Anda di halaman 1dari 14

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam arti luas farmakologi ialah ilmu mengenai pengaruh senyawa
terhadap sel hidup, lewat proses kimia khususnya lewat reseptor. Dalam
ilmu kedokteran senyawa tersebut disebut obat. Karena itu dikatakan
farmakologi merupakan seni menimbang (the art of weighing). Tanpa
pengetahuan farmakologi yang baik, seorang dokter dapat merupakan
sumber bencana bagi pasien karena tidak ada obat yang aman secara
murni. Hanya dengan penggunaan yang cermat, obat akan bermanfaat
tanpa efek samping tidak diinginkan yang terlalu menggangu. Selain itu,
pengetahuan mengenai efek samping obat memampukan dokter mengenal
tanda dan gejala yang disebabkan obat. Hampir tidak ada gejala dari
demam, gatal sampai syok anafilaktik, yang tidak terjadi dengan obat.
Jadi obat selain bermanfaat dalam pengobatan penyakit, juga merupakan
penyebab penyakit. Menurut suatu survey di Amerika Serikat, sekitar 5 %
pasien masuk rumah sakit akibat obat. Rasio fatalitas kasus akibat obat
dirumah sakit bervariasi antara 2 –12%. Efek samping obat meningkat
sejalan dengan jumlah obat yang diminum. Melihat fakta tersebut,
pentingnya pengetahuan obat bagi seorang dokter maupun apoteker tidak
dapat diragukan.
Obat didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah,
mengobati, mendiagnosis penyakit/gangguan atau menimbulkan suatu
kondisi tertentu misalnya membuat seorang infertile, atau melumpuhkan
otot rangka selama pembedahan. Salah satu bagian dalam ilmu farmakologi
yaitu obat otonom yakni obat adrenergic atau simpatomimetika yaitu zat –zat
yang dapat menimbulkan (sebagian) efek yang sama dengan stimulasi
susunan simpaticus (SS) dan melepaskan noradrenalin (NA) di ujung –
ujung sarafnya. SS berfungsi meningkatkan penggunaan zat oleh tubuh
dan menyiapkannya untuk proses disimilasi. Organisme disiapkan agar
dengan cepat dapat menghasilkan banyak energy, yaitu siap untuk suatu reaksi
2

“ fight, fright, or flight “ (berkelahi, merasa takut, atau melarikan diri). Oleh
karenaitu, adrenergika memiliki daya yang bertujuan mencapai keadaan
waspada tersebut.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui pengertian
adrenergik, jenis-jenis obat adrenergik
1.3 Rumusan masalah
1. Pengertian adrenergik?
2. Bagaimana jenis-jenis dari obat adrenergik?
3

BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Pengertian Adrenergik


Senyawa adrenergik adalah senyawa yang dapat menghasilkan efek
serupa dengan respons akibat rangsangan pada sistem saraf adrenergik.
Disebut juga dengan nama adrenomimetik, perangsang adrenergik,
simpatomimetik atau perangsang simpatetik. Sistem saraf adrenergik adalah
cabang sistem saraf otonom dan mempunyai neurotransmitter yaitu
norepinefrin.
Sintesis Epinefrin

 Efek samping senyawa adrenergik sangat bervariasi:


1. Sebagai vasopresor dan bronkodilator dapat menyebabkan sakit kepala,
kecemasan, tremor, lemah dan palpitasi.
2. Sebagai dekongestan hidung yang digunakan secara local dapat
menyebabkan rasa pedih, terbakar atau kekeringan mukosa.
3. Sebagai obat mata setempat menyebabkan iritasi, penglihatan kabur,
hyperemia dan alergi konjungtivitas.
4

