Vdocuments - MX - Adrenergik Dan Anti Adrenergik
Vdocuments - MX - Adrenergik Dan Anti Adrenergik
OLEH :
NI LUH PUTU ARIASIH 0808505020
NI LUH GEDE LISNIAWATI 0808505021
NI KOMANG ENNY WAHYUNI 0808505025
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2011
HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS
ADRENERGIK DAN ANTI ADRENERGIK
A. ADRENERGIK
Senyawa adrenergik disebut juga dengan adrenomimetik adalah senyawa yang
dapat menghasilkan efek serupa dengan respon akibat rangsangan pada sistem saraf
adrenergik. Sistem saraf adrenergik adalah cabang sistem saraf otonom dan
mempunyai neurotransmitter yaitu norepinefrin. Obat adrenergik beraksi pada sel
efektor melalui adrenoreseptor yang normalnya diaktifkan oleh norepinefrin atau
beraksi pada neuron yang melepaskan neurotransmitter (Lemke, 2008).
Reseptor adrenergik dibagi menjadi:
1. Reseptor alfa adrenergik, dibagi menjadi 2 :
a. Alfa-1 adrenergik
Menyebabkan vasokonstriksi pada pembuluh darah, saluran gastrointestinal,
vasodilatasi otot bronkus (efeknya lebih kecil dibanding beta-2)
b. Alfa-2 adrenergik
Fungsi dari reseptor ini dapat menginhibisi pelepasan insulin, induksi
pelepasan glukagon, kontraksi spincher pada gastro intestinal
2. Reseptor beta adrenergik, dibagi menjadi 2:
a. Beta 1 : terdapat di jantungmenaikkan heart rate (jumlah denyut jantung per
unit waktu), menaikkan kontraksi jantung alfa 1-adrenoreseptor postsinaptik
terdapat pada otot polosvaskuler, otot miokardial, sel hepatosit, dan sel
adiposity.
b. Beta 2: terdapat di pembuluh darah, otot polos skeletal, otot polos bronkus
relaksasi otot polos di gastro intestinal dan bronkus, dilatasi arteri,
glukoneogenesis. Alfa 2-adrenoreseptor prasinaptik terdapat pada semua
organ yang sarafnya dikontrol oleh sistem saraf simpatetik. Alfa 2-
adrenoreseptor postsinaptik terdapat pada otot polos vascular, pankreas,
platelet, adiposit, ginjal, melanosit, dan otot polos mata (Lemke, 2008).
Gambar 1. Sisi biokimia yang berbeda untuk aksi obat dalam sistem saraf adrenergik
(Lemke, 2008)
HO
HO CH CH NH R
R’
(Ruffly, 2009)
(Ruffly, 2009)
(Ruffly, 2009)
B. ANTI ADRENERGIK
Obat anti adrenergik atau adrenolitik merupakan golongan obat yang
menghambat respon terhadap perangsangan saraf simpatetik. Mekanisme kerja dari
obat ini meliputi
Berinteraksi dengan reseptor khas yaitu obat pemblok α-adrenergik yang
memblok efek rangsangan pada α-reseptor dan obat pemblok β-adrenergik
yang memnlok efek rangsangan pada β-reseptor
Menghambat enzim yang terlibat pada proses biosintesis norepinefrin. Misal
obat yang menghambat enzim dopa-dekarboksilase dan alfa metil tirosin yang
menghambat enzim tirosin dekarboksilase
Pelepasan norepinefrin dari tempat penyimpanan pada ujung saraf simpatetik.
Contoh : obat pemblok saraf adrenergik
Mempengaruhi tempat penyimpanan katekolamin. Contoh : reserpin.
(Siswandono, 2008)
PEMBLOK α- ADRENERGIK
Pemblok α-adrenergik dibedakan menjadi
1. Non selektif α-bloker
Imidazolin : tolazolin, phentolamin
Ergot alkaloid : ergotamine, ergotoksin
Miscellaneous : klorpromazin
2. Irreversible α-bloker
Βeta-haloetilamin : fenoksibenzamin
3. Selektif α1-bloker
Quinazolin : prazosin, terazosin
Arilsulfonamid : tamsulosin
Alkaloid indol : indoramin
4. Selektif α2-bloker
Alkaloid indol : yohimbin
Komponen tetrasiklik : mirtazapin
Turunan Quinazolin
Yang termasuk dalam selektif α1-bloker yaitu turunan quinozolin. Mekanisme
kerjanya diakibatkan sifat antagonis kompetitif terhadap katekolamin atau
norepinefrin, suatu α1-adrenoreseptoryang khas, dan memblok rangsangan α1-
reseptor.
Hubungan Struktur Aktivitas Turunan Quinazolin
Bagian 4-amino pada cincin quinazolin merupakan dasar dari afinitas α1-
reseptor
Piperasin dapat digantikan dengan bagian heterosiklik lainnya tanpa
kehilangan aktivitas
Kelompok asil alami mempunyai pengaruh signifikan dalam menentukan
farmakokinetiknya.
