Anda di halaman 1dari 38

STRATEGI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM

MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN DI SMK PLUS BUSTANUL


ULUM BUJUR TIMUR BATUMARMAR PAMEKASAN

A. Latar Belakang

Dalam suatu lembaga pendidikan, kepala sekolah memiliki peran


yang sangat menentukan maju mundurnya sebuah lembaga pendidikan,
karena kepala sekolah mempunyai peran yang sangat besar dalam
mengembangkan sebuah lembaga pendidikan. Untuk itu, salah satu cara yang
bisa ditempuh yaitu melalui peningkatan mutu pendidikan pendidikan, karena
adanya peningkatan mutu pendidikan pendidikan akan dapat mengikuti
perkembangan dunia ilmu pengetahuan bahkan dapat mewarnai dinamika
masyarakat.

Dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan pendidikan


khususnya pembelajaran pendidikan , kepala sekolah harus mengetahui segala
perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam sekolah/lembaganya.
Adanya tenaga pengajar yang professional dan yang tidak professional dalam
usaha meningkatkan mutu pendidikan pendidikan akan mempengaruhi proses
belajar mengajar, karena mereka harus mampu mewujudkan tujuan
pendidikan dan juga menghasilkan peserta didik yang mampu menguasai
ilmu pengetahuan dan teknologi, serta beriman dan bertakwa kepada Allah
Subhanallahu Wata’ala.

Kepala sekolah merupakan kunci yang sangat menentukan


keberhasilan sekolah dalam mencapai tujuannya (Samino, 2012: 41). Maka
dari itu, kepala sekolah dituntut senantiasa meningkatkan efektifitas kinerja
para staf yang ada di sekolah. Melihat penting dan strategisnya posisi kepala
sekolah dalam mewujudkan tujuan sekolah, maka seharusnya kepala sekolah
mempunyai kemampuan relation yang baik dengan segenap warga di sekolah,
sehingga tujuan sekolah dan pendidikan dapat dicapai secara optimal. Kepala
sekolah merupakan tokoh sentral di sekolah, ibarat pilot yang menerbangkan
pesawat mulai tinggal landas hingga membawa penumpangnya selamat
mendarat sampai tujuan.

Oleh karena itu, peranan kepala sekolah dalam rangka


meningkatkan mutu pendidikan sangat penting, karena dapat mempengaruhi
berhasil atau tidaknya mutu pendidikan tersebut yang ada dalam sekolah itu
sendiri. Kepala sekolah sebagai tulang punggung mutu pendidikan dituntut
untuk bertindak sebagai pembangkit semangat, mendorong, merintis, dan
memantapkan serta sekaligus sebagai administrator. Dengan perkataan lain,
bahwa kepala sekolah adalah penggerak pelaksanaan manajemen pendidikan
yang berkualitas.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang di atas maka perlu rumusan


masalah pada penelitian ini adalah : Bagaimana strategi kepemimpinan kepala
sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan di SMK Plus Bustanul Ulum
Tahun Pelajaran 2017/2018/2018?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian di atas yang ingin dicapai adalah sebagai


berikut: Untuk mengetahui strategi kepemimpinan Kepala sekolah dalam
meningkatkan mutu pendidikan Islam dari segi Input, Proses dan Output di
SMK Plus Bustanul Ulum Tahun Pelajaran 2017/2018/2018.

E. Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian ini dapat diharapkan dapat memberikan manfaat


sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

a. Untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan di bidang pendidikan

b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan acuan
bagi semua pihak yang akan mengadakan penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran,


kritik dan saran yang berguna bagi Kepala SMK. Plus Bustanul
Ulum
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
masyarakat untuk memberikan sumbangan pemikiran, kritik dan
saran untuk perkembangan dan perbaikan mutu sekolah SMK. Plus
Bustanul Ulum.

F. Definisi Operasional
1. Strategi Kepemimpinan Kepala Sekolah
Keberhasilan kepala sekoah dalam melaksanakan tugasnya
tergantung pada kepemimpinannya. Efktifitas pengelolaan bidang garapan
sekolah dan kegiatan pembinaan tergantung pada efektivitas kerja personel
sekolah. Sementara efektivitas kerja personel ditentukan oleh
kepemimpinan kepala sekolah. Apabila kepala sekolah mampu
menggerakkan, membimbing,, dan mengarahkan para personel secara
tepat akan bisa membawa organisasi sekolah ke arah keberhasilan yang
optimal.1
2. Peningkatan Mutu Pendidikan
Peningkatan mutu sekolah merupakan suatu strategi untuk
memperbaiki mutu pendidikan melalui pengalihan otoritas pengambilan
keputusan dari pemerintah pusat kedaerah dan kemasing-masing sekolah.
Dengan demikian, kepala sekolah, guru, peserta didik, dan orang tua
mempunyai kontrol yang lebih besar terhadap proses pendidikan, dan
mempunyai tanggung jawab untuk mengambil keputusan yang berkaitan
dengan pembiayaan, personal, dan kurikulum sekolah (Myers dan Stonehil
dalam Nurkolis, 2003)
G. Kajian Pustaka