4. Kelebihan dosis dapat menyebabkan kejang, aritmia jantung, dan


perdarahan otak, sedang padapenggunaan jangka panjang menimbulkan
hipertropi jaringan.
 Efek adrenomimetik dapat ditimbulkan oleh penggunaan obat-obat
berikut:
1. Penghambat monoamin oksidase (MAO), dapat menurunkan metabolisme
norepinefrin bebas dan menyebabkakn penumpukan norepinefrin di otak
dan jaringan lain. Contoh: pargilin dan tranilsipromin.
2. Kokain, desipramin, imipramin, klorfeniramin dan klorpromazin, dapat
memblok transport aktif dari cairan luar sel ke mobie pool I sitoplasma,
menghambat pemasukan norepinefrin pada membran akson presinaptik,
sehingga senyawa tetap aktif.
3. Senyawa adrenomimetik, dapat mengaktifkan α dan β-reseptor.
4. Tiramin dan efedrin, dapat mengganti norepinefrin dari mobile pool I
sitoplasma, menghasilkan efek simpatomimetik.
5. Pirogalol, katekol dan4-metiltropolon, dapat menghambat enzim katekol-
o-metiltransferase (COMT).
 Sistem saraf menghasilkan 2 tipe respons, yaitu:
a. Respon α-adrenergik, secara umum dapat menimbulkan rangsangan atau
vasokonstriksi otot polos, tetapi kemungkinan juga menimbulkan respons
penghambatan, seperti relaksasi otot polos usus.
b. Respon β-adrenergik, secara umum dapat menimbulkan respons
penghambatan, seperti relaksasi otot polos dan vasodilatasi otot rangka,
tetapi kemungkinan juga menimbulkan rangsangan, seperti meningkatkan
konstraksi dan kecepatan jantung
II.2 HUBUNGAN STRUKTUR DAN AKTIVITAS
 Struktur yang diperlukan untuk memberikan aktivitas agonis pada reseptor
adrenergik adalah sebagai berikut :
a. Struktur induk feniletilamin.
b. Substituen 3 hidroksi fenolat pada cincin atau yang lebih baik adalah
substituen 3,4 dihidroksi fenolat pada cincin.
5

c. Gugus α-hidroksi alifatik mempunyai stereokimia yang sebidang dengan


gugus hidroksi fenolat.
d. Substituen yang kecil (R’=H,CH3, atau C2H5) dapat dimasukkan dalam
atom C tanpa mempengaruhi aktivitas agonis.
e. Atom N paling sedikit mempunyai satu atom hidrogen (R=H atau gugus
alkil)
 Reseptor yang terlibat dalam respon saraf adrenergik adalah reseptor α-
adrenergik dan reseptor β-adrenergik.
a. Gugus hidroksi fenolat membantu interaksi obat dengan sisi reseptor β-
adrenergik melalui ikatan hidrogen atau kekuatan elektrostatik. Hilangnya
gugus ini menyebabkan menurunnya aktivitas β-adrenergik, tetapi tidak
mempengaruhi aktivitas α-adrenergik.
b. Gugus hidroksi alkohol dalam bentuk isomer (-) dapat mengikat reseptor
secara serasi melalui ikatan hidrogen atau kekuatan elektrostatik. Atom C-
β seri feniletilamin yang dapat membentuk karbokation juga menunjang
interaksi obat reseptor.
c. Adanya gugus amino juga penting terutama untuk aktivitas α-adrenergik,
karena dalam bentuk kationik dapat berinteraksi dengan gugus fosfat
reseptor yang bersifat anionik. Penggantian gugus amino dengan gugus –
OCH3 akan menghilangkan aktivitas adrenergik.
d. Adanya substituen gugus alkil yang besar pada atom N akan meningkatkan
afinitas senyawa terhadap β-reseptor dan menurunkan afinitasnya terhadap
α-reseptor.
e. Peran R-stereoselektivitas terlihat lebih besar pada β-reseptor. β-agonis
dan β-antagonis mempunyai struktur mirip seperti yang terlihat pada
struktur isoproterenol, tipe perangsang β-adrenergik, dan propanolol, tipe
pemblok adrenergik.
 Molekul senyawa adrenomimetik bersifat lentur dan dapat membentuk
konformasi cis dan trans. Penelitian dengan analog dopamin menunjukkan
bahwa bentuk konformasi trans yang memanjang berinteraksi lebih baik
dengan reseptor dan -adrenergik dibanding bentuk konformasi cis yang
tertutup.
6

 Hubungan struktur dan aktivitas senyawa α-agonis didapatkan bahwa :


