Anda di halaman 1dari 21

HKSA OBAT SISTEM

SYARAF ADRENERGIK
TUGAS KIMIA MEDISINAL KELOMPOK 8
NAMA ANGGOTA
KELOMPOK :
LUTFIAH JULIA SANTI (051191044)

NOVIA ISNAYANTI (051191045)

SAFFRA TAHTANIA P. (051191046)

SISKA ANANDA PUTRI (051191047)

LITA MARIA (051191045)

Sumber: Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit


Definisi
Penghambat Adrenergik merupakan sekelompok senyawa yang bekerja
menghambat saraf adrenergik. Golongan obat ini dibagi menjadi antagonis
adrenergik reseptor (adrenoseptor) dan penghambat saraf adrenergik.
Antagonis adrenoseptor sering juga dikenal dengan nama adrenoseptor
bloker, mekanisme kerjanya adalah berkompetisi dengan neurotransmiter
adrenergik menduduki reseptornya sehingga terjadi hambatan impul saraf
yang diperantarai oleh neurotransminter adrenergik sehingga organ efektor
yang dipersarafinya efeknya menjadi berkurang, kita ketahui bahwa reseptor
adrenergik terdiri dari reseptor α1, α2, β1, β2 ,β3.
Sumber: Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
Lanjutan…
Reseptor adrenergik 3 (β3-AR) adalah protein transmembran yang termasuk
dalam superfamili reseptor berpasangan protein G. Ada tiga subtipe reseptor
adrenergik. Reseptor adrenergik 1 terutama terletak di sistem kardiovaskular, di
mana ia adalah target penghambat selektif seperti atenolol atau bisoprolol,
yang digunakan untuk pengobatan hipertensi. Reseptor adrenergik 2 terutama
terletak di otot polos, di mana aktivasinya oleh agonis seperti salbutamol atau
salmeterol memungkinkan pengobatan asma. Di sisi lain, 3-AR didistribusikan
secara luas di tubuh manusia. Itu ada di otak, sistem kardiovaskular, usus besar,
kandung kemih, dan jaringan adiposa. Oleh karena itu, bisa menjadi target
terapi untuk pengobatan penyakit seperti depresi, hipertensi, gagal jantung dll.
Sumber: Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
Kerja obat adrenergik dapat dibagi dalam 7 jenis yaitu:
1. Perangsangan perifer terhadap otot polos pembuluh darah kulit dan mukosa,
dan terhadap kelenjar liur dan keringat.
2. Penghambatan perifer terhadap otot polos usus, bronkus, dan pembuluh
darah otot rangka.
3. Perangsangan jantung, dengan akibat peningkatan denyut jantung dan
kekuatan kontraksi.
4. Perangsangan SSP, misalnya perangsangan pernafasan, peningkatan
kewaspadaan, aktifitas psikomotor, pengurangan nafsu makan.
5. Efek metabolik, misalnya peningkatan glikogenolisis di hati dan otot, lipolisis
lemak dan pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak.
Sumber: Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
6. Efek endokrin, misalnya mempengaruhi sekresi insulin, renin dan hormon
hipofisis.
7. Efek prasinaptik, dengan akibat hambatan atau peningkatan pelepasan
neurotransmitter NE dan Ach.
Obat adrenergik terbagi menjadi dua, kerja langsung dan kerja tidak
langsung. Obat adrenergik kerja langsung bekerja secara langsung pada
reseptor adrenergik di membran sel efektor. Obat adrenergik kerja tidak
langsung menimbulkan efek adrenergik melalui pelepasan NE yang tersimpan
dalam ujung saraf adrenergik.
Reseptor adrenergik dibagi pada dua kategori umum: α dan β. Yang masing
masingnya telah dibagi lebih lanjut menjadi dua subtipe: α1 dan α2. β1, β2 dan
β2.
Sumber: Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
Reseptor α telah dibagi lebih lanjut menggunakan teknik kloning molekul
menjadi α1A, α1B, α1D, α2A, α2B, α2C.Reseptor a-adrenergik ditemukan
memiliki hubungan penting dalam regulasi fisiologis proses bersama dengan
sistem kardiovaskular (Oatesdan Brown, 2001; Dor, 2010).
Senyawa adrenergik disebut juga dengan adrenomimetik adalah senyawa
yang dapat menghasilkan efek serupa dengan respon akibat rangsangan pada
sistem saraf adrenergik. Sistem saraf adrenergik adalah cabang sistem saraf
otonom dan mempunyai neurotransmitter yaitu norepinefrin. Obat adrenergik
beraksi pada sel efektor melalui adrenoreseptor yang normalnya diaktifkan oleh
norepinefrin atau beraksi pada neuron yang melepaskan neurotransmitter
(Lemke, 2008).
Sumber: Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
Hubungan Kuantitatif Struktur Aktivitas
Dalam Golongan Adrenergik
Struktur yang diperlukan untuk memberikan aktivitas agonis pada
reseptor adrenergik adalah sebagai berikut :
a). Struktur induk feniletilamin.
b). Substituen 3 hidroksi fenolat pada cincin atau yang lebih baik adalah
substituen 3,4 dihidroksi fenolat pada cincin.
c). Gugus α-hidroksi alifatik mempunyai stereokimia yang sebidang dengan
gugus hidroksi fenolat.
d). Substituen yang kecil (R’=H,CH3, atau C2H5) dapat dimasukkan dalam
atom C tanpa mempengaruhi aktivitas agonis.
Sumber: Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
e). Atom N paling sedikit mempunyai satu atom hidrogen (R=H atau gugus
alkil)
Reseptor yang terlibat dalam respon saraf adrenergik adalah reseptor
α-adrenergik dan reseptor β-adrenergik.
a). Gugus hidroksi fenolat membantu interaksi obat dengan sisi reseptor β-
adrenergik melalui ikatan hidrogen atau kekuatan elektrostatik.
b). Gugus hidroksi alkohol dalam bentuk isomer (-) dapat mengikat reseptor
secara serasi melalui ikatan hidrogen atau kekuatan elektrostatik.
c). Adanya gugus amino juga penting terutama untuk aktivitas α-adrenergik,
karena dalam bentuk kationik dapat berinteraksi dengan gugus fosfat reseptor
yang bersifat anionik.
Sumber: Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
d). Adanya substituen gugus alkil yang besar pada atom N akan meningkatkan
afinitas senyawa terhadap β-reseptor dan menurunkan afinitasnya terhadap
α- reseptor.
e). Peran R-stereoselektivitas terlihat lebih besar pada β-reseptor. β-agonis dan
β-antagonis mempunyai struktur mirip seperti yang terlihat pada struktur
isoproterenol, tipe perangsang β-adrenergik, dan propanolol, tipe pemblok
adrenergik.
Hubungan sturktur dan aktivitas senyawa a-agonis disapakan bahwa :
a). Pemasukan gugus metil pada atom C-α rangka feniletilamin akan
meningkatkan selektivitas
b). Penghilangan gugus 4-OH dari cincin aromatik, secara drastis
meningkatkan selektivitas terhadap α1-reseptor. Sumber: Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
c). Penghilangan gugus 3-OH dari cincin aromatik, pada banyak kasus dapat
meningkatkan selektivitasterhadap
d. Semua turunan imidazolin menunjukkan selektivitas yang lebih baik
terhadap α2 – reseptor dan aktivitasnya akan lebih besar bila ada substituen
pada posisi 2 dan 6 cincin aromatik.

Obat adrenergik, yang juga sebagai amin simpatomimetik, mempunyai


struktur dasar β-feniletilamin, yang terdiri dari inti aromatis berupa cincin
benzen dan bagian alifatis berupa etilamin. Substitusi dapat dilakukan pada
cincin benzen maupun pada atom C-α, atom C-β, dan gugus amino dari
etilamin yaitu;

Sumber: Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit


1. Substitusi pada cincin benzen dan pada atom C-β.
~ Amin simpatomimetik dengan substitusi gugus OH pada posisi 3 dan 4 cincin
benzen
~ Katekolamin dengan gugus OH pada C-β (misalnya epinefrin,)
~ Amin simpatomimetik dengan 2 gugus OH
~ Obat dengan 1 gugus OH, pada C-β (misalnya efedrin, fenilpropanolamin)
atau pada cincin benzen (misalnya hidroksiamfetamin).
~ Gugus OH pada posisi 3 dan 5 bersamagugus OH pada C-β dan substitusi
yang besar pada gugus amino memberikan selektivitas reseptor β2.
~ Tidak ada atau hanya satu substitusi OH pada cincin benzen, atau gugus OH
pada posisi 3 dan 5 meningkatkan efektivitas oral dan memperpanjang masa
kerja obat, misalnya efedrin dan terbutaline.
Sumber: Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
~ Katekolamin tidak efektif pada pemberian oral dan masa kerjanya singkat.
2. Substitusi pada atom C-α.
~ Menghambat​oksidasi amin simpatomimetik​oleh​enzim monoamine oksidase
(MAO) menjadi mandelat yang tidak aktif.
~ Meningkatkan efektivitas oral dan memperpanjang masa kerja amin
simpatomimetik yang tidak mempunyai substitusi 3-OH pada inti benzen
(misalnya efedrin, amfetamin), tetapi tdak memperpanjang masa kerja amin
simpatomimetik yang mempunyai substitusi 3-OH (misalnya etil-
norepinefrin).
3. Substitusi pada gugus amino.
~ Makin besar gugus alkil pada atom N, makin kuat aktivitas β.
~ Makin kecil gugus alkil pada atom N, makin kuat aktivitas α.
Sumber: Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
4. Isomerik optik
~ Substitusi yang bersifat levorotatory pada atom C-β disertai aktivitas perifer
yang lebih kuat
~ Substitusi yang bersifat dextrorotatory pada atom C-α menyebabkan efek
sentral yang lebih kuat, misalnya d-amfetamin mempunyai efek sentral lebih
kuat daripada L-a.