1. Pengertian Strategi Kepemimpinan Kepala Sekolah


a. Strategi
Strategi adalah siasat perang, ilmu siasat perang, rencana yang
cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus ( Kamus
Lengkap Bahasa Indonesia hal: 353). Strategi bisa diartikan sebagai
keseluruhan rencana mengenai penggunaan sumber daya untuk
menciptakan posisi yang menguntungkan (Yakub dan Vico
Hisbanarto, 2014:120)
b. Kepemimpinan
Kepemimpinan berasal dari kata “pimpin” yang memuat
dua hal pokok yaitu, pemimpin sebagai subjek dan yang dipimpin
sebagai objek. Kata pimpin mengandung pengertian mengarahkan,
membina atau mengatur, menuntun dan juga menunjukan tanggung
jawab yang baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan
aktifitas kerja yang dipimpin. (Daryanto, 2011 : 18)
Sedangkan dalam Asep Suryana dan Suryadi (2009:31)
mengatakan bahwa kepemimpinan adalah rangkaian kegiatan
penataan berupa kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain
dalam situasi tertentu agar bersedia bekerjasama untuk mencapai
tujuan yang ditetapkan.
Menurut Hasan Basri(2014: 11-12) kepemimpinan merupakan
sifat pemimpin, artinya unsur – unsur yang terdapat pada seorang
pemimpin dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, serta
merealisasikan visi dan misinya dalam memimpin bawahan,
masyarakat dalam suatu lingkungan sosial, organisasi, atau Negara.
Kepemimpinan merupakan upaya seseorang pemimpin
dalam mempengaruhi orang lain agar program kerja dan tugas berjalan
sesuai dengan yang diharapkan dan tercapai tujuan yang ditetapkan
secara efisien dan efektif. Sedangkan menurut George R. Tery
dalam Muwahid Shulhan (2013:81) mengemukakan bahwa
kepemimpinan adalah aktifitas mempengaruhi orang-orang untuk
berusaha mencapai tujuan kelompok secara sukarela.
Jadi kepemimpinan bisa diartikan kemampuan seorang
pemimpin dalam mempengaruhi staf dan anggotanya dalam mencapai
tujuan yang telah ditentukan. Dalam sebuah organisasi kepemimpinan
seorang pemimpin itu sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
organisasi, karena pemimpin menempati posisi yang strategis yang
mana seseorang tersebut berhak mengambil keputusan serta
bertanggung jawab penuh terhadap keputusan yang telah diambil.
c. Kepala Sekolah
Kepala Sekolah berasal dari dua kata yaitu, “kepala” dan
“sekolah”. Kepala bisa diartikan sebagai pemimpin sedangkan kata
sekolah adalah lembaga atau tempat untuk menerima pembelajaran.
Wahjosumidjo (2001: 83) mengartikan kepala sekolah sebagai seorang
tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin sekolah
tempat diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat
terjadinya interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan siswa
yang menerima pelajaran. Daryanto (2014: 40).
Kepala Sekolah adalah guru yang mempunyai kemampuan untuk
memimpin segala sumber daya yang ada pada suatu sekolah
sehingga dapat didayagunakan. Jadi kepala sekolah adalah seorang
pemimpin yang mempunyai peran dan tugas khusus untuk mengelola
lembaga pendidikan. Jadi strategi kepemimpinan kepala sekolah
adalah adalah rencana yang telah dirumuskan oleh seorang pemimpin
dalam lembaga pendidikan untuk menjalankan tugas serta
memberikan motivasi dan dorongan kepada anggotanya untuk
bekerjasama dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang ingin
dicapai.
2. Konsep Dasar Kepemimpinan dalam Islam
Kata yang relevan jika dengan makna pemimpin dapat di
temukan dalam Al-Quran antara lain adalah pertama, Imam. Kata ini
terdapat dalam Al-Quran di antaranya adalah dalam surah berikut:
1. Surah Al-Baqarah ayat 124

 
 
  
  
   
    
 
 
dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa
kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya.
Allah berfirman: "Sesungguhnya aku akan menjadikanmu imam
bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga)
dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak
mengenai orang yang zalim". (QS. Al-Baqarah [2]: 124)

2. Surah Al-baqarah ayat 124


 
  
  
 
  
   
  
Dan jika mereka merusak sumpah (janji) nya sesudah mereka
berjanji, dan mereka mencerca agamamu, Maka perangilah
pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena Sesungguhnya
mereka itu adalah orang-orang (yang tidak dapat dipegang)
janjinya, agar supaya mereka berhenti. (QS. At-Taubah [9]: 12)

Berdasarkan beberapa ayat di atas, dapat di jelaskan bahwa


istilah kepemimpinan dalam islam bisa mengunakan Imam. Imam
adalah pemimpin dalam Islam yang harus di taati oleh umat islam
sebagaimana imam dalam shalat, rumah tangga, maupun dalam
sistem pemerintahan dalam Islam.
3. Kepemimpinan Kepala Sekolah
“Kepemimpinan Kepala Sekolah adalah kemampuan yang di
miliki kepala sekolah untuk memberikan pengaruh kepada orang lain
melalui interaksi individu dan kelompok sebagai wujud kerja sama
dalam organisasi untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan secara
efektif dan efisien” (Prim Masrokan Mutohar, 2013:237).
Hal-hal yang di maksudkan sebagai berikut.
a. Kemampuan kepala sekolah
keterampilan memimpin yang harus di miliki kepala sekolah
berkaitan erat dengan hal-hal sebagai berikut’
1) Technical skill
2) Human skill.
3) Conceptual skill.
b. Memengaruhi orang lain
c. Interaksi individu dan kelompok
d. Kerja sama
e. Tujuan.
f. Efektif dan efisien