a. Pemasukan gugus metil pada atom C-α rangka feniletilamin akan
meningkatkan selektivitas terhadap.
b. Penghilangan gugus 4-OH dari cincin aromatik, secara drastis meningkatkan
selektivitas terhadap α1-reseptor.
c. Penghilangan gugus 3-OH dari cincin aromatik, pada banyak kasus dapat
meningkatkan selektivitas terhadap
d. Semua turunan imidazolin menunjukkan selektivitas yang lebih baik terhadap α2
–reseptor dan aktivitasnya akan lebih besar bila ada substituen pada posisi 2 dan 6
cincin aromatik.
 Obat adrenergik, yang juga sebagai amin simpatomimetik, mempunyai
struktur dasar β-feniletilamin, yang terdiri dari inti aromatis berupa cincin
benzen dan bagian alifatis berupa etilamin. Substitusi dapat dilakukan
pada cincin benzen maupun pada atom C-α, atom C-β, dan gugus amino
dari etilamin.
1. Substitusi pada cincin benzen dan pada atom C-β.
a. Amin simpatomimetik dengan substitusi gugus OH pada posisi 3
dan 4 cincin benzen disebut katekolamin (o-dihidroksibenzen
disebut katekol). Sebstitusi pada gugus OH yang polar pada cincin
benzen atau pada atom C-β mengurangi kelarutan obat dalam
lemak dan memberikan aktivitas untuk bekerja langsung pada
reseptor adrenergik di perifer. Karena itu, obat adrenergik yang
tidak mempunyai gugus OH pada cincin benzen maupun pada
atom C-β (misalnya amfetamin, metamfetamin) mudah menembus
sawar darah otak sehingga menimbulkan efek sentral yang kuat.
Disamping itu, obat-obat ini kehilangan aktivitas perifernya yang
langsung, sehingga kerjanya praktis hanya secara tidak langsung.
b. Katekolamin dengan gugus OH pada C-β (misalnya epinefrin,
norepinefrin dan isoprenalin) sukar sekali masuk SSP sehingga
efek sentralnya minimal. Obat-obat ini bekerja secara langsung dan
menimbulkan efek perifer yang maksimal.
7

c. Amin simpatomimetik dengan 2 gugus OH, pada posisi 3 dan 4


(misalnya dopamin dan dobutamin) atau pada posisi 3 dan C-β
(misalnya fenilefrin, metaramirol) juga sukar masuk SSP.
d. Obat dengan 1 gugus OH, pada C-β (misalnya efedrin,
fenilpropanolamin) atau pada cincin benzen (misalnya
hidroksiamfetamin) mempunyai efek sentral yang lebih lemah
daripada efek sentral amfetamin (hidroksiamfetamin hampir tidak
mempunyai efek sentral).
e. Gugus OH pada posisi 3 dan 5 bersama gugus OH pada C-β dan
substitusi yang besar pada gugus amino memberikan selektivitas
reseptor β2.
f. Katekolamin tidak efektif pada pemberian oral dan masa kerjanya
singkat karena merupakan substrat enzim COMT (katekol-O-
metiltransferase) yang banyak terdapat pada dinding usus dan hati;
enzim ini mengubahnya menjadi derivat 3-metoksi yang tidak
aktif.
g. Tidak ada atau hanya satu substitusi OH pada cincin benzen, atau
gugus OH pada posisi 3 dan 5 meningkatkan efektivitas oral dan
memperpanjang masa kerja obat, misalnya efedrin dan terbutalin.
2. Substitusi pada atom C-α.
a. Menghambat oksidasi amin simpatomimetik oleh enzim monoamin
oksidase (MAO) menjadi mandelat yang tidak aktif.
b. Meningkatkan efektivitas oral dan memperpanjang masa kerja
amin simpatomimetik yang tidak mempunyai substitusi 3-OH pada
inti benzen (misalnya efedrin, amfetamin), tetapi tdak
memperpanjang masa kerja amin simpatomimetik yang
mempunyai substitusi 3-OH (misalnya etil-norepinefrin).
3. Substitusi pada gugus amino.
a. Makin besar gugus alkil pada atom N, makin kuat aktivitas β,
seperti terlihat pada Isoprenalin > epinefrin > norepinefrin.
b. Makin kecil gugus alkil pada atom N, makin kuat aktivitas α,
dengan gugusmetil memberikan aktivitas yang paling kuat,
8

