DISUSUN OLEH :
A. Latar Belakang
Menurut Depkes (2005) balita merupakan anak usia dibawah lima tahun yang berumur 0-
4 tahun 11 bulan. Kelompok anak ini menjadi istimewa karena menuntut curahan perhatian
yang intensif untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangannya. Sumber daya
manusia yang berkualitas baik fisik, psikis maupun intelegensianya bermula dari balita yang
sehat (Juniati, 2007).
Menurut karakteristik balita terbagi dalam dua kategori, yaitu anak berusia 1-3 tahun
(batita) dan usia pra sekolah (Uripi, 2004). Masa balita merupakan masa yang memerlukan
perhatian khusus, karena pada masa ini terdapat masa pertumbuhan dan perkembangan yang
pesat sehingga peran keluarga terutama ibu menjadi sangat dominan. Pertumbuhan dasar
yang berlangsung pada masa balita akan mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya
(Depkes RI, 2007).
Ibu merupakan kelompok terkecil yang anggotanya bisa bertatap muka secara tetap,
dengan demikian perkembangan balita dapat diikuti dengan seksama oleh orang tuanya, ibu
memiliki motivasi yang kuat untuk mendidik balitanya, sehingga motivasi yang kuat akan
melahirkan hubungan emosional antara orang tua dan balita, karena hubungan sosial dalam
keluarga itu bersifat relatif tetap, maka ibu memainkan peran penting terhadap proses tumbuh
kembang balitanya (Fika A.,2012).
Orang tua, terutama ibu adalah faktor yang sangat penting dalam mewariskan status
kesehatan kepada anak-anak mereka. Rendahnya kesehatan orang tua, terutama ibu dan anak
bukan hanya karena sosial ekonomi yang rendah, tapi sering disebabkan karena orang tua
terutama ibu yang tidak mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatannya dan kesehatan
anaknya atau tidak tahu makanan yang bergizi yang harus dimakan (Notoatmojo, 2007).
Penyakit yang disebabkan oleh infeksi, kerusakan jaringan otak dan faktor lain yang
menyebabkan gangguan pada fungsi otak telah menyerang sedikitnya satu milyar orang di
seluruh dunia. Penyakit yang telah menyerang jutaan orang di sleuruh dunia ini tidak
mengenal umur, jenis kelamin, status pendidikan, maupun pendapatan. Lebih dari satu milyar
orang yang trekena gangguan saraf di seluruh dunia. Menurut WHO, diperkirakan 6,8 juta
orang meninggal tiap tahun akibat ganguan saraf (Marlian L., 2005).
Lennox-Bucchal (1949) berpendapat bahwa kepekaan terhadap kebangkitan kejang
demam diturunkan oleh gen dominan dengan penetrasi yang tidak smepurna dan 41,2%
anggota keluarga penderita mempunyai riwayat kejang sedangkan pada anak normal hanya 3
% (Ngastiyah, 2005).
Kejang demam merupakan keadaan yang paling dikhawatirkan pada orang tua saat anak
mengalami demam yang tinggi. Kejang karena demam tersebut seringkali terjadi pada usia
anak tertentu. Kejadian demam pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun hampir 2-5%
(Ngastiyah, 2005).
Kejang demam terjadi pada 5% anak usia 6 bulan sampai 5 tahun, dipicu demam tinggi
atau demam yang tidak tinggi tapi ada kenaikan suhu yang cepat. Gejala kejang demam
tampak seperti gerakan-gerakan di seluruh tangan dan kaki yang terjadi dalam waktu sangat
singkat. Umumnya berlangsung singkat, kurang dari 15 menit. Biasanya terjadi pada hari
pertama demam dan terjadi sekali dalam 24 jam. Kejang demam seperti ini tidak berarto anak
menderita epilepsi (Suririnah, 2009).
Kejang demam adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,4 0C
tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada anak berusia
diatas 1 bulan tanoa riwayat kejang sebelumnya (IDAI, 2009).
Di Indonesia selama satu tahun terakhir dilaporkan angka kejadian kejang demam 3-4%
dari anak yang berusia 6 bulan - 5 tahun.
B. Tujuan Umum
Setelah diberikan penyuluhan 1x40 menit, diharapkan peserta dapat memahami tentang
penyakit kejang demam pada balita.