4. Kompetensi Kepala Sekolah


a. Komptensi Profesional
Kepala sekolah pemimpin pendidikan di tuntut untuk
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya yang berkaitan
dengan kepemimpinan pendidikan dengan sebaik mungkin,
termasuk di dalamnya sebagai pemimpin pengajaran.
Kompotensi profesional kepala sekolah pada hakikatnya
berkaitan erat dengan
1) Kepala sekolah sebagai pemimpin ( laeder) pendidikan
2) Kepala sekolah sebagai administrator dan manajer pendidikan
3) Kepala sekolah sebagai supervisor’
4) Kepala sekolah sebagai pendidik.
5) Kepala sekolah sebagai wirausahawan
6) Kepala sekolah sebagai pencipta iklim kerja.
7) Kepala sekolah sebagai penyelia (supervisor)
b. Kompetensi Wawasan Kependidikan dan Manajemen
Kompetensi wawasan kependikan dan manajemen yang
harus di miliki oleh kepala sekolah berkaitan erat dengan:
1) Mengusai landasan pendidikan:
a) Memahami hakikat pendidikan
b) Memahami pengembangan kepala sekolah
c) Memahami tingkat pengembangan siswa
Memahami macam-macam pendekatan pembelajaran.
2) Menguasai kebijakan pendidikan:
a) Memahami undang-undang sistem pendidikan nasional,
b) Memahami program pembangunan pendidikan dan rencana
strategis di bidang pendidikan,
c) Memahami kebijakan pendidikan.
3) Menguasai konsep kepemimpinan pendidikan:
a) Memahami tugas kepala sekolah,
b) Memahami peran kepala sekolah,
c) Memahami fungsi kepala sekolah,
d) Memahami konsep penerapan manajemen berbasis sekolah
Memahami konsep dan penerapan manajemen mutu
sekolah. (Standar Kompetensi kepala sekolah,2007:126-
129)
c. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian yang harus dimiliki oleh kepala sekolah
sebagaimana dijelaskan dalam standar kompetensi kepala sekolah
(2007:130-131), sebagai berikut:
1) Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2) Berakhlak mulia
3) Memiliki etos kerja yang tinggi
4) Bersikap terbuka
5) Berjiwa pemimpin
6) Mampu mengendalikan diri
7) Mampu mengembangkan diri
8) Memiliki integritas kepribadian
d. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial yang harus dimiliki oleh kepala sekolah
sebagaimana dijelaskan dalam standar kompetensi kepala sekolah
(2007:123), antara lain:
1) Mampu bekerja sama dengan orang lain
2) Berpartisipasi dalam kegaitan sekolah
3) Berpastisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan
e. Prinsip Kepemimpinan Kepala Sekolah
Kepemimpianan pendidikan yang efektif adalah
kepemimpinan yang mampu memengaruhi orang lain untuk di
ajak bekerja sama dalam meningkatkan mutu pendidikan. Dalam
kontek ini, seorang pemimpin pendidikan harus mampu
membantu hal-hal berikut.
1) Terciptanya suasana persaudaaraan, kerja sama dengan penuh
rasa kebebasan.
2) Membantu kelompok untuk mengorganisasi diri, yaitu ikut
serta dalam memberikan rangsangan dan bantuan kelompok
dalam menetapkan dan menjelaskan tujuan.
3) Membantu kelompok dalam menetapkan prosedur kerja yang
praktif dan efektif dalam mencapai tujuan organisasi.
4) Bertanggung jawab dalam mengambil keputusan bersama
dengan kelompok.
5) Memberikan kesempatan kepada kelompok untuk belajar dari
pengalaman.
6) Bertanggung jawab untuk melatih kelompok untuk memahami
proses dan isi pekerjaan yang di lakukan dan berani
memberikan penilaian secsra jujur dan objektif.
1. Bertanggung jawab dalam mengembangkan dan
mempertahankan eksistensi organisasi dalam situasi dan
kondisi apa pun.
5. Gaya Kepemimpinan
“Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang
digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba
memengaruhi orang lain seperti yang ia lihat. Dalam hal ini usaha
menyelaraskan persepsi di antara orang yang prilakunya akan
dipengaruhi akan menjadi amat penting kedudukannya”. Abdul Muin
dan Nurhalima(2016:56).
Didalam dunia pendidikan dapat menggunakan
beberapa gaya kepemimpinan dalam menjalankan tugasnya sebagai
kepala sekolah. Gaya kepemimpinan diantaranya adalah:
a. Gaya Kepemimpinan Demokratis
Gaya kepemimpinan demokratis ini diwujudkan dengan
didominasi perilaku sebagai pelindung, penyelamat dan perilaku
yang cenderung memajukan atau mengembangkan organisasi.
Gaya kepemimpinan ini selalu terlihat untuk memanfaatkan setiap
orang yang dipimpin. Proses kepemimpinan nya diwujudkan
dengan cara memberikan kesempatan yang luas bagi anggotanya
untuk berpartisipasi dalam kegiatan. Kepemimpinan dengan gaya
ini dalam mengambil keputusan sangat mementingkan
musyawarah (Daryanto, 2011: 34-35).
Sedangkan dalam Hasan Basri (2014:26) Pemimpin
bertipe demokratis memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Mengembangkan kreatifitas kepada bawahan.
2) Memberikan kesempatan pada bawahan untuk mengambil
keputusan.
3) Mengutamakan musyawarah dan kpentingan bersama.
4) Mengambil keputusan sesuai dengan tujuan organisasi.
5) Mendahulukan kepentingan yang darurat demi keselamatan jiwa
anak buahnya dan keselamatan organisasi yang dipimpinnya.
6) Mengembangkan regenerasi kepemimpinan.
7) Perluasan kaderisasi agar anak buahnya lebih maju dan
menjadi pemimpin masa depan.
8) Memandang semua masalah dapat dipecahkan dengan usaha
bersama.
Kepemimpinan dengan gaya ini dapat diterapkan dalam
memimpin lembaga pendidikan. Gaya ini lebih mengedapankan
musyawarah dalam mengambil keputusan. Jadi ketika pemimpin
mengambil keputusan melalui musyawarah dan disetujui semua
anggotanya maka dalam melaksanakan keputusan tidak merasa
terpaksa, tertekan maupun takut dalam menjalankan tugas
namun dalam hal ini pemimpn selalu dihormati dan di segani oleh
para anggotanya.

b. Gaya Partisipatif

Kepemimpinan yang partisipatif adalah cara memimpin


yang memungkinkan para bawahan turut serta dalam proses
pengambilan keputusan. Apabila proses itu mempengaruhi
kelompok, atau kelompok yang dimaksud mampu berperan dalam
pengambilan keputusan, atasan tidak hanya memberikan
kesempatan kepada mereka yang berinisiatif, tetapi juga
membantunya menyelesaikan tugas-tugasnya. Dengan kalata lain,
kepemimpinan tipe ini melibatkan keikutsertaan bawahannya
dalam menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai pemimpin
(Hasan Basri, 2014. 27).

Sedangkan dalam Endang Soetari (2014: 39)


mengemukakan bahwa gaya ini dapat membuat pemimpin mampu
mengembangkan rasa tanggung jawab bawahan dalam mencapai
tujuan kelompok atau lembaga dengan menggunakan cara
memberika pujian atau memberikan kritik yang membangun.
Gaya kepemimpinan dengan tipe ini juga dapat digunakan
dalam lembaga kependidikan. Gaya ini juga tidak berbeda jauh
dengan gaya demokratis yang mengutamakan musyawarah.
Sedangkan pada tipe partisipasi ini juga mengedapankan
anggotanya untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan. Pada
dasarnya jika dalam menjalankan keputusan

terdapat komunikasi antar kedua pihak maka besar kemungkinan


tugas akan mendapatkan hasil yang baik.

c. Gaya Kepemimpinan Otoriter


Gaya kepemimpinan ini menempatkan kekuasaan ditangan
salah satu orang atau kelompok kecil orang yang diantara mereka
tetap ada satu yang paling berkuasa. Kedudukan bawahan semata-
mata sebagai pelaksana keputusan dan perintah. Pemimpin menilai
kesuksesannya dari segi timbul rasa takut dan kepatuhan yang
bersifat kaku ( Daryanto, 2011:36).
Dalam Hasan Basri (2014: 22) mengemukakan ciri ciri gaya
kepemimpinan otoriter, diantaranya :
1) Menganggap organisasi sebagai milik sendiri.
2) Mengindektikkan tujuan pribadi dengan tujuan organis.
3) Menganggap bawahan sebagai bawahan semata.
4) Tidak mau menerima kritik, saran, dan pendapat.
5) Terlalu bergantung pada kekuasaan formalnya.
6) Dalam tindakan penggerakannya sering menggunakan approach,
yang mengandung unsur paksaan dan punitif (bersifaat
menghukum)
Gaya ini kurang cocok diterapkan dalam dunia
kependidikan karena terlalu bersifat menekan. Jadi jika pemimpin
mempunyai gaya yang seperti ini dan digunakan pada lingkungan
sekolah yg kondisinya baik maka akan berdampak buruk bagi
anggotanya yang menjalankan tugas. Tetapi gaya ini bisa digunakan
apabila sekolah dalam kondisi darurat. Semisal ada suatu perdebatan
atau perkelahian antara siswa, gaya kepemimpinan ini bisa
diterapkan.