sehingga urutan aktivitas α: epinefrin >> norepinefrin >


isoprenalin.
4. Isomeri optik.
a. Substitusi yang bersifat levorotatory pada atom C-β disertai
aktivitas perifer yang lebih kuat. Dengan demikian, L-epinefrin dan
L-norepinefrin mempunyai efek perifer > 10 kali lebih kuat
daripada isomer dekstonya.
b. Substitusi yang bersifat dextrorotatory pada atom C-α
menyebabkan efek sentral yang lebih kuat, misalnya d-amfetamin
mempunyai efek sentral lebih kuat daripada L-amfetamin.
II.3 PENGGOLONGAN BERDASARKAN MEKANISME KERJA
Berdasarkan mekanisme kerjanya senyawa adrenergik dibagi menjadi 3
kelompok yaitu adrenomimetik yang bekerja langsung, yang bekerja tidak
langsung dan yang bekerja campuran
1. Adrenomimetik yang bekerja langsung
Golongan ini bekerja secara langsung, yaitu membentuk kompleks dengan
reseptor khas. Adrenomimetik yang bekerja langsung mempunyai
gambaran struktur sebagai berikut :
a. Sistem cincin aromatik yang mempunyai 6 atom.
b. Atom N pada rantai samping etilamin yang bermuatan positif pada pH
fisiologis.
c. Perluasan rantai samping etilamin selalu berorientasi tegak lurus
dengan sistem cincin aromatik.
d. Gugus hidrofil dan hidrofob pada sisi molekul, sebagai konsekuensi
dari gugus β-hidroksi berorientasi pada sisi yang sama (cis) dengan
gugus meta-hidroksi fenolat cincin aromatik.
e. Atom C-β pada konfigurasi R-mutlak.
Struktur umum: HO
OH
α
HO CH-CH-
β
NH-R2

R1
9

2. Adrenomimetik yang bekerja tidak langsung


Kelompok adrenomimetik ini bekerja dengan melepaskan katekolamin,
terutama norepinefrin, dari granul-granul penyimpanan di ujung saraf
simpatetik atau menghambat pemasukan norepinefrin pada membran saraf.
Struktur umum: R
α
CH-CH-NH-R’
β
CH3
HSA :
a. Mempunyai gugus fenil, yang kemungkinan dapat diganti dengan
gugus aromatik lain atau gugus alkil dan sikloalkil.
b. Tidak mempunyai gugus hidroksi fenolat pada posisi 3 dan 4. Hal ini
dapat meningkatkan absorbsi obat pada pemberian secara oral dan
meningkatkan penetrasi obat dalam SSP.
10

c. Gugus hidroksi benzil atau β-hidroksialkohol, mungkin ada atau tidak.


Obat yang tidak mengandung gugus hidroksi alkohol bersifat kurang
polar sehingga lebih mudah menembus sawar darah otak.
d. Kemungkinan mengandung gugus metil pada Cα yang dapat
meningkatkan aktivitas pada pemberian secara karena menimbulkan
efek halangan ruang terhadap gugus amin.
e. Gugus nitrogen amino kemungkinan amin primer atau sekunder atau
dapat pula merupakan suatu bagian dari cincin heterosiklik.
Struktur senyawa adrenomimetik yang bekerja tidak langsung:

3. Adrenomimetik yang bekerja campuran


Adrenomimetik yang bekera campuran dapat menimbulkan efek melalui
pengaktifan adrenoseptor dan melepaskan katekolamin dari tempat
penyimpanan atau menghambat pemasukan katekolamin.
11

Contoh: efedrin, fenilpropanolamin, metaraminol dan oktopamin.


Tabel 1. Lokasi adrenoseptor dan respons yang ditimbulkannya

Sel, organ dan sistem Tipe Respons yang ditimbulkan


yang dipengaruhi adrenoseptor
Jantung β1 > β 2 Meningkatkan automatisitas
β1 Meningkatkan kecepata konduksi
β1 Meningkatkan ekstabilitas
β1 Meningkatkan kekuatan kontraksi
Saluran darah Α Kontriksi arteri dan vena
β1 Dilatasi arteri koroner
β2 Dilatasi dari kebanyakan arteri
Paru α Bronkokontriksi
β2 > β 1 Bronkodilatasi
Otot rangka β2 Meningkatkan kekuatan dan
memperpanjang kontraksi dari otot yang
berkontraksi cepat
Menurunkan kekuatan dan lama
kontraksi dari otot yang berkontraksi
lambat
Otot polos
- Uterus β2 Relaksasi
- Mata α Midriasis
- Usus β1 Relaksasi
Sel mast Α Memperbesar pelapasan mediator
β anafilaksis
Menghambat pelepasan mediator
anafilaksis
Platelet α2, β Meningkatkan agregasi
Metabolisme
- Glukoneogenesis α Meningkatkan
α (hati) Meningkatkan
- Glikogenolisis β1 (jantung) Meningkatkan
β2 (otot Meningkatkan
- Lipolisis (adiposit rangka) Meningkatkan
putih) β1 Meningkatkan
- Kalorigenesis (adiposit β1
coklat)
Sekresi hormon
- Glukogon β2 Meningkatkan
- Insulin α Menghambat
β2 Meningkatkan
- Paratiroid β Meningkatkan
- Renin β1 Meningkatkan
Pelepas neurotransmitter
- Asetilkolin α Memudahkan (penghubung saraf otot
- Noradrenalin rangka)
α2 Menghambat (simpatetik dari ganglia
β (? β2) dan usus)
Menghambat
Memudahkan
12

