Oleh :
Ardelia Mithakarina G99172044
Pembimbing :
dr. Paramita Putri H., Sp. An, M. Kes
Agen inotropik telah menjadi dasar untuk resusitasi pada kasus seperti syok
kardiogenik akut dan gagal jantung selama beberapa dekade ini (Francis et al,
2014). Pada keadaan tersebut, terjadi perfusi yang tidak adekuat dalam tubuh
dimana penghantaran oksigen ke jaringan tubuh tidak mencukupi kebutuhan
sehingga menyebabkan penurunan cardiac output dan hipoperfusi jaringan perifer
(Kalcik et al, 2015). Kontraktilitas jantung yang terganggu juga dapat menurunkan
cardiac output (Tariq & Aronow, 2015).
Pada kasus-kasus kegawatdaruratan medis seperti syok kardiogenik
membutuhkan penanganan yang cepat dan tepat. Keterlambatan dan kesalahan
dalam penanganan kasus tersebut dapat berakibat fatal sampai menyebabkan
kematian. Penatalaksanaan syok kardiogenik dan gagal jantung ditujukan untuk
meningkatkan cardiac output, memperbaiki hemodinamik, dna memperbaiki
kinerja jantung dengan mengurangi preload, afterload, meningkatkan kontraktilitas
miokardium, dan menurunkan laju jantung. Penggunaan agen inotropik seperti
dopamin, dobutamin, dan norepinefrin digunakan secara intravena/parenteral untuk
dapat memperbaiki ketidakstabilan hemodinamik dan perfusi secara cepat.
Hemodinamik tubuh diatur oleh dua reseptor yaitu reseptor dopamin dan reseptor
adrenergik. Agen inotropik seperti dopamin dan dobutamin merupakan
katekolamin endogen yang bekerja menstimulasi reseptor adrenergik (beta-1, alfa-
1, dan alfa-2) untuk meningkatkan kontraktilitas miokardium, vasokontriksi
pembuluh darah sehingga tekanan arteri meningkat. Agen inotropik bekerja untuk
meningkatkan hemodinamik tubuh dengan cara meningkatkan kontraktilitas
jantung dan meningkatkan cardiac output (Tariq & Aronow, 2015).
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
AGEN INOTROPIK
Agen inotropik memiliki efek memperbaiki dan meningkatkan kontraktilitas
jantung (Francis et al, 2014). Agen inotropik dibagi menjadi dua yaitu adrenergik
dan nonadrenergik agen inotropik. Agen inotropik adrenergik terdiri atas:
1. DOPAMIN
Dopamin merupakan prekursor langsung pada norepinefrin dalam jalur
sintesis katelolamin dan neurotransmitter endogen dengan beberapa efek klinis
yang penting. Dopamin memiliki dua mekanisme kerja, dapat langsung menuju
ke reseptor dan dapat tidak langsung menuju ke reseptor tetapi mekanismenya
melalui pengeluaran simpanan norepinefrin pada saraf terminal menuju ke
reseptor (Tarvasmaki et al, 2016). Dopamin juga merupakan neurohormon
yang dilepaskan oleh hipotalamus yang berfungsi sebagai hormon untuk
menghambat pelepasan prolaktin dari lobus anterior hipofisis (Francis et al,
2014).
Dopamin merupakan kelompok neurotransmitter katekolamin dengan
jumlah total neuron dopaminergik di otak manusia diperkirakan berjumlah
antara 300.000 sampai dengan 400.000. Dopamin diproduksi di beberapa
daerah di otak, yaitu pada substansia nigra pars compacta, daerah segmental
sentral, dan nucleus arcuatus. Dari substansia nigra dan daerah sgmental sentral
neuron tersebut akan berproyeksi ke daerah mesolimbik, mesokortikal, dan
daerah striatum (Pinzon & Rizaldy, 2007).