C. Tujuan khusus
Setelah diberikan penyuluhan 1x40 menit, diharapkan peserta dapat :
a. Menjelaskan pengertian kejang demam
b. Menyebutkan penyebab kejang demam
c. Menyebutkan tanda dan gejala kejang demam
d. Menyebutkan cara penanganan kejang demam
e. Menyebutkan cara pencegahan kejang demam
D. Manfaat
a. Bagi Masyarakat
Sebagai referensi untuk menambah wawasan yang berkaitan dengan mutu pelayanan
kesehatan dan upaya peningkatan pelayanan kesehatan.
E. Materi
a. Pengertian kejang demam pada balita
b. Klasifikasi kejang demam pada balita
c. Penyebab kejang demam pada balita
d. Tanda dan gejala kejang demam pada balita
e. Komplikasi kejang demam pada balita
f. Cara penanganan kejang demam pada balita
g. Pendidikan kesehatan untuk mencegah kejang demam pada balita
F. Metode
Metode penyuluhan ini menggunakan metode ceramah dan diskusi tanya jawab.
G. Media
Media yang digunakan menggunakan lembar balik dan leaflet.
H. Susunan Kepanitiaan
Susunan Panitia Kegiatan Penyuluhan Kejang Demam pada Balita :
K. Setting Tempat
Slide Power
Point A B
C Meja
Meja
D E
Keterangan :
A : Penyuluh 1
B : Penyuluh 2
C : Notulen
D : Moderator
E : Peserta
L. Evaluasi
a) Evaluasi Struktur
1) Kesiapan mahasiswa memberikan materi penyuluhan
2) Materi SAP dan proposal dikonsulkan dengan pembimbing
3) Media dan alat memadai
4) Setting sesuai dengan kegiatan yang direncanakan
5) Konsumsi mencukupi/lebih untuk keseluruhan peserta yang hadir
b) Evaluasi Proses
1) Kegiatan penyuluhan dilakukan sesuai jadwal yang direncanakan
2) Peserta penyuluhan kooperatif dan aktif berpartisipasi selama proses penyuluhan
3) Seluruh mahasiswa berperan aktif selama proses penyuluhan
4) Peserta penyuluhan datang tepat pada waktunya
5) Peserta mengikuti rangkaian kegiatan dari awal sampai akhir dengan tenang dan
tertib
c) Evaluasi Hasil
1) Prosedur : Pre dan Post Test
2) Bentuk : Tulisan
3) Butir Pertanyaan :
a) Apa itu kejang demam?
b) Apa saja penyebab kejang demam pada balita? (minimal 2)
c) Apa saja tanda dan gejala kejang demam pada balita? (minimal 2)
d) Bagaimana cara penanganan kejang pada balita?
e) Bagaimana cara pencegahan kejang demam pada balita?
MATERI PENYULUHAN
KEJANG DEMAM PADA BALITA
1. Pengertian
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di
atas 380) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga
disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia dibawah 5
tahun. Kejag ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hipertermia yang timbul mendadak
pada infeksi bakteri atau virus (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).
Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf yang paling sering dijumpai pada
bayi dan anak. Sekitar 2,2% hingga 5% anak mengalami kejang demam sebelum mereka
mencapai umur 5 tahun. Sampai saat ini masih terdapat perbedaan pendapat mengenai akibat
yang ditimbulkan oleh penyakit ini, namun pendapat yang dominan saat ini kejang pada
kejang demam tidak menyebabkan akibat buruk atau kerusakan pada otak.
Kejang merupakan suatu manifestasi klinis yang sering dijumpai di ruang gawat darurat.
Kejang penting sebagai suatu tanda adanya gangguan neurologis. Keadaan tersebut
merupakan keadaan darurat. Kejang mungkin sederhana, dapat berhenti sendiri dan sedikit
memerlukan pengobatan lanjutan, atau merupakan gejala awal dari penyakit berat atau
cenderung menjadi status epileptikus.
Diagnosis kejang ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan penunjang sangat
penting membedakan apakah serangan kejang yang terjadi merupakan kejang atau serangan
yang menyerupai kejang.
Perbedaan diantara keduanya tersaji pada tabel berikut :
2. Klasifikasi
Kejang demam dikelompokkan menjadi dua, yaitu kejang demam sederhana dan kejang
demam komplek.
2.1) Kejang Demam Sederhana
Umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 5 tahun, kejang demam yang
berlangsung singkat, kejang brelangsung kurang dari 15 menit, umumnya akan berhenti
sendiri, tanpa gerakan fokal atau berulang dalam waktu 24 jam.
2.2) Kejang Demam Komplek
Kejang demam dengan ciri : kejang lama lebih dari 15 menit, kejang fokal atau parsial
satu sisi atau kejang umum didahului kejang parsial, berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24
jam.
3. Penyebab
Kejang dapat disebabkan oleh berbagai patologis termasuk tumor otak, trauma, bekuan
darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit dan gejala putus alkohol juga
gangguan metabolik, uremia, overhidrasi, toksik subkutan, sebagian kejang merupakan
idiopatik (tidak diketahui etiologinya).
3.1. Intrakranial
Asfiksia : Ensefalitis, hipoksia iskemik
Trauma (perdarahan): Perdarahan sub arakhnoid, sub dural, atau intraventrikular
Infeksi : Bakteri, virus, dan parasit
Kelainan bawaan : Disgenesis, korteks serebri
3.2. Ekstrakranial
Gangguan metabolik : Hipohlikemia, Hipokalsemia, Hipomagnesimia, gangguan
elektrolit (Na dan K)
Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat
Kelainan yang diturunkan: Gangguan metabolisme asam amino, ketergantungan dan
kekurangan asam amino
3.3. Idiopatik
Kejang neonatus, fanciliel benigna, kejang hari ke-5.
(Lumbang Tobing, 1997)
5. Komplikasi
Walaupun kejang demam menyebabkan rasa cemas yang amat sangat pada orang tua,
sebagian kejang demam tidak mempengaruhi kesehatan jangka panjang, kejang demam tidak
mengakibatkan kerusakan otak, keterbelakangangan mental atau kesulitan belajar ataupun
epiksi.
Komplikasi yang paling umum dari kejang demam adalah adanya kejang demam
berulang. Sekitar 33 % anak akan mengalami kejang berulang jika merema demam kembali
resiko terulangnya kejang demam akan lebih tinggi, jika :
a. Pada kejang yang pertama, anak hanya mengalami demam yang tidak terlalu tinggi
b. Jarak waktu antara mulainya demam dengan kejang yang sempit
c. Ada faktor turunan dari ayah ibunya
6. Cara Penanganan
Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang
mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah sebagai
berikut :
a. Anak harus dibaringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping, bukan
terlentang untuk menghindari bahaya tersedak
b. Jangan meletakkan benda ataupun dalam mulut si anak seperti sendok atau penggaris,
karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan nafas
c. Jangan memegangi anak untuk melawan kejang
d. Sebagian besar kejang berlangsung singkat dan tidak memerlukan penanganan khusus
e. Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera dibawa ke fasilitas
kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk dibawa ke fasilitas
kesehatan jika kejang masih berlanjut setelah 5 menit. Adapula sumber yang
menyataka bahwa penanganan lebih baik dilakukan secepat mungin tanpa menyatakan
batasan menit
f. Setelah kejang berakhir (jika <10 menit), anak perlu dibawa menemui dokter untuk
meneliti sumber demam, terutama jika ada kekakuan leher, muntah-muntah yang berat
atau anak terus tampak lemas
Jika anak dibawa ke fasilitas kesehatan, penanganan yang akan dilakukan selain point-
point diatas adalah sebagai berikut :
1) Memastikan jalan nafas anak tidak tersumbat
2) Pemberian oksigen melalui face mask
3) Pemberian diazepam 0,5mg/kgBB/rectal atau jika terpasng selang infus
0,2mg/kg/infus
4) Pengawasan tanda-tanda depresi pernafasan
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang
sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Menurut IDAI
(2012), kecemasan ini harus dikurangi dengan cara diantaranya :
a. Meyakinkan bahwa kejang pada umumnya mempunyai prognosis baik
b. Memberitahukan cara penanganan kejang
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif, tetapi harus diingat
adanya efek samping obat