Anda di halaman 1dari 5

TINJAUAN PUSTAKA

Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue


dengan Penyulit
Soroy Lardo
Sub SMF / Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi
Departemen Penyakit Dalam RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, Indonesia

ABSTRAK
Dalam beberapa tahun ini, terjadi peningkatan kasus demam berdarah dengue (DBD) komorbid dengan penyakit lain, seperti kelainan hati,
kelainan ginjal, diabetes, usia lanjut, koinfeksi, dan kehamilan. Kondisi ini membutuhkan kemampuan dan kapasitas keilmuan untuk perspektif
yang lebih luas dan pendekatan komprehensif; bahwa DBD merupakan infeksi virus dengan berbagai problematik yang menuntut pemahaman
imunopatogenesis dan perjalanan klinis, agar penatalaksanaan menjadi optimal.

Kata kunci: dengue, penyakit komorbid, penatalaksanaan

ABSTRACT
There is an increase of dengue hemorrhagic fever (DHF) cases with comorbid diseases such as liver disorders, kidney disorders, diabetes, old
age, coinfection and pregnancy. These conditions require better understanding and comprehensive approach; that dengue is a viral infection
with a variety of problems that demand more thorough understanding on immunopathogenesis and clinical course, so that it’s management
being optimal. Management of Dengue Hemorrhagic Fever with Comorbid.

Key words: dengue, comorbid diseases, management

PENDAHULUAN perdarahan yang dapat menyebabkan awal virus dengue akan menyerang sel-
Demam dengue (DD) endemik pertama kematian. Gejala klinik di antaranya demam sel makrofag dan bereplikasi dalam sel
dilaporkan di Batavia/Jakarta oleh David tinggi, nyeri kepala berat (retroorbital), Langerhans dan makrofag di limpa. Se-
Bylon pada tahun 1770, sedangkan demam kemerahan pada wajah, nyeri otot, nyeri sendi, lanjutnya, akan menstimulasi pengaturan sel
berdarah dengue (DBD) pertama kali mual dan muntah, nafsu makan menurun dan T, reaksi silang sel T aviditas rendah dan reaksi
diketahui di Surabaya dan Jakarta pada nyeri abdomen akut. Manifestasi perdarahan silang sel T spesifik, yang akan meningkatkan
tahun 1968, sementara konfirmasi virologi yang serius dapat berupa epistaksis, perdarah- produksi spesifik dan reaksi silang antibodi.4
mulai diperoleh pada tahun 1970.1 Demam an gusi, petekie, ekimosis, hematemesis,
Berdarah Dengue sampai saat ini merupakan melena, dan perdarahan vagina.2 Pada tahap berikutnya terjadi secara
problem kesehatan di negara tropis termasuk simultan reaksi silang antibodi dengan
di Indonesia. DBD dapat terjadi melalui infeksi Karakteristik DBD utama adalah kebocoran trombosit, reaksi silang antibodi dengan
primer dengue, lebih sering melalui infeksi plasma yang ditandai dengan gangguan plasmin dan produk spesifik. Proses ini
sekunder. Peningkatan infeksi sekunder sirkulasi berupa hipotensi, takikardi, kemudian akan meningkatkan peran
ini disebabkan adanya antibody-dependent sempitnya tekanan nadi dan tertundanya antibodi dalam meningkatkan titer virus dan
enhancement, yaitu antibodi serotipe pertama pengisian kembali kapiler. Dapat terjadi di sisi lain antibodi bereaksi silang dengan
meningkat dengan adanya infeksi serotipe efusi pleura dan asites. Komplikasi yang endotheliocytes. Pada tahap berikutnya terjadi
kedua.2 Demam Berdarah Dengue dapat jarang adalah ensefalopati, ensefalitis, gagal efek replikasi sel mononuclear. Di dalam sel
mengancam jiwa terutama anak-anak di hati, miokarditis, dan DIC (disseminated endotel, terjadi infeksi dan replikasi selektif
bawah 16 tahun di daerah endemik dengue intravascular coagulation).2,3 dalam endotheliocytes sehingga terjadi
flavivirus. apoptosis yang menyebabkan disfungsi
PATOGENESIS endotel. Di sisi lain, akan terjadi stimulasi
DBD memiliki manifestasi klinis yang sama Pendekatan patogenesis DBD dengan mediator yang dapat larut (soluble), yaitu TNF
dengan demam dengue, tetapi ditambah penyulit bertitik tolak dari perjalanan α, INF γ, IL-1, IL-2, IL-6, IL-8, IL-10, IL-13, IL-18,
dengan tanda kegagalan sirkulasi dan imunopatogenesis DBD. Pada tahap TGF β, C3a, C4b, C5a, MCP-1,CCL-2, VEGF, dan