METABOLISME
Dopamin disintesis dari tirosin di bagian terminal presinaps untuk
kemudian dilepaskan ke celah sinaps. Langkah pertama sintesis dopamin
adalah proses uptake asam amino L-tyrosine dari aliran darah. Tyrosine akan
dikonversi menjadi 3-4-dihidroxyphenylalanine (L-DOPA) oleh enzim
2
tyrosine hydroxylase, dan kemudian L-DOPA dikonversi menjadi dopamin
oleh enzim dopa decarboxylase. Dopamin disimpan dalam granula-granula di
ujung presinaptik saraf, dan akan dilepaskan apabila ada ransangan. Dopamin
yang dilepaskan dicelah sinaps dapat mengalami satu atau lebih keadaan
berikut :
Mengalami pemecahan oleh enzim COMT/Catechol-O-Methyl-
Transferase atau enzim MAO/Monoamine Oxidase.
Mengalami difusi dari celah sinaps,
Pelepasan di pengaruhi ion kalsium.
Mengaktivasi reseptor pre sinaptik
Mengaktifasi reseptor post sinaptik
Mengalami ambilan kembali (reuptake) ke terminal pre sinaptik (Pinzon
& Rizaldy, 2007).
3
Gambar 1. Sintesis dan pengangkutan dopamin ke dalam vesikel
penyimpanan (Butterworth et al, 2013).
RESEPTOR
4
umpan balik (feedback) negatif yang dapat memodulasi atau menghentikan
pelepasan dopamin pada sinaps tertentu (Pinzon & Rizaldy, 2007).
Reseptor dopamin ada di dua tempat yaitu terdapat di sentral (otak) dan di
perifer. Reseptor dopamin di otak yaitu reseptor D1 terdeteksi di limbik,
hipotalamus, dan thalamus. Reseptor D2 telah ditemukan terutama di striatum,
di tuberkulum penciuman, dalam inti nukleus accumbens (Beaulieu &
Gainetdinov,2011).
5
Gambar 3. Klasifikasi lokasi subtipe reseptor dopamin (Cheung &
Barrington, 1996).
6
Alfa-1
Adenoreseptor pascasinaps yang terletak di otot-otot polos. Miokardium
memiliki reseptor alfa-1 yang memiliki efek inotropik positif,
kemungkinan dapat menimbulkan aritmia yang diinduksi katekolamin.
Efek kardiovaskuler yang ditimbulkan adalah vasokontriksi, yang mana
meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer, afterload ventrikel kiri,
dan tekanan darah arteri.
Alfa-2
Terletak pada presinaps saraf terminal. Aktivasi dari reseptor-reseptor ini
menghambat aktivitas adenylate cyclase sehingga mengurangi masuknya
ion kalsium ke terminal saraf, membatasi ekositosis vesikel penyimpanan
norepinefrin. Otot polos vaskular mengandung reseptor alfa-2 postsinaptik
yang menghasilkan vasokonstriksi. Stimulasi reseptor alfa-2 postsinaps di
sistem saraf pusat menyebabkan sedasi dan mengurangi pengeluaran saraf
simpatis menyebabkan vasodilatasi perifer dan menurunkan tekanan
darah.
Beta-1
Reseptor beta-1 terletak pada membrane postsinaps di jantung. Stimulasi
reseptor ini mengaktivasi adenylate cyclase dimana mengkonversi ATP
menjadi AMP dan memicu kaskade fosforilasi. Inisiasi kaskade ini
menyebabkan efek kronotropik positif (peningkatan laju jantung),
dromotropik (peningkatan induksi), dan inotropik (peningkatan
kontraktilitas).
Beta-2
Menstimulasi otot polos sehingga menimbulkan bronkodilatasi dan
vasodilatasi arteri sehingga terjadi penurunan SVR (tekanan darah
sistemik) dan PVR (tekanan arteri paru).
7
Beta-3
Terletak pada vesical urinaria dan jaringan adiposa otak. Reseptor ini
memiliki peran lipolysis dan thermogenesis pada lemak coklat
(Butterworth et al, 2013).
FUNGSI
Prekursor norepinefrin (dopamin) mempunyai kerja lansung pada
reseptor dopaminergik dan adrenergik, dan dapat melepaskan norepinefrin
endogen. Pada kadar rendah, dopamin bekerja pada reseptor dopaminergik
8
D1 pembuluh darah, terutama di ginjal, dan pembuluh darah koroner.