d. Gaya Kepemimpinan Laissez Fire


Kepemimpinan bebas berkehendak. Organisasi dibentuk
tanpa kejelasan aturan dan para anggota dengan bebas
mengungkapkan keinginan masing-masing. Gaya kepemimpinan
ini seolah-olah tidak mengenal hierarki structural, atas bawahan.
Selain itu, pembagian tugas menjadi tidak jelas, dan tidak terjadi
proses kepemimpinan fungsional ataupun structural.
Kepemimpinan tipe ini terlalu melepaskan tanggung jawab kepada
bawahannya. Pemimpin hanya mengambil sidikit tugas dan
kewajiban, sedangkan bawahannya memikul tugas dan kewajiban
yang banyak karena dianggap mampu melaksanakan tugas-tugas
yang dibebankan. Dengan kata lain, pemimpin tipe ini selah-olah
melepaskan tanggung jawab kepada bawahannya dan ia jarang
berkomunikasi dengan bawahannya. Tetapi beberapa gaya
kepemimpinan diatas dapat digunakan sesuai kondisi, tergantung
permasalahan yang dialami di sekolahnya masing- masing. Gaya
atau tipe kepemimpinan tersebut akan efektif jika tepat
digunakan dalam kondisi-kondisi tertentu.
Dalam Nur Zazin (2014: 218) mengemukakan bahwa
pemimpin dalam menjalankan tugas, selain gaya kepemimpinan
yang dijelaskan diatas, ada juga perilaku kepemimpinan sebagai
dasar dari munculnya tipe kepemimpinan, yaitu instruktif,
konsultatif, partisipatif, dan delegatif. Oleh karena itu dalam
menggunakan ataupun penerapan gaya kepemimpinan, kepala
sekolah harus melihat situasi pada saat itu dan mempertimbangkan
kondisi staf. Jika kepala sekolah dalam menerapkan gaya
kepemimpinan tidak tepat kondisi maka hasil yang dinginkan tidak
akan optimal.
6. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kepemimpinan
Dalam melaksanakan tugasnya, ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kinerjanya, seperti yang dikemukakan oleh
Jodeph Reitz (dalam Hamdan Dimyati 39:40) diantaranya:
a. Kepribadian (personality), pengalaman masa lalu dan harapan
pemimpin, mencangkup nilai-nilai, latar belakang, dan
pengalaman yang akan mempengaruhi pilihan akan gaya
kepemimpinan .
b. Harapan dan perilaku atasan.
c. Karakteristik, harapan, dan perilaku bawahan memengaruhi
gaya kepemimpinan.
d. Kebutuhan tugas. Setiap tugas bawahan juga akan
memengaruhi gayakepemimpinan.
e. Iklim dan kebijakan organisasi memengaruhi harapan dan
perilaku bawahan.
f. Harapan dan perilaku rekan.

Sedangkan menurut Muchlas Samani (200 9:12-13) ada


beberapa hal yang harus dimiliki kepala sekolah untuk
mendukung kepemimpinannya diantaranya:
a. Kepribadian yang kuat.Kepala sekolah harus mengembangkan
pribadi yang percaya diri, berani, bersemangat, murah hati, dan
memiliki kepekaan social.
b. Memahami tujuan pendidikan dengan baik.Pemahaman yang
baik merupakan bekal utama kepala sekolah agar dapat
menjelaskan kepada guru dan staf, siswa dan pihak lain, serta
menemukan strategi yang tepat untuk mencapainya.
c. Pengetahuan yang luas. Kepala sekolah harus memiliki
pengetahuan yang luas tentang bidang tugasnya maupun bidang
lain yang terkait.
d. Keterampilan professional yang terkait dengan tugasnya sebai
kepala sekolah, yaitu :
1) Keterampilan teknis, misalnya menyusun jadwal pelajaran,
2) mensupervisi pengajaran, memimpin rapat, dan seterusnya.
3) Keterampilan hubungan kemanusiaan, misalnya bekerja sama
4) dengan orang lain, memotivasi, mendorong guru dan staf.
e. Keterampilan konseptual, misalnya mengembangkan konsep
pengembangan sekolah, memperkirakan masalah yang akan
muncul dan mencari pemecahannya.
7. Pengertian Mutu Pendidikan

Kata kualitas dari bahasa Inggris yaitu quality, kata ini


sesungguhnya berasal dari bahasa latin qualitas yang masuk kedalam
bahasa Inggris melalui Perancis Kuno, yaitu qualite. Pada kamus
bahasa Inggris kata quality mempunyai arti suatu sifat atau
atribut yang khas membuat beda dan memiliki sifat kebaikan
tertinggi (Yakub dan Vico Hisbanarto, 2014:105) Pengertian
kualitas atau mutu menurut para ahli dalam Jerry H.
Maskawimbang (2011:44-45) sebagai berikut:

1. Juran, menyebutkan bahwa mutu adalah kecocokan penggunaan


produkuntuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan.
2. Philip B. Crosby, mutu adalah conformance to requirement,
sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan. Boleh juga
diartikan “Mutu adalah kesesuaian terhadap permintaan
persyaratan.
3. Deming, mendefisinikan mutu , bahwa mutu adalah kesesuaian
dengan kebutuhan pasar.
4. Feigenbaum, mendefisinikan mutu adalah kepuasan pelanggan
sepenuhnya.
5. Garvin dan Davis, menyebutkan bahwa mutu adalah suatu
kondisi dinamais yang berhubungan dengan produk,
manusia/tenaga erja, proses dan tugas, seta lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen.
Menurut Jerry H. Maskawimbang (2011: 46)
mendefisinikan mutu merupakan hasil terbaik yang dimiliki oleh
seseorang atau sekelompok orang terhadap apa yang dilakukan
sehingga mampu memberikan kepuasan, kenyamanan,
kesejahteraan dan tidak menerima keluhan dari pelanggan. Jadi dari
beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa mutu
adalah kepuasan seseorang terhadap produk atau jasa manusia yang
ditawarkan oleh pihak tertentu.