Alamat korespondensi email: soroylardo_jkt@yahoo.co.id

656 CDK-208/ vol. 40 no. 9, th. 2013


TINJAUAN PUSTAKA

DBD DENGAN PENYULIT


Penatalaksanaan DBD dengan penyulit
memerlukan perhatian optimal. Penyebab
kematian DBD dengan penyulit di Departemen
Penyakit Dalam FK UNAIR tahun 1999 adalah
dengue shock syndrome (DSS) yang disertai
distres pernafasan akut, DSS dengan syok
refrakter dan perdarahan otak.1

DBD pada Kelainan Ginjal


Kelainan ginjal pada DBD tidak mudah
didiagnosis. Saat outbreak Demam Dengue
tahun 2002 di Taiwan terjadi kematian
beberapa pasien dengan penyakit ginjal
kronik (chronic kydney disease, CKD). Laporan
tersebut mengungkapkan tiga kasus DBD
dan DSS meninggal dunia meskipun dirawat
intensif. Kesulitan diagnosis dan pengobatan
merupakan dilema pada CKD dengan DD
sehingga diagnosis terlambat, meningkatkan
risiko mortalitas. Sempitnya jendela toleransi
pemberian cairan pada pasien CKD lebih
lanjut menghambat keberhasilan resusitasi
pada DBD dan DSS. CVVD (continuous venous
to venous hemodialysis) sangat membantu
menstabilkan hemodinamik. Untuk me-
nurunkan angka kematian, perhatian utama
harus diberikan pada kewaspadaan dini dan
upaya pengobatan agresif infeksi virus dengue
pada pasien dengan CKD. Laporan tersebut
juga mengkaji kesulitan diagnosis dan dilema
pengobatan pada tiga kasus kematian DBD/
DSS. Dalam populasi umum, mortalitas
DBD berkisar 1-5 %. Kesulitan diagnosis dan
pengobatan pasien CKD menyebabkan risiko
Gambar 1 Model patogenesis demam dengue (DD), DBD, dan DSS dalam perspektif integrasi. Garis panah hitam tinggi kematian karena kemiripan gejala dan
menunjukkan proses yang terjadi pada organ atau endotel. Kotak berwarna menunjukkan terjadinya kondisi patologi. tanda yang di antara DD dan CKD. Dugaan
Sedangkan panah merah menunjukkan pengaruh pada endotel dan sistem hemostasis.4 klinis untuk membuat diagnosis antara
lain adanya riwayat perjalanan dari daerah
NO yang menyebabkan ketidakseimbangan MCP-1, CCL-2, VEGF, dan NO, berakibat endemik, riwayat paparan vektor pasien
profil sitokin dan mediator lain; pada tahap ketidakseimbangan profil terhadap sitokin CKD.5
berikutnya terjadi gangguan koaguasi dan dan mediator lain sehingga terjadi gangguan
disfungsi endotel.4 endotel dan koagulasi.4 Kelainan ginjal pada penderita DBD yang
mengalami syok disebabkan karena
Pada hati, akan terjadi replikasi dalam Pada sumsum tulang, terjadi replikasi hipoperfusi ginjal, azotemia pre renal dan
hepatosit dan sel Kuppfer. Terjadi nekrosis dan dalam sel stroma sehingga terjadi supresi nekrosis tubuler akut. Gagal ginjal akut pada
atau apoptosis yang menurunkan fungsi hati, hemopoietik yang berkembang ke arah umumnya terjadi pada fase terminal syok
melepaskan produk toksik ke dalam darah, gangguan koagulasi.4 yang tidak teratasi.
meningkatkan fungsi koagulasi, meningkatkan
konsumsi trombosit, aktivasi sistem fibrinolitik, Sedangkan stimulasi terhadap sistem Untuk mempertahankan keseimbangan
dan menyebabkan gangguan koagulasi.4 komplemen dan sel imunitas didapat akan cairan, pemasangan kateter vena sentral
meningkatkan koagulasi, menurunkan menjadi alternatif untuk pedoman pemberian
Pada makrofag di jaringan, terjadi apoptosis mediator larut (soluble), terjadi cairan.1 Bila penggantian cairan telah
sehingga mediator larut (soluble) akan ketidakseimbangan profil sitokin sehingga terpenuhi atau sesuai kebutuhan, syok telah
meningkatkan TNF α, INF γ, IL-1, IL-2, IL-6, berkembang menjadi gangguan koagulasi. teratasi, tetapi produksi urine masih tetap
IL-8, IL-10, IL-13, IL-18, TGF β, C3a, C4b, C5a, (Gambar 1) belum ada, dipertimbangkan pemberian