Stimulasi reseptor beta-1 menyebabkan vasodilatasi melalui aktivasi
adenylate cyclase. Dengan demikian infus dopamin dosis rendah akan
meningkatkan aliran darah ginjal, laju filtrasi glomerulus dan ekskresi Na+
pada pasien dengan gagal jantung akut dan disfungsi renal. Pada dosis yang
lebih tinggi, dopamin meningkatkan kontraktilitas miokardial melalui
aktivasi reseptor beta-1. Dopamin juga melepaskan norepinefrin endogen
yang menambah efeknya pada jantung. Pada dosis rendah sampai sedang,
resistensi perifer total tidak berubah. Hal ini mungkin karena dopamin
mengurangi resistensi arterial di ginjal dan mesentirium dengan hanya
sedikit peningkatan di tempat-tempat lain. Dengan demikian dopamin
meningkatkan tekanan sistolik dan nadi tanpa mengubah tekanan diastolik
(atau sedikit meningkat). Akibatnya, dopamin berguna untuk keadaan
cardiac output yang rendah disertai dengan gangguan fungsi ginjal,
misalnya syok kardiogenik dan hipovolemik. Pada kadar yang tinggi
dopamin dapat menyebabkan vasokontriksi akibat aktivasi reseptor alfa
pembuluh darah. Karena itu bila dopamin digunakan untuk syok yang
mengancam jiwa, tekanan darah dan fungsi ginjal harus dimonitor (Francis
et al, 2014; Tariq & Aronow, 2015).
9
Gambar 5. Diagram kaskade sinyal interseluler dalam kardiomiosit
diubah oleh inotropik (Francis et al, 2014).
TERAPI
Dopamin adalah katekolamin endogen dengan efek kardiovaskular.
Efek dopamin tergantung pada respon katekolamin endogen,
farmakokinetik, fungsi sistem organ dan cadangan norepinefrin.
10
Pemberian dopamin dosis 10-20 μg/kg/menit merangsang reseptor alfa
menyebabkan vasokonstriksi perifer, peningkatan tekanan darah dan
takikardia (Tariq & Aronow, 2015).
Dopamin sering digunakan pada bayi baru lahir yang sakit kritis untuk
pengobatan syok dan gagal jantung. Konsentrasi steadystate plasma arteri
dopamin diukur pada 11 bayi yang sakit parah menerima infus dopamin
pada tingkat 5 sampai 20 mg/kg/menit, untuk sepsis diduga dan terbukti
syok hipotensi. Konsentrasi steadystate dopamin berkisar antara 0,013
hingga 0,3 mg / ml (Pacifici, 2014)
11
disesuaikan dengan penilaian diuresis, perfusi sistemik atau tekanan darah.
Dosis rendah dopamin 2-5 μg/kg/menit memperbaiki aliran darah renal,
splanknik dan diuresis. Kecepatan infus > 20 μg /kg/menit menyebabkan
efek vasokonstriksi tanpa inotropik.
2. DOBUTAMIN
Dobutamin merupakan katekolamin sintetik bekerja agonis selektif beta-
1, beta-2 adrenergik dan reseptor alfa. Reseptor beta-1 lebih dominan
dibandingkan dengan reseptor beta-2 dan reseptor alfa. Mekanisme kerja
dobutamin yaitu langsung menuju reseptor beta pada miokardial jantung
tanpa pengeluaran norepinefrin dari saraf terminal. Dobutamin merupakan
agen inotropik pilihan pertama pada pasien dengan cardiac output yang
rendah yaitu sebagai contoh pada pasien syok septik, gagal jantung akut dan
syok kardiogenik (Tariq & Aronow, 2015; Nadeem et al, 2015). Meskipun
memiliki dominasi aktivitas beta adrenergik, dobutamin juga memiliki efek
alfa adrenergik yang membatasi peningkatan laju jantung. Dobutamin dikenal
dapat menimbulkan miokarditis eosinofilik dan eosinophilia perifer.
