice tahun 2008 selain serum kontrol komersial ada juga
serum kontrol yang dibuat sendiri yang disebut pooled sera. Serum kontrol
komersial yang biasa digunakan adalah serum kontrol yang dibeli dalam bentuk
sudah jadi yang berasal dari hewan yang mungkin tidak sama dengan serum
manusia dan biasanya membutuhkan biaya cukup mahal, bahan kontrol komersial
exp nya hanya bisa bertahan 1-3 bulan, sedangkan serum yang dibuat sendiri yang
berasal dari serum kumpulan atau disebut pooled sera ini mudah didapat hanya
dengan mengumpulkan sisa-sisa serum yang telah dilakukan pemeriksaan kimia
klinik sebelumnya, tidak membutuhkan biaya dalam membuatnya dan juga
berasal dari manusia dan jangka waktu exp nya cukup lama (Muslim et al, 2015).
Pooled sera dapat sebagai alternatif serum kontrol pada suatu laboratorium untuk
meminimalisir adanya serum yang terbuang dengan syarat serum harus dalam
keadaan tidak boleh ikterik atau hemolitik (Permenkes RI, 2013).
Masalah umum di laboratorium klinik adalah menjaga stabilitas analitik
dalam serum selama penyimpanan sampel atau bahan kontrol. Sampel biasanya
disimpan di pintu (4–8°C) lemari es untuk jangka waktu pendek atau di dalam
freezer (−20°C) untuk jangka waktu yang lebih lama (Widyastuti et al, 2021).
Menurut Soehartini (2009) dalam Latifah (2018) kestabilan bahan kontrol yang
dibuat sendiri pada suhu -20℃ stabil selama 6 bulan, pada suhu 4℃ stabil selama
4 bulan, dalam suhu ruangan stabil 1 hari dan yang terjadi di lapangan tidak
semua laboratorium klinik di rumah sakit maupun puskesmas menjalankan PMI
dengan menggunakan bahan kontrol. Sesuai dengan pedoman praktek
laboratorium yang benar suhu untuk penyimpanan bahan kontrol adalah pada suhu
2-8℃ selama 5 hari (Depkes, 2008)
Penyimpanan sampel serum untuk pemeriksaan kolesterol berkisar pada
suhu 2-8℃ dan harus selalu diusahakan pada suhu 4℃ agar stabilitas sampel
serum tidak berubah terutama struktur dari lipoprotein yang ada dalam sampel
(Purbayanti, 2015). Penyimpanan serum suhu -20℃ dapat menyebabkan serum
membeku dan siklus beku-cair dapat merusak struktur lipoprotein (Kamilla
&Slamet, 2018). Pemeriksaan kolesterol sebaiknya dilakukan segera supaya kadar
kolesterol tidak berubah (Depkes RI, 2008). Sementara itu, Handayati et al.,
(2014) menyebutkan bahwa hasil pemeriksaan kolesterol dengan suhu simpan
pooled sera dalam freezer -7℃ sampai -4℃, suhu -15℃ menunjukkan tidak
adanya pengaruh penyimpanan pooled sera pada kadar kolesterol serum normal
maupun abnormal. Rata-rata hasil pemeriksaan kadar kolesterol pooled sera cukup
stabil selama penyimpanan Kolesterol.
Kolesterol merupakan derivat lipid yang selalu berikatan dengan lemak
lain dalam bentuk ester, berasal dari makanan dan sintesis dari tubuh (Panil,
2008). Lemak ini umumnya tidak larut dalam air sehingga harus dibawa oleh
darah dalam bentuk terikat dengan senyawa yang mudah larut seperti protein
serum. Protein lain yang fungsinya hanya mengikat lemak saja yaitu lipoprotein
(Sadikin, 2001). Struktur lipoprotein yang ada dalam sampel harus dijaga agar
tidak rusak karena adanya proses beku cair pada saat penyimpanan.

1
2
3

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusuhan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana
stabilitas pooled sera yang disimpan di freezer dan refrigerator pada pemeriksaan
kolesterol?

1.3 Batasan Masalah


Pada penelitian ini membatasi masalah berupa:
a) Lama penyimpanan pooled sera selama 4 minggu(30hari)
didalam freezer dan refrigerator terhadap pemeriksaan kolesterol pada
mahasiswa prodi Analis Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Palangkaraya.

1.4 Tujuan Penelitian


Untuk mengetahui pengaruh penyimpanan pooled sera yang disimpan di
dalam freezer dan refrigerator selama 0 hari,1 minggu , 2 minggu , 3 minggu, 4
minggu pada pemeriksaan kolesterol.

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Manfaat Teoritis
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan mengenai lama penyimpanan terhadap uji stabilitas kontrol serum
pada pemeriksaan kolestrol.

1.5.2 Manfaat Praktis


1. Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana bermanfaat dalam
mengimplementasikan ilmu yang diperoleh dari proses perkuliahan atau
selama melakukan penelitian.
2. Bagi Institusi
Menambah sumber data dan bahan acuan dalam melakukan penelitian
selanjutnya.
3. Bagi Laboratorium Rumah Sakit dan Laboratorium Klinik Swasta
Menambah informasi dan referensi tentang metode pemeriksaan yang lebih akurat
sebagai acuan pemeriksaan.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemantapan Mutu Laboratorium


Pemantapan mutu (quality assurance) laboratorium klinik adalah
semua kegiatan yang ditujukan untuk menjamin kualitas, ketelitian dan ketepatan
hasil suatu pemeriksaan laboratorium klinik agar dapat dipercaya. Mutu
pelayanan laboratorium tidak hanya penting bagi pelanggan, melainkan juga bagi
pemasok. Rendahnya mutu hasil pemeriksaan pada akhirnya akan
menimbulkan penambahan biaya untuk kegiatan pengerjaan ulang dan klaim dari
pelanggan. Untuk menanggulangi biaya kompensasi yang berasal dari rendahnya
mutu hasil pemeriksaan laboratorium tersebut diperlukan suatu usaha
pemantapan mutu. Kegiatan pemantapan mutu terdiri dari pemantapan mutu
internal (PMI) dan pemantapan mutu eksternal (PME). (Siregar et al., 2018).
Tujuan dari program pemantapan mutu dalam laboratorium klinik
adalah untuk menjamin keandalan hasil pemeriksaan laboratorium. Keandalan
dari suatu tes atau metode pemeriksaan adlaah ukuran untuk menilai seberapa
jauh tes tersebut dapat digunakan untuk kepentingan klinik baik sebagai ter
panyaring, untuk menentukan diagnosis, sebagai tes pemantau maupun untuk
menentukan prognosis. Keandalan tes laboratorium meliputi presisi, akurasi,
sensitivitas dan spesifitas analitik. (Pertiwi, 2010)
2.1.2 Pemantapan Mutu Internal (PMI)
Pemantapan mutu internal (PMI) adalah kegiatan pencegahan dan
pengawasan yang dilaksanakan oleh masingmasing laboratorium secara
terus menerus agar tidak terjadi atau mengurangi kejadian eror atau
penyimpangan sehingga diperoleh hasil pemeriksaan yang tepat. Cakupan objek
pemantapan mutu internal meliputi aktivitas tahap pra-analitik, tahap analitik dan
tahap pasca analitik (Permenkes, 2013).

4
5

a. Tujuan pemantapan mutu internal


Menurut Permenkes No. 43 tentang Penyelenggaraan Laboratorium
Klinik yang Baik, tujuan dari pemantapan mutu internal laboratorium adalah
sebagai berikut.
1) Pemantapan dan penyempurnaan metode pemeriksaan dengan
mempertimbangkan aspek analitik klinis.
2) Mempertinggi kesiagaan tenaga, sehingga pengeluaran hasil yang
salah tidak terjadi dan perbaikan penyimpangan dapat dilakukan segera.
3) Memastikan bahwa semua proses telah dilakukan dengan benar.
4) Mendeteksi penyimpangan dan mengetahui sumbernya.
5) Membantu memperbaik pelayanan kepada pelanggan.
b. Tahapan – tahapan pemantapan mutu internal
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (2012), kegiatan pemantapan
mutu internal (PMI) yang sering dilakukan di laboratorium kimia klinik
meliputi tahap pra-analitik, analitik, dan pasca-analitik.
1) Tahap pra-analitik
Tahap pra-analitik yaitu tahap mulai mempersiapkan pasien,
menerima sampel, penanganan dan penyimpanan sampel termasuk
memberi label pada sampel. Tahap ini sulit dipantau dan dikendalikan
karena terjadi di luar laboratorium. Tingkat kesalahan yang terjadi pada
tahap pra-analitik yaitu sekitar 60% - 70% dari total kesalahan yang
terjadi dilaboratorium.
2) Tahap analitik
Tahap analitik yaitu tahapan mulai dari mengolah sampel
mengkalibrasi alat, uji kualitas reagen hingga uji ketelitianketepatan.
Tingkat kesalahan pada tahap analitik tidak sebesar tahap pra-analitik
yaitu sekitar 10% - 15%. Tahap analitik lebih mudah dikontrol atau
dikendalikan dibandingkan tahap pra-analitik karena semua kegiatannya
berada dalam laboratorium. (Siregar, et al., 2018).
6

3) Tahap pasca analitik


Tahap pasca analitik yaitu tahap mulai pencatatan hasil
pemeriksaan, interpretasi hasil sampai dengan pelaporan. Tingkat
kesalahan tahap pasca analitik sekitar 15% - 20%. Adanya otomatisasi
dan komputerisasi maupun system informasi dalam mengurangi
kesalahan pasca-analitik. (Pertiwi, 2010)

2.1.3 Pemantapan Mutu Eksternal

Setiap laboratorium kesehatan wajib mengikuti pemantapan mutu eketernal,


dimana pemantapan mutu eksternal adalah kegiatan yang diselenggarakan secara
periodik oleh pihak lain di luar laboratorium yang bersangkutan untuk memantau
dan menilai penampilan suatu laboratorium dalam bidang pemeriksaan tertentu.
Laboratorium kesehatan wajib menyelenggarakan kegiatan pemantapan mutu
eksternal yang dilaksanakan oleh pihak pemerintah, swasta atau internasional
secara teratur dan periodik meliputi semua bidang pemeriksaan laboratorium
(Permenkes RI, 2013). Menurut Permenkes RI, (2010) no 411 mencantumkan
dalam pasal 6 ayat 1 bahwa laboratorium klinik diwajibkan melaksanakan
pemantapan mutu eksternal yang diakui oleh pemerintah.

Pelaksanaan kegiatan pemantapan mutu eksternal mengikut sertakan semua


laboratorium, baik milik pemerintah maupun swasta dan dikaitkan dengan
akreditasi laboratorium kesehatan serta perizinan laboratorim kesehatan swasta.
Indonesia terdapat beraneka ragam jenis dan jenjang pelayanan laboratorium serta
mengingat luasnya wilayah Indonesia, maka pemerintah menyelenggarakan
pemantapan mutu eksternal untuk berbagai bidang pemeriksaan dan
diselenggarakan pada berbagai tingkatan, yaitu tingkat nasional atau tingkat pusat,
tingkat regional dan tingkat provinsi ataupun wilayah (Permenkes RI, 2013).

Kegiatan pemantapan mutu eksternal ini sangat bermanfaat bagi suatu


laboratorium, sebab dari hasil evaluasi yang diperoleh dapat menunjukkan
performance laboratorium yang bersangkutan dalam bidang pemeriksaan yang
ditentukan.Waktu melaksanakan kegiatan ini tidak boleh diperlakukan secara
khusus, jadi pada waktu melakukan pemeriksaan harus dilaksanakan oleh petugas
yang biasa melaksanakan pemeriksaan tersebut serta menggunakan peralatan,
reagen ataupun metode yang biasa dipakainya sehingga hasil pemantapan mutu
eksternal tersebut benar-benar dapat mencerminkan penampilan laboratorium
7
tersebut yang sebenarnya (Permenkes RI, 2013).