Sumber: Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit


Contoh obat-obat yang bekerja sebagai
~ α1-R agonis (efedrin, pseudoeferin, phenylephrine)
> Vasokonstriksi perifer
> Obat dekongestan
~ α2-R agonis (klonidin)
> Memblok pelepasan norepinefrin dari ujung sinaptik
> Menghambat aksi saraf
> Simpatik antihipertensi
~ α2-R agonis (klonidin)
> Bekerja mengaktivasi Gs
> Mengaktivasi jalur cAMP
> Efeknya adalah relaksasi bronkus -bronkodilator
Sumber: Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
Kesimpulan
Obat adrenergik terbagi menjadi dua, kerja langsung dan kerja tidak
langsung, obat adrenergik kerja langsung bekerja secara langsung pada reseptor
adrenergik di membran sel efektor. Obat adrenergik kerja tidak langsung
menimbulkan efek adrenergik melalui pelepasan NE yang tersimpan dalam
ujung saraf adrenergik. Reseptor adrenergik dibagi pada dua kategori umum: α
dan β. Reseptor yang terlibat dalam respon saraf adrenergik adalah reseptor α-
adrenergik dan reseptor β-adrenergik. Penghambat adrenergik merupakan
sekelompok senyawa yang bekerja menghambat saraf adrenergik.

Sumber: Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit


Lanjutan…
Golongan obat ini dibagi menjadi antagonis adrenergik reseptor
(adrenoseptor bloker) dan penghambat saraf adrenergik. Senyawa adrenergik
disebut juga dengan adrenomimetik, senyawa yang dapat menghasilkan efek
serupa dengan respon akibat rangsangan pada sistem saraf adrenergik. Sistem
saraf adrenergik adalah cabang sistem saraf otonom dan mempunyai
neurotransmitter yaitu norepinefrin. Obat adrenergik beraksi pada sel efektor
melalui adrenoreseptor yang normalnya diaktifkan oleh norepinefrin atau
beraksi pada neuron yang melepaskan neurotransmitter.

Sumber: Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit


Daftar Pustaka
Lorca, Marcos, dkk. 2018. “Structure-Activity Relationships Based on
3D-QSAR CoMFA/CoMSIA and Design of Aryloxypropanol-Amine
Agonists with Selectivity for the Human β3-Adrenergic Receptor and
Anti-Obesity and Anti-Diabetic Profiles”. Jurnal Molecules. Edisi No 1
Volume 3. Halaman 2-21.

Jain, Anuja., dkk.2012. “Global QSAR Modeling of LogP Values of


Phenethylamines Acting asAdrenergic Alpha-1 Receptor Agonists.
Interdiscip Sci Comput Life Sci”. Edisi No 5(2013). Halaman 150–151

Sumber: Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit


Nicholls, Antony et al., 2010. “Molecular Shape and Medicinal Chemistry
: a perspective”. Journal Med Chem . Edisi No 53. Halaman 3862-3886.

Ruffly. 2009. Conceptual Medicinal Chemistry Adrenergic and Anti-


Adrenergic Drugs. Serial online. ( cited 2011 November 7).

Siswandono dan Bambang Soekardjo. 2008. Kimia Medisinal 2.


Surabaya : Airlangga University Press.

Sumber: Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit


Jobdesk
Lutfiah Julia Santi (051191044) : Jenis Kerja Obat

Novia Isnayanti (051191045) : Definisi (Tinjauan Pustaka)

Saffra Tahtania P. (051191046) : HKSA dalam golongan adrenergik

Siska Ananda Puti (051191047) : Kesimpulan

Lita Maria (051191048) : Membuat PPT

Sumber: Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit


TERIMA KASIH

Sumber: Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit

Anda mungkin juga menyukai