(Siswandono, 2008)
Gambar 5. Struktur Turunan quinazolin
(Ruffly, 2009)
2. Turunan ariloksipropanolamin
Contoh :
Studi 3D-QSAR pada selektif β3-adrenoreseptor agonis manusia
Beta(3)-adrenergik reseptor merupakan G-protein-coupled tujun trans membrane
domain reseptor. Beta(3) adrenoreseptor memiliki peranan dalam mediasi lipolosis
jaringan putih adiposa (WAT) dan termogenesis pada jaringan coklat adipose (BAT).
Tiga dimensi struktur β3-AR belum ditemukan dan penyebabkan spesifisitasnya
substrat yang luas dari β3 –AR agonis belum diketahui. Metode 3D-QSAR yang
digunakan dalam studi ini berdasarkan Lennard-Jones dan Coulomb yang
mengkalkulasi sterik dan property elektrostatik dari struktur 3D seri komponen. 3D-
QSAR dapat dikarakterisasi berhubungan dengah berubahnya dalam magnitude sterik
atau elektrostastic sebagai fungsi dari sampel yang dipilih dari set data. Semua teknik
modeling molekuler dan studi 3D-OSAR ditunjukkan pada Silicon Graphics Fuel
R1400 workstation dengan system operasi IRIX6.5 dengan mengunakan software
modeling molekuler SYBYL6.9 dari tripos. Inc.
Pada penelitian ini digunakan 47 agonis dan afinitas ikatannya (EC50) pada β3-AR..
pada studi ini hanya 33 sebagai set latihan yang strukturnya dan aktivitas biologinya
dapat dilihat pada table 1. Sedangkat 14 komponen lainnya digunakan sebagai set tes
untuk mengevaluasi prediksi kemampuan model pada penelitian. Semua aktivitas
biologi dalam penelitian ini dikonversi ke dalam pEC50 (-logEC50 x 109) dalam studi.
Hasil penelitian ini menunjukkan model pertama 3D-QSAR yang menggunakan 30
komponen pada set training menghasilkan nilai r2cv 0,67 dan non-cross validated r2ncv
dengan nilai 0,993 dengan standar error 0,069 dan jumlah komponen optimum 6.
steric (0,540) dan elektrostatik (0,460). Sedangkan pada model IIdengan mengunakan
33 komponen nilai r2cv 0,583 dan non-cross validated r2ncv dengan nilai 0,993 dengan
standar error 0,074 dan jumlah komponen optimum 6.Sterik (0,544) dan elektrostatik
(0,456). Untuk contour map digunakan pemodelan II karena model I memiliki nilai
prediksi yang rendah yaitu 0,462. Hasil terbaik dalam 3D-QSAR yaitu
diinterpretasikan bagus sebagai 3D-QSRA elektrostatik dan grafik sterik. Hasil dari
peta contour sterik memperlihatkan wilayah hijau pada substituent cincin aril dalam
aryloxypropanolamin mengindikasikan subtituen bulk lebih disukai pada posisi meta
pada cincin aril yang menhasilkan bioaktivitas tinggi. Hal ini juga konsisten dengan
fakta molekul 21 dan 32 dengan substituen NHSO2CH3 pada posis meta
memperlihatkan aktivitas tinggi (EC50 1 nM) dari yang lain.sedangkangkan
sebaliknya derivative yang tidak mengandung bul atau tidak ada substituent pada
cincin aril menunjukkan aktivitas rendah. Hal ini mengindikasikan substituent
bulkypada posisi meta memiliki afinitas tinggi pada cincin ariloksipropanolamin
terhadap aktivitas beta(3) agonis.
Wilayah biru dekat inti aril dari arilloksipropanolamin pada peta kontur
memperlihatkan adanya substitusi gugus atau atom dengan elektronegatifan rendah
pada posisi meta di cincin aril akan meningkatkan aktivitas. Hai ini ditemukan pada
komponen molekul 21 dan 32 yang memiliki gugus –NHSO2CH3. Begitupula
sebaliknya, akan memiliki aktivitas rendah apabila berikatan dengan atom
klorida.swilayah merah kecil disamping kontur biru pada posisi para menunjukkan
gugus elektronegatif yang esensial untuk aktivitasbiologinya. Komponen 9, 10, 14,
15, 16, 17 and 18 (EC50 in the range 30-250 nM) masuk ke wilayah kuning yang
mengindikasikan bahwa secara sterik rantai kurang panjang diperlukan untuk
aktivitas biologi.
Kesimpulannya dengan 3D QSAR dapat mengidentifikasi wilayah yang penting
untuk sterik dan interaksi elektronik.. model derivasi menjelaskan dengan baik
observasi varian dalam aktivitas dan juga isi penting dalam struktur variasi yang
menuju desai baru dan potensi tinggi beta(3)-adrereseptor agonis (Rao, 2005).
DAFTAR PUSTAKA
Lemke, Thomas L., David A. W, Victoria F Roche, dan S. William Zito. 2008.
Foye’s Principle of Medicinal Chemistry 6th Edition. Philladelpia : Lippincott
William & Wilkins, a Wolters Kluwer Business.
Moffat, Anthony C., Osselton, dan Brian Widdo. Clarke’s Analysis of Drugs and
Poisons Third Edition. United State : Pharmaceutical Press.