2.2 Uji Ketelitian dan Ketepatan


Sukorini et al., (2010) dikemukakan bahwa penanggung jawab
laboratorium perlu menjamin bahwa hasil pemeriksaan laboratorium dalam
keadaan valid dan dapat digunakan untuk mengambil keputusan klinis oleh
klinisi. Untuk itu, perlu dilakukan upaya sistematik pada tahap analitik yaitu
kontrol kualitas guna mendeteksi kesalahan pada tahap analitik dan menilai
kualitas data analitik. Secara umum kontrol kualitas dilakukan dengan memeriksa
bahan kontrol yang kadarnya telah diketahui dan membandingkan hasil
pemeriksaan dengan rentang kadar bahan kontrol tersebut. Idealnya penanggung
jawab laboratorium mengetahui nilai benar (true value) dari bahan kontrol yang
digunakan. Namun, sangat sulit untuk mengetahui nilai benar tersebut, sehingga
cukup menggunakan nilai yang dapat diterima (acceptable true value) sebagai
patokan baik buruknya pemeriksaan alat yang digunakan.
Presisi mengacu pada pengulangan, atau reproduksifitas, untuk
memperoleh nilai yang sama dalam tes berikutnya pada sampel yang sama. Hal
ini memungkinkan untuk mendapatakan presisi yang besar, sehingga
seluruh laboratorium tersebut melakukan prosedur yang sama untuk mendapatkan
hasil yang sama. Ketelitian dari tes, atau reproduktifikasi, dapat dinyatakan
sebagai standard deviasi (SD) atau coefficient of variation (CV). Presisi dapat
ditentukan dengan penggunaan standar, sampel referensi, atau solusi kontrol,
penentuan dalam memperbaiki statistik yang valid untuk jumlah yang memadai
pada sampel yang diketahui. Setiap hari presisi diukur dengan dimaksukkannya
spesimen kontrol. Ketelitian terutama dipengaruhi oleh kesalahan acak yang tidak
dapat dihindari (Rosita HB, 2013).
8

Presisi (ketelitian) adalah kemampuan untuk memberikan hasil yang


sama pada setiap pengulangan pemeriksaan. Secara kuantitatif, presisi disajikan
dalam bentuk impresisi yang diekspresikan dalam ukuran coefficient of variation.
Uji ketelitian dapat dijadikan indikator adanya penyimpangan akibat kesalahan
acak. Impresisi yaitu penyimpangan dari hasil pemeriksaan terhadap nilai rata-
rata yang dinyatakan dengan standar deviasi (SD) dan coefficient of variation
(CV). Semakin kecil nilai SD dan CV maka semakin baik pula hasil
pemeriksaan (Sukorini et al, 2010).
Menurut Sacher & McPherson (2004), ketelitian menunjukkan seberapa
saling dekat hasil yang didapat dari pengukuran yang berulang-ulang pada
suatu zat dari bahan yang sama. Sinonim dari ketelitian adalah reprodusibilitas
dan mengukur variabilitas inheren suatu tes. Ketelitian diartikan kesesuaian
hasil pemeriksaan laboratorium yang diperoleh apabila pemeriksaan dilakukan
berulang (Musyaffa, 2010).
1. Presisi
Presisi (ketelitian) adalah kemampuan untuk memberikan hasil yang
sama pada setiap pengulangan pemeriksaan. Secara kuantitatif, presisi disajikan
dalam bentuk impresisi yang diekspresikan dalam ukuran koefisien variasi. Uji
ketelitian dapat dijadikan indikator adanya penyimpangan akibat kesalahan acak.
Impresisi yaitu penyimpangan dari hasil pemeriksaan terhadap nilai rata-rata
yang dinyatakan dengan SD dan CV. Semakin kecil nilai SD dan CV maka
semakin baik pula hasil pemeriksaan (Sukorini et al., 2010).
Nilai presisi menunjukkan seberapa dekatnya suatu hasil pemeriksaan bila
dilakukan berulang dengan sampel yang sama. Ketelitian terutama dipengaruhi
kesalahan acak yang tidak dapat dihindari. Menurut Depkes (2004), Presisi
biasanya dinyatakan dalam nilai CV (%) yang dihitung dengan rumus
berikut (Depkes, 2004).

CV(%) = 100%
9

Keterangan :
CV : Coefficient of Variation
SD : Standar Deviasi (Simpangan Baku)
: Nilai rata- rata dari nilai individu.

Semakin kecil nilai CV (%) semakin teliti system maupun metode tersebut
dan sebaliknya. Suatu pemeriksaan umumnya lebih mudah diamati ketidak telitian
(impresisi) dari pada ketelitian (presisi). Impresisi dapat dinyatakan dalam
besarnya SD atau CV.
Makin besar SD dan CV makin tidak teliti. Faktor-faktor
dapat mempengaruhi ketelitian ialah : alat, metode pemeriksaan, volume kadar
bahan yang diperiksa, waktu pengulangan dan tenaga pemeriksaan (Musyaffa,
2010). Ilustri akurasi dan presisi digambarkan dalam gambar berikutnya
(Sukorini et al, 2010).
Dapat memberikan jaminan bahwa hasil pemeriksaan laboratorium itu
tepat dan teliti maka perlu dilakukan suatu upaya sistematik yang dinamakan
kontrol kualitas. Kontrol kualitas merupakan suatu rangkaian pemeriksaan analitik
yang ditujukan untuk menilai kualitas data analitik. Dengan melakukan kontrol
kualitas kita akan mampu mendeteksi kesalahan analitik, terutama kesalahan-
kesalahan yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium (Sukorini et
al, 2010).
Proses kontrol kualitas dilakukan untuk menguji akurasi dan presisi
pemeriksaan di laboratorium. Tujuan dari dilakukannya kontrol kualitas adalah
mendeteksi kesalahan analitik di laboratorium. Kesalahan analitik di laboratorium
terdiri atas dua jenis yaitu kesalahan acak (random eror) dan kesalahan sistematik
(systematic eror). Kesalahan acak menandakan tingkat presisi, sementara
kesalahan sistematik menandakan tingkat akurasi suatu metode atau alat (Sukorini
et al, 2010). Dasar statistik presisi dan akurasi:
a. Rerata (Mean)
Rerata adalah nilai yang mewakili suatu data (Sabri, 2014). Rerata
merupakan hasil dari pembagian jumlah nilai hasil pemeriksaan yang
10

dilakukan. Rerata biasanya digunakan sebagai nilai target dari kontrol kualitas
yang kita lakukan, rumus rerata adalah :

x
x n

Keterangan :
¯ : Nilai rerata
Σ : Jumlah nilai hasil pemeriksaan
: Banyaknya data hasil pemeriksaan