II.4 PENGGOLONGAN BERDASARKAN EFEK FARMAKOLOGIS


1. Vasopresor
Vasopresor digunakan untuk pengobatan syok, dengan cara
mengembangkan jaringan perfusi. Contoh: dobutamin HCl, isoproterenol
HCl, metaraminol bitartrat, fenilefrin HCl dan norepinefrin bitartrat.
2. Bronkodilator
Beberapa senyawa yang mengaktikan β-reseptor, mempunyai kekhasan
tinggi terhadap β2-reseptor, dapat menyebabkan relaksasi otot polos bronki
sehingga digunakan sebaai bronkodilator. Contoh: albuterol sulfat,
terbutalin sulfat, klenbuterol, metaproterenol sulfat, fenoterol HBr,
heksoprenalin sulfat, prokaterol HCL, efedrin, pseudoefedrin, epinefrin
dan metoksifenamin.
3. Dekongestan
Senyawa adrenomimetik tertentu dapat merangsang α-reseptor pada otot
polos vaskular, menyebabkan vasokontriksi arteriola pada mukosa hidung
dan mengurangi aliran darah pada daerah yang bengkak. Contoh: efedrin
HCl, epinefrin, nafazolin HCl dan tetrahidrozolin HCl.
Beberapa senyawa dapat digunakan setempat sebagai dekongestan mata
karena menimbulkan efek vasokontriksi, midriasis dan menurunkan
tekanan dalam mata. Biasanya digunakan untuk mengontrol perdarahan
selama operasi mata, pengobatan beberapa penyakit mata dan untuk
membuat mata menjadi jernih. Contoh: dipiverin HCl, efedrin sulfat,
epinefrin HCl, fenilefrin HCl, nafazolin HCl dan tetrahidrozolin HCl.
4. Midriatik
Efek midriasis dari senyawa adrenomimetik timbul karena dapat
menyebabkan kontraksi otot pelebar pupil mata. Midriatik yang bekerja
secara langsung pada α-reseptor adalah epinefrin dan fenilefrin, sedangkan
metoksiamfetamin bekerja secara tidak langsung dengan melepaskan
norepinefrin dari tempat penyimpanan intraneuronal.
13

BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
1. Senyawa adrenergik adalah senyawa yang dapat menghasilkan efek serupa
dengan respons akibat rangsangan pada sistem saraf adrenergik. Disebut
juga dengan nama adrenomimetik, perangsang adrenergik,
simpatomimetik atau perangsang simpatetik. Sistem saraf adrenergik
adalah cabang sistem saraf otonom dan mempunyai neurotransmitter yaitu
norepinefrin.
2. Jenis golongan obat agonis adrenergik antara lain ; epinefrin,
norepinefrin, pelinefrin, obat yang berargonis  seperti
dextemetodine, efedrin, dan sebagainya. Sedangkan golongan obat
antagonis adrenergik antara lain; fentolamin, labetalol, esmolol,
propanolol, dan sebagainya.
III.2 Saran
Demikian makalah yang kami buat kelompok 1 (satu) dengan materi
penyakit adrenergik, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila ada
saran dan kritik yang ingin di sampaikan, silahkan disampaikan. Apabila
ada terdapat kesalahan mohon dapat memaafkan dan memakluminya.
14

DAFTAR PUSTAKA

Ganiswara, Sulistia G(Ed), 1995, Farmakkologi dan Terapi, Edisi 4, Fakultas


Kedokteran UI, Jakarta.

Morgan G. Edward,Jr, MD; Clinical Anesthesiolgy; 4th ed. New york: The
Mc Graw-Hill, 2006: chapter 12.

Salma, 2011, http://salmalovejemy. blogspot.sg /2011/10/farmakologiadrenergik.


html. Diakses pada tanggal 1 november 2014

Siswandono, Soekardjo, B, 2008, Kimia Medisinal, Jilid 2, Airlangga University


Press, Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai