Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MAKALAH FARMAKOLOGI MOLEKULER

RESEPTOR ADRENERGIK

OLEH :

NAMA : LA ODE MUH. JERNI (F1F1 13 027)


MUHAMAD ERWIN (F1F1 13 032)

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2015

1
A. ADRENERGIK
Struktur umum:
HO OH

HO CH-CH-NH-R

Senyawa adrenergik adalah senyawa yang dapat menghasilkan efek serupa dengan
respons akibat rangsangan pada sistem saraf adrenergik. Disebut juga dengan nama
adrenomimetik, perangsang adrenergik, simpatomimetik atau perangsang simpatetik.
Sistem saraf adrenergik adalah cabang sistem saraf otonom dan mempunyai
neurotransmitter yaitu norepinefrin.
Sintesis Epinefrin

2
PENERTIAN RESEPTOR ADRENERGIK

Reseptor adrenergik merupakan reseptor yang memperantarai berbagai aksi saraf


simpatik (flight, fright or figt responses) yang peliputi :

1. Pelepasan energi dari glukosa


2. Denyut jantung
3. Dilatasi saluran pernapasan
4. Pengaturan sirkulasi perifer
Pada kondisi normal (tanpa stres), resepto ini berperan dalam berperan dalam berbagai
sistem dalam tubuh yang merupakan reseptor bagi neurotransmiter golongan
katekolamin

Reseptor Norepinephrine

Reseptor norepinephrine adalah reseptor adrenergik / adrenoreseptor.

Reseptor adrenergik dibagi menjadi:

1. Reseptor alfa adrenergik, dibagi menjadi 2 :

1) alfa-1 adrenergik

3
menyebabkan vasokonstriksi pada pembuluh darah, saluran gastrointestinal, vasodilatasi
otot bronkus (efeknya lebih kecil dibanding beta-2)

2) alfa-2 adrenergik

inhibisi pelepasan insulin, induksi pelepasan glukagon, kontraksi spincher pada gastro
intestinal

2. Reseptor beta adrenergik, dibagi menjadi 3:

1.) beta 1 : terdapat di jantung

menaikkan heart rate (jumlah denyut jantung per unit waktu), menaikkan kontraksi
jantung

2.) beta 2: terdapat di pembuluh darah, otot polos skeletal, otot polos bronkus

relaksasi otot polos di gastro intestinal dan bronkus, dilatasi arteri, glukoneogenesis

3.) beta 3: terdapat di jaringan adiposa

Biosintesis norepinefrin

1. Tyrosine

Asam amino Tyrsine memasuk sel syaraf secara transport aktif. Tyrosine mengalami
hidroksilasi dengan bantuan Tyrosine hydroxylase menjadi L-DOPA di sitosol sel syaraf

2. DOPA

4
DOPA mengalami dekarboksilasi menjadi DOPAMINE dengan bantuan L-amino acid
decarboxylase

3. DOPAMINE

Dopamine dioksidasi oleh dopamine--hydroxylase (hanya terdapat di vesikel) menjadi


Norepinephrine dengan kofaktor askorbat

Efek samping senyawa adrenergik sangat bervariasi:


1. Sebagai vasopresor dan bronkodilator dapat menyebabkan sakit kepala, kecemasan,
tremor, lemah dan palpitasi.
2. Sebagai dekongestan hidung yang digunakan secara local dapat menyebabkan rasa
pedih, terbakar atau kekeringan mukosa.
3. Sebagai obat mata setempat menyebabkan iritasi, penglihatan kabur, hyperemia
dan alergi konjungtivitas.
4. Kelebihan dosis dapat menyebabkan kejang, aritmia jantung, dan perdarahan otak,
sedang padapenggunaan jangka panjang menimbulkan hipertropi jaringan.
Efek adrenomimetik dapat ditimbulkan oleh penggunaan obat-obat berikut:
1. Penghambat monoamin oksidase (MAO), dapat menurunkan metabolisme
norepinefrin bebas dan menyebabkakn penumpukan norepinefrin di otak dan
jaringan lain. Contoh: pargilin dan tranilsipromin.
2. Kokain, desipramin, imipramin, klorfeniramin dan klorpromazin, dapat memblok
transport aktif dari cairan luar sel ke mobie pool I sitoplasma, menghambat
pemasukan norepinefrin pada membran akson presinaptik, sehingga senyawa tetap
aktif.
3. Senyawa adrenomimetik, dapat mengaktifkan dan -reseptor.
4. Tiramin dan efedrin, dapat mengganti norepinefrin dai mobile pool I sitoplasma,
menghasilkan efek simpatomimetik.
5. Pirogalol, katekol dan4-metiltropolon, dapat menghambat enzim katekol-o-
metiltransferase (COMT).
Sistem saraf menghasilkan 2 tipe respons, yaitu:
a. Respon -adrenergik, secara umum dapat menimbulkan rangsangan atau
vasokonstriksi otot polos, tetapi kemungkinan juga menimbulkan respons
penghambatan, seperti relaksasi otot polos usus.
b. Respon -adrenergik, secara umum dapat menimbulkan respons penghambatan,
seperti relaksasi otot polos dan vasodilatasi otoy rangka, tetapi kemungkinan juga
menimbulkan rangsangan, seperti meningkatkan konstraksi dan kecepatan jantung.

5
Antagonis Reseptor dan adrenergik

Antagonis Reseptor dan adrenergik dapat mencegah terjadinya interaksi antara


neurotransmiter norepinephrine endogen atau simpatomimetik dengan reseptor
adrenergik. Gangguan pada fungsi normal reseptor adrenergik dapat menurunkan
mekanisme hemostatik sistem saraf simpatetik sehingga menimbulkan suatu respon
farmakologis tertentu

1R : di pembuluh darah di kulit dan


sistem pencernaan, kandung kemih,
pada responsflight or fight terjadi
penurunan aliran darah pada organ
ini orang takut jadi pucat
1R: terutama terdapat pada otot
Jantung meningkatkan kekuatan
dan frekuensi denyut jantung,
2R: terdapat pada ujung saraf
presinaptik autoreseptor
2R: bronkus, arteriol pada otot
rangka, otot polos relaksasi
bronkus

B. HUBUNGAN STRUKTUR DAN AKTIVITAS


Struktur yang diperlukan untuk memberikan aktivitas agonis pada reseptor
adrenergik adalah sebagai berikut :
a. Struktur induk feniletilamin.
b. Substituen 3 hidroksi fenolat pada cincin atau yang lebih baik adalah substituen
3,4 dihidroksi fenolat pada cincin.
c. Gugus -hidroksi alifatik mempunyai stereokimia yang sebidang dengan gugus
hidroksi fenolat.
d. Substituen yang kecil (R=H,CH3, atau C2H5) dapat dimasukkan dalam atom C
tanpa mempengaruhi aktivitas agonis.

6
e. Atom N paling sedikit mempunyai satu atom hidrogen (R=H atau gugus alkil)
Reseptor yang terlibat dalam respon saraf adrenergik adalah reseptor -adrenergik
dan reseptor -adrenergik.
a. Gugus hidroksi fenolat membantu interaksi obat dengan sisi reseptor -
adrenergik melalui ikatan hidrogen atau kekuatan elektrostatik. Hilangnya
gugus ini menyebabkan menurunnya aktivitas -adrenergik, tetapi tidak
mempengaruhi aktivitas -adrenergik.
b. Gugus hidroksi alkohol dalam bentuk isomer (-) dapat mengikat reseptor secara
serasi melalui ikatan hidrogen atau kekuatan elektrostatik. Atom C- seri
feniletilamin yang dapat membentuk karbokation juga menunjang interaksi
obat reseptor.
c. Adanya gugus amino juga penting terutama untuk aktivitas -adrenergik,
karena dalam bentuk kationik dapat berinteraksi dengan gugus fosfat reseptor
yang bersifat anionik. Penggantian gugus amino dengan gugus OCH 3 akan
menghilangkan aktivitas adrenergik.
d. Adanya substituen gugus alkil yang besar pada atom N akan meningkatkan
afinitas senyawa terhadap -reseptor dan menurunkan afinitasnya terhadap -
reseptor.
e. Peran R-stereoselektivitas terlihat lebih besar pada -reseptor. -agonis dan -
antagonis mempunyai struktur mirip seperti yang terlihat pada struktur
isoproterenol, tipe perangsang -adrenergik, dan propanolol, tipe pemblok
adrenergik.
Molekul senyawa adrenomimetik bersifat lentur dan dapat membentuk konformasi
cis dan trans. Penelitian dengan analog dopamin menunjukkan bahwa bentuk
konformasi trans yang memanjang berinteraksi lebih baik dengan reseptor dan
-adrenergik dibanding bentuk konformasi cis yang tertutup.
Hubungan struktur dan aktivitas senyawa -agonis didapatkan bahwa :
a. Pemasukan gugus metil pada atom C- rangka feniletilamin akan
meningkatkan selektivitas terhadap.
b. Penghilangan gugus 4-OH dari cincin aromatik, secara drastis meningkatkan
selektivitas terhadap 1-reseptor.
c. Penghilangan gugus 3-OH dari cincin aromatik, pada banyak kasus dapat
meningkatkan selektivitas terhadap

7
d. Semua turunan imidazolin menunjukkan selektivitas yang lebih baik terhadap 2
reseptor dan aktivitasnya akan lebih besar bila ada substituen pada posisi 2 dan 6
cincin aromatik.
Obat adrenergik, yang juga sebagai amin simpatomimetik, mempunyai struktur
dasar -feniletilamin, yang terdiri dari inti aromatis berupa cincin benzen dan
bagian alifatis berupa etilamin. Substitusi dapat dilakukan pada cincin benzen
maupun pada atom C-, atom C-, dan gugus amino dari etilamin.
1. Substitusi pada cincin benzen dan pada atom C-.
a. Amin simpatomimetik dengan substitusi gugus OH pada posisi 3 dan 4
cincin benzen disebut katekolamin (o-dihidroksibenzen disebut katekol).
Sebstitusi pada gugus OH yang polar pada cincin benzen atau pada atom C-
mengurangi kelarutan obat dalam lemak dan memberikan aktivitas untuk
bekerja langsung pada reseptor adrenergik di perifer. Karena itu, obat
adrenergik yang tidak mempunyai gugus OH pada cincin benzen maupun
pada atom C- (misalnya amfetamin, metamfetamin) mudah menembus
sawar darah otak sehingga menimbulkan efek sentral yang kuat. Disamping
itu, obat-obat ini kehilangan aktivitas perifernya yang langsung, sehingga
kerjanya praktis hanya secara tidak langsung.
b. Katekolamin dengan gugus OH pada C- (misalnya epinefrin, norepinefrin
dan isoprenalin) sukar sekali masuk SSP sehingga efek sentralnya minimal.
Obat-obat ini bekerja secara langsung dan menimbulkan efek perifer yang
maksimal.
c. Amin simpatomimetik dengan 2 gugus OH, pada posisi 3 dan 4 (misalnya
dopamin dan dobutamin) atau pada posisi 3 dan C- (misalnya fenilefrin,
metaramirol) juga sukar masuk SSP.
d. Obat dengan 1 gugus OH, pada C- (misalnya efedrin, fenilpropanolamin)
atau pada cincin benzen (misalnya hidroksiamfetamin) mempunyai efek
sentral yang lebih lemah daripada efek sentral amfetamin
(hidroksiamfetamin hampir tidak mempunyai efek sentral).
e. Gugus OH pada posisi 3 dan 5 bersama gugus OH pada C- dan substitusi
yang besar pada gugus amino memberikan selektivitas reseptor 2.
f. Katekolamin tidak efektif pada pemberian oral dan masa kerjanya singkat
karena merupakan substrat enzim COMT (katekol-O-metiltransferase) yang
banyak terdapat pada dinding usus dan hati; enzim ini mengubahnya
menjadi derivat 3-metoksi yang tidak aktif.