National Committee for Clinical Laboratory Standards (NCCLS)


merekomendasikan setiap laboratorium untuk menetapkan sendiri nilai target
suatu bahan kontrol dengan melakukan setidaknya 20 kali
pengulangan (Biorad dalam Sukorini, 2010).
b. Standar Deviasi (SD)
Standart deviasi adalah pengukuran variasi dalam serangkaian
hasil pemeriksaan. Standar deviasi sangat berguna untuk laboratorium
dalam menganalisis hasil pengendalian mutu (Sukorini, 2010).
Rumus standar deviasi (SD) adalah:

SD (x  X ) 2

n 1
Keterangan :
SD : Standart deviasi (SD) atau simpangan baku.
Σ (X−X¯ )2 : Jumlah keseluruhan dari nilai individu dikurangi nilai
rerata n : Banyaknya penggulangan
c. Coefficient of Variation (CV)
Coefficient of variation adalah standar deviasi (SD) yang dinyatakan
sebagai presentase rerata (mean). Coefficient of variation menggambarkan
perbedaan hasil yang diperoleh seriap kali melakukan pengulangan
pemeriksaaan pada sampel yang sama. Idealnya, nilai CV harus kurang dari
5% (Sukorini et al, 2010).
11

Rumus coefficient of variation (CV) adalah :


CV (%) = 𝑆𝐷 x 100%

Keterangan :
CV (%) : coefficient of variation dalam persen
SD : nilai standart deviasi (SD) atau simpangan baku
𝑋¯ : nilai rata- rata pemeriksaan berulang

2. Akurasi
Akurasi (ketepatan) adalah kesesuaian antara hasil pemeriksaan dengan
true value yang tidak harus selalu sama rentangnya karena ada nilai rentang yang
dapat digunakan sebagai standar. Uji ketepatan dapat digunakan untuk mengenali
adanya kesalahan sistemik (Sukorini et al., 2010).
Akurasi (ketepatan) atau inakurasi (ketidak tepatan) dipakai untuk menilai
adanya kesalahan sistematik, kesalahan acak dan keduanya (total). Akurasi dapat
diniliai dari hasil pemeriksaan bahan kontrol dan dihitung nilai biasnya (d%)
seperti rumus berikut (Depkes, 2008). Akurasi (ketepatan) adalah kesesuaian
antara hasil pemeriksaan dengan true value yang tidak harus selalu sama
rentangnya karena ada nilai rentang yang dapat digunakan sebagai standar. Uji
ketepatan dapat digunakan untuk mengenali adanya kesalahan sistemik.
d % = (x-NA) : NA
Keterangan :
X : hasil pemeriksaan bahan kontrol
NA : nilai actual atau sebenarnya dari bahan
kontrol d % : dapat negative dan positif
Ketidaktepatan (inakurasi) suatu pemeriksaan umumnya lebih mudah
dinyatakan dari pada ketepatan (akurasi). Ketepatan merupakan pemeriksaan
utama yang di pengaruhi oleh adanya spesifitas dengan metode pemeriksan dan
kualitas larutan standart. Presisi dan akurasi adalah independen satu sama dengan
yang lain (Sukorini et al., 2010).
12

2.3 Bahan Kontrol


Memperoleh mutu pemeriksaan laboratorium perlu adanya usaha
pemantapan mutu kualitas uji laboratorium, salah satunya untuk mencapai tujuan
tersebut yaitu dengan pengadaan bahan kontrol. Bahan kontrol dipakai sebagai
sediaan untuk penentuan reliabilitas suatu progres analisis terutama akurasi dan
presisi suatu pemeriksaan laboratorium untuk dapat digunakan sebagai bahan
kontrol pemeriksaan (Siregar et al, 2018)

Menurut permenkes RI (2013), bahan kontrol adalah bahan yang


digunakan untuk memantau ketepatan suatu pemeriksaan dilaboratorium atau
untuk mengawasi kualitas hasil pemeriksaan sehari-hari. Bahan kontrol harus
memenuhi syarat yaitu harus mempunyai komposisi sama atau mirip dengan
spesimen, komponen yang terkandung didalam bahan kontrol harus dalam
keadaan stabil artinya selama waktu penyimpanan bahan ini tidak boleh
mengalami perubahan dan bahan kontrol harus disertai dengan sertifikat analisa
yang dikeluarkan oleh pabrik yang bersangkutan pada bahan kontrol jadi atau
disebut juga bahan komersial (Siregar et al., 2018).
1. Pengertian bahan kontrol
Bahan kontrol adalah bahan yang digunakan untuk memantau
ketepatan suatu pemeriksaan di laboratorium atau untuk mengawasi kualitas
hasil pemeriksaan sehari-hari.
2. Syarat bahan control
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Tahun 2010, untuk dapat
digunakan sebagai bahan kontrol suatu pemeriksaan, bahan tersebut harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Memiliki komposisi sama atau mirip dengan spesimen.
b. Komponen yang terkandung di dalam bahan kontrol harus stabil, artinya
selama masa penyimpanan bahan ini tidak boleh mengalami perubahan.
c. Hendaknya disertai dengan sertifikat analisis yang dikeluarkan oleh pabrik
yang bersangkutan pada bahan kontrol.
3. Jenis bahan kontrol
Bahan kontrol dapat dibedakan berdasarkan:
a. Sumber bahan kontrol ditinjau dari sumbernya, bahan kontrol dapat
berasal dari manusia, binatang atau merupakan bahan kimia murni.
b. Bentuk bahan kontrol, menurut bentuk bahan kontrol ada bermacam-
13
macam yaitu bentuk cair, bentuk padat, bubuk dan bentuk strip.
c. Bahan kontrol buatan, bahan kontrol dapat dibuat sendiri atau dapat dibeli
dalam bentuk jadi.
4. Macam bahan kontrol Menurut Peraturan Menteri Kesehatan tahun 2010,
macam-macam bahan kontrol buatan sendiri yaitu sebagai berikut :
14

a. Bahan kontrol yang dibuat dari serum kumpulan (pooled sera). Pooled
sera merupakan campuran dari bahan sisa serum pasien yang bebas
hemolisis dan lipemik.
b. Bahan kontrol yang dibuat dari bahan kimia murni disebut sebagai larutan
spikes.
c. Bahan kontrol yang dibuat dari lisat disebut hemolisat.

2.3.1 Sumber Bahan Kontrol

Berdasarkan sumbernya, bahan kontrol dapat berasal dari manusia, binatang


atau merupakan bahan kimia murni. Bahan kontrol yang digunakan biasanya bahan
kontrol komersial dan bahan kontrol yang bersumber dari serum kumpulan yang
merupakan bahan kontrol murni yaitu pooled sera (Permenkes RI, 2013).
2.3.2 Bentuk Bahan Kontrol
Berdasarkan bentuk bahan kontrol terdiri dari bahan yang berbentuk cair,
bentuk padat bubuk (liofilisat) dan bentuk strip. Bahan kontrol bentuk padat bubuk
atau bentuk strip harus dilarutkan terlebih dahulu sebelum digunakan (Depkes,
2008).
2.3.3 Cara Pembuatan Bahan Kontrol
Bahan kontrol dapat dibuat sendiri atau dapat dibeli dalam bentuk sudah
jadi. Bahan kontrol yang dibuat sendiri diantaranya yaitu bahan kontrol yang dibuat
dari serum kumpulan atau disebut dengan pooled sera, bahan kontrol yang dibuat
dari bahan kimia murni sering disebut sebagai larutan spikes, bahan kontrol yang
dibuat dari lisat yang disebut dengan hemolisat dan kuman kontrol yang dibuat dari
strain murni kuman (Permenkes RI, 2013).
Adapun macam bahan kontrol yang dibeli dalam bentuk sudah jadi
(komersial) adalah :
1. Bahan Kontrol Unassayed
Bahan kontrol unassayed merupakan bahan kontrol yang tidak mempunyai
nilai rujukan sebagai tolak ukur. Nilai rujukan dapat diperoleh setelah dilakukan
periode pendahuluan. Biasanya dibuat kadar normal atau abnormal (abnormal tinggi
atau abnromal rendah). Kebaikan bahan kontrol jenis ini ialah lebih tahan lama, bisa
digunakan untuk semua tes, tidak perlu membuat sendiri. Kekurangannya adalah
kadang-kadang ada variasi dari botol ke botol ditambah kesalahan pada rekonstitusi,
sering serum diambil dari hewan yang mungkin tidak sama dengan serum manusia.
Karena tidak mempunyai nilai rujukan yang baku maka tidak dapat dipakai untuk
15
kontrol akurasi. Pemanfaatan bahan kontrol jenis ini untuk memantau ketelitian
pemeriksaan atau untuk melihat adanya perubahan akurasi. Uji ketelitian dilakukan
setiap hari pemeriksaan.
2. Bahan Kontrol Assayed
Bahan kontrol assayed merupakan bahan kontrol yang diketahui nilai
rujukannya serta batas toleransi menurut metode pemeriksaannya. Harga bahan
kontrol ini lebih mahal dibandingkan jenis unassayed. Bahan kontrol ini digunakan
untuk kontrol akurasi juga presisi. Selain itu, bahan kontrol assayed digunakan
untuk menilai alat dan cara baru (Permenkes RI, 2013).

2.4 Serum Kumpulan (Pooled Sera)


Untuk pemeriksaan kimia klinik dan imunologi umumnya digunakan
serum. Serum adalah cairan yang terperas dari bekuan yang berwarna kuning
muda. Karena dalam proses pembekuan darah fibrinogen diubah menjadi fibrin,
maka serum tidak mengandung fibrinogen lagi, tetapi zat – zat yang lain masih
terkandung di dalamnya (Julian, 2010).
Bahan kontrol yang dibuat dari serum disebut juga serum kumpulan
(Pooled sera). Pooled sera merupakan campuran dari bahan sisa-sisa serum pasien
yang sehari – hari dikirim ke laboratorium. Serum kumpulan yang dipakai harus
memenuhi syarat yaitu tidak boleh ikterik atau hemolitik. Pembuatan dan
pemeriksaan bahan kontrol ini harus dilakukan dengan hati-hati sesuai dengan
pedoman keamanan laboratorium, karena bahan ini belum tentu bebas dari HIV,
HBV, HCV, dan lain-lain (Permenkes RI, 2013).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI pada tahun 2013 dijelaskan
mengenai kelebihan dan kekurangan dari bahan kontrol serum kumpulan (pooled
sera). Keuntungan dari serum kumpulan ini antara lain, mudah didapat, murah,
bahan berasal dari manusia, tidak perlu dilarutkan dan laboratorium mengetahui
asal bahan kontrol. Kekurangannya memerlukan tambahan waktu dan tenaga
untuk membuatnya harus membuat kumpulan khusus untuk enzim dan lain-lain.
Jika suhu -70ºC (deep freezer) tidak tersedia atau kondisi suhu terlalu kecil maka
akan sulit untuk menyimpannya. Analisis statistik harus dilakukan tiap 3-4 bulan.
Tahapan pembuatan pooled sera menurut Permenkes tahun 2013 biarkan
darah membeku terlebih dahulu pada suhu kamar selama 20-30 menit, disentrifus
dengan kecepatan 3000 rpm selama 5-15 menit. Pemisahan serum dilakukan
16

segera setelah disentrifus, serum yang kemerahan/lisis, ikterik atau keruh tidak
bisa digunakan untuk pemeriksaan. Serum yang telah dipisahkan kemudian
dicampur menjadi pooled sera.

2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pooled Sera


Kadar Kolestrol dalam tubuh dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu:
1. Serum lipemik
Serum lipemik adalah serum yang berwarna putih keruh yang disebabkan
oleh adanya partikel besar lipoprotein seperti trigliserida (Ghaedi et al, 2016).
2. Serum ikterik
Serum ikterik adalah serum yang berwarna kuning coklat yang disebabkan
karena peningkatan konsentrasi bilirubin (Ghaedi et al, 2016)..
3. Serum hemolisis
Serum hemolisis adalah serum yang berwarna kemerahan yang disebabkan
karena adanya lepas hemoglobin dari eritrosit yang rusak (Ghaedi et al, 2016).
4. Pemipetan
Pemipetan laboratorium merupakan pemeriksaan yang membutuhkan
ketelitian, tetapi terkadang terjadi kesalahan dalam penanganan sampel atau
sampel yang tertukar. Kesalahan pengukuran pada saat pemipetan ataupun
kesalahan dalam perograman alat sehingga mempengaruhi hasil pemeriksaan
(Gandasoebrata, 2008).
5. Penundaan waktu inkubasi
Penundaan sampel yang tidak sesuai dengan prosedur pemeriksaan dapat
mempengaruhi hasil kadar kolesterol serum (Charlian, 2011). Penundaan
pemeriksaan kolesterol serum juga beresiko terjadinya kontaminasi
mikrooorganisme pada sampel (Irawan, 2007).
17