CDK-208/ vol. 40 no. 9, th. 2013 657


TINJAUAN PUSTAKA

furosemid 1 mg/kgBB setelah yakin tidak ada kristaloid lebih baik berupa cairan Ringer- kejang.
faktor post renal yang menghambat aliran Asetat karena dimetabolisme di otot sehingga 13. Transfusi darah yang dianjurkan
urine. Dopamin dapat dipertimbangkan tidak memberatkan gangguan hepar yang adalah dengan packed red cells (PRC).
untuk membuka aliran darah ginjal yang sudah ada.1 Transfusi trombosit, fresh frozen plasma
sebelumnya terganggu. Faktor lain yang perlu dapat menyebabkan overload cairan dan
diperhatikan adalah gangguan elektrolit dan Ensefalopati Dengue meningkatkan TIK.
gangguan asam basa. Asidosis metabolik Ensefalopati dengue merupakan komplikasi 14. Terapi empiris antibiotik dapat diberikan
harus segera dikoreksi karena akan memicu DBD yang perawatannya lebih rumit. jika ada dugaan infeksi bakteri.
DIC. Diuresis, kadar ureum dan kreatinin, Penelitian di Vietnam atas 378 pasien (228 15. H2-blockers atau proton pump inhibitor
kadar elektrolit, tanda vital, kadar hematokrit dewasa dan 150 anak) dengan gangguan dapat diberikan untuk mencegah perdarahan
harus dipantau dan dievaluasi secara teratur neurologi, 16 pasien (4,2%) disebabkan oleh gastrointestinal.
untuk menilai hasil pengobatan, termasuk virus dengue. Penelitian lain terhadap 1.675 16. Hindari pemberian obat yang
memantau kemungkinan timbulnya edema pasien (1.405 anak) dengan gejala neurologi dimetabolisme di hati.
paru dan gagal jantung.1 didapatkan 296 (18%) menderita DSS dan 10 17. Pertimbangkan plasmaferesis dan
(0,6%) dengan DBD derajat IV7. hemodialisis jika mengalami perburukan.1,8
DBD pada Kelainan Hati
Salah satu kasus adalah kejadian hepatitis Penatalaksanaan ensefalopati dengue DBD dengan Syok dan Perdarahan
fulminan pada pasien DBD imigran yang terutama untuk mencegah peningkatan Spontan
kembali ke Bangladesh. Imigran tersebut yang tekanan intrakranial (TIK); beberapa hal yang DBD dengan syok dan perdarahan spontan
sudah menetap di Inggris datang dengan perlu diperhatikan: (DSS) merupakan komplikasi DBD yang
demam non spesifik setelah mengunjungi 1. Cairan tidak diberikan dalam dosis sangat penting diwaspadai, karena angka
kampungnya dan berkembang menjadi penuh, cukup 3/4-4/5 dosis untuk mencegah kematiannya sepuluh kali lipat dibandingkan
suatu gagal hati fulminan bersamaan terjadinya atau memberatnya edema otak pada DBD tanpa syok.
dengan hipotensi, asites, koagulopati dan selama fase pemulihan dari syok.
trombositopenia; merupakan kasus import 2. Menggunakan cairan kristaloid Ringer Keadaan syok dapat diperhatikan dari keadaan
dengue ke daerah nonendemik. Para Asetat untuk menghindari metabolisme laktat umum, kesadaran, tekanan sistolik <100
pelancong ke daerah nonendemik dengue, oleh hepar, jika ada gangguan hepar. mmHg, tekanan nadi <20 mmHg, frekuensi
jika terinfeksi umumnya berupa infeksi primer 3. Kortikosteroid diberikan untuk nadi lebih dari 100 x/menit, akral dingin dan
tidak berkomplikasi. Dengue dengan gagal mengurangi edema otak tetapi merupakan kulit pucat serta diuresis kurang dari 0,5 mL/