Sedangkan Pendidikan menurut Asep Suryana dan Suryadi (2009:3)


adalah upaya untuk mencerdaskan bangsa yang kemudian menjadi
bangsa yang makmur, dan adil. Yang sejahtera lahir dan batin
diperoleh melalui penyiapan sumber daya manusia melalui
pendidikan. Jerry H. Maskawimambang (2011:7) memaparkan
bahwa pendidikan diartikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan
oleh manusia terhadap sesamanya, dalam suatu proses yang telah
direncanakan dengan baik dan teratur dalam rangka peningkatan
kualitas hidup manusia kearah yang lebih baik dan teratur dalam
rangka peningkatan kualitas hidup manusia kearah yang lebih baik.
Dari pengertian mutu dan pendidikan diatas dapat disimpulkan
bahwa mutu pendidikan dapat diartikan hasil usaha dari lembaga
pendidikan yang mampu memberikan kepuasan pelayanan bagi
masyarakat sehingga mampu merubah masyarakat kearah yang baik.
b. Konsep Mutu Pendidikan
Proses pendidikan yang bermutu ditentukan oleh berbagai unsur
dinamis yang akan ada didalam sekolah itu dan lingkungannya
sebagai suatu kesatuan system. Menurut Townsend dan
Butterworth (1992:35) dalam bukunya Your Child’s Scholl,ada
sepuluh faktor penentu terwujudnya proses pendidikan yang
bermutu, yakni:
1. Keefektifan kepemimpinan kepala sekolah.
2. Partisipasi dan rasa tanggungjawab guru dan staf
3. Proses belajar mengajar yang efektif
4. Pengembangan staf terprogram
5. Kurikulum yang relavan
6. Memiliki visi dan misi yang jelas
7. Iklim sekolah yang kondusif,
8. Penilaian diri terhadap kekuatan dan kelemahan
9. Komunikasi efektif baik internal maupun eksternal
10. Keterlibatan orang tua dan masyarakat secara intrinsik.
(Jerry H. Makawimbang, 2011: 51)
Terciptanya pendidikan yang berkualitas tidak terlepas
dari unsur- unsur yang membangunnya. Kesepuluh unsur diatas
adalah salah satu penopang keberhasilan terwujudnya pendidikan
yang bermutu. Jika kesepuluh unsur tersebut ada dan dilaksanakan
dengan maksimal , maka hasil yang diinginkan bisa terwujud.
c. Indikator Peningkatan Mutu Pendidikan

Secara umum, mutu dapat diartikan sebagai gambaran dan


karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang
menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang
diharapkan atau yang tersirat. Dalam proses pendidikan, pengertian
mutu mencangkup input, proses
dan output pendidikan ( Depdiknas,2001). Hal ini telah
diterangkan oleh Mulyasa (2012 :157-158) bahwa :
1. Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia
karena dibutuhkan untuk belangsungnya proses. Sesuatu yang
dimaksud berupa sumberdaya meliputi sumberdaya manusia
(kepala sekolah, guru termasuk guru BP, karyawan, siswa) dan
sumberdaya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang, bahan
dan sebaganya). Input perangkat lunak meliputi struktur
organisasi sekolah, peraturan perundang-undangan, deskripsi
tugas, rencana dan program. Input harapan- harapan berupa visi,
misi, tujuan, dan sasaran-sasaran yang ingin dicapai oleh sekolah.

2. Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi


sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap
berlangsungnya proses disebut input, sedang sesuatu dari hasil
proses disebut output. Dalam pendidikan berskalamikro (tingkat
sekolah) proses yang dimaksud adalah proses pengambilan
keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan
program, proses belajar mengajar, dan proses monitoring dan
evaluasi, dengan catatan bahwa proses belajar mengajar memiliki
tingkat kepentingan tertinggi disbanding dengan proses-proses
lainnya. Proses dikatakan bermutu tinggi apabila
pengkoordinasian dan penyerasian serta pemaduan input sekolah
dilakukan secara harmonis, sehingga mampu menciptakan situasi
pembelajaran yang menyenangkan, mampu mendorong motivasi
dan minat belajar, dan benar-benar mampu memperdayakan
peserta didik.
3. Output pendidikan adalah merupakan kinerja sekolah. Kinerja
sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari
proses/perilaku sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari
kualitasnya, efektifitasnya, produktifitasnya, efesinsinya,
inovasinya, kualitas kehidupan kerjanya dan moral kerjanya.
Output sekolah dikatakan berkualitas atau bermutu tinggi
jika prestasi sekolah, khususnya prestasi siswa, menunjukkan
pencapaian yang tinggi dalam prestasi akademik ataupun prestasi
non akademik. Sedangkan menurut Nur Zazin (2014:186-170)
memaparkan mengenai indikator manajemen mutu terpadu
disekolah. Dalam MBS, efektivitas sekolah dinilai menurut
indikator multi tingkat dan multi segi. Penilaian efektifitas
sekolah harus mencangkup proses pembelajaran dan metode
untuk untuk membantu kemajuan sekolah. Oleh karena itu,
penilaian efektifitas meliputi input, proses dan output sekolah.
1. Output
Output yang diharap, yaitu prestasi sekolah yang dihasilkan
oleh
proses pembelajaran dan manajemen di sekolah. Output
berupa prestasi akademik, seperti SKHU yang tinggi,
matematika, fisika, cara berfikir yang kritis, kreatif, rasional
dan yang lainnya. juga, prestasi non akademik, misalnya
keingintahuan yang tinggi, kedisiplinan, kerajian, prestasi
kesenian, serta akhlakul karimah.
2. Proses
Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki karakteristik
proses sebagai berikut:
a. Proses belajar mengajar yang efektifitasnya tinggi.
Kepemimpinan yang kuat.
b. Lingkungan sekolah yang aman yang tertib.
c. Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif.
d. Sekolah memiliki budaya mutu.
e. Sekolah memiliki team work yang kompak, cerdas, dan
dinamis.
f. Sekolah memiliki kewenangan dan kemandirian.
g. Partisipasi yang tinggi dari warga sekolah dan
masyarakat. Sekolah memiliki keterbukaan manajemen.
Sekolah memiliki kemauan untuk berubah. Sekolah
melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan.
Sekolah responsive dan dan antisipatif terhadap
kebutuhan. Komunikasi yang baik, Sekolah memiliki
akuntabilitas.
3. Input Pendidikan Input pendidikan meliputi hal-hal berikut:
a. Memiliki kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu yang jelas.
b. Sumber daya tersedia dan siap.
c. Staf yang berkompeten dan berdedikasi tinggi.
d. Memiliki harapan prestasi yang tinggi.
e. Fokus pada pelanggan.
f. Input manajemen.
Dari beberapa uraian diatas mengenai indikator pendidikan bahwa
suatu proses pendidikan jika ingin menghasilkan kualitas lulusan
yang baik, maka sekolah harus memperhatikan dengan seksama yang
berkaitan dengan input , proses dan output sekolah.