2.6 Kolesterol
2.6.1 Definisi Kolesterol

Kolesterol merupakan derivat lipid yang tergolong steroid atau sterol yang
selalu berikatan dengan asam lemak lain dalam bentuk ester. Kolesterol dalam
tubuh berasal dari makanan (eksogen) dan disintesis oleh tubuh (endogen).
Kolesterol eksogen hanya ada pada hewan seperti otak, usus dan ginjal sedangkan
kolesterol endogen disintesis dari asetil KoA. Kolesterol adalah senyawa lemak
kompleks, yang 80% dihasilkan dari dalam tubuh yaitu organ hati dan 20% dari
luar tubuh yaitu zat makanan untuk bermacam-macam fungsi di dalam tubuh,
antara lain membentuk dinding sel, pembentukan membran sel, sintesis
hormonhormon steroid, sintesis asam empedu (Panil, 2008).

Kolesterol terdapat dalam darah, empedu, kelenjar adrenal bagian luar dan
jaringan syaraf. Awalnya koleterol diisolasi dari batu empedu karena kolesterol ini
merupakan komponen utama batu empedu. Kolesterol yang berada dalam
makanan yang dimakan dapat menyebabkan peningkatan kolesterol dalam darah,
tetapi dapat diseimbangkan dengan kebutuhan tubuh. Kolesterol tidak larut dalam
cairan darah, untuk itu agar dapat dikirim ke seluruh tubuh perlu dikemas bersama
protein menjadi partikel yang disebut lipoprotein (Mamat, 2010). Hastuty (2015),
menyebutkan bahwa kolesterol adalah zat alamiah dengan sifat fisik berupa lemak
tetapi memiliki rumus steroida, sebagai bahan pembangun esensial bagi tubuh
untuk sintesis zat-zat penting seperti membran sel dan bahan isolasi sekitar serat
saraf, begitu pula hormon kelamin dan anak ginjal, vitamin D serta asam empedu.
Kolesterol dikonsumsi dalam jumlah berlebih dapat meningkatkan kadar
kolesterol dalam darah yang disebut hiperkolesterolemia, kadar kolesterol total
darah sebaiknya < 200 mg/dL.

Pada manusia, keseimbangan dalam pemasukan dan pengeluaran


kolesterol tidak selalu tepat, sehingga menyebabkan penimbunan kolesterol secara
bertahap di dalam jaringan, terutama pada endotel yang melapisi pembuluh darah
sehingga, terjadi penyempitan pembuluh darah atau aterosklerosis, penyakit
jantung koroner, stroke dan tekanan darah tinggi (Hastuty, 2015). Pembuluh darah
yang mengalami aterosklerosis akan menjadi kaku, rapuh, mudah pecah dan pada
organ terjadi iskemik. Hal ini dapat berlanjut menjadi infark lokal atau pada organ
yang dialiri pembuluh darah tersebut (Panil, 2008).
18
Kadar kolesterol yang tinggi menyebabkan penyumbatan pada berbagai
pembuluh darah seperti pada pembuluh jantung, yang menimbulkan serangan
jantung. Jika penyumbatan terjadi pada pembuluh darah otak, akan menimbulkan
stroke. Peningkatan kolesterol dapat membahayakan kesehatan, maka kadar
kolesterol perlu dikontrol (Mumpuni dan Wulandari, 2011).

2.6.2 Metabolisme Kolesterol

Kolesterol adalah prekursor hormon-hormon steroid dan asam-asam lemak


dan merupakan unsur pokok yang penting di dalam membran sel. Kolesterol
diabsorpsi dari usus dan dimasukkan kedalam kilomikron yang dibentuk dalam
mukosa. Setelah kilomikron mengeluarkan trigliseridanya di jaringan adiposa,
kilomikron sisanya menyerahkan kolesterolnya ke hati. Hati dan jaringan-jaringan
lain juga menyintesis kolesterol, sebagian dari kolesterol akan dieksresikan di
empedu, baik dalam bentuk bebas maupun sebagai asam empedu yang
direabsorpsi dari usus. Kolesterol yang dihati akan bergabung ke dalam VLDL
dan semuanya bersirkulasi dalam kompleks-kompleks lipoprotein (Purbayanti,
2015).
19

2.7 Metode Pemeriksaan Kadar Kolesterol


27.1 Metode CHOD-PAP
Kolesterol ditentukan setelah hidrolisa enzimatik dan oksidasi. Indikator
quinoneimine terbentuk dari hidrogen peroksida dan 4-aminoantipyrine dengan
adanya phenol dan peroksidase.

2.8. Nilai Rujukan Kadar Kolesterol

Pemeriksaan Normal

Kolesterol Normal < 200 mg/ dL


Resiko Rendah 200 – 239 mg/dL
Resiko Tinggi > 240 mg/ dL

Tabel 1. Nilai Rujukan Kadar Kolesterol


( Leaflet Biosystem Cholesterol )
17

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Metode penelitian


Metode Penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data
dengan tujuan dan kegunaaan tertentu (Sugiyono, 2012). Penelitian ini
menggunakan metode penelitian jenis observasional. Pada penelitian
observasional peneliti tidak melakukan perlakuan apapun terhadap variabel
penelitian. Dengan kata lain, peneliti hanya meneliti objek penelitian yang
mengalami tindakan tertentu dengan populasi kontrol.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian


3.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dimulai dari pembuatan proposal sampai dengan
pembuatan laporan penelitian yang dimulai dari tahun 2023.

3.2.2 Tempat Penelitian


Pengambilan sampel dan pemeriksaan kolesterol ini dilakukan di
Laboratorium Klinik Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Palangkaraya.

3.3 Populasi dan Sampel


3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa D III Analis Kesehatan


Universitas Muhammadiyah Palangkaraya yang diambil darahnya dan dibuat
pooled sera. Pengumpulan sampel dilakukan secara acak dengan Teknik Random
Sampling.

3.3.2 Sampel

Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah pooled sera yang berasal
dari 5 orang probandus, kemudian serum kumpulan dibagi kedalam 9 tabung
sampel. Satu tabung dibaca kadar Kolesterolnya untuk data hari pertama untuk
hari pertama, tabung sisanya kemudian disimpan di freezer dan refrigerator
selama 4 minggu, dan diukur setiap harinya untuk 1 tabung masing – masing
dengan 2 kali pengulangan (Duplo)
17
3.4 Variabel Penelitian

3.4.1 Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah suhu simpan (Freezzer dan
Refrigerator)

3.4.2 Variabel Terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah kadar kolesterol

Menurut Sugiyono (2018) variabel bebas adalah yang menjadi sebab


perubahannya atau variabel yang mempengaruhi, sehingga mengakibatkan
timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel terikat yang dipengaruhi atau
yang menjadi sebab akibat karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini
memiliki 2 variabel yaitu uji stabilitas pooled sera yang disimpan di freezer dan
refrigerator kadar Kolesterol.

3.5 Defini Operasional


No Variabel Definisi Alat Ukur Skala Ukur
Operasional
1 Stabilitas Penyimpanan Stabilitas Fotometer
BTS 350
adalah
Kondisi suatu
bahan yang
terdapat
dalamnya
harus sama
dan tidak
mengalami
perubahan
selama waktu
penyimpanan
.
2 Pooled Sera Bahan Fotometer
kontrol BTS 350
pooled sera
merupakan
serum
gabungan
yang dibuat
dari beberapa
serum sisa
pasien saat
pemeriksaan.
3 Kadar Kolesterol Nilai atau Fotometer mg/dL
kadar BTS 350
kolesterol
yang
diperiksa
menggunakan
pooled sera
yang
disimpan di
freezer dan
refrigerator,
diukur dari
sampel
Nilai normal :
Serum

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu dengan mengumpulkan


data dari hasil pemeriksaan kadar Kolesterol yang diperoleh dari hasil
pemeriksaan pooled sera yang disimpan pada freezer dan refrigerator selama 4
minggu (30 hari).
3.6.1 Intrumen Penelitian
a. Alat

1. Fotometer BTS 350


2. Sentrifuge
3. Mikropipet
4. Tabung reaksi
5. Rak tabung reaksi
6. Tabung vakum gel separator (SST)
7. Spuit 3 cc h.Tip putih
8. Kapas kering
9. Kapas alkohol
10. Tourniquet
11. Plester

b. Bahan
1. Pooled sera
2. Reagen Kolesterol BioSystems
3.6.2 Cara Kerja
1 Tahap Persiapan
1) Melakukan perizinan menggunakan laboratorium kimia klinik Universitas
Muhammadiyah Palangka Raya sebagai tempat penelitian.
2) Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
3) Mempersiapkan formulir pencatatan.
2 Pengambilan Darah Vena

1) Posisi lengan pasien harus lurus jangan membengkokkan siku. Pilih


lengan yang benyak melakukan aktivitas.
2) Pasien diminta untuk mengepalkan tangan.
3) Dipasang tourniquet (kurang dari 1 menit) kurang lebih 10 cm diatas
lipatan siku.
4) Dipilih bagian vena mediana cubiti atau chepalica cubiti.
5) Dibersihkan bagian kulit yang akan diambil darahnya dengan kapas
alkohol 70% dan dibiarkan kering. Kulit yang sudah dibersihkan jangan
dipegang lagi.
6) Ditusuk bagian vena yang telah ditentukan dengan jarum menghadap
keatas dengan duduk kemiringan abtara jarum dan kulit 15º, diusahakan
darah dapat keluar dengan sekali tusuk.
18

7) Setelah darah masuk kedalam spuit, lepaskan tourniquet dan pasien diminta
melepaskan kepalan tangannya.
8) Setelah volume darah dianggap cukup spuit ditarik dan segera letakkan kapas
kering diatas bekas tusukan jarum, kemudian berikan plester bagian ini
selama kurang dari 15 menit (Depkes RI, 2008).
3 Pembuatan Serum Kumpulan / Pooled Sera

1) Biarkan darah membeku terlebih dahulu pada suhu kamar selama 20-30
menit.
2) Disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 5-15 menit.
3) Serum dipisahkan segera setelah dilakukan sentrifus.
4) Serum yang kemerahan/lisis, ikterik atau keruh tidak bisa digunakan untuk
pemeriksaan. (Permenkes, 2013)

5) Semua serum yang terkumpul dari 5 orang probandus kemudian disatukan


dalam satu wadah lalu di homogenkan setelah itu dibagi menjadi 9 tabung,
untuk kemudian disimpan di freezer dan di refrigerator. Dengan rincian
sebagai berikut:

6) Tabung 1 diperiksa segera, tabung 2 disimpan selama 1 minggu, tabung 3


disimpan selama 2 minggu, tabung 4 disimpan selama 3 minggu, tabung 5
disimpan selama 4 minggu. Di dalam freezer dan refrigerator

7) Kemudian lakukan pemeriksaan kadar kolesterol.


4 Perlakuan Sampel

Pooled sera yang akan diukur kadar Kolesterolnya untuk mencari nilai CV,
dan disimpan pada freezer dan refrigerator dalam waktu 4 minggu (30 hari)
kemudian dilakukan pemeriksaan uji stabilitas kolesterol pada pooled sera
pada selama 0 hari, 1 minggu, 2 minggu,3 minggu, dan 4 minggu.
Prosedur Kerja Penelitian:
1. Serum disimpan dalam freezer dibekukan di refrigerator hingga volume
cukup.
2. Keluarkan serum dari lemari pendingin, biarkan mencair pada suhu ruangan.
3. Campur semua serum dalam satu tabung.
4. Di sentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm.
5. Di aliquot menjadi 9 tabung .
6. Simpan pada freezer dan refrigerator selama 4 minggu (30 hari).
7. Ukur kadar Kolesterol masing-masing tabung di 0 hari, 1 minggu , 2 minggu,
19
3 minggu, 4 minggu menggunakan Fotometer BTS 350 dengan λ 630 nm.
8. Hitung stabilitas menggunakan presisi.
20

3.6.3 Pemeriksaan Kadar Kolesterol

Pemeriksaan kadar kolesterol pooled sera dilakukan setelah serum di


kumpulkan dan disimpan selama 0 hari, 1 minggu, 2 minggu, 3 minggu, 4 minggu.
Sampel pooled sera dikeluarkan dari freezer atau refrigerator, biarkan sampel
mencair di suhu ruangan kemudian lakukan pemeriksaan kadar kolesterol.

Metode :

CHOD PAP

Prinsip :
Kolesterol ditentukan setelah hidrolisa enzimatik dan oksidasi. Indikator
quinoneimine terbentuk dari hidrogen peroksida dan 4-aminoantipyrine dengan
adanya phenol dan peroksidase.

Cara Kerja :

1. Keluarkan reagen dan diamkan pada suhu kamar

2. Pipet reagen A sebagai blanko sebanyak 1000 ul

3. Pipet reagen A kolesterol sebanyak 1000 ul dan tambahkan 10 ul


standard untuk pembacaan standar

4. Pipet reagen A kolesterol 1000 ul dan tambahkan 10 ul kontrol untuk


pembacaan kontrol

5. Pipet reagen A sebanyak 1000 ul dan tambahkan 10 ul sampel pooled


sera.

6. Kemudian homogenkan dan inkubasi pada suhu 37oC selama 5 menit


atau suhu ruang selama 10 menit.

7. Selesai inkubasi, dilakukan pembacaan sampel dengan alat fotometer


BTS 350.

8. Tunggu hasil keluar di alat.

Ulang pemeriksaan nomor 1-8 untuk sampel pooled sera setelah penyimpanan
1 minggu, 2 minggu, 3 minggu, 4 minggu.

Penyimpanan Serum

a. Serum
1) Suhu 4ºC : 6 hari
b. Serum/plasma
1) Suhu -20 ºC : 6 bulan
2) Suhu 20 - 25 ºC : 6 hari
21

3.7 Pengolahan Dan Analisa Data


Analisis pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan kontrol serum dan
di olah data menggunakan uji ketelitian presisi. Data yang diperoleh dihitung
menggunakan rumus rerata dan standar deviasi untuk mendapatkan hasil CV.
Rumus Rerata (Mean):

X 
x
n
Keterangan : 𝑥¯ : Nilai rerata
Σ𝑥 : Jumlah nilai hasil pemeriksaan
𝑛 : Banyaknya data hasil

pemeriksaan Rumus Standar Deviasi (SD):


SD 
 (X 1 X) 2

n 1

Keterangan : SD : Standart deviasi (SD) atau simpangan baku.


Σ(X −X¯ ) 2 : Jumlah keseluruhan dari nilai individu
dikurangi nilai rerata
n : Banyaknya penggulangan

Rumus coefficient of variation (CV):

CV (%) = 𝑆𝐷 X 100%

Keterangan : CV(%) : koefisien variasi dalam persen


SD : nilai standart deviasi (SD) atau simpangan
baku
X¯ : nilai rata- rata pemeriksaan berulang
22

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Sabri. 2014. Strategi Belajar Mengajar Mikro Teaching. Ciputat:


Quntum Teaching.

Depkes RI. 2004. Pedoman Praktik Laboratorium Yang Benar. Jakarta:


Departemen Kesehatan .

Depkes RI. 2008. Pedoman Praktik Laboratorium Kesehatan Yang Benar. (Good
Laboratorium Practice).

Depkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta : Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Diasys, 2019. Diasys Kit Insert Cholinesterase FS. Diagnostic reagent for
quantitative in vitro determination of cholinesterase (ChE) in serum or
plasma on Photometric systems, DiaSys Diagnostic Systems GmbH, Alte
Strasse 965558 IVD Holzheim, Germany.

Fulks M. Stout R. Dola V. 2010, Kolesterol and All-CauseMortality Risk In


Insurance Applicants. Journal of Inasurance Medicine 4(2):11-17.

Gede Arie Wijaya, J. N. 2020. Impresisi Pooled Serum Freeze Dried Yang
Tersimpan Pada Suhu -24 ºC Terhadap Parameter Kolesterol. Jurnal Sain
Health 4(2) :4 -16

Ghaedi, M., & Joe, M. E 2016. Liquicheck Serum Indices (Online).

Handayati, A., Christyaningsih J., & Rini, T. 2014. Uji Stabilitas Pooled Sera
Yang Disimpan Dalam Freezer Untuk Pemantapan Mutu Internal Di
Laboratorium Klinik. Jurnal Penelitian Kesehatan, 12(1), 55-60.

Kee J.L., 2017, Uji Laboratorium dalam Pedoman Pemeriksaan Laboratorium


dan Diagnostik, Edisi ke-6, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Kesehatan, K. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan tentang Laboratorium Klinik,


25 Maret 2010.

Musyaffa, Ripani. 2010. Pemantapan Mutu Laboratorium Kesehatan.

M. Rudolph, Julian I.E Hofman, Colin D.Rudolph 2010. Buku Ajar


Pediatric Rudolph (Buku Kedokteran).

22
23

Permenkes. 2013. Pedoman Pelaksanaan Permenkes No. 66 Tahun 2013.


Registrasi Penelitian Klinik.

Permenkes. 2013. Cara Penyelenggaraan Laboratorium Klinik Yang Baik No.


43 Tahun 2013.

Pertiwi, D. 2010. Pemantapan Mutu Laboratorium Bidang Kimia Klinik. Jurnal


Universitas Islam Sultan Agung. Edisi Maret - Mei 2010.

Sacher, R., & McPherson, 2004, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan


Laboratorium. Jakarta. EGC.

Sadikin, M. 2014. Biokimia darah. Jakarta: Widya Medika.

Siregar, M.T., Wulan, W.S., Setiawan, D., & Nuryati, A, 2018. Kendali Mutu:
Baham Ajar Teknologi Laboratorium Medik (TLM). Jakarta. Badan
Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan.

Sugiyono 2018. Metode penelitian kuantitatif / prof. Dr. Sugiyono.


PEKANBARU: Alfabeta.

Soemantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan


Sistem Pernapasan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika

Widiya, R. Pengaruh Lama Penyimpanan Pooled Sera Pada Freezer Terhadap


Mutu Pemeriksaan Kimia Klinik.

Anda mungkin juga menyukai