hati dan ensefalopati merupakan kejadian kontraindikasi pada DSS dengan perdarahan kgBB/jam. Pemeriksaan laboratorium yang
jarang, umumnya oleh infeksi sekunder. masif. Deksametason dapat diberikan 0,15 mg perlu adalah darah fosfat lengkap, hemostasis,
Reaksi silang dan antibodi non netralisasi dari /kgBB IV setiap 6-8 jam. analisis gas darah, kadar elektrolit (natrium,
infeksi sebelumnya yang mengikat serotipe 4. Jika terdapat peningkatan hematokrit dan kalium, klorida) serta ureum dan kreatinin.3
infeksi baru dan memfasilitasi masuknya kebocoran plasma berat dapat diberi cairan
virus ke dalam sel, meningkatkan titer virus koloid. Di fase awal DSS, dapat diberikan Ringer
(viremia) menyebabkan penyakit makin berat. 5. Pemberian diuretik jika terdapat gejala Laktat 20 mL/kgBB/jam, dievaluasi dalam
Hal tersebut terjadi karena adanya enhanced overload. 30-120 menit. Syok diharapkan dapat diatasi
activation terhadap kaskade sitokin dan 6. Posisi pasien dengan kepala 30 derajat. dalam 30 menit pertama. Jika syok sudah
sistem komplemen dan juga meningkatkan 7. Intubasi dini untuk menghindari dapat diatasi, Ringer Laktat selanjutnya
disfungsi endotel. Kewaspadaan terhadap hiperkarbia dan melindungi saluran napas. dapat diberikan 10 mL/kgBB/jam dan
pola outbreak infeksi sangat penting. Gagal 8. Menurunkan produksi amonia melalui dievaluasi setelah 60-120 menit sesudahnya.
hati jarang pada DBD, tetapi harus menjadi tindakan berikut: Jika stabil, dapat diberikan 500 mL setiap 4
salah satu diagnosis banding infeksi hepatitis a. Berikan laktulosa 5-10 ml setiap enam jam jam. Pengawasan dini terhadap risiko syok
pada individu yang baru kembali dari untuk induksi diare osmotik berulang dalam 48 jam pertama mutlak
daerah endemik dengue.6 Deteksi serotipe b. Antibiotik lokal untuk flora usus tidak karena proses penyakit masih berlangsung.
dengan PCR dapat menetapkan diagnosis perlu jika telah diberi antibiotik sistemik. Jika syok belum teratasi, diberikan cairan
postmortem gagal hati sekunder disebabkan 9. Mempertahankan gula darah pada kadar koloid 10-20 mL/kgBB/jam, maksimal 1.000-
oleh DBD. 80-100 mg/dL. Infus glukosa direkomendasikan 1.500 mL dalam 24 jam; jenis cairan yang
4-6 mg/kg/jam. tidak memengaruhi mekanisme pembekuan
DBD dengan Sirosis Hati 10. Koreksi ketidakseimbangan asam basa darah. Saat ini, terdapat tiga golongan cairan
Pada kasus DBD dengan sirosis hati perlu dan elektrolit (hipo/hipernatremia, hipo/ koloid, yaitu dextran, gelatin, dan hydroxyethyl
diperhatikan pemberian cairan, terutama hiperkalemia, hipokalsemia, dan asidosis). starch (HES).9
pada sirosis hepatitis C. Cairan yang berlebih 11. Vitamin K1 intravena 3 mg untuk <1 tahun,
akan menambah beratnya asites yang 5 mg <5 tahun, dan 10 mg untuk >5 tahun. DBD dengan Koinfeksi Lain
sudah ada, sebaliknya bila kurang dapat 12. Dapat diberikan fenobarbital, fenitoin, Kejadian DBD bersama infeksi lain perlu
mencetuskan sindrom hepatorenal. Cairan dan diazepam intravena untuk mengontrol menjadi perhatian. Kejadian superinfeksi