d. Standar Mutu
Standar Mutu Pendidikan di Indonesia ditetapkan dalam suatu
Standardisasi Nasional dan dikenal dengan Standar Nasional
pendidikan Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 1
ayat (1) memberikan pengertian bahwa. Standar Nasional Pendidikan
(SNP) adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan diseluruh
wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam Jerry
H. Makawimbang (2011: 62-63) Standar Nasional Pendidikan
tersebut meliputi:
1. Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan
lulusan yang mencangkup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
2. Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat
kompetensi yang dituangkan dalam kriteri tentang
kompetensi tamatan, kompetensi bahan kiajian,
kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran
yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan
jenis pendidikan tertentu.
3. Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan
dengan pelaksanaan pembelajaran pada stu satuan pendidikan
untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
4. Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria
pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta
pendidikan dalam jabatan.
5. Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan
yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar,
tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan,
laboraturium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkrasi dan
berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk
menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi
informasidan komunikasi.
6. Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang
berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
kegiata pendidikan pada tingkat satuan pendidikan,
kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan
efektivitas penyelenggaraan pendidikan
7. Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen
dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama
satu tahun.
8. Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional
pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan
instrument penilaian hasil belajar peserta didik.
H. Metode Peneletian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
a. Pendekatan Penelitian
Penelitian tentang happiness (kebahagiaan) pada lansia
yang tinggal diwisma lansia ini menggunakan pendekatan kualitatif,
di mana pendekatan ini cenderung mengarah pada metode penelitian
secara deskriptif (berupa kata-kata tulisan). Bogdan dan Taylor
(dalam Moleong, 2005) mendefinisikan metode kualitatif sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-
kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati. Dan dasar teoritisnya menggunakan pendekatan
fenomenologis, disini peneliti berusaha memahami arti peristiwa dan
kaitan-kaitannya terhadap orang yang mengalaminya. Moleong
(2005), seorang peneliti yang mengadakan penelitian kualitatif
biasanya (yang lazim pada penelitian klasik) berorientasi pada teori
yang sudah ada.
Metode penelitian kualitatif (Sugiyono, 2011) adalah
metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme,
digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah (sebagai
lawannya adalah eksperimen), dimana peneliti adalah sebagai
instrument kunci, teknik pengumpulan data digunakan secara
triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/ kualitatif, dan
hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada
generalisasi.

b. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
studi kasus (life history) yaitu happiness (kebahagiaan) lansia yang
tinggal diwisma lansia.Penelitian studi kasus dilakukan untuk
memperoleh pengertian yang mendalam mengenai situasi dan makna
sesuatu dari obyek yang diteliti.
Studi kasus di definisikan (Punch dalam Poerwandari, 2005)
sebagai fenomena khusus yang hadir dalam suatu konteks yang
terbatasi (bounded context), meski batas-batas antara fenomena dan
konteks tidak sepenuhnya jelas. Kasus itu dapat berupa individu,
peran, kelompok kecil, organisasi, komunitas atau bahkan suatu
bangsa. Pendekatan studi kasus membuat peneliti dapat memperoleh
pemahaman utuh dan terintegrasi mengenai interpretasi berbagai
fakta dan dimensi dari kasus khusus tersebut.
Dalam pendekatan/ penelitian studi kasus, metode
pengumpulan data dapat dilakukan dari berbagai sumber dengan
beragam cara, bias berupa observasi, wawancara, maupun studi
dokumen/karya/produk tertentu yang terkait dengan kasus.

2. Kehadiran Peneliti
Dalam Penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan
orang lain merupakan alat pengumpul data utama. Dan penelitian
kualitatif juga menempatkan manusia (Penelitian) sebagai instrumen
kunci.Peneliti dalam penelitian kualitatif (dalam Sasmita, 2009)
merupakan alat pengumpul data dan kedudukannya cukup rumit,
sealigus sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data, penganalisis
dan akhirnya sebagai pencetus hasil penelitian (dirundingkan) bersama
subyek (karaterstik penduduk kualitatif). Keterlibatan penelitian sebagai
instrumen kunci bersifat langsung di seluruh proses penelitian, mulai
dari awal sampai akhir penelitian. Melalui hal tersebut, diharapan data
yang diperoleh akan lebih falid.

Peneliti dalam penelitian ini di lapangan akan melakukan


interaksi dengan lansia yang tinggal diwisma lansia dan seorang yang
menjaga wisma tersebut. Selain melakukan interaksi melalui
wawancara, peneliti juga melakukan kegiatan observasi,yang di lakukan
pada waktu bersamaan dengan wawancara untuk melihat bahasa tubuh
(pesan) yang di informasikan subjek ketika penelitian (wawancara)
berlangsung.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian secara umum adalah di Wilayah Kabupaten
Lumajang. Secara khusus penelitian ini akan dilakukan di Wisma
Lansia, tepatnya Wisma Gerbangmas Lumajang, yang terletak di Jl.
Panjaitan No. 4 Lumajang Telp. (0334) 886311. Alasan peneliti
memilih lokasi penelitian di wisma lansia gerbangmas Lumajang karena
peneliti tertarik dengan keadaan wisma lansia tersebut, serta lokasi
wisma lansia yang mudah dijangkau.

4. Sumber Data
Data yang peneliti kumpulkan dalam peneitian ini (Moleong,
2005) mengacu pada fokus penelitian. Yaitu aspek psikologi yang
berakitan dengan kebahagiaan hidup subyek penelitian yang tinggal di
wisma lansia. Pencatatan sumber data utama yang dilakukan oleh
peneliti adalah yang berkenaan dengan subyek penelitian yang tinggal
di wisma lansia.
Berkaitan dengan hal itu, jenis data dibagi ke dalam kata-kata
dan tindakan orang-orang yang diamati atau di wawancarai merupakan
sumber data utama. Sumber data utama di catat melalui catatan tertulis
atau melalui perekaman video/ audio tapes, pengambilan foto, atau film.
Pencatatan sumber data utama melalui wawancara atau pengamatan
merupakan hasil dari kegiatan melihat, mendengar, dan bertanya.