8
g. Tidak ada atau hanya satu substitusi OH pada cincin benzen, atau gugus OH
pada posisi 3 dan 5 meningkatkan efektivitas oral dan memperpanjang masa
kerja obat, misalnya efedrin dan terbutalin.
2. Substitusi pada atom C-.
a. Menghambat oksidasi amin simpatomimetik oleh enzim monoamin
oksidase (MAO) menjadi mandelat yang tidak aktif.
b. Meningkatkan efektivitas oral dan memperpanjang masa kerja amin
simpatomimetik yang tidak mempunyai substitusi 3-OH pada inti benzen
(misalnya efedrin, amfetamin), tetapi tdak memperpanjang masa kerja amin
simpatomimetik yang mempunyai substitusi 3-OH (misalnya etil-
norepinefrin).
3. Substitusi pada gugus amino.
a. Makin besar gugus alkil pada atom N, makin kuat aktivitas , seperti
terlihat pada Isoprenalin > epinefrin > norepinefrin.
b. Makin kecil gugus alkil pada atom N, makin kuat aktivitas , dengan
gugusmetil memberikan aktivitas yang paling kuat, sehingga urutan
aktivitas : epinefrin >> norepinefrin > isoprenalin.

4. Isomeri optik.
a. Substitusi yang bersifat levorotatory pada atom C- disertai aktivitas perifer
yang lebih kuat. Dengan demikian, L-epinefrin dan L-norepinefrin
mempunyai efek perifer > 10 kali lebih kuat daripada isomer dekstonya.
b. Substitusi yang bersifat dextrorotatory pada atom C- menyebabkan efek
sentral yang lebih kuat, misalnya d-amfetamin mempunyai efek sentral
lebih kuat daripada L-amfetamin.

Contoh obat-obat yang bekerja sebagai agonis reseptor adrenergik


1-R agonis (efedrin,
pseudoeferin, phenylephrine)
vasokonstriksi perifer
obat dekongestan

2-R agonis (klonidin)


memblok pelepasan
norepinefrin dari ujung sinaptik
9
menghambat aksi saraf
simpatik antihipertensi

2-R agonis (salbutamol,


terbutalin) : bekerja
mengaktivasi Gs
mengaktivasi jalur cAMP
efeknya adalah relaksasi
bronkus bronkodilator

Obat obat yang bekerja pada reseptor adrenergik beserta aksi farmakologisnya

Agonis Aksi farmakologi Antagonis Aksi farmakologi

a1 Efedrin, Fasokonstriksi Prazosin Mengurai


pseudofedrin,fenileferin perifer, sebegai vasokonstriksi,
dekongenstal nasal sebagai antihipertensi

10
a2 Klonidin Menghambat Yohindin Vasodilatasi periferr,
pelepasan untuk mengatasi
noropinerfrin, gangguan ereksi pada
antihipertensi sentral pria

b1 Norepinerfin, xamoterol, Vasokonnstriksi, Propanolol, Fasodilatasi, sebagai


denopamin untuk mengatasi atenolol, anti hipertensi
syok alprenolol,
labetolol

b2 Salbutanol, salmeterol Bronkorelaksasi, -- --


formeterol, terbutanil menghambat
peleasan histamin
dari sel nast

Daftar pustaka
Siswandono, Soekardjo, B, 2008, Kimia Medisinal, Jilid 2, Airlangga University Press,
Surabaya.
Ganiswara, Sulistia G(Ed), 1995, Farmakkologi dan Terapi, Edisi 4, Fakultas Kedokteran
UI, Jakarta.

11

Anda mungkin juga menyukai