658 CDK-208/ vol. 40 no. 9, th. 2013


TINJAUAN PUSTAKA

bakteri atau koinfeksi pasien dengue berasal infeksi (organ yang terlibat), penentuan dengue 4 sampai 8 hari sebelum inpartu. Satu
dari laporan catatan medis. Penelitian di penskoran infeksi, misalnya SOFA Score, dan— ibu mengalami pre-eklampsia berat disertai
Brazil mengungkapkan data klinis dan jika terdapat sepsis—parameter laboratorium sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver
patologik pasien infeksi dengue yang berupa leukositosis, hitung jenis, gambaran enzymes and low platelets) dan memerlukan
meninggal karena MOF (multiorgan failure) darah tepi, dan prokalsitonin menjadi langkah transfusi darah lengkap, konsentrat trombosit,
disebabkan oleh infeksi Staphylococcus awal analisis beratnya infeksi. Setelah itu, dapat serta plasma beku segar. Bayi laki-lakinya saat
aureus. Pemeriksaan patologi menunjukkan diberikan antibiotik berdasarkan spektrum lahir menderita gangguan pernapasan dan
adanya koinfeksi stafilokokus dan infeksi kuman atau secara empirik sambil menunggu perdarahan intraserebral kiri yang besar dan
virus. Autopsi mendapatkan adanya S. hasil kultur.10 tidak terkontrol. Bayi meninggal pada hari
aureus, emboli septik multisistemik dan ke-6 karena kegagalan multiorgan.14 Laporan
kolonisasi masif di jantung, otak, dan DBD dengan Kehamilan di Thailand tentang seorang perempuan yang
ginjal, disertai perikarditis bakterial akut Kehamilan umumnya tidak meningkatkan demam dua hari sebelum menjalani sectio
fibrin purulen dengan 550 mL cairan komplikasi pada DBD jika kondisi kesehatan caesaria, serologinya mengarah infeksi dengue,
perikardial akibat nekrosis perkijuan fokal ibu baik. Gejala klinis pada kehamilan tidak dilakukan pemantauan hemostasis.
dengan formasi abses dan koloni bakteri meliputi demam, nyeri kepala, nyeri ulu hati, Pasien mengalami perdarahan masif selama
di miokardium dan endokardium, terutama muntah, petekie, tanda-tanda dehidrasi, 8 hari, memerlukan transfusi darah segar,
di ventrikel kiri. Terdapat acute multifocal hemokonsentrasi, trombositopenia dan trombosit, dan plasma beku segar. Bayi yang
necrotizing dan meningoensefalitis purulen pada tes serologi dijumpai antibodi IgM dan baru lahir mengalami demam dalam enam
dengan aneurisma mikotik pada cabang IgG terhadap virus dengue.11 Pada trimester hari kehidupannya dan trombositopenia
arteri kecil leptomenigeal, terdapat abses pertama, dapat terjadi aborsi dan sepsis.13 dengan serologi dengue tipe 2, namun tidak
di otak tengah, pons, dan serebelum dan mengalami komplikasi. Hal ini menunjukkan
perdarahan masif intraventrikuler dengan Tampilan klinis DBD dengan kehamilan pentingnya perhatian preoperatif pada pasien
edema serebral berat difus. Terdapat juga umumnya tidak spesifik; dikaitkan dengan hamil yang dicurigai DBD.15
pielonefritis akut dan mikroabses kortikal perubahan fisiologis selama kehamilan,
khususnya dengan emboli septik. Emboli sering terlambat didiagnosis12. Tidak PENATALAKSANAAN ANTEPARTUM
septik didapatkan di beberapa organ seperti ada bukti virus dengue teratogen, dapat Setiap penderita DBD sebaiknya dirawat di
hati, limpa, saluran cerna, dan tiroid. Pada menyebabkan aborsi, ataupun pertumbuhan tempat terpisah di kamar yang bebas nyamuk
pemeriksaan paru terdapat kerusakan difus janin terhambat pada ibu hamil yang (berkelambu). Penatalaksanaan antepartum
alveolar dengan edema parenkim pulmonal menderita DBD.10 Waduge dkk. dari Srilangka tanpa penyulit biasanya konservatif, meliputi
dan perdarahan subpleura. Terdapat menemukan bahwa kewaspadaan terhadap (1) tirah baring, (2) diet lunak dengan minum
hidrotoraks bilateral. Analisis histokimia manifestasi klinik dan laboratorium DBD 1,5-2 liter/24 jam, (3) medikamentosa
mendapatkan virus dengue positif kuat di sangat penting. Penelitian terhadap 26 simtomatis demam, yaitu asetaminofen
limpa, hati, dan otak. Hasil swab dari cairan pasien DBD dengan kehamilan terdiri dari dan dipiron. Pemakaian asetosal dihindari
serosa meningen sensitif terhadap oksasiklin. 1 pasien (3,8%) trimester pertama, 2 pasien karena dapat menyebabkan perdarahan,
Kasus penulis (2009) seorang prajurit (7,7%) trimester kedua, 20 pasien (77%) (4) glukokortikoid menjadi pilihan untuk
dengan gejala klasik demam berdarah trimester ketiga, dan 3 pasien (11,5%) post menaikkan trombosit, namun hasilnya
dengue, jumlah trombosit turun sampai partum. Baik infeksi primer maupun sekunder belum bermakna, (5) antibiotik diberikan
40.000/mm3. Setelah lima hari perawatan, manifestasi klinisnya bervariasi yaitu sesak jika terdapat infeksi sekunder, (6) transfusi
trombosit mencapai 90.000/mm3. Namun, nafas, batuk, bradikardi, aritmi jantung, trombosit atas indikasi. Umumnya tidak perlu
pada hari keenam, demam kembali tinggi, perdarahan vagina dan emboli paru. Tujuh jika jumlah trombosit di atas 20.000/mm3
diduga koinfeksi dengan demam tifoid. (26,9%) pasien menjalani perawatan ICU. atau bila tidak terjadi perdarahan spontan.
IgM dan IgG antidengue positif. Jumlah Menurut penelitian ini perlu suatu petunjuk Pemantauan kehamilan dengan pengawasan
leukosit darah mencapai 20.000/mm3. Hasil dan arahan yang kuat dalam menangani ketat tanda-tanda vital, Hb (hemoglobin), dan
pemeriksaan Ig M Anti-Salmonella (-) dan pasien DBD dengan kehamilan.13 Ht (hematokrit) dan tanda gawat janin setiap
kultur darah menghasilkan Pseudomonas 4-6 jam pada hari-hari pertama pengamatan,
aeruginosa. Pasien mengalami perbaikan Adanya transmisi vertikal dari ibu ke fetus selanjutnya setiap 24 jam. Periode kritis
setelah mendapat levofloksasin dan menyebabkan bayi baru lahir mudah menderita timbulnya syok umumnya setelah 24-48
seftazidim. demam berdarah dengue atau sindrom syok jam.10, 16
dengue jika terinfeksi virus dengue. Pada bayi
Berdasarkan dua kasus di atas, para klinisi yang lahir tanpa kelainan bawaan, kehamilan, PENATALAKSANAAN INTRAPARTUM
harus waspada terhadap manifestasi tidak skor APGAR, berat badan janin dan plasenta Penatalaksanaan ibu hamil aterm dengan
biasa demam dengue akibat infeksi bersama normal, dijumpai antibodi IgG serum yang DBD sama seperti antepartum, terhadap
mikroorganisme lain terutama bakteri. Jika progresif turun dan hilang setelah 8 bulan kehamilannya sebagai berikut:
terdapat koinfeksi bakterial dengan DBD, (Figueiredo L.T. dkk), atau setelah 10-12 bulan 1. Obat-obat tokolitik dapat dipergunakan
identifikasi dan pemeriksaan infeksi menjadi (Marchette N.J. dkk). Chye dkk. melaporkan hingga lewat periode kritis atau trombosit
acuan utama. Selain klinis mencari sumber dua ibu hamil mengalami demam berdarah kembali normal. Obat-obat tokolitik