Dobutamin menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen miokard, yang
mana akan menpresipitasi dan meningkatkan kejadian takiritmia, perburukan
iskemik miokard dan meningkatkan mortilitas (Kalcik et al, 2015).
12
FUNGSI
Dobutamin memiliki efek farmakologis inotropik melalui reseptor beta-
1 dan efek vasodilatasi melalui stimulasi reseptor beta-2. Dobutamin dapat
memperbaiki kontraktilitas jantung dan mereduksi tekanan pengisian jantung.
Meskipun dobutamin meningkatkan cardiac output, tekanan darah dapat
turun akibat reduksi dari SVR melalui vasodilatsi yang dimediasi reseptor
beta-2. Oleh karena itu, dobutamin menjadi agen pilihan untuk manajemen
pada keadaan cardiac output rendah termasuk gagal jantung terkompensasi
dan syok kardiogenik (Kalcik et al, 2015). Dobutamin meningkatkan tekanan
darah dengan meningkatkan cardiac output, sementara dopamin
meningkatkan tekanan darah melalui vasokontriksi perifer (Francis et al,
2014). Pada beberapa pasien dapat menimbulkan hipotensi yang diakibatkan
karena vasodilatasi perifer sebagai efek dari reseptor beta-2 adrenergik (Tariq
& Aronow, 2015).
Dobutamin memiliki pusat asimetri dan kedua bentuk enantiometrik
berbentuk campuran yang digunakan secara klinis. Isomer negatif dobutamin
adalah agonis kuat pada reseptor alfa-1 dan mampu menyebabkan respons
pressor yang nyata. Sebaliknya, dobutamin positif adalah antagonis reseptor
alfa-1 yang kuat, yang dapat memblokir efek dobutamin negatif. Efek dari
dua isomer ini dimediasi oleh reseptor beta (Pacifici, 2014). Dobutamin
menunjukkan efek agonis β adrenergik poten pada dosis <5µ/kg/menit.
Dobutamin meningkatkan kontraktilitas miokardial (reseptor beta-1) dan
menyebabkan vasodilatasi perifer derajat sedang (reseptor beta-2). Isomer
levorotatory dobutamine menstimulasi reseptor alfa-1 pada dosis >5
µ/kg/menit dan mencegah terjadinya vasodilatasi yang lebih jauh. Dobutamin
digunakan untuk memperbaiki cardiac output pada pasien gagal jantung
kongestif, terutama bila laju jantung dan tahanan vaskuler sistemik
meningkat. Kombinasi dengan obat-obatan lain bermanfaat dalam
meningkatkan aktivitas dan memperbaiki distribusi cardiac output (Tariq &
Aronow, 2015).
13
Penelitian terbaru De Backer et al dengan menggunakan orthogonal
polarization spectral imaging menunjukkan bahwa dobutamin memperbaiki
perfusi kapiler pada pasien dengan syok septik, tanpa tergantung dari efek
sistemik. Diduga bahwa dobutamin memiliki efek spesifik pada aliran darah
regional (Vincent et al, 2008).
Dobutamin menyebabkan peningkatan cardiac output yang tergantung
dosis dan penurunan tekanan pengisian arteri, tanpa peningkatan tekanan
darah sistemik dan laju jantung yang signifikan. Peningkatan laju jantung
yang terjadi ini lebih rendah dibandingkan dengan isoproterenol,
menunjukkan aktivitas dobutamin terhadap nodus sinoatrial yang lebih kecil.
Berlawanan dengan dopamin, dobutamin tidak memiliki efek vasokonstriktor
secara klinis dan tahanan vaskular sistemik umumnya tidak mengalami
perubahan besar. Dobutamin tidak efektif bagi pasien yang memerlukan
peningkatan tahanan vaskular sistemik dibandingkan dengan peningkatan
cardiac output untuk meningkatkan tekanan darah sistemik. Dobutamin
adalah vasodilator arteri koroner. Redistribusi cardiac output akibat
dobutamin menyebabkan peningkatan kehilangan panas tubuh melalui
kutaneus, sehingga terjadi penurunan suhu tubuh. Perbaikan aliran darah
ginjal yang terjadi merupakan hasil dari peningkatan cardiac output akibat
dobutamin (Francis et al, 2014).
Menurut penelitian Wu et al (2016) menyatakan bahwa dobutamin
menjadi pilihan obat untuk tatalaksana pasien dengan syok septik. Pada
pasien syok septik, disfungsi jantung pada berbagai tingkat mempengaruhi
kontraktilitas miokard, mengurangi CO dan mengakibatkan penurunan
tekanan darah. Norepinefrin mempengaruhi reseptor alfa dengan
meningkatkan cardiac after load, tetapi tidak mempengaruhi reseptor beta.
Sementara dobutamin mempengaruhi reseptor beta mengakibatkan perluasan
pembuluh darah dan menyebabkan tekanan darah lebih rendah. Oleh karena
itu, tekanan darah dapat ditingkatkan dan fungsi jantung meningkat pada
pasien dengan syok septik dan hipotensi jika mereka diobati dengan
dobutamin pada dosis rendah dan norepinefrin dengan dosis normal.
14
TERAPI
Dosis umum dobutamin adalah 5-20 μg/kg/menit yang diberikan secara
kontinyu melalui infus intravena. Awal mula pemberian dengan dosis kecil
dapat meningkatkan cardiac output secara signifikan. Dobutamin mengalami
metabolisme secara cepat, sehingga pemberian infus kontinyu 2-10
µ/kg/menit diperlukan untuk mempertahankan konsentrasi terapeutik plasma.
Pada dosis 5-7,5 μg/kg/menit, dobutamin menunjukkan perbaikan pada
pasien dengan gejala gagal jantung (Tariq & Aronow, 2015). Dosis besar
melebihi 20 µg/kg/menit intravena jarang digunakan karena hanya memberi
keuntungan minimal dengan efek takikardi yang berlebihan (Francis et al,
2014). Takikardia dapat terjadi, dan peningkatan tekanan darah pulmonal
yang mengarah ke edema paru telah diamati ketika dosis melebihi 15mg / kg
per menit (Pacifici, 2014)
Pada saat pemberian injeksi dobutamin harus diencerkan lebih lanjut
dalam spuit hingga setidaknya 50 ml dengan larutan kompatibel. Disarankan
agar kontrol volume presisi intravena set digunakan saat pemberian
dobutamin dengan infus intravena terus menerus. Solusi intravena harus
digunakan dalam 24 jam. Tingkat pemberian dan durasi terapi harus
disesuaikan secara hati-hati sesuai dengan respons pasien seperti yang
ditunjukkan oleh denyut jantung, adanya aktivitas ektopik, tekanan darah,
aliran urin, dan, bilamana mungkin, pengukuran tekanan baji vena atau
pulmonal sentral dan jantung keluaran. Solusi yang mengandung injeksi
dobutamin dapat menunjukkan warna merah jambu. Perubahan warna ini
disebabkan oleh sedikit oksidasi obat, tetapi tidak ada potensi kehilangan
yang signifikan dalam 24 jam setelah dibentuk kembali.
Dosis dobutamine hydrochloride yang direkomendasikan yaitu tingkat
infus yang diperlukan untuk meningkatkan curah jantung biasanya berkisar
antara 2,5-10 μg/kg/menit. Pada kesempatan langka, laju infus hingga 40
μg/kg/menit diperlukan untuk mendapatkan efek yang diinginkan.
15
Gambar 7. Rata-rata infus dobutamin untuk konsentrasi 250, 500 dan 1000
mg/L
Pengenceran injeksi dobutamin (dobutamine hydrochloride) harus
diencerkan lebih lanjut dalam intravena kontainer hingga setidaknya 50 mL
dengan salah satu larutan intravena berikut:
0,9% Sodium Chloride Injection
Injeksi Dextrose 5% atau 10%
3,3% Dextrose dan 0,3% Sodium Chloride Injection
5% Dextrose dan 0,9% Sodium Chloride Injection
Injeksi Ringer Laktat
Injeksi dobutamin tidak sesuai dengan larutan alkali, dan tidak boleh
dicampur dengan 5% Sodium Bicarbonate Injection atau larutan alkali
lainnya. Karena potensi ketidakcocokan fisik, dianjurkan bahwa dobutamin
tidak dicampur dengan obat lain dalam larutan yang sama. Injeksi
dobutamin tidak boleh digunakan bersamaan dengan agen atau pengencer
16
lain yang mengandung etanol. Larutan dobutamin tanpa elektrolit tambahan
(dalam pengenceran) tidak boleh diberikan bersamaan dengan darah melalui
set infus yang sama karena kemungkinan bahwa pseudoaglutinasi sel darah
merah dapat terjadi.
Overdosis dobutamin
Tanda dan gejala yang ditimbulkan dari toksisitas dobutamine
hydrochloride biasanya karena stimulasi beta-reseptor jantung yang
berlebihan. Gejala-gejala keracunan mungkin termasuk anorexia, mual,
muntah, tremor, kecemasan, takikardia, palpitasi, sakit kepala, sesak napas,
dan nyeri dada angina dan nonspesifik. Efek inotropik dan kronotropik
positif dari dobutamin pada miokardium dapat menyebabkan hipertensi,
takiaritmia, iskemia miokard, dan ventrikel fibrilasi. Hipotensi dapat terjadi
akibat vasodilatasi.
Tatalaksana pada kasus overdosis dobutamin yang ditandai dengan
adanya perubahan tekanan darah yang berlebihan atau takikardia,
mengurangi tingkat administrasi atau menghentikan sementara terapi
dobutamin sampai kondisi pasien stabil. Karena durasi kerja dobutamin
singkat (T½ = 2 hingga 3 menit) tidak diperlukan tindakan tambahan.
17
Diuresis paksa, dialisis peritoneal, hemodialisis, atau hemoperfusi arang
belum terbukti bermanfaat untuk overdosis dobutamine hidroklorida.
18
vasokontriksi perifer (Francis et al, 2014). Dobutamin berkisar sekitar
empat kali sama kuatnya dengan dopamin dalam merangsang kontraktilitas
miokardial dalam konsentrasi rendah, dan nilai yang terbukti dalam
meningkatkan output ventrikel kiri pada bayi prematur yang mengalami
hipotensi. Ini memiliki efek kurang dari dopamin pada tekanan darah karena
memiliki sedikit efek pada resistensi pembuluh darah yang sistematis
(Pacifici, 2014)
19
Gambar 10. Efek dari agonis adrenergic pada sistem organ
(Butterworth et al, 2013).
20
Gambar 10. Reseptor adrenergik dan reseptor dependen dopaminergik pada
kardiovaskular dari dopamin dan dobutamin (Pacifici, 2014).
21
DAFTAR PUSTAKA
Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD (2013). Morgan & Mikhail’s: Clinical
Anesthesiology. Fifth Edition. McGraw-Hill Education, pp 239-48
Fellous JM, Suri RE (2002). The roles of dopamine. The handbook of Brain Theory
and Neural Network. Second edition. California: The MIT Press.
Francis GS, Bartos JA, Adatya S (2014). Inotropes. Journal of the American
College of Cardiology 63(20): 2069-78.
Pinzon, Rizaldy, Peran Dopamin Pada Gangguan Spektrum Autistik, Cermin Dunia
Kedokteran [serial Online], 2007 p: 158-161.
Synder SH (2011). What dopamine does in the brain. PNAS Classic Perspective
47(108): 18869-71.
22
Tarvasmaki T, Lassus J, Varpula M, Sionis A, Sund R, Kober L, Spinar J et al
(2016). Current real-life use of vasopressors and inotropes in cardiogenic
shock – adrenaline use is associated with excess organ injury and mortality.
Critical Care 20: 208.
Vincent, J.L. (2008), Hemodynamic Support of the Critically Ill Patient, in:
Anesthesiology. Longnecker, D. E., editor. United States Of America: The
McGraw-Hill Companies, Inc.
23