5. Prosedur Penelitian

Prosesdur pengumpulan data merupakan langkah yang paling


utama dalam penelitian, karena tujuan penelitian adalah mendapatkan
data. Pengumpulan data dilakukan dalam berbagai setting, sumber, dan
cara. Bila dilihat dari sumber datanya, menurut Sugiyono (2011:308)
pengumpulan data dapat menggunakan dua sumber, yaitu sumber
primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang
langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber
sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data
kepada pengumpul data.
Selanjutnya jika dilihat dari cara atau teknik pengumpulan data,
maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara: observasi
(pengamatan), wawancara (interview), dan dokumentasi atau gabungan
semuanya (Sugiyono, 2011:309). Pengumpulan data dalam penelitian
ini dilakukan dengan menggunakan 3 (tiga) teknik, yaitu wawancara,
observasi, dan dokumentasi:
a. Wawancara
Wawancara dalam penelitian ini berdasarkan asas subyek yang
menguasai permasalahan, memiliki data dan bersedia memberikan
informasi yang lengkap dan akurat. Informan yang bertindak
sebagai sumber data dan informasi harus memenuhi kriteria.
Informan sebagai narasumber dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Kepala SMP Negeri 19 Bandar Lampung selaku
penangungjawab seluruh aktifitas di sekolah;
2. Kepala Tata Usaha SMP Negeri 19 Bandar Lampung selaku
penangungjawab data dan informasi;
3. Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum Umum SMP Negeri
19 Bandar Lampung selaku penanggung seluruh pelayanan
akademik;
4. Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMP Negeri 19
Bandar Lampung selaku penanggung jawab akademik;
5. Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMP Negeri 19
Bandar Lampung selaku penanggung jawab kesiswaan;
6. Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas SMP Negeri 19 Bandar
Lampung selaku penanggung jawab informasi;
7. Wakil Kepala Sekolah Bidang Sarana dan Prasarana SMP
Negeri 19 Bandar Lampung selaku penanggung sarana dan
prasarana Sekolah;
8. Pengawas SMP Negeri 19 Bandar Lampung;
9. Komite SMP Negeri 19 Bandar Lampung;
10. Guru Wali Kelas VII A SMP Negeri 19 Bandar Lampung;
11. Guru Wali Kelas VII B SMP Negeri 19 Bandar Lampung;
12. Guru Wali Kelas VII C SMP Negeri 19 Bandar Lampung;

Wawancara yang terstruktur dipilih oleh Peneliti sebagai


teknik pengumpulan data, karena informasi yang akan didapatkan
oleh peneliti telah diketahui secara pasti oleh peneliti. Karena itu
dalam melakukan wawancara, pengumpul data atau peneliti telah
mempersiapkan instrument pertanyaan dan alternatif jawaban.
Melalui wawancara ini pula, menurut Sugiyono (2009:319)
pengumpul data atau peneliti dapat menggunakan beberapa
beberapa pewawancara untuk mendapatkan informasi.
Kalangan ahli etnografi pun menganjurkan betapa
pentingnya pengklasifikasian bentuk bentuk pertanyaan sebelum
berlangsungnya wawancara dengan informan (James P. Spradley,
1997: 77-78). Selain pedoman wawancara, untuk mendukung data-
data yang ditemukan dalam pengamatan dan wawancara, peneliti
dibantu peralatan lain seperti misalnya tape recorder dan catatan.
Menurut Danim (2002:139), ada 3 (tiga) langkah yang perlu
diperhatikan dalam melakukan wawancara, antara lain:
Pembukaan, yaitu peneliti menciptakan suasana kondusif,
memberi penjelasan fokus yang dibicarakan, tujuan wawancara,
waktu yang akan dipakai dsb;
1. Pelaksanaan, yaitu ketika memasuki inti wawancara, sifat
kondusif tetap diperlakukan dan juga suasananya informal;
2. Penutup yaitu berupa pengakhiran dari wawancara, ucapan
terima kasih, kemungkinan wawancara lebih lanjut, tindak lanjut
yang bakal dilakukan, dan sebagainya.

Pengamatan atau Observasi

Sebagaimana disebutkan, tujuan kualitatif bersifat mendiskripsikan


keadaan atau fenomena yang sedang terjadi, oleh sebab itu instrumen
diperlukan karena peneliti dituntut dapat menemukan data yang
diangkat dari fenomena atau peristiwa tertentu (Arikunto, 1998: 137).
Nasution (dalam Sugiyono, 2011:310) menyatakan bahwa, observasi
adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuan hanya dapat
bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai kenyataan yang
diperoleh berdasarkan observasi.
Observasi dalam penelitian ini dilakukan menggunakan observasi
partisipatif. Observasi partisipatif menurut Sugiyono (2011:310),
peneliti selain melakukan.
pengamatan juga melakukan apa yang dilakukan oleh narasumber,
maka diharapkan data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan
mengetahui tingkat makna setiap perilaku yang tampak. Seperti yang
dikemukakan bahwa observasi partisipatif dapat digolongkan menjadi
empat, yaitu partisipasi aktif, partisipasi moderat, observasi yang terus
terang tersamar, dan observasi lengkap (Sugiyono, 2011:311). Peneliti
melakukan pengamatan di ruang kerja Kepala Sekolah, ruang tata
usaha, ruang wakil kepala sekolah, ruang guru, dan ruang laboratorium
komputer. Pengamatan dilakukan untuk melihat Implementasi SIM
Terpadu Pendidikan yang sedang berjalan di sekolah ini.

3.5.3 Studi Dokumentasi

Metode interaktif pada penelitian kualitatif ini adalah teknik

wawancara dan pengamatan karena data diperoleh dari sumber


manusia, sedangkan data yang diperoleh dari sumber data biasanya

non-interaktif (Mantja, 2005).

Data adalah bahan keterangan tentang sesuatu obyek penelitian yang

lebih menekankan pada aspek materi, segala sesuatu yang hanya

berhubungan dengan keterangan tentang suatu fakta yang ditemui

peneliti di daerah penelitian (Bungin, 2001: 123).

Menurut Guba dan Lincoln (1981), dokumen dapat dipergunakan

peneliti karena alasan yang dpata dipertanggungjawabkan, yaitu: 1)

merupakan sumber yang stabil, kaya, dan mendorong penelitian, 2)

berguna sebagai bukti untuk pengujian,

3) sesuai dengan penelitian kualitatif karena sifatnya alami dan sesuai

konteks penelitian, 4) relatif murah dan mudah diperoleh, 5) tidak

reaktif, sehingga mudah

ditemukan, 6) hasil pengkajian isi akan membuka kesempatan

memperluas pengetahuan terhadap sesuatu yang diteliti.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka penelitian dilaksanakan dengan

rincian kegiatan sebagai berikut:

3.5.3.1 Peneliti melakukan awal penelitian dengan melakukan

perkenalan dengan situasi, suasana, lingkungan, dan seluruh warga

sekolah tempat penelitian dilaksanakan. Kemudian peneliti merancang

daftar pertanyaan agar wawancara dapat berjalan dengan baik.


3.5.3.2 Melalui wawancara mendalam kepada informan yang dapat

memberikan jawaban sesuai kenyataan yang sebenarnya

terjadi.

3.5.3.3 Jawaban yang diperoleh dari informan kemudian disimpan

untuk nantinya dipilah-pilah dan dilakukan wawancara

berikutnya hingga mencapai titik jenuh. Kekurangan

informasi dapat dipenuhi dengan melakukan pengecekan

ulang untuk mendapatkan jawaban.

3.5.3.4 Studi dokumentasi yang dilakukan dalam penelitian ini

adalah dokumentasi mengenai Implementasi SIM Terpadu

Pendidikan dan Surat Pelaksanaan Tugas (SPT)

implimentasi SIM Terpadu Pendidikan di SMP Negeri 19

Bandar Lampung dari Kepala Sekolah ke manajemen yang

membidangi kurikulum atau akademik.

6. Alat Pengumpul Data


Alat pengumpul data yang menunjang dalam penelitian ini
dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
a. Observasi
Observasi yang berarti (Iin & Tristiadi, 2004) pengamatan
bertujuan untuk mendapat data tentang suatu masalah, sehingga
diperoleh pemahaman atau sebagai alat re-checking atau
pembuktian terhadap informasi/ keterangan yang diperoleh
sebelumnya. Observasi diarahkan pada kegiatan
memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang
muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam
fenomena tersebut.
Ada tiga jenis teknik pokok dalam observasi yang masing-
masing umumnya cocok untuk keadaan-keadaan tertentu, yaitu:
7. Observasi Partisipan – Obsevasi Nonpartisipan
8. Observasi Sisitematik – Observasi Nonsistematik
9. Observasi Eksperimental – Observasi Noneksperimental
Dalam penelitian ini, peniliti menggunakan observasi
Partisipan−Non partisipan. Jenis teknik observasi ini mumnya
digunakan orang untuk penelitian yang bersifateksploratif.
Pengamatan partisipatif memungkinkan peneliti dapat
berkomunikasi secara akrab dan leluasa dengan observer,
sehingga memungkinkan untuk bertanya secara lebih rinci
dan detail.
b. Wawancara
Wawancara adalah (Hadi dalam Iin & Tristiadi, 2004)
metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak
yang dikerjakan dengan sistematik, dan berlandaskan pada
tujuan penyelidikan.
Wawancara dapat digunakan sebagai pelengkap metode
pengukuran lain. Wawancara dan observasi dapat digunakan
sebagai metode mandiri, jika metode pengukuran yang lain
tidak mungkin digunakan.
H. Analisa Data
Analisis data berarti (Conny, 2010) mengukur secara
sistematis bahan hasil wawancara dan observasi, menafsirkannya
dan menghasilkan suatu pemikiran, pendapat, teori atau gagasan
yang baru.Inilah yang disebut hasil temuan atau findings. Findings
dalam analisis kualitatif berarti mencari dan menemukan tema,
pola, konsep, insights dan understanding. Analisis berarti
mengolah data, mengorganisir data, memecahkannya dalam unit-
unit yang lebih kecil, mencari pola dan tema-tema yang sama.
Berdasarkan pada data dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan metode desriptif kualitatif. Yaitu metode yang
menguraikan, menafsirkan dan mengambarkan data yang
terkumpul. Data yang terkumpul tersebut kemudian di analisis.
Analisis data adalah mengatur, mengurutkan, mengelompokan
kode serta menteorikan.
Sebelum melakukan analisis, peneliti akan melakukan
pengambilan data dari lapangan melalui metode wawancara.
Dalam tahap ini, peneliti mengecek apakah hasil wawancara telah
memenuhi semua isi panduan wawancara atau tujuan penelitian
yang telah ditetapkan. Ketika hasil itu sudah di dapatkan, maka
peneliti melanjutkan dengan metode berikutnya yaitu mengatur
data dan memberikan kode (coding) untuk dapat di masukkan
dalam kategori atau aspek yang ingin di teliti.
Dari hasil wawancara diteliti ulang, kemudian diberikan kode
sesuai dengan aspek yang ingin di teliti. Setelah didapatkan semua
data yang mempunyai kode-kode tersebut, maka data yang tidak
berkode bisa di kesampingkan terlebih dahulu. Data dengan kode
selanjutnya dianalisis dengan bantuan data-data tambahan, dalam
hal ini adalah hasil observasi dan wawancara lanjutan. Data
wawancara lanjutan berfungsi sebagai data pelengkap dan
diperlukan untuk melakukan pengecekan keabsahan data yang di
berikan oleh partisipan.

.
38

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek).


Jakarta: PT Rineke Cipta.
Goerzt, Jeanie. 2000. “Creativity: An Component For Effective Leadership In
Today’s School”. Roeper Review, Vol. 22, No. 3, Apr 2000, pg. 158.
Jorgenson, Olaf. 2006. Going Private? Insights For Public School Leaders
Considering The Move To Independent Schools.
Kythreotis, Andreas. 2006. The In Uence Of School JEA Leadership Styles And
Culture On Students’ Achi Evement In Cyprus Primary School 218.
Miles, Mattew B dan Huberman, Amichael. 1992. Analisis Data Kualitatif Buku
Sumber tentang Metode-Metode Baru (Terjemah Tjetjep Rohendi Rohidi).
Jakarta: Universitas Indonesia.
Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Mulyasa. 2007. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: Remaja Rosda
Karya.
_______. 2007. Manajemen Berbasis sekolah (Konsep, Strategi dan
Implementasi). Bandung: Remaja Rosda Karya.
Patterson, Jani, Maryann Manning. 2008. What Makes A Teacher Effective?
Childhood Education, Olney.
Samino. 2012. Kepemimpinan Pendidikan. Solo: Fairuz Media.
Sudrajat, Hari. 2004. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Bandung:
Cipta Cekas Grafika.
Suhardan, Dadang. 2010. Supervisi Profesional (Layanan Dalam Meningkatkan
Mutu pendidikan Di Era Otonomi Daerah). Bandung: ALFABETA.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R & D). Bandung: Alfabeta

Anda mungkin juga menyukai