CDK-208/ vol. 40 no. 9, th. 2013 659


TINJAUAN PUSTAKA

umumnya menyebabkan takikardi yang jantung. Transfusi trombosit pada saat insisi (12%), IgM antidengue (+). Antibodi maternal
dapat menutupi status pasien. Magnesium kulit dapat memberikan cukup hemostasis. transplasental protektif selama 6 bulan (tabel
sulfat dapat menjadi obat pilihan karena tidak 4. Plasma beku segar (30 mL/kg/hari) dapat 1).17
menyebabkan takikardia. diberikan jika ada koagulopati, harus hati-
2. Jika proses persalinan tidak dapat hati terhadap kemungkinan penumpukan Tabel 1 Konsekuensi Penyulit DBD pada Ibu dan Neonatus17
dihindari, rute vaginal lebih disukai daripada berlebihan cairan tubuh.11 Konsekuensi pada ibu Persentase (%)
abdominal. Kontraksi uterus pasca melahirkan Persalinan prematur 41
akan menstrangulasi pembuluh darah Konsekuensi pada Ibu dan Neonatus Kelahiran prematur 9,1
penyebab hemostasis walaupun gangguan Sebuah studi retrospektif dilakukan dari 1 Perdarahan selama persalinan 9,3
koagulasi masih terjadi. Transfusi trombosit Januari 1992-10 September 2006 pada 53 Hematom retroplasenta 1,9
diindikasikan pada proses melahirkan melalui wanita hamil yang terinfeksi virus dengue Konsekuensi pada neonatus Persentase (%)

vagina bila jumlah trombosit di bawah 20.000/ selama hamil. Keadaan neonatal dengue Kematian janin dalam rahim 3,8
Keguguran 3,8
mm3. terjadi karena kebocoran plasma yang
Gawat janin akut selama 7,5
3. Jika pembedahan diperlukan, terutama menyebabkan gangguan sirkulasi dan barrier persalinan
pada saat inpartu perlu diberi konsentrat plasenta berakibat terjadinya transmisi Transmisi ibu – janin 5,6
trombosit preoperatif dan konsentrat vertikal. Infeksi menjelang kelahiran terjadi Kematian neonatal 1,9
trombosit selama operasi serta pasca operasi karena tidak cukupnya antibodi yang akan
jika perlu. Transfusi trombosit diindikasikan jika ditransfer, menyebabkan viremia. Infeksi SIMPULAN
jumlah trombosit maternal di bawah 50.000/ dengue kongenital ditandai dengan (1) Demam berdarah dengue dengan
mm3. Setiap unit konsentrat trombosit yang demam hari ke-1-11 setelah lahir (hari penyulit dapat terjadi di setiap rumah
ditransfusikan dapat meningkatkan hitung ke-4 dan berlangsung selama 1-5 hari), (2) sakit. Pemahaman patogenesis DBD serta
trombosit hingga 10.000/mm3. Sebelum trombositopenia, (3) hepatomegali (82%), (4) mewaspadai kemungkinan adanya penyulit
operasi, sebaiknya dilakukan konsultasi manifestasi perdarahan (65%), tetapi tidak secara dini penting agar dapat memberikan
dengan tim anestesi, neonatologi, dan ahli perlu transfusi, (5) efusi pleura (24%), rash tindakan maksimal dan optimal.

DAFTAR PUSTAKA
1. Soewandojo E. Perkembangan terkini dalam pengelolaan beberapa penyakit tropik infeksi. Surabaya: Airlangga University Press; 2002. p. 113-29.
2. Birnbaumer DM. Fever in the returning traveler. In: Slaven EM, Stone SC, Lopez FA, editors. Infectious diseases emergency department diagnosis & management. Mc Graw-Hill; 2007. p.
418-27.
3. Soegijanto S, Susilowati H, Mulyanto KC, Hendrianto E, Yamanaka Atushi. The unusual manifestation and the update management of dengue viral infection. Indonesian Journal of Tropical
and Infectious Disease. 2012;3:39-52.
4. Martina BEE, Koraka P, Osterhaus A. Dengue virus pathogenesis: An integrated view. Clinical Microbiology Reviews. 2009;22:564-81.
5. Kuo MC, Chang JM, Lu PL, Chiu YW, Chen HC, Hwang SJ. Case report: Difficulty in diagnosis and treatment of dengue haemorrhagic fever in patients with chronic renal failure: Report of
three cases of mortalitiy. Am J Trop Med Hyg. 2007;76:752-6.
6. Lawn SD, Tilley R, Lloyd G, Finlayson C, Tolley H et al. Dengue hemorrhagic fever with fulminant hepatic failure in an immigrant returning to Bangladesh. Clinical Infectious Diseases.
2003;37:e1-4.
7. Solomon T, Minh Dung N, Vaugh DW, Kneeun R, Thi Thu Le. Neurological manifestation of dengue infection. The Lancet. 2000;355:1053-9.
8. Comprehensive guidelines for prevention and control of dengue and dengue haemorrhagic fever. WHO; 2011. p. 54.
9. Zulkarnain I, Tambunan KL, Nelwan RHH et al. Penatalaksanaan demam berdarah dengue pada dewasa di RSPUN Dr Cipto Mangunkusumo – Jakarta. In: Hadinegoro SR, Satari HI, editors.
Naskah lengkap pelatihan pelatih dokter spesialis dalam tata laksana DBD. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2002. p. 150-61.
10. Araujo SA, Moriera DR, Veloso JM, Silva JO, Barros VL, Nobre V. Case report: Fatal staphylococcal infection following classic dengue fever. Am J Trop Med Hyg. 2010;83679-82.
11. Suparmin, Halim B, Sidik DJ. Penatalaksanaan DBD pada kehamilan. Medika. 2001;26-9.
12. Carroll D, Toovey S, Gompel AV. Dengue fever and pregnancy-A review and comment. Travel Med Infect Dis. 2007;5:183-8.
13. Waduge R, Malavige GN, Pradeepan M, Wijeyaratne CN, Fernando S, Seneviratne SL. Dengue infection during pregnancy: A case series from Srilanka and review of the literature. Journal
of Clinical Virology. 2006;37:27-33.
14. Chye JK, CT Lim, KB Ng, JM Lim, R George, SK Lim. Vertical transmission of dengue. Clin Infect Dis. 1997;6:1374-7.
15. Thaithumyanon P, Thisyakorn U, Deerojnawong J, Innis BL. Dengue infection complicated by severe hemorrhage and vertical transmission in parturient woman. Clin Infect Dis.
1994;18:48-9.
16. N Singh, KS Sharma, V Dadhwal, S Mittal, AS Selvi. A successful management of dengue fever in pregnancy: Report of two cases. Indian J Med Microbiol. 2008;26(4):377-80.
17. Basurko C, Carles G, Youssef M, Guindi AEL. Maternal and fetal consequences of dengue fever during pregnancy. Eur J Obstet & Gynecol Reprod Biol. 2009;147(1):29-32.

660 CDK-208/ vol. 40 no. 9, th. 2013

Anda mungkin